Embryo rescue secara in vitro dan produksi bibit aren (Arenga pinnata (Wurmb) Merr)

EMBRYO RESCUE SECARA IN VITRO DAN
PRODUKSI BIBIT AREN (Arenga pinnata (Wurmb) Merr.)

MIRZA ARSIATY ARSYAD

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Embryo Rescue secara In
Vitro dan Produksi Bibit Aren (Arenga pinnata (Wurmb) Merr.) adalah benar
karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam
bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang
berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari
penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di
bagian akhir tesis ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.

Bogor, Oktober 2013
Mirza Arsiaty Arsyad
NIM A253100061

RINGKASAN
MIRZA ARSIATY ARSYAD. Embryo Rescue secara In Vitro dan Produksi
Bibit Aren (Arenga pinnata (Wurmb) Merr.). Dibimbing oleh SUDARSONO,
AGUS PURWITO dan DINY DINARTI.
Aren merupakan tanaman asli kepulauan Indo-Melayu yang termasuk dalam
famili Arecaceae (palmaceae). Aren memiliki peran penting sebagai tanaman
penghasil bahan bakar nabati (BBN), sehingga dibutuhkan penelitian dan
pengembangan dari tanaman ini. Penyediaan bahan tanam merupakan kendala
utama dalam pengembangan budidaya dan pemuliaan tanaman aren.
Permasalahan penyediaan bahan tanam (bibit aren) di Indonesia disebabkan oleh
adanya dormansi benih dan penggunaan benih matang fisiologi sebagai bahan
tanam. Teknik embryo rescue dapat dijadikan terobosan untuk memperoleh bibit
aren dalam waktu relatif singkat. Tujuan dari penelitian ini adalah: mengevaluasi
1) pengaruh umur embrio zigotik dan efektifitas dua komposisi media dasar
terhadap kemampuan berkecambah dan perkembangan embrio zigotik pada
embryo rescue aren, 2) pengaruh pra-perlakuan dan penambahan ZPT (sitokinin),

dan 3) pengaruh penambahan kombinasi ZPT (auksin dengan atau tanpa sitokinin)
terhadap pertumbuhan embrio zigotik secara in vitro dan produksi bibit aren.
Percobaan pertama, embrio zigotik yang diisolasi dari buah muda dan tua
aren dikulturkan dalam media Y3 atau WPM tanpa penambahan ZPT. Percobaan
kedua sub-unit pertama, embrio zigotik muda dengan atau tanpa pra-perlakuan
dikulturkan dalam media Y3 dengan penambahan sitokinin berupa air kelapa
(100, 150 dan 200 ml/l) atau BAP (5 ppm). Percobaan kedua sub-unit kedua,
penambahan NAA (1 atau 5 ppm), kinetin (5 ppm), BAP (5 ppm), kombinasi
NAA (1 atau 5 ppm)+kinetin (1 atau 5 ppm), atau NAA (1 atau 5 ppm)+BAP (5
ppm) dalam media Y3 untuk regenerasi planlet.
Hasil yang diperoleh menunjukan bahwa viabilitas dan perkecambahan
embrio zigotik muda (92%) lebih baik dibandingkan embrio zigotik tua (72%). Di
lain pihak, komposisi media dasar (Y3 atau WPM) tidak berpengaruh nyata
terhadap perkecambahan embrio. Pada beberapa embrio zigotik yang dikulturkan
memperlihatkan abnormalitas perkembangan haustorium dan apokol sebesar 32%
dan 26%. Persentase planlet yang berasal dari embrio zigotik pada percobaan ini
berkisar 6%-25%.
Hasil dari percobaan kedua menunjukkan bahwa penambahan ZPT sitokinin
(air kelapa atau BAP) tidak memberikan pengaruh nyata terhadap pertumbuhan
embrio zigotik, sedangkan embrio zigotik muda dengan pra-perlakuan

menunjukkan pembentukan tunas dan akar terbaik. Penambahan ZPT (dengan
atau tanpa sitokinin) memberikan pengaruh positif pada panjang akar dari embrio
zigotik. Penambahan kombinasi NAA (5 ppm)+BAP (5 ppm) menghasilkan
jumlah planlet tertinggi. Planlet berhasil diregenerasi melalui embryo rescue dan
dipindah ke tanah.
Kata kunci : air kelapa, aren, auksin, embryo rescue dan sitokinin

SUMMARY
MIRZA ARSIATY ARSYAD. Embryo Rescue through In Vitro
Technique and Production of Sugar Palm (Arenga pinnata (Wurmb) Merr.)
Seedlings. Supervised by SUDARSONO, AGUS PURWITO and DINY
DINARTI.
Sugar palm is a member of Arecaceae (palmaceae) originated from IndoMalayan archipelago. Sugar palm may have important position as biofuel
producing crop. Hence, research and development of sugar palm need to be done.
Availability of planting material is one of significant constraints to develop sugar
palm for cultivation and breeding program. The main constraints of planting
material (sugar palm seedlings) in Indonesia are the seed dormancy and the use of
physiologically mature seed as planting material. Embryo rescue technique can be
applied as a breakthrough to obtain sugar palm seedlings in a relatively short time.
The objectives of the experiment were to evaluate: 1) the effect of zygotic embryo

age and basal medium composition on germination and development of rescued
zygotic embryo of sugar palm, 2) the effect of pre-treatment and cytokinins and 3)
the effect of PGR combination (auxin with or without cytokinin) in vitro embryo
culture and seedlings production of sugar palm.
In exp. 1, zygotic embryos isolated from immature and mature sugar palm
fruit were cultured on Y3 or WPM medium without of plant growth regulators. In
exp. 2. sub-unit 1, immature zygotic embryos with or without pre-treatment were
cultured onto Y3 medium containing cytokinin in the form of coconut water (100,
150 and 200 ml/l) or BAP (5 ppm). In exp. 2. sub-unit 2, addition of NAA (1 or 5
ppm), kinetin (5 ppm), BAP (5 ppm), a combination of NAA (1 or 5 ppm)+kinetin
(5 ppm), or NAA (1 or 5 ppm)+BAP (5 ppm) in Y3 medium for plantlet
regeneration.
The result showed that the viability and germination of immature zygotic
embryo (92%) was better than the mature one (72%). On the other hand, the
composition of the basal medium (Y3 or WPM) did not significantly affect
embryo germination. Some of the culture zygotic embryo developed abnormal
development of haustorium and cotyledonary petiole, at 32% and 26%,
respectively. The percentage of planlets from zygotic embryo in this experiment
range from 6%-25%.
The results showed that cytokinin (coconut water or BAP) did not affect

growth of the rescued zygotic embryo, whereas immature embryo with pretreatment led to the highest shoot and root formations, respectively. On the other
hand, addition of PGR (auxin with or without cytokinin) showed positive effects
on length of root from the zygotic embryos. A combination of NAA (5
ppm)+BAP (5 ppm) gave the highest number planlets. The plantlet of sugar palm
were successfully regenerated from rescued embryos and transferred into soil.
Keywords : auxin, coconut water, cytokinin, embryo rescue and sugar palm

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2013
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB

EMBRYO RESCUE SECARA IN VITRO DAN
PRODUKSI BIBIT AREN (Arenga pinnata (Wurmb) Merr.)


MIRZA ARSIATY ARSYAD

Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains
pada
Program Studi Pemuliaan dan Bioteknologi Tanaman

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013

Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis: Dr. Dewi Sukma, SP. M.Si.

