Dampak Kelahiran Anak Pertama pada Ibu yang Melahirkan di Ruang Bersalin RSUD Kumpulan Pane Tebing Tinggi

(1)

Dampak Kelahiran Anak Pertama pada Ibu yang Melahirkan

di Ruang Bersalin RSUD Kumpulan Pane Tebing Tinggi

SKRIPSI

Oleh Riri Handayani

091101069

FAKULTAS KEPERAWATAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


(2)

KATA PENGANTAR

Puji syukur peneliti ucapkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas selesainya skripsi dengan judul “ Dampak Kelahiran Anak Pertama pada Ibu yang Merlahirkan di Ruang Bersalin RSUD Kumpulan Pane Tebing Tinggi” sebagai tugas akhir yang harus dipenuhi di Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara Medan.

Pada saat penyelesaian skripsi ini peneliti mengucapkan terima kasih yang setulus-tulusnya kepada semua pihak yang telah memberikan bimbingan serta dorongan kepada peneliti.

Ucapan terima kasih disampaikan kepada yang terhormat :

1. Bapak dr. Dedi Ardinata, M.kes selaku Dekan Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara.

2. Ibu Erniyati, S.Kp, MNs selaku Pembantu Dekan I Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara dan Dosen Pembimbing yang telah meluangkan waktunya untuk membimbing dan memberikan saran dalam penulisan skripsi ini.

3. Ibu Nur Afidarti, S.Kp, M.Kep selaku dosen penguji I dan Ibu Siti Saidah Nasution, S.Kp, M.Kep, Sp.Mat selaku penguji II.

4. Ibu Siti Zahara Nasution S.Kp, MNs selaku dosen pembimbing akademik. 5. Seluruh staf pengajar dan pegawai di Fakultas Keperawatan Sumatera Utara

yang telah memberikan dukungan kepada penulis.


(3)

sampai sekarang menjadi penyemangat penulis di setiap waktu, kepada ibunda Yuslinawati Am.Keb yang senantiasa selalu mendoakan, memberikan semangat dan motivasi, serta dukungan materi kepada penulis. Terimakasih juga kepada kakek saya H.M Yusuf dan nenek Bainah br.regar yang selalu mendoakan dan memberikan masukan kepada penulis hingga selesai dan teruntuk adik-adikku tercinta Mauluddin Jamil dan Irfan Ananda.

7. Teristimewa kepada suami tersayang Fadlunsyah Badrun, SH, MH dan buah hatiku Fahri Ayyubi Badrun, kalian penyemangat hidup bunda hingga mampu menyelesaikan semua dengan sebaik-baiknya.

Peneliti menyadari dalam pembuatan skripsi ini masih dirasakan kurang sempurna. Karena itu peneliti menerima segala kritik dan saran dari semua pihak guna penyempurnaan skripsi ini. Akhirnya, penulis mengucapkan terimakasih kepada semua pihak yang turut membantu dalam penyelesaian skripsi ini.

Medan, Juli 2013

Penulis


(4)

Title : The Impact of the First-Born Baby on its Mother at RSUD Kumpulan Pane, Tebing Tinggi

Name : Riri Handayani Std.ID Number : 091101069 Study Program : Nursing Academic Year : 2013

Abstract

A born baby does not always make a happy life, especially for a first pregnant mother because it becomes a new experience and a hard time for the mother. It does not influence her biological health, but it influences her psychological condition. This psychological effect is related to the change of her behavior, from ‘taking in’ stage, ‘taking hold’ stage, and to ‘letting go’ stage. The objective of the research was to know the impact of the birth of the first baby on its mother. The research used descriptive retrospective design. The samples consisted of 30 respondents, using total sampling technique. The data were gathered by conducting interviews. The result of the study showed that the majority of the respondents experienced bad psychological impact (80%). In the ‘taking in’ stage, the majority of respondents never refused to hug their babies (56.7%), and all their daily needs such as bathing, eating, and other activities were usually helped by their husbands or other family members (56.7%. In the ‘taking hold’ stage, it was found that the majority of the respondents were never worried about being able to take care of themselves after getting babies (70%), while in the ‘letting go’ stage, it was found that the majority of the respondents were never worried about their babies being rejected by the other family members (80%). It is recommended that nurses should be able to know the hints and the symptoms of the bad psychological impact on the mothers and should conduct health approach and counseling in order to help mothers pass through the transition stages until they go home to take home care.


(5)

Judul : Dampak Kelahiran Anak Pertama pada Ibu yang

Melahirkan di Ruang Bersalin RSUD Kumpulan Pane Tebing Tinggi

Nama : Riri Handayani

Nim : 091101069

Jurusan : Sarjana Keperawatan (S.Kep) Tahun Akademik : 2013

Abstrak

Kehadiran seorang anak tidak selamanya menjadi suatu kebahagiaan, terutama bagi ibu primigravida. Hal ini disebabkan kelahiran anak pertama merupakan suatu pengalaman baru dan merupakan masa-masa yang sulit bagi ibu. Keadaan ini tidak hanya mempengaruhi kesehatan biologis namun berdampak pula pada psikologis ibu. Dampak psikologis yang terjadi berhubungan dengan perubahan perilaku yang dialami ibu, mulai dari tahap ketergantungan (taking in), tahap mandiri (taking hold), dan tahap penerimaan peran baru (letting go).

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui dampak kelahiran anak pertama pada ibu yang melahirkan. Desain penelitian yang digunakan deskriptif

retrospektif. Jumlah sampel sebanyak 30 orang, yang diambil secara total sampling. Tehnik pengumpulan data dengan wawancara.

Hasil penelitian menunjukan bahwa dampak psikologis yang terjadi pada ibu akibat kelahiran anak pertama adalah mayoritas responden mengalami dampak psikologis yang buruk (80%). Pada tahap taking in diperoleh mayoritas responden tidak pernah menolak memeluk bayinya (56,7%), dan segala kebutuhan sehari-hari ibu seperti mandi, makan, dan aktivitas selalu dibantu suami atau keluarga (56,7%). Tahap taking hold menunjukan bahwa mayoritas ibu tidak pernah khawatir tidak akan mampu mengurus dirinya lagi setelah memiliki bayi (70%). Sedangkan pada tahap letting go ditemukan mayoritas responden tidak pernah khawatir bayi yang dilahirkannya tidak akan diterima dalam keluarga (80%). Dengan demikian, perawat harus dapat mengenal tanda dan gejala dari dampak psikologis buruk yang akan dialami ibu, dan melakukan pendekatan serta penyuluhan kesehatan untuk membantu ibu melewati masa transisinya, bahkan hingga ibu telah pulang ke rumah (home care).


(6)

DAFTAR ISI

Halaman Judul Halaman Pengesahan

Prakata ... i

Daftar Isi ... iii

Daftar Skema ... v

Daftar Tabel ... vi

Abstrak ... vii

BAB I Pendahuluan... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Perumusan Masalah ... 5

C. Tujuan Penelitian ... 5

D. Manfaat Penelitian ... 6

BAB II Tinjauan Pustaka ... 7

A. Adaptasi Pasca Melahirkan ... 7

1. Adaptasi Fisiologis ... 7

2. Adaptasi Psikologis ... 9

B. Adaptasi Psikologis Ibu ... 10


(7)

1. Determinan Depresi Postpartum ... 16

2. Faktor-Faktor Penyebab Depresi Postpartum... 17

D. Asumsi Dasar Teori Adaptasi ... 21

1. Mekanisme Koping ... 22

2. Regulator Sistem... 22

3. Kognator Subsistem ... 23

E. Faktor – Faktor yang Memengaruhi Suksesnya Masa Transisi ke Masa Menjadi Orang Tua pada Saat Post Partum... 26

1. Respon dan Dukungan Keluarga dan Teman ... 26

2. Hubungan dari Pengalaman Melahirkan terhadap Harapan dan Aspirasi ... 26

3. Pengaruh Budaya ... 26

F. Arti Ibu ... 27

1. Pengertian... 27

2. Peranan Ibu ... 27

3. Anak dalam Pola Asuh ... 28

BAB III Kerangka Penelitian ... 30

A. Kerangka Konsep ... 30

B. Defenisi Operasional ... 31


(8)

B. Populasi, Sampel Penelitian dan Tehnik Sampling ... 32

C. Tempat dan Waktu Penelitian ... 33

D. Pertimbangan Etik ... 33

E. Instrumen Penelitian ... 34

F. Uji Validitas dan Reliabilitas... 35

G. Pengumpulan Data... 36

H. Analisa Data ... 37

BAB V Hasil Penelitian dan Pembahasan ... 39

A. Hasil Peneltian ... 42

B. Pembahasan ... 43

BAB VI Kesimpulan dan Saran ... 50

A. Kesimpulan ... 50

B. Saran ... 51

Daftar Pustaka... 53

Lampiran-Lampiran 1. Inform Consent ... 56

2. Jadwal Tentatif Penelitian ... 57

3. Taksasi Dana ... 58


(9)

5. Riwayat Hidup ... 62 6. Master Data ... 63 7. Data Output SPSS


(10)

DAFTAR TABEL

Tabel.1. Distribusi Frekuensi dan Persentasi Karakteristik Demografi

Responden (n=30)... 40 Tabel.2. Distribusi, Frekuensi dan Persentasi Dampak Psikologi akibat

Kelahiran Anak Pertama (n=30) ... 41 Tabel.3. Distribusi Frekuensi dan Persentasi Adaptasi Psikologi Ibu

(taking in, taking hold, letting go) akibat Kelahiran Anak


(11)

DAFTAR SKEMA


(12)

Title : The Impact of the First-Born Baby on its Mother at RSUD Kumpulan Pane, Tebing Tinggi

Name : Riri Handayani Std.ID Number : 091101069 Study Program : Nursing Academic Year : 2013

Abstract

A born baby does not always make a happy life, especially for a first pregnant mother because it becomes a new experience and a hard time for the mother. It does not influence her biological health, but it influences her psychological condition. This psychological effect is related to the change of her behavior, from ‘taking in’ stage, ‘taking hold’ stage, and to ‘letting go’ stage. The objective of the research was to know the impact of the birth of the first baby on its mother. The research used descriptive retrospective design. The samples consisted of 30 respondents, using total sampling technique. The data were gathered by conducting interviews. The result of the study showed that the majority of the respondents experienced bad psychological impact (80%). In the ‘taking in’ stage, the majority of respondents never refused to hug their babies (56.7%), and all their daily needs such as bathing, eating, and other activities were usually helped by their husbands or other family members (56.7%. In the ‘taking hold’ stage, it was found that the majority of the respondents were never worried about being able to take care of themselves after getting babies (70%), while in the ‘letting go’ stage, it was found that the majority of the respondents were never worried about their babies being rejected by the other family members (80%). It is recommended that nurses should be able to know the hints and the symptoms of the bad psychological impact on the mothers and should conduct health approach and counseling in order to help mothers pass through the transition stages until they go home to take home care.


(13)

Judul : Dampak Kelahiran Anak Pertama pada Ibu yang

Melahirkan di Ruang Bersalin RSUD Kumpulan Pane Tebing Tinggi

Nama : Riri Handayani

Nim : 091101069

Jurusan : Sarjana Keperawatan (S.Kep) Tahun Akademik : 2013

Abstrak

Kehadiran seorang anak tidak selamanya menjadi suatu kebahagiaan, terutama bagi ibu primigravida. Hal ini disebabkan kelahiran anak pertama merupakan suatu pengalaman baru dan merupakan masa-masa yang sulit bagi ibu. Keadaan ini tidak hanya mempengaruhi kesehatan biologis namun berdampak pula pada psikologis ibu. Dampak psikologis yang terjadi berhubungan dengan perubahan perilaku yang dialami ibu, mulai dari tahap ketergantungan (taking in), tahap mandiri (taking hold), dan tahap penerimaan peran baru (letting go).

