Efek Pemberian Tepung Indigofera (Indigofera sp.) Sebagai Substitusi Konsentrat Komersial terhadap Produksi dan Kualitas Susu Sapi FH

i

EFEK PEMBERIAN TEPUNG INDIGOFERA (Indigofera sp.)
SEBAGAI SUBSTITUSI KONSENTRAT KOMERSIAL
TERHADAP PRODUKSI DAN KUALITAS SUSU SAPI FH

SADIYAH

DEPARTEMEN ILMU NUTRISI DAN TEKNOLOGI PAKAN
FAKULTAS PETERNAKAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013

iii

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Efek Pemberian
Tepung Indigofera (Indigofera sp.) sebagai Substitusi Konsentrat Komersial
terhadap Produksi dan Kualitas Susu Sapi FH adalah benar karya saya dengan

arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada
perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya
yang diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan
dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, September 2013

Sadiyah
NIM D24090130

ABSTRAK
SADIYAH. Efek Pemberian Tepung Indigofera (Indigofera sp.) sebagai
Substitusi Konsentrat Komersial terhadap Produksi dan Kualitas Susu Sapi FH.
Dibimbing oleh IDAT GALIH PERMANA dan PANCA DEWI MANU HARA
KARTI.
Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi pengaruh pemberian
substitusi konsentrat komersial dengan tepung Indigofera (Indigofera sp.)
terhadap produksi dan kualitas susu sapi Friesian Holstein (FH) di peternakan
rakyat Kecamatan Pasirjambu. Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak

Kelompok - Analysis of Covariance (RAK - Ancova), menggunakan 3 taraf
konsentrat dan tepung Indigofera dengan tiga kelompok (ulangan) berdasarkan
tingkat produksi susu. Sebanyak 9 ekor sapi yang digunakan dan pemberian
perlakuan dilakukan secara acak. Perlakuan terdiri dari R0 (60% hijauan + 40%
konsentrat), R1 (60% hijauan + 32% konsentrat + 8% tepung Indigofera) dan R2
(60% hijauan + 24% konsentrat + 16% tepung Indigofera). Hasil uji statistik
menunjukkan bahwa pemberian tepung Indigofera hingga level 16% sebagai
substitusi konsentrat komersial tidak berbeda nyata terhadap produksi dan kualitas
susu meliputi protein, lemak, bahan kering tanpa lemak, laktosa, berat jenis,
garam dan titik beku.
Kata Kunci : Indigofera sp., konsentrat komersial, kualitas susu, produksi susu.

ABSTRACT
SADIYAH. Effect of Indigofera (Indigofera sp.) Meal as Substitute of
Commercial Concentrate on the Milk Production and Quality of Friesien Holstein
Cows. Supervised by IDAT GALIH PERMANA and PANCA DEWI MANU
HARA KARTI.
This research aimed to evaluate the use of Indigofera (Indigofera sp.) meal
as substitute of commercial concentrate on the quantity and quality of milk of
Friesien Holstein cows at Pasirjambu districts. This research used a randomized

block design and analysis of Covariance (RBD - ANCOVA), in 3 levels of
concentrates and Indigofera meal with 3 replications as a block based on milk
production levels. Nine of dairy cows were used and offered treatments randomly.
The treatments were R0 (60% forage + 40% concentrate), R1 (60% forage + 32%
concentrate + 8% Indigofera meal) dan R2 (60% forage + 24% concentrate + 16%
Indigofera meal). The results showed that there was no significant different on
protein, fat, SNF, lactose, density, salt and freezing point of milk among treatment.
This means Indigofera meal added as substitute of commercial concentrate did not
negative affect milk quantity and quality. Thus, indigofera can be used as
substitute to commercial concentrate up to 16%.
Key words: commercial concentrates, Indigofera sp. , milk quality, milk yield

v

EFEK PEMBERIAN TEPUNG INDIGOFERA (Indigofera sp.)
SEBAGAI SUBSTITUSI KONSENTRAT KOMERSIAL
TERHADAP PRODUKSI DAN KUALITAS SUSU SAPI FH

SADIYAH


Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Peternakan
pada
Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan

DEPARTEMEN ILMU NUTRISI DAN TEKNOLOGI PAKAN
FAKULTAS PETERNAKAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013

vii

Judul Skripsi : Efek Pemberian Tepung Indigofera (Indigofera sp.) Sebagai
Substitusi Konsentrat Komersial terhadap Produksi dan Kualitas
Susu Sapi FH
Nama
: Sadiyah
NIM

: D24090130

Disetujui oleh

Dr Ir Idat G Permana, MScAgr
Pembimbing I

Dr Ir Panca Dewi M. H. K. MS
Pembimbing II

Diketahui oleh

Dr Ir Idat G Permana, MScAgr
Ketua Departemen

Tanggal Lulus: (

)

ix


PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas rahmat dan
karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Judul yang dipilih
dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Januari sampai Februari 2013 ini
adalah Efek Pemberian Tepung Indigofera (Indigofera sp.) sebagai Substitusi
Konsentrat Komersial terhadap Produksi dan Kualitas Susu Sapi FH.
Tingginya harga pakan terutama konsentrat menjadi salah satu alasan
keengganan peternak memberikan konsentrat yang berkualitas baik. Untuk itu,
penulis berharap perlu adaya substitusi pakan agar dapat menekan harga pakan
tersebut. Salah satunya dengan menggunakan tepung Indigofera sebagai bahan
substitusi. Pemanfaatan Indigofera sp. sebagai hijauan pakan sumber protein
adalah salah satu cara dalam memenuhi kebutuhan nutrisi sapi perah dan cukup
menjanjikan dalam memenuhi kebutuhan ternak ruminansia.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini jauh dari kesempurnaan sehingga
penulis mengharapkan kritik dan saran dari pembaca. Penulis berharap karya
ilmiah ini dapat berguna bagi pembaca dan dunia peternakan. Terima kasih.
Bogor, September 2013

Sadiyah


DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
DAFTAR LAMPIRAN
PENDAHULUAN
METODE
Bahan
Alat
Prosedur
Rancangan dan Analisis data
HASIL DAN PEMBAHASAN
Gambaran Umum Peternakan
Produksi Susu
Kualitas Susu
Protein Susu
Total Solid
Lemak Susu
Bahan Kering Tanpa Lemak Susu
Laktosa
Berat Jenis Susu

Titik Beku Susu
Mikrobiologi Susu
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Saran
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
RIWAYAT HIDUP
UCAPAN TERIMA KASIH

vi
vi
1
2
2
2
2
4
4
4

5
6
6
7
7
8
8
8
9
9
9
9
9
10
12
15
15

xi


DAFTAR TABEL
1
2
3
4

Periode laktasi, masa laktasi sapi dan produksi susu awal
Komposisi nutrien bahan pakan
Komposisi nutrien ransum perlakuan (%BK)
Rataan bobot badan awal, konsumsi bahan kering ransum,
kecernaan bahan kering (KCBK) dan kecernaan bahan organik (KCBO)
5 Produksi susu dan produksi susu 4% FCM
6 Rataan kualitas susu
7 Total mikroba susu