Judul Tesis : Embryo Rescue secara In Vitro dan Produksi Bibit Aren (Arenga
pinnata (Wurrnb) Merr.)
: Mirza Arsiaty Arsyad
Nama
: A253100061

NIM

Disetujui oleh
Komisi Pembimbing

Prof. Dr. Ir. Sudarsono, M .Sc.
Ketua

Dr. Ir. A

Dr. Ir. Diny Dinarti, M.Si
Anggota

Diketahui oleh

Dekan Sekolah Pascasarjana

Ketua Program Studi
Pemuliaan dan Bioteknologi
Tanaman


Dr. Ir. tイゥォッ・ウュセケ。L@

Tanggal Ujian: 25 Juli 2013

M.Sc.

Tanggal Lu1us:

o4 OCT

2013

Judul Tesis : Embryo Rescue secara In Vitro dan Produksi Bibit Aren (Arenga
pinnata (Wurmb) Merr.)
Nama
: Mirza Arsiaty Arsyad
NIM
: A253100061


Disetujui oleh
Komisi Pembimbing

Prof. Dr. Ir. Sudarsono, M.Sc.
Ketua

Dr. Ir. Agus Purwito, M.Sc. Agr.
Anggota

Dr. Ir. Diny Dinarti, M.Si
Anggota

Diketahui oleh

Ketua Program Studi
Pemuliaan dan Bioteknologi
Tanaman

Dekan Sekolah Pascasarjana


Dr. Ir. Trikoesoemaningtyas, M.Sc.

Dr. Ir. Dahrul Syah, M.Sc.Agr.

Tanggal Ujian: 25 Juli 2013

Tanggal Lulus:

PRAKATA
Bismillaahirrahmaanirrahiimi
Alhamdulillah, puji dan syukur penulis haturkan kepada Allah SWT atas segala
pertolongan, berkah dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian
dan penulisan tesis yang berjudul “Embryo Rescue secara In Vitro dan Produksi
Bibit Aren (Arenga pinnata (Wurmb) Merr.)” sebagai syarat memperoleh gelar
Magister Sains pada Sekolah Pascasarjana di Institut Pertanian Bogor.
Penulis menyampaikan jazakumullahu khairan katsira‟ kepada berbagai pihak
yang telah memberikan bantuan, motivasi, bimbingan dan doa selama kegiatan
penelitian dan penulisan tesis, serta selama penulis menempuh masa studi di IPB:
1.
Prof. Dr. Ir. Sudarsono, M.Sc, Dr. Ir. Agus Purwito, M.Sc.Agr dan Dr. Ir. Diny

Dinarti, M.Si. selaku komisi pembimbing yang telah meluangkan waktu,
memberikan saran, bimbingan serta arahan kepada penulis dalam melakukan
penelitian ini.
2.
Dr. Ir. Trikoesoemaningtyas, M.Sc. selaku Ketua Mayor Pemuliaan dan
Bioteknologi Tanaman.
3.
Dr. Dewi Sukma, SP. M.Si. selaku penguji pada ujian tesis.
4.
Seluruh staf pengajar yang telah mencurahkan ilmunya selama menempuh
pendidikan.
5.
Ayahanda H. M. Arsyad B. dan ibunda Hj. Nurhayati Dunuyaali, terima kasih
atas segala doa, bantuan moril dan kasih sayang yang diberikan.
6.
Kepada seluruh keluarga besar H. Dunuyaali, terima kasih atas motivasi dan
doanya.
7.
Kepada sahabat-sahabatku yang telah bersama dari awal masa studi penulis,
terima kasih atas kebersamaan, persahabatan, bantuan serta motivasi yang
diberikan.
8.
Kepada rekan-rekan di Laboratorium Biologi Molekuler Tanaman dan
Pemuliaan dan Bioteknologi Tanaman IPB angkatan 2010, atas persahabatan,
kebersamaan dan bantuannya.
9.
Kepada semua pihak yang turut membantu dalam penelitian ini tetapi tidak
dapat disebutkan satu persatu, terima kasih atas bantuan dan kerja samanya.
Penulis mendedikasikan tesis ini kepada orang tua tercinta Ayahanda H. M.
Arsyad B. dan Ibunda Hj. Nurhayati Dunuyaali, serta tante tersayang Hj. Husnah
Dunuyaali. Akhirnya dengan segenap kerendahan hati, penulis berharap semoga
hasil penelitian yang tertuang dalam tesis ini dapat memberikan manfaat bagi para
pembacanya.
Bogor, Oktober 2013

Mirza Arsiaty Arsyad

DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL

xviii

DAFTAR GAMBAR

xix

DAFTAR LAMPIRAN

xx

GLOSARIUM

xxi

1 PENDAHULUAN

1

Latar Belakang

1

Tujuan Penelitian

3

Manfaat Penelitian

3

Alur Penelitian

3

2 TINJAUAN PUSTAKA

5

Penyebaran dan Morfologi Aren

5

Potensi dan Eksplorasi Aren

9

Kultur Jaringan Palma

10

Kultur Embrio (Embryo Rescue)

11

Zat Pengatur Tumbuh

12

3 Umur Embrio dan Jenis Media Dasar Berpengaruh pada
Keberhasilan Embryo Rescue Aren (Arenga pinnata (Wurmb) Merr.)
secara In Vitro

14

Abstrak

14

Pendahuluan

15

Bahan dan Metode

16

Hasil dan Pembahasan

18

Simpulan

28

Saran

28

4 Penambahan Zat Pengatur Tubuh dan Pra-Perlakuan Meningkatkan
Keberhasilan Embryo Rescue Aren secara In Vitro

29

Abstrak

29

Pendahuluan

29

Bahan dan Metode

31

Hasil dan Pembahasan

33

Simpulan

46

Saran

46

5 PEMBAHASAN UMUM

47

6 SIMPULAN DAN SARAN

49

Simpulan

49

Saran

49

DAFTAR PUSTAKA

50

RIWAYAT HIDUP

61

DAFTAR TABEL
Halaman
1.

Perbandingan produksi bio-etanol dari beberapa bahan baku

1

2.

Pengaruh umur embrio zigotik aren dan jenis media dasar
terhadap persentase pembentukan apokol
(%) pada 6 MST

21

3.

Uji Kruskal-Wallis bentuk dan warna apokol aren pada 6 MST

24

4.

Rekapitulasi persentase bentuk dan warna apokol (%) pada 6 MST

24

5.

Uji Kruskal-Wallis bentuk dan warna haustorium aren pada 6 MST

26

6.

Rekapitulasi persentase bentuk dan warna haustorium (%)
pada 6 MST

26

7.

Persentase planlet aren (%) pada 24 MST

28

8.

Rekapitulasi interaksi penambahan sitokinin dan
pra-perlakuan terhadap seluruh peubah pada 12 MST

39

Penambahan ZPT (sitokinin) dan pra-perlakuan terhadap
Rata-rata panjang tunas dan akar aren pada 12 MST

39

Penambahan ZPT (sitokinin) dan pra-perlakuan terhadap
rata-rata panjang tunas dan akar aren (cm) pada 12 MST

40

Penambahan ZPT (auksin dengan dan tanpa sitokinin) terhadap
persentase apokol aren (%) pada 12 MST

41

Penambahan ZPT (auksin dengan dan tanpa sitokinin) terhadap
persentase bertunas dan berakar aren (%) pada 12 MST

41

Penambahan ZPT (auksin dengan dan tanpa sitokinin) terhadap
rata-rata panjang tunas dan akar aren (cm) pada 12 MST

42

9.

10.

11.

12.

13.

14.

15.

Planlet aren siap aklimatisasi dan transplanting (%)
hasil dari percobaan penambahan sitokinin dan
pra-perlakuan (32 MST)

45

Planlet aren siap aklimatisasi dan transplanting (%),
hasil dari percobaan penambahan ZPT (auksin dengan atau
tanpa sitokinin) (32 MST)

46

DAFTAR GAMBAR
Halaman
Bagan alur penelitian embryo rescue secara in vitro dan
produksi bibit aren (Arenga pinnata (Wurmb) Merr.)