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui dampak kelahiran anak pertama pada ibu yang melahirkan. Desain penelitian yang digunakan deskriptif

retrospektif. Jumlah sampel sebanyak 30 orang, yang diambil secara total sampling. Tehnik pengumpulan data dengan wawancara.

Hasil penelitian menunjukan bahwa dampak psikologis yang terjadi pada ibu akibat kelahiran anak pertama adalah mayoritas responden mengalami dampak psikologis yang buruk (80%). Pada tahap taking in diperoleh mayoritas responden tidak pernah menolak memeluk bayinya (56,7%), dan segala kebutuhan sehari-hari ibu seperti mandi, makan, dan aktivitas selalu dibantu suami atau keluarga (56,7%). Tahap taking hold menunjukan bahwa mayoritas ibu tidak pernah khawatir tidak akan mampu mengurus dirinya lagi setelah memiliki bayi (70%). Sedangkan pada tahap letting go ditemukan mayoritas responden tidak pernah khawatir bayi yang dilahirkannya tidak akan diterima dalam keluarga (80%). Dengan demikian, perawat harus dapat mengenal tanda dan gejala dari dampak psikologis buruk yang akan dialami ibu, dan melakukan pendekatan serta penyuluhan kesehatan untuk membantu ibu melewati masa transisinya, bahkan hingga ibu telah pulang ke rumah (home care).


(14)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Masa dewasa merupakan periode penyesuaian diri terhadap pola-pola kehidupan baru dan harapan-harapan sosial baru. Individu pada masa dewasa muda ini mengalami perubahan tanggung jawab dari seorang pelajar menjadi orang dewasa mandiri dengan menentukan pola hidup baru, memikul tanggung jawab baru dan membuat komitmen-komitmen baru. Mereka diharapkan mampu mengembangkan sikap-sikap baru, keinginan-keinginan, dan nilai-nilai baru yang sesuai dengan tugas perkembangannya (Hurlock, 1980).

Tahap perkembangan psikososial yang dikemukakan oleh Erikson menjelaskan bahwa orang dewasa pada tahap ini mulai mendambakan hubungan-hubungan yang intim dan akrab, serta menyatukan identitasnya dengan orang-orang lain. Salah satu indikasi yang harus dijalankan orang-orang dewasa muda adalah peralihan peran menjadi suami atau istri dan orangtua. Masa ini membuat mereka mulai memilih pasangan dan membina keluarga dengan mengasuh anak dan mengelola rumah tangga (Hall & Lindzey, 1993). Baik laki-laki maupun wanita memiliki peranan yang berbeda dalam pencapaian tugas perkembangan ini sehingga menuntut bentuk-bentuk penyesuaian yang berbeda.

Pernikahan merupakan sesuatu yang sakral bagi setiap orang, dan kehadiran seorang anak tentu dianggap sebagai suatu berkah. Selain sebagai penerus keturunan, anak juga merupakan wujud cinta kasih yang menimbulkan


(15)

kepuasan interpersonal serta memperkuat ikatan pasangan suami istri. Kehamilan bagi seorang wanita sangat penting, karena merupakan simbol terjadinya transisi ke arah kedewasaan (Kaplan., dkk, 2010). Sisi lain menyatakan bahwa kehamilan merupakan salah satu episode dramatis dalam kehidupan seorang wanita. Persalinan merupakan saat yang dinanti-nantikan oleh ibu hamil, terutama

primigravida (kehamilan pertama) untuk segera dapat merasakan kebahagiaan melihat dan memeluk bayi yang telah dikandungnya selama berbulan-bulan. Akan tetapi, kehadiran seorang anak tidak selamanya menjadi suatu kebahagiaan. Bagi ibu yang menghadapi persalinan anak pertama merupakan suatu pengalaman baru dan merupakan masa-masa yang sulit (Kusmiyati, 2010).

Kecemasan yang terjadi pada ibu yang akan menjalani persalinan umumnya disebabkan karena perubahan pola hidup, termasuk kondisi biologis maupun psikologis. Mereka harus menyesuaikan diri dengan kebutuhan bayi yang banyak menyita waktu, emosi dan energi. Sementara itu, mereka tetap dibebani untuk mengurus kebutuhan rumah tangga (Arindra, 2007). Carpenito (2000) dalam Handbook of Nursing Diagnosis menjelaskan bahwa kelahiran anak merupakan salah satu faktor situasional yang berakibat pada pengalaman kehilangan gaya hidup dan perasaan kehilangan pada diri seseorang atas dirinya sendiri.

Sejumlah aspek dalam kehidupan wanita setelah melahirkan menunjukkan bahwa memiliki anak merupakan tantangan dalam kehidupan yang menuntut penyesuaian. Adapun Nicolson membagi empat aspek yang memerlukan kemampuan penanggulangan (coping) secara nyata pasca persalinan seorang


(16)

wanita, yaitu penyesuaian fisik, perasaan tidak aman, adanya sistem dukungan, dan kehilangan akan identitasnya yang dulu. Faktor-faktor seperti perubahan fisik dan emosional yang komplek, aktivitas dan peran baru sebagai ibu pada minggu -minggu atau bulan-bulan pertama setelah melahirkan sangat berpengaruh terhadap penyesuaian ibu hamil dan melahirkan selanjutnya (Bobak, 2004).

Kebahagiaan mungkin tidak akan dirasakan oleh sebagian ibu yang tidak berhasil menyesuaikan diri terhadap sejumlah faktor perubahan di atas. Mereka bahkan dapat mengalami berbagai gangguan emosional dengan berbagai gejala, sindroma dan faktor resiko yang berbeda-beda. Hasil penelitian terhadap ibu hamil yang dilakukan oleh Damayanti (2005) menunjukkan bahwa 80% ibu hamil mengalami rasa khawatir, was-was, gelisah, takut dan cemas dalam menghadapi kehamilannya. Perasaan-perasaan yang muncul antara lain berkaitan dengan keadaan janin yang dikandungnya, ketakutan dan kecemasan dalam menghadapi persalinan, serta perubahan-perubahan fisik dan psikis yang terjadi.

Hal senada juga diungkapkan oleh Kartono (1992), bahwa pada usia kandungan tujuh bulan ke atas, tingkat kecemasan ibu hamil semakin akut dan intensif seiring dengan mendekatnya kelahiran bayi pertamanya. Disamping itu, trimester ini merupakan masa riskan terjadinya kelahiran bayi premature sehingga menyebabkan tingginya kecemasan pada ibu hamil. Setiap kehamilan secermat apapun direncanakan tetap akan memberikan kejutan bagi calon ibu. Apalagi bagi wanita yang baru mengalami kehamilan untuk pertama kali.

Setiap ibu yang melahirkan anak pertama akan merasakan kecemasan yang lebih tinggi dibandingkan dengan ibu yang sudah pernah melahirkan (Ambaryani,


(17)

2001). Kecemasan pada calon ibu disebabkan adanya rasa takut terhadap kesehatan, kesulitan keuangan dan masalah-masalah pokok lain dalam kehidupan, termasuk pengetahuan tentang kehamilan, proses persalinan hingga cara perawatan bayi yang baru lahir.

Depresi pasca melahirkan terutama pada ibu yang baru pertama sekali mengalaminya, merupakan masalah yang signifikan dan menjadi perhatian masyarakat sejak lama. Walaupun terkadang sering tidak terdeteksi karena minimnya pelaporan. Penelitian menyebutkan bahwa sekitar 10%-20% wanita yang melahirkan menderita depresi. Ibu yang depresi dapat menyebabkan gangguan emosional dan kognitif pada bayinya yang baru lahir. Suatu penelitian mengatakan bahwa sekitar 22% - 34% dari populasi wanita yang hidupnya dalam kemiskinan dapat mengalami depresi dua kali lipat lebih tinggi (Rahmadani, 2007).

Tidak banyak penelitian di Indonesia yang mengungkap persentase kejadian dampak pasca melahirkan yang dialami ibu. Hal ini disebabkan karena dampak (depresi) pasca persalinan masih dianggap sebagai hal yang wajar sehingga seringkali terabaikan dan tidak tertangani dengan baik (Iskandar, 2004). Selain ibu merasa enggan menceritakan gejala-gejala yang dirasakannya, pihak penyedia layanan kesehatan juga menganggap masalah ibu hanya sekedar “aktivitas hormon” yang bersifat sementara saja dan akan hilang dengan sendirinya (Beck dalam Novak dan Broom, 1999). Meskipun pihak penyedia layanan kesehatan memiliki program yang berkesinambungan terkait dengan kesehatan fisik ibu dan bayi, namun tidak semua yang memberikan perhatian


(18)

lebih pada kesehatan psikologis ibu (Koblinsky dkk., 1997). Padahal wanita mempunyai kebutuhan khusus karena kodratnya untuk haid, hamil, melahirkan, dan menyusui sehingga memerlukan pemeliharaan yang lebih intensif dalam hidupnya, baik fisik maupun psikologis (Depkes Indonesia dan United Nations Population Found, 2001).

Lebih lanjut, tingkat gejala maupun dampak kelahiran anak pertama yang mungkin terjadi pada ibu tidak dapat diabaikan. Ibu dapat mengalami dampak negatif seperti postpartum blues hingga depresi postpartum. Penanganan terhadapnya baru akan menjadi perhatian lebih dan membutuhkan intervensi dari pihak-pihak profesional karena akan mempunyai dampak lebih buruk terutama dalam hubungan perkawinan dengan suami dan dengan anaknya (Iskandar, 2004). Untuk memperoleh gambaran yang lebih lengkap, peneliti tertarik untuk meneliti mengenai Dampak Kelahiran Anak Pertama pada Ibu yang Melahirkan di RSUD Kumpulan Pane Tebing Tinggi.

B. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah bagaimana dampak kelahiran anak pertama pada ibu yang melahirkan di Ruang Bersalin RSUD Kumpulan Pane Tebing Tinggi?


(19)

C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum

Tujuan umum penelitian ini adalah untuk mengetahui dampak kelahiran anak pertama pada ibu yang melahirkan di Ruang Bersalin RSUD Kumpulan Pane Tebing Tinggi.

2. Tujuan Khusus

a. Mengidentifikasi karakteristik responden ibu yang melahirkan di Ruang Bersalin RSUD Kumpulan Pane Tebing Tinggi.

b. Mengidentifikasi perubahan psikologis akibat dari dampak kelahiran anak pertama pada ibu yang melahirkan di Ruang Bersalin RSUD Kumpulan Pane Tebing Tinggi.

D. Manfaat Penelitian

1. Bagi Profesi Keperawatan

Memberikan masukan yang bermakna untuk meningkatkan asuhan keperawatan maternitas dan keluarga khususnya mengenai dampak psikologis yang mungkin terjadi dari kelahiranan anak pertama pada ibu.

2. Bagi Manajemen Rumah Sakit

Meningkatkan kesadaran perawat khususnya perawat di ruang bersalin untuk memahami perubahan-perubahan psikologis yang mungkin terjadi pada ibu yang akan melahirkan anak pertama sehingga mereka mampu membantu ibu


(20)

dalam mengurangi kecemasan dalam menghadapi persalinan dengan mempersiapkan keadaan fisik dan psikis sebelum masa persalinan.

