Tahun XXIV, N0. 80 Edisi Januari - April 2013 86
Mencari Wajah Lokalisme dalam Lokalitas Sastra Indonesia
Oleh Agustinus Indradi
saya pikir-pikir, saya rasa-rasa hidup tak perlu dipikir, hidup tak perlu dirasa
biarlah mengalir seperti Kali Code kali Winongo, dan Kali Gajah Wong
Linus Suryadi Ag dalam ”Pengakuan Pariyem”
1. Pengantar
Manusia merupakan makhluk unik yang berbeda dengan makhluk lainnya. Peursen 1990 menganggap keunikan itu terletak pada kemampuan manusia
menyadari dunia sekitarnya. Dari kesadaran itulah lahir konsep subjek dan objek. Manusia yang menyadari dunia sekitar itu disebut subjek, sedangkan dunia sekitar
yang disadari itu disebut objek. Kesadaran subjek terhadap objek itulah yang disebut pengetahuan, baik pengetahuan ilmiah maupun pengetahuan yang hanya
berdasarkan pengalaman pribadi, penglihatan, pendengaran, perasaan, intuisi, dan juga dugaan serta suasana kejiwaan. Adapun karya sastra merupakan salah satu
wujud kesadaran subjek terhadap objek yakni dunia sekitarnya. Sastra yang lahir sebagai reaksi dunia sekitarnya sesungguhnya merupakan
sebuah produk budaya, karena sastra lahir dari kegelisahan kultural seorang pengarang. Secara sosiologis, pengarang adalah anggota masyarakat, makhluk
sosial yang sangat dipengaruhi lingkungan sosial budaya masyarakatnya. Maka, ketika ia memutuskan hendak mengungkapkan kegelisahannya sebagai tanggapan
evaluatif atas segala problem yang terjadi dalam komunitas budayanya, representasinya terakumulasi dalam teks sastra Mahayana, 2007. Memang, sebuah
karya sastra tidak mungkin akan jauh dari apa yang ada di sekitar diri pengarang. Pengarang yang lahir dan besar dalam budaya Jawa, misalnya, akan lebih mudah
mengekspresikan ‖kesadaran‖-nya dalam bentuk karya yang ‖berbau‖ budaya Jawa daripada karya yang ‖berbau‖ budaya-budaya daerah lainnya. Khusus untuk
pengarang dari Jawa, Saryono 2011:180 mengungkapkan bahwa budaya Jawa yang menjadi sumber penciptaan sastra Indonesia adalah a sistem lambang
budaya Jawa, b sistem sosial budaya Jawa, dan c sistem material budaya Jawa.
Tahun XXIV, N0. 80 Edisi Januari - April 2013 87
Demikian pula pengarang yang berasal dari daerah lain tentu akan banyak dipengaruhi oleh latar belakang budaya penulis tersebut.
Kehadiran ‖kelokalan‖ memang banyak mewarnai khasanah sastra Indonesia. Walaupun karya-karya sastra tersebut ditulis dengan menggunakan bahasa
Indonesia, tetapi masih juga terdapat istilah-istilah yang sengaja tetap ditulis dengan bahasa daerah tempat peristiwa dalam cerita itu berlangsung. Bukan hanya
istilah tetapi juga mengangkat permasalahan dari suatu budaya daerah tertentu yang menggambarkan corak atau ciri khas suatu daerah tersebut. Maka apabila
akan diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris, misalnya, akan ada ada banyak hal yang tidak bisa ditransferkan begitu saja. Oleh karena itu, guna memahami dengan
baik karya-karya tersebut dibutuhkan ‖pengetahuan‖ khusus mengenai unsur-unsur budaya dari seting yang ada dalam karya sastra tersebut. Unsur-unsur budaya suatu
daerah lengkap dengan segala ke-khas-annya yang ada dalam karya seperti itulah mau diberi istilah apa?
2. Pengertian Sastra Lokal, Warna Lokal, Lokalitas, dan Lokalisme