4

2.

Pohon aren (Arenga pinnata (Wurmb) Merr.)

5

3.

Tandan bunga betina (atas) dan tandan bunga jantan (bawah)

7

4.

Irisan melintang buah aren (atas) dan biji aren (bawah)

8

5.

Tipe perkecambahan benih aren

9

6.

Sumber eksplan. Buah muda (a), buah tua (b),
embrio dan endosperma (c), embrio muda (d),
dan embrio tua (e)

16

Kecambah aren (kiri), haustorium (a), apokol (b).
Embrio aren (kanan), dan bagian basal embrio (c)

19

Bentuk apokol, normal (a) dan abnormal (b).
Warna apokol, putih (c), kuning kehijauan (d),
cokelat muda dan putih (e) dan cokelat (f)

23

Bentuk haustorium, normal (a) dan abnormal (b).
Warna haustorium (c-g), putih (c), kuning kehijauan (d),
cokelat dan putih (e), cokelat muda (f) dan cokelat (g)

25

Planlet aren (24 MST) berasal dari embrio muda yang
dikulturkan dalam media WPM

27

Planlet aren (kiri), pembentukan tunas tanpa akar (a).
Kecambah aren (kanan), apokol (b), akar (c),
dan pembengkakan pada apokol (d).

34

Tahapan keluarnya tunas dari apokol. celah pada apokol (a),
celah melebar (b), tunas mulai keluar dari apokol (c),
tunas telah keluar dari apokol (d), dan daun baru telah terbentuk (e)

35

1

7.

8.

9.

10.

11.

12.

13.

Planlet aren siap aklimatisasi (32 MST)

43

14.

Planlet dalam botol kultur (12 MST) (a), planlet (12 MST) (b),
planlet siap diaklimatisasi (32 MST) (c), planlet diaklimatisasi (d-e),
planlet siap dipindah ke tanah (f), dan bibit aren (g)

44

Bibit aren (48 MST) hasil embryo rescue yang dikulturkan
dalam media dengan penambahan ZPT (auksin dengan atau
tanpa sitokinin)

45

15.

DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
1.

Komposisi air kelapa

59

2.

Komposisi media Y3 (Eeuwens 1976 dan vitamin dari
Morel dan Wetmore 1951)

60

Komposisi media WPM (Brent Mc Cown dan Greg Lloyd 1981)

60

3.

GLOSARIUM
Apokol

: Bagian kecambah tempat berkembangnya radikula dan
plumula pada aren

BSP

: Bulan setelah polinasi

Endosperma

: Jaringan nutrisi pada biji (albumen)

Eksplan

: Jaringan yang diambil dari tempat asalnya dan ditransfer ke
media buatan untuk pertumbuhan atau pemeliharaan

Embrio zigotik

: Embrio hasil fertilisasi antar gamet jantan dengan betina

Haustorium

: Struktur pada bagian embrio yang berfungsi melakukan
penetrasi pada jaringan endosperma untuk mengambil
makanan

HSP

: Hari setelah polinasi

MST

: Minggu setelah tanam

Perkecambahan

: Munculnya tunas dan akar dari benih/biji setelah melewati
fase dormansi

Planlet

: Tanaman yang dipelihara dalam botol kultur atau secara in
vitro

Planlet lengkap

: Planlet yang memiliki daun dan akar

Planlet tunas

: Planlet yang hanya dilengkapi dengan tunas tanpa adanya
akar

Plumula

: Kotiledon pada tanaman rumput-rumputan dan tanaman
monokotil lainnya yaitu daun yang sangat termodifikasi
terdiri dari skutelum dan koleoptil

1

1

PENDAHULUAN
Latar Belakang

Sumber energi utama di Indonesia saat ini berasal dari bahan bakar fosil
yaitu minyak bumi dan batubara. Kebutuhan energi ini akan terus meningkat
seiring dengan pertambahan jumlah penduduk dan pertumbuhan ekonomi di
Indonesia. Ditjen Migas melaporkan tahun 2010 penduduk Indonesia
mengkonsumsi 388.241 ribu barel bahan bakar minyak (BBM) dan terus
mengalami peningkatan setiap tahun. Peningkatan kebutuhan ini berbanding
terbalik dengan ketersedian sumber energi karena bahan bakar fosil bersifat tidak
dapat diperbaharui. Terbukti, sejak tahun 2004 hingga 2012 cadangan minyak
bumi Indonesia terus mengalami penurunan sebesar 1.2 miliar barel (Ditjenmigas
2010). Jika hal ini dibiarkan terjadi terus-menerus maka dikhawatirkan beberapa
tahun mendatang Indonesia akan mengalami krisis energi. Oleh karena itu,
diperlukan suatu sumber energi alternatif yang dapat menggantikan peran bahan
bakar fosil sebagai sumber bahan bakar utama.
Salah satu sumber energi alternatif yang dapat dikembangkan adalah energi
yang berasal dari bahan bakar nabati (BBN) atau biofuel. Penggunaan BBN telah
diatur dalam Instruksi Presiden Republik Indonesia No. 1 tahun 2006, tentang
penyediaan dan pemanfaatan BBN sebagai bahan bakar lain serta Keputusan
Presiden Republik Indonesia No. 10 tahun 2006 tentang pengembangan BBN
untuk percepatan pengurangan kemiskinan dan pengangguran. BBN sangat
potensial untuk dikembangkan karena sumber energi ini bersifat terbarukan.
Selain itu, Indonesia sebagai negara agraris memiliki berbagai sumber daya alam
yang dapat dieksplorasi untuk mengembangkan BBN. Menurut BPPP, Indonesia
memiliki berbagai jenis tanaman penghasil minyak yang dapat diolah menjadi
BBN, di antaranya: kosambi (Schleichera oleosa Merr.), nyamplung
(Calophyllum inophyllum L.), wijen (Sesamum indicum L.), kemalakian (Croton
tiglium), jarak kepyar (Ricinus comunis L.), bunga matahari (Helianthus annus
L.), kemiri minyak (Aleurites trisperma Blanco), kelapa (Cocos nucifera L.), sagu
(Metroxylon sago) dan aren (Arenga pinnata Merr.). Tanaman yang akan
dikembangkan sebagai sumber BBN sebaiknya bukan berasal dari tanaman
pangan untuk menjaga kestabilan pangan nasional.

Tabel 1. Perbandingan produksi bio-etanol dari beberapa bahan baku
Parameter
Singkong
Molases
Nira Aren
Harga Pokok Produksi
6.500
6.000
6.375
(Rp/l)
Biaya Proses (Rp/l)
1.200
1.750
2.455
Biaya Bahan Baku (Rp/l)
4.800
4.250
3.920
Perbandingan
1 l = 6 kg
1 l = 4 kg
1 l = 14 l
(Bio-etanol = Bahan baku)
Produksi Bahan Baku/ha
35 ton/tahun
3.2 ton/tahun 957.000 l/7 tahun
Produksi Bio-etanol/ha
5.800 l/tahun
800 l/tahun
68.350 l/7 tahun
Sumber : Tenda et al. (2011)