3. Bagi Peniliti Selanjutnya

Sebagai data dasar bagi peneliti yang akan melakukan penelitian dalam konteks ruang lingkup yang sama, sehingga sumber dari setiap kutipan yang terdapat dalam penelitian ini dapat dijadikan sebagai referensi dan pembanding dalam mengembangkan penelitian, khususnya keperawatan maternitas dan keperawatan keluarga.


(21)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Adaptasi Pasca Melahirkan

Kelahiran bayi adalah sebuah peristiwa yang melibatkan proses fisiologis dan psikologis pada individu ibu dan keluarga. Sebagai proses fisiologis, peristiwa ini mengakhiri masa kehamilan yang telah berlangsung selama 37 – 42 minggu. Sebagai suatu proses psikologis, peristiwa ini merupakan masa transisi yang dapat menyebabkan terjadinya krisis kehidupan pada ibu dan keluarga (Arindra, 2007).

Dalam proses adaptasi pasca melahirkan terdapat 3 (tiga) periode yang meliputi: immediate puerperium, yaitu 24 jam pertama setelah melahirkan, early puerperium, yaitu setelah 24 jam hingga 1 minggu, dan late puerperium, yaitu setelah 1 minggu sampai dengan 6 minggu post partum (May & Mahlmeister, 1994).

1. Adaptasi Fisiologis

Menurut Bowes (2003) dalam Soep (2009), yang mengutip pendapat Pillitteri faktor perubahan fisiologis ibu pada periode postpartum meliputi perubahan adaptasi fisik yang juga dapat mempengaruhi keadaan psikologis ibu, yaitu:

a. Sistem kardiovaskuler. Tekanan darah bervariasi, mungkin lebih rendah pada respon pemberian analgesi atau anastesi. Perubahan volume darah terjadi karena kekurangan darah sekitar 300-400 ml selama melahirkan.


(22)

b. Sistem gastrointestinal. Defekasi secara normal lambat dalam minggu pertama karena adanya perubahan mobilitas usus, kehilangan cairan dan adanya gangguan rasa nyaman pada daerah perineum.

c. Suhu tubuh. Setelah melahirkan suhu menjadi 37,30C tetapi tidak melebihi 380C. Setelah 12 jam pasca partum umumnya suhu tubuh kembali normal. d. Sistem perkemihan. Pada 24 jam pertama buang air kecil kadang sulit,

kemungkinan terdapat spasme springter dan edema leher buli-buli, urin dalam jumlah besar akan dihasilkan dalam waktu 12-36 jam post partum.

e. Sistem integumen. Kloasma yang muncul pada masa hamil menghilang saat kehamilan terakhir, sedangkan hiperpigmentasi pada aeorola mamae dan linea nigra tidak menghilang.

f. Berat Badan. Pasca melahirkan berat badan menurun 4 – 5 kg tergantung dari berat badan janin.

g. Perineum. Setelah melahirkan perineum menjadi kendur karena sebelumnya teregang dari tekenan kepala bayi yang bergerak maju.

h. Perubahan pada Vagina. Selama tiga minggu vagina akan kembali seperti sebelum hamil dan rugae dalam vagina berangsur-angsur muncul kembali. i. Proses Involusi Vagina. Uterus mengecil dengan cepat sehingga pada hari

kesepuluh tidak teraba lagi dari luar. Seminggu sesudah plasenta lahir rahim 500 gram, dan dua minggu post partum mencapai 50 – 60 gram.

j. Konstriksi. Setelah 1 – 2 jam post partum kontriksi intensitasnya tidak teratur dan tidak terkoordinasi karena adanya kelemahan pada otot uterus.


(23)

k. Sistem Endokrin. Kadar estrogen dan progresteron menurun secara mencolok setelah plasenta keluar, kadar terendahnya dicapai kira-kira satu minggu pasca partum.

l. Abdomen. Setelah hari pertama melahirkan abdomen akan menonjol dan membuat wanita tersebut tampak seperti masih hamil.

2. Adaptasi Psikologis

Seiring dengan perubahan fisiologis yang cepat dan luas yang dialami oleh wanita setelah melahirkan maka akan terjadi pula perubahan emosional (psikologis) dengan membentuk suatu adaptasi yang cukup kompleks bagi ibu. Meskipun ayah dan anggota keluarga lainnya tidak mengalami perubahan tersebut, mereka juga harus menyesuaikan secara psikologis terhadap kehadiran bayi baru lahir. Kesejahteraan psikologis ibu itu sendiri tergantung pada besar kecilnya kebahagiaan pasangan (suami) dan anggota keluarga lainnya dalam menanggapi kelahiran bayi baru.

Oleh karena itu, asuhan keperawatan yang diberikan harus membantu status fisik dan psikologis setiap pasien dan status psikologis ayah dan anggota keluarga lainnya untuk memberikan asuhan keperawatan yang tepat dan komprehensif.

Respon ayah pada masa sesudah ibu melahirkan tergantung keterlibatannya selama proses persalinan, biasanya ayah akan merasa lelah, ingin selalu dekat dengan istri dan anaknya, tetapi kadang-kadang terbentur dengan peraturan rumah sakit. Kehadiran bayi baru lahir dalam keluarga menimbulkan perubahan peran dan hubungan dalam keluarga tersebut, misalnya, orang tua


(24)

menjadi kakek/nenek, suami dan isteri harus saling membagi perhatian. Bila banyak anggota keluarga yang membantu merawat bayi, maka keadaan tidaklah sesulit dengan tidak ada yang membantu, sementara ibu harus ikut aktif melibatkan diri dalam merawat bayi dan membantu rumah tangga.

B. Adaptasi Psikologis Ibu

Menjadi orang tua merupakan suatu krisis tersendiri dan harus melewati masa transisi postpartum. Menurut Nelson (2000), masa transisi tersebut adalah: 1) Honeymoon

Honeymoon adalah fase setelah anak lahir dan terjadi kontak yang lama antara ibu, ayah dan anak. Masa ini dapat dikatakan sebagai psikis

honeymoon yang memerlukan hal-hal romantis, masing-masing saling memperhatikan anaknya dan menciptakan hubungan yang baru.

2) Bonding Attachment

Dimulai sejak dini begitu bayi dilahirkan. Bonding adalah suatu istilah untuk menerangkan hubungan antara ibu dan anak, sedangkan attachment adalah suatu keterikatan antara orang tua dan anak. Partisipasi suami dalam proses persalinan merupakan suatu upaya untuk meningkatkan ikatan kasih tersebut.

Selain itu terdapat teori adaptasi psikologi menurut Ramona Marcer dalam Sulistyowati (2009), teori ini lebih menekankan pada stress antepartum (sebelum


(25)

melahirkan) dalam pencapaian peran ibu, Marcer membagi teorinya menjadi dua pokok bahasan, yaitu:

1) Efek Stress Anterpartum

Stress anterpartum adalah komplikasi dari resiko kehamilan dan pengalaman negatif dari hidup seorang wanita. Sehingga dukungan selama kehamilan sangat diperlukan untuk mengurangi rasa ketidakpercayaan seorang calon ibu. Penelitian Marcer menunjukkan ada enam faktor yang berhubungan dengan status kesehatan ibu, yaitu:

a) Hubungan interpersonal b) Peran keluarga

c) Stress anterpartum d) Dukungan sosial e) Rasa percaya diri

f) Penguasaan rasa takut, ragu dan depresi 2) Pencapaian Peran Ibu

Peran ibu dapat dicapai bila ibu menjadi dekat dengan bayinya termasuk mengekspresikan kepuasan dan penghargaan peran, lebih lanjut Marcer menyebutkan tentang stress anterpartum terhadap fungsi keluarga, baik yang positif manupun yang negatif. Bila fungsi keluarganya positif maka ibu hamil dapat mengatasi stress anterpartum, stress anterpartum karena resiko kehamilan dapat mempengaruhi persepsi kesehatan, dengan dukungan keluarga dan petugas kesehatan maka ibu dapat mengurangi atau mengatasi stress anterpartum (Kusmiyati, 2010).


(26)

Perubahan yang dialami oleh ibu, selama kehamilan terkadang dapat menimbulkan stress anterpartum, sehingga perawat harus memberikan asuhan kepada ibu hamil agar ibu dapat menjalani kehamilannya secara fisiologis (normal).

Setelah ibu melewati masa kehamilan, selanjutnya ibu akan menjalani proses melahirkan. Disini ibu mulai mengalami transisi peran menjadi seorang ibu, terutama ibu yang mengalami proses kelahiran pertama sekali. Empat tahapan dalam melaksanakan peran ibu menurut Marcer adalah (Sulistyowati, 2009): 1) Anticipatory

Saat sebelum wanita menjadi ibu, dimana wanita mulai melakukan penyesuaian sosial dan psikologis dengan mempelajari segala sesuatu yang dibutuhkan menjadi seorang ibu.

2) Formal

Wanita memasuki peran ibu yang sebenarnya, bimbingan peran dibutuhkan sesuai dengan kondisi sistem sosial.

3) Informal

Dimana wanita telah mampu menemukan jalan yang unik dalam melaksanakan perannya.

4) Personal

Merupakan peran terakhir, dimana wanita telah mahir melakukan perawatan diri dan bayinya.


(27)

Perubahan fisiologis pada ibu postpartum akan diikuti oleh perubahan psikologis secara simultan sehingga ibu harus beradaptasi secara menyeluruh. Menurut Rubin (1963) dalam Varney (2007) terdapat tiga tingkat psikologis ibu setelah melahirkan yaitu :

1) Tahap Perilaku Ketergantungan (Taking In)

Suatu periode yang berlangsung selama 1 – 2 hari, dimana ibu hanya berorientasi pada kebutuhan diri sendiri, tingkah laku klien pasif dengan berdiam diri dan tergantung pada orang lain. Ibu biasanya lebih mudah tersinggung dan cenderung bersifat pasif terhadap lingkungannya disebabkan faktor kelelahan, perhatian ibu tertuju pada kekhawatiran pada perubahan tubuhnya. Ibu belum mempunyai inisiatif untuk kontak dengan bayinya. Ibu sangat membutuhkan orang lain untuk membantu kebutuhannya yang utama adalah istirahat (tidur) dan makan. Nafsu makan ibu biasanya bertambah sehingga membutuhkan peningkatan nutrisi. Kurangnya nafsu makan menandakan proses pengembalian kondisi tubuh tidak berlangsung normal. Selain itu ibu mulai menyadari secara nyata pengalamannya dalam melahirkan dan akan mengulangi pengalaman-pengalaman tersebut.

Menurut Gottible, pada fase ini ibu akan mengalami ”proses mengetahui/menemukan” yang terdiri dari :

a) Identifikasi

Ibu mengidentifikasi bagian-bagian dari bayi, gambaran tubuhnya untuk menyesuaikan dengan yang diharapkan/diimpikan.


(28)

Ibu menggambarkan bayinya mirip dengan anggota keluarga yang lain. c) Menginterpretasikan

Ibu mengartikan tingkah laku bayi dan kebutuhan yang dirasakan. Pada fase ini dikenal dengan istilah ”finger tie touch

2) Tahap antara Ketergantungan dan Mandiri (Taking Hold)

Periode ini terjadi selama hari ketiga hingga hari kesepuluh postpartum,

dimana terjadi perpindahan dari keadaan ketergantungan ke keadaan ma ndiri. Perlahan-lahan tingkat energi ibu meningkat merasa lebih nyaman dan mulai berfokus pada bayi yang dilahirkan. Ibu lebih mandiri, dan pada akhirnya mempunyai inisiatif untuk merawat dirinya dan sering mengucapkan kekhawatiran tentang fungsi tubuhnya. Ibu telah mampu untuk mengendalikan fungsi eliminasi dan memperhatikan aktifitas yang dilakukannya setiap hari. Jika ibu merawat bayinya, maka ia harus memperhatikan kualitas dan kuantitas dari produksi ASI. Selain itu, disini ibu juga sangat antusias merawat bayinya, ibu berusaha untuk terampil dalam perawatan bayi baru lahir (misalnya, memeluk, menyusui ASI atau dengan botol, memandikan, atau mengganti popok).

