Faktor Kesakralan dari Sunat Perempuan

“Sampai sekarang aku masih dibutuhkan orang-orang untuk menyunati, berarti sunat perempuan ya masih ada mbak. Setauku setiap ada bayi perempuan dan orang tuanya Islam ya pasti disunatkan. Jadi menurutku sampai sekarang ya masih banyak orang tua yang menyunatkan anaknya”. Wawancara tanggal 14 Februaru 2013. Selain dukun sunat, bidan desa di Karangmalang juga mengatakan hal yang sama yaitu sampai sekarang masyarakat masih banyak yang melaksanakan sunat perempuan. Menurut bidan, sunat sunat perempuan sampai kapanpun masih akan tetap dilaksanakan oleh masyarakat karena sudah menjadi bagian dari kehidupan masyarakat di Desa Karangmalang. Hal itu seperti diungkapkan oleh bidan desa yaitu Bu Yusriah 27 tahun pada saat wawancara. “Sunat perempuan itu sudah dilaksanakan dari dulu oleh masyarakat mbak dan sampai saat ini juga masih dilaksanakan oleh hampir semua masyarakat di Desa Karangmalang. Menurutku sunat perempuan itu susah untuk dihilangkan karena sudah menjadi bagian dari masyarakat”. Wawancara tanggal 22 Februari 2013. Berbagai faktor pendorong masih dilaksanakannya sunat perempuan dikemukakaan oleh masyarakat Desa Karangmalang. Berikut ini adalah faktor- faktor penyebab masih dipertahankannya sunat perempuan di Desa Karangmalang:

1. Faktor Kesakralan dari Sunat Perempuan

Masyarakat Desa Karangmalang memandang jika sunat perempuan adalah sesuatu yang sangat sakral. Sakral adalah adalah sesuatu yang dianggap tinggi, agung, bekuasa dan dihormati. Selain itu sakral juga dapat diartikan sebagai sesuatu yang supranatural, luar biasa dan amat penting. Jadi sunat perempuan adalah sesuatu yang suci dan dihormati oleh masyarakat Desa Karangmalang. Menurut Durkheim, suatu agama adalah sebuah sistem kepercayaan dan tingkah laku yang berhubungan dengan hal-hal yang dianggap sakral yaitu hal yang dipisahkan dan dilarang. Selain itu menurut Durkheim, the scared adalah pengalaman kemasyarakatan yang menjadi lambang kebersatuan yang dimanifestasikan dalam simbol-simbol masyarakat, sementara the profane merupakan pengalaman individual yang dianggap lebih rendah dari pengalaman sakral. Kepercayaan dan perilaku yang mempersatukan semua penganutnya menjadi satu komunitas moral berdasarkan nilai-nilai bersama. Durkheim menyatakan bahwa penyebab timbulnya agama terletak pada kumpulan- kumpulan banyak orang. Upacara keagamaan adalah bentuk dari yang sakral. Seperti yang diungkapkan oleh Bapak Faizin 34 tahun, yaitu: “Selametan pas sedurunge sunat perempuan iku yo termasuk sesuatu seng sakral. Tujuanne njalok karo seng nggawe urip ben bocahe seng disunat selamet. Wawancara tanggal 13 Februari 2013. “Selametan sebelum sunat perempuan itu ya termasuk sesuatu yang sakral. Tujuannya meminta sama yang menciptakan kehidupan agar anaknya yang disunat selamat. Wawancara tanggal 13 Februari 2013. Pada kehidupan masyarakat, manusia hidup bersama dan melakukan interaksi sehingga timbul rasa kebersamaan diantara masyarakat tersebut. Rasa kebersamaan ini milik masyarakat yang secara sadar menimbulkan rasa kolektif. Disini adanya kesadaran bersama mengenai praktik sunat perempuan dan bahkan slametan pada saat sunat perempuan dianggap oleh masyarakat Desa Karangmalang sebagai upacara keagamaan yang wajib dilaksanakan dan bertujuan sebagai standar moral dan pedoman berperilaku. Upacara selametan tersebut merupakan salah satu bentuk dari sakral. Perempuan yang telah disunat diharapkan setelah remaja atau dewasa harus bisa mengontrol dan membatasi perilaku seksualnya sesuai dengan norma-norma sosial. Seperti yang diungkapkan oleh Ibu Malikah 30 tahun, yaitu: “Sak ngertiku selametan sakdurunge sunat perempuan iku kan penting mbak. Tujuanne kan ben bocah seng ape disunati iso selamet mbak. Nek Jowo kan sitik-sitik kudu selametan mbak. Misale sedurunge nggawe omah, nikahan, trus sunat ”. Wawancara tanggal 13 Februari 2013. “Setau saya selametan sebelum sunat perempuan itu kan penting mbak. Tujuannya kan biar bayi yang akan disunat bisa selamat mbak. Di Jawa kan sedikit-sedikit harus selametan mbak. Misalnya sebelum membuat rumah, nikah, dan sunat”. Wawancara tanggal 13 Februari 2013. Hasil penelitian diatas sesuai dengan hasil penelitian terdahulu mengenai eksistensi sunat perempuan yaitu penelitian Nasution 2010 yang berjudul Khitan Perempuan Rekonstruksi Pengetahuan dari Praktik Khitan Perempuan pada Keluarga Jawa Medan, Studi Kasus di Daerah Marelan, hasil dari penelitiannya yaitu Walaupun telah ada larangan dari pemerintah tetapi masyarakat Jawa yang ada di Marelan masih melakukan khitan pada anak perempuan mereka. Mereka menganggap praktik khitan perempuan adalah sesuatu yang sakral dan harus dilakukan.

2. Faktor Kewajiban Sosial dari Sunat Perempuan