2
Aren (Arenga pinnata (Wurmb) Merr.) merupakan tanaman potensial yang
berasal dari kepulauan Indo-Melayu dan menyebar hingga ke seluruh wilayah
Indonesia. Aren dapat ditemukan di sebagian besar wilayah tropis Asia Tenggara
dan Asia Selatan (Mogea et al. 1991). Tanaman yang termasuk dalam famili
Arecaceae (Palmaceae) ini dilaporkan memiliki nilai ekonomi tinggi yang
berpotensi untuk dikembangkan (Effendi 2010). Sebagai multiple purpose tree,
hasil aren yang bernilai ekonomi tinggi adalah nira (BPPP 2009; Sangian dan
Tongkukut 2011), pati (Alam dan Saleh 2009), ijuk (Mogea et al. 1991), serat
(Ishak et al. 2011) serta buahnya (Siregar 2005). Di samping itu, aren juga dapat
dikembangkan dalam sistem agroforestri (Solikin 2012). Nira yang dipanen dari
tandan bunga jantan merupakan bahan baku BBN yang ramah lingkungan
(Effendi 2010). Produksi nira untuk setiap pohon dapat mencapai 15 l/hari dengan
rendemen gula 12% dan kadar etanol 70-90% (BPPP 2009; Effendi 2010). Tenda
et al. (2011) menyatakan penggunaan nira aren sebagai bahan baku BBN juga
sangat ekonomis dibandingkan dengan sumber bahan baku BBN utama lainnya
yaitu singkong dan molases tebu (Tabel 1). Ditinjau dari segi pemanfaatannya
maka aren termasuk tanaman yang berpotensi untuk dikembangkan lebih luas
sebagai tanaman penghasil BBN.
Tahap awal pengembangan aren sebagai tanaman penghasil BBN adalah
meningkatkan jumlah populasi tanaman. Berdasarkan data Ditjenbun (2011) luas
areal tanaman aren tahun 2010 mencapai 66.309 ha dan pendataan 2011
mengalami peningkatan menjadi 66.441 ha. Pertanaman aren umumnya masih
belum dibudidayakan dan merupakan perkebunan rakyat (Tenda et al. 2010).
Aren tergolong ke dalam tanaman hepaxanthic palm yaitu tanaman yang memiliki
pertumbuhan terbatas (Mujahidin et al. 2003). Pertumbuhan yang terbatas serta
pemanfaatan tanaman secara terus-menerus dapat mengakibatkan kelangkaan
tanaman sehingga perlu dilakukan budidaya secara intensif dan ekstensif.
Perbanyakan tanaman aren dilakukan secara konvensional melalui benih.
Perbanyakan melalui teknik ini membutuhkan waktu 1-12 bulan atau bahkan
mencapai 24 bulan sebagai akibat adanya dormansi benih. Dormasi benih aren
diakibatkan oleh peningkatan kandungan lignin dan tanin pada kulit benih
(Widyawati et al. 2009) dan adanya inhibitor perkecambahan (asam absisat) pada
kulit serta endosperma aren (Asikin dan Puspitaningtyas 2000). Upaya pematahan
dormansi dilakukan dengan berbagai metode, diantaranya: secara mekanis/fisik
(Saleh 2004; Rofik dan Murniati 2008), kimia (Sirait 2010; Saleh 2003), media
tanam (Usman 2006) dan pencahayaan (Saleh dan Wardah 2010). Selain
dormansi, kendala lain yang ditemui pada perbanyakan bibit aren adalah
penggunaan benih matang fisiologis sebagai bahan tanam, sedangkan untuk
pematangan benih membutuhkan waktu 36 bulan. Penelitian berbagai tingkat
kematangan benih sebagai bahan tanam oleh Usman (2006) menunjukkan daya
berkecambah benih dari buah muda (kulit buah berwarna hijau) hanya sebesar
7.5%, sedangkan benih dari buah tua (matang fisiologis) mencapai 26.7%. Kedua
faktor tersebut menjadi penghambat perbanyakan bibit untuk budidaya dan
program pemuliaan tanaman aren di Indonesia.
Embryo rescue merupakan teknik kultur jaringan dengan menumbuhkan
embrio muda pada kondisi lingkungan optimal (Taji et al. 2002). Manfaat utama
dari penerapan teknik ini adalah memperpendek siklus pemuliaan tanaman karena
bahan tanam yang digunakan berupa embrio zigotik muda (Tamaki et al. 2011).

3
Pemanfaatan lain dari embryo rescue adalah memperoleh bibit tanaman dari hasil
persilangan antar spesies (Cisneros dan Tel-Zur 2010; Clarke et al 2006), benih
tanpa endosperma (Arsyad 2008), benih dengan endosperma abnormal (Sukendah
2008) dan benih dengan dormansi panjang (Kukharchyk dan Kastrickaya 2006).
Tujuan lain dari penerapan embryo rescue pada perbanyakan tanaman adalah
secara tidak langsung dapat memperpanjang umur produktif tanaman.
Keberhasilan regenerasi embrio zigotik muda pada kultur jaringan
dipengaruhi oleh beberapa hal, di antaranya: umur embrio (Gebologlu et al.
2011), jenis media dasar (Muniran et al. 2008), jenis dan konsentrasi zat pengatur
tumbuh (ZPT) yang digunakan (Setiawan 2006), serta perlakuan embryo zigotik
(eksplan) sebelum dikulturkan dalam media perlakuan (Maciel et al. 2010).
Dengan demikian, untuk memperoleh informasi mengenai faktor-faktor penentu
keberhasilan embryo rescue aren, maka dilakukanlah penelitian embryo rescue
secara in vitro dan produksi bibit aren.

Tujuan Penelitian
Tujuan umum penelitian ini adalah mengembangkan protokol baku embryo
rescue untuk memproduksi bibit tanaman aren dalam waktu singkat. Tujuan
khusus dari penelitian ini adalah :
1.
Mengevaluasi pengaruh umur embrio zigotik dan efektifitas dua komposisi
media dasar terhadap kemampuan berkecambah dan perkembangan embrio
zigotik pada embryo rescue aren.
2.
Mengevaluasi pengaruh pra-perlakuan dan penambahan sitokinin dalam
media kultur in vitro terhadap perkembangan embrio zigotik muda melalui
embryo rescue dan pertumbuhan planlet aren.
3.
Mengevaluasi pengaruh penambahan ZPT (auksin dengan atau tanpa
sitokinin) ke dalam media kultur in vitro terhadap perkembangan embrio
zigotik muda melalui embryo rescue dan pertumbuhan planlet aren.

Manfaat Penelitian
1.
2.
3.

Manfaat dari penelitian ini diharapkan dapat :
Diperoleh informasi umur embrio dan jenis media dasar terbaik untuk
digunakan pada embryo rescue aren.
Diperoleh informasi penerapan ZPT terbaik dan pra-perlakuan untuk
digunakan pada embryo rescue aren.
Diperoleh protokol baku embryo rescue aren secara in vitro yang efektif dan
metode penyediaan bibit aren secara massal dalam waktu lebih singkat
dibandingkan melalui benih.

Alur Penelitian
Penelitian ini terbagi dalam dua percobaan utama. Percobaan pertama
adalah umur embrio dan jenis media dasar berpengaruh pada keberhasilan embryo

4
rescue aren dan percobaan kedua adalah penambahan ZPT dan pra-perlakuan
meningkatkan keberhasilan embryo rescue aren secara in vitro. Percobaan kedua
terdiri atas dua sub-unit percobaan, yaitu: 1) pengaruh pra-perlakuan dan
penambahan ZPT (sitokinin) terhadap embryo rescue aren, dan 2) pengaruh
penambahan ZPT (auksin dengan atau tanpa sitokinin) terhadap embryo rescue
aren. Bagan alur penelitian tersaji pada Gambar 1.

Buah Aren (Arenga pinnata (Wurmb) Merr.)