3) Tahap Penerimaan Peran Baru (Letting Go)

Fase ini umumnya terjadi setelah ibu baru kembali ke rumah. Ibu sudah menerima tanggung jawabnya untuk merawat bayinya dan ibu sudah harus mampu beradaptasi terhadap kebutuhan, ketergantungan bayinya dan


(29)

beradaptasi terhadap penurunan otonomi, kemandirian dan interaksi sosial. Pada fase ini ibu mengalami 2 perpisahan, yaitu:

a) Mengerti dan menerima bentuh fisik dari bayinya

b) Melepaskan peran ibu sebelum memiliki anak, menjadi ibu yang merawat anak.

Menurut Whibley (2006) dalam Yusdiana (2009) perubahan emosi ibu

postpartum secara umum antara lain adalah : 1) Thrilled & Excaited

Ibu merasakan bahwa persalinan merupakan peristiwa besar dalam hidup. Ibu terheran-heran dengan keberhasilan melahirkan seorang bayi dan selalu bercerita seputar peristiwa persalinan dan bayinya.

2) Overwhelmed

Merupakan masa kritis bagi ibu dalam 24 jam pertama untuk merawat bayinya. Ibu mulai melakukan tugas-tugas baru.

3) Let down

Status emosi ibu berubah-ubah, merasa sedikit kecewa khususnya dengan perubahan fisik dan perubahan peran.

4) Weepy

Ibu mengalami baby blues pasca salin, karena perubahan yang tiba-tiba dalam kehidupan, merasa cemas dan takut dengan ketidakmampuan merawat bayinya dan merasa bersalah. Perubahan emosi ini dapat membaik dalam


(30)

beberapa hari setelah ibu dapat merawat diri dan bayinya serta mendapat dukungan keluarga.

5) Feeling Beat Up

Merupakan masa kerja keras fisik dalam hidup dan akhirya merasa kelelahan.

C. Depresi Postpartum

Depresi postpartum pertama kali ditemukan oleh Pitt pada tahun 1988. Pitt menyebutkan, depresi postpartum adalah depresi yang bervariasi dari hari ke hari dengan menunjukkan kelelahan, mudah marah, gangguan nafsu makan, dan kehilangan libido (kehilangan selera untuk berhubungan intim dengan suami). Tingkat keparahan depresi postpartum bervariasi. Keadaan ekstrem yang paling ringan yaitu saat ibu mengalami “kesedihan sementara” yang berlangsung sangat cepat pada masa awal postpartum, ini disebut dengan the blues atau maternity blues.

Gangguan postpartum yang paling berat disebut psikosis postpartum atau melankolia. Diantara 2 keadaan ekstrem tersebut terdapat kedaan yang relatif mempunyai tingkat keparahan sedang yang disebut neurosa depresi atau depresi postpartum.

Menurut Erikania (1999) dalam Soep (2009), depresi postpartum adalah munculnya gangguan mood dan kondisi emosional berkepanjangan yang mewarnai seluruh proses mental yang muncul setelah melahirkan (pascasalin) pada periode mulai hari ke 4 sampai kurang lebih 3-4 minggu dengan disertai gejala mimpi buruk, tidak dapat tidur, cemas, meningkatnya sensitivitas, dan


(31)

perubahan mood seperti sedih, kurang nafsu makan, mudah marah, kelelahan, sulit berkonsentrasi, perasaan tidak berharga, menyalahkan diri, dan tidak mempunyai harapan untuk masa depan.

Sedangkan menurut Beck (2001), depresi postpartum adalah episode depresi mayor yang bisa terjadi selama 12 bulan pertama setelah melahirkan. 1. Determinan Depresi Postpartum

Beberapa determinan terhadap terjadinya depresi postpartum, antara lain : a. Faktor fisiologis, berupa tidak berfungsinya kekebalan tubuh pada depresi,

gangguan tidur, perasaan sakit, dan hormon reproduksi. b. Pengalaman dalam proses melahirkan yang buruk c. Karakteristik bayi

d. Faktor psikologis, berupa tipe kepribadian, riwayat gangguan kejiwaan sebelumnya, self-esteem, self efficacy, dan expectation.

e. Karakteristik sosial, berupa abusive atau dysfunctional family of origin, dukungan sosial (suami, orang tua, teman), kehilangan, status sosial ekonomi, stres dalam hidup (Tackett, 2004).

2. Faktor-Faktor Penyebab Depresi Postpartum

Menurut Beck, faktor-faktor yang menyebabkan depresi postpartum ada 13, yaitu (Varney, 2007) :

1) Depresi Prenatal

Depresi prenatal (selama kehamilan) merupakan salah satu faktor pemicu terjadinya depresi postpartum yang paling kuat. Depresi prenatal bisa terjadi pada


(32)

beberapa atau keseluruhan dari trimester kehamilan (Beck, 2001). Depresi prenatal ini dialami oleh 10% sampai 20% dari seluruh wanita (Department of Health New York, 2006). Paykel, Emms, Fletcher dan Rassaby (1980) dalam Hagen (1999), menyimpulkan bahwa depresi selama masa prenatal dapat menyebabkan depresi postpartum. Menurut Zuckerman, Amaro, Bauchner, Cabral (1989) dalam UNC Center for Women’s Mood Disorders (2008), mengungkapkan bahwa depresi prenatal atau bisa juga disebut dengan depresi antenatal terjadi karena beberapa faktor, antara lain rendahnya jumlah kenaikan berat badan ibu hamil, ibu hamil yang merokok dan frekuensinya lebih sering dan juga banyak, minuman alkohol dan penggunaan zat-zat kimia lainnya, ambivalen tentang kehamilan dan segala sesuatu yang berhubungan dengan status kesehatan yang buruk.

2) Stress Merawat Anak

Hal-hal yang membuat stres yang berhubungan dengan perawatan anak meliputi faktor-faktor seperti masalah kesehatan yang dialami bayi, dan kesulitan dalam perawatan bayi khususnya mengenai masalah makanan dan tidur (Beck, 2001).

3) Stress dalam Kehidupan

Stres dalam kehidupan merupakan penunjuk terjadinya stres selama kehamilan dan setelah kehamilan. Stres yang terjadi dalam hidup seseorang, bisa karena hal yang positif maupun negatif, dan termasuk juga sebuah pengalaman seperti, perubahan status perkawinan (contohnya, bercerai, menikah kembali),


(33)

perubahan pekerjaan, dan krisis yang terjadi (contohnya, kecelakaan, perampokan, krisis ekonomi, dan penyakit kronis) (Beck, 2001). Hal tersebut, sesuai dengan pernyataan yang diungkapkan oleh American Psychiatric Association (APA) (2010), bahwa wanita yang mempunyai masalah-masalah berat dalam hidupnya merupakan salah satu faktor pemicu terjadinya depresi postpartum.

4) Dukungan Sosial

Ibu yang baru saja mengalami proses reproduksi sangat membutuhkan dukungan psikologis dari orang-orang terdekatnya. Kurangnya dukungan dari orang-orang terdekat dapat menyebabkan penurunan psikologis seperti mudah menangis, merasa bosan, capek, tidak bergairah, dan merasa gagal yang akan menyebabkan ibu menjadi depresi (Anonim).

5) Ansietas Pranatal

Ansietas pada masa kehamilan bisa terjadi selama beberapa trimester dan kadang terjadi diseluruh masa kehamilan. Ansietas ini merupakan suatu perasaan ketakutan pada sesuatu yang akan terjadi mengenai sesuatu yang tidak jelas, ancaman yang belum jelas (Beck, 2001).

6) Kepuasan Perkawinan

Derajat kepuasan dengan sebuah hubungan perkawinan ditandai dengan seberapa bahagia atau puasnya seorang wanita pada hal-hal tertentu dari perkawinannya, seperti komunikasi, keterbukaan, kesamaan dalam saling menghargai, saling membantu, menghargai terhadap suatu keputusan, dan hal-hal yang baik secara global lainnya (Beck, 2001). Sarafino dalam Ryan (2009), menyatakan pula bahwa faktor lain yang dianggap sebagai penyebab munculnya


(34)

gejala ini adalah masa lalu ibu tersebut, yang mungkin mengalami penolakan dari orang tuanya atau orang tua yang over protective, kecemasan yang tinggi terhadap perpisahan, dan ketidakpuasaan dalam pernikahan.

7) Temperamen Bayi

Temperamen bayi yang sulit digambarkan sebagai seorang bayi yang lekas marah, rewel, dan susah dihibur (Beck, 2001). Hal tersebut sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Whiffen dan Gotlib (1989) dalam Hagen (1999), yang menyimpulkan bahwa temperamen sebagai salah satu penyebab terjadinya depresi postpartum.

8) Maternity Blues

Maternity blues adalah sebuah fenomena yang hanya sekilas dari perubahan suasana hati yang dimulai pada beberapa hari pertama setelah melahirkan dan paling sedikit 1 sampai 10 hari atau lebih. Keadaan tersebut ditandai dengan perasaan ingin menangis, cemas, kesulitan konsentrasi, lekas marah, dan suasana hati yang labil (Beck, 1998 dalam Beck, 2001).

9) Harga diri

Harga diri ditunjukkan kepada perasaan seorang wanita secara umum dalam hal harga diri dan penerimaan diri sendiri, artinya adalah kepercayaan diri dan kepuasan terhadap diri sendiri. Rendahnya harga diri menggambarkan negatifnya evaluasi terhadap diri sendiri dan perasaan terhadap diri seseorang atau kemampuan seseorang (Beck, 2001).


(35)

Status sosial ekonomi berhubungan dengan kejadian depresi postpartum. Semakin rendah pendapatan keluarga, semakin tinggi pula resiko terjadinya depresi postpartum. Penelitian Howell, Elizabeth, Mora, Leventhal (2006) dalam Wikipedia (2010), juga mendukung pernyataan Segre et al., bahwa wanita dengan kulit hitam dan sosial ekonomi yang rendah berpotensi lebih tinggi mengalami depresi postpartum.

11)Status Perkawinan

Status demografi ini berfokus pada kedudukan seorang wanita dalam hal pernikahan. Tingkatannya adalah tidak menikah, menikah/hidup bersama, bercerai, janda, berpisah, memiliki pasangan (Beck, 2001).

12)Kehamilan Tidak Diinginkan atau Tidak Direncanakan

Kehamilan yang tidak direncanakan, bisa disebabkan oleh perasaan ragu-ragu terhadap kehamilan yang dialami. Jika kehamilan itu direncanakan, mungkin saja 40 minggu bukanlah waktu yang cukup bagi pasangan untuk menyesuaikan diri terhadap perawatan bayi yang ada kalanya membutuhkan usaha yang cukup keras (The American College of Obstetricians and Gynecologist (ACOG), 2009).

Seorang bayi mungkin dilahirkan lebih awal dari perkiraan lahirnya, hal ini juga dapat menjadi faktor pemicu terjadinya depresi postpartum, karena jika bayi lahir lebih awal dapat menyebabkan perubahan secara tiba-tiba, baik di lingkungan rumah maupun perubahan terhadap rutinitas kerja yang tidak diharapkan oleh orang tua (ACOG, 2009).


