Evaluasi sistem keuangan desa kabupaten Sragen (studi kasus di kecamatan Karangmalang) Supriyadi2009

(1)

i

EVALUASI SISTEM KEUANGAN DESA

KABUPATEN SRAG EN

(Studi Kasus di Kecamatan Karangmalang)

TESIS

Diajukan untuk Melengkapi Tugas-Tugas dan Memenuhi Syarat-Syarat Guna Mencapai Derajat Magister Sains Program Studi Magister Akuntansi

Fakultas Ekonomi Universitas Sebelas Maret Surakarta

Oleh

SUPRIYADI

NIM: S4307103

FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS SEBELAS MARET

SURAKARTA 2009


(2)

ii

EVALUASI SISTEM KEUANGAN DESA

KABUPATEN SRAGEN

(Studi Kasus di Kecamatan Karangmalang)

Disusun Oleh:

Supriyadi

NIM: S4307103

Telah disetujui Pembimbing Pada tanggal, Desember 2009

Pembimbing I

Drs. Djoko Suhardjanto, M.Com (Hons)., Ph.D., Ak. NIP. 19630203 198903 1 006

Pembimbing II

Drs. Eko Arief Sudaryono, M.Si., Ak. NIP. 19611231 198803 1 006

Mengetahui:

Ketua Program Studi Magister Akuntansi

Doddy Setiawan, SE., M.Si.,IMRI., Ak. NIP. 19750218 200012 1 001


(3)

iii

EVALUASI SISTEM KEUANGAN DESA

KABUPATEN SRAGEN

(Studi Kasus di Kecamatan Karangmalang)

Disusun Oleh:

Supriyadi

NIM: S4307103

Telah disetujui oleh Tim Penguji Pada tanggal, Desember 2009

Ketua Tim Penguji : Dr. Bandi, M.Si., Ak Sekretaris Tim

Penguji :

Dra. Y. Anni Aryani, M.Prof. Acc., Ph.D., Ak.

Anggota : Drs. Djoko Suhardjanto, M.Com (Hons)., Ph.D., Ak.

Anggota : Drs. Eko Arief Sudaryono, M.Si., Ak.

Mengetahui,

Direktur PPs UNS

Prof. Drs. Suranto, M.Sc., Ph.D. NIP. 19570820 198503 1 004

Ketua Program Studi Magister Akuntansi

Dr. Bandi, M.Si., Ak NIP. 19641120 199103 1 002


(4)

iv

PERNYATAAN

Nama : Supriyadi

NIM : S4307103

Program Studi : Magister Akuntansi Konsentrasi : Akuntansi Keuangan

Menyatakan dengan sesungguhnya bahwa tesis berjudul ”Evaluasi Sistem Keuangan Desa Kabupaten Sragen Studi Kasus di Kecamatan Karangmalang” adalah betul-betul karya sendiri. Hal-hal yang bukan karya saya, dalam tesis ini diberi tanda citasi dan ditunjukkan dalam daftar pustaka.

Apabila di kemudian hari terbukti pernyataan saya tidak benar, maka saya bersedia menerima sanksi akademik berupa pencabutan tesis dan gelar yang saya peroleh dari tesis tersebut.

Surakarta, Desember 2009 Yang menyatakan,


(5)

v MOTTO:

”Hidup harus bermanfaat bagi sesama manusia, alam, bangsa dan negara”.

Karya ini Kupersembahkan:

Seluruh keluargaku terutama Ibunda dan Ayahanda yang selalu mendoakan dan membantu keberhasilanku. Mertuaku yang selalu memberikan dukungan dan doanya. Bethaliana Nurul Muslimah serta adik-adikku tercinta Setiyono dan Prihhantini Larasati, Gama, Delta, Buana dan Yuana yang selalu memberi semangat untuk meraih kesuksesan. Bangsa dan Negaraku Indonesia Tercinta.


(6)

vi

KATA PENGANTAR

Assalamu ‘alaikum warahmatullahi wabarakatuhu.

Syukur alhamdulillah penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, hanya atas rahmat dan karuniaNya-lah penulis dapat melalui tahapan akhir studi di Program Pascasarjana Magister Akuntansi (MAKSI) Universitas Sebelas Maret (UNS) Surakarta, dengan selesainya penulisan tesis dengan judul “Evaluasi Sistem Keuangan Desa Kabupaten Sragen Studi Kasus di Kecamatan Karangmalang” ini.

Selanjutnya penulis menyadari bahwa selama pembuatan tesis ini penulis banyak dibantu oleh dari berbagai pihak, baik dukungan moril maupun materiil yang pantas penulis ucapkan terima kasih dan penghargaan yang sebesar-besarnya kepada:

1. Asian Development Bank melalui State Audit Reform Sector Development Project (STAR-SDP) Itjen Depdiknas selaku pemberi beasiswa kepada penulis dalam menyelesaikan pendidikan di Program Studi Magister Akuntansi Fakultas Ekonomi Universitas Sebelas Maret Surakarta.

2. Bapak H. Untung Wiyono Bupati Sragen yang telah memberikan izin kepada penulis untuk mengikuti pendidikan di Program Pascasarjana Magister Akuntansi Universitas Sebelas Maret.


(7)

vii

3. Bapak Prof. Dr. Dr. Much. Syamsulhadi, Sp.KJ. Rektor Universitas Sebelas Maret yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk menjadi bagian dari keluarga besar Universitas Sebelas Maret Surakarta.

4. Bapak Prof. Dr. Bambang Sutopo, M.Com, Ak. selaku Dekan Fakultas Ekonomi Universitas Sebelas Maret Surakarta.

5. Bapak Doddy Setiawan, SE., M.Si.,IMRI., Ak. selaku Ketua Program Magiter Akuntansi Universitas Sebelas Maret Surakarta.

6. Bapak Drs. Djoko Suhardjanto, M.Com (Hons)., Ph.D., Ak. dan Bapak Drs. Eko Arief Sudaryono, M.Si., Ak., atas keikhlasannya dalam membimbing dan memberikan petunjuk selama penulisan tesis ini, semoga amal ibadahnya mendapat mendapat pahala dari Allah SWT.

7. Pengelola Program Studi Magister Akuntansi Universitas Sebelas Maret Surakarta atas pelayanannya selama mengikuti pendidikan.

8. Para Dosen Program Studi Magister Akuntansi Universitas Sebelas Maret Surakarta yang telah membantu serta memberikan ilmu melalui kuliah-kuliahnya.

9. Rekan-rekan Program Studi Magister Akuntansi Universitas Sebelas Maret Surakarta, atas bantuan dan persahabatan selama mengikuti pendidikan. 10. Semua pihak yang tidak dapat kami sebutkan satu persatu.

Semoga bantuan yang telah diberikan mendapat balasan yang setimpal dari Allah SWT.

Akhirnya, penulis menyadari keterbatasan yang penulis miliki sebagai makluk yang tidak luput dari kekurangan, sehingga penulis berharap kepada


(8)

viii

pembaca untuk memberikan saran dan kritik yang konstruktif demi kesempurnaan tesis ini.

Semoga karya ini memberikan manfaat bagi kita semua. Wassalamu ‘alaikum warahmatullahi wabarakatuhu.

Surakarta, Desember 2009

Penulis


(9)

ix DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN ... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

HALAMAN PERNYATAAN... iv

HALAMAN MOTTO DAN PERSEMBAHAN ... v

KATA PENGANTAR ... vi

DAFTAR ISI ... ix

DAFTAR TABEL ... xiv

DAFTAR GAMBAR ... xv

DAFTAR LAMPIRAN ... xvi

ABSTRAK ... xvii

ABSTRACK ... xviii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Perumusan Masalah... ... 4

C. Tujuan Penelitian ... 4

D. Manfaat Penelitian ... 4

E. Sistematika Penulisan ... 5

BAB II TINJUAN PUSTAKA ... 6

A. Evaluasi ... 6


(10)

x

C. Desa ... 8

1. Keuangan Desa ... 13

2. Azas dan Prinsip Pengelolaan Keuangan Desa ... 16

3. Kekuasaan Pengelolaan Keuangan Desa... 18

4. Penatausahaan Keuangan Desa... 18

D. APBDesa ... 18

1. Struktur APBDesa ... 19

2. Penyusunan Rancangan APBDesa ... 20

3. Pelaksanaan APBDesa ... 24

4. Perubahan APBDesa ... 27

5. Penatausahaan APBDesa ... 27

6. Pertanggungjawaban APBDesa ... 27

E. Pengelolaan Alokasi Dana Desa (ADD) ... 29

BAB III METODE PENELITIAN ... 31

A. Jenis Penelitian ... 31

B. Cara Pengumpulan Data ... 32

1. Proses Memasuki Lokasi Penelitian ... 32

2. Ketika Berada Dilokasi Penelitian ... 33

3. Proses Pengumpulan Data Lapangan dan Menganalisisnya ... 33

a. Observasi Langsung ... 33

b. Wawancara ... 34

c. Mencatat Arsip dan Dokumentasi ... 35

4. Sampel ... 36 x


(11)

xi

5. Populasi ... 37

C. Sumber Data dan Jenis Data ... 38

D. Teknik Analisis Data ... 38

E. Tempat dan Waktu Penelitian ... 39

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 40

A. Gambaran Umum ... 40

1. Tugas Pokok dan Fungsi Kecamatan ... 43

2. Struktur Organisasi Kecamatan ... 44

3. Tujuan dan Sasaran Organisasi Kecamatan ... 46

4. Kelembagaan Desa ... 47

5. Kondisi Umum Desa Puro ... 47

a. Geografis dan Demografis... 47

b. Susunan Organisasi ... 48

6. Kondisi Umum Desa Saradan... 49

a. Geografis dan Demografis... 49

b. Susunan Organisasi ... 49

7. Kondisi Umum Desa Jurangjero ... 50

a. Geografis dan Demografis... 50

b. Susunan Organisasi ... 51

B. Deskripsi Hasil Penelitian ... 52

1. Keuangan Desa ... 52

2. Azas Pengelolaan Keuangan Desa ... 57

a. Azas Tranparan ... 59 xi


(12)

xii

b. Azas Dapat Dipertanggungjawabkan ... 60

c. Azas Akuntabilitas ... 61

d. Azas Partisipatif ... 62

e. Azas Tertib dan Disiplin Anggaran ... 64

3. Kekuasaan Pengelolaan Keuangan Desa... 65

4. Penatausahaan Keuangan Desa... 72

a. Penatausahaan Penerimaan ... 72

b. Penatausahaan Pengeluaran ... 73

c. Pertanggungjawaban Penggunaan Dana ... 75

5. APBDesa ... 76

a. Struktur APBDesa ... 76

b. Penyusunan Rancangan APBDesa ... 80

1). RPJMDesa dan RKPDesa ... 83

2). Penetapan Rancangan APBDesa ... 84

3). Evaluasi Rancangan APBDesa ... 85

c. Pelaksanaan APBDesa ... 87

d. Perubahan APBDesa ... 91

e. Pertanggungjawaban Pelaksanaan APBDesa ... 92

1). Penetapan Pertanggungjawaban Pelaksanaan APBDesa ... 93

2). Penyampaian Laporan Pertanggungjawaban Pelaksanaan APBDesa ... 94

6. Alokasi Dana Desa (ADD) ... 96

a. Tujuan Alokasi Dana Desa ... 96 xii


(13)

xiii

b. Pengelolaan Alokasi Dana Desa ... 97

c. Mekanisme Penyaluran dan Pencairan ADD ... 98

d. Pelaksanaan Kegiatan Alokasi Dana Desa ... 101

e. Pertanggungjawaban dan Pelaporan ADD ... 102

f. Pembinaan dan Pengawasan Alokasi Dana Desa ... 104

BAB V PENUTUP ... 107

A. Kesimpulan ... 107

B. Saran ... 107

DAFTAR PUSTAKA ... 109

LAMPIRAN ... 111 xiii


(14)

xiv

DAFTAR TABEL

TABEL 1. Batas-Batas Wilayah Kabupaten Sragen ... 40 TABEL 2. Luas Wiayah Kabupaten Sragen ... 40 TABEL 3. Luas Desa/Kelurahan di Kecamatan Karangmalang ... 42 TABEL 4. Jumlah Penduduk Desa/Kelurahan di Kecamatan Karangmalang .. 42 TABEL 5. Susunan Organisasi Pemerintah Desa Puro ... 48 TABEL 6. Susunan Organisasi Pemerintah Desa Saradan ... 50 TABEL 7. Susunan Organisasi Pemerintah Desa Jurangjero ... 51


