Perbedaan Compressive Strength Dua Jenis Semen Ionomer Kaca Pada Kavitas Klas II Dengan Prinsip Minimal Intervensi (Penelitian In Vitro)

(1)

PERBEDAAN COMP RESSIVE STRENGTH DUA JENIS SEMEN IONOMER KACAYANG BERBEDA

PADA KAVITAS KLAS II DENGAN PRINSIP MINIMAL INTERVENSI (PENELITIAN IN VITRO)

SKRIPSI

Diajukan untuk memenuhi tugas dan melengkapi syarat guna memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Gigi

Oleh :

SWASTIKA FARAH DILA NIM : 060600164

FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2010

Fakultas Kedokteran Gigi Departemen Konservasi Gigi


(2)

Tahun 2010 Swastika Farah Dila

Perbedaan compressive strength dua jenis Semen ionomer kaca pada kavitas klas

II dengan prinsip minimal intervensi ( Penelitian in vitro )

xi + 60 halaman

Minimal intervensi merupakan perawatan karies gigi dengan mengambil jaringan gigi yang terdemineralisasi saja dan memelihara struktur gigi yang sehat sehingga pembuatan desain kavitas dilakukan seminimal mungkin. Atraumatic restorative treatment merupakan bagian dari minimal intervensi dimana teknik perawatan gigi meliputi komponen restoratif dan preventif yang terdiri dari pembuatan kavitas gigi secara manual dengan instrumen tangan dan merestorasinya dengan bahan adhesif yang mampu melepaskan fluorida yaitu Semen ionomer kaca (SIK). Tujuan perawatan ini untuk memelihara jaringan gigi yang sehat dan tidak menimbulkan banyak trauma.

Dua puluh gigi premolar mandibula manusia yang telah diesktraksi direndam dalam larutan salin 3%, kemudian dilakukan preparasi kavitas klas II dengan minimal intervensi. Prosedur restorasi pada kelompok I dengan menggunakan SIK tipe extra high viscosity dan kelompok II menggunakan SIK tipe high viscosity. Sampel ditanam pada self curing acrylic dan pengujian compressive strength dilakukan pada bagian marginal ridge dengan menggunakan alat uji tekan.

Hasil penelitian menunjukkan rerata compressive strength untuk SIK tipe extra high viscosity adalah sebesar 1304.2232 ± 577.39140 N dan untuk SIK tipe high viscosity adalah sebesar 1238.5240 ± 475.80181 N. Hasil uji statistik dengan menggunakan uji t-tes


(3)

berpasangan menunjukkan bahwa pada α =0,05 rerata perbedaan compressive strength antara kedua jenis Semen ionomer kaca tidak signifikan (p = 0.776).

Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa tidak ada perbedaan compressive strength pada kavitas klas II dengan prinsip minimal intervensi dengan menggunakan Semen ionomer kaca tipe Extra high viscosity dan Semen ionomer kaca tipe high viscosity.


(4)

LEMBAR PENGESAHAN

SKRIPSI INI TELAH DISETUJUI UNTUK DISEMINARKAN PADA TANGGAL 28 JUNI 2010

OLEH : Pembimbing I

Cut Nurliza, drg., M.Kes. NIP : 19560105 198203 2002

Pembimbing II

Wandania Farahanny, drg NIP : 19780813 200312 2003

Mengetahui

Ketua Departemen Ilmu Konservasi Gigi Fakultas Kedokteran Gigi

Universitas Sumatera Utara

Prof. Trimurni Abidin, drg., M.Kes., Sp.KG(K) NIP : 19500828 197902 2001


(5)

PERNYATAAN PERSETUJUAN Skripsi berjudul

PERBEDAAN COMPRESSIVE STRENGTH DUA JENIS SEMEN IONOMER KACAYANG BERBEDA

PADA KAVITAS KLAS II DENGAN PRINSIP MINIMAL INTERVENSI (PENELITIAN IN VITRO)

Yang dipersiapkan dan disusun oleh : SWASTIKA FARAH DILA

NIM : 060600124

Telah dipertahankan di depan tim penguji pada tanggal 28 JUNI 2010

dan dinyatakan telah memenuhi syarat untuk diterima Susunan Tim Penguji Skripsi

Ketua Penguji

Cut Nurliza, drg., M.Kes NIP : 19560105 198203 2002

Anggota tim penguji lain

Prof.Trimurni Abidin,drg.,M.Kes.,Sp.KG(K) Wandania Farahanny, drg

NIP : 19500828 197902 2001 NIP : 19780813 200312 2003

Medan, 3 Mei 2010 Fakultas Kedokteran Gigi Departemen Ilmu Konservasi Gigi

Ketua,

Prof.Trimurni Abidin,drg.,M.Kes.,Sp.KG(K) NIP : 19500828 197902 2001


(6)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur saya panjatkan kehadirat Allah SWT serta shalawat dan salam kepada Rasulullah SAW yang telah memberikan rahmat dan karunia-Nya sehingga skripsi ini dapat diselesaikan sebagai salah satu syarat untuk mendapatkan gelar Sarjana Kedokteran Gigi pada Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara.

Dengan hati yang tulus, saya mengucapkan terima kasih yang tak terhingga atas kepada orang tua tercinta yaitu Ayahanda Drs. Chirisandy dan Ibunda Nurmaini yang telah memberikan kasih sayang, doa restu, material dan dukungan tanpa batas. Terima kasih juga saya persembahkan kepada kakak dan abang dr. Winda, dr. Fauzi, Hendy, Hetty serta ucapan terima kasih yang terdalam untuk Azhar Al-Faqi atas perhatian, dukungan, doa dan motivasi kepada saya selama penulisan skripsi.

Dalam penulisan skripsi ini saya telah mendapat banyak bimbingan, pengarahan, saran, dan bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu pada kesempatan ini dengan kerendahan hati saya ingin mengucapkan terima kasih yang sedalam-dalamnya kepada :

1. Prof. H. Ismet Danial Nasution, drg., Ph.D., Sp.Pros(K) selaku Dekan Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara.

2. Prof. Trimurni Abidin, drg., M.Kes., Sp.KG(K) selaku Ketua Departemen Ilmu Konservasi Gigi Fakultas Kedokteran gigi Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan saran dan masukan dalam penyelesaian skripsi ini.

3. Cut Nurliza, drg., M.Kes dan Wandania Farahanny, drg selaku dosen pembimbing skripsi atas kesabaran dan waktu yang diberikannya untuk membimbing penulis sehingga skripsi ini dapat diselesaikan dengan baik.

4. Seluruh staf pengajar Fakultas Kedokteran Gigi terutama staf pengajar dan pegawai di Departemen Konservasi Gigi Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara.

5. Siti Chadidjah Az, drg selaku penasihat akademik saya di Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara.


(7)

6. Prof. Dr. Harry Agusnar, drs., M.Sc., M.Phil selaku Kepala Bagian Laboratorium Pusat Penelitian FIMPA USU, beserta Bapak Aman atas izin, bantuan fasilitas, dan bimbingan untuk pelaksanaan penelitian ini.

7. Dr. Surya Dharma, MPH selaku Pembantu Dekan II Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara, atas bimbingannya dalam pelaksanaan analisa statistik hasil penelitian.

8. Sahabat-sahabat terbaik penulis Ika, Miftha, Hilda, Diah, Sadli, Yanci, Fauzan, Rozi, Hanif, Ryan, serta semua teman angkatan 2006 yang tidak bisa penulis sebutkan satu-persatu.

9. Teman seperjuangan skripsi di bagian Konservasi Gigi : Yumi, Manda, Mita, Tika, Willi, Icha, Tari, Tiwi, Lucy, Halida, Rani, Ratih, Yanda.

10.Kakak-kakak tersayang : Kak Debora ‟04, Kak Liza ‟01, Mba Tiwi „05

Akhirnya penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah turut membantu terselesaikannya skripsi ini dan memohon maaf apabila ada kesalahan selama melakukan penelitian dan penyusunan skripsi ini. Semoga skripsi ini dapat memberikan sumbangan pikiran yang berguna bagi fakultas, pengembangan ilmu dan masyarakat.

Medan, Juni 2010 Penulis,

( Swastika Farah Dila ) NIM : 060600124


(8)

Halaman HALAMAN JUDUL...

HALAMAN PENGESAHAN JUDUL... HALAMAN TIM PENGUJI SKRIPSI ...

KATA PENGANTAR... iv

DAFTAR ISI... vi

DAFTAR TABEL... viii

DAFTAR GAMBAR... ix

DAFTAR LAMPIRAN... xi

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang... 1 1.2 Rumusan Masalah... 4

1.3 Tujuan... 4

1.4 Manfaat Penelitian... 5

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Klasifikasi Karies... 7

2.2 Semen ionomer kaca ... 9

2.3 Atraumatic Restorative Treatment... 19

2.4 Uji Kekuatan Tekan (compressive strength)... 23

BAB 3 KERANGKA KONSEP DAN HIPOTESIS PENELITIAN 3.1 Kerangka Konsep... 25

3.2 Hipotesis Penelitian... 27

BAB 4 METODOLOGI PENELITIAN 4.1 Desain Penelitian... 28

4.2 Tempat dan Waktu... 28

4.3 Populasi dan Sampel Penelitian... 28

4.4 Kriteria Penerimaan Subjek... 28

4.5 Besar Sampel... 29

4.6 Variabel Penelitian... 30


(9)

4.8 Alat Penelitian... 33

4.9 Bahan Penelitian... 36

4.10 Prosedur Penelitian... 37

BAB 5 HASIL PENELITIAN... 43

BAB 6 PEMBAHASAN... 47

BAB 7 KESIMPULAN DAN SARAN 7.1 Kesimpulan... 51

7.1 Saran... 51

DAFTAR PUSTAKA... 53

LAMPIRAN... 56


(10)

Tabel Halaman

1. Klasifikasi Karies... 7

2. Komposisi SIK... 11

3. Komposisi semen ionomer kaca Fuji IX dan Ketac Molar Easymix... 13

4. Data hasil pengukuran compressive strength... 43

5. Rerata hasil pengukuran compressive strength... 44

6. Identifikasi pola fraktur setelah uji tekan... 44

7. Hasil analisis data dengan uji t-tes berpasangan... 46


(11)