(36)

Pendekatan Roy menegaskan bahwa individu adalah mahluk biopsikososial sebagai satu kesatuan yang memiliki mekanisme koping untuk beradaptasi terhadap perubahan lingkungan. Individu selalu berinteraksi secara konstan atau selalu beradaptasi dengan perubahan lingkungan. Model Adaptasi dari Roy ini dipublikasikan pertama pada tahun 1970 dengan asumsi dasar model teori ini adalah :

1. Setiap orang selalu menggunakan koping yang bersifat positif maupun negatif. Kemampuan beradaptasi seseorang dipengaruhi oleh tiga komponen yaitu, penyebab utama terjadinya perubahan, terjadinya perubahan dan pengalaman beradaptasi.

2. Individu selalu berada dalam rentang sehat-sakit, yang berhubungan erat dengan keefektifan koping yang dilakukan untuk memelihara kemampuan adaptasi.

Roy menjelaskan bahwa respon yang menyebabkan penurunan integritas tubuh akan menimbulkan suatu kebutuhan dan menyebabkan individu tersebut berespon melalui upaya atau perilaku tertentu. Setiap manusia selalu berusaha menanggulangi perubahan status kesehatan dan perawat harus merespon untuk membantu manusia beradaptasi terhadap perubahan ini.

Terdapat 3 tingkatan stimuli adaptasi pada manusia, diantaranya:

1. Stimuli fokal, yaitu stimulus yang langsung beradaptasi dengan seseorang dan akan mempunyai pengaruh kuat terhadap seorang individu.


(37)

2. Stimuli kontekstual, yaitu stimulus yang dialami seseorang dan baik internal maupun eksternal yang dapat mempengaruhi, kemudian dapat dilakukan observasi, diukur secara subyektif.

3. Stimuli residual, yaitu stimulus lain yang merupakan ciri tambahan yang ada atau sesuai dengan situasi dalam proses penyesuaian dengan lingkungan yang sukar dilakukan observasi.

Aspek berikutnya yang terkait dengan kemampuan adaptasi adalah: 1. Mekanisme Koping

Pada sistem ini terdapat dua mekanisme yaitu pertama mekanisme koping bawaan yang prosesnya secara tidak disadari manusia tersebut, yang ditentukan secara genetik atau secara umum dipandang sebagai proses yang otomatis pada tubuh. Kedua yaitu mekanisme koping yang didapat dimana koping tersebut diperoleh melalui pengembangan atau pengalaman yang dipelajarinya.

2. Regulator Subsistem

Merupakan proses koping yang menyertakan subsistem tubuh yaitu saraf, proses kimiawi, dan sistem endokrin.

3. Kognator Subsistem

Proses koping seseorang yang menyertakan empat sistem pengetahuan dan emosi: pengolahan persepsi dan informasi, pembelajaran, pertimbangan, dan emosi.


(38)

Sistem adaptasi memiliki empat model adaptasi yang akan berdampak terhadap respon adaptasi diantaranya, sbb:

1. Fungsi fisiologis, sistem adaptasi fisiologis diantaranya adalah oksigenasi, nutrisi, eliminasi, aktivitas dan istirahat, integritas kulit, indera, cairan dan elektrolit, fungsi neurologis dan endokrin.

2. Konsep diri, bagaimana seseorang mengenal pola-pola interaksi sosial dalam berhubungan dengan orang lain.

3. Fungsi peran, proses penyesuaian yang berhubungan dengan bagaimana peran seseorang dalam mengenal pola-pola interaksi sosial dalam berhubungan dengan orang lain.

4. Interdependen, kemampuan seseorang mengenal pola-pola tentang kasih sayang, cinta yang dilakukan melalui hubungan secara interpersonal pada tingkat individu maupun kelompok.

Terdapat dua respon adaptasi yang dinyatakan Roy yaitu:

1. Respon yang adaptif dimana terminologinya adalah manusia dapat mencapai tujuan atau keseimbangan sistem tubuh manusia.

2. Respon yang tidak adaptif dimana manusia tidak dapat mengontrol dari terminologi keseimbangan sistem tubuh manusia, atau tidak dapat mencapai tujuan yang akan diraih.

Respon tersebut selain menjadi hasil dari proses adaptasi selanjutnya akan juga menjadi umpan balik terhadap stimuli adaptasi.


(39)

1. Adaptif

Setiap manusia tentu menginginkan agar hidupnya eksis. Untuk dapat hidup eksis ia harus senantiasa beradaptasi (menyesuaikan diri) dengan lingkungan. Dengan penyesuaian diri ia akan mengalami perubahan-perubahan ke arah yang lebih maju (modern). Sebagai makhluk hidup, manusia memiliki daya upaya untuk dapat menyesuaikan diri, baik secara aktif maupun pasif. Seseorang aktif melakukan penyesuaian diri bila terganggu keseimbangannya, yaitu antara kebutuhan dan pemenuhan. Untuk itu ia akan merespon dari tidak seimbang menjadi seimbang.

Bentuk ketidakseimbangan yang dapat muncul yaitu: bimbang/ragu, gelisah, cemas, kecewa, frustasi, pertentangan, dsb. Penyesuaian diri seseorang dengan lingkungannya dipengaruhi oleh berbagai faktor antara lain: jenis kelamin, umur, motivasi, pengalaman, serta kemampuan dalam mengatasi masalah. Dua bentuk ketidakseimbangan yang perlu mendapat perhatian yaitu frustasi dan konflik.

a. Frustasi

Ada beberapa faktor penyebab frustasi. Pada umumnya frustasi dapat disebabkan karena: (1) Tertundanya pencapaian tujuan seseorang untuk sementara, atau untuk waktu yang tidak menentu. (2) Sesuatu yang menghambat apa yang sedang dilakukan. Faktor penghambat dapat dibedakan menjadi 2 yaitu faktor interen dan faktor eksteren. Faktor interen yaitu semua faktor yang berasal dari dalam diri seseorang, yang dapat berpengaruh positif atau negatif. Contoh faktor interen yaitu keadaan jasmani dan rohani. Sedangkan faktor eksteren yaitu


(40)

semua faktor yang berasal dari luar dirinya, yang dapat berpengaruh positif atau negatif. Faktor eksteren terbagi lagi menjadi tiga yaitu dari lingkungan keluarga, sekolah, dan masyarakat.

b. Konflik

Konflik (pertentangan) dapat muncul apabila terjadi ketidakseimbangan dalam diri individu. Salah satu contoh: ‘Seseorang dihadapkan pada beberapa pilihan yang harus dipilih satu, atau beberapa diantaranya’. Seseorang yang mengalami konflik dan tidak segera diatasi, dapat menimbulkan gangguan perilaku. Beberapa contoh lain untuk situasi konflik adalah sebagai berikut.

1) Approach-approach: Berhadapan dengan 2 pilihan yang menarik. 2) Avoidance-avoidance: Berhadapan dengan 2 pilihan yang tidak

diinginkan.

3) Approach-avoidance: Satu pilihan menyenangkan dan satu pilihan tidak menyenangkan.

4) Double approach avoidance conflict: banyak konflik, dan sebagainya.

2. Maladaptif

Beberapa petunjuk yang dapat digunakan untuk mendeteksi adanya maladaptif: (a) Sensitif terhadap kritik: Individu tidak biasa merespon secara positif terhadap koreksi, juga tidak dapat mengkritisi diri sendiri. (b) Tidak mampu kompetisi: Individu hanya mau berkompetisi dengan kawan yang jelas dapat dikalahkan.


(41)

E. Faktor – Faktor yang Memengaruhi Suksesnya Masa Transisi ke Masa Menjadi Orang Tua pada Saat Post Partum

1. Respon dan Dukungan Keluarga dan Teman

Bagi ibu post partum akan sangat membutuhkan dukungan orang-orang terdekatnya karena ia belum sepenuhnya berada pada kondisi stabil, baik fisik maupun psikologisnya. Ia masih sangat asing dengan perubahan peran barunya yang begitu fantastis terjadi dalam waktu yang begitu cepat, yaitu peran sebagai seorang “ ibu “.

2. Hubungan dari Pengalaman Melahirkan terhadap Harapan dan Aspirasi

Hal yang dialami ibu ketika melahirkan akan sangat mewarnai alam perasaannya terhadap perannya sebagai seorang ibu. Ia akhirnya menjadi tahu bahwa begitu beratnya ia harus berjuang untuk melahirkan bayinya dan hal tersebut akan memperkaya pengalaman hidupnya untuk lebih dewasa. Banyak kasus terjadi setelah seorang ibu melahirkan anaknya yang pertama, ia akan bertekad untuk lebih meningkatkan kualitas hubungannya dengan ibunya.

3. Pengaruh Budaya

Adanya adat-istiadat yang dianut oleh lingkungan dan keluarga sedikit banyak akan mempengaruhi keberhasilan ibu dalam melewati masa transisi ini. Dalam hal ini, tenaga kesehatan harus bijaksana dalam menyikapi, namun tidak mengurangi kualitas asuhan yang harus diberikan. Keterlibatan keluarga dari awal dalam menentukan banyak asuhan dan perawatan yang harus diberikan pada ibu dan bayi akan memudahkan perawat dalam memberikan asuhan.


(42)

F. Arti Ibu 1. Pengertian

Pengertian keluarga berarti nuclear family yaitu yang terdiri dari ayah, ibu dan anak. Ayah dan ibu dalam melaksanakan tanggung jawab sebagai orang tua dan mampu memenuhi tugas sebagai pendidik. Oleh sebab itu keluarga mempunyai peranan yang besar dalam mempengaruhi kehidupan seorang anak, terutama pada tahap awal maupun tahap-tahap kritisnya, dan yang paling berperan sebagai pendidik anak-anaknya adalah ibu. Peran seorang ibu dalam keluarga terutama pada anak adalah mendidik dan menjaga anak-anaknya dari usia bayi hingga dewasa, karena anak tidak jauh dari pengamatan orangtua terutama ibunya (Asfryati, 2003).

2. Peranan Ibu

Peranan ibu terhadap anak adalah sebagai pembimbing kehidupan di dunia ini. Ibu sangat berperan dalam kehidupan buah hatinya di saat anaknya masih bayi hingga dewasa, bahkan sampai anak yang sudah dilepas tanggung jawabnya atau menikah dengan orang lain seorang ibu tetap berperan dalam kehidupan anaknya (Zulkifli, 1986).

Peranan ibu antara lain:

a. Pemberi aman dan sumber kasih sayang. b. Tempat mencurahkan isi hati.

c. Pengatur kehidupan rumah tangga. d. Pembimbing kehidupan rumah tangga.


(43)

e. Pendidik segi emosional. f. Penyimpan tradisi.

Ibu mempunyai peranan dalam proses anak, yaitu sebagai berikut :

a. Ibu merupakan kelompok terkecil yang anggotanya berinteraksi to face

secara tetap, dalam kelompok demikian perkembangan anak dapat diikuti dengan sesama oleh orang tuanya dan penyesuaian secara pribadi dalam hubungan sosial lebih mudah terjadi.

b. Ibu mempunyai motivasi yang kuat untuk mendidik anak karena anak merupakan cinta kasih hubungan suami istri. Motivasi yang kuat melahirkan hubungan emosional antara orang tua dan anak.

c. Karena hubungan sosial dalam keluarga itu bersifat relatif tetap maka ibu memainkan peranan sangat penting terhadap proses pertumbuhan anak.

3. Anak dalam Pola Asuh Ibu

Sebagaimana telah diuraikan diatas bahwa keluarga pada hakekatnya merupakan wadah pembentukan masing-masing anggotanya, terutama anak-anak yang masih berada dalam bimbingan tanggung jawab ibunya. Dasar pemikiran dan pertimbangannya adalah sebagai berikut :

a. Ibu adalah tempat perkembangan awal seorang anak, sejak saat kelahirannya sampai proses perkembangan jasmani dan rohani berikutnya. Bagi seorang anak, keluarga memiliki arti dan fungsi yang


(44)

vital bagi kelangsungan hidup maupun dalam menemukan makna dan tujuan hidupnya.

b. Untuk mencapai perkembangannya seorang anak membutuhkan kasih sayang, perhatian dan rasa aman untuk berlindung dari ibunya.

c. Seorang ibu merupakan dunia keakraban seorang anak. Sebab dalam pelukan ibu dia mengalami pertama-tama hubungan dengan manusia dan memperoleh kasih sayang dari dunia sekelilingnya. Pengalaman hubungan dengan keluarga semakin diperkuat dalam proses pertumbuhan sehingga melalui pengalaman makin mengakrabkan seorang anak dengan lingkungan keluarga. Keluarga menjadi dunia dalam batin anak dan keluarga bukan menjadi suatu realitas diluar seorang anak akan tetapi menjadi bagian kehidupan pribadinya sendiri. Anak akan menemukan arti dan fungsinya.


(45)

BAB III

KERANGKA PENELITIAN

A. KerangkaKonsep

Persalinan atau kelahiran adalah proses pengeluaran hasil konsepsi (janin dan uri) yang telah cukup bulan atau dapat hidup di luar kandungan melalui jalanlahir atau melalui jalan lain dengan bantuan atau tanpa bantuan. Persalinan merupakan saat yang dinanti-nantikan oleh ibu hamil, terutama primigravida

(kehamilan pertama) untuk segera dapat merasakan kebahagiaan melihat dan memeluk bayi yang telah dikandungnya selama berbulan-bulan. Akan tetapi, kehadiran seorang anak tidak selamanya menjadi suatu kebahagiaan. Bagi ibu yang menghadapi persalinan anak pertama merupakan suatu pengalaman baru dan merupakan masa-masa yang sulit, sehingga berbagai macam dampak psikologis yang dialami oleh ibu.

Konsep-konsep dalam penelitian ini digambarkan dalam skema di bawah ini:

Skema 1. Kerangka Penelitian Kelahiran Anak Pertama

Dampak Psikologis pada Ibu - Taking in

- Taking hold


(46)

B. Defenisi Operasional

No Variabel Defenisi Operasional Hasil Ukur Skala Ukur

1. Dampak Kelahiran anak pertama pada ibu

Respon psikologis ibu terhadap kelahiran anak pertama, sebagai proses penyesuaian (adaptasi) terhadap peran barunya, terdiri dari 3 tahapan yaitu tahap ketergantungan (taking in), tahap

kemandirian (taking hold), dan tahap penerimaan peran barunya sebagai seorang ibu dari anak yang baru dilahirkan (letting go)

Dampak Psikologis: - Baik

- Buruk


(47)

BAB IV

METODE PENELITIAN

A. Desain Penelitian

Penelitian ini menggunakan desain penelitian deskriptif yang bertujuan untuk mengidentifikasi dampak kelahiran anak pertama pada ibu yang melahirkan di Ruang Bersalin RSUD Kumpulan Pane Tebing Tinggi.

B. Populasi, Sampel Penelitian dan Tehnik Sampling 1. Populasi

Populasi penelitian ini adalah ibu yang melahirkan anak pertama di Ruang Bersalin RSUD Kumpulan Pane Tebing Tinggi. Berdasarkan data Statistik

Kunjungan Pasien yang datang ke RSUD Kumpulan Pane Tebing Tinggi pada bulan Maret 2013, khususnya pasien ibu bersalin dengan status primipara berjumlah 30 orang. Penelitian ini dilakukan selama 1 bulan.

2. Sampel

Tehnik pengambilan sampel menggunakan total sampling, sehingga jumlah sampel dalam penelitian ini sebanyak 30 orang, dengan kriteria sampel:

a. Bersedia menjadi sampel penelitian b. Ibu primipara (melahirkan anak pertama)


(48)

C. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di RSUD Kumpulan Pane Tebing Tinggi. Pemilihan lokasi ini sebagai tempat penelitian karena karena belum pernah di lakukan penelitian tentang pelaksanaan pelayanan kesehatan masyarakat. Selain itu berdasarkan hasil survei awal, pemberian asuhan keperawatan maternitas khususnya berfokus pada ibu bersalin belum maksimal.

Alokasi waktu penelitian ini dimulai pada bulan Juni sampai dengan Juli 2013.

D. Pertimbangan Etik

Penelitian ini dilakukan setelah mendapat izin dari institusi Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara dan mengajukan permohonan penelitian kepada Direktur RSUD Kumpulan Pane Tebing Tinggi. Kemudian peneliti

meminta izin kepada Kepala Ruangan Bersalin, setelah mendapatkan izin meneliti, kemudian peneliti melakukan pengumpulan data dengan melakukan wawancara kepada responden dan melibatkan seorang asisten penelitian, yaitu Kepala Ruangan Berasalin.

Setelah calon responden bersedia untuk diteliti, maka responden terlebih dahulu menandatangani lembar persetujuan yang telah dibuat peneliti. Calon responden berhak untuk menentukan sendiri kesediaan berpartisipasi sampai akhir penelitian walaupun penelitian belum selesai. Hal tersebut tercantum dengan jelas dalam informed consent yang berupa persetujuan partisipasi secara tertulis yang ditandatangani oleh responden sebelum penelitian dilaksanakan. Selain itu hak-hak responden dalam penelitian dan kerahasiaan terjaga.


(49)

Sebelum menandatangani informed consent tersebut, calon responden diberi waktu hingga benar-benar paham sepenuhnya atas apa yang akan dijalaninya dalam penelitian.

Jika calon responden tidak bersedia untuk berpartisipasi, maka peneliti tidak memaksa dan tetap menghormati hak-hak responden.

Dalam menjaga kerahasiaan responden, peneliti tidak mencantumkan nama pada lembar pengumpulan data, cukup dengan memakai nomor responden. Kerahasiaan responden dijamin oleh peneliti.

E. Instrumen Penelitian

Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini dalam bentuk kuesioner yang didasarkan pada tinjauan kepustakaan. Kuesioner ini terdiri dari dua bagian, yaitu:

1. Data Demografi

Bagian ini terdiri dari 5 pertanyaan yang berkaitan dengan hal-hal yang mepengaruhi psikologis ibu yaitu, usia, agama, suku, pendidikan terakhir, dan pekerjaan. Data demografi responden bertujuan untuk mengetahui karakteristik calon responden.

2. Dampak Psikologis yang Dialami Ibu

Bagian ini bertujuan untuk mendeskripsikan dampak psikologis yang dialami ibu yang pertama kali menjalani proses persalinan.


(50)

a. Tahap taking in, terdiri dari 5 pertanyaan, dalam skala Likert, “Selalu”

diberi skor 3, “Sering” diberi skor 2, “Kadang-Kadang” diberi skor 1, dan “Tidak Pernah” diberi skor 0.

b. Tahap taking hold, terdiri dari 5 pertanyaan, dalam skala Likert, “Selalu” diberi skor 3, “Sering” diberi skor 2, “Kadang-Kadang” diberi skor 1, dan “Tidak Pernah” diberi skor 0.

c. Tahap letting go, terdiri dari 5 pertanyaan, dalam skala Likert, “Selalu”

diberi skor 3, “Sering” diberi skor 2, “Kadang-Kadang” diberi skor 1, dan “Tidak Pernah” diberi skor 0.

F. Uji Validitas dan Reabilitas Instrumen

Uji validitas dapat diuraikan sebagai tindakan ukuran penelitian yang sebenarnya yang memang didesain untuk mengukur. Validitas berkaitan dengan nilai sesungguhnya dari hasil penelitian dan merupakan karakteristik yang penting dalam penelitian yang baik (Setiadi, 2007). Uji validitas yang dilakukan

merupakan validitas internal yang mengacu pada isi instrumen (content validity/validitas isi). Uji ini memakai content validity indeks, yang akan dilakukan dengan dikonsultasikan kepada yang ahli di bidangnya.

Uji reliabilitas instrumen adalah suatu uji yang dilakukan untuk mengetahui sejauh mana suatu instrumen akan menghasilkan suatu hasil yang sama/konsistensi dalam penggunaannya secara berulang kali, sehingga dapat digunakan untuk penelitian selanjutnya dalam ruang lingkup yang sama (Dempsey & Dempsey, 200). Pengujian reliabilitas dalam penelitian ini dilakukan dengan


(51)

internal consistency, yaitu dengan cara mencobakan instrumen sekali saja, kemudian hasilnya dianalisa. Uji reliabilitas ini dilakukan kepada 10 orang ibu primipara di RSUD Kumpulan Pane dengan responden yang berbeda dengan sampel penelitian tetapi mempunyai karakteristik yang sama.

Pada penelitian ini pengujian reliabilitas menggunakan analisis

Cronbach’s Alpha, yaitu untuk mencari reliabilitas instrumen yang skornya bukan 1 dan 0. Instrumen dikatakan reliabel bila nilai alpha 0,6 – 0,9 (Polit & Hugler, 1995).

G. Pengumpulan data

Pengumpulan data dilakukan setelah mengikuti langkah-langkah pengumpulan data yaitu: pertama mengajukan permohonan izin pelaksanaan penelitian pada institusi pendidikan (Fakultas keperawatan USU) dan

mengirimkan izin tersebut kepada institusi tempat penelitian (RSUD Kumpulan Pane Tebing Tinggi). Setelah mendapatkan izin dari institusi tempat penelitian, pengumpulan data dilaksanakan. Peneliti menentukan calon responden yang bersedia untuk menjadi sampel penelitian.

Pemilihan calon responden dilakukan setelah ibu menjalani proses persalinan dan telah berada di ruang pemulihan (perinatologi). Selain itu peneliti juga memperhatikan kondisi ibu, apakah sudah siap untuk dilakukan proses wawancara.

Setelah mendapatkan calon responden, kemudian peneliti menjelaskan tentang tujuan, manfaat dan proses pengisian kiesioner, calon responden yang


(52)

bersedia diminta untuk menandatangani informed consent (lembar persetujuan). Setelah responden setuju, kemudian melakukan proses wawancara terhadap kondisi psikologis ibu selama ±15 menit. Setelah peneliti mendapatkan data yang diinginkan sesuai dengan kuesioner, peneliti kemudian menganalisa kelengkapan data. Selanjutnya data yang terkumpul akan dianalisa.

H. Analisa Data

Setelah semua data terkumpul, maka peneliti melakukan analisa data melalui beberapa tahap. Pertama, editing, yaaitu memeriksa nama dan kelengkapan identitas dan data responden serta memastikan bahwa semua

jawaban telah diisi dengan benar sesuai dengan petunjuk. Kemudian coding, yaitu memberi kode atau angka tertentu pada kuesioner untuk mempermudah dalam menganalisa data. Selanjutnya peneliti memasukkan data ke dalam komputer dan dilakukan pengolahan data dengan menggunakan tehnik komputerisasi.

Metode statistik untuk analisa data yang akan digunakan pada penelitian ini adalah:

1. Statistik Univariat

Statistik univariat adalah suatu metode untuk menganalisa data dari suatu variabel yang bertujuan untuk mendeskripsikan suatu hasil penelitian (Polit & Hugler, 2002). Pada penelitian ini metode statistik univariat digunakan untuk menganalisa karakteristik responden, dampak psikologis persalianan pertama pada ibu (taking in, taking hold, letting go).