(15)

xv

DAFTAR GAMBAR

GAMBAR 1. Bagan Susunan Organisasi Pemerintahan Desa Pola Minimal . 10 GAMBAR 2. Bagan Susunan Organisasi Pemerintahan Desa Pola Maksimal 11

GAMBAR 3. Lingkup Sistem Pengelolaan Keuangan Desa ... 15

GAMBAR 4. Struktur APBDesa ... 20

GAMBAR 5. Rencana Kerja Pembangunan Desa (RKPDesa) ... 21

GAMBAR 6. Penyusunan Rancangan APBDesa Berdasarkan Permendagri Nomor 37 Tahun 2007 ... 23

GAMBAR 7. Pelaksanaan APBDesa Berdasarkan Permendagri Nomor 37 Tahun 2007 ... 26

GAMBAR 8. Mekanisme Pertanggungjawaban & Pelaporan APBDesa ... 28

GAMBAR 9. Mekanisme Penyaluran dan Pencairan Alokasi Dana Desa ... 30

GAMBAR 10. Lingkup Sistem Pengelolaan Keuangan Desa ... 54

GAMBAR 11. Penyusunan Rancangan APBDesa Berdasarkan Hasil Penelitian di Lapangan ... 82

GAMBAR 12. Pelaksanaan APBDesa Berdasarkan Hasil Penelitian di Lapangan ... 90

GAMBAR 13. Mekanisme Pertanggungjawaban & Pelaporan APBDesa Berdasarkan Hasil Penelitian di Lapangan ... 95

GAMBAR 14. Mekanisme Penyaluran dan Pencairan Alokasi Dana Desa Berdasarkan Hasil Penelitian di Lapangan ... 101


(16)

xvi

DAFTAR LAMPIRAN

Pedoman Wawancara (Berdasarkan Permendagri Nomor 37 Tahun 2007 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Desa) ... 111

ABSTRAK

Supriyadi. 2009. “Evaluasi Sistem Keuangan Desa Kabupaten Sragen

Studi Kasus Di Kecamatan Karangmalang”.

Latarbelakang penelitian ini adalah dengan dikeluarkannya Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 37 Tahun 2007 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Desa, apakah pelaksanaan pengelolaan keuangan desa sudah dapat berjalan dengan baik, yang sebelumnya di desa belum terbangun sistem dan regulasi yang jelas dan tegas dalam pelaksanaan pengelolaan keuangan desa. Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi Sistem Keuangan Desa di Kabupaten Sragen apakah sudah sesuai dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 37 Tahun 2007 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Desa.

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian kualitatif yang menggunakan metode penelitian deskriptif. Data yang digunakan adalah data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh dengan melakukan pengamatan langsung dari lapangan dan dari hasil wawancara. Data sekunder peneliti memperoleh dari buku-buku, hasil laporan, dokumen-dokumen serta arsip-arsip dari instansi yang bersangkutan.

Dari hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa pelaksanaan sistem keuangan desa di Kabupaten Sragen belum dilaksanakan sesuai dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 37 Tahun 2007 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Desa, antara lain sebagai berikut: Pertama, belum terbentuknya bendahara desa secara legal melalui keputusan kepala desa, selama ini bendahara desa dirangkap oleh kaur keuangan desa atau kaur umum. Kedua desa belum melaksanakan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Desa (RPJMDesa) dan Rencana Kerja Pembangunan Desa (RKPDesa), sehingga arah pembangunan desa belum terlihat jelas untuk jangka waktu 1 tahun dan jangka waktu 5 tahun ke depan. Ketiga, pengelolaan Alokasi Dana Desa (ADD) di Kabupaten Sragen yang mengelola adalah Badan Keluarga Berencana Pemberdayaan Masyarakat dan Desa, seharusnya dikelola oleh Bagian Pemerintahan dan Pertanahan Setda Kabupaten Sragen. Pengelolaan keuangan desa di Kabupaten Sragen agar sesuai dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 37 Tahun 2007 sangat diperlukan pelatihan, pembinaan dan bimbingan dari kecamatan dan kabupaten, karena desa belum bisa mandiri dalam pengelolaan keuangan desa.


(17)

xvii

Key Words: Evaluasi, Keuangan Desa, APBDesa, ADD

ABSTRACT

Supriyadi. 2009. “An Evaluation of Village Financial System in Regency

Sragen. A Case Study in Sub District Karang Malang”.

The background of research is the release of Domestic Affairs Ministerial Regulation Number 37 of 2007 about the Guideline of Village Financial Management, whether or not the village financial management has proceeded well, in which a firm and strict system and regulation has not been established in the implementation of village financial management. The research aims to evaluate the Village Financial System in Regency Sragen, whether or not it has been consistent with the Domestic Affairs Ministerial Regulation Number 37 of 2007 about the Guideline of Village Financial Management.

The research method employed was a qualitative research using descriptive method. The data used were primary and secondary ones. The primary data was obtained through direct observation to the field and from the result of interview. The secondary data was obtained from the books, research findings, documents as well as archive from the concerned institution.

From the result of research, it can be concluded that the implementation of village financial management in Regency Sragen has not been consistent with the Domestic Affairs Ministerial Regulation Number 37 of 2007 about the Guideline of Village Financial Management. It can be seen from: firstly, the village treasurer has not been established legally through the Village Chief’s decision, so far the treasurer position is assumed by the village financial affair chief (Kaur Keuangan Desa) or general affair chief (Kaur Umum). Secondly, the village has not implemented the Medium-Term Village Development Plan (RJPMDesa) and Village Development Work Plan (RKPDesa), so that the direction of village development has not been clear for the next 1 and 5 years. Thirdly, the management of Village Fund Allocation (ADD) in Regency Sragen was done by the Government and Land Affairs Agency of Setda Regency KAranganyar. For the management of village financial in Regency Sragen to be consistent with the Domestic Affairs Ministerial Regulation Number 37 of 2007 about the Guideline of Village Financial Management, the training, building and counseling in sub district and regency are required, because the village has no capability to manage the village financial independently.


(18)

xviii

Keywords: Evaluation, Village Financial, APBDesa, ADD

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Fenomena global adanya tuntutan demokrasi dengan mengedepankan pentingnya aspek transparansi dan akuntabilitas pada bidang pemerintahan dan politik, termasuk bidang pengelolaan keuangan merupakan konsekuensi yang perlu disikapi dalam memasuki paradigma otonomi. Hal tersebut berimplikasi terhadap perubahan penyelenggaraan pemerintahan desa yang lebih

mengedepankan pendekatan regional, di mana pemerintah desa menjadi aktor dinamis dalam melaksanakan kewenangan pemerintahan dan kemasyarakatan. Pemerintah desa harus mempersiapkan sumber daya dan sumber dana sebagai pembiayaan dari akibat pelimpahan kewenangan tersebut (Peraturan Bupati Sragen Nomor 47 Tahun 2008).

Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, pasal 212 menyebutkan ayat (1) Keuangan desa adalah semua hak dan kewajiban desa yang dapat di nilai dengan uang, serta segala sesuatu yang baik berupa uang maupun berupa barang yang dapat dijadikan milik desa berhubungan dengan pelaksanaan hak dan kewajiban. Ayat (2) Menyatakan bahwa hak dan kewajiban sebagaimana di maksud pada ayat (1) Menimbulkan pendapatan, belanja dan pengelolaan keuangan desa.


(19)

xix

Menurut Surat Edaran Menteri Dalam Negeri Nomor 140/161/SJ tentang Pedoman Umum Pengelolaan Keuangan Desa. Pengelolaan keuangan desa merupakan suatu sub sistem dari pengelolaan keuangan negara dan daerah dalam mendanai penyelenggaraan pemerintahan desa dan pemberdayaan masyarakat desa. Sehubungan dengan hal tersebut, maka dalam pengelolaan keuangan desa diperlukan standar pengaturan yang dimulai dari aspek perencanaan dan penganggaran maupun aspek pelaksanaan, penatausahaan keuangan desa dan aspek pertanggungjawaban keuangan desa.

Sedangkan menurut Peraturan Bupati Sragen Nomor 47 Tahun 2008 tentang Pedoman Umum Penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa menyatakan bahwa penganggaran menjadi sangat penting sebagai metode

pengalokasian sumber-sumber pendapatan dalam membiayai kegiatan pada suatu daftar atau pernyataan yang terperinci tentang penerimaan dan pengeluaran desa yang diharapkan dalam jangka waktu tertentu, yang biasanya adalah satu tahun. Proses penganggaran merupakan kesempatan yang baik untuk melakukan evaluasi apakah pemerintahan desa melakukan tugasnya secara efektif dan efisien, dengan melakukan hal yang benar terhadap pencapaian tujuan dan sasaran untuk

memenuhi kebutuhan masyarakat. Melakukan sesuatu hal dengan benar berarti melakukan sesuatu dengan cara yang paling efisien termasuk diantaranya melakukan sesuatu dengan biaya yang terendah, namun di saat yang sama tetap mempertimbangkan implikasi biaya jangka panjangnya. Selain itu faktor-faktor lain di luar biaya harus dipertimbangkan, misalnya ketaatan pada perundang-undangan dan kebijakan yang telah ditetapkan.


(20)

xx

Permasalahan di tingkat desa yang perlu diatasi dan diantisipasi, menurut Maryunani (2006) adalah belum terbangunnya sistem dan regulasi yang jelas dan tegas. Dengan segala keterbatasan yang ada di desa maka pengembangan ekonomi dan pemberdayaan masyarakat tetap dapat dioptimalkan agar lebih mandiri dan berdaya guna melalui serangkaian kegiatan dan program yang memang dimiliki dan mampu dilakukan masyarakat desa.

Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 37 Tahun 2007 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Desa. Secara garis besar pedoman pengelolaan keuangan desa meliputi azas pengelolaan keuangan desa, kekuasaan pengelolaan keuangan desa, struktur APBDesa, penyusunan rancangan APBDesa, perubahan APBDesa, penatausahaan dan pertanggungjawaban keuangan desa, pertanggungjawaban pelaksanaan APBDesa, pengelolaan Alokasi Dana Desa (ADD) dan pembinaan dan pengawasan dalam mengelola keuangan desa.

Alokasi Dana Desa adalah dana yang dialokasikan oleh pemerintah kabupaten/kota untuk desa, yang bersumber dari bagian dana perimbangan keuangan pusat dan daerah yang diterima oleh kabupaten/kota. (Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 2005 tentang Desa). Mengenai pengelolaan ADD, Maryunani (2006) menyatakan bahwa kemandirian desa akan tergambar melalui semakin kecilnya ADD ke desa, karena semakin desa mandiri maka semakin tidak memerlukan bantuan dari luar.

Dengan semakin berat dan kompleksnya tugas pemerintah desa, maka kepala desa dan perangkat desa semakin di tuntut memberikan hasil terbaik dalam menjalankan tugasnya. Dengan terbangunnya sistem yang baik dalam mengelola


(21)

xxi

keuangan desa diharapkan pemerintah desa akan mampu mandiri dalam

menjalankan pemerintahannya sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku serta mampu mencapai tujuan yang diharapkan, sehingga menghasilkan peningkatan pelayanan dan kesejahteraan yang maksimal untuk kepentingan masyarakat.

