Pengertian Perkara Pidana PERAN REKONSTRUKSI PERKARA PIDANA PADA TINGKAT

2. Posisi korbanpelaku di tempat kejadian 3. Sidik jari pelaku 4. Jejak sepatu pelaku 5. Jejak ban dan posisi kendaraan Namun di Indonesia tidak dikenal jenis-jenis rekonstruksi seperti pada negara anglo saxon. Rekonstruksi dalam prakteknya dilaksanakan hanya pada perkara pidana tertentu yang menurut pihak penyidik perlu untuk dilakukan reka ulang kejadiannya. Pada umumnya rekonstruksi digelar untuk tindak pidana yang mengakibatkan hilangnya nyawa orang seperti pada kasus pembunuhan atau juga penganiyayaan berat.

4. Pengertian Perkara Pidana

Perkara berarti masalah, persoalan; urusan yang perlu diselesaikan tindak pidana. 13 Istilah tindak pidana terdapat dalam WvS Hindia Belanda yaitu ”strafbaar feit”, tetapi tidak ada penjelasan resmi tentang apa yang dimaksud dengan strafbaar feit itu. Karena itu para ahli hukum berusaha untuk memberikan arti dan isi dari istilah itu, namun sayangnya sampai kini belum ada keseragaman pendapat. Perkara pidana dalam penulisan skripsi ini sama artinya dengan tindak pidana. 14 13 Menuk Hardaniwati, Kamus Pelajar, Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Indonesia, Jakarta, 2003, h.494 14 Adami Chazawi, Pelajaran Hukum Pidana I,Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2002, h.67 Universitas Sumatera Utara Hukum pidana Belanda memakai istilah strafbaar feit, namun terkadang memakai istilah delict yang berasal dari bahasa latin delictum. Sedangkan hukum pidana negara-negara anglo saxon memakai istilah offense atau criminal act untuk maksud yang sama. Oleh karena KUHP Indonesia bersumber pada WvS Belanda, maka istilah aslinya pun sama yaitu strafbaar feit. Kemudin timbulah masalah untuk menerjemahkan istilah strafbaar feit itu kedalam Bahasa Indonesia. 15 Beberapa sarjana Indonesia mengemukakan pengertian strafbaar feit sebagai perbuatan pidana, peristiwa pidana, tindak pidana, perbuatan yang boleh dihukum, pelanggaran pidana dan delik. Kesimpangsiuran perumusan istilah strafbaar feit ini semakin bertambah manakala didalam perundang-undangan Indonesia yang telah menggunakan seluruh istilah yang telah disebutkan diatas, dalam berbagai undang-undang. Istilah-istilah tersebut juga digunakan oleh para sarjana Indonesia diantaranya adalah sebagai berikut: 16 a. Perbuatan yang boleh dihukum, digunakan oleh MR.Karni, Susilo, H.J Van Schravendijk. b. Peristiwa pidana, digunakan oleh MR.R.Tresna, E.Utrecht, Wirjono Prodjodikoro. c. Tindak pidana, digunakan oleh Satochid Kartanegara, Subekti. Kemudian muncul lagi beberapa penafsiran tentang pengertian istilah- istilah yang dijabarkan sebagai strafbaar feit, diantaranya adalah : 1. Peristiwa pidana yang juga disebut sebagai tindak pidana delict ialah suatu perbuatan atau rangkaian perbuatan yang dapat 15 Andi Hamzah, Asas-Asas Hukum Pidana, Rineka Cipta, Jakarta, 2008, h.86 16 E.Y Kanter dan S.R Sianturi, Asas-Asas Hukum Pidana di Indonesia dan Penerapannya, Sinar Grafika, Jakarta, 2002, h.206 Universitas Sumatera Utara dikenakan hukuman pidana. Istilah peristiwa pidana atau tindak pidana adalah sebagai terjemahan dari istilah bahasa belanda strafbaarfeit atau delict. 17 2. Tindak pidana adalah perbuatan atau serangkaian perbuatan yang padanya dilekatkan sanksi pidana. Jika dilihat dari istilahnya, hanya sifat-sifat dari perbuatan saja yang melakukan tindak pidana tersebut menjadi bagian dari persoalan lain, yaitu pertanggungjawaban pidana. 18 3. Tindak pidana adalah sebagai suatu tindakan pada tempat, waktu dan keadaan tertentu yang dilarang atau diharuskan dan diancam dengan pidana oleh undang-undang, bersifat melawan hukum serta dengan kesalahan dilakukan oleh seseorang yang mampu bertangung jawab. 19 Dalam peraturan perundang-undangan Indonesia tidak ditemukan defenisi tindak pidana. Pengertian tindak pidana yang dipahami selama ini merupakan kreasi teoritis para ahli hukum. Para ahli hukum pidana umunya masih memasukkan kesalahan sebagai bagian dari pengertian tindak pidana. Demikian pula dengan apa yang didefenisikan Simons dan Van Hamel. 