Embrio Zigotik Aren

Percobaan 1
Umur Embrio dan Jenis Media Dasar
Berpengaruh pada Keberhasilan
Embryo Rescue Aren
Percobaan 2
Penambahan Zat Pengatur Tumbuh dan Pra-perlakuan
Meningkatkan Keberhasilan Embryo Rescue
Aren secara In Vitro
Pengaruh Penambahan
ZPT (Auksin dengan
atau Tanpa Sitokinin)
terhadap Embryo Rescue
Aren

Pengaruh
Pra-perlakuan dan
Penambahan ZPT
(Sitokinin) terhadap
Embryo Rescue Aren

Planlet Aren

Aklimatisasi

Bibit Aren

Gambar 1. Bagan alur penelitian embryo rescue secara in vitro dan produksi bibit
aren (Arenga pinnata (Wurmb) Merr.)

5

2 TINJAUAN PUSTAKA
Penyebaran dan Morfologi Aren
Ditinjau dari aspek botani, aren (Arenga pinnata (Wurmb) Merr.) termasuk
dalam kelompok tumbuhan berkeping satu (monocotyledon) dari famili Arecaceae
(Palmaceae). Pohon aren ditemukan tumbuh di daerah Asia Tenggara sampai
kepulauan Ryuku di Jepang dan tersebar ke Vietnam hingga Himalaya bagian
timur. Aren juga ditemukan pada beberapa daerah di Afrika dan Kepulauan
Pasifik sebagai tanaman introduksi (Mujahidin et al. 2003). Sentral tanaman aren
di Indonesia berada pada provinsi Jawa Barat, Jawa Tengah, Sulawesi Utara,
Sulawesi Selatan, Sumatera Utara dan Sumatera Barat (Soeseno 2000).
Pohon aren tumbuh soliter dan tidak berumpun seperti pohon palem lainnya
(Gambar 2). Batangnya ditutupi oleh serabut-serabut hitam kasar (ijuk) dan
pelepah daun tua tetap melekat memenuhi batang. Tinggi pohon sekitar 10-20 m
dan diameter batang 30-65 cm. Batang pohon disokong oleh akar serabut
berwarna hitam dan sangat kuat, tersebar hingga sepuluh meter atau lebih dengan
kedalaman tiga meter. Sistem perakaran tersebut sangat cocok untuk menahan
erosi pada lahan-lahan miring. Akar aren juga memiliki kemampuan untuk
mengikat air sehingga dapat juga ditanam pada daerah relatif kering (Mujahidin et
al. 2003).

Gambar 2. Pohon aren (Arenga pinnata (Wurmb) Merr.). Sumber: Haynes (1998)

6
Daun aren termasuk tipe daun menyirip yaitu tipe daun majemuk dimana
semua anak daun tersusun pada perpanjangan ibu tulang daun (rakis). Bagian
bawah helaian daun terdapat lapisan lilin. Daun majemuk aren memiliki panjang
6-12 meter dan umumnya tersusun melingkar (spiral) ke arah kanan tetapi ada
juga yang ditemukan melingkar ke arah kiri. Satu tangkai daun majemuk terdiri
dari 80-155 helai anak daun yang tersusun menyirip ganjil. Panjang tangkai daun
1-2.5 meter. Bagian pangkal tangkai daun merupakan pelepah yang menempel
kuat melingkari batang. Satu pohon aren terdapat 3-6 daun majemuk. Jumlah daun
yang terbentuk dipengaruhi oleh kondisi lingkungan tumbuhnya. Selama siklus
hidup pohon aren dapat menghasilkan sekitar 50 daun (Mujahidin et al. 2003).
Aren termasuk tanaman yang memiliki pertumbuhan terbatas (hepaxanthic
palm). Hepaxanthic palm ialah jenis palem yang pertumbuhan batang dan
pembentukan daun barunya (pertumbuhan vegetatif) terhenti pada periode waktu
tertentu dan dilanjutkan dengan pembentukan bunga, pematangan buah lalu mati.
Terhentinya pertumbuhan vegetatif ditandai oleh munculnya 2-3 daun terpendek
secara bersamaan di ujung batang tanaman. Hal ini merupakan indikator bahwa
pembentukan bunga (masa generatif) akan dimulai. Periode pembentukan bunga
sangat dipengaruhi oleh ketinggian lingkungan tumbuh. Pada dataran rendah
pembentukan bunga memerlukan waktu 5-7 tahun, sedangkan pada dataran tinggi
dapat mencapai 12-15 tahun (Mujahidin et al. 2003).
Aren tergolong dalam tanaman berumah satu (monoecious) (Gambar 3).
Bunga berbentuk malai yang diselubungi oleh beberapa seludang dan tersusun
dalam tandan. Tandan bunga muncul dari setiap pelepah atau bekas pelepah daun.
Posisi munculnya tandan bunga dimulai dari bagian atas tanaman ke arah bawah.
Bunga aren terdiri atas dua bunga jantan dan satu bunga betina. Bunga betina
terletak di antara bunga jantan. Seiring dengan perkembangannya, tandan bunga
betina dan tandan bunga jantan mengalami perubahan. Pada tandan bunga betina,
bunga jantan akan gugur dan menyisakan bunga betina setelah malai bunga keluar
dari seludang. Tandan bunga jantan memiliki dua tipe perkembangan yang terlihat
setelah malai bunga keluar dari seludangnya. Tipe pertama, perkembangan hanya
terjadi pada bunga jantan sedangkan tipe kedua bunga betina gugur setelah bunga
jantan mekar (Mujahidin et al. 2003).
Bunga betina tersusun dari untaian bunga berbentuk butiran kecil. Tandan
bunga betina terdiri dari ± 38 malai dengan 112-132 bunga betina setiap malai.
Bunga betina berwarna hijau muda, terdiri atas dua kelopak luar, tiga kelopak
dalam dan tiga mahkota bunga. Kepala putik terbelah tiga dan tidak memiliki
tangkai. Bakal buah beruang tiga dan masing-masing ruang terdapat satu bakal
biji. Jumlah tandan betina berkisal 3-9 tandan (Effendi 2010; Mujahidin et al.
2003).
Tandan bunga jantan (Gambar 3) umumnya muncul setelah tandan bunga
betina muncul seluruhnya, tetapi terkadang tanda bunga betina kembali muncul
setelah tandan bunga jantan lalu diikuti dengan munculnya tandan bunga jantan
secara berselang seling. Satu pohon aren umumnya dapat menghasilkan 7-15
tandan bunga jantan. Bunga jantan memiliki kelopak bunga berwarna hijau dan
tiga mahkota bunga berbentuk kapsul berwarna ungu. Mahkota bunga akan
terbuka ketika benang sari siap untuk membuahi bunga betina. Benang sari
berwarna kuning dengan panjang 1.8 cm dan bertangkai putih dengan panjang 1.3
cm. Satu bunga jantan terdapat 111-122 benang sari (Mujahidin et al. 2003).

7

Gambar 3. Tandan bunga betina (atas) dan tandan bunga jantan (bawah)

Buah aren berbentuk bulat panjang dengan ujung melengkung ke dalam.
Diameter buah 3-5 cm (Gambar 4). Kelopak bunga tetap melekat hingga buah
matang. Buah muda berwarna hijau muda dan setelah matang berwarna hijau tua
hingga kuning kecoklatan. Setiap buah terdapat 1-3 biji yang berwarna hitam
ketika telah matang. Buah aren mengandung konsentrasi asam oksalat mencapai
12.989 µg/g yang dapat mengakibatkan iritasi kulit (Effendi 2010; Broschat dan
Meerow 2000). Serbuk sari (pollen) yang membuahi bunga betina diduga berasal
dari pohon lain karena adanya berbedaan waktu muncul kedua tandan bunga
tersebut. Penyerbukan bunga diduga dilakukan oleh angin, lebah atau lalat kecil
(Mujahidin et al. 2003). Penyebaran tanaman ini secara alami dibantu oleh
musang (Mogea et al. 1991).
Susunan biji aren terdiri dari kulit biji (testa), endosperma dan embrio.
Jaringan testa disusun oleh sel-sel sklereid, sedangkan jaringan endosperma dan
embrio disusun oleh sel-sel parenkim. Embrio benih tersusun dari sel-sel hidup
yang aktif secara fisiologis dan banyak mengandung air untuk mempertahankan
kehidupan sel penyusunnya (Widyawati et al. 2009). Biji aren termasuk benih
rekalsitran karena kandungan airnya relatif tinggi pada waktu dipanen (Gambar
4). Penurunan kandungan air benih dapat menurunkan daya berkecambah benih
aren (Rabaniyah 1997).

8
Kulit biji yang telah matang berwarna hitam dan keras. Di bagian sisi
dalamnya terdapat lapisan tipis berwarna coklat. Sebagian besar kandungan dalam
biji merupakan pati yang berfungsi sebagai cadangan makanan. Benih aren
memiliki embrio yang cukup unik, tidak berada di ujung maupun di pangkal biji
akan tetapi berada di sisi kanan atau kiri bagian tengah biji. Embrio aren
berbentuk kerucut tumpul dengan ukuran 1-2 mm. Embrio terdiri dari sumbu
embrionik dan bakal daun tunggal yang diselubungi bakal seludang (coleoptile).
Terdapat pula modifikasi bakal daun yang disebut scutellum. Sumbu embrionik
merupakan kesatuan dari bakal akar dan basisnya (cotyledonary petiole)
(Mujahidin et al. 2003).
Perkecambahan benih aren dimulai dari bagian lateral (Gambar 5).
Perkecambahan benih secara alami dimulai dengan munculnya tonjolan pada
bagian lateral biji. Setelah mencapai panjang tertentu bagian ujung apokol
membengkak. Pada bagian inilah akan muncul plumula dan radikula.
Perkembangan benih aren melalui kultur jaringan dimulai dengan
menggembungnya embrio sehingga ukurannya lebih besar (Rofik dan Murniati
2008; Widyawati et al. 2009).

Gambar 4. Irisan melintang buah aren (atas) dan biji aren (bawah)

9

Gambar 5. Tipe perkecambahan benih aren. Sumber: Broschat dan Meerow
(2000)

Potensi dan Eksplorasi Aren
Hasil utama tanaman aren adalah nira. Nira tersebut dapat diolah menjadi
bahan bakar nabati (BBN), gula merah, gula semut, alkohol dan cuka. Nira aren
mengandung kadar etanol 70-90%. Potensi etanol yang berasal dari nira aren
dapat mencapai 20.160 l/ha/tahun. Jika dihitung dari luasan pertanaman aren yang
ada dan hanya 50% yang berproduksi, maka tanaman aren berperan menyumbang
etanol sebesar 610 juta l/tahun (Effendi 2010). Gula semut merupakan bentuk lain
dari gula merah. Bahan baku untuk pembuatan gula semut adalah nira segar yang
sama dengan bahan baku untuk pembuatan gula merah. Keduanya dibedakan dari
bentuk fisik produk akhir. Gula merah dalam bentuk produk cetakan, sedangkan
gula semut berbentuk kristal yang lolos saringan 18-20 mesh (Lay dan Karouw
2008). Pembuatan cuka aren dilakukan melalui proses fermentasi gula-gula
sederhana menjadi alkohol dan fermentasi alkohol lebih lanjut menjadi asam
asetat. Nira aren segar yang manis jika dibiarkan tetap tersimpan dalam bumbung
bambu maka akan mengalami fermentasi. Hal ini disebabkan karena nira aren
mengandung sel-sel Saccharomyces tuac. Nira yang telah mengalami fermentasi
memiliki kadar etanol 4% dan jika dibiarkan berlangsung terus maka akan
terbentuk asam cuka dengan rata-rata kadar etanol sebesar 1.2% (Baharuddin et
al. 2009). Pohon aren yang telah tua dan kurang produktif umumnya ditebang
untuk dimanfaatkan sebagai sumber pati. Pati atau tepung aren yang diperoleh
dari empulur batang merupakan bahan baku pembuatan starch noodle. Semakin

10
tua umur dari batang aren, maka viskositas pati semakin tinggi dan sangat sesuai
untuk digunakan dalam pembuatan starch noodle (Alam dan Saleh 2009).
Hasil sampingan aren berupa buah yang dapat diolah menjadi kolang kaling.
Daun/lidi dan ijuk sebagai bahan baku kerajinan tangan. Batang pohon aren dapat
diambil tepung/patinya untuk digunakan sebagai bahan makanan. Hasil-hasil
sampingan ini dapat menjadi sumber pendapatan tambahan petani (Rindengan dan
Manaroinsong 2009). Aren dapat juga berfungsi sebagai tanaman konservasi pada
lahan miring (>30%) dengan populasi tanaman 100-200 pohon/ha. Jarak tanam
disesuaikan dengan kondisi lahan misalnya 5 m x 10 m atau 10 m x 10 m.
Populasi tanaman per satuan luas, hanya 50% yang produktif menghasilkan nira
(BPPP 2009).
Berdasarkan eksplorasi plasma nutfah aren di Tomohon diperoleh tiga
aksesi aren tipe Dalam, yaitu aksesi aren Tara-tara, Pinaras dan Woloan. Aksesi
aren Tara-tara memiliki produksi dan kadar gula nira tertinggi dibandingkan
aksesi lainnya. Produksi nira per hari untuk aksesi aren asal Tara-tara, Pinaras dan
Woloan masing-masing berkisar 25-38 l; 24.16-36.8 l dan 24-30 l. Waktu
penyadapan per tandan 6.3 bulan untuk Tara-tara, 6.5 bulan untuk Pinaras dan 5.2
bulan untuk Woloan. Hasil nira (optimal) per mayang untuk aksesi aren Tara-tara
6.237 l, aren Pinaras 5.850 l dan aren Woloan 4.860 l (Tenda 2009).
Eksplorasi aren di Kalimantan Selatan memperoleh tiga aksesi aren tipe
Dalam dan satu aksesi aren tipe Genjah. Aksesi Dalam Anduhum di Kabupaten
Hulu Sungai Tengah memiliki produksi nira dan kadar gula nira tertinggi. Seleksi
dilakukan berdasarkan karakter produksi dan kadar gula nira keempat aksesi aren
tersebut karena memiliki keragaman tinggi. Keragaman karakteristik keempat
aksesi sangat tinggi, sehingga memungkinkan dilakukan seleksi maupun materi
persilangan untuk mendapatkan varietas unggul aren (Tenda et al 2008).

Kultur Jaringan Palma
Kultur jaringan ialah suatu metode untuk mengisolasi bagian tanaman
seperti protoplasma, sel, jaringan dan organ serta menumbuhkannya dalam
kondisi aseptik dalam medium hara (Gunawan 1987). Teknik kultur jaringan
dilakukan untuk membuktikan kebenaran teori totipotensi sel. Totipotensi sel
merupakan kemampuan setiap sel apabila diletakkan dalam lingkungan yang
sesuai akan tumbuh menjadi tanaman yang sempurna (Nugroho dan Sugianto
1996).
Pemanfaatan kultur jaringan dalam bidang pertanian, antara lain: membantu
perbanyakan vegetatif tanaman dalam rangka penyediaan bibit dari induk
superior, memperoleh tanaman bebas dari penyakit, membantu proses konservasi
dan preservasi plasma nutfah tanaman dan produksi persenyawaan kimia untuk
keperluan farmasi dan pewarna untuk industri makanan dan kosmetik (Gunawan
1995). Teknik kultur jaringan juga dapat digunakan untuk manipulasi jumlah
kromosom melalui bahan kimia atau meregenerasikan jaringan tertentu,
menghasilkan tanaman haploid dan double haploid yang homogen melalui kultur
anter atau mikrospora, polinasi in vitro dan pertumbuhan embrio yang secara
normal abortif, hibridisasi somatik melalui teknik fusi protoplasma antar spesies,