B. Perumusan Masalah

Dalam penelitian ini, peneliti lebih memfokuskan untuk mengetahui apakah sistem pengelolaan keuangan desa di Kabupaten Sragen sudah sesuai dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 37 Tahun 2007 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Desa. Sistem pengelolaan keuangan desa di Kabupaten Sragen juga berpedoman pada Peraturan Bupati Sragen Nomor 47 Tahun 2008 tentang Pedoman Penyusunan APBDesa dan Peraturan Bupati ini tetap

berpedoman pada Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 37 Tahun 2007 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Desa.

Berdasarkan latar belakang dan uraian tersebut di atas, maka permasalahan pokok yang akan dikaji dalam penelitian ini dinyatakan dengan pertanyaan penelitian yaitu: ”Apakah sistem keuangan desa di Kabupaten Sragen sudah sesuai dengan dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 37 Tahun 2007 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Desa”.

C. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah mengevaluasi Sistem Keuangan Desa di Kabupaten Sragen apakah sudah sesuai dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 37 Tahun 2007 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Desa.


(22)

xxii

D. Manfaat Penelitian

1. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai sistem keuangan desa di Kabupaten Sragen sehingga dapat digunakan untuk mengambil keputusan yang tepat.

2. Penelitian ini diharapkan dapat untuk digunakan sebagai pedoman oleh pemerintah kabupaten, kecamatan maupun desa dalam mengelola keuangan desa yang baik.

3. Penelitian ini diharapkan dapat untuk meningkatkan kemandirian desa dalam mengelola keuangan desa.

E. Sistematika Penulisan Penulisan tesis akan di bagi dalam 5 Bab, yaitu:

BAB I PENDAHULUAN terdiri dari: Latar belakang masalah, perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian dan sistematika penulisan.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA terdiri dari: Evaluasi, sistem, desa, APBDesa, dan pengelolaan Alokasi Dana Desa (ADD).

BAB III METODOLOGI PENELITIAN terdiri dari: Jenis penelitian, cara pengumpulan data, sumber data dan jenis data, teknik analisis data dan tempat dan waktu penelitian.

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN terdiri dari: Gambaran umum dan deskripsi hasil penelitian. Deskripsi hasil penelitian yang terdiri dari: Keuangan desa, azas pengelolaan keuangan desa, kekuasaaan pengelolaan keuangan desa, penatausahaan keuangan desa,


(23)

xxiii

pertanggungjawaban keuangan desa, APBDesa dan pengelolaan Alokasi Dana Desa (ADD).

BAB V PENUTUP terdiri dari: Kesimpulan dan saran. BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Evaluasi

Beberapa teori evaluasi dikemukan oleh para ahli. Proses dalam melakukan evaluasi keuangan mungkin saja berbeda sesuai persepsi teori yang di anut, ada bermacam-macam cara antara lain menurut Arikunto (2006) ”Evaluasi yakni mengukur dan menilai, kita tidak dapat mengadakan penilaian sebelum kita mengadakan pengukuran”. Menurut Mehrens & Lehmann dalam Purwanto (2008: 3) menyatakan:

”Dalam arti luas evaluasi adalah suatu proses merencanakan, memperoleh dan menyediakan informasi yang sangat diperlukan untuk membuat alternatif-alternatif keputusan”.

Menurut Dunn (2000: 613-619) menyatakan bahwa ada pendekatan dalam evaluasi kebijakan: evaluasi semu, evaluasi formal dan evaluasi teoritis keputusan. Evaluasi semu (pseudo evaluation) adalah pendekatan yang menggunakan metode-metode deskriftif untuk menghasilkan informasi yang valid dan dapat di percaya mengenai hasil kebijakan, tanpa berusaha untuk menanyakan tentang manfaat atau nilai dari hasil-hasil tersebut terhadap individu, kelompok atau masyarakat secara keseluruhan. Evaluasi formal (formal evaluation) merupakan pendekatan yang menggunakan metode deskriftif untuk menghasilkan informasi yang valid dan cepat dipercaya mengenai hasil-hasil kebijakan tetapi


(24)

xxiv

mengevaluasi hasil tersebut atas dasar tujuan program kebijakan yang telah diumumkan secara formal oleh pem buat kebijakan dan administrator program. Evaluasi keputusan teoritis (formal decision-theoritic evaluation) adalah pendekatan yang menggunakan metode-metode deskriftif untuk menghasilkan informasi yang dapat dipertanggungjawabkan dan valid mengenai hasil-hasil kebijakan yang secara eksplisit dinilai oleh berbagai macam pelaku kebijakan.

Menurut Tayibnapis (2000: 7) menyatakan pendapat tentang fungsi evaluasi, yaitu:

”Fungsi evaluasi yaitu memfokuskan evaluasi, mendesain evaluasi, mengumpulkan informasi, menganalisis informasi, melaporkan hasil evaluasi, mengelola evaluasi, mengevaluasi evaluasi”.

Menurut Dunn (2000: 609-611) menyatakan mengenai evaluasi yaitu: ”Evaluasi memainkan sejumlah fungsi utama dalam analisis kebijakan. Pertama, dan yang paling penting, evaluasi memberi informasi yang valid dan dapat dipercaya mengenai kinerja kebijakan, yaitu seberapa jauh kebutuhan, nilai dan kesempatan telah dapat dicapai melalui tindakan publik. Kedua, evaluasi memberi sumbangan pada klarifikasi dan kritik terhadap nilai-nilai yang mendasari pemilihan tujuan dan target. Ketiga, evaluasi memberi sumbangan pada aplikasi metode-metode analisis kebijakan lainnya, termasuk perumusan masalah dan rekomendasi”.

Berdasarkan pengertian tersebut di atas, sangat jelas bahwa dalam melaksanakan evaluasi keuangan desa harus diadakan suatu proses terlebih dahulu yaitu mengumpulkan informasi, menganalisis informasi, melaporkan hasil evaluasi, mengelola evaluasi, mengevaluasi evaluasi untuk menentukan tujuan dan target yang hendak dicapai.

B. Sistem


(25)

xxv

menurut Kantaprawira (1999: 3) menyatakan mengenai sistem yaitu: ”Sistem dapat diartikan sebagai suatu kesatuan yang terbentuk dari beberapa unsur (elemen). Dapat pula diartikan sebagai sesuatu yang lebih tinggi daripada hanya merupakan cara, tata, rencana, skema, prosedur, atau metode”.

Menurut The Liang Gie dalam bukunya Mamesah (1995: 5) menyatakan: ”Sistem adalah sebagai kebulatan yang berliku-liku dan tetap dari hal-hal atau unsur-unsur yang saling berhubungan dan disatupadukan berdasarkan sesuatu asas tata tertib”.

Selanjutnya menurut Lembaga Administrasi Negara Republik Indonesia dalam bukunya Mamesah (1995: 5) merumuskan:

”Sistem sebagai suatu totalitas yang terdiri dari subsistem-subsistem dengan atribut-atributnya yang satu sama lain berkaitan, saling ketergantungan satu sama lain, saling berinteraksi dan saling pengaruh mempengaruhi sehingga keseluruhanya merupakan suatu kebulatan yang utuh serta mempunyai peranan dan tujuan tertentu”.

Berdasarkan pengertian tersebut di atas, bahwa dalam melaksanakan sistem keuangan desa harus saling berinteraksi dan saling pengaruh satu sama lain dan merupakan satu unsur atau elemen yang saling berhubungan. Administrasi keuangan memiliki arti, manfaat dan pengaruh yang begitu besar terhadap nasib suatu bangsa. Segala kebijakan yang ditempuh di bidang administrasi keuangan bisa berakibat kemakmuran atau kemunduran serta kejayaan suatu bangsa. Kepandaian mengendalikan negara dibarengi dengan kepandaian mengendalikan keuangan akan memberi hasil yang memuaskan sesuai yang diharapkan. Sebaliknya tanpa mengendalikan keuangan dengan baik serta kurang mampu melihat kedepan dapat berakibat suatu kehancuran. Hal ini dapat berlaku bagi administrasi keuangan di daerah otonom.


(26)

xxvi C. Desa

Desentralisasi desa telah menawarkan kepada kita tentang kesadaran bagaimana kedepan dalam membangun desa. Di desa bisa dijiwai dan bisa mengakomodir nilai-nilai lokal, kultural dan sejarahnya. Pemerintah daerah harus dapat memanfaatkan sumberdaya daerahnya dengan sebaik mungkin. Sumberdaya yang sesungguhnya, sebenarnya ada pada desa bukan di level atasnya sehingga desa mempunyai peranan yang sangat penting bagi kemajuan daerah.

Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 2005 tentang Desa, disebutkan bahwa yang di maksud desa adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas-batas wilayah yang berwenang untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat berdasarkan asal usul dan adat istiadat setempat yang diakui dan dihormati dalam Sistem Pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Sedangkan menurut Hazairin dalam bukunya Kusnardi (1988: 285) dinyatakan bahwa:

”Desa sebagai masyarakat hukum artinya kesatuan-kesatuan kemasyarakatan yang mempunyai kelengkapan-kelengkapan untuk sanggup berdiri sendiri, yaitu mempunyai kesatuan hukum, kesatuan penguasa dan kesatuan lingkungan hidup berdasarkan hak bersama atas tanah dan air bagi semua anggotanya”.

Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 2005 tentang Desa dinyatakan tentang pemerintahan desa, yaitu:

”Pemerintahan desa adalah penyelenggaraan urusan pemerintahan oleh pemerintah desa dan Badan Permusyawaratan Desa dalam mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat berdasarkan asal-usul dan adat istiadat setempat yang diakui dan dihormati dalam Sistem Pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia”.


(27)

xxvii

kewenangan untuk mengatur dan mengurus kepentingan warganya dalam segala aspek penghidupan desa, baik dalam bidang pelayanan (public servis), pengaturan (public regulation) dan pemberdayaan masyarakat (public empowerment).

Pola organisasi pemerintahan desa di Kabupaten Sragen berdasarkan Peraturan Daerah Kabupaten Sragen Nomor 14 Tahun 2006 tentang Pedoman Penyusunan Organisasi dan Tata Kerja Pemerintahan Desa menggunakan 2 pola yaitu pola minimal dan pola maksimal. Berikut dapat digambarkan bagan organisasi pemerintahan desa di Kabupaten Sragen, yaitu:

KEPALA DESA

SEKRETARI S DESA

URUSAN UMUM

URUSAN EKONOMI PEMBANG UNAN URUSAN

PEMERIN TAHAN

BPD

PELAKSANA TEKNIS LAPANGAN

KEBAYAN DESA

Keterangan:

= Garis Komando = Garis Koordinasi


(28)

xxviii Gambar 1

Bagan Susunan Organisasi Pemerintahan Desa Pola Minimal

Gambar 2

Bagan Susunan Organisasi Pemerintahan Desa Pola Maksimal

Pemerintah Kabupaten Sragen menggunakan 2 (dua) pola desa, yaitu desa pola maksimal dan minimal, hal ini dikarenakan desa-desa di Kabupaten Sragen mempunyai keadaan geografis yang berbeda-beda. Desa yang mempunyai luas

KEPALA DESA

SEKRETARIS DESA

URUSAN PEME RINTAHAN

BPD

URUSAN KEUANGAN

URUSAN EKONOMI& PEMBANGUN

AN

URUSAN UMUM

URUSAN KESEJAH TERAAN RAKYAT

PELAKSANA TEKNIS LAPANGAN

KEBAYAN DESA

Keterangan:

= Garis Komando


(29)

xxix

wilayah, jumlah penduduk yang besar serta mempunyai tanah bengkok yang luas dapat menggunakan desa pola maksimal. Sedangkan desa yang mempunyai luas wilayah, jumlah penduduk yang relatif kecil serta mempunyai tanah bengkok yang sedikit, dapat menggunakan susunan organisasi desa pola minimal.