2
3
3
3
5

6
9

DAFTAR LAMPIRAN
1
2
3
4
5
6
7
8
9

Hasil ANCOVA produksi susu (liter ekor-1 hari-1)
Hasil ANCOVA produksi susu 4% FCM
Hasil ANCOVA protein susu
Hasil ANCOVA lemak susu
Hasil ANCOVA BKTL susu
Hasil ANCOVA laktosa
Hasil ANCOVA berat jenis susu
Hasil ANCOVA garam susu
Hasil ANCOVA titik beku susu

12
12
12
13
13
13
14
14
14

PENDAHULUAN
Secara geografis dan dilihat dari aspek iklim dan kesuburan tanah,
sebagian besar wilayah Indonesia memiliki potensi yang sangat besar untuk
mengembangkan usaha peternakan. Salah satu sapi yang mudah beradaptasi
adalah sapi FH (Friesien Holstein). Sapi FH memiliki produksi susu tertinggi
dibandingkan dengan bangsa sapi perah lainnya, akan tetapi kadar lemak susunya
rendah. Produksi susu sapi FH sebesar 6.050 liter laktasi-1. Rendahnya populasi
dan tingkat produksi susu sapi menjadi salah satu faktor kurangnya pemenuhan
konsumsi susu di Indonesia, sehingga hal tersebut mengakibatkan masih tingginya
tingkat impor susu di dalam negeri. Berdasarkan Badan Pusat statistik (2009),
produksi susu dalam negeri baru mencapai sekitar 567.7 ribu ton dan hanya
mampu memenuhi 26 % dari kebutuhan susu nasional.
Sebesar 91% produksi susu dalam negeri dihasilkan oleh usaha rakyat.
Peternakan rakyat sapi perah di Kecamatan Pasirjambu, Bandung rata-rata
menghasilkan sebanyak 10 liter ekor -1hari -1 (Triwidyaratih 2011). Faktor yang
mempengaruhi produksi susu yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Faktor
internal diantaranya umur beranak pertama, masa laktasi, masa kering, masa
kosong dan selang beranak, sedangkan faktor eksternal diantaranya yaitu
pemberian pakan, manajemen pemeliharaan dan iklim (Ginting dan Sitepu 1989).
Pakan merupakan faktor utama yang mempengaruhi tingkat produksi susu dan
kualitas susu. Pemberian pakan sesuai kebutuhan diperlukan untuk memenuhi
kebutuhan hidup pokok, pertumbuhan, produksi maupun reproduksi (Bath et al.
1978). Kebutuhan nutrien tersebut dapat dipenuhi dengan pemberian hijauan dan
pakan tambahan (konsentrat) yang berkualitas baik. Konsentrat komersial yang
biasa digunakan oleh peternakan rakyat di Kecamatan Pasirjambu berasal dari
salah satu perusahaan komersial. Namun, tingginya harga konsentrat komersial
tersebut menyebabkan peternak mengurangi jumlah pemberian konsentrat tersebut,
sehingga pemberian pakan yang tidak sesuai dengan kebutuhan ternak
mengakibatkan kualitas susu yang masih jauh dari standar yang telah ditetapkan.
Pemanfaatan Indigofera zollingeriana sebagai hijauan pakan sumber protein
adalah salah satu cara dalam memenuhi kebutuhan nutrisi sapi perah. Indigofera
zollingeriana merupakan salah satu jenis hijauan yang cukup menjanjikan dalam
memenuhi kebutuhan ternak ruminansia. Produktivitas Indigofera sp. mencapai
2.6 ton bahan kering ha-1 tahun -1 (Hassen et al. 2008). Menurut Tarigan (2009),
tingkat produksi bahan kering (BK) total Indigofera sp. pada interval pemotongan
60 hari sebesar 20.69 ton ha-1 tahun -1 dan rasio daun/batang yaitu 1.67. Rasio ini
menunjukkan semakin tinggi nilai rasio maka semakin banyak yang dapat
dimanfaatkan oleh ternak. Indigofera sp. mengandung protein kasar 27.9%, serat
kasar 15.25%, kalsium 0.22% dan fosfor 0.18% (Hassen et al. 2007). Indigofera
sp. memiliki koefisien cerna bahan kering sebesar 68.21% sampai 73.15%,
koefisien cerna bahan organik sebesar 65.33% sampai 70.64%, dan kecernaan
protein kasar mencapai 90.64% (Suharlina 2010).
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengevaluasi pengaruh substitusi
konsentrat komersial dengan tepung Indigofera (Indigofera sp.) terhadap produksi
dan kualitas susu sapi FH.

2
METODE
Bahan
Ternak yang digunakan adalah 9 ekor sapi perah FH, terdiri dari 3 ekor sapi
pada laktasi ke-3 dan 6 ekor pada laktasi ke-2, rumput lapang, konsentrat
komersial dan tepung Indigofera.
Alat
Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini yaitu peralatan
perkandangan, timbangan pakan, plastik, gelas ukur, termos es, dan Milkotester
untuk analisis komposisi susu.
Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Peternakan Sapi Perah yang terletak di Kampung
Gambung Pangkalan, Desa Cisondari, Kecamatan Pasirjambu, Kabupaten
Bandung. Analisis kualitas susu dilakukan di Laboratorium Koperasi Aneka
Usaha Mitra Mandiri, Bandung. Penelitian dilakukan pada bulan Januari sampai
Februari 2013 selama lima minggu.
Prosedur Percobaan
Pemeliharaan
Perlakuan terdiri dari ransum basal (rumput lapang dan konsentrat
komersial) dan tepung Indigofera. Pakan yang diberikan yaitu hijauan dan
konsentrat dengan rasio 60 : 40. Hijauan utama yang diberikan berupa rumput
lapang dan rumput gajah. Hijauan tambahan lainnya adalah daun labu, daun kubis,
rumput raja, kaliandra, daun kol dan daun wortel. Ransum yang diberikan terdiri
dari hijauan, konsentrat komersial dan tepung Indigofera sebagai berikut:
R0 = 60% hijauan + 40% konsentrat
R1 = 60% hijauan + 32% konsentrat + 8% tepung Indigofera
R2 = 60% hijauan + 24% konsentrat + 16% tepung Indigofera
Ransum perlakuan diberikan selama dua minggu sebelum pengamatan
sebagai masa pendahuluan (preliminary period), selanjutnya diikuti dengan
periode pengamatan selama 1 minggu.
Tabel 1 Periode laktasi, masa laktasi sapi dan produksi susu awal
Masa laktasi Periode laktasi Produksi susu awal
Kelompok No sapi
(bulan)
(tahun)
(liter ekor-1 hari-1)
1
6
3
14.36
Produksi
2
8
3
13.71
tinggi
3
4
3
15.82
4
9
2
10.75
Produksi
5
9
2
11.96
sedang
6
9
2
10.78
7
7
2
8.00
Produksi
8
6
2
8.07
rendah
9
4
2
8.68

3
Tabel 2 Komposisi nutrien bahan pakan (%BK)
Rumput
Konsentrat
Tepung
Komposisi nutrien (%)
lapang1)
komersial2)
Indigofera2)
Bahan Kering
21.74
86.7
85.28
Abu
7.43
7.87
7.18
Protein Kasar
6.61
19.49
29.56
Lemak Kasar
1.52
3.73
1.22
Serat Kasar
37.15
18.54
19.5
BETN
47.29
50.37
42.54
TDN
66.76
71.43
68.89
1)

Suhermin (2009); 2)Dianalisis di Laboratorium Ilmu dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan,
Institut Pertanian Bogor (2013); BETN: bahan ekstrak tanpa nitrogen, TDN: total digestible
energy; Rumus perhitungan TDN menurut Wardeh (1981): TDN rumput lapang = 1.6899 + 1.3844
(%protein kasar) + 0.7526 (%BETN) + 0.8279 (%lemak kasar) + 0.5133 (%serat kasar), TDN
konsentrat dan tepung Indigofera = -37.3039 + 1.3045 (%protein kasar) + 1.3630 (%BETN) +
2.1302 (%lemak kasar) + 0.3618 (%serat kasar).

Tabel 3 Komposisi nutrien ransum perlakuan berdasarkan perhitungan (%BK)
Perlakuan
Komposisi nutrien (%)
R0
R1
R2
Bahan Kering
47.72
47.61
47.50
Abu
7.61
7.55
7.50
Protein Kasar
11.76
12.57
13.37
Lemak Kasar
2.40
2.20
2.00
Serat Kasar
29.71
29.86
29.86
BETN
48.52
47.27
47.27
TDN
68.63
68.42
68.22
R0 (60% hijauan + 40% konsentrat), R1 (60% hijauan + 32% konsentrat + 8% tepung Indigofera),
R2 (60% hijauan + 24% konsentrat + 16% tepung Indigofera).

Tabel 4 Rataan bobot badan awal, konsumsi bahan kering ransum, kecernaan
bahan kering (KCBK) dan kecernaan bahan organik (KCBO)
Rataan bobot badan Konsumsi bahan kering KCBK KCBO
Perlakuan
(%)
awal (kg)
(kg ekor-1 hari-1)
(%)
71.01
R0
397
14.69
53.67
71.20
R1
402
14.71
57.67
72.81
R2
442
14.05
56.24
Standar susu 4% FCM dihitung berdasarkan rumus :
4% FCM = (0.4 x PS) + (15 x % L x PS)
Keterangan : % FCM = Fat Corrected Milk
PS
= Produksi susu harian
L
= Lemak
Analisis Kualitas Susu
Pengujian kualitas susu meliputi pemeriksaan jumlah mikroba yang terdapat
dalam susu segar dan pemeriksaan komposisi nutrien susu. Pengambilan sampel

4
susu (100 ml) dilakukan dari masing-masing individu setiap hari pada pagi dan
sore hari. Analisis yang dilakukan meliputi kadar lemak, kadar bahan kering tanpa
lemak, kadar protein, kadar laktosa, berat jenis, kadar garam, dan titik beku susu.
Alat yang digunakan adalah Milkotester Ltd. “Milk Analyzer Master Pro”.
Rancangan dan Analisis Data
Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Kelompok - Analysis of
Covariance (RAK - Ancova) dengan menggunakan 3 taraf konsentrat dan tepung
Indigofera dengan tiga kelompok (ulangan) berdasarkan tingkat produksi susu dan
periode laktasi. Penempatan ternak dan pemberian perlakuan dilakukan secara
acak. Model matematik dari rancangan percobaan ini adalah :
Yij = μ + τi + β (Xij – X..) + εij
ε
Keterangan :
Yij
: nilai peubah respon pada perlakuan ke-i ulangan ke-j
Xij
: nilai covariate pada ulangan yang bersesuaian dengan Yij

: nilai rataan umum dari pengamatan
i
: pengaruh perlakuan ke-i
β
: koefisien regresi linier
ij
: pengaruh eror perlakuan ke-i dan ulangan ke-j
Data yang diperoleh dianalisis dengan menggunakan Rancangan Acak
Kelompok-Analysis of Covariance (RAK-Ancova). Apabila terdapat perbedaan
yang nyata akan dilanjutkan dengan uji jarak Duncan (Steel dan Torrie 1993).

HASIL DAN PEMBAHASAN
Gambaran Umum Peternakan
Kecamatan Pasirjambu merupakan salah satu wilayah daerah Bandung
Selatan yang memiliki potensi agribisnis di bidang peternakan sapi perah.
Peternakan ini terletak di Kampung Gambung Pangkalan, Desa Cisondari,
Kecamatan Pasirjambu, Kabupaten Bandung. Daerah ini terletak pada ketinggian
kurang lebih 1100 meter di atas permukaan air laut dengan rata-rata temperatur
21.5°C (Triwidyaratih 2011). Sebagian besar masyarakat merupakan peternak sapi
perah. Kepemilikan sapi laktasi masing-masing peternak adalah 1 sampai 6 ekor.
Jenis sapi yang dipelihara yaitu sapi Friesien Holstein (FH) dengan produksi susu
berkisar 10 sampai 15 liter ekor-1 hari-1.
Cara pemerahan yang dilakukan pada umumnya baik. Sebelum pemerahan
sapi dimandikan terlebih dahulu dan kandang dibersihkan. Ambing dibersihkan
dengan menggunakan air hangat, namun pada sebagian peternak hal ini dilakukan
dengan menggunakan air dingin. Bagian puting sebelum pemerahan diolesi
dengan menggunakan vaselin ataupun mentega untuk memperlancar proses
pemerahan. Pemerahan dilakukan sebanyak dua kali dalam sehari yaitu pada
pukul 05.00 WIB dan pukul 14.00 WIB. Pemberian konsentrat dilakukan dua kali

5
sehari sebanyak 6 kg ekor-1 yaitu setiap sebelum pemerahan, pemberian
konsentrat ditambahkan dengan air sebanyak satu ember. Pemberian hijauan
dilakukan tiga kali sehari sebanyak 60 kg ekor-1 yaitu pada pukul 06.00; 11.00 dan
17.30 WIB. Hijauan yang diberikan terdiri dari rumput lapang, rumput gajah,
daun labu, daun kubis, rumput raja, kaliandra, daun kol dan daun wortel.
Dilihat dari kondisi kandang baik dari segi sanitasi kandang maupun
kebersihan ternaknya masih kurang baik. Rendahnya pengetahuan peternak akan
manajemen budidaya sapi perah menyebabkan kualitas susu di daerah tersebut
rendah. Susu yang dihasilkan hanya mengandung 2.5% sampai 2.7% protein,
masih lebih rendah jika dibandingkan dengan standar 3%. Kualitas tersebut
mempengaruhi harga jual susu sehingga harga susu masih rendah. Harga jual susu
di daerah tersebut adalah Rp 2 800 liter-1.
Pengaruh Perlakuan terhadap Produksi Susu
Produksi susu dan produksi susu yang telah distandardisasikan ke dalam 4%
FCM dapat dilihat pada Tabel 5. Produksi susu yang diperoleh berkisar antara
11.55 sampai 12.55 liter ekor-1 hari-1 dan produksi susu 4% FCM berkisar antara
12.12 sampai 13.74 kg ekor-1 hari-1.
Tabel 5 Produksi susu dan produksi susu 4% FCM
Perlakuan
Parameter
R0
R1
R2
Produksi susu harian
12.55 ± 4.73 11.60 ± 3.05 11.55 ± 2.64
(liter ekor-1 hari-1)
Produksi susu 4% FCM 13.74 ± 3.95 11.84 ± 2.57 12.12 ± 2.78
(kg ekor-1 hari-1)

P

0.89
0.43

FCM= fat corrected milk; R0 (60% hijauan + 40% konsentrat), R1 (60% hijauan + 32% konsentrat
+ 8% tepung Indigofera), R2 (60% hijauan + 24% konsentrat + 16% tepung Indigofera);
Probability.

Produksi susu pada penelitian ini lebih tinggi dibandingkan dengan
penelitian Djaja et al. (2007) yang menyatakan bahwa substitusi konsentrat
dengan daun kering kaliandra menghasilkan produksi susu sebesar 10.49 sampai
12.54 liter ekor-1 hari-1. Hasil analisis statistik menunjukkan bahwa substitusi
tepung Indigofera sampai 16% tidak berbeda nyata (P > 0.05) terhadap produksi
susu. Hal ini disebabkan oleh penurunan energi dalam pakan. Energi merupakan
salah satu faktor yang membatasi produksi susu. Apabila supply energi kurang
maka energi yang digunakan untuk perombakan protein akan berkurang.
Penggunaan karbohidrat sebagai sumber energi mendorong pembentukan
propionat di dalam rumen sehingga mengurangi kebutuhan asam amino untuk
glukoneogenesis (Apdini 2011). Hal ini menentukan ketersediaan asam amino
yang akan diserap dalam usus sebagai prekursor sintesis susu, apabila
ketersediaan asam amino kurang maka produksi susu akan rendah.
Selain itu, faktor yang mempengaruhi produksi susu adalah sistem
pemberian pakan. Sebagian besar peternak memberikan pakan konsentrat dengan
menambahkan air, sehingga menyebabkan struktur konsentrat menjadi lebih lunak.
Hal ini mempengaruhi proses pencernaan pakan didalam sistem pencernaan.
Menurut Sarwiyono et al. (1990) bahwa pemberian konsentrat secara basah dapat

6
mempercepat masuknya pakan kedalam omasum dan abomasum tetapi
memperkecil peranan air liur ternak dalam membantu proses pencernaan pakan.
Struktur pakan yang lunak menyebabkan kerja mikroba rumen tidak optimal. Hal
ini tentunya akan mempengaruhi produksi propionat sebagai produk dari VFA
(Volatile Fatty Acid) yang merupakan hasil fermentasi mikroba didalam rumen.
Propionat yang dibentuk di rumen merupakan bahan baku pembentukan laktosa.
Dengan demikian, apabila produksi propionat dalam rumen rendah akan
mengakibatkan produksi susu menurun.
Pakan merupakan faktor utama yang mempengaruhi produksi susu. Sintesis
susu diperoleh dari nutrien yang dialirkan oleh darah sebagai prekursor untuk
proses sintesis susu di sel sekresi ambing (Apdini 2011). Menurut Ginting dan
Sitepu (1989), faktor yang mempengaruhi produksi susu yaitu pemberian pakan,
masa laktasi, masa kosong, selang beranak, beranak pertama, iklim dan
manajemen pemeliharaan.
Pengaruh Perlakuan terhadap Kualitas Susu
Hasil analisis statistik menunjukkan bahwa kualitas susu yang dihasilkan
tidak memperlihatkan perbedaan yang nyata (P > 0.05) (Tabel 5). Berdasarkan
penelitian Apdini (2011) menyatakan bahwa penambahan pellet Indigofera sp.
sebanyak 40% tidak mempengaruhi komposisi susu kambing meliputi lemak,
protein, berat jenis dan laktosa susu. Faktor-faktor yang mempengaruhi kualitas
susu yaitu jenis sapi, umur sapi, tingkat laktasi, kebuntingan dan lingkungan
(Schmidt et al. 1988). Rataan hasil analisis kualitas susu yang meliputi protein,
total solid, lemak, bahan kering tanpa lemak, laktosa, berat jenis, garam dan titik
beku susu dapat dilihat pada Tabel 6.

Parameter
Protein (%)
Total Solid (%)
Lemak (%)
Bahan kering
tanpa lemak (%)
Laktosa (%)
Berat jenis
(g cm-3)
Garam (%)
Titik Beku (°C)

Tabel 6 Rataan kualitas susu
Rataan
R0
R1
R2
2.73 ± 0.12
2.69 ± 0.05
2.70 ± 0.09
11.98 ± 0.91
11.42 ± 0.38
11.60 ± 0.31
4.43 ± 0.56
3.95 ± 0.51
4.14 ± 0.06

0.63
0.66
0.53

7.55 ± 0.35

7.47 ± 0.13

7.47 ± 0.25

0.69

4.10 ± 0.19

4.06 ± 0.09

4.06 ± 0.14

0.71

1.025 ± 0.93

1.025 ± 0.77

1.025 ± 0.94

0.92

0.57 ± 0.05
-0.487 ± 0.03

0.59 ± 0.02
-0.471 ± 0.01

0.58 ± 0.03
-0.473 ± 0.02

0.97
0.63

P

Temperatur susu ketika dianalisis 24.67 sampai 25.19°C; R0 (60% hijauan + 40% konsentrat), R1
(60% hijauan + 32% konsentrat + 8% tepung Indigofera), R2 (60% hijauan + 24% konsentrat +
16% tepung Indigofera); Probability.

Protein Susu
Protein susu dibagi menjadi dua kelompok yaitu kasein dan protein whey
(Sudono 1999). Sebesar 80% dari total protein adalah kasein yang terdiri dari tiga
bagian utama yaitu 50% alfa kasein, 25% sampai 75% beta kasein dan 15%

7
gamma kasein. Protein whey berasal dari 10% total protein (Henderson 1971).
Hasil analisis statistik menunjukkan bahwa perlakuan tidak memberi pengaruh
terhadap kadar protein susu. Kadar protein susu yang diperoleh berkisar antara
2.69% sampai 2.73%. Standar Nasional Indonesia (1998) menyatakan bahwa
kadar protein susu minimum yaitu sebesar 2.7%. Kadar protein susu dalam
penelitian ini lebih rendah dibandingkan dengan kadar protein susu di Peternakan
Cibungbulang yaitu berkisar antar 2.8% sampai 3% (Sinaga 2000). Rendahnya
protein susu disebabkan oleh tingginya persentase penambahan air susu. Kadar
protein susu berkorelasi negatif dengan penambahan air, semakin tinggi
penambahan air semakin rendah kadar protein susu.
Umumnya, faktor yang paling mempengaruhi kadar protein susu adalah
bangsa sapi (Tillman et al. 1989). Selain itu, faktor yang mempengaruhi
kandungan protein susu yaitu kandungan protein pakan dan tingkat kecernaan
protein pakan di dalam rumen. Tingkat kecernaan protein pakan di dalam rumen
menentukan ketersediaan asam amino yang digunakan sebagai prekursor dalam
sintesis protein susu (Apdini 2011). Sintesis protein susu berasal dari asam amino
yang beredar dalam darah sebagai hasil penyerapan zat makanan dan perombakan
protein tubuh dan asam amino yang disintesis oleh sel epitel kelenjar susu (Etgen
et al. 1987). Kandungan protein susu bervariasi tergantung dari bangsa sapi,
produksi susu, tingkat laktasi, kualitas dan kuantitas pakan (Larson 1985).
Total Solid
Total solid (TS) merupakan komponen susu yang terdiri dari kadar lemak
dan bahan kering tanpa lemak (BKTL). Kandungan total solid sangat bergantung
pada kedua komponen tersebut. Berdasarkan analisis statistik menunjukkan bahwa
perlakuan tidak berbeda nyata terhadap total solid. Rataan total solid pada masingmasing perlakuan adalah 11.98%, 11.42%, dan 11.60%. Kandungan total solid
yang diperoleh masih dibawah standar yang ditetapkan oleh Badan Standardisasi
Nasional (1998) yaitu 12%. Hal ini disebabkan oleh kandungan protein susu dan
laktosa yang rendah. Menurut Haenlein (2006), penyusun dari total solid dalam
susu adalah protein, lemak, laktosa, vitamin, dan mineral. Selain itu, rendahnya
kandungan total solid dikarenakan tingginya penambahan air susu hingga 5.33%.
Apabila kandungan air susu tinggi maka kandungan total solidnya rendah dan
sebaliknya. Komposisi susu terdiri dari air dan total solid (Suryahadi 2003).
Lemak Susu
Penambahan tepung Indigofera sampai 16% tidak berbeda nyata terhadap
kadar lemak susu. Kadar lemak susu yang diperoleh berkisar antara 3.95% sampai
4.43%. Kadar lemak susu pada penelitian ini lebih tinggi dari syarat minimal SNI
(1998) yaitu 3.0%. Salah satu faktor yang mempengaruhi kadar lemak susu adalah
produksi asam asetat dalam rumen, dalam hal ini peran mikroba rumen dalam
memfermentasikan serat kasar menjadi asam asetat akan mempengaruhi kadar
lemak susu (Ramadhan et al. 2013). Hasil pencernaan serat kasar dalam rumen
akan menghasilkan asam asetat dan butihidroksi butirat yang merupakan bahan
baku utama sintesis lemak susu (Rangkuti 2011).
Selain itu, perbedaan lemak susu dipengaruhi oleh masa laktasi. Rataan
masa laktasi pada sapi yang diberi perlakuan R0, R1 dan R2 masing-masing
adalah 7.3, 7.6 dan 5.6 bulan. Kandungan lemak susu akan meningkat setelah 2

8
bulan masa laktasi. Faktor yang mempengaruhi kadar lemak susu yaitu jenis
pakan, tingkat laktasi, individu ternak, status nutrisi, interval pemerahan, bangsa
sapi, kesehatan dan umur ternak (Fox dan McSweeney 1998).
Bahan Kering Tanpa Lemak Susu
Kadar bahan kering tanpa lemak susu yaitu bahan kering yang tertinggal
setelah lemak susu dihilangkan (Tillman et al. 1989). Rataan kandungan bahan
kering tanpa lemak susu pada sapi yang diberi ransum R0, R1 dan R2 masingmasing adalah 7.55 ± 0.35%, 7.47 ± 0.13% dan 7.47 ± 0.25%. Hasil analisis
statistik menunjukkan bahwa perlakuan tidak berbeda nyata terhadap bahan kering
tanpa lemak susu. Kandungan bahan kering tanpa lemak susu yang diperoleh
dibawah standar minimal SNI (1998) yaitu sebesar 8%. Hal ini disebabkan oleh
rendahnya kandungan protein dan laktosa susu pada penelitian ini. Kandungan
bahan kering tanpa lemak dipengaruhi oleh protein, laktosa dan abu. Semakin
rendah kandungan tersebut maka semakin rendah pula kandungan bahan kering
tanpa lemak susu.
Laktosa
Laktosa merupakan sejenis disakarida yang terdiri dari dua jenis gula yaitu
glukosa dan galaktosa. Laktosa tersebut terdapat dalam dua bentuk yaitu α-laktosa
dan β-laktosa (Harper dan Hall 1981). Rataan kandungan laktosa susu pada
penelitian ini yaitu berkisar antara 4.06% sampai 4.1%. Hasil analisis statistik
menunjukkan bahwa substitusi tepung Indigofera sampai 16% tidak berbeda nyata
terhadap laktosa susu. Penurunan pemberian konsentrat menjadi 24%
menyebabkan penurunan kandungan laktosa. Hal ini menyebabkan terjadinya
penurunan propionat sebagai hasil fermentasi pakan. Propionat merupakan bahan
baku pembentukan laktosa. Apabila kandungan propionat rendah maka kandungan
laktosa pun akan rendah, dan begitupun sebaliknya.
Laktosa susu merupakan karbohidrat susu disintesis dari glukosa darah yang
diedarkan dari sel sekretori pada kelenjar ambing yang merupakan prekursor
utama sintesis susu (Thomas dan Martin 1988). Glukosa diperoleh dari
perombakan karbohidrat pakan dan sumber karbohidrat diperoleh dari
perombakan serat kasar pakan dan Bahan Ekstrak Tanpa Nitrogen (Beta-N).
Selain itu, pembentukan laktosa dipengaruhi oleh asam propionat yang berasal
dari konsentrat atau pakan tinggi energi (Apdini 2011).
Berat Jenis Susu
Berdasarkan analisis statistik penambahan tepung Indigofera sampai 16%
tidak berbeda nyata terhadap berat jenis susu. Rataan berat jenis susu pada
perlakuan R0, R1 dan R2 adalah 1.025 g cm-3. Nilai berat jenis tersebut dibawah
standar yang ditetapkan oleh SNI (1998) yaitu 1.028 g cm-3. Rendahnya berat
jenis tersebut disebabkan oleh rendahnya komponen penyusun susu yaitu protein,
lemak, laktosa, dan mineral. Menurut Henderson (1971), berat jenis dipengaruhi
oleh kadar lemak susu dan komponen terlarut baik bentuk koloid mapun suspensi
seperti kasein, garam-garam susu dan laktosa.

9
Titik Beku Susu
Titik beku susu yang normal berkisar -0.520°C sampai dengan -0.560°C
(SNI 1998). Rataan titik beku susu pada sapi yang diberi ransum R0, R1 dan R2
masing-masing adalah -0.487 ± 0.03°C, -0.471 ± 0.01°C dan -0.473 ± 0.02°C.
Pengujian statistik menunjukkan bahwa perlakuan tidak berbeda nyata terhadap
titik beku susu. Tingginya titik beku susu dalam penelitian ini disebabkan oleh
rendahnya kandungan laktosa dan garam dalam susu. Semakin rendah kandungan
tersebut maka semakin tinggi titik beku susunya. Penentuan titik beku merupakan
salah satu cara untuk mendeteksi pemalsuan susu dengan penambahan air. Setiap
penambahan air 1% akan meningkatkan titik beku sebesar 0.00550°C (Henderson
1971).
Pengaruh Perlakuan terhadap Mikrobiologi Susu
Rataan total mikroba susu yang diperoleh yaitu antara 1.54 sampai 4.47 x
10 cfu ml-1 (Tabel 7). Jumlah tersebut lebih rendah dari SNI (1998) yaitu 1 x 106
cfu ml-1, sehingga dapat dikatakan kualitas susu baik.
3

Tabel 7 Total mikroba susu
Perlakuan
Parameter
R0
R1
-1
3
Total mikroba (cfu ml )
4.47 x 10
2.82 x 103

R2
1.54 x 103

Hasil statistik menunjukkan bahwa penambahan tepung Indigofera sampai
16% tidak berbeda nyata (P > 0.05) terhadap total mikroba susu. Perbedaan total
mikroba susu yang dihasilkan disebabkan oleh perbedaan prosedur sanitasi yang
dilakukan oleh peternak. Menurut Griffith (2000) menyatakan bahwa salah satu
penyebab variasi jumlah mikroorganisme yang mengkontaminasi susu yaitu
kontaminasi langsung dari ambing, kontaminasi lingkungan (pemerah,
kontaminasi udara dan kontaminasi air), kontaminasi dari alat perah, kontaminasi
selama transportasi dan penyimpanan. Faktor yang mempengaruhi adanya
mikroba dalam susu yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Susu pada saat
disekresikan dari alveol ambing yang normal pada umumnya steril, akan tetapi
pada saat melewati saluran-saluran susu dan saluran putting susu mulai
terkontaminasi oleh mikroba (Foster et al. 1964).
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Berdasarkan hasil yang diperoleh dapat disimpulkan bahwa pemberian
tepung Indigofera sp. sampai 16% sebagai substitusi konsentrat komersial dapat
digunakan tanpa mempengaruhi produksi dan kualitas susu.
Saran
Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai peningkatan pemberian
tepung Indigofera untuk memperoleh hasil yang lebih optimal terkait produksi
susu dan kualitas susu.

10
DAFTAR PUSTAKA
Apdini TAP. 2011. Pemanfaatan pellet Indigofera sp. pada kambing perah
Peranakan Etawah dan Saanen di Peternakan Bangun Karso Farm [Skripsi].
Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
[BPS] Badan Pusat Statistik. 2009. Produksi Susu di Indonesia [Internet]. 2013.
[diunduh tahun 2013 April 1]. Bogor. Tersedia pada http://www.bps.go.id/.
Badan Standardisasi Nasional Indonesia. 1998. Susu segar. Jakarta (ID) : Badan
Standardisasi Nasional Indonesia.
Bath DL, Dickinson FN, Tucker HA, Appleman RD. 1978. Dairy Cattle
Principles, Practices, Problems and Profits. Ed ke-2. Philadelphia (US):
Lea and Fabringer.
Djaja W, Kuswaryan S, Tanuwiria UH. 2007. Efek substitusi konsentrat dengan
daun kering kaliandra (Calliandra calothyrsus) dalam ransum sapi perah
terhadap kuantitas dan kualitas susu, bobot badan dan pendapatan peternak.
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner [Internet]. [Waktu
dan tempat pertemuan tidak diketahui]. Bandung (ID): Fakultas Peternakan,
Universitas Padjadjaran.
Etgen WM, James RE, Reaves PM. 1987. Dairy Cattle: Feeding and
Management. New York (US): John Wiley and Sons.
Foster EM, Nelson FE, Specks ML, Doetsch RN, Olson JC. 1964. Dairy
Microbiology. New Jersey (GB): Prentice Hall.
Fox PF, McSweeney PLH. 1998. Dairy Chemistry and Biochemistry. London
(GB): Blackie Academic and Professional.
Ginting N, Sitepu P. 1989. Teknik Beternak Sapi Perah di Indonesia. Bogor (ID):
IPB Pr.
Griffiths MW. 2000. Milk and unfermented milk product. Di dalam: BM Lund,
Baird-Parker TC, Gould GW, editor. The Microbiological Safety and
Quality of Food. Volume 1. Gaistheraburg, Maryland (US): Aspen Publ.
Haenlein GFW, Wendorff W. 2006. Sheep milk. Di dalam : Park, YW Haenlein,
GFW, editor. Handbook of Milk of Non-bovine Mammals. Oxford (GB):
Blackwell Publishing Professional. hlm 137–194.
Harper WJ, Hall EW. 1981. Dairy Technology and Engineering. Westport (US):
Conn. AVI Publ.
Hassen A, Rethman NFG, Van Niekerk, Tjelele TJ. 2007. Influence of
season/year and species on chemical composition and digestibility of five
Indigofera sp. Accessions. J Anim Sci .136: 312-322.
Hassen A, Rethman NFG, Apostolides. 2008. Morphologycal and agronomic
characteristic of Indigofera species using multivariate analyse. J Tropical
Grassland .40: 45-59.
Henderson WJ. 1971. The Fluid Milk Industry. Westport (US) : Conn. AVI Publ.
Larson BL. 1985. Biosynthesis and Cellular Secretion of Milk. Ames (US): Iowa
State University Pr.
Ramadhan BG, Suprayogi TH, Sustiyah A. 2013. Tampilan produksi susu dan
kadar lemak susu kambing Peranakan Ettawah akibat pemberian pakan
dengan imbangan hijauan dan konsentrat yang berbeda. J Anim Agric. 2:
353-361.

11
Rangkuti JH. 2011. Produksi dan kualitas susu kambing Peranakan Ettawa (PE)
pada kondisi tatalaksana yang berbeda [Skripsi]. Bogor (ID): Institut
Pertanian Bogor.
Sarwiyono, Surjowardojo P, Susilorini TE. 1990. Manajemen Produksi Ternak
Perah. Malang (ID): Fakultas Peternakan, Universitas Brawijaya.
Schmidt GH, Van Vleck LD, Hutjens MF. 1988. Principles of Dairy Science. Ed
ke-2. London (GB): Prentice Hall.
Sinaga K. 2000. Kualitas susu sapi berdasarkan kepemilikan di kawasan usaha
Peternakan Cibungbulang Kabupaten Bogor [Skripsi]. Bogor (ID): Institut
Pertanian Bogor.
[SNI] Standar Nasional Indonesia. 1998. Susu Segar (01-3141-1998). Jakarta
(ID): Badan Standardisasi Nasional.
Steel RGD, Torrie JH. 1993. Prinsip dan Prosedur Statistika Suatu Pendekatan
Biometrik. M. Syah, penerjemah. Jakarta (ID): Gramedia Pustaka Utama.
Sudono A. 1999. Ilmu Produksi Perah. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Suharlina. 2010. Peningkatan produktivitas Indigofera sp. sebagai pakan hijauan
berkualitas tinggi melalui aplikasi pupuk organik cair dari limbah industri
penyedap masakan [Tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Suhermin O. 2009. Kualitas fisik, kimia dan residu pestisida dalam susu sapi yang
mendapat hijauan yang berbeda di peternakan sapi perah Kebon Pedes
[Skripsi]. Bogor (ID): Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor.
Suryahadi. 2003. Kajian teknik suplementasi terpadu untuk meningkatkan
produksi susu dan kualitas susu sapi perah di DKI Jakarta. Bogor (ID):
Lembaga penelitian IPB, Badan Peneliti dan Pengembangan Departemen
Pertanian.
Tarigan A. 2009. Produktivitas dan pemanfaatan Indigofera sp. sebagai pakan
ternak kambing pada interval dan intensitas pemotongan yang berbeda
[Tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Thomas PC, Martin PA. 1988. The Influence of Nutrient Balance on Milk Yield
and Composition. Di dalam: Garnsworthy PC, editor. Nutrition and
Lactation on The Dairy Cow. London (GB): Butterworths.
Tillman AD, Hartadi H, Reksohadiprodjo S, Prawirokusumo S, Lebdosoekojo S.
1989. Ilmu Makanan Ternak. Yogyakarta (ID): Gajah Mada University
Press.
Triwidyaratih A. 2011. Analisis pendapatan dan efisiensi teknis usaha ternak sapi
perah pada anggota Kaum-Mandiri di Kecamatan Pasirjambu Kabupaten
Bandung Jawa Barat [Skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Wardeh MF.1981. Model for estimating energy and protein utilization for feeds
[Disertasi]. Logan (US): Utah State University.

12
LAMPIRAN
Lampiran 1 Ancova produksi susu (liter ekor-1 hari-1)
Ancova

Sebelum dikoreksi

Setelah dikoreksi

Sumber

db

XX

YY

XY

Total

8

12898.47

79.27

458.49

Kelompok

2

6170.34

59.44

524.02

Perlakuan

2

3640.46

1.91

-51.09

Galat

4

3067.68

17.92

-14.44

Db

JK

KT

f (hit)

f
(0.05)

f
(0.01)

3
17.853 5.951
Perlakuan+Galat 6
6728.13 19.83 -65.53
5
19.192 3.838
Perlakuan
terkoreksi
2
1.339 0.669 0.112 9.552 30.817
db = derajat bebas; XX= bobot badan awal (kg); YY= produksi susu (liter ekor-1 hari-1); XY=
bobot badan awal x produksi susu (liter ekor-1 hari-1); JK= jumlah kuadrat ; KT = kuadrat tengah

Lampiran 2 Ancova produksi susu 4% FCM
Ancova

Sebelum dikoreksi

Sumber

db

XX

YY

XY

Total

8

12898.47

64.85

452.30

Kelompok

2

6170.34

53.75

505.36

Perlakuan

2

3640.46

4.97

-52.21

Galat

4

3067.68

6.13

-0.85

Db

JK

Setelah dikoreksi
f
f
KT
(hit) (0.05)

f
(0.01)

3
6.125 2.042
Perlakuan+Galat 6
6728.13 11.09 -53.06
5
10.680 2.136
Perlakuan
terkoreksi
2
4.554 2.277 1.115 9.552 30.817
db = derajat bebas; XX= bobot badan awal (kg); YY= produksi susu (kg ekor-1 hari-1); XY= bobot
badan awal (kg) x produksi susu (kg ekor-1 hari-1); JK= jumlah kuadrat ; KT = kuadrat tengah

Lampiran 3 Ancova protein susu
Ancova

Sebelum dikoreksi

Sumber

db

XX

YY

XY

Total

8

64.777

0.056

-0.896

Kelompok

2

61.210

0.028

-0.811

Perlakuan

2

0.831

0.002

-0.002

Galat

4

2.737

0.064

-0.064

Db

JK

Setelah dikoreksi
f
f
KT
(hit) (0.05)

f (0.01)

3 0.024 0.008
Perlakuan+Galat 6
3.568
0.028
-0.085
5 0.026 0.005
Perlakuan
terkoreksi
2 0.002 0.001 0.114 9.552 30.817
db = derajat bebas; XX= produksi susu awal (liter ekor-1 hari-1); YY= protein susu (%) XY=
produksi susu awal (liter ekor-1 hari-1) x protein susu (%); JK= jumlah kuadrat ; KT = kuadrat
tengah

13
Lampiran 4 Ancova lemak susu
Ancova

Sebelum dikoreksi

Sumber

db

XX

YY

XY

Total

8

64.777

1.514

-4.229

Kelompok

2

61.210

0.191

-3.098

Perlakuan

2

0.831

0.351

-0.223

Galat

4

2.737

0.972

-0.908

db

JK

3

0.670

Setelah dikoreksi
f
f
KT
(hit) (0.05)

f
(0.01)

0.223

Perlakuan+Galat 6
3.568
1.323
-1.131
5
0.965 0.193
Perlakuan
terkoreksi
2
0.294 0.147 0.659 9.552 30.817
db = derajat bebas; XX= produksi susu awal (liter ekor-1 hari-1); YY= lemak susu (%) XY=
produksi susu awal (liter ekor-1 hari-1) x lemak susu (%); JK= jumlah kuadrat ; KT = kuadrat
tengah

Lampiran 5 Ancova BKTL susu
Ancova

Sebelum dikoreksi

Sumber

db

XX

YY

XY

Total

8

64.777

0.421

-2.653

Kelompok

2

61.210

0.212

-2.402

Perlakuan

2

0.831

0.013

-0.076

Galat

4

2.737

0.196

-0.175

db

JK

Setelah dikoreksi
f
f
KT
(hit) (0.05)

f
(0.01)

3
0.185 0.062
Perlakuan+Galat 6
3.568
0.209 -0.251
5
0.191 0.038
Perlakuan
terkoreksi
2
0.007 0.003 0.054 9.552 30.817
BKTL= bahan kering tanpa lemak; db = derajat bebas; XX= produksi susu awal (liter ekor-1 hari1
); YY= BKTL (%) XY= produksi susu awal (liter ekor-1 hari-1) x BKTL (%); JK= jumlah kuadrat
; KT = kuadrat tengah

Lampiran 6 Ancova laktosa
Ancova

Sebelum dikoreksi

Sumber

db

XX

YY

XY

Total

8

64.777

0.135

-1.538

Kelompok

2

61.210

0.073

-1.423

Perlakuan

2

0.831

0.004

-0.043

Galat

4

2.737

0.058

-0.072

db

JK

3

0.056

Setelah dikoreksi
f
f
KT
(hit) (0.05)

f
(0.01)

0.019

Perlakuan+Galat 6
3.568
0.062 -0.115
5
0.058 0.012
Perlakuan
terkoreksi
2
0.002 0.001 0.052 9.552 30.817
db = derajat bebas; XX= produksi susu awal (liter ekor-1 hari-1); YY= laktosa (%) XY= produksi
susu awal (liter ekor-1 hari-1) x laktosa (%); JK= jumlah kuadrat ; KT = kuadrat tengah

14
Lampiran 7 Ancova berat jenis susu
Ancova

Sebelum dikoreksi

Sumber

db

XX

YY

XY

Total

8

64.777

4.703

-6.832

Kelompok

2

61.210

2.553

-6.747

Perlakuan

2

0.831

0.003

0.044

Galat

4

2.737

2.147

-0.129

db

JK

3

2.141

Setelah dikoreksi
f
f
KT
(hit) (0.05)

f
(0.01)

0.714

Perlakuan+Galat 6
3.568
2.150 -0.085
5
2.148 0.430
Perlakuan
terkoreksi
2
0.007 0.004 0.005 9.552 30.817
db = derajat bebas; XX= produksi susu awal (liter ekor-1 hari-1); YY= berat jenis susu (g cm-3)
XY= produksi susu awal (liter ekor-1 hari-1) x berat jenis susu (g cm-3); JK= jumlah kuadrat ; KT =
kuadrat tengah

Lampiran 8 Ancova garam susu
Ancova

Sebelum dikoreksi

Sumber

db

XX

YY

XY

Total

8

64.777

0.008

-0.439

Kelompok

2

61.210

0.005

-0.419

Perlakuan

2

0.831

0.000

0.005

Galat

4

2.737

0.003

-0.024

db

JK

3

0.003

Setelah dikoreksi
f
f
KT
(hit) (0.05)

f
(0.01)

0.001

Perlakuan+Galat 6
3.568
0.003 -0.019
5
0.003 0.001
Perlakuan
terkoreksi
2
0.000 0.000 0.145 9.552 30.817
db = derajat bebas; XX= produksi susu awal (liter ekor-1 hari-1); YY= garam susu (%) XY=
produksi susu awal (liter ekor-1 hari-1) x garam susu (%); JK= jumlah kuadrat ; KT = kuadrat
tengah

Lampiran 9 Ancova titik beku susu
Ancova
Sumber

Sebelum dikoreksi
Db

XX

YY

XY

Total

8

64.777

0.002

-0.196

Kelompok

2

61.210

0.001

-0.178

Perlakuan

2

0.831

0.000

-0.004

Galat

4

2.737

0.001

-0.014

db

JK

3

0.001

Setelah dikoreksi
f
f
KT
(hit) (0.05)

f
(0.01)

0.000

Perlakuan+Galat 6
3.568
0.001 -0.018
5
0.001 0.000
Perlakuan
terkoreksi
2
0.000 0.000 0.079 9.552 30.817
db = derajat bebas; XX= produksi susu awal (liter ekor-1 hari-1); YY= titik beku susu (%) XY=
produksi susu awal (liter ekor-1 hari-1) x titik beku susu (%); JK= jumlah kuadrat ; KT = kuadrat
tengah

15

RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan tanggal 15 September 1991 di
Bogor. Penulis adalah anak ketiga dari tiga bersaudara dari
pasangan Bapak Muhammad Yusuf Iskandar dan Ibu
Asmanih. Pendidikan dasar penulis diawali pada tahun 1997
di SDN Kedung Waringin 02 dan diselesaikan pada tahun
2003. Pendidikan selanjutnya yaitu di MTsN Cibinong pada
tahun 2003 hingga tahun 2006. Penulis melanjutkan ke
jenjang pendidikan menengah atas di MAN 2 Bogor dimulai
pada tahun 2006 hingga tahun 2009. Tahun 2009, penulis
diterima di Institut Pertanian Bogor (IPB), Departemen Ilmu Nutrisi dan
Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan, melalui jalur Seleksi Nasional Masuk
Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN).
Selama masa studi di IPB penulis aktif di berbagai organisasi mahasiswa
seperti FAMM Al-An’am (2010-2011) dan HIMASITER (2011-2012). Selain
kegiatan keorganisasian, penulis juga sempat mengikuti kegiatan magang di
Badan Inseminasi Buatan (BIB) Lembang, Bandung pada tahun 2011. Tahun
2010, penulis pernah mendapat dana hibah dari DIKTI untuk PKM
Kewirausahaan. Penulis merupakan salah satu mahasiswa penerima beasiswa
BMU (Beasiswa Masuk Universitas) pada tahun 2009 dan beasiswa BBM
(Bantuan Belajar Mahasiswa) pada tahun 2010-2013.
UCAPAN TERIMA KASIH
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas rahmat dan
karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Terima kasih
penulis sampaikan kepada Dr Ir Idat Galih Permana, MscAgr dan Dr Ir Panca
Dewi M. H. K. MS, selaku dosen pembimbing. Dr Sri Suharti, SPt MSi selaku
dosen pembahas seminar dan Dilla F, SPt MSi selaku panitia seminar, Dr Ir Afton
Atabany, MSi dan Dr Despal, SPt MScAgr selaku dosen penguji sidang serta Dr
Ir Widya Hermana, MSi selaku panitia sidang. Ucapan terima kasih juga penulis
sampaikan kepada Pak Najmi, Pak Fauzi, anggota Koperasi KAUM MANDIRI
dan peternak Kecamatan Pasirjambu serta staf Laboratorium Agrostologi,
Fakultas Peternakan IPB atas bimbingan, bantuan dan kerjasamanya selama
penelitian.
Penulis mengucapkan rasa hormat dan terima kasih kepada kedua orangtua
(Bapak M.Y. Iskandar dan Ibu Asmanih) dan kakak (Badriah dan Devi) atas doa,
nasehat dan semangat yang diberikan. Tidak lupa kepada sahabat tercinta (Heni,
Rini, Priskilla, Alfin, Dara, Winda, Ajeng, Eci, Nahdhi dan Siti Masitoh) dan
keluarga INTP 46 atas semangat dan dukungannya selama penyelesaian skripsi ini.

16