11
variasi somaklonal dan transfer DNA atau organel untuk memperoleh sifat
tertentu (Gunawan 1987).
Kultur jaringan palma yang dilakukan oleh Mashud dan Manaroinsong
(2007) melaporkan tanaman kelapa kopyor yang diperbanyak melalui teknik
kultur jaringan berpotensi menghasilkan buah kopyor sebesar 90%. Penambahan
GA3 0.46 µM ke dalam media cair Eeuwens (Y3) dan 4.6 µM pada media semi
solid Y3 merupakan konsentrasi GA3 optimal dan dapat mengecambahkan
masing-masing 80% dan 90% embrio zigotik kelapa (Pech y Aké et al. 2007).
Penelitian Bustaman et al. (2004) pada kultur embrio pinang sirih yang ditanam
pada media MS dengan penambahan 4 ppm NAA memberikan pembentukan
tunas terbaik.
Kultur jaringan Acrocomia aculeate pada media Y3 dengan penambahan 9
mM pikloram atau 2.4-D dengan atau tanpa kombinasi 1mM TDZ memperoleh
kalus embriogenik setelah dikulturkan selama 60 hari, selanjutnya embrio somatik
diperoleh dengan menginduksi kalus embrogenik menggunakan 9 mM pikloram
(Moura et al. 2009). Kultur jaringan kurma yang dilakukan oleh Al-Khateeb
(2008) menggunakan berbagai konsentrasi dan jenis sumber karbon (sukrosa,
glukosa, fruktosa dan maltosa) pada media MS menunjukkan kualitas dan
kuantitas pertumbuhan tunas yang optimal pada konsentrasi sumber karbon 30 g/l
dan 60 g/l, sedangkan fruktosa menghasilkan berat kering tertinggi dibandingkan
jenis sumber karbon lainnya.
Penelitan Putih et al. (2003) pada kultur tunas aren menghasilkan persentase
eksplan hidup dan persentase eksplan berkalus tertinggi dengan penambahan
kombinasi NAA 1 ppm dan BAP 1 ppm, namun kalus yang diperoleh belum dapat
membentuk akar dan tunas. Ismail (1994) membuktikan bahwa kultur embrio
zigotik aren yang ditanam pada media Tisserat dan De Mason dengan
penambahan kombinasi zat pengatur tumbuh berupa kombinasi 22 µM 2.4-D dan
9.8 µM 2iP, kombinasi 50 µM 2.4-D dan 10 µM kinetin, kombinasi 100 µM IAA
dan 10 µM kinetin dan kombinasi 100 µM NAA dan 10 µM kinetin menghasilkan
pertumbuhan akar dan tunas normal berturut-turut sebesar 86.7%; 80%; 80% dan
82%.

Kultur Embrio Zigotik (Embryo Rescue)
Kultur embrio pertama kali dilakukan oleh Charles Bonnet pada abad ke 18
melalui kultur embrio Phaseolus dan Fagopyrum. Keberhasilan meregenerasikan
tanaman dari embrio muda dipengaruhi oleh kematangan serta komposisi media
kultur. Semakin muda umur dari eksplan embrio zigotik, maka komposisi media
kultur yang digunakan semakin lengkap (Sharma et al. 1996).
Kegunaan kultur embrio adalah untuk mengecambahkan embrio zigotik
menjadi tanaman lengkap. Kultur embrio secara harfiah sering disinonimkan
dengan embryo rescue, akan tetapi untuk lebih tepatnya embryo rescue diartikan
sebagai teknik kultur jaringan dengan cara menumbuhkan embrio zigotik muda
pada kondisi lingkungan yang optimal. Teknik ini dilakukan pada embrio yang
memiliki masa dormansi panjang, embrio zigotik hibrida hasil persilangan antar
spesies yang tidak kompatibel dengan endospermanya, embrio zigotik dengan
endosperma abnormal atau tanpa endosperma serta mengintrograsian materi

12
genetik pada suatu spesies. Selain itu dari segi fisiologis perkembangan embrio,
kultur embrio juga digunakan untuk mempelajari tahap perkembangan embrio dan
kemampuan regenerasi dari bagian-bagian embrio, sitologi serta filogenetik
molekuler (Gunawan 1987; Davey dan Anthony 2010).
Tahapan penting dalam kultur embrio adalah cara mengisolasi embrio dari
dalam benih. Isolasi embrio umumnya dilakukan dengan penyayatan dan
pemisahan jaringan-jaringan disekitar embrio tersebut. Untuk memudahkan
penyayatan dapat dilakukan perendaman benih di dalam air selama selang waktu
tertentu. Pada embrio yang berukuran lebih kecil atau sangat kecil, penyayatan
dapat dilakukan dengan bantuan mikroskop dan embrio harus segera dipindah ke
dalam medium pertumbuhan (Pardal 1993).

Zat Pengatur Tumbuh
Zat pengatur tumbuh (ZPT) adalah senyawa organik yang berfungsi
merangsang pertumbuhan tanaman. Pada teknik kultur jaringan ZPT digunakan
untuk mengarahkan pertumbuhan eksplan. Pertumbuhan dan morfogenesis
tanaman secara in vitro dikendalikan oleh keseimbangan dan interaksi antara ZPT
endogen (fitohormon) dan ZPT eksogen yang diserap dari media tumbuh (Pierik
1987). Tanpa penambahan ZPT dalam media tanam, maka pertumbuhan tanaman
akan terhambat bahkan dapat tidak tumbuh sama sekali.
ZPT dalam tanaman terdiri dari lima kelompok yaitu auksin, sitokinin,
giberelin, etilen dan asam absisat yang memiliki ciri khas dan pengaruh yang
berbeda terhadap proses fisiologis tanaman (Abidin 1983). Faktor-faktor yang
perlu mendapat perhatian dalam penggunaan ZPT, antara lain : 1) jenis ZPT yang
akan digunakan, 2) konsentrasi ZPT, 3) urutan penggunaan, 4) periode masa
induksi dalam kultur tertentu, dan 5) kelemahan aktifitasnya. ZPT yang sering
digunakan pada kultur jaringan adalah auksin dan sitokinin. (Gunawan, 1995).
Auksin merupakan salah satu golongan fitohormon yang berperan dalam
menginduksi pemanjangan sel dan juga dalam kasus tertentu pembelahan sel.
Golongan persenyawaan ini dapat pula mempengaruhi dominasi apikal,
penghambatan pucuk aksilar dan adventif serta inisiasi pengakaran (Wattimena et
al. 1992). Dalam kultur jaringan auksin digunakan secara luas untuk merangsang
pertumbuhan kalus, suspensi sel dan organ. Auksin alami adalah IAA (Indole
Acetic Acid), sedangkan auksin sintetik antara lain NAA, IBA, NAA, pikloram,
NOA, 4-CPA dan 2.4.5-T (Gunawan 1987).
Konsentrasi dan jenis auksin yang digunakan ditentukan oleh faktor-faktor
berikut : 1) tipe pertumbuhan dan perkembangan yang dikehendaki, 2) konsentrasi
auksin di dalam eksplan pada waktu eksplan tersebut diambil, 3) kemampuan
jaringan yang dikulturkan pada saat eksplan tersebut diambil, dan 4) interaksi
antara auksin yang diberikan secara eksogen dan auksin endogen. Faktor-faktor
lain yang mempengaruhi aktivitas auksin sintetis adalah: a) kemampuan senyawa
tersebut untuk dapat menembus lapisan kutikula atau epidermis yang berlilin, b)
sifat translokasi di dalam tanaman, c) perubahan auksin menjadi senyawa yang
tidak aktif di dalam tanaman (destruksi atau pengikatan), d) interaksinya dengan
hormon tumbuh lain, e) spesies tanaman, f) fase pertumbuhan, dan g) lingkungan
(suhu, radiasi dan kelembaban) (Wattimena 1988).

13
Menurut Wattimena (1988), auksin dalam tubuh tanaman berperan dalam
proses perpanjangan sel melalui dua cara, yaitu:
a.
Mengaktifkan pompa ion.
Auksin mengaktifkan pompa ion pada plasma membran sehingga
dapat mempertahankan pH sekitar 4 pada dinding sel. Dinding sel menjadi
longgar, tekanan dinding sel menjadi berkurang, air masuk ke dalam sel dan
terjadi pembesaran dan perpanjangan pada sel.
b.
Mengaktifkan enzim-enzim yang berperan dalam pembuatan komponen sel.
Setelah pembesaran sel, keutuhan dinding sel terganggu (retak).
Auksin mengaktifkan pembuatan komponen-komponen dinding sel dan
menyusun kembali ke dalam suatu matriks dinding sel yang utuh.
Sitokinin pertama kali ditemukan oleh Haberlandt (1913). Bentuk dasar
sitokinin adalah adenin (6-amino purine). Golongan sitokinin sangat penting
dalam pengaturan pembelahan sel dan morfogenesis. Sitokinin yang biasa
digunakan dalam kultur jaringan ialah Kinetin (6-furfuryl amino purine), Zeatin
(4-hydroxyl-3-methyl-trans-, 2-butenyl amino purine), BAP atau BA (6-benzyl
amino purine/6-benzyl adenine), PBA (6-benzylamino-9-2-tetrahydropyranyl-9Hpurine) , 2 Cl-4 PU dan 2.6-Cl-4 PU dan tidiazuron (Gunawan 1987).
Sitokinin berperan dalam metabolisme asam nukleat dan sintesis protein.
Sitokinin memiliki cincin adenin, yaitu basa purin yang terdapat pada DNA dan
RNA. Sitokinin dapat pula mencegah terjadinya penguningan daun yang
umumnya timbul pada proses penuaan (senescence). Warna kuning pada daun
disebabkan oleh perombakan butir-butir klorofil, tetapi sitokinin mengaktifkan
beberapa perombakan dari butir-butir klorofil dan protein (Wattimena 1988).
Air kelapa telah lama diketahui sebagai sumber senyawa-senyawa aktif yang
diperlukan untuk perkembangan embrio. Air kelapa tidak hanya mengandung
unsur hara makro yang berupa nitrogen dan karbon, tetapi juga unsur hara mikro
dan diphenylurea (Wattimena 1988). Unsur nitrogen yang terkandung dalam air
kelapa berupa protein yang tersusun dari asam amino. Dibandingkan asam amino
yang terdapat pada susu sapi, asam amino yang terkandung dalam air kelapa
memiliki konsentrasi lebih tinggi. Sementara unsur karbon dapat dijumpai dalam
bentuk karbohidrat sederhana seperti glukosa, sukrosa, dan fruktosa. Jika diteliti
lebih jauh, air kelapa juga mengandung beragam vitamin. Di antaranya vitamin C,
niasin, asam pantotenat serta riboflavin. Peranan dari air kelapa ialah untuk
mendorong pertumbuhan pada kalus, kultur suspensi dan morfogenesis.
Konsentrasi air kelapa yang umum digunakan dalam kultur jaringan berkisar
10–20% (George dan Sherrington 1984). Penelitian Yong et al. (2009)
menunjukkan konsentrasi komposisi dari air kelapa (Lampiran 1).

14

UMUR EMBRIO DAN JENIS MEDIA DASAR
BERPENGARUH PADA KEBERHASILAN EMBRYO RESCUE
AREN (Arenga pinnata (Wurmb) Merr.) SECARA IN VITRO*
Abstrak
Penyediaan bibit merupakan salah satu kendala pengembangan tanaman
aren untuk budidaya dan pemuliaan tanaman. Embryo rescue diharapkan dapat
menjadi alternatif solusi penyediaan bibit aren. Penelitian yang dilakukan
bertujuan untuk mengevaluasi pengaruh umur embrio zigotik dan komposisi
media dasar terhadap perkecambahan dan perkembangan embrio zigotik pada
embryo rescue aren secara in vitro. Embrio zigotik yang berasal dari buah aren
muda dan tua dikultur pada media dasar Y3 atau WPM tanpa penambahan ZPT.
Hasil yang diperoleh menunjukkan kemampuan hidup dan perkecambahan embrio
zigotik aren terbaik diperoleh pada eksplan embrio muda (92%) dibandingkan
embrio tua (72%). Komposisi media dasar (Y3 atau WPM) tidak berpengaruh
nyata terhadap perkecambangan embrio aren. Haustorium dan apokol dalam
kultur in vitro ada yang berkembang menjadi bentuk-bentuk abnormal dengan
persentase hingga 32% (untuk haustorium) dan 26% (untuk apokol).
Perkembangan haustorium dan apokol abnormal tidak berpengaruh terhadap
planlet yang terbentuk dari embrio zigotik. Persentase planlet yang terbentuk dari
embrio zigotik aren berkisar 6%-25% pada umur embrio zigotik dan jenis media
yang dievaluasi.

Kata kunci : aren, embrio muda, embrio tua, WPM, Y3.
* Bagian dari tesis ini telah memasuki tahap review untuk dipublikasikan pada Jurnal Buletin
Palma

15

PENDAHULUAN
Penyediaan bahan tanam (bibit) menjadi salah satu kendala dalam
pengembangan aren di Indonesia (Widyawati et al. 2009). Perkecambahan benih
aren secara alami membutuhkan waktu 1 hingga 12 bulan, atau bahkan 24 bulan
akibat adanya dormansi pada kulit. Selain dormansi, benih aren juga
membutuhkan waktu yang relatif lama untuk mencapai masak fisiologis, yaitu
sekitar 36 bulan setelah polinasi (BSP) (Haris 1994). Kedua faktor ini menjadi
penghambat utama dalam pengadaan bibit untuk keperluan budidaya dan
pemuliaan tanaman aren di Indonesia.
Embryo rescue merupakan teknik untuk menumbuhkan embrio muda pada
kondisi lingkungan optimal secara in vitro (Taji et al. 2002). Teknik embryo
rescue telah digunakan untuk memperoleh bibit dari hasil persilangan tanaman
antar spesies (Viloria et al. 2005), benih tanpa endosperma (Arsyad 2008), benih
dengan endosperma abnormal (Sukendah et al. 2008) atau benih dengan dormansi
panjang (Uma et al. 2011; Ning et al 2007). Kelebihan utama embryo rescue ialah
mempercepat perolehan bibit tanaman karena bahan tanaman yang digunakan
berupa embrio zigotik muda.
Keberhasilan penerapan embryo rescue sangat dipengaruhi oleh umur
embrio zigotik dan komposisi media dasar yang digunakan. Hasil studi pada
tanaman jarak pagar menunjukkan bahwa penggunaan eksplan yang semakin
muda semakin meningkatkan keberhasilan kultur in vitro (Al-Hafiizh 2012).
Gebologlu et al. (2011) melaporkan embryo rescue tomat yang berumur 28-32
hari setelah polinasi (HSP) mampu berkecambah lebih baik dibandingkan embrio
yang berumur 20, 24 dan 36 hari setelah polinasi (HSP). Embryo rescue pada
kelapa makapuno yang dilakukan oleh Islam et al. (2009) menggunakan embrio
zigotik umur 9, 10 dan 11 BSP menunjukkan respon yang berbeda. Binott et al.
(2008) j