Menurut Peraturan Bupati Sragen Nomor 47 Tahun 2008 tentang Pedoman Penyusunan APBDesa dinyatakan bahwa dengan adanya tuntutan demokrasi dengan mengedepankan pentingnya aspek transparansi dan akuntabilitas pada bidang pemerintahan dan politik, termasuk bidang pengelolaan keuangan merupakan konsekuensi yang perlu disikapi dalam memasuki paradigma otonomi. Hal tersebut berimplikasi terhadap perubahan penyelenggaraan pemerintahan desa yang lebih mengedepankan pendekatan regional, di mana pemerintah desa menjadi aktor dinamis dalam melaksanakan kewenangan pemerintahan dan kemasyarakatan. Pemerintah desa harus mempersiapkan sumber daya dan sumber dana sebagai pembiayaan dari akibat pelimpahan kewenangan tersebut.

Kepala desa sebagai pemegang kekuasaan pengelolaan keuangan desa yang karena jabatannya mempunyai kewenangan menyelenggarakan keseluruhan pengelolaan keuangan desa. Kepala desa sebagai kepala pemerintah desa adalah pemegang kekuasaan pengelolaan keuangan desa dan mewakili pemerintah desa dalam kepemilikan kekayaan desa yang dipisahkan. Sekretaris desa bertindak selaku koordinator pelaksanaan pengelolaan keuangan desa dan bertanggungjawab kepada kepala desa. PTPKD adalah perangkat desa yang di tunjuk oleh kepala desa untuk melaksanakan pengelolaan keuangan desa. PTPKD terdiri dari sekretaris desa, kaur keuangan maupun kaur umum.


(30)

xxx

Pemerintah Kabupaten Sragen menempatkan 3 PNS desa yang mempunyai tugas untuk membantu kepala desa dalam menjalankan pemerintahan desa. PNS desa terdiri dari petugas IT desa, petugas teknis lapangan dan bidan desa. PNS desa adalah pegawai kabupaten yang ditempatkan ke desa dengan mendapatkan tunjangan tambahan sebesar Rp. 250.000,- setiap bulan dan mendapat fasilitas sepeda motor.

1. Keuangan desa

Peraturan Dalam Negeri Nomor 37 Tahun 2007 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Desa menyatakan bahwa yang di maksud keuangan desa adalah semua hak dan kewajiban dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan desa yang dapat dinilai dengan uang termasuk didalamnya segala bentuk kekayaan yang berhubungan dengan hak dan kewajiban desa tersebut. Sedangkan yang di maksud dengan pengelolaan keuangan desa adalah keseluruhan kegiatan yang meliputi perencanaan, penganggaran, penatausahaan, pelaporan, pertanggungjawaban dan pengawasan keuangan desa.

Pengelolaan keuangan desa merupakan subsistem dari sistem pengelolaan keuangan negara dan daerah dalam mendanai penyelenggaraan pemerintahan desa dan pemberdayaan masyarakat desa. Sehubungan dengan hal tersebut, maka dalam pengelolaan keuangan desa diperlukan suatu standar pengaturan yang di mulai dari aspek perencanaan dan penganggaran maupun aspek pelaksanaan, penatausahaan keuangan desa dan pertanggungjawaban keuangan desa.

Aspek perencanaan dan penganggaran, diarahkan agar seluruh proses penyusunan APB Desa dapat menunjukkan latar belakang pengambilan keputusan


(31)

xxxi

dalam menetapkan arah kebijakan umum berdasarkan skala prioritas serta distribusi sumber daya dengan melibatkan partisipasi masyarakat. Melalui arah kebijakan perencanaan anggaran yang skala prioritas dan pelibatan partisipasi masyarakat desa ini berarti memberi makna bahwa setiap penyelenggaraan di desa berkewajiban untuk bertanggung jawab atas hasil proses dan penggunaan sumber daya. Menurut Peraturan Bupati Sragen Nomor 47 Tahun 2008 tentang Pedoman Penyusunan APBDesa dinyatakan bahwa penganggaran menjadi sangat penting sebagai metode pengalokasian sumber-sumber pendapatan dalam membiayai kegiatan pada suatu daftar atau pernyataan yang terperinci tentang penerimaan dan pengeluaran desa yang diharapkan dalam jangka waktu tertentu, yang biasanya adalah satu tahun. Proses penganggaran merupakan kesempatan yang baik untuk melakukan evaluasi apakah pemerintahan desa melakukan tugasnya secara efektif dan efisien, dengan melakukan hal yang benar terhadap pencapaian tujuan dan sasaran untuk memenuhi kebutuhan masyarakat.

Aspek pelaksanaan dan penatausahaan keuangan desa, bahwa pemegang kekuasaan penyelenggaraan pemerintahan desa yang juga pemegang kekuasaan dalam pengelolaan keuangan desa adalah kepala desa, selanjutnya dalam pelaksanaannya kepala desa dibantu oleh bendaharawan desa, perangkat desa beserta masyarakat.

Aspek pertanggungjawaban keuangan desa, bahwa dalam rangka pengelolaan keuangan desa yang akuntabilitas dan transparan maka kepala desa sebagai pemegang kekuasaan penyelenggaraan keuangan desa wajib menyampaikan pertanggungjawabannya kepada bupati/walikota melalui camat.


(32)

xxxii

Melalui pengaturan beberapa aspek tersebut diharapkan sistem dan prosedur pengelolaan keuangan desa secara rinci dapat ditetapkan di setiap desa, sehingga mendorong desa menjadi lebih tanggap, kreatif dan mampu mengambil inisiatif menuju efisiensi.

Berikut dapat digambarkan lingkup pengelolaan keuangan desa menurut Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 37 Tahun 2007.

Sistem Keuangan Desa Pelaksanaan/ Penganggaran Pelaporan/ Pertanggungjawab anan Pengawasan/ Evaluasi/ Pengendalian Perencanaan/ Penganggaran Input:

1. RPJMDe

sa

2. RKPDes a

3. Musrenb angdes 4. Kinerja

masa lalu 5. Kebijaka

Proses: 1. Kebijakn

Umum APBDesa 2. Proiritas

& Plafon anggaran sementara 3. Kegiatan

Output: APBDesa ditetapkan dengan peraturan desa Input: APBDesa Proses: Penatausahaan/ Akuntansi Yang terdiri dari:

1. Formulir 2. Dokume

n

3. Kwitansi

Output: Hasil Kerja

Input: Hasil Kerja dari

pelaksanaan APBDesa Proses: Pelaksanaan Pelaporan dan Pertanggungjawab an Ouput: Pelaporan dan Pertanggungjawab an APBDesa Laporan terdiri dari: 1. Bulanan.

Output: Hasil Kerja Proses: Laporan APBDesa dievaluasi oleh Camat dan Input: Laporan APBDesa


(33)

xxxiii Gambar 3

Lingkup Sistem Pengelolaan Keuangan Desa 2. Azas dan prinsip pengelolaan keuangan desa

Menurut Peraturan Dalam Negeri Nomor 37 Tahun 2007, keuangan desa di kelola berdasarkan azas-azas transparan, akuntabel, partisipatif serta dilakukan dengan tertib dan disiplin anggaran.

Menurut Peraturan Bupati Sragen Nomor 47 Tahun 2008 tentang Pedoman Penyusunan APBDesa yang di maksud transparan dalam pengelolaan APBDesa adalah APBDesa yang disusun harus dapat menyajikan informasi secara terbuka dan mudah diakses oleh masyarakat, mulai dari tujuan, sasaran, sumber pendanaan pada setiap jenis/objek belanja serta korelasi antara besaran anggaran dengan manfaat dan hasil yang ingin dicapai dari suatu kegiatan yang dianggarkan. Akuntabilitas mempunyai arti bahwa setiap pengguna anggaran harus bertanggung jawab terhadap penggunaan sumber daya yang dikelola untuk mencapai hasil yang ditetapkan. Akuntabilitas dalam pengelolaan APBDesa dapat diartikan bahwa APBDesa dapat membantu pemerintahan desa dalam memperoleh kepercayaan masyarakat dengan memperlihatkan hasil yang baik dari pendapatan yang diterima. Partisipatif hal ini mengandung makna bahwa pengambilan keputusan dalam proses penyusunan dan penetapan APBDesa sedapat mungkin melibatkan partisipasi masyarakat, dengan demikian maka masyarakat mengetahui akan hak dan kewajibannya dalam pelaksanaan APBDesa. Menurut Surat Menteri Dalam Negeri Nomor 140/161/SJ tentang Pedoman


(34)

xxxiv

Umum Pengelolaan Keuangan Desa yang di maksud partisipatif adalah pengawasan dilakukan masyarakat sebagai bentuk partisipasi warga dalam menyelenggarakan pemerintahan. Tertib anggaran dalam pengelolaan keuangan desa adalah keuangan desa dikelola dalam masa 1 tahun anggaran yakni mulai tanggal 1 Januari sampai dengan tanggal 31 Desember (Permendagri 37 Tahun 2007).

Menurut Surat Menteri Dalam Negeri Nomor 140/161/SJ Pedoman Umum Pengelolaan Keuangan Desa, disiplin anggaran dalam pengelolaan keuangan desa yang perlu diperhatikan guna penyusunan anggaran di desa adalah:

a. Pendapatan yang direncanakan merupakan perkiraan yang terukur secara rasional yang dapat dicapai untuk setiap sumber pendapatan, sedangkan belanja yang dianggarkan merupakan batas tertinggi pengeluaran belanja. b. Penganggaran pengeluaran harus didukung dengan adanya kepastian

tersedianya penerimaan dalam jumlah yang cukup dan tidak dibenarkan melaksanakan kegiatan yang belum tersedia atau tidak mencukupi anggarannya.

c. Semua penerimaan dan pengeluaran dalam tahun anggaran yang bersangkutan harus dimasukkan dalam APBDesa dan dilakukan melalui rekening kas umum desa.

Mardiasmo (2002) mengemukakan prinsip-prinsip yang mendasari pengelolaan keuangan daerah adalah sebagai berikut, antara lain transparansi, akuntabilitas dan value for money. Transparansi memberikan arti bahwa anggota masyarakat memiliki hak dan akses yang sama untuk mengetahui proses anggaran


(35)

xxxv

karena menyangkut aspirasi dan kepentingan masyarakat, terutama pemenuhan kebutuhan hidup masyarakat. Akuntabilitas menyangkut pertanggungjawaban publik yang berarti bahwa proses penganggaran mulai dari perencanaan, penyusunan dan pelaksanaan harus benar-benar dapat dilaporkan dan dipertanggungjawabkan kepada DPRD dan masyarakat. Value for money berarti diterapkannya tiga prinsip dalam proses penganggaran yaitu ekonomis, efisien dan efektivitas.

3. Kekuasaan pengelolaan keuangan desa

Pemegang kekuasaan pengelolaan keuangan desa adalah kepala desa yang karena jabatannya mempunyai kewenangan menyelenggarakan keseluruhan pengelolaan keuangan desa. Pelaksana Teknis Pengelolaan Keuangan Desa yang selanjutnya disebut PTPKD adalah perangkat desa yang ditunjuk oleh kepala desa untuk melaksanakan pengelolaan keuangan desa. Kepala desa sebagai kepala pemerintah desa adalah pemegang kekuasaan pengelolaan keuangan desa dan mewakili pemerintah desa dalam kepemilikan kekayaan desa yang dipisahkan (Permendagri Nomor 37 Tahun 2007).

4. Penatausahaan keuangan desa

Kepala Desa dalam melaksanakan penatausahaan keuangan desa harus menetapkan bendahara desa. Penetapan bendahara desa harus dilakukan sebelum dimulainya tahun anggaran bersangkutan dan berdasarkan keputusan kepala desa. Penatausahaan keuangan desa terdiri dari penatausahaan penerimaan dan penatausahaan pengeluaran (Permendagri Nomor 37 Tahun 2007).


(36)

xxxvi

Desa merupakan daerah otonom yang harus mampu menetapkan Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa (APBDesa) serta mengatur keuangan desa. Desa berhak memperoleh dana bantuan dari pemerintah kabupaten, provinsi dan pusat. Desa yang otonom diharapkan memperoleh sendiri sebagian besar uang yang dibutuhkan untuk penyelenggaraan pemerintahannya. Penyelenggaraan urusan pemerintahan desa yang menjadi kewenangan desa didanai dari APBDesa, bantuan pemerintah dan bantuan pemerintah daerah. APBDesa terdiri atas bagian pendapatan desa, belanja desa dan pembiayaan. Rancangan APBDesa di bahas dalam musyawarah perencanaan pembangunan desa. Kepala desa bersama Badan Perwakilan Desa (BPD) menetapkan APBDesa setiap tahun dengan peraturan desa (Pemerintah Provinsi Jawa Tengah, 2006).

Menurut Permendagri Nomor 37 Tahun 2007 yang di maksud Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa, selanjutnya disingkat APBDesa adalah rencana keuangan tahunan pemerintahan desa yang dibahas dan disetujui bersama oleh pemerintah desa dan Badan Permusyawaratan Desa serta ditetapkan dengan peraturan desa.

1. Struktur APBDesa

Menurut Steers (1977: 70) yang di maksud struktur adalah:

“Struktur menyatakan cara organisasi mengatur sumber daya manusia bagi kegiatan-kegiatan ke arah tujuan. Struktur merupakan cara yang selaras dalam menempatkan manusia sebagai bagian organisasi pada suatu hubungan yang relatif tetap, yang sangat menentukan pola-pola interaksi, koordinasi dan tingkah laku yang berorientasi pada tugas”.

Menurut Permendagri Nomor 37 Tahun 2007 struktur Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa (APBDesa) terdiri dari pendapatan desa, belanja


(37)

xxxvii

desa dan pembiayaan desa. Berikut digambarkan struktur APBDesa sesuai dengan Permendagri Nomor 37 Tahun 2007, yaitu:

Gambar 4 Struktur APBDesa

2. Penyusunan rancangan APBDesa APBDesa 2. Belanja Desa 3. Pembiayaan Desa 1.Pendapatan Desa a.Pendapatan Asli Desa (PADesa). b.Bagi hasil

pajak

kabupaten/kota. c.Bagian dari

retribusi kabupaten/kota. d.Alokasi Dana

Desa (ADD). e.Bantuan keuangan dari pemerintah, pemerintah provinsi, pemerintah kabupaten/kota dan desa lainnya. f.Hibah. g.Sumbangan pihak ketiga. Penerimaan Pembiayaan Belanja Langsung Belanja Tidak Langsung a.Belanja pegawai. b.Belanja barang dan jasa. c.Belanja modal. a.Belanja pegawai/pe nghasilan tetap. b.Belanja subsidi. c.Belanja hibah (pembatasa n hibah). d.Belanja bantuan sosial. e.Belanja bantuan keuangan

f. Belanja tak terduga.

Pengeluaran Pembiayaan

a.Sisa lebih perhitungan anggaran (SilPA) tahun sebelumnya. b.Pencairan dana cadangan. c.Hasil penjualan kekayaan desa yang dipisahkan. d.Penerimaan pinjaman. a.Pembentukan dana cadangan. b.Penyertaan modal desa. c.Pembayaran utang.


(38)

xxxviii

Penyusunan rancangan APBDesa menurut Permendagri Nomor 37 Tahun 2007 terdiri dari Rencana Pembangunan Jangka Pendek (tahunan) yang selanjutnya disebut Rencana Kerja Pembangunan Desa (RKPDesa) adalah hasil musyawarah masyarakat desa tentang program dan kegiatan yang akan dilaksanakan untuk periode 1 tahun dan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Desa (RPJMDesa) adalah dokumen perencanaan desa untuk periode 5 tahun. Sekretaris desa menyusun rancangan peraturan desa tentang APBDesa berdasarkan pada RKPDesa dan sekretaris desa menyampaikan rancangan peraturan desa tentang APBDesa kepada kepala desa untuk memperoleh persetujuan.

Berikut dapat digambarkan alur Rencana Kerja Pembangunan Desa (RKPDesa) menurut Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 37 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Keuangan Desa.

Rencana Pembangunan Jangka Menengah Desa (RPJMDesa) Rencana Kerja Pembangunan Desa (RKPDesa)

Dokumen perencanaan desa untuk periode 1 (satu) tahun.

Ditetapkan dengan Peraturan Kepala Desa

Memuat: Hasil Musyawarah

desa

Program & kegiatan akan dilaksanakan 1

tahun Rencana kerja yang

terukur dan pendanaannya


(39)

xxxix Gambar 5

Rencana Kerja Pembangunan Desa (RKPDesa)

Rencana Kerja Pembangunan Desa (RKPDesa) merupakan rencana pembangunan desa yang dijadikan pedoman dalam perencanaan desa untuk periode 1 tahun. RKPDesa ditetapkan dengan Peraturan Kepala Desa. Perencanaan desa ini memuat antara lain hasil musyawarah desa, program dan kegiatan yang akan dilaksanakan dalam 1 tahun kedepan dan rencana kerja yang terukur dan pendanaannya. Sedangkan RPJMDesa atau Rencana Pembangunan Jangka Menengah Desa adalah dokumen perencanaan desa untuk periode 5 tahun yang disusun kepala desa di waktu awal terpilih.

Berikut mekanisme penetapan rancangan APBDesa, yaitu Kepala desa menyampaikan rancangan peraturan desa kepada BPD untuk dibahas bersama dalam rangka memperoleh persetujuan bersama. Penyampaian rancangan peraturan desa paling lambat minggu pertama bulan November tahun anggaran sebelumnya. Pembahasan menitikberatkan pada kesesuaian dengan RKPDesa. Rancangan peraturan desa tentang APBDesa yang telah disetujui bersama sebelum ditetapkan oleh kepala desa paling lambat 3 hari kerja disampaikan kepada bupati/walikota untuk dievaluasi. Rancangan peraturan desa tentang APBDesa ditetapkan paling lambat 1 bulan setelah APBD kabupaten/kota ditetapkan.

Setelah rancangan APBDesa selesai dilaksanakan maka akan dilakukan evaluasi rancangan APBDesa oleh bupati dan kemudian APBDesa akan dilaksanakan. Berikut dapat digambarkan alur penyusunan rancangan APBDesa


(40)

xl

menurut Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 37 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Keuangan Desa.

Menyusun

Berpedoman

Diserahkan untuk disusun

Disusun

Dibahas Bersama

Ditandatangani oleh Kades

Dikembalikan Disetujui bersama Dilaksanakan untuk

ditandatangani

Diserahkan melalui camat untuk dievaluasi KADES

RPJMDesa RPJMDaerah

RKPDesa RKPDaerah

MUSRENBANGDES

RANCANGAN PERDES APBDesa

SEKDES

KADES & BPD

BUPATI RANCANGAN PERDES APBDesa

CAMAT

Peraturan Desa ttg APBDesa


(41)

xli Gambar 6

Penyusunan Rancangan APBDesa

Berdasarkan Permendagri Nomor 37 Tahun 2007

3. Pelaksanaan APBDesa

Pelaksanaan keuangan desa dapat dijelaskan dalam Permendagri Nomor 37 Tahun 2007 yaitu bahwa semua pendapatan desa dilaksanakan melalui rekening kas desa. Setiap pendapatan desa harus didukung oleh bukti yang lengkap dan sah. Khusus bagi desa yang belum memiliki pelayanan perbankan diwilayahnya maka pengaturannya diserahkan kepada daerah. Program dan kegiatan yang masuk desa merupakan sumber penerimaan dan pendapatan desa dan wajib di catat dalam APBDesa. Kepala desa wajib mengintensifkan pemungutan pendapatan desa yang menjadi wewenang dan tanggungjawabnya. Pemerintah desa di larang melakukan pungutan selain dari yang ditetapkan dalam peraturan desa. Pengembalian atas kelebihan pendapatan desa dilakukan dengan membebankan pada pendapatan desa yang bersangkutan untuk pengembalian pendapatan desa yang terjadi dalam tahun yang sama. Untuk pengembalian kelebihan pendapatan desa yang terjadi pada tahun-tahun sebelumnya dibebankan pada belanja tidak terduga. Pengembalian harus didukung dengan bukti yang lengkap dan sah.

Setiap pengeluaran belanja atas beban APBDesa harus didukung dengan bukti yang lengkap dan sah. Bukti harus mendapat pengesahan oleh sekretaris desa atas kebenaran material yang timbul dari penggunaan bukti di maksud. Pengeluaran kas desa yang mengakibatkan beban APBDesa tidak dapat dilakukan sebelum rancangan peraturan desa tentang APBDesa ditetapkan menjadi peraturan


(42)

xlii

desa. Pengeluaran kas desa tidak termasuk untuk belanja desa yang bersifat mengikat dan belanja desa yang bersifat wajib yang ditetapkan dalam peraturan kepala desa. Bendahara desa sebagai wajib pungut pajak penghasilan (PPh) dan pajak lainnya, wajib menyetorkan seluruh penerimaan potongan dan pajak yang dipungutnya ke rekening kas negara sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Sisa lebih perhitungan anggaran (SilPA) tahun sebelumnya, merupakan penerimaan pembiayaan yang digunakan untuk:

a. Menutupi defisit anggaran apabila realisasi pendapatan lebih kecil dari pada realisasi belanja.

b. Mendanai pelaksanaan kegiatan lanjutan atas beban belanja langsung.

c. Mendanai kewajiban lainnya yang sampai dengan akhir tahun anggaran belum diselesaikan.

Dana cadangan dibukukan dalam rekening tersendiri atau disimpan pada kas desa tersendiri atas nama dana cadangan pemerintah desa. Dana cadangan tidak dapat digunakan untuk membiayai kegiatan lain di luar yang telah ditetapkan dalam peraturan desa tentang pembentukan dana cadangan. Kegiatan yang ditetapkan berdasarkan peraturan desa dilaksanakan apabila dana cadangan telah mencukupi untuk melaksanakan kegiatan.

Berikut dapat digambarkan alur pelaksanaan APBDesa menurut Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 37 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Keuangan Desa.


(43)

xliii

Dimasukkan

Gambar 7 APBDesa

Pendapatan/ Penerimaan

Pengeluaran

Bendahara Desa

Rekening Kas Desa Sisa lebih

perhitungan Anggaran

(SilPA)

Dana Cadangan

Tanggung jawab&Wewe

nang Kades Didukung

oleh alat bukti yang

sah &lengkap

Pengesahan dari Sekdes

PPh (Pajak Penghasilan) Didukung

Oleh alat bukti yang

sah &lengkap


(44)

xliv

Pelaksanaan APBDesa

Berdasarkan Permendagri Nomor 37 Tahun 2007

4. Perubahan APBDesa

Sesuai dengan Permendagri Nomor 37 Tahun 2007, dijelaskan bahwa perubahan APBDesa dapat dilakukan apabila terjadi keadaan yang menyebabkan harus dilakukan pergeseran antar jenis belanja, keadaan yang menyebabkan sisa lebih perhitungan anggaran (SilPA) tahun sebelumnya harus digunakan dalam tahun berjalan, keadaan darurat dan keadaan luar biasa.

5. Penatausahaan APBDesa

Penatausahaan APBDesa terdiri dari penatausahaan penerimaan, penatausahaan pengeluaran dan pertanggungjawaban penggunaan dana. Sebelum melakukan penatausahaan keuangan desa kepala desa wajib menetapkan bendahara desa yang berasal dari perangkat desa.

6. Pertanggungjawaban dan pelaporan pelaksanaan APBDesa

Penetapan pertanggungjawaban pelaksanaan APBDesa menurut Permendagri Nomor 37 Tahun 2007 tentang pengelolaan keuangan desa, yaitu:

a. Sekretaris desa menyusun rancangan peraturan desa tentang

pertanggungjawaban pelaksanaan APBDesa dan rancangan keputusan kepala desa tentang pertanggungjawaban kepala desa.

b. Sekretaris desa menyampaikan kepada kepala desa untuk dibahas bersama BPD.