Gambar Halaman

1. Mahkota premolar memperlihatkan adanya 3 site awal terjadinya lesi karies... 9

2. Skema dari berbagai semen berdasarkan pada powder zinc oksida dan alumino-silikat glass, dan liquid yang mengandung asam phosphor dan asam poliakrilik... 10

3. Komposisi glass yang digunakan dalam Semen ionomer kaca... 11

4. Tahap pelarutan semen ionomer kaca... 16

5. Fase maturasi Semen ionomer Kaca... 17

6. Gerakan memutar dari eskavator (satu permukaan)... 21

7. Gerakan memutar dari eskavator (lebih dari satu permukaan)... 21

8. Mematahkan enamel dengan hatchet... 21

9. Pengaplikasian dentin kondisioner... 22

10. Penambalan kavitas pada klas II... 23

11. Menekan bahan restoratif dengan jari yang bersarung tangan... 23

12. Menyingkirkan bahan dengan carver... 23

13. Restorasi kavitas klas II... 23

14. Skema ilustrasi dari compressive strength... 23

15. Sebuah pengaturan untuk mengukur uji tekan, memperlihatkan dimana terjadinya distribusi tensile dan compressive stress... 24

16. Sebuah pengaturan untuk mengukur diametral tensile strength... 24

17. Jangka dan Penggaris... 33

18. Bur polis... 34

19. Alat penanaman sample : A. Cetakan balok dari kaca B. Pot akrilik C. Cetakan terbuat dari spuit... 34

20. Alat Uji Tekan... 35

21. Alat Thermocycling Dan Thermometer... 35


(12)

23. SIK Fuji IX GP, SIK KetacMolar 3M ESPE, dan Dentin Kondisioner... 36

24. Desain outlineform kavitas klas II dengan prinsip minimal intervensi... 37

25. Hasil Preparasi... 38

26. Aplikasi dentin kondisioner... 39

27. Pemolisan... 39

28. Prosedur Restoratif... 39

29. Penanaman gigi pada acrylic... 40

30. Posisi Sampel saat diberi tekanan... 41

31. Identifikasi pola fraktur setelah proses uji tekan... 44


(13)

Lampiran Halaman

1. Alur Pikir... 56

2. Kerangka penelitian... 58

3. Hasil Uji Distribusi dengan Kolmogorov-Smirnov Test... 59

4. Hasil uji statistic t-test berpasangan... 60


(14)

Tahun 2010 Swastika Farah Dila

Perbedaan compressive strength dua jenis Semen ionomer kaca pada kavitas klas

II dengan prinsip minimal intervensi ( Penelitian in vitro )

xi + 60 halaman

Minimal intervensi merupakan perawatan karies gigi dengan mengambil jaringan gigi yang terdemineralisasi saja dan memelihara struktur gigi yang sehat sehingga pembuatan desain kavitas dilakukan seminimal mungkin. Atraumatic restorative treatment merupakan bagian dari minimal intervensi dimana teknik perawatan gigi meliputi komponen restoratif dan preventif yang terdiri dari pembuatan kavitas gigi secara manual dengan instrumen tangan dan merestorasinya dengan bahan adhesif yang mampu melepaskan fluorida yaitu Semen ionomer kaca (SIK). Tujuan perawatan ini untuk memelihara jaringan gigi yang sehat dan tidak menimbulkan banyak trauma.

Dua puluh gigi premolar mandibula manusia yang telah diesktraksi direndam dalam larutan salin 3%, kemudian dilakukan preparasi kavitas klas II dengan minimal intervensi. Prosedur restorasi pada kelompok I dengan menggunakan SIK tipe extra high viscosity dan kelompok II menggunakan SIK tipe high viscosity. Sampel ditanam pada self curing acrylic dan pengujian compressive strength dilakukan pada bagian marginal ridge dengan menggunakan alat uji tekan.

Hasil penelitian menunjukkan rerata compressive strength untuk SIK tipe extra high viscosity adalah sebesar 1304.2232 ± 577.39140 N dan untuk SIK tipe high viscosity adalah sebesar 1238.5240 ± 475.80181 N. Hasil uji statistik dengan menggunakan uji t-tes


(15)

berpasangan menunjukkan bahwa pada α =0,05 rerata perbedaan compressive strength antara kedua jenis Semen ionomer kaca tidak signifikan (p = 0.776).

Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa tidak ada perbedaan compressive strength pada kavitas klas II dengan prinsip minimal intervensi dengan menggunakan Semen ionomer kaca tipe Extra high viscosity dan Semen ionomer kaca tipe high viscosity.


(16)

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Minimal intervensi pada kedokteran gigi didefinisikan sebagai suatu perawatan terhadap karies dengan mengambil jaringan gigi yang terdemineralisasi saja dan mengarah kepada pemeliharaan sturktur gigi yang sehat sebanyak mungkin. Sebuah metode baru dengan prinsip minimal intervensi dalam merawat karies gigi yang diperkenalkan pada pertemuan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) dalam Hari

Kesehatan Sedunia tahun 1994. Pendekatan ini disebut sebagai “Atraumatic Restorative Treatment” (ART). ART pada awalnya berkembang untuk digunakan pada negara yang kurang berkembang dimana perawatan gigi secara lengkap tidak tersedia.1,2 ART merupakan bagian dari minimal intervensi meliputi komponen restoratif dan preventif terdiri dari pembersihan kavitas gigi secara manual dengan instrumen tangan dan merestorasinya dengan bahan adhesif yang mampu melepaskan fluorida seperti Semen ionomer kaca (SIK).1-8 Keuntungan ART lainnya seperti terpeliharanya struktur jaringan gigi yang sehat berkaitan dengan ikatan kimiawi dari SIK serta tanpa adanya pengeboran sehingga dapat meminimalisir rasa sakit dan penggunaan anestesi lokal. Berkaitan dengan sifat-sifat tersebut beberapa orang yang hidup di daerah berkembang bisa mendapatkan perawatan gigi dan mulut dengan ART.9

SIK memiliki kelebihan yaitu kemampuan adhesif pada enamel dan dentin, biokompatibel terhadap jaringan gigi, mudah digunakan, dan biayanya yang murah. Pada awalnya SIK konvensional yang digunakan dalam percobaan ART. Kemudian secara khusus dikembangkan SIK untuk penggunaan ART dan menggantikan yang konvensional. Perkembangan SIK selanjutnya difokuskan pada rasio powder : liquid yang lebih tinggi,


(17)

dan partikel-partikel glass lebih kecil sehingga menghasilkan viskositas yang lebih tinggi.9 SIK high viscosity (Fuji IX GC Corporation) merupakan SIK yang pertama kali diindikasikan untuk restorasi ART powdernya berupa aluminofluorosilikat glass dan liquid nya asam poliakrilik dan asam polibasik sedangkan pada SIK extra viscosity (Ketac Molar Easymix 3M ESPE) memiliki penambahan rasio powder liquid 25% lebih banyak dari tipe high viscosity, bahan yang ditambahkan yaitu kalsium dan asam tartar. 8

Barata et al (2008) menyatakan metode preparasi kavitas ART dan chemomechanical terbukti cocok, efektif, dan diterima untuk restorasi SIK.10 Van Hof MA et al (2006) menemukan daya tahan yang lebih tinggi pada gigi desidui dalam restorasi ART permukaan tunggal dengan menggunakan SIK high viscosity selama lebih dari tiga tahun.7

Bahan SIK telah mengalami perkembangan yang begitu pesat dari mulai awal ditemukan sekitar tahun 1970-an. Para peneliti mengembangkan sifat-sifat fisik dan mekanisnya dengan berbagai uji laboratorium untuk mendapatkan bahan SIK yang lebih kuat namun memiliki estetik yang lebih baik. Meskipun SIK tidak begitu disarankan untuk restorasi klas II dikarenakan kelemahannya terhadap fraktur maupun keausan terhadap beban oklusal yang lebih rendah daripada resin komposit, namun karena sifat adhesifnya yang baik terhadap enamel dan dentin dan kemampuannya untuk melepaskan fluorida sehingga dapat mencegah terjadinya karies sekunder dan memungkinkan remineralisasi pada gigi maka kini bahan SIK dapat digunakan untuk restorasi konservatif klas I dan klas II .11

Prinsip minimal intervensi yang belakangan ini diperkenalkan, bahwa pada setiap kavitas untuk klasifikasi karies dilakukan pembuangan dan pembuatan desain kavitas


(18)

dengan seminimal mungkin dan menggunakan bahan SIK yang telah dikembangkan untuk restorasi Atraumatic Restorative Treatment (ART), sehingga tidak dilakukan banyak pembuangan struktur gigi namun diperoleh ikatan adhesif yang kuat antara SIK dan permukaan gigi.1 Souza et al (2003) menemukan tingkat keberhasilan restorasi Klas II ART lebih tinggi pada gigi permanen dari peneliti lainnya yang menggunakan SIK konvensional.9 Cefaly et al (2005) menyatakan pendekatan ART sangat sesuai dan efektif pada restorasi yang melibatkan dua atau lebih permukaan gigi selama lebih enam bulan dengan menggunakan SIK high density (Ketac Molar 3MESPE) dengan RMGIC (FUJI VIII GC).9

Selama beberapa tahun, semen ionomer kaca digunakan untuk restorasi gigi anterior karena kekuatan mekanisnya yang rendah. Beberapa penelitian telah dilakukan dalam usaha untuk memahami sifat SIK, dan uji kekuatan tekan (compressive strength) merupakan metode yang digunakan untuk mengevaluasi kekuatan dari bahan tersebut.13 Uji kekuatan tekan (compressive strength) merupakan tes yang biasa dilakukan untuk menentukan sifat-sifat mekanis dari SIK.12 Bresciani et al (2008) tidak menemukan perbedaan compressive strength yang signifikan antara Fuji IX GC Corporation dan Vitro Molar (DFL). Kedua bahan ini diindikasikan sebagai bahan restorasi ART.12 Koenraads et al (2009) melakukan uji compressive strength pada restorasi ART klas II gigi molar dengan menggunakan Carbomer dan Ketac Molar dibandingkan dengan Fuji IX.8

Pada penelitian sebelumnya telah dilakukan pengujian Compressive strength restorasi SIK yang dilakukan pada gigi molar dimana desain kavitas klas II ART dibentuk pada bagian proksimal lebih lebar, maka penulis ingin melakukan penelitian mengenai compressive strength restorasi SIK dengan desain minimal intervensi pada bagian oklusal


(19)

yang lebih luas menggunakan gigi premolar. Pada penelitian ini dipakai SIK tipe extra high viscosity dan tipe high viscosity karena merupakan SIK yang sering digunakan saat ini.