20 17 C.S.T Kansil dan Christie S.T Kansil, Pokok-Pokok Hukum Pidana, Pradnya Paramitha, Jakarta, 2007, h.37 18 Chairul Huda, Dari Tiada Pidana Tanpa Kesalahan Menuju Kepada Tiada Pertanggungjawaban Pidana Tanpa Kesalahan, Prenada Media, Jakarta, 2006, h.15 19 E.Y Kanter dan S.R Sianturi, Op.cit, h.211 20 Dikutip dari Chairul Huda, Op.cit, h.25 Universitas Sumatera Utara Simons menyatakan bahwa strafbaar feit itu adalah kelakuan yang diancam dengan pidana, bersifat melawan hukum, dan berhubung dengan kesalahan yang dilakukan oleh orang yang mampu bertanggung jawab. 21 Van Hamel menyatakan bahwa strafbaar feit itu adalah kelakuan orang yang dirumuskan oleh undang-undang, bersifat melawan hukum, patut dipidana dan dilakukan dengan kesalahan. 22 J.E Jonkers memberikan defenisi strafbaar feit itu menjadi dua pengertian yaitu : 23 Prof. Mardjono Reksodiputro mendefenisikan tindak pidana sebagai suatu perbuatan yang dapat dikenakan hukuman karena perbuatan dimaksud membahayakan kepentingan negara, masyarakat dan individu dalam masyarakat, baik karena seseorang melakukan suatu perbuatan atau tidak melakukan suatu perbuatan. a. defenisi pendek memberikan pengertian strafbaar feit adalah suatu kejadian yang dapat diancam pidana oleh undang-undang. b. defenisi panjang atau lebih mendalam yang memberikan pengertian strafbaar feit adalah suatu kelakuan yang melawan hukum berhubung dilakukan dengan sengaja atau alpa oleh orang yang dapat dipertanggungjawabkan. 24 21 Dikutip dari S.R Sianturi, Asas-Asas Hukum Pidana di Indonesia dan Penerapannya, Alumni AHAEM-PTHAEM, Jakarta, 1986, h.205 22 Ibid 23 Dikutip dari Bambang Poernomo, Asas-Asas Hukum Pidana, Ghalia Indonesia, Jakarta, 1994, h.90 24 Mardjono Reksodiputro, Hukum Pidana Dalam Perkembangan Hukum Nasional, Lembaga Kriminologi UI, Jakarta, 1994, h.45 Universitas Sumatera Utara Moeljatno mendefenisikan tindak pidana sebagai perbuatan yang oleh suatu aturan hukum dilarang dan diancam pidana asal saja dalam pada itu diingat bahwa larangan ditujukan kepada perbuatan, yaitu suatu keadaan atau kejadian yang ditimbulkan oleh kelakuan orang, sedangkan ancaman pidananya ditujukan kepada orang yang menimbulkan kejadian itu, ada hubungan yang erat pula. CST Kansil menyebutkan bahwa tindak pidana atau delik ialah tindakan yang mengandung lima unsur yakni: 25 a. Harus ada kelakuan gedraging b. Kelakuan itu harus sesuai dengan uraian undang-undang wettelijkeomschrijving c. Kelakuan itu adalah kelakuan tanpa hak d. Kelakuan itu dapat diberatkan kepada pelaku e. Kelakuan itu diancam dengan hukuman Schaffmeister menyatakan bahwa perbuatan pidana adalah perbuatan manusia yang termasuk dalam ruang lingkup rumusan delik, bersifat melawan hukum, dan dapat dicela. 26 Demikian pula halnya di negara-negara common law system. Di Inggr is, the house of lord,dalam perkara board of trade v.owen 1957, menerima defenisi kejahatan yang dirumuskan halsbury’s law of england, yaitu; ”a crime unlawful act or default which is an offence against the public and renders the person guilty of the act liable to legal punishment.” Suatu tindak pidana merupakan suatu 25 C.S.T Kansil dan Christie kansil, Op.cit , h.37 26 Dikutip dari Chairul Huda, Loc.cit Universitas Sumatera Utara tindakan yang dilarang atau dicela oleh masyarakat dan dilakukan oleh orang yang bersalah yang dapat dikenakan sanksi pidana. 27 M. Hamdan memberikan pengertian tindak pidana sebagai perbuatan melakukan atau tidak melakukan sesuatu yang oleh peraturan perundang- undangan dinyatakan sebagai perbuatan yang dilarang dan diancam dengan pidana. 28 Komariah E. Sapardjaja menyatakan defenisi dari tindak pidana sebagai suatu perbuatan manusia yang memenuhi perumusan delik, melawan hukum, dan pembuat bersalah melakukan perbuatan itu. 29 Pada mulanya, sebelum lahirnya Undang-Undang Pokok Kepolisian dan Kejaksaan pada tahun 1961 Undang-undang Nomor 13 Tahun 1961 dan Undang- undang Nomor 15 Tahun 1961, umum dipakai istilah ”pengusutan” sebagai pedoman istilah Belanda opsporing dan istilah Inggris investigation. Tetapi dengan diperkenalkannya istilah baru oleh kedua undang-undang tersebut, yaitu ”penyidikan” dengan arti yang sama dengan yang tersebut diatas, maka sejak itu hilanglah secara perlahan-lahan istilah ”pengusutan” tersebut yang biasanya dipakai oleh para penerjemah HIR menjadi RIB untuk mengartikan istilah Belanda dalam HIR, yaitu opsporing tersebut.

5. Pengertian Penyidikan