(53)

Dalam penelitian ini indikator yang digunakan dalam mengkaji dampak dampak psikologis pada ibu (taking in, taking hold, letting go), sebagai berikut:

Rentang P =

Banyak kelas

45 – 0

= = 22,5 = 23 2

Skor 23 – 45 : Baik Skor 0 – 22 : Buruk


(54)

BAB V

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Penelitian

1. Pelaksanaan Penelitian

Penelitian ini dilakukan selama 5 minggu, yaitu mulai tanggal 01 Juni sampai dengan 06 Juli 2013 di RSUD Kumpulan Pane Tebing Tinggi. Jumlah seluruh responden pada penelitian ini adalah 30 orang ibu yang melahirkan anak pertama.

2. Karakteristik Demografi Responden

Deskripsi karakteristik demografi responden terdiri dari usia, agama, suku, pendidikan terakhir, dan pekerjaan. Hasil penelitian menunjukan mayoritas responden berada pada rentang usia 22-35 tahun (73,3%), beragama Islam (73,3%), dan bersuku Batak (60%), memiliki jenjang pendidikan SMA (73,3%), dan status pekerjaan sebagai ibu rumah tangga (46,7%).

Sebaran karakteristik demografi responden dapat dilihat pada Tabel.1 di halaman berikut:

Tabel 1. Distribusi Frekuensi dan Persentasi Karakteristik Demografi Responden

(n=30)

No Karakteristik Demografi N %


(55)

<20 tahun 20-35 tahun >35 tahun 3 22 7 10,0 73,3 16,7 2. Agama

Islam Protestan Katolik Budha Lain-lain 22 5 3 0 0 73,3 16,7 10,0 0 0 3. Suku

Jawa Batak Minang Lain-lain 9 18 1 2 30,0 60,0 3,3 6,7 4. Pendidikan

S1 D3 SMA SMP 0 5 22 3 0 16,7 73,3 10,0 5. Pekerjaan

Pegawai Negeri Wiraswasta IRT 1 5 14 3,3, 16,7 46,7


(56)

Lain-lain 10 33,3

3. Dampak Psikologis Ibu terhadap Kelahiran Anak Pertama

Hasil penelitian menunjukan bahwa dampak psikologis yang terjadi pada ibu akibat kelahiran anak pertama adalah mayoritas responden mengalami dampak psikologis yang buruk (80%). Hal tersebut dapat dilihat pada Tabel.2 berikut:

Tabel 2. Distribusi Frekuensi dan Persentasi Dampak Psikologi akibat Kelahiran Anak Pertama (n=30)

Dampak Psikologi N %

Baik 6 20

Buruk 24 80

Hasil penelitian di atas disimpulkan berdasarkan penyebaran kuesioner kepada 30 responden, yaitu pada tahap taking in terlihat hasil yang menonjol (ekstrim), dimana mayoritas responden tidak pernah menolak memeluk bayinya (56,7%), dan segala kebutuhan sehari-hari ibu seperti mandi, makan, dan aktivitas selalu dibantu suami atau keluarga (56,7%). Tahap taking hold menunjukan bahwa mayoritas ibu tidak pernah khawatir tidak akan mampu mengurus dirinya lagi setelah memiliki bayi (70%). Sedangkan pada tahap letting go ditemukan mayoritas responden tidak pernah khawatir bayi yang dilahirkannya tidak akan diterima dalam keluarga (80%).


(57)

Hasil penyebaran kuesioner tersebut dapat dilihat pada Tabel.3 berikut: Tabel 3. Distribusi Frekuensi dan Persentasi Adaptasi Psikologi Ibu (taking in,

taking hold, tetting go) akibat Kelahiran Anak Pertama (n=30)

No Pernyataan TP KD SR SL

Tahap Taking In % % % %

1. Ibu menolak memeluk bayinya 56,7 20,0 23,3 0 2. Ibu lebih banyak diam dari pada

berkomunikasi dengan orang lain 3,3 40,0 56,7 0 3. Ibu lebih banyak tidur dari pada

bersama bayinya

0 60,0 33,3 6,7

4. Ibu khawatir dengan keadaan kesehatannya

0 26,7 46,7 26,7

5. Segala kebutuhan sehari-hari ibu seperti mandi, makan, dan aktivitas lebih banyak dibantu suami atau keluarga

0 0 43,3 56,7

Tahap Taking Hold % % % %

6. Ibu banyak menanyakan keadaan kesehatan bayinya

0 13,3 80,0 6,7

7. Ibu merasa mampu melakukan perawatan dirinya

0 26,7 73,3 0


(58)

9. Ibu khawatir tidak akan mampu

mengurus dirinya lagi setelah memiliki bayi

70,0 10,0 20,0 0

10. Ibu khawatir tidak bisa merawat bayinya dengan baik

0 43,3 56,7 0

Tahap Letting Go % % % %

11. Ibu mencemaskan perannya untuk

tetap menjadi istri yang baik 6,7 73,3 20,0 0 12. Ibu mencemaskan kemampuannya

dalam mendidik dan membesarkan anaknya

0 56,7 43,3 0

13. Ibu khawatir bayi yang dilahirkannya

tidak akan diterima dalam keluarga 80,0 20,0 0 0 14. Ibu takut tidak mampu membagi

waktu dalam merawat bayi, suami, rumah dan pekerjaan (jika ada)

0 60,0 40,0 0

15. Ibu berencana tidak akan hamil lagi karena takut menjalani proses persalinan lagi


(59)

B. Pembahasan

1. Karkteristik Responden

Hasil penelitian menunjukan mayoritas responden berada pada rentang usia 20-35 tahun (73,3%), yang artinya mayoritas responden berada pada usia dewasa dini. Menurut Freud dalam Bertenz (2006), masa dewasa dini merupakan masa usia produktif, tidak hanya pada kegiatan sehari-hari tetapi organ kewanitaan telah berkembang secara sempurna, sehingga mereka sudah cukup mampu untuk hamil dan melahirkan. Masa dewasa dini disebut juga sebagai masa penyesuaian diri dengan cara hidup baru, dimana lingkungan yang dijalani pasti berbeda dengan lingkungan di usia remaja. Pada usia dewasa dini akan mulai memasuki lingkungan rumah tangga dan pekerjaan, serta sosial masyarakat. Hal ini tentu sesuai dengan karakteristik responden pada penelitian ini yaitu ibu primipara.

Freud dalam Bertenz (2006) juga menyebutkan bahwa masa dewasa dini merupakan masa ketergantungan terhadap orang lain, terutama diawal-awal masa pasca melahirkan. Hal ini juga terlihat dari hasil penelitian bahwa pada tahap

taking in mayoritas responden menyatakan segala kebutuhan sehari-hari seperti mandi, makan, dan aktivitas lebih banyak dibantu suami atau keluarga (56,7%). Hal ini juga sesuai dengan pendapat Rubin (1963) dalam Verney (2007) bahwa pada tahap taking in ibu sangat membutuhkan orang lain untuk membantu kebutuhannya yang utama yaitu istirahat (tidur) dan makan.

Hasil penelitian menunjukan bahwa mayoritas responden beragama Islam (73,3%). Pada dasarnya, belum ada penelitian tentang bagaimana pengaruh


(60)

keagamaan terhadap psikologis ibu pasca melahirkan, akan tetapi Roy dalam Araich (2001) menyebutkan bahwa salah satu faktor internal yang dapat berpengaruh positif atau negatif terhadap psikologis dan adaptasi seseorang adalah keadaan rohani (kepercayaan). Hasil yang diperoleh peneliti menunjukkan mayoritas responden memiliki dampak psikologi yang buruk akibat proses kelahiran anak pertama (80%). Penelitian yang dilakukan oleh Fitriyani (2009) tentang Peran Bimbingan Rohani Islam untuk Menumbuhkan Koping Stres pada Pasien Pra Melahirkan, mengatakan bahwa bimbingan kerohanian dapat dijadikan sebagai pencegahan, pengobatan, dan pengembangan terhadap berbagai masalah psikologis yang bisa berdampak pada stres akibat proses melahirkan terutama anak pertama.

Setiap agama memiliki fungsi yang sangat positif bagi penganutnya, bagaimana pengaruhnya tergantung dari individu tersebut menjalaninya. Biasanya ibu antepartum sebelum dirawat di rumah sakit pun sudah memiliki masalah dan juga belum mempunyai pengalaman melahirkan atau melahirkan anak pertama. Mereka sering mengalami kekhawatiran dan ketakutan yang akan terus berlanjut hingga pasca melahirkan, dan apabila tidak segera ditangani akan mengalami dampak psikologis yang negatif. Maka dari itu, selain faktor keagamaan perlu adanya faktor dukungan dari suami dan keluarga, karena ibu yang baru saja mengalami proses reproduksi sangat membutuhkan dukungan psikologis dari orang-orang terdekatnya (Varney, 2007).

Mayoritas responden bersuku Batak (60%). Bobak (2004) menyebutkan adanya adat-istiadat yang dianut oleh lingkungan dan keluarga sedikit banyak


(61)

akan mempengaruhi keberhasilan ibu dalam melewati masa transisi. Dari hasil penelitian diperoleh data ibu tidak pernah khawatir bayi yang dilahirkannya tidak akan diterima dalam keluarga (80%). Hal ini menunjukan bahwa keluarga sangat menantikan kehadiran anggota baru (anak). Peneliti berasumsi, meskipun dalam suku Batak biasanya lebih mengutamakan kehadiran anak laki-laki sebagai penerus marga keluarga, namun kehadiran, keselamatan, dan kesehatan anak pertama memiliki arti dan nilai yang lebih penting bagi keluarga.

Tingkat pendidikan responden sebagian besar adalah SMA (73,3%), dan hanya 16,7% yang memiliki pendidikan hingga DIII. Hal ini senada dengan penelitian yang dilakukan oleh Maulina (2010) di RS Panti Wilasa Citarum Semarang, bahwa data pendidikan ibu pasca melahirkan paling banyak adalah SMA (34%). Menurut Notoatmodjo (2005), semakin tinggi tingkat pendidikan sesorang maka seseorang tersebut akan lebih mudah dalam menerima hal-hal baru. Maulina (2010) menjelaskan ada hubungan antara tingkat pengetahuan dengan sikap yang dilakukan ibu pasca melahirkan. Ini terlihat dari hasil penelitian bahwa pada tahap taking ini, ibu tidak pernah menolak memeluk bayinya (56,7%). Berbeda dengan pendapat Rubin (1963) dalam Varney (2007) yang menyebutkan bahwa pada tahap taking in ibu belum mempunyai inisiatif untuk kontak dengan bayinya. Hal ini menunjukan bahwa kebiasaan atau budaya Barat tidak sama dengan kebiasaan di Indonesia. Hampir setiap ibu di Indonesia pasti akan memeluk bayi yang baru dilahirkannya.

Mayoritas responden sebagai ibu rumah tangga (46,7%). Menurut Bobak (2004) jenis pekerjaan dapat mempengaruhi tinggi rendahnya aktivitas fisik pada


(62)

ibu selama masa kehamilan. Aktivitas fisik dalam rentang rendah-sedang yang dapat menimbulkan rasa nyaman pada ibu sangat dibutuhkan karena membantu menghadapi proses persalinan, baik fisik maupun kondisi psikologis dan akan berpengaruh hingga periode pasca melahirkan. Pada tahap taking hold

menunjukan bahwa mayoritas ibu tidak pernah khawatir tidak akan mampu mengurus dirinya lagi setelah memiliki bayi (70%). Ibu yang bekerja sebagai ibu rumah tangga tentu memiliki waktu yang lebih banyak dalam mengurus bayi dan dirinya sendiri dari pada ibu yang bekerja di luar rumah. Mereka akan lebih fokus pada kesehatan dan tumbuh kembang bayi dengan tidak mengabaikan kesehatan ibu sendiri.

Namun, kesiapan ekonomi keluarga juga mempengaruhi kesejahteraan psikologis ibu tergantung pada besar kecilnya kebahagiaan pasangan (suami) dan anggota keluarga lainnya dalam menanggapi dan mempersiapkan kelahiran bayi baru. Setiap ibu yang melahirkan anak pertama akan merasakan kecemasan yang lebih tinggi dibandingkan dengan ibu yang sudah pernah melahirkan (Ambaryani, 2001). Kecemasan pada calon ibu disebabkan adanya rasa takut terhadap kesehatan, kesulitan keuangan dan masalah-masalah pokok lain dalam kehidupan. Hal ini sejalan dengan hasil penelitian yang menunjukan dampak psikologis yang dialami ibu yang melahirkan anak pertama dalam kategori buruk (80%).

Penelitian dari Rahmadani (2007) menyebutkan bahwa sekitar 22% - 34% dari populasi wanita yang hidupnya dalam kemiskinan dapat mengalami depresi dua kali lipat lebih tinggi. Depresi tentu bisa terjadi pada ibu yang baru melahirkan, khususnya anak pertama jika ibu tidak mampu mengadaptasikan


(63)

dirinya. Selain perubahan peran, ibu tidak hanya mengatur kebutuhan diri sendiri dan rumah tangga akan tetapi juga mengatur kebutuhan bayi, mulai dari pakaian, makanan, susu, hingga perlengkapan mainan bayi. Jika ibu gagal menghadapi tantangan tersebut, maka ibu bisa saja mengalami depresi akibat dampak psikologis yang buruk pasca melahirkan (Beck, 2001). Ini terlihat dari hasil penelitian bahwa pada tahap letting go mayoritas ibu kadang-kadang mencemaskan perannya untuk tetap menjadi istri yang baik (73,3%), kadang-kadang mencemaskan kemampuannya dalam mendidik dan membesarkan anaknya (56,7%), dan kadang-kadang takut tidak mampu membagi waktu dalam merawat bayi, suami, rumah dan pekerjaan (60,0%).

2. Dampak Psikologis Ibu akibat Kelahiran Anak Pertama

Menurut Ambaryani (2001) setiap ibu yang melahirkan anak pertama akan merasakan kecemasan yang lebih tinggi dibandingkan dengan ibu yang sudah pernah melahirkan, hasil penelitian yang diperoleh menunjukan bahwa dampak psikologis yang terjadi pada ibu akibat kelahiran anak pertama adalah mayoritas responden mengalami dampak psikologis yang buruk (80%). Artinya ibu belum mampu menyesuaikan diri dalam menjalani peralihan dan perubahan pola hidup, baik biologis maupun psikologis dari ibu hamil menjadi ibu yang merawat anak. Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan Damayanti (2005), bahwa 80% ibu mengalami rasa khawatir, was-was, gelisah, takut dan cemas dalam

menghadapi persalinan, serta perubahan-perubahan fisik dan psikis yang akan terjadi. Seperti yang telah dibahas sebelumnya, pendidikan ibu, pekerjaan ibu


(64)

sebagai rumah tangga, dapat menjadi faktor yang mempengaruhi psikologis ibu dalam menjalani peran barunya sebagai seorang ibu. Kelahiran seorang anak akan menyebabkan timbulnya suatu tantangan mendasar terhadap struktur interaksi keluarga.

Bagi seorang ibu, melahirkan bayi adalah suatu peristiwa yang sangat membahagiakan sekaligus juga suatu peristiwa yang berat, penuh tantangan dan kecemasan, terutama anak pertama, sehingga dapat dipahami bahwa sebanyak 80% ibu mengalami dampak psikologis yang buruk akibat kelahiran anak pertama. Hasil tersebut didukung dari data penelitian yang diperoleh bahwa mayoritas responden sering menanyakan kesehatan bayinya (80%), dan sering khawatir tidak bisa merawat bayinya dengan baik (56,7%). Ini sesuai dengan pendapat Kusmiyati (2010) yaitu bagi ibu yang menghadapi persalinan anak pertama merupakan suatu pengalaman baru dan merupakan masa-masa yang sulit. Ibu akan merasakan kecemasan yang lebih tinggi dibandingkan dengan ibu yang sudah pernah melahirkan. Kecemasan tersebut disebabkan adanya rasa takut terhadap kesehatan, kesulitan keuangan dan masalah-masalah pokok lain dalam kehidupan, termasuk pengetahuan tentang kehamilan, proses persalinan hingga cara perawatan bayi yang baru lahir (Ambaryani, 2001).

Hasil dari penelitian ini memberikan arti bahwa selain kesehatan biologis anak dan kesehatan biologis ibu pasca melahirkan (misalnya perawatan bayi baru lahir, perawatan pada ibu masa nifas), kesehatan psikologis ibu juga harus

mendapat perhatian khusus dari petugas kesehatan khususnya perawat. Perawat harus dapat mengenal tanda dan gejala dari dampak psikologis buruk yang akan


(65)

dialami ibu, dan melakukan pendekatan serta penyuluhan kesehatan untuk membantu ibu melewati masa transisinya, bahkan hingga ibu telah pulang ke rumah (home care). Karena jika penanganan terhadapnya baru akan menjadi perhatian lebih dari pihak-pihak profesional setelah ibu mengalami psikologis yang buruk bahkan menuju ke arah depresi, makan akan ada dampak yang lebih buruk terutama dalam hubungan perkawinan dengan suami dan dengan anaknya (Iskandar, 2004)


(66)

BAB VI

KESIMPULAN DAN SARAN

1. Kesimpulan

Berdasarkan penelitian untuk mengidentifikasi dampak kelahiran anak pertama pada ibu yang melahirkan di RSUD Kumpulan Pane Tebing Tinggi, dapat diambil kesimpulan sebagai berikut:

a. Dampak psikologi pada tahap taking in ditemukan bahwa sebanyak 56,7% responden tidak pernah menolak memeluk bayinya. Hal ini tidak sejalan dengan pendapat Rubin (1963) dalam Varney (2007) yang menyebutkan bahwa pada tahap taking in ibu belum mempunyai inisiatif untuk kontak dengan bayinya. Ini menunjukan bahwa teori dari Rubin tidak sepenuhnya bisa diterapkan dalam kebiasaan orang Indonesia, karena sebagian besar ibu di Indonesia pasti akan memeluk bayi yang baru dilahirkannya

Mayoritas responden mengatakan segala kebutuhan sehari-hari ibu seperti mandi, makan, dan aktivitas selalu lebih banyak dibantu suami dan keluarga (56,7%). Hal ini sesuai dengan pendapat Rubin (1963) dalam Verney (2007) bahwa pada tahap taking in ibu sangat membutuhkan orang lain untuk membantu kebutuhannya yang utama yaitu istirahat (tidur) dan makan.

b. Dampak psikologi pada tahap taking hold ditemukan bahwa sebanyak 70% responden tidak pernah khawatir tidak akan mampu mengurus


(67)

dirinya lagi setelah memiliki bayi. Hal ini dipengaruhi oleh tingkat pendidikan yang cukup baik dan pekerjaan.

c. Dampak psikologi pada tahap letting go ditemukan bahwa sebanyak 80% responden tidak pernah khawatir bayi yang akan dilahirkannya tidak akan diterima dalam keluarga. Hal ini menunjukan bahwa keluarga sangat menantikan kehadiran anggota baru (anak).

d. Secara keseluruhan dampak psikologi akibat kelahiran anak pertama mayoritas responden (80%) mengalami dampak psikologi yang buruk. Artinya ibu belum mampu menyesuaikan diri dalam menjalani peralihan dan perubahan pola hidup. Hal ini disebabkan karena ibu merasa khawatir, was-was, gelisah, takut dan cemas dalam menghadapi persalinan, serta perubahan-perubahan fisik dan psikis yang akan terjadi. Kecemasan tersebut bisa disebabkan adanya rasa takut terhadap kesehatan, kesulitan keuangan dan masalah-masalah pokok lain dalam kehidupan, termasuk pengetahuan tentang kehamilan, proses persalinan hingga cara perawatan bayi yang baru lahir.

e. Peneliti menyadari banyak kekurangan dikarenakan keterbatasan peneliti,dimana menurut pendapat Rubin (1963) dalam Varney seharusnya dilakukan pada tahap taking in (1-2 hari), taking hold (dihari ketiga) dan

letting go (hari dimana ibu sudah kembali kerumah) tetapi peneliti hanya melakukan dalam beberapa hari saja yaitu hari kedua dan hari ketiga. Peneliti menyadari dangan keterbatasan ini jugalah yang menyebabkan dampak psikologi yang buruk terjadi pada reseponden dikarenakan


(1)

21

26

1

2

3

4

0

2

2

2

3

2

2

1

0

2

1

1

0

1

1

20

22

33

2

2

3

2

2

2

2

2

2

2

1

1

2

2

2

2

1

2

1

26

23

17

2

2

4

3

0

1

1

2

2

2

2

1

0

1

1

2

0

2

0

17

24

25

1

2

2

1

0

2

2

2

3

2

2

1

0

2

1

1

0

1

1

20

25

31

1

2

2

3

2

2

1

2

3

1

1

1

0

1

1

1

0

1

1

18

26

43

1

2

3

2

2

2

3

3

3

3

1

2

2

2

2

2

1

2

1

31

27

37

1

1

3

2

2

2

3

3

3

1

1

1

2

2

2

2

1

2

1

28

28

29

1

2

2

4

0

2

1

1

3

2

2

1

0

2

1

1

0

1

1

18

29

24

1

1

3

3

0

0

1

2

2

2

2

0

0

1

1

2

0

2

0

15


(2)

OUTPUT SPSS

Usia

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid <20 Tahun 3 10.0 10.0 10.0

22 - 35 Tahun 22 73.3 73.3 73.3

>35 Tahun 7 16.7 16.7 16.7

Total 30 100.0 100.0

Agama

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid Islam 22 73.3 73.3 73.3

Protestan 5 16.7 16.7 90.0

Katolik 3 10.0 10.0 100.0

Total 30 100.0 100.0

Suku

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid Jawa 9 30.0 30.0 30.0

Batak 18 60.0 60.0 90.0

Minang 1 3.3 3.3 93.3

Lain-Lain 2 6.7 6.7 100.0

Total 30 100.0 100.0

Pendidikan Terakhir

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent


(3)

Pekerjaan

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid Pegawai Negeri 1 3.3 3.3 3.3

Wiraswasta 5 16.7 16.7 20.0

IRT 14 46.7 46.7 66.7

Lain-Lain 10 33.3 33.3 100.0

Total 30 100.0 100.0

Dampak Psikologis Ibu

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid Baik 6 20.0 20.0 6.7

Buruk 23 80.0 80.0 83.3


(4)

(5)

(6)

Riwayat Hidup

Nama

: Riri Handayani

Tempat/Tgl Lahir

: Tebing Tinggi/27-01-1992

Jenis Kelamin

: Perempuan

Kewarganegaraan

: Indonesia

Agama

: Islam

Status Perkawinan

: Menikah

TB/ BB

: 162 cm/ 62 kg

Alamat

: Jl.Bukit Suling No.12 Tebing Tinggi

Telepon

: 085762441524/085359998916

Riwayat Pendidikan :

1.

SD SWASTA R.A KARTINI

(1997-2003)

2.

SMP NEGERI 8 Tebing Tinggi

(2003-2006)

3.

SMA NEGERI 1 Tebing Tinggi

(2006-2009)