(45)

xlv

desa tentang pertanggungjawaban pelaksanaan APBDesa dapat ditetapkan menjadi peraturan desa.

d. Jangka waktu penyampaian dilakukan paling lambat 1 bulan setelah tahun anggaran berakhir.

Mekanisme penyampaian laporan pertanggungjawaban pelaksanaan APBDesa adalah:

a. Peraturan desa tentang pertanggungjawaban pelaksanaan APBDesa dan keputusan kepala desa tentang keterangan pertanggungjawaban kepala desa disampaikan kepada bupati melalui camat.

b. Waktu penyampaian tersebut, paling lambat 7 hari kerja setelah peraturan desa ditetapkan.

Berikut dapat digambarkan mekanisme pertanggungjawaban APBDesa menurut Permendagri Nomor 37 Tahun 2007.

Di bahas bersama oleh Kades dan BPD Disetujui

Kades

Rancangan Peraturan Desa ttg Pertanggungjawaban APBDEsa

Menyusun

Menyampaikan

Peraturan Desa ttg Pertanggungjwban Pelaksanaan

APBDesa

Badan

Permusyawaratan Desa Menyampaikan

Rancangan Keputusan Kepala Desa ttg Pertanggungjawaban Kepala Desa

Menyusun

Menyampaikan Sekdes

Keputusan Kades ttg Pertanggungjwban Kepala Desa


(46)

xlvi

E. Pengelolaan Alokasi Dana Desa (ADD)

Pedoman anggaran Alokasi Dana Desa yaitu menggunakan dasar hukum yaitu Surat Menteri Dalam Negeri Tanggal 22 Maret 2005 Nomor 140/640/SJ perihal Pedoman Alokasi Dana Desa dari pemerintah kabupaten/kota kepada pemerintah desa. Alokasi Dana Desa adalah dana yang dialokasikan oleh Pemerintah Kabupaten Sragen untuk desa, yang bersumber dari bagian dana perimbangan keuangan pusat dan daerah yang dipergunakan untuk operasional pemerintah dan BPD serta pemberdayaan masyarakat desa (Peraturan Bupati Sragen Nomor 5 Tahun 2008 tentang Alokasi Dana Desa di Kabupaten Sragen).

Menurut Permendagri Nomor 37 Tahun 2007, Alokasi Dana Desa berasal dari APBD kabupaten/kota yang bersumber dari bagian dana perimbangan keuangan pusat dan daerah yang diterima oleh kabupaten/kota untuk desa paling sedikit 10%.

Pengelolaan Alokasi Dana Desa merupakan satu kesatuan dengan pengelolaan keuangan desa. Berikut mekanisme penyaluran dan pencairan ADD menurut Permendagri Nomor 37 Tahun 2007, yaitu:

1. Alokasi Dana Desa dalam APBD kabupaten/kota dianggarkan pada bagian pemerintahan desa.

2. Pemerintah desa membuka rekening pada bank yang ditunjuk berdasarkan keputusan kepala desa.

Bupati

BPD, Masyarakat Disampaikan kepada

Bupati melalui Camat

Camat

Gambar 8


(47)

xlvii

3. Kepala desa mengajukan permohonan penyaluran Alokasi Dana Desa kepada bupati c.q kepala bagian pemerintahan desa setda kabupaten melalui camat setelah dilakukan verifikasi oleh tim pendamping kecamatan.

4. Bagian pemerintahan desa pada setda kabupaten akan meneruskan berkas permohonan berikut lampirannya kepada Kepala Bagian Keuangan Setda Kabupaten atau Kepala Badan Pengelola Keuangan Daerah (BPKD) atau Kepala Badan Pengelola Keuangan dan Kekayaan Aset Daerah (BPKKAD). 5. Kepala Bagian Keuangan Setda atau Kepala BPKD atau Kepala BPKKAD

akan menyalurkan Alokasi Dana Desa langsung dari kas daerah ke rekening desa.

6. Mekanisme pencairan Alokasi Dana Desa dalam APBDesa dilakukan secara bertahap atau disesuaikan dengan kemampuan dan kondisi daerah kabupaten/kota.

Berikut dapat digambarkan mekanisme pengelolaan Alokasi Dana Desa berdasarkan Permendagri Nomor 37 Tahun 2007.

Verifikasi Tim Pendamping Kecamatan

Badan Pengelola Keuangan dan Kekayaan Aset Daerah

(BPKKAD) Pemerintah Desa

Membuka Rekening Kas Desa ditetapkan dgn Keputusan Kepala

Desa Kepala Desa

mengajukan penyaluran ADD

Bagian Pemerintahan Setda Kabupaten menganggarkan ADD

Bagian Pemerintahan Setda Kabupaten meneruskan berkas

Rekening Kas Desa

Camat

Bupati, Cq ADD

Pelaksanaan ADD


(48)

xlviii BAB III

METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian

Penelitian mengenai “Evaluasi Sistem Keuangan Desa Kabupaten Sragen Studi Kasus di Kecamatan Karangmalang”, merupakan penelitian kualitatif yang menggunakan metode penelitian deskriptif dengan pendekatan induktif. Penggunaan metode kualitatif pada penelitian ini dimaksudkan untuk memperoleh gambaran mendalam mengenai pelaksanaan pengelolaan keuangan desa yaitu apakah pengelolaan keuangan desa sudah sesuai dengan Permendagri Nomor 37 Tahun 2007 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Desa dan Peraturan Bupati Sragen Nomor 47 Tahun 2008 tentang Pedoman Penyusunan APBDesa. Secara teoritis, menurut Moleong (2001: 5),

“Metode kualitatif digunakan dengan beberapa pertimbangan; Pertama, penyesuaiannya lebih mudah apabila berhadapan dengan kenyataan ganda; Kedua, metode ini menyajikan secara langsung hakikat hubungan antara peneliti dan responden; dan Ketiga, metode ini lebih peka dan lebih dapat menyesuaikan diri dengan banyak penajaman pengaruh bersama dan terhadap pola-pola nilai yang dihadapi”.

Metode penelitian deskriptif menggambarkan keadaan subjek dan objek penelitian berdasarkan fakta yang tampak atau sebagaimana adanya untuk menemukan masalah tertentu secara cermat, serta berusaha memahami masalah berdasarkan fakta tentang kenyataan yang berada di lokasi penelitian. Menurut

Gambar 9


(49)

xlix

Nazir (1988: 63) menyatakan mengenai metode deskriftif, yaitu:

“Metode deskriptif adalah suatu metode dalam meneliti suatu kelompok manusia, suatu obyek, suatu kondisi, suatu sistem pemikiran atau suatu kelas peristiwa pada masa sekarang. Tujuan dari penelitian deskriptif ini adalah untuk membuat deskripsi, gambaran atau lukisan secara sistematis, faktual dan akurat mengenai fakta-fakta, sifat-sifat serta hubungan antar fenomena yang akan diselidiki”.

Nawawi (1994) juga menyatakan penelitian deskriftif yaitu:

“Penelitian deskriftif dapat diartikan sebagai prosedur pemecahan masalah yang diselidiki, dengan menggambarkan/melukiskan keadaan objek penelitian pada saat sekarang, berdasarkan fakta-fakta yang tampak atau sebagaimana adanya”.

Sedangkan pendekatan induktif merupakan pendekatan penelitian yang didasarkan pada proses berpikir induktif yaitu proses yang berasal dari lapangan atau atas dasar pengamatan di lapangan/fakta empirik.

B. Cara Pengumpulan Data

Menurut Nasir (1988: 211) “Pengumpulan data adalah prosedur yang sistematik dan standar untuk memperoleh data yang diperlukan”. Ada tiga proses kegiatan pengumpulan data yang akan digunakan yakni, (a) Proses memasuki lokasi penelitian, (b) Ketika berada di lokasi penelitian, (c) Mengumpulkan data lapangan dan menganalisisnya.

1. Proses memasuki lokasi penelitian

Peneliti melakukan orientasi di lingkungan kantor Kecamatan Karangmalang dan Kantor Desa Puro, Desa Jurangjero dan Desa Saradan untuk memperoleh berbagai informasi yang berkaitan dengan masalah yang diteliti. Peneliti mulai melakukan pendekatan awal dengan Pegawai Kecamatan Karangmalang yang dapat membantu dalam memberikan berbagai dokumen yang dibutuhkan peneliti,


(50)

l

selanjutnya peneliti juga mulai melakukan pendekatan dengan Camat Karangmalang dan beberapa pejabat struktural kecamatan yang mengetahui tentang pengelolaan keuangan desa. Selanjutnya peneliti akan melakukan pendekatan kepada kepala desa dan perangkat desa yang menjadi obyek penelitian berdasarkan rekomendasi dari pihak kecamatan. Untuk mendapatkan data yang valid, peneliti melakukan adaptasi dengan para informan tersebut berlandaskan hubungan etik dan simpatik.

2. Ketika berada di lokasi penelitian

Peneliti melakukan hubungan secara pribadi yang akrab dengan subjek penelitian, sehingga peneliti memperoleh informasi selengkapnya serta menangkap makna intisari dari berbagai informasi yang diperoleh tersebut. Peneliti mencoba menghindari kesan yang kaku dan terlalu formal untuk memperoleh jawaban dan tidak berbelit-belit dari informan.

3. Proses pengumpulan data lapangan dan menganalisisnya

Berdasarkan pada jenis dan sumber data yang diperlukan, teknik pengumpulan data yang digunakan meliputi:

a. Observasi langsung

Untuk memperoleh gambaran selengkap mungkin, peneliti mengadakan observasi langsung ke lokasi penelitian secara terus menerus guna mengungkap data mengenai penerapan sistem keuangan desa dengan mengacu pada dimensi yang dikaji. Melalui kecermatan pengamatan, dimaksudkan untuk dapat melihat gejala dalam realitas aktivitas sehari-hari. Dalam observasi langsung ini peneliti secara pribadi akan berada dalam lokasi penelitian, sehingga mempunyai


(51)

li

kesempatan mengumpulkan data lebih banyak, lebih rinci dan lebih cermat. Dengan demikian data yang akan ditulis dalam penelitian ini merupakan data yang telah memenuhi keakuratan.

Berkaitan dengan observasi langsung, beberapa ahli mengemukakan tentang observasi langsung, antara lain Hamidi (2004: 74) menyatakan yaitu:

“Observasi, berarti peneliti melihat dan mendengarkan (termasuk menggunakan tiga indera yang lain) apa yang dilakukan dan dikatakan atau diperbincangkan para responden dalam aktivitas kehidupan sehari-hari baik sebelum, menjelang, ketika dan sesudahnya”.

Kemudian menurut Nasir (1988: 212) yang mengemukakan yaitu: “Pengumpulan data dengan observasi langsung atau dengan pengamatan langsung adalah cara pengambilan data dengan menggunakan mata tanpa ada pertolongan alat standar lain untuk keperluan tersebut”.

b. Wawancara

Wawancara dalam penelitian ini dilakukan dengan aparat kecamatan yang terlibat langsung terhadap pengelolaan keuangan desa, aparat pemerintahan desa yang menangani tentang pengelolaan keuangan desa. Menurut Nasir (1988: 234) yang di maksud dengan wawancara adalah:

“Wawancara adalah proses memperoleh keterangan untuk tujuan penelitian dengan cara tanya jawab sambil bertatap muka antara penanya atau pewawancara dengan si penjawab atau responden dengan menggunakan alat yang dinamakan interview guide (pedoman wawancara)”.

Wawancara selain menggunakan pedoman wawancara (interview guide) yang bersifat terbuka, wawancara juga tidak dilaksanakan dengan struktur yang ketat, tetapi dengan pertanyaan yang semakin memfokus pada permasalahan


(52)

lii

sehingga informasi yang dikumpulkan cukup mendalam, terutama yang berkenaan dengan perasaan, sikap dan pandangan informan terhadap pelaksanaan kerjanya. Teknik wawancara semacam ini dilakukan dengan semua informan yang ada pada lokasi penelitian terutama untuk mendapatkan data primer dan data sekunder dari informan. Adapun narasumber yang akan diwawancarai adalah Sekretaris Camat Karangmalang, Kasi Pemerintahan Kecamatan Karangmalang dan kepala desa, sekretaris desa, kaur keuangan, kaur umum serta anggota Badan Permusyawaratan Desa (BPD) dari desa yang jadi objek penelitian.

c. Mencatat arsip dan dokumetasi

Teknik ini dilakukan untuk mendapatkan data sekunder yang dilaksanakan dengan cara mengumpulkan data yang bersumber pada arsip dan dokumen yang ada. Dalam hal ini, informasi berasal dari berbagai arsip maupun dokumen-dokumen yang lain yang dianggap perlu. Berkaitan dengan pengkajian arsip dan dokumen, Sutopo (2002: 69) mengemukakan pendapatnya yaitu:

“Dokumen tertulis dan arsip merupakan sumber data yang sering memiliki posisi penting dalam penelitian kualitatif. Dokumen bisa memiliki beragam bentuk, dari yang tertulis sederhana sampai yang lebih lengkap dan bahkan bisa berupa benda-benda lainnya sebagai peninggalan masa lampau”.

Selanjutnya menurut Hamidi (2004: 72) menyatakan “Teknik dokumentasi yang berupa informasi yang berasal dari catatan penting baik dari lembaga atau organisasi maupun dari perorangan”.

Kemudian menurut Arikunto (2002: 106) yang di maksud dokumentasi adalah:

“Dokumentasi adalah metode yang dilaksanakan oleh peneliti untuk menyelidiki benda-benda tertulis seperti buku-buku,


(53)

liii

majalah, dokumen, peraturan-peraturan, notulen rapat, catatan harian dan sebagainya”.

Dalam penelitian ini peneliti menggunakan teknik dengan berada di lokasi penelitian dan akan mencatat, memfotokopi arsip maupun dokumen yang tersimpan dan ada di tingkat kabupaten, kecamatan dan tingkat desa.

4. Sampel

Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif, sehingga sampel yang digunakan bersifat purposive sampling. Menurut Sugiyono (2007: 53-54) bahwa ”purposive sampling adalah teknik pengambilan sampel sumber data dengan pertimbangan tertentu”. Soehartono (2000: 57) menyatakan bahwa “Sampel adalah bagian dari populasi yang akan diteliti dan dianggap dapat menggambarkan populasinya”.

Adapun yang menjadi ciri-ciri khusus sampel purposive ini, menurut Lincoln dan Guba sebagaimana dikutip Sugiyono (2007: 54) terdiri dari empat jenis yaitu:

a. Emergent sampling design/sementara.

b. Serial selection of sample units/menggelinding seperti bola salju (snow ball. c. Continuous adjusment or ’focusing’ of the sample/disesuaikan dengan

kebutuhan.

d. Selection to the point of redundency/dipilih sampai jenuh.

Dari keempat jenis sampling di atas yang digunakan dalam penelitian ini adalah jenis Emergent sampling design/sementara dan Continuous adjusment or ’focusing’ of the sample/disesuaikan dengan kebutuhan. Emergent sampling design/sementara yaitu penentuan sampel dalam penelitian kualitatif dilakukan


(54)

liv

saat mulai memasuki lapangan dan selama penelitian berlangsung. Caranya, yaitu dengan memilih orang tertentu yang dipertimbangkan akan memberikan data yang diperlukan. Dalam penelitian ini emergent sampling design/sementara digunakan karena subjek penelitian ditentukan atas pertimbangan peneliti untuk memperoleh data yang diperlukan. Atas dasar pertimbangan penentuan subjek penelitian adalah subjek dianggap mengetahui informasi atau data yang diperlukan. Serial selection of sample units/menggelinding seperti bola salju (snowball), yaitu berdasarkan data atau informasi yang di peroleh dari sampel sebelumnya, dapat ditetapkan sampel lainnya yang dipertimbangkan akan memberikan data lebih lengkap. Serial selection of sample units/menggelinding seperti bola salju (snowball) digunakan untuk memperoleh informasi yang lebih lengkap tentang pengelolaan keuangan desa di Kabupaten Sragen, diawali informasi dari key informan. Selanjutnya, key informan dapat menunjuk informan lain yang di anggap dapat memberikan informasi atau data yang diperlukan secara lebih lengkap.

Sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah:

a) Pegawai kantor Kecamatan Karangmalang yang terdiri dari camat, sekretaris camat, kasi pemerintahan kecamatan dan kaur keuangan kecamatan.

b) Kepala desa, sekretaris desa, kaur umum dan kaur keuangan di Desa Puro, Desa Saradan dan Desa Jurangjero.

c) Tokoh masyarakat dalam hal ini anggota BPD yang ada di masing-masing desa yang mempunyai peran terhadap perkembangan desa.


(55)

lv

Menurut Arikunto (2002: 108) yang di maksud dengan populasi adalah keseluruhan objek penelitian. Selanjutnya Sugiyono (2002: 55) mengatakan bahwa populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas objek atau subjek yang mempunyai kuantitas dan karakteristik tertentu yang diterapkan oleh peneliti untuk dipelajari yang kemudian diambil kesimpulan. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh pegawai kantor Kecamatan Karangmalang dan seluruh pegawai Kantor Desa Puro, Desa Jurangjero dan Desa Saradan.

C. Sumber Data dan Jenis Data

Sumber data diartikan sebagai objek dari mana data diperoleh (Arikunto, 1996: 114). Dalam penelitian ini peneliti mengambil data dari data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh dengan melakukan pengamatan langsung dari lapangan dan dari hasil wawancara. Untuk menentukan data primer menggunakan populasi dan sampel. Data sekunder peneliti memperoleh dari buku, hasil laporan, dokumen serta arsip dari instansi yang bersangkutan.

D. Teknik Analisis Data

Teknik analisis data seperti yang diungkapkan Nasir (1988: 405) menyatakan, yaitu:

“Analisis data merupakan bagian yang sangat penting dalam metode penelitian ilmiah karena dengan analisis ini data-data yang ada dapat di beri arti dan makna yang berguna dalam memecahkan masalah penelitian”.

Dalam penelitian ini peneliti menggunakan metode deskriftif kualitatif yaitu dari data yang diperoleh dari wawancara, studi kepustakaan maupun yang berasal dari lokasi penelitian, kemudian dianalisis, dipelajari dan diteliti sebagai


(56)

lvi

satu kesatuan yang utuh sehingga dapat menghasilkan suatu kesimpulan yang dapat dipergunakan sebagai pemecahan masalah. Melalui teknik ini akan digambarkan seluruh data atau fakta yang diperoleh.

Peneliti menggunakan teknik analisis data interaktif, yang dilakukan melalui tiga tahap yaitu:

a. Mereduksi data yaitu proses seleksi, pemfokusan dan penyederhanaan dari data-data yang ada sedemikian rupa, kemudian ditentukan pola yang dapat memberikan gambaran lebih tajam tentang hasil pengamatan. Dengan pola tersebut dapat mempermudah peneliti dalam mencari kelangkapan data yang belum diperoleh.

b. Sajian data yaitu data yang telah disusun dalam pola, selanjutnya akan dianalisa terus-menerus bersamaan dengan perolehan data baru yang terkait dengan permasalahan, sehingga memudahkan dalam menarik kesimpulan. c. Penarikan kesimpulan atau verifikasi dilakukan berdasarkan yang terdapat

dalam reduksi data dan sajian data.

E. Tempat dan Waktu Penelitian

Tempat penelitian yang digunakan peneliti dalam penelitian mengenai evaluasi sistem keuangan desa dilakukan di Desa Puro, Desa Jurangjero dan Desa Saradan di wilayah Kecamatan Karangmalang dengan pertimbangan bahwa ketiga desa tersebut dapat mewakili sistem keuangan desa yang digunakan di Kabupaten Sragen yang berpedoman pada Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 37 Tahun 2007 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Desa dan Peraturan Bupati Sragen Nomor 47 Tahun 2008 tentang Pedoman Penyusunan APBDesa serta peneliti


(57)

lvii

lebih mengenal kondisi geografis dan demografisnya sehingga memudahkan peneliti dalam melakukan penelitian. Waktu yang digunakan dalam penelitian ini mulai pada bulan Maret 2009 sampai dengan Nopember 2009.

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Gambaran Umum

Kabupaten Sragen merupakan salah satu kabupaten yang terletak di Jawa Tengah. Batas-batas wilayah Kabupaten Sragen yaitu:

Tabel 1

Batas-batas Wilayah Kabupaten Sragen

Arah Nama Kabupaten

Sebelah Timur Kabupaten Ngawi

Sebelah Barat Kabupaten Boyolali

Sebelah Selatan Kabupaten Karanganyar

Sebelah Utara Kabupaten Grobogan

Sumber: Kecamatan Karangmalang

Luas Wilayah Kabupaten Sragen adalah 941,55 km2 yang terdiri dari 42,52% lahan basah yaitu 40.037.,93 Ha dan 57,48% lahan kering yaitu 54117,88 Ha.

Tabel 2

Luas Wilayah Kabupaten Sragen

Luas Wilayah Keterangan

40.037,93 Ha (42,52 %) Lahan basah

54.117,88 Ha (57,48 %) Lahan kering


(58)

lviii

Kabupaten Sragen terdiri dari 20 kecamatan, 12 kelurahan dan 196 desa. Kecamatan Karangmalang merupakan salah satu dari 20 kecamatan yang berada di Kabupaten Sragen yang mempunyai luas wilayah 4.297,82 Ha. Kecamatan Karangmalang di pimpin oleh Camat Karangmalang dan berada di bawah dan bertanggungjawab kepada Bupati Sragen melalui Sekretaris Daerah Kabupaten Sragen. Camat mempunyai tugas membantu tugas bupati dalam penyelenggaran pemerintahan di wilayah kecamatan.

Pemerintah kecamatan mempunyai pedoman dalam pelaksanaan tugasnya yang diatur oleh Pemerintah Kabupaten Sragen yang ditetapkan dalam Peraturan Daerah Kabupaten Sragen Nomor 16 Tahun 2008 tentang Organisasi dan Tata Kerja Pemerintah Kecamatan dan Pemerintah Kelurahan Kabupaten Sragen. Dalam peraturan tersebut dijelaskan bahwa kecamatan mempunyai tugas pokok yaitu membantu bupati dalam menyelenggarakan pemerintahan, pembangunan dan pembinaan kehidupan kesejahteraan kemasyarakatan dalam wilayah

kecamatan. Sedangkan fungsi kecamatan adalah pertama pelaksanaan pelimpahan sebagian kewenangan pemerintahan dan pemerintah daerah, kedua pelayanan penyelenggaraan pemerintahan kecamatan dan ketiga pelaksanaan tugas lain yang diberikan oleh bupati sesuai tugas dan fungsinya.

Kecamatan Karangmalang, di sebelah barat berbatasan dengan Kecamatan Masaran, di sebelah selatan berbatasan dengan Kecamatan Kedawung sebelah utara berbatasan dengan Kecamatan Sragen dan sebelah timur berbatasan dengan Kecamatan Ngrampal. Secara administrasi Kecamatan Karangmalang terdiri dari 10 desa/kelurahan yang meliputi 8 desa yang dipimpin oleh kepala desa dan 2


(59)

lix

kelurahan yang dipimpin oleh kepala kelurahan yang jenis kepegawaian adalah seorang PNS. Kecamatan Karangmalang mempunyai luas wilayah seluas 4297,82 Ha yang tersebar di masing-masing desa/kelurahan dengan komposisi luas

wilayah sebagai berikut:

Tabel 3

Luas Desa/Kelurahan di Kecamatan Karangmalang

No Desa/Kelurahan Luas (ha)

1. Kedungwaduk 512,04

2. Jurangjero 481,00

3. Saradan 235,03

4. Plosokerep 355,24

5. Guworejo 400,24

6. Puro 499,99

7. Mojorejo 526,15

8. Pelemgadung 489,60

9. Plumbungan 398,66

10. Kroyo 398,97

Jumlah 4297,82

Sumber: Kecamatan Karangmalang

Penduduk Kecamatan Karangmalang per Agustus 2009 berjumlah 57.809 jiwa dengan rincian penduduk laki-laki 28.702 jiwa dan penduduk perempuan 29.107 dengan pertumbuhan penduduk sebesar 0,99 % pertahun. Jumlah

penduduk terbesar terdapat di Kelurahan Kroyo sebanyak 8.862 jiwa dan jumlah penduduk terkecil di Desa Saradan berjumlah 2.465 jiwa. Berikut jumlah

penduduk di masing-masing desa/kelurahan pada tabel 4 di bawah ini. Tabel 4

Jumlah Penduduk Desa/Kelurahan di Kecamatan Karangmalang

No Desa/Kelurahan Luas (ha)

1. Kedungwaduk 5.557

2. Jurangjero 6.077

3. Saradan 2.465

4. Plosokerep 4.416

5. Guworejo 4.038


(60)

lx

7. Mojorejo 4.723

8. Pelemgadung 6.178

9. Plumbungan 7.046

10. Kroyo 8.662

Jumlah 57.809

Sumber: Laporan Kependudukan Kecamatan Karangmalang 1. Tugas pokok dan fungsi kecamatan

Status kecamatan sebagai perangkat daerah merupakan unsur penunjang pemerintah Kabupaten Sragen. Menurut Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah Pasal 126 ayat (2) menyatakan bahwa kecamatan di pimpin oleh camat yang dalam pelaksanaan tugasnya memperoleh pelimpahan sebagian wewenang bupati/walikota untuk menangani sebagian urusan otonomi daerah. Camat di angkat oleh bupati/walikota atas usul sekretaris daerah

kabupaten/kota dari Pegawai Negeri Sipil yang menguasai pengetahuan teknis pemerintahan dan memenuhi persyaratan sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

Untuk tata pemerintahan level kecamatan setelah diterapkan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 maka camat sepenuhnya adalah sebagai perangkat daerah yang bertanggung jawab kepada bupati. Selanjutnya tugas camat adalah membantu tugas bupati dalam penyelenggaraan pemerintahan di wilayah kecamatan.

Sebagai pedoman pemerintah kecamatan dalam pelaksanaan tugasnya, pemerintah Kabupaten Sragen telah mengatur dan menyusun tugas-tugas pokok dan fungsi unsur-unsur organisasi pemerintah Kecamatan Karangmalang yang ditetapkan dalam Peraturan Bupati Sragen Nomor 25 Tahun 2004 Tentang


(1)

Fungsi Serta Tata Kerja Pemerintah Kecamatan Kabupaten Sragen.

Peraturan Bupati Sragen Nomor 5 Tahun 2008 tentang Alokasi Dana Desa di Kabupaten Sragen.

Peraturan Bupati Sragen Nomor 47 Tahun 2008 tentang Pedoman Penyusunan APBDesa.

PEDOMAN WAWANCARA

(Berdasarkan Permendagri Nomor 37 Tahun 2007 Tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Desa)

A. KEPALA DESA

1. Apakah kepala desa mengetahui mengenai pengelolaan keuangan desa? 2. Apakah kepala desa tahu kewenangannya sebagai pemegang pengelolaan

keuangan desa?

3. Apakah keuangan desa sudah dikelola dengan transparan, akuntabel dan partisipatif?

4. Apakah pengelolaan keuangan desa sudah dikelola berdasarkan azas transparan? Yang dimaksud tranparan adalah APBDesa yang disusun harus dapat menyajikan informasi secara terbuka dan mudah diakses oleh masyarakat, mulai dari tujuan, sasaran, sumber pendanaan pada setiap jenis/objek belanja serta korelasi antara besaran anggaran dengan manfaat dan hasil yang ingin dicapai dari suatu kegiatan yang dianggarkan.

5. Apakah pengelolaan keuangan desa sudah dikelola berdasarkan azas dapat dipertanggungjawabkan? Dapat dipertanggungjawabkan mempunyai arti


(2)

bahwa setiap pengguna anggaran harus bertanggung jawab terhadap penggunaan sumber daya yang dikelola untuk mencapai hasil yang ditetapkan. 6. Apakah pengelolaan keuangan desa sudah dikelola berdasarkan azas akuntabilitas? Akuntabilitas dapat diartikan APBDesa dapat membantu Pemerintahan Desa dalam memperoleh kepercayaan masyarakat dengan memperlihatkan hasil yang baik dari pendapatan yang diterima.

7. Apakah pengelolaan keuangan desa sudah dikelola secara partisipatif? Partisipatif adalah pengawasan yang dilakukan masyarakat sebagai bentuk partisipasi warga dalam menyelenggarakan pemerintahan.

8. Apakah pengelolaan keuangan desa sudah dikelola secara tertib anggaran? Tertib anggaran dapat diartikan bahwa APBDesa disusun secara urut berdasarkan aturan yang berlaku.

9. Apakah pengelolaan keuangan desa sudah dikelola secara disiplin anggaran? Disiplin anggaran dapat diartikan pendapatan yang direncanakan, merupakan perkiraan yang terukur secara rasional, Penganggaran pengeluaran harus didukung dengan adanya kepastian tersedianya penerimaan dan Semua penerimaan dan pengeluaran desa dalam tahun anggaran yang bersangkutan harus dianggarkan dalam APPB Desa dan dilakukan melalui Kas Umum Desa. 10. Apakah pengelolaan keuangan desa dikelola dalam masa 1 (satu) tahun anggaran yakni mulai tanggal 1 Januari sampai dengan tanggal 31 Desember? 11. Kepala desa sebagai kepala pemerintah desa adalah pemegang kekuasaan

pengelolaan keuangan desa dan mewakili pemerintah desa dalam kepemilikan 111


(3)

kekayaan desa yang dipisahkan. apakah kepala desa sudah menjalankan kewenangannya dalam menetapkan kebijakan tentang pelaksanaan APBDesa? 12. Apakah kepala desa sudah menjalankan kewenangannya dalam menetapkan

kebijakan tentang pengelolaan barang desa?

13. Apakah kepala desa sudah menjalankan kewenangannya menetapkan bendahara desa?

14. Apakah kepala desa sudah menjalankan kewenangan menetapkan petugas yang melakukan pemungutan penerimaan desa?

15. Apakah kepala desa sudah menjalankan kewenangan menetapkan petugas yang melakukan pengelolaan barang milik desa?

16. Apakah perangkat desa sudah memahami tentang struktur APBDesa?

17. Dalam rangka penyusunan APBDesa, apakah Rencana Pembangunan Jangka Menengah Desa (RPJMD) dan Rencana Kerja Pembangunan Desa (RKPDesa) sudah dilaksanakan?

18. Apakah penetapan Rancangan APBDesa sudah dilaksanakan sesuai prosedur dan aturan yang berlaku?

19. Apakah selama ini dalam pelaksanaan APBDesa selalu dilakukan evaluasi dari kecamatan maupun dari kabupaten?

20. Setelah APBDesa ditetapkan, apakah pelaksanaan APBDesa dapat berjalan dengan baik dan masing-masing perangkat dapat menjalankannya dengan baik?

21. Apakah dalam melaksanakan APBDesa pernah dilakukan perubahan APBDesa?


(4)

22. Apakah bendahara desa dapat melaksanakan penatausahan penerimaan dengan baik?

23. Apakah bendahara desa dapat melaksanakan penatausahaan pengeluaran dengan baik?

24. Apakah pertanggungjawaban penggunaan dana APBDesa dapat dilaksanakan dengan baik?

25. Dalam rangka pertanggungjawaban pelaksanaan APBDesa, apakah penetapan pertanggungjawaban pelaksanaan APBDesa melalui pembentukan peraturan desa sudah dilaksanakan?

26. Apakah penyampaian laporan pertanggungjawaban APBDesa sudah disampaikan kepada Bupati melalui Camat?

27. Apakah desa sudah mendapatkan Alokasi Dana Desa (ADD)? Dan berapa besarnya?

28. Apakah ADD sudah dikelola dengan baik dan sesuai prosedur? 29. Bagaimana mekanisme penyaluran dan pencairan ADD? 30. Apakah pelaksanaan ADD sudah sesuai aturan yang berlaku? 31. Bagaimana bentuk pertanggungjawaban ADD?

32. Bagaimana bentuk pelaporan ADD?

33. Apakah ada pembinaan dan pengawasan secara rutin dalam pelaksanaan ADD oleh kecamatan?

34. Apakah ada pembinaan dan pengawasan secara rutin dalam pelaksanaan ADD oleh kabupaten?


(5)

35. Apakah sekretaris desa sudah menjalankan tugas mengenai pengelolaan keuangan desa antara lain bertindak selaku koordinator pelaksanaan pengelolaan keuangan desa dan bertanggung jawab kepada kepala desa, kemudian dalam menyusun dan melaksanakan kebijakan pengelolaan APBDesa, menjalankan tugasnya menyusun Raperdes APBDesa, perubahan APBDesa dan pertanggung jawaban pelaksanaan APBDesa serta menjalankan tugasnya menyusun rancangan keputusan kepala desa tentang pelaksanaan peraturan desa tentang APBDesa dan perubahan APBDesa?

36. Sekretaris desa bertindak selaku koordinator pelaksanaan pengelolaan keuangan desa dan bertanggung jawab kepada kepala desa. apakah sekretaris desa sudah menjalankan tugasnya dalam menyusun dan melaksanakan kebijakan pengelolaan APBDesa?

37. Apakah sekretaris desa sudah menjalankan tugasnya menyusun Raperdes APBDesa, perubahan APBDesa dan pertanggung jawaban pelaksanaan APBDesa?

38. Apakah sekretaris desa sudah menjalankan tugasnya menyusun rancangan keputusan kepala desa tentang pelaksanaan peraturan desa tentang APBDesa dan perubahan APBDesa?

39. Apakh desa sudah mendapat pembinaan dari kecamatan atau kabupaten mengenai penyusunan APBDesa?

C. KAUR KEUANGAN DESA.


(6)

41. Apakah pengelolaan keuangan desa dimulai dari 1 Januari sampai 31 Desember?

42. Bagaimana proses penyusunan RAPBDesa? D. SEKRETARIS KECAMATAN.

43. Apakah Desa masih perlu pembinaan mengenai pengelolaan keuangan desa, dengan dikeluarkannya Permendagri 37 Tahun 2007 dan Peraturan Bupati Sragen Nomor 47 Tahun 2008?

44. Bagaimana pelaksanaan pertanggungjawaban dari desa mengenai pengelolaan keuangan desa?

45. Apakah kewenangan kepala desa dalam menetapkan pengelolaan barang milik desa sudah dijalankan? Karena pengelola barang milik desa ini diharapkan dapat menjadi salah satu sumber dalam membangun desa.

46. Mengenai struktur APBDesa apakah desa sudah diberikan pembinaan oleh Camat?

47. Sejauh mana pemahaman Saudara mengenai struktur APBDesa sesuai dengan Peraturan Bupati Nomor 47 Tahun 2008 serta Permendagri Nomor 37 Tahun 2007?

E. KASI PEMERINTAHAN KECAMATAN.

48. Apakah desa-desa di Kecamatan Karangmalang ini sudah bisa mandiri dalam menetapkan dan menjalankan APBDesa? Apakah mereka masih banyak minta bantuan kepada kecamatan?