1.2 Rumusan Masalah

Dari uraian di atas timbul permasalahan apakah ada perbedaan compressive strength pada restorasi Klas II dengan prinsip minimal intervensi menggunakan bahan SIK extra high viscosity dan SIK high viscosity.

1.3 Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui perbedaan compressive strength pada restorasi Klas II dengan prinsip minimal intervensi menggunakan bahan SIK extra high viscosity dan SIK high viscosity.

1.4 Manfaat Penelitian

Beberapa manfaat dari penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Mengetahui perbedaan compressive strength pada restorasi Klas II dengan prinsip minimal intervensi menggunakan bahan SIK extra high viscosity dan SIK high viscosity.

2. Sebagai informasi dan bahan pertimbangan bagi operator dalam hal pemilihan bahan SIK untuk restorasi Atraumatic restorative treatment.

3. Sebagai dasar dalam usaha peningkatan pelayanan kesehatan gigi masyarakat terutama dalam bidang konservasi gigi.

4. Sebagai dasar bagi penelitian-penelitian selanjutnya. BAB 2


(20)

Prinsip minimal intervensi dapat diartikan sebagai perawatan terhadap karies dengan mengambil jaringan gigi yang terdemineralisasi saja dan mengarah kepada pemeliharaan struktur gigi yang sehat sebanyak mungkin. Selama ini pendekatan yang di ajarkan oleh GV Black digunakan sebagai standar perawatan namun diakui besifat merusak karena tidak memelihara struktur gigi dimana ketika restorasi yang besar diberikan suatu beban berat maka gigi akan lebih lemah. Pada enamel dapat terjadi remineralisasi melalui penggunaan flourida selama permukaan enamel halus dan tidak terakumulasi oleh plak. Sedangkan pada demineralisasi dentin masih terdapat beberapa mineral yang melekat pada matriks kolagen dan cukup untuk mengisolasi lesi dari aktivitas bakteri dengan menggunakan bahan restoratif bioaktif sehingga akan terjadi remineralisasi. Ini berarti bahwa prinsip GV black “extention for prevention” sudah tidak dipakai lagi dimana struktur gigi harus dipertahankan sebanyak mungkin. Hal ini tidak menyarankan bahwa teknik minimal intervensi lebih mudah namun jauh lebih konservatif bagi struktur gigi sehingga tidak perlu dilakukan pembuangan sturktur gigi yang banyak untuk preparasi kavitas yang cukup besar yang didasarkan pada teori

“extention for prevention”.1

Atraumatic Restorative Treatment (ART) adalah bagian dari perawatan minimal intervensi merupakan metode tata cara perawatan gigi yang berusaha untuk mengontrol perkembangan lesi karies. Pada dasarnya terdiri dari penyingkiran jaringan karies dan pengisian kavitas dengan bahan adhesif yang tepat berkaitan dengan prinsip preventif dan edukasional. Bahan restorasi SIK diindikasikan untuk ART dikarenakan kemampuan adhesinya dan sifat melepas fluoride sama baiknya seperti mekanisme setting kimiawinya


(21)

sehingga perawatan ini dianjurkan untuk daerah-daerah yang kurang memadai infrastrukturnya.1

2.1 Klasifikasi Karies

Dengan adanya prinsip minimal intervensi maka berkembang klasifikasi karies yang baru yang dapat membantu penatalaksanaannya dimana prinsip GV Black “extention for prevention” sudah tidak digunakan lagi. Klasifikasi ini mengkombinasikan site dan size.

Klasifikasi site yaitu pada permukaan yang sering terjadi akumulasi plak. Oleh karena itu, untuk klasifikasi site yaitu site 1 pada daerah oklusal, site 2 daerah approksimal, dan site 3 pada daerah servikal. Klasifikasi size sebagai suatu proses perkembangan lesi karies yaitu size 0, size 1, size 2, size 3,dan size 4. 1

Tabel 1. Klasifikasi Karies

SIZE

SITE Minimal 1 Moderate2 Enlarge 3 Extensive 4

Pit / fissure 1 1.1 1.2 1.3 1.4

Contact area 2 2.1 2.2 2.3 2.4

Servical 3 3.1 3.2 3.3 3.4

Untuk memperkirakan hubungan antara klasifikasi Black dengan konsep site dan size modern dapat dijelaskan sebagai berikut :

Site 1 : Size 0, 1, 2, 3 dan 4 – karies pit dan fisur1

- Lokasi kavitas pada permukaan oklusal gigi posterior atau ada kerusakan enamel yang kecil, atau dengan kata lain permukaan yang tidak halus pada gigi.1


(22)

Site 2: Size 0, 1, 2, 3 dan 4 – Lesi approksimal berhubungan dengan daerah kontak1

- Kavitas berada di permukaan approksimal beberapa gigi (anterior ataupun posterior), atau pada daerah kontak diantara dua gigi.

- Klas II Black – lesi terjadi pada gigi posterior saja. Karena sulitnya identifikasi dan keterbatasan bahan maka tidak menggunakan Size 0 atau 1 maka klasifikasi Black di mulai dengan Site 2, Size 2 (2.2).

- Klas III Black – lesi yang terjadi pada gigi anterior.

- Klas IV Black – perluasan dari lesi Klas III meliputi sudut insisal atau tepi insisal dari gigi anterior. Site 2, Size 4 (2.4).

Site 3: Size 0, 1, 2, 3, dan 4 – Lesi-lesi servikal1

- Lesi berada pada daerah servikal termasuk permukaan akar yang tersingkap diikuti resesi.

- Klas V Black site 3 dan size 2.

Gambar 1. Mahkota premolar memperlihatkan adanya 3 sites awal terjadinya lesi karies.

(Mount, 1998).1 2.2 Semen ionomer kaca


(23)

Semen ionomer kaca (SIK) pertama kali diperkenalkan oleh Wilson dan Kent pada tahun 1971. SIK merupakan bahan yang terbuat dari powder kalsium dan strontium aluminiumsilikat glass sebagai basis dikombinasikan dengan polimer asam pada liquidnya. Ketika komponen tersebut dicampur bersamaan, akan mengalami setting reaksi meliputi netralisasi kelompok asam oleh powder basis glass padat.14,16,19,22

Ada dua sifat utama SIK yang menjadikan bahan ini diterima sebagai salah satu bahan kedokteran gigi yaitu karena kemampuannya melekat pada enamel dan dentin dan karena kemampuannya dalam melepaskan fluoride. Salah satu karakteristik dari SIK adalah kemampuannya untuk berikatan secara kimiawi dengan jaringan mineralisasi melalui mekanisme pertukaran ion. Mekanisme perlekatan dengan struktur gigi terjadi oleh karena adanya peristiwa difusi dan absorbs yang dimulai oleh ketika bahan berkontak dengan jaringan gigi. Semen ionomer kaca menggabungkan kualitas adhesif dari semen zinc polikarboksilat dan dengan sifat melepas fluoride dari semen silikat. Hubungan diantara bahan yang berbeda tersebut ditampilkan pada Gambar 2. 16

Gambar 2. Skema dari berbagai semen berdasarkan pada powder zinc oksida dan alumino-silikat glass, dan liquid yang

mengandung asam phosphor dan asam poliakrilik (Richard, 2007)16 Komposisi


(24)

Glass pada semen ionomer kaca mengandung tiga komponen utama yaitu silica (SiO2) dan alumina (Al2 O3) dicampur dalam calsium fluoride (Ca2 F2) seperti yang ditampilkan pada Gambar 3. Komposisi glass hanya terbatas pada regio tengah dari diagram fase untuk mendapatkan glass yang translusen. 16

Gambar 3. Komposisi glass yang digunakan dalam semen ionomer kaca(Richard, 2007)16

Tabel 2. Komposisi SIK (McCabe et al, 2008).18 Bahan powder/liquid

Powder

Sodium aluminosilikat glass sekitar 20% CaF dan sedikit tambahan bahan lainnya

Liquid

Larutan encer dari asam akrilik/kopolimer asam itaconic atau larutan encer polimer

asam maleat atau kopolimer akrilik dan asam Tartar di beberapa produk untuk mengontrol karakteristik pengerasannya Bahan powder/air

Powder

Glass (seperti di atas) + polyacid yang dikeringkan (akrilik, maleat atau kopolimer)

Liquid

Pabrik menyediakan botol tetesnya dan operator

mengisinya dengan air atau Pabrik menyediakan larutan encer asam tartar

Komposisi powder dan liquid ditampilkan pada Tabel 2. Untuk bahan powder/liquid, powdernya mengandung sodium alumino-silikat glass yang serupa komposisinya dengan


(25)

yang digunakan pada semen silikat. Komponen liquid bisa mengandung larutan encer dari asam akrilik atau asam maleat/kopolimer asam akrilik.18

Produk lainnya tersedia dalam bentuk powder/air. Bahan powder/air terbagi atas dua tipe; keduanya terdiri dari powder yang mengandung polyacid kering yang ditambahkan ke dalam powder glass. Untuk beberapa produk bahan ini dicampur dengan air dan pabrik menyediakan botol tetes untuk membantu menakar liquidnya. Sedang pada produk lainnya, pabrik menyediakan larutan encer asam tartar. 18

Asam tartar yang ditambahkan pada liquid memperbaiki karakteristik manipulasi dan meningkatkan waktu kerja tetapi memperpendek waktu pengerasan. Terlihat peningkatan kekentalan secara perlahan pada semen yang tidak mengandung asam tartar. Kekentalan semen yang mengandung asam tartar tidak menunjukkan perubahan setelah beberapa waktu namun kemudian tampak kenaikan kekentalan yang tajam.11

Perkembangan SIK selanjutnya difokuskan kepada rasio powder dan liquid yang lebih tinggi guna untuk meningkatan sifat fisik dari bahan tersebut. Komposisi dan ukuran partikel powder dari SIK memberikan pengaruh yang besar terhadap sifat fisiknya seperti setting time, nilai estetik, resistensi terhadap erosi, kekuatan dan viskositas semen.17

FUJI IX GP GCcorporation merupakan high viscosity semen ionomer kaca dimana komposisinya telah mengalami perkembangan dibanding dengan yang konvensional. SIK tipe ini pertama kali diindikasikan untuk restorasi minimal intervensi.25 SIK tipe extra high-viscosity (Ketac Molar Easymix) dengan perkembangan rasio powder liquid lebih banyak dibanding SIK tipe high viscosity yang memiliki ukuran partikel yaitu 90% dari semua partikel glass lebih kecil dari 9μm dan 10% lebih kecil daripada 1μm, 50% dari partikel glass SIK extra high viscosity berukuran 2.8μm. Ketac Molar memiliki filler utama dari powder


(26)

SIK konvensional yang kemudian diproses untuk menghasilkan granula-granula khusus. Granula tersebut menggumpalkan filler-filler tunggal yang dihubungkan dengan media granulasi. Granula powder Ketac Molar Easymix berbeda dari powder semen ionomer kaca konvensional yang kelembabannya ditingkatkan secara signifikan.24 Penambahan asam tartar pada liquidnya menyebabkan bahan ini memiliki viskositas dan kekuatan yang lebih tinggi dibanding SIK high viscosity.27 Perbedaan komposisi pada masing masing produsen SIK berpengaruh terhadap kekuatan dari bahan tersebut. Keterangan perbedaan komposisi antara kedua bahan SIK yang banyak dipakai sekarang ini dapat dilihat pada tabel 3.

Tabel 3. Komposisi semen ionomer kaca Fuji IX dan Ketac Molar Easymix.3

Bahan Tipe Komposisi Pabrik

Ketac Molar ART SIK Powder:

kalsium aluminium fluoro silikat glass

Liquid: asam akrilik

asam maleat kopolimer asam tartar

asam benzoat.

3M/ESPE, St. Paul, MN, USA.

Fuji IX ART SIK Powder:

Aluminosilikat glass Liquid:

asam poliakrilik asam polibasik

GC Corp., Tokyo, Japan

SIK memiliki kemampuan untuk melekat secara fisikokimia pada enamel dan dentin, biokompatibel dengan jaringan dentin, melepaskan ion-ion fluorida yang memiliki kontribusi dalam penghambatan karies sekunder dalam struktur gigi dan semen ini memiliki koefisien thermal ekspansi yang rendah serupa dengan yang dimiliki jaringan gigi.19,23 Secara invitro bahan restorasi ini ditemukan untuk memberikan pengaruh pada remineralisasi enamel dan mengurangi demineralisasi enamel. Beberapa peneliti telah membuktikan sifat antikariogenik


(27)

SIK dalam melawan mikroorganisme kariogenik. Penelitian yang dilakukan oleh Forss dkk membuktikan bahwa ternyata tidak hanya fluorida yang dilepas tetapi juga aluminium, sodium, silikon, kalsium dan strontium.21

Walaupun memiliki karakteristik yang menguntungkan semen ionomer kaca konvensional memiliki sifat-sifat fisik dan mekanis yang rendah seperti ketahanan terhadap fraktur, tekstur permukaan dan opasitas yang kasar serta rentan terhadap kelembaban dan dehidrasi pada setting awal.19

SIK telah digunakan dalam berbagai aplikasi klinis melebihi rata-rata penyebaran penggunaannya sejak diperkenalkan dalam bidang kedokteran gigi. Bahan ini memiliki sifat-sifat tertentu yang membuatnya sangat berguna dalam kedokteran gigi restoratif. Sifat dari SIK yaitu :

1.Adhesi

Perlekatan adhesif tersebut timbul berkaitan dengan proses pertukaran antara ion-ion dimana strontium bermigrasi dari semen ke bagian permukaan gigi yang lebih dalam dan kalsium bermigrasi dari gigi ke permukaan dalam semen. Hasilnya perlekatan ke gigi sangat tahan lama.20

2.Tampilan

SIK konvensional sewarna gigi dan memiliki derajat translusensi yang baik namun SIK kurang estetis jika dibandingkan dengan resin komposit.20

3.Pelepasan fluorida

Fluorida terdapat didalam glass dan beberapa fluorida ditransferkan ke dalam matriks sewaktu setting. Disinilah fluorida dilepas yang pada dasarnya tidak mempengaruhi


(28)

sifat-sifat fisik dari semen. Pelepasan fluorida jangka panjang dapat berlanjut paling sedikit selama lima tahun.20

Semen ionomer kaca juga dapat menyerap fluorida dari kondisi yang tepat, contohnya pasta gigi, obat kumur dan larutan topikal fluorida. Kondisi tersebut membuat semen ionomer kaca secara permanen mensuplai fluorida, hal ini menguntungkan untuk pasien dengan kerentanan yang tinggi terhadap karies.20

4. Sifat mekanis

SIK memiliki kekuatan tekan (compressive strength) sampai 200 MPa. Kekuatannya relatif lemah mengakibatkan bahan ini menjadi mudah pecah dimana resin komposit memiliki keuntungan lebih mengenai kekuatan. Daya tahan paling lama yang tercatat untuk SIK konvensional adalah pada daerah rendah tekanan seperti pada Klas III dan klas V.20

5. Sifat Fisik

Compressive strength SIK lebih rendah daripada silikat, sama juga halnya dengan tensile strength. Namun demikian, ketika semen ionomer kaca diuji secara in vitro cenderung resisten terhadap serangan asam. Satu penelitian in vivo membuktikan bahwa lebih sedikit material dari spesimen semen ionomer kaca yang hilang dibandingkan dengan spesimen dari jenis semen lainnya. Sama seperti jenis semen lainnya pengurangan rasio powder liquid menghasilkan penurunan sifat-sifat fisik semen ionomer kaca.22

Reaksi pengerasan

Reaksi pengerasannya menyerupai amalgam yakni asam hanya sekedar bereaksi dengan permukaan partikel kaca dan membentuk lapisan semen tipis yang bersama – sama mengikat inti tumpatan yang terdiri atas partikel kaca yang tidak bereaksi. Mula – mula terbentuk garam kalsium, tetapi ion kalsium ini kemudian akan diganti oleh ion aluminium


(29)

dan membentuk semen yang keras. Garam fluor keluar terus menerus dari partikel kaca dan hal ini dianggap sebagai pencegah timbulnya karies sekunder.29

Ada tiga tahap dari reaksi pengerasan yakni : 1. Tahap pelarutan ( dissolution )

Lapisan permukaan dari partikel kaca diikat oleh polyacid untuk menghasilkan adhesi antara partikel kaca dengan matriks secara difusi. Sekitar 20-30% glass terdiri dari dekomposisi dan ion-ion, termasuk kalsium/stronsium, aluminium dan fluorida yang dilepaskan untuk membentuk semen (Gambar 4). 1,16

Gambar 4. Tahap pelarutan semen ionomer kaca.1

2. Tahap pembentukan garam, gelatin dan pengerasan

Selama fase ini ion-ion kalsium/stronsium, aluminium dan fluorida berikatan dengan polyanion pada kelompok polikarboksilat. Tahap awal secara klinis diperoleh dari reaksi silang dari beberapa ion kalsium yang tersedia. Reaksi ini berlangsung relatif cepat biasanya membentuk sebuah permukaan yang keras secara klinis dalam waktu 4 - 10 menit dari awal pencampuran pada fase ini semen mudah pecah dan larut dalam air. Maturasi terjadi dalam


(30)

waktu 24 jam berikutnya yang akhirnya sedikit ion-ion aluminium yang bebas berikatan dengan matriks. Ion fluorida dan phosphat membentuk garam yang tidak dapat larut. Ion kalsium membentuk asam ortosilikat pada permukaan partikel dan meningkatkan pH, perubahan ini membentuk silica gel yang membantu dalam pengikatan bubuk terhadap matriks (Gambar 5) . 1,16

Gambar 5. Fase Maturasi Semen Ionomer Kaca.1 3. Tahap Hidrasi garam ( hydration of salts )

Fase ketiga ini berkaitan dengan fase maturasi yang berhubungan dengan hidrasi garam matriks yang menghasilkan peningkatan yang sangat signifikan dalam hal sifat-sifat fisik semen ionomer kaca. 1,16

Faktor-faktor yang mempengaruhi reaksi pengerasan

Beberapa faktor kimia dan fisik mempengaruhi karakteristik pengerasan bahan semen ionomer kaca. Meskipun telah disepakati bahwa setting semen ionomer kaca dengan reaksi asam-basa namun sebenarnya begitu kompleks. Hal ini berpengaruh kepada pelepasan dan pengendapan ion-ion kalsium dan aluminium dikarenakan ion-ion fluorida dan tartar. Sedangkan beberapa faktor lainnya seperti temperatur, ukuran partikel dari powder, hanya mempercepat atau memperlambat reaksi, tentu saja bahan kimia sangat memberikan


(31)

pengaruh dan memiliki peranan penting dalam memodifikasi reaksinya sendiri. Bahan kimia yang sangat berpengaruh penting adalahfluorida dan asam tartar.24

Aplikasi klinis dari semen ionomer kaca konvensional

Semen ionomer kaca secara luas digunakan untuk kavitas Klas V, hasil klinis dari prosedur ini baik meskipun penelitian in vitro berpendapat bahwa semen ionomer kaca modifikasi resin dengan ketahanan fraktur yang lebih tinggi dan peningkatan kekuatan perlekatan memberikan hasil yang jauh lebih baik. Beberapa penelitian berpendapat bahwa versi capsulated lebih menguntungkan karena pencampuran oleh mesin sehingga memberikan sifat merekatkan yang lebih baik.20 Penggunaan semen ionomer kaca telah meluas antara lain sebagai bahan perekat, pelapik dan bahan restoratif untuk restorasi konservatif Klas I dan Klas II karena sifatnya yang berikatan secara kimia pada struktur gigi dan melepaskan fluorida. Selain itu respon pasien juga baik karena teknik penempatan bahan yang konservatif dimana hanya memerlukan sedikit pengeboran sehingga pasien tidak merasakan sakit dan tidak memerlukan anastesi lokal. Meskipun demikian SIK tidak dianjurkan untuk restorasi Klas II dan klas IV karena sampai saat ini formulanya masih kurang kuat dan lebih peka terhadap keausan penggunaan jika dibandingkan dengan komposit.11

2.3 Atraumatic Restorative Treatment (ART)

Alasan penggunaan semen ionomer kaca dalam ART, adalah:26

a) Karena semen ionomer kaca berikatan secara kimiawi ke enamel dan dentin, sehingga mengurangi kebutuhan untuk mengambil jaringan gigi yang sehat


(32)

c) Lebih mirip dengan jaringan keras gigi dan biokompatibel Terdapat dua prinsip utama dari ART, antara lain :26

a) Menyingkirkan jaringan karies gigi dengan menggunakan instrumen tangan b) Merestorasi kavitas dengan bahan adhesif yang melepaskan flourida

Untuk alasan inilah, ART hanya dilakukan untuk perawatan prefentif dan kuratif dalam satu prosedur kerja.

Alasan untuk menggunakan instrumen tangan daripada handpiece elektrik, antara lain:26

a) Membuat perawatan restoratif lebih dapat di akses untuk seluruh kelompok populasi

b) Prinsip preparasi minimal yang dibutuhkan adalah memelihara jaringan gigi yang sehat dan tidak menimbulkan banyak trauma

c) Mengurangi rasa sakit yang berarti mengurangi kebutuhan terhadap anestesi lokal untuk meminimalisir trauma psikologis terhadap pasien.

ART tidak boleh digunakan ketika : 26

a) Dijumpai adanya pembengkakan (abses) atau fistula (terbukanya abses terhadap lingkungan rongga mulut) berdekatan dengan gigi yang karies

b) Pulpa gigi terbuka

c) Dijumpai adanya rasa sakit yang lama dan mungkin terjadi inflamasi pulpa

d) Terdapat kavitas karies yang tersembunyi yang tidak dapat di akses oleh instrumen tangan


(33)

e) Dijumpai adanya tanda-tanda yang jelas dari kavitas sebagai contoh pada permukaan proksimal tetapi kavitas tidak dapat dimasuki dari arah proksimal ataupun oklusal.

2.3.1.Teknik klinis ART

Aksesnya difasilitasi dengan mengambil jaringan dibawah enamel. Setelah penyingkiran jaringan dentin lunak yang terdemineralisasi dengan ekskavasi tangan, semen ionomer kaca diaplikasikan ke dalam kavitas dan mengisi pit dan fisur, kontur gigi direstorasi dan penyesuaian oklusal. Karena tidak ada instrumen putar yang digunakan, seluruh konturing dan penyesuaian harus diselesaikan ketika bahan belum mengeras.32

2.3.2 Merestorasi Kavitas ART 26 1. Mempersiapkan Kavitas

Kavitas dibuat dengan menempatkan mata pisau dari hatchet ke dalam kavitas dan gerakkan ke arah depan dan belakang dalam posisi kunci. Jika kavitas sangat kecil tempatkan sudut mata pisau hatchet kedalam kavitas dan kemudian gerakkan. Dentin yang karies dapat disingkirkan dengan ekskavator. Karies lunak disingkirkan dengan membuat gerakan memutar di sekeliling aksis panjang instrumen.26

Menyingkirkan karies lunak dari enamel-dentin junction dapat meninggalkan enamel yang tidak didukung oleh dentin. Enamel yang overhanging harus disingkirkan dengan menggunakan mata pisau dari hatchet. Tempatkan instrumen pada pinggir enamel dan pada bagian kecil patahan (gambar 6).26


(34)

Gambar 6. Gerakan memutar Gambar 7. Gerakan memutar dari ekskavator (satu permukaan)26 dari ekskavator 26

Gambar 8. Mematahkan enamel dengan sebuah hatchet 26

2. Membersihkan Kavitas

Dalam usaha untuk meningkatkan ikatan kimiawi semen ionomer kaca ke permukaan struktur gigi, dinding kavitas tersebut harus sangat bersih. Hal tersebut tidak akan didapatkan jika menggunakan cotton pellet yang basah dan oleh karena itu digunakan larutan kimiawi. Ada dua larutan yang bisa dipergunakan untuk hal tersebut :

- sebuah dentin kondisioner atau pembersih gigi, khususnya yang dikembangkan untuk tujuan ini, atau

- liquid yang tersedia di dalam semen ionomer kaca itu sendiri.


(35)

Gambar 9. Pengaplikasian dentin kondisioner 26 3.Merestorasi Kavitas

Pastikan bahwa gigi dijaga tetap kering selama fase restoratif. Pastikan juga bahwa seluruh instrument dan bahan yang dibutuhkan siap untuk digunakan. Setelah kavitas dicuci dan dibersihkan maka dapat dimulai untuk mengaduk semen ionomer kaca. Masukkan campuran semen ionomer kaca dalam jumlah kecil ke dalam kavitas, bahan yang berlebih dapat dibuang dan dirapikan. 26

Gambar 10. Penambalan kavitas pada Gambar 11. Menekan bahan resroratif

Klas II. 26 dengan jari.26


(36)

2.4 Uji Kekuatan Tekan (compressive strength)

Untuk bahan yang rentan pecah secara partikel uji tarik sulit untuk dilakukan. Sebuah alternatif uji kekuatan tekan (compressive strength) lebih mudah dilakukan terhadap bahan yang rentan pecah.16 Konfigurasi dari uji compressive strength seperti yang terlihat pada Gambar 14. Sampel yang diberikan gesekan pada titik yang berkontak dengan silinder bahan yang diuji. 16

Gambar 14. Skema ilustrasi dari compressive strength (Bresciani, 2004).12

Efek barreling ini mengakibatkan munculnya berbagai pola stress pada bahan seperti yang ditunjukkan pada Gambar 15.16

Gambar 15. Sebuah pengaturan pada uji compressive strength


(37)

Uji lainnya yaitu pengukuran diametral tensile strength dimana sebuah disc dari bahan ditujukan untuk beban tekan. Beban yang diaplikasikan ke disc menghasilkan tensile stress dalam arah menyebar, seperti yang ditampilkan pada Gambar 16.16

Gambar 16. Sebuah pengaturan untuk mengukur diametral tensile strength (Richard, 2006).16


(38)

BAB 3

KERANGKA KONSEP DAN HIPOTESIS PENELITIAN

3.1 Kerangka Konsep

SIK tipe High Viscosity  Komposisi :

Powder:

- Aluminosilikat glass

Liquid:

-asam poliakrilik -asam polibasik

 Komposisi SIK high viscosity telah mengalami perkembangan bahan dari SIK konvensional

sehingga berperngaruh terhadap compressive strength

 Merupakan SIK yang pertama kali di

indikasikan untuk minimal intervensi

SIK tipe Extra high viscosity  Komposisi :

Powder:

- kalsium aluminium fluorosilikat glass

Liquid: -asam akrilik

-asam maleat kopolimer -asar tartar

 Dengan penambahan 25% ratio P/L lebih banyak dari high viscosity SIK yang berpengaruh terhadap sifat fisik bahan  Memiliki filler utama dari powder SIK kemudian diproses

untuk menghasilkan granula khusus dengan peningkatan kelembabannya

 ukuran partikel yaitu 90% dari semua partikel glass lebih

kecil dari 9μm dan 10% lebih kecil daripada 1μm, 50% dari partikel glass SIK extra high viscosityberukuran 2.8μm  Dikarenakan ukuran partikel powder lebih kecil dari yang

high viscosity maka pada saat mixing penyatuan antar partikel akan lebih homogen sehingga berpengaruh terhadap compressive strength bahan tersebut.

Compressive strength ??

Prinsip Minimal Intervensi Atraumatic Restorative Treatment

Semen ionomer kaca (SIK) Bahan restorasi yang berikatan secara kimiawi dengan jaringan gigi melalui mekanisme pertukaran ion dan mampu


(39)

Teknik ART merupakan pengembangan dari konsep preventif dan restoratif berdasarkan pada minimal intervensi. ART menggunakan bahan restorasi adhesif yakni Semen ionomer kaca (SIK).1

Ketac Molar Easymix merupakan versi SIK extra high viscosity yang ditingkatkan tampilannya dengan penambahan rasio liquid powder sebesar 25% lebih banyak dibandingkan dengan SIK high viscosity.8

FUJI IX GP GCcorporation merupakan SIK high viscosity, merupakan bahan yang telah mengalami perkembangan komposisi dan sifat-sifatnya dan terus mengalami perkembangan yang berkelanjutan.25

Penjelasan di atas menunjukkan adanya perbedaan komposisi yang memperngaruhi viskositas dari SIK tersebut. Komposisi juga berpengaruh terhadap compressive strength nya.

Meskipun ART termasuk dalam minimal intervensi, namun tetap perlu dilakukan penelitian untuk mengetahui sifat-sifat mekanisnya. Salah satunya adalah uji kekuatan tekan (compressive strength) terhadap bahan SIK (Bresciani,2008). Banyak penelitian mengenai ART, namun masih sangat terbatas sekali jumlahnya mengenai sifat mekanis SIK salah satunya mengenai compressive strength. Dengan demikian penelitian ini dilakukan untuk mengetahui daya tahan fraktur terhadap kekuatan tekan (compressive strength) pada gigi yang direstorasi klas II dengan prinsip minimal intervensi menggunakan SIK extra high viscosity dan SIK high viscosity.


(40)

3.2.Hipotesis Penelitian

Dari seluruh uraian yang telah disebutkan, maka hipotesis untuk penelitian ini yaitu terdapat perbedaan Compressive strength pada gigi yang direstorasi klas II dengan prinsip minimal intervensi menggunakan SIK extra highviscosity dan SIK high viscosity.


(41)

BAB 4

METODOLOGI PENELITIAN

4.1 Desain Penelitian

Eksperimental Laboratorium Komparatif 4.2 Tempat dan Waktu

Tempat : 1. Departemen Konservasi Fakultas Kedokteran Gigi USU 2. Laboratorium Pusat Penelitian FMIPA USU

3. Laboratorium Taksonomi FMIPA USU Medan Waktu : 3 bulan ( Maret 2010 – Mei 2010)

4.3 Populasi dan Sampel Penelitian

Populasi: Gigi-gigi Premolar mandibula yang telah diekstraksi untuk keperluan pembuatan gigi tiruan, ortodonti dan periodontal.

Sampel: Gigi-gigi Premolar mandibula yang telah diekstraksi, dipreparasi kavitas klas II dengan prinsip minimal intervensi

4.4 Kriteria Penerimaan Subjek

Sampel diperoleh dari beberapa praktek dokter gigi, klinik gigi dan puskesmas yang ada di kota Medan. Sampel dipilih dengan kriteria sebagai berikut:

a. Gigi permolar manibula manusia.

b. Mahkota masih utuh, tidak karies dan tidak retak. c. Tidak ada restorasi pada gigi.


(42)

Seluruh sampel dicabut tidak lebih dari enam bulan sebelum pengujian dan di rendam dalam larutan salin 3 %.

4.5 Besar Sampel

Besar sampel ditentukan berdasarkan rumus yang digunakan oleh Steel dan Torrie (1995).

n = (Zα + Zβ)22σ2 = (1,96 + 1,64)2 2(3,55)2 = 8,83

δ2

(6,28)2 Keterangan : n = besar sampel

Zα = harga standar normal dari α = 0,005

Zβ = harga standar normal dari β = 0,10

σ = simpangan baku dari kelompok kontrol δ = penyimpangan yang ditolerir

Untuk menggenapkan sampel maka besar sampel yang dipakai pada setiap kelompok perlakuan pada penelitian ini adalah sebesar 10 sampel.

Penelitian ini menggunakan dua kelompok perlakuan dimana kelompok I dan kelompok II masing-masing terdiri dari 10 sampel. Sampel untuk setiap kelompok diurutkan berdasarkan ukurannya, kemudian dibagi dua dan direndam dengan larutan salin 3%.

 Kelompok I : Restorasi SIK dengan menggunakan Ketac Molar Easymix.  Kelompok II : Restorasi SIK dengan menggunakan Fuji IX GP


(43)

4.6 Variabel Penelitian

4.6.1 Variabel beba Variabel Bebas

 SIK Fuji IX GP  SIK Ketac Molar

Easymix

Variabel tergantung

Ketahanan fraktur

(compressive strength) SIK pada restorasi minimal preparasi kelas II

Variabel terkendali

 Gigi Premolar pertama dan premolar kedua mandibula manusia

 Perendaman sampel dalam larutan salin 3%

 Desain preparasi kavitas

 Teknik preparasi Klass II (satu operator yang sama)

 Teknik pengadukan

pengaplikasian SIK  Manipulasi alat dan bahan

 Teknik pengujian tekanan (alat, besar, kecepatan, dan sudut pemberian tekanan)

 Jangka waktu pencabutan dan penyimpanan gigi

 Perbandingan liquid powder sesuai petunjuk pabrik

 Penggunaan satu bur untuk tiga gigi

 Teknik peletakan bahan  Transparan matriks

Variabel tidak terkendali  Variasi ukuran gigi  Perlakuan terhadap bahan

sebelum pembelian  Ikatan SIK – gigi  Aplikasi varnish setelah


(44)

4.6.1 Variabel bebas

 Semen ionomer kaca Fuji IX GP GCCorporation  Semen ionomer kaca Ketac Molar Easymix 3M ESPE

4.6.2 Variabel tergantung

 Ketahanan fraktur (compressive strength) SIK pada restorasi minimal preparasi kelas II

4.6.3 Variabel terkendali

 Gigi Premolar pertama dan premolar kedua mandibula manusia  Perendaman sampel dalam salin 3%

 Desain preparasi kavitas

 Teknik preparasi Klas II (satu operator yang sama)  Teknik pengaplikasian SIK

 Teknik pengujian tekanan (alat, besar, kecepatan, dan sudut pemberian tekanan)  Jangka waktu pencabutan dan penyimpanan gigi

 Perbandingan liquid powder sesuai petunjuk pabrik  Penggunaan satu bur untuk tiga gigi

 Transparan matriks  Getaran bur


(45)

4.6.4 Variabel tak terkendali  Variasi ukuran gigi

 Perlakuan terhadap bahan sebelum pembelian

 Ikatan semen ionomer kaca dengan gigi yang sudah dicabut  Aplikasi varnish setelah penumpatan bahan

4.7 Defenisi Operasional

 Prinsip minimal intervensi dapat disebut juga sebagai atraumatic restorative treatment (ART) merupakan suatu pendekatan tentang penyingkiran karies dengan menggunakan instrumen tangan dan merestorasi kavitas serta melapisi pit dan fisur yang dengan bahan adhesif yaitu semen ionomer kaca

 Semen ionomer kaca merupakan semen berbasis air dengan powder kalsium, strontium aluminiumsilikat glass (basis) dikombinasikan dengan polimer larut dalam air (asam). Ketika komponen tersebut dicampur bersamaan, akan mengalami setting reaksi meliputi netralisasi kelompok asam oleh powder basis glass padat. Dapat digunakan pada gigi posterior dan pada teknik ART dengan prinsip minimal preparasi.

 Fuji IX adalah salah satu contoh SIK high viscosity, yang diindikasikan untuk restorasi pada gigi posterior.

 Ketac Molar Easymix adalah extra high viscosity SIK, yang baru-baru ini ditemukan dengan peningkatan rasio liquid powder 25% lebih tinggi dari SIK high viscosity.

 Compressive strength restorasi yaitu ketahanan restorasi sampai terjadinya fraktur saat diberi tekanan pada bagian disto/mesio oklusal dengan kecepatan 0.5


(46)

mm/menit. Besar beban dicatat dari alat uji tekan (Torsee’s Universal Testing Machine, Japan) dalam satuan kilogramforce (KGF) dan dikonversikan kedalam satuan newton (N)

 Desain kavitas Klas II dengan prinsip minimal intervensi yaitu desain kavitas berdasarkan klasifikasi karies yang baru dengan mengkombinasikan size dan site dari lesi karies. Yaitu size 2 site 2 ( daerah kontak/proksimal gigi)

4.8 Alat Penelitian

4.8.1 Alat untuk persiapan sampel

 Jangka dan Penggaris untuk pengukuran outline form. ( Gambar 17 )

Gambar 17. Jangka dan Penggaris

4.8.2 Alat preparasi ART Klas II  High speed bur


(47)

 Bur polis

Gambar 18. Bur polis

4.8.3 Alat untuk penanaman sampel  Pot dan pengaduk akrilik

 Cetakan balok akrilik, terbuat dari kaca berukuran 6 x 3 x 3 cm sehingga spesimen dapat dimasukkan ke dalam alat uji tekan.

 Spuit 10 ml untuk cetakan penanaman sampel ke dalam akrilik, sehingga spesimen berbentuk silinder.

 Busur

Gambar 19. A. Cetakan balok dari kaca B. Pot akrilik C. Cetakan terbuat dari spuit


(48)

4.8.4 Alat pengujian

 Alat uji tekan (Torsee’s Universal Testing Machine, Japan)

Gambar 20. Alat Uji Tekan

 Alat thermocycling dan Thermometer

Gambar 21. Alat Thermocycling Dan Thermometer 4.8.5 Alat tambahan


(49)

4.9 Bahan Penelitian

Larutan Salin 3% untuk penyimpanan sampel penelitian

 Bahan separator (vaselin), untuk bahan yang dioleskan pada permukaan cetakan yang berkontak dengan akrilik pada saat penanaman.

 Self curing acrylic, untuk penanaman sampel

Gambar 22. Larutan Saline dan Self Curing acrylic

 Semen ionomer kaca Fuji IX dan Ketac Molar Easymix, sebagai bahan restorasi ART Klas II

Gambar 23. SIK Fuji IX GP, SIK KetacMolar 3M ESPE, dan Dentin kondisioner


(50)

4.10 Prosedur Penelitian 4.10.1 Persiapan spesimen

Dua puluh gigi Premolar mandibula yang baru diekstraksi (maksimal 6 bulan penyimpanan dalam larutan salin 3%), utuh, non-karies. Kemudian sampel dikelompokkan menjadi 2 kelompok, masing-masing kelompok berjumlah 10 sampel, dan ditanam dalam balok gips untuk memudahkan preparasi dan restorasi sampel

4.10.2 Preparasi kavitas

Outline form desain restorasi klas II minimal intervensi pada permukaan oklusal seluruh sampel dengan bantuan jangka untuk mendapatkan hasil yang akurat dengan kedalaman kavitas 2ml, lebar mesio-distal 3mm, buko-lingual proksimal 5mm. Preparasi dilakukan dengan menggunakan diamond bur berbentuk bulat (diameter 1.9 mm), dengan high speed, hand piece dengan pendingin air. Akhirnya, permukaan kavitas dihaluskan dengan sebuah eskavator berukuran medium.

Gambar 24. Desain outlineform kavitas klas II dengan prinsip minimal intervensi 5 mm


(51)

Gambar 25. Hasil Preparasi

4.10.3 Prosedur restoratif

Kavitas dikeringkan dua kali, menggunakan cotton pellet masing-masing selama 5 detik. Aplikasi dentin kondisioner selama 15 detik untuk membersihkan kavitas. Fuji IX dan Ketac molar Easymix dicampur secara manual. Rasio powder liquid dicampur sesuai dengan petunjuk pabrik sampai diperoleh campuran yang homogen dalam 30 detik pada temperatur

kamar (21˚). Setelah aplikasi dari matriks, campuran SIK ditempatkan ke dalam kavitas dengan menggunakan sebuah instrumen applier/carver, dan ditekan ke dalam posisinya dengan menggunakan sebuah eskavator berukuran medium. Bahan yang berlebih dibuang dengan instrumen applier/carver dan sebuah eskavator berukuran medium.

Setelah SIK kering aplikasikan varnish untuk mencegah terkontaminasi dengan air dan udara. Setelah 24 jam sampel dipolis dengan menggunakan bur polis. Seluruh sampel yang telah direstorasi dimasukkan ke dalam larutan salin selama 24 jam.


(52)

Gambar 26. Aplikasi dentin kondisioner

Gambar 27. Pemolisan


(53)

4.10.4 Proses Thermocycling

Seluruh sampel dilakukan proses thermocycling, antara 5˚ dan 55˚, dengan waktu selama 30 detik di dalam masing-masing bak dan waktu transfer 10 detik. (Koenraads, 2008)

4.10.5 Penanaman Sample Cetakan

Gigi ditanam pada self curing acrylic cetakan potongan spuit 10ml. Potongan spuit sebelumnya dioleskan dengan vaselin. Gigi ditanam 2mm dibawah cemento-enamel junction untuk menyerupai kedudukan tulang alveolar. Setelah akrilik hampir mengeras, akrilik dilepaskan potongan spuit. Setelah itu dilakukan pembuatan balok basis akrilik berukuran 6×3×3 dengan cetakan yang terbuat dari kaca dengan bantuan busur sebagai dataran penuntun kemiringan 13,5˚ terhadap aksis panjang gigi.


(54)

4.10.6 Pengujian

Restorasi diuji secara statistik pada bagian marginal ridge sampai patah. Sampel ditekan dengan beban 100kgf dengan kecepatan 0.5 mm/menit.

Gambar 30. Posisi sampel saat diberi tekanan .

Fraktur diamati dan dicatat berdasarkan kegagalan yang terjadi dalam beberapa cara:  Adhesive failure ( fraktur pada perlekatan antara tambalan dengan gigi )


(55)

4.10.7 Analisa Statistik

Untuk melihat adanya perbedaan compressive strength pada masing masing sampel, data dianalisis secara statistik dengan tingkat kemaknaan α < 0,05. Data yang diperolah diuji terlebih dahulu dengan menggunakan Kolmogrov Smirnov Test untuk melihat distribusi yang ada, setelah diperoleh data distribusi yang normal, maka uji yang dipakai adalah uji statistik t-tes berpasangan untuk menentukan perbedaan diantara kelompok bahan restorasi.


(56)

BAB 5

HASIL PENELITIAN

Penelitian dilakukan terhadap 20 gigi Premolar mandibula yang dibagi dalam dua kelompok perlakuan dimana masing – masing kelompok terdiri atas sepuluh sampel. Kelompok pertama adalah gigi dengan restorasi minimal menggunakan SIK Ketac Molar Easymix 3M ESPE. Kelompok kedua adalah gigi dengan restorasi minimal menggunakan SIK Fuji IX GP GCCorporation.

Hasil Penelitian pengujian kekuatan tekan (compressive strength) pada restorasi SIK pada kedua kelompok perlakuan dapat dilihat pada tabel 4.. Data yang didapat berupa load dalam satuan kilogramforce dan dikonversikan kedalam satuan newton (N)

Tabel 4. Data hasil pengukuran kekuatan tekan (compressive strength) Kelompok I (Ketac Molar) Load (kgf) Newton (N) Kelompok II ( Fuji IX GC )

Load (kgf)

Newton (N)

1 215.2 2108.96 1 126.7 1241.66

2 167.5 1641.5 2 175.7 1721.86

3 65.6 642.88 3 158.8 1556.24

4 180.6 1769.88 4 75.3 737.94

5 80.34 787.332 5 200.5 1964.9

6 80.4 787.92 6 70.6 691.88

7 147.7 1447.46 7 134.8 1321.04

8 126.5 1239.7 8 136.4 1336.72

9 60.4 591.92 9 47.5 465.5

10 206.6 2024.68 10 137.5 1347.5


(57)

Tabel 5. Rerata hasil pengukuran kekuatan tekan (compressive strength)

Rata – rata

Kelompok I ( Ketac Molar Easymix

3MESPE)

Kelompok II ( FUJI IX GP GCCorporation)

Load (kgf) 133.084 126.38

Newton (N) 1304.22 1238.52

Pada tabel 5 menunjukkan rerata daya tahan fraktur kelompok I (1304.22 N ) lebih besar daripada rerata daya tahan fraktur pada kelompok II (1238.52 N).

Fraktur yang terjadi setelah proses uji compressive strength diidentifikasikan dan dikelompokkan berdasarkan klasifikasi fraktur. Identifikasi pola fraktur dapat dilihat pada tabel 6.

Tabel 6. Identifikasi pola fraktur setelah proses uji kekuatan tekan (compressive strength) Adhesive failure Cohesive failure

Kelompok I ( Ketac Molar Easymix

3MESPE)

2 8

Kelompok II ( FUJI IX GC GP

Corporation)

6 4

Dari tabel 6 dapat dilihat bahwa pada kelompok I ada sebanyak 80% ( 8 sampel) fraktur pada restorasi SIK dan pada gigi (cohesive failure), dan 20% ( 2 sampel ) fraktur pada perlekatan antara tambalan dengan gigi ( adhesive failure ). Sedangkan pada kelompok II sebanyak 40% ( 4 sampel) fraktur pada restorasi SIK dan gigi (cohesive failure), dan 60% ( 6 sampel ) fraktur pada perlekatan antara tambalan dengan gigi ( adhesive failure ).


(58)

Gambar 31 . Identifikasi pola fraktur setelah proses uji kekuatan tekan. A. Cohesive failure B. Adhesive Failure

Data pengukuran kekuatan tekan (compressive strength) antara kelompok I dan kelompok II dianalisis Kolmogorov-Smirnov test untuk mengetahui distribusi data yang diperoleh. Hasil menunjukkan bahwa distribusi data normal adalah normal (Kelompok I : K – S 0.564 dengan Asymp.Sig 0.908 dan Kelompok II K – S 0.676 dengan Asymp.Sig 0.751). Hasil kolmogorov-smirnov test ini dapat dilihat pada lampiran 3. Setelah itu data diuji secara statistik menggunakan uji t berpasangan dengan tingkat kemaknaan ( < 0,05) .

Tabel 7. Hasil analisis data dengan menggunakan t-tes berpasangan Kekuatan tekan (compressive strength)

Ketac Molar – Fuji IX GC Mean

65.69920

Standar Deviasi 707.92887

P 0.776

Hasil analisis t-test (tabel 4) terlihat bahwa pada  = 0,05 tidak terdapat perbedaan yang signifikan ( p > 0,05 ) pada kedua kelompok perlakuan terhadap kekuatan tekan (compressive strength).

A


(59)

BAB 6 PEMBAHASAN

Penelitian ini menggunakan bahan restorasi SIK high viscosity (Ketac Molar Easymix, Fuji IX GC Corporation) karena diindikasikan untuk restorasi minimal atau ART. Bahan ini juga digunakan oleh Barata et al (2008), Hof MA et al (2006), Souza et al (2003), Cefaly et al (2005), Koenraads et al (2008), Bresciani et al (2008) untuk restorasi ART.7,8,9,12,13. Sementara dentin kondisioner yang digunakan pada penelitian ini adalah asam poliakrilik 10% (GC Corporation Japan). Bentuk kavitas ART dibuat dengan desain klas II dengan prinsip minimal intervensi.8

Kekuatan pada restorasi dapat diuji dengan pemberian tekanan kompresif (compressive strength). Spesimen diberi tekanan pada bagian marginal ridge oleh alat uji tekan ( Torsee’s Universal Machine, Japan ) sampai fraktur dengan kecepatan 0,5 mm/menit dan beban 100 kilogramforce (kgf) yang kemudian dikonversikan kedalam satuan Newton (N), meskipun tidak menggambarkan tekanan oklusal fisiologis sebenarnya di rongga mulut.

Pada tabel 5 dari data yang diperoleh rerata compressive strength kelompok I sebesar 1304.22 N dan kelompok II sebesar 1238.52 N selisih antara kedua kelompok sebesar 65.7 N dimana rerata kelompok I lebih besar dari kelompok II. International Organization for Standardization menyatakan compressive strength KetacMolar Easymix lebih besar yaitu 241MPa dibanding dengan Fuji IX yaitu sebesar 230Mpa. Dari data yang diperoleh diuji secara statistik dan didapatkan hipotesa penelitian ini ditolak (p < 0.05) yang berarti hasil penelitian ini tidak menunjukkan adanya perbedaan yang signifikan antara kedua kelompok yang direstorasi klas II dengan prinsip minimal intervensi pada desain kavitas lebih besar


(60)

kearah oklusal. Sejalan dengan penelitian sebelumnya oleh Koenraads et al (2008) yang melakukan pengujian terhadap gigi molar yang direstorasi ART klas II dengan desain kavitas lebih luas pada proksimal menggunakan Glass Karbomer dan Ketac Molar dibandingkan dengan Fuji IX dimana hasilnya tidak terdapat perbedaan yang signifikan dari ketiga bahan tersebut.8 Bresciani et al (2008) juga tidak menemukan perbedaan compressive strength yang signifikan antara specimen (6.0 mm x 12.0 mm) Fuji IX GC Corporation, Bioglass R (biodinamica) dan Vitro Molar (DFL), yang merupakan semen ionomer kaca yang diindikasikan untuk restorasi ART.12 Tetapi jika dilihat dari data yang diperoleh pada tabel 3 menunjukkan daya tahan fraktur pada sampel kelompok I lebih kuat dari kelompok II. Ada beberapa kemungkinan yang menyebabkan hal ini terjadi, yaitu:

Kelompok I merupakan SIK extra high viscosity yang memiliki konsentrasi glass filler yang baik ukuran partikel yang lebih halus sehingga meningkatkan kekuatan semen dan memungkinkan kecil terperangkapnya udara pada saat pengadukan dan manipulasi bahan.28 Terperangkapnya udara berpengaruh terhadap kekuatan fisik dari bahan retorasi.15 Selain itu penambahan 25% powder dan liquid didalam SIK extra high viscosity dapat menambah sifat fisik dari bahan dimana keberhasilan restorasi dari SIK dapat berpengaruh dari komposisi yang mungkin sangat bervariasi oleh masing – masing produsen (Smith, 1990).23

Cohesive failure (fraktur pada restorasi) digunakan untuk melihat kekuatan dari bahan restorasi. Hal ini dapat dilihat pada Tabel 6 yaitu pada kelompok I ada sebanyak 80% (8 sampel) fraktur pada restorasi SIK dan 20% (2 sampel) fraktur pada perlekatan antara tambalan dengan gigi. Sedangkan pada kelompok II sebanyak 40% (4 sampel) fraktur pada restorasi SIK dan gigi dan 60% (6 sampel) fraktur pada perlekatan antara tambalan dengan gigi. Hal ini dapat disebabkan karena pada kelompok I adanya penambahan asam tartar pada


(61)

liquidnya meningkatkan viskositas dari SIK tersebut sehingga daya alir dari bahan menurun dan pada saat dimasukkan kedalam kavitas dapat menyebabkan adanya udara yang terperangkap didalam kehampaan (void) karena bahan tidak mengisi seluruh ruang pada kavitas dan apabila restorasi diberi tekanan akan menjadi mudah fraktur. Adanya variabel tidak terkendali yaitu pengaplikasian varnish beberapa saat setelah penumpatan dapat menyebabkan dehidrasi karena SIK tersebut masih dalam proses pengerasan pada tahap awal, jika pada proses pengerasan SIK terkontaminasi oleh udara maka permukaannya akan mudah fraktur.

Dari hasil pengukuran compressive strength pada tabel 4 terlihat adanya hasil yang jauh lebih kecil dengan data yang lainnya pada kelompok yang memakai SIK tipe extra high viscosity yaitu pada sampel 3 (642.88N) serta sampel 9 (591.92) dengan rerata 1304.22N pada kelompok I dan sampel 9 (465.5N) dengan rerata 1238.52N pada kelompok II. Hal ini mungkin disebabkan oleh adhesi bahan SIK yang didapatkan dari mekanisme pertukaran ion antara bahan SIK dengan struktur gigi ketersediaan air dari dentin yang lembab berpengaruh terhadap ikatan antara SIK dengan dentin sedangkan penelitian ini memakai gigi yang sudah dicabut dimana kelembaban dentin dari masing masing gigi berbeda sehingga dapat mempengaruhi compressive strength dari restorasi.29Metode penanaman sampel pada akrilik dan pemberian tekanan sama dengan yang telah dilakukan oleh Koenraads dkk (2008). Sampel ditanam dengan kemiringan 13.5˚ dan diberi tekanan dalam arah vertikal tepat pada bagian marginal ridge. Namun sulit untuk membuatnya benar-benar 13.5˚ hal ini mungkin dapat mempengaruhi adhesive dan cohesive failure pada saat restorasi diuji tekan.

Pada penelitian ini (Tabel 5) rerata daya tahan fraktur untuk kelompok I adalah sebesar 1304.2232 ± 577.39140 dan untuk kelompok II adalah sebesar 1238.5240 ± 475.80181. Hasil


(62)

analisis data menunjukkan tidak adanya perbedaan yang signifikan antara kedua kelompok disebabkan oleh sampel yang terlalu sedikit, semakin besar jumlah sampel yang digunakan akan memberikan hasil yang representatif. Alat yang digunakan pada penelitian ini menghasilkan data kasar sehingga data yang diperoleh kurang akurat dan nilai compressive strength tidak nyata berbeda dan dapat menjadi dasar pada penelitian lebih lanjut untuk mendapatkan hasil yang lebih maksimal.


(63)

BAB 7

KESIMPULAN DAN SARAN

7.1 Kesimpulan

Dalam penelitian ini uji tekan digunakan untuk mengukur compressive strength dari suatu restorasi. Rerata compressive stregth pada tambalan minimal preparasi Klas II dengan menggunakan SIK extra high viscosity lebih besar dari pada SIK high viscosity. Hasil penelitian menunjukkan rerata compressive strength untuk SIK tipe extra high viscosity adalah sebesar 1304.2232 ± 577.39140 N dan untuk SIK tipe high viscosity adalah sebesar 1238.5240 ± 475.80181 N. Namun, hasil uji statistik dengan menggunakan uji t-tes

berpasangan menunjukkan bahwa pada α =0,05 rerata perbedaan compressive strength antara kedua jenis Semen Ionomer Kaca tidak signifikan (p = 0.776).

Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa tidak ada perbedaan compressive strength pada kavitas klas II dengan prinsip minimal intervensi dengan menggunakan Semen ionomer kaca tipe extra high viscosity dan Semen Ionomer Kaca tipe high viscosity.

7.2 Saran

- Penelitian selanjutnya diharapkan menggunakan metode atau alat pengukuran yang lebih akurat untuk memperoleh data yang lebih representative

- Pada penelitian selanjutnya diharapkan pengujian ketahanan fraktur dilakukan dengan mengkondisikan sampel sesuai dengan keadaan gigi di dalam rongga mulut agar hasil penelitian dapat diterapkan secara klinis.


(64)

DAFTAR PUSTAKA

1. Mount GJ and W.R Hume. Preservation and Restoration of Tooth Structure. 2nd ed. Australia : Knowledge Books and Sofware, 2005 : 163 – 249

2. Ercan E, C Tuksel Durgergil, dkk. A Field Trial Of Two Restorative Materials Used With Atraumatic Restorative Treatment in Rural Turkey : 24 Month Results. J Appl Oral Sci 2009 ; 17 (4) : 307 – 14

3. Wang L, Daniela Francisca, Cefaly, dkk. In Vitro Interactions Between Lactic Acid Solution and ART Glass Ionomer Cements. J Appl Oral Sci 2009 ; 17 (4) : 274- 9

4. Van Gemert M.C.M , W.E Van Amerogen. Three Year Survival Of Single Surface and Two Surface ART Restoration in a High Caries Child Population. J Clinic Oral Invest 2007 ; 11 : 337 -343

5. Lopes N, Sara Simpser Rafalin, dkk. Atraumatic Restorative Treatment for Prevention and Treatment of Caries in a Underserved Community. American J Of Public Health 2005 ; 95 (8) : 1338 – 9

6. Mikenautchs S. An Introduction To Minimum Intervention Dentistry. J Singapore Dent 2005 ; 27 (1) : 1-6

7. Van‟t Hof MA, Jo E Frencken, dkk. The Atraumatic Restorative Treatment (ART) Approach For Managing Dental Caries. J International Dental 2006 ; 56 : 345-51

8. Koenraads H, G. Van Der Kroon, dkk. Compressive Strength Of Two Newly Developed Glass Ionomer Materials For Use With The Atraumatic Restorative Treatment (ART) Approach In Class II Cavities. J Elsevier 2009 ; 25 : 551 – 6

9. Cefaly DF, Terezinha de Jessus Esteves Barata, dkk. Clinical Evaluation Of Multisurface Art Restorations. J Appl Oral Sci 2005 ; 13(1) : 15-9

10. Barata TJ, Eduardo Bresciani, dkk. Comparisson Of Two Minimally Invasive Methods On The Longetivity of Glass Ionomer Cement Restorations : Short Term Results of A Pilot Study. J Appl Oral Sci 2008 ; 16 (2) : 155 – 60

11. Philips RW. Science Of Dental Materials. 10th ed. Alih Bahasa. Johan Arief Budiman dan Susi Parwoko. Indonesia : EGC , 2004 : 449-55

12. Bresciani E, Barata T, dkk. Compressive and Diametrial Tensile Stregth Of Glass Ionomer Cements. J Appl Oral Sci 2004 ; 12 (4) : 344 – 8


(65)

13. Mallmann A, Jane Clei Oliveira Ataide, dkk. Compressive Stregth Of Glass Ionomer Cements Using Different Specimen Dimensions. J Braz Oral Rez 2007 ; 21 : 204-8

14. Summit JB, J William, dkk. Fundamentals of Operative Dentistry. 3th ed. India : Quintessence 2006 : 225-49

15. Mikenautchs S and Grossman E S. Atraumatic Restorative Treatment (ART) Factors Affecting Succsess. J Minim Interv Den 2008 ; 1 (2) : 96 - 100

16. Noort RV. Introduction To Dental Material. New York : Elsevier 2007 : 127 - 43

17. Aratani M, Antonio CP, dkk. Compressive strength of Resin Modified glass ionomer restorative matetial. J Appl Oral Sci 2005; 13 (4) :356-9

18. McCabe MF and Angus W.G Walls. Applied Dental Materials. 9th ed. Oxford : Blackwell Publishing Ltd, 2008 : 245-268

19. Upadya N, and Kishore G. Glass Ionomer Cement The Different Generations. J Trends Biomater ; 18 (2) ; 158 – 65

20. Nicholson JW. Update On Glass Ionomer Cements. Shool Of Science University Of Greenwich. Dental Forum, 2005 : 73-79

21. Kolada G, Waszkiel D, dkk. The Effect of GIC Fuji IX on The Hard Tissues Of Teeth Treated by Sparing Methods ( ART and CMCR ). J Advances in Medical Sciences 2006 ; 51 : 139-41

22. Sturdevant‟s. Art and Sience of Operative Dentistry. 5th ed. India : Mosby, 2006 ; 563-5 23. Department of Health and Human Service. Dental Amalgam: A Scientific Review and

Recommended Public Health Service Strategy for Research, Education and Regulation. Public Health Service, 1993

24. 3M ESPE. Ketac Molar EasyMix Glass Ionomer Filling Material.

<http://multimedia.mmm.com/mws/mediawebserver.dyn?6666660Zjcf6lVs6EVs66S3Iz COrrrrQ->

25. Friedl KH. 2 Years of EQUIA - a Very Promising Filling Concept. IDS Press Conference, 2009 : 1-2

26. Dental Health International Nederland. Manual for The ART Approach to Control Dental Caries. Harare, 1997


(66)

28. Nomoto R dan John Mc Cabe. Effect of Mixing Methods on The Compressive Strength of Glass Ionomer Cement. J of Dentistry. 2001 ; 29 : 205-10

29. C.K.Y. Yiu, F.R. Tay, dkk. Interaction Glass Ionomer Cement of with Moist Dentin. J of Dent Res. 2004 ; 83 (4) : 283


(67)

Lampiran 1. Alur Pikir

 WHO (1990) merekomendasikan Atraumatic Restorative Treatment (ART) sebagai salah satu minimal intervensi pendekatan perawatan gigi dengan menyingkirkan jaringan karies menggunakan instrumen tangan diikuti dengan penempatan bahan restorasi adhesive GIC.1,3,8

 Pada awalnya GIC konvensional yang digunakan dalam percobaan ