Alasan-alasan yang Menyebabkan Belum Terciptanya Perdamaian antara Porto-Haria

50

3.2. Alasan-alasan yang Menyebabkan Belum Terciptanya Perdamaian antara Porto-Haria

1. Tidak Adanya Batas Di dalam masyarakat-masyarakat yang bersifat homogen, di mana satu masyarakat memiliki satu agama, peluang untuk terjadinya konflik sangat kecil. Namun demikian potensi untuk terjadinya konflik tetap ada ketika di dalam agama yang sama itu orang mencip takan ‘kelompok kami’ dan ‘kelompok mereka’. Sejak dahulu kala warga Porto-Haria hidup berdampingan, tanpa ada yang mempersoalkan batas wilayah. Seiring berjalannya waktu dan dengan munculnya generasi- generasi baru, ‘tapal batas’ ini mulai dipermasalahkan. Tidak adanya batas yang pasti antara Negeri Porto dan Negeri Haria membuat masyarakat kedua negeri ‘mengira-ngira’ atau memperkirakan batas negeri dengan pemahamannya masing-masing. Dalam arti, letak batas negeri menurut warga Porto berbeda dengan batas negeri menurut warga Haria. Hal ini menimbulkan pertentangan dan ketidakpuasan pada kedua belah pihak. Satu pihak merasa ‘dirugikan’, pihak lainnya merasa ‘dihina’. 30 Apabila tidak terjadi konflik, persoalan ‘tapal batas’ ini seringkali mengakibatkan terjadi nya ‘adu mulut’ antara masyarakat kedua negeri. Kemungkinan besar ketidaksepahaman inilah yang menjadi faktor utama konflik Porto-Haria bisa terus pecah sewaktu-waktu. 31 30 Hasil wawancara dengan Ketua Majelis Jemaat kedua negeri pada tanggal 18-19 Agustus 2015. 31 Hasil pengamatan Penulis saat berada di lapangan. 51 2. Dendam Konflik yang terjadi antara kedua negeri ini terdiri dari kurang lebih 10 kali yang berskala besar. Terhitung dari tahun 2011 konflik pecah sebanyak 17 kali, yang mengakibatkan meninggalnya 3 orang, dan luka-luka 20 orang. Tahun 2012, konflik terjadi sebanyak 26 kali, konflik ini mengakibatkan 4 orang meninggal dan 13 orang luka-luka. Sedangkan pada tahun 2013, konflik terjadi sebanyak 33 kali, dan mengakibatkan 2 orang meninggal dan 7 luka-luka. Banyak jatuhnya korban harta maupun jiwa mengakibatkan masalah kedua negeri yang diawali dengan permasalahan batas, kini telah berkembang menjadi dendam. 32 3. Masalah Ekonomi Adanya pelabuhan kapal cepat dan speedboat di Negeri Haria, mengakibatkan ekonomi di Negeri Haria ‘agak’ lebih baik. Pernyataan ini dapat dibuktikan dengan melihat banyaknya jumlah pemilik motor di Negeri Haria. Hal ini dikarenakan dengan adanya pelabuhan kapal cepat ini, Haria menjadi salah satu “pintu masuk” bagi masyarakat yang hendak berkunjung ke Pulau Saparua, sehingga masyarakat Haria bisa berjualan oleh-oleh makanan khas Maluku: sagu tumbuk, sarut, bagea dan beberapa jajanan lainnya. Selain itu pelabuhan ini membuka peluang bagi masyarakat untuk menjadi tukang ojek. Di Porto juga terdapat tempat speedboat. Sebagian besar masyarakat Porto-Haria berprofesi sebagai tukang ojek, petani, nelayan, dan pekerja bangunan. Meskipun demikian, di Negeri Porto maupun di Negeri Haria masih 32 Hasil wawancara dengan Pdt. Bpk. Jefry Salato Leatemia, pada tanggal 18 Agustus 2015. 52 terdapat masyarakat yang keadaan ekonominya tergolong miskin. Menurut Samuel Tahalele, Ketua Majelis Jemaat GPM Porto, konflik ini tidak ada hubungannya dengan ekonomi satu negeri yang lebih baik. Ketika terjadi konflik, kesenjangan sempat terjadi. Salah satu pemicu terjadinya kesenjangan ini yaitu karena apabila situasi sedang tegang, hampir tidak ada mobil angkutan yang bersedia singgah di Haria untuk membawa penumpang turun di pelabuhan. Namun kesenjangan ini tidak bertahan lama. 33 Sehingga kemungkinan besar, kurang tersedianya lapangan pekerjaan atau kemiskinan, termasuk salah satu faktor yang mengakibatkan konflik terus pecah sewaktu-waktu. 4. Adanya Pihak KetigaOrang yang Mengelola Konflik Konflik yang terjadi terus-menerus antara kedua negeri, membuat para warga menjadi trauma. Sehingga mereka selalu mengklaim pihak lawan sebagai pelaku apabila ada penembakan oleh Orang Tak Dikenal OTK 34 atau ketika terdengar bunyi ledakan bom. Konflik yang terjadi pada tanggal 27 Februari 2013 sangat menunjukkan adanya “Pihak Ketiga”. Konflik ini dipicu oleh tawuran antara sekelompok siswa Sekolah Menengah Kejuruan SMK Saparua. Tawuran antar sekelompok siswa yang kebetulan berasal dari Negeri Porto dan Haria itu, berimbas ke kedua negeri. Tawuran yang terjadi akibat saling ejek itu mengakibatkan dua siswa SMK Saparua asal Porto mengalami luka akibat lemparan batu dan terkena pukulan. 33 Hasil wawancara dengan Pdt. Bpk. Samuel Tahalele, Ibid. 34 Konflik antara kedua negeri yang terjadi pada tanggal 8 Maret 2012 dipicu oleh meninggalnya seorang warga Negeri Porto karena ditembak oleh Orang Tak Dikenal OTK di angkutan umum. 53 Di saat tawuran terjadi, terdengar ledakan bom yang cukup dahsyat di petuanan Negeri Tiouw, sekitar 2 km dari Porto-Haria. Situasi sempat kondusif. Namun pada malam harinya sekitar pukul 21.05 WIT terjadi lagi tiga kali bunyi ledakan bom. Aparat keamanan yang ditugaskan di Porto-Haria sempat melakukan penyisiran hingga pukul 23.00 WIT. Namun tidak ada pelaku peledakan bom yang diringkus. Selanjutnya, sekitar pukul 23.40 hingga Kamis, 28 Februari 2013 pukul 06.30 WIT terjadi lagi beberapa kali ledakan bom diikuti dengan rentetan tembakan senjata api, yang memicu terjadinya saling baku lempar antara warga kedua negeri. 35 Orang yang mengelola konflik, telah mengetahui keadaan Negeri Porto-Haria. Atau dengan kata lain mereka mengetahui bahwa kedua negeri memiliki “Luka Lama” trauma sekaligus dendam, sehingga hal ini dijadikan sarana untuk kembali menciptakan konflik di antara kedua negeri. 36 5. Tidak Adanya Kemampuan Untuk Mengelola Emosi Konflik Porto-Haria telah terjadi sejak dulu. Selama konflik terjadi, yang telah berupaya menjadi mediator antara lain: - Pendeta Jemaat dan Majelis Jemaat, mediasi dilakukan dengan mendatangi batas-batas negeri yang kebetulan telah dijaga oleh warga jemaat sekaligus 35 Koran Siwalima tanggal 29 Februari 2013. 36 Hasil wawancara dengan Bpk. Pdt. Jefry Salato Leatemia, Ibid. 54 mengadakan pergumulan, kemudian warga jemaat diarahkan untuk menahan diri serta tidak bertindak anarkis. 37 - Mantan Gubernur Maluku Karel Albert Ralahalu, beliau berkali-kali mengunjungi kedua negeri dan melakukan diskusi baik dengan para tokoh masyarakat maupun masyarakat biasa. 38 - Tim 10 adalah team yang terdiri atas 5 orang tokoh masyarakat dari kedua negeri. Tim 10 yang dibentuk berdasarkan Kesepakatan Pangdam XVIPattimura, Mayjen TNI Eko Wiratmoko, Kapolda Maluku Brigjen Pol. Muktiono dan Mantan Gubernur Maluku Karel Albert Ralahalu, bekerja intensif untuk menyosialisasikan butir-butir kesepakatan antara kedua belah pihak yang bertikai. Kegiatannya antara lain, melakukan ibadah khusus yang berlokasi di perbatasan Porto-Haria dengan melibatkan semua unsur, termasuk di dalamnya Gubernur Maluku, Bupati Maluku Tengah, Ketua Sinode GPM, Ketua Klasis PP Lease, semua pendeta jemaat se-Klasis PP Lease, semua masyarakat Porto-Haria, dan pendeta gereja-gereja saudara, yang kemudian dilanjutkan dengan makan patita bersama. 39 Meskipun pihak-pihak yang disebut di atas telah mengupayakan perdamaian, konflik masih terus pecah. Penyelesaian konflik Porto-Haria membutuhkan kecerdasan emosional warga yang bertikai. Orang dengan kemampuan mengelola 37 Ibid,. 38 Hasil wawancara via telepon dengan Bpk. Wellem Manuhutu, Ibid,. 39 Ibid,. 55 emosi secara baik dan positif tidak akan terpancing untuk melakukan hal-hal yang sifatnya merusak kehidupan. 40 Masyarakat Saparua, termasuk warga Porto dan Haria pada umumnya memiliki intelektualitas tinggi, tetapi tidak diimbangi dengan kemampuan mengendalikan amarah, terutama pada kaum muda. Hal ini tercermin dalam berita yang diliput Koran Siwalima tanggal 29 Februari 2013. Sikap cepat tersinggung dan tidak mampu mengendalikan rasa marah itulah yang kemudian memberikan peluang bagi ‘sang provokator’ untuk kembali menciptakan konflik. Hal ini kemungkinan besar merupakan salah satu faktor yang mengakibatkan pertikaian antarwarga dua negeri tersebut sulit dihentikan sampai sekarang. 41 40 Hasil wawancara dengan Bpk. Pdt. Jefry Salato Leatemia, Ibid,. 41 Hasil pengamatan Penulis selama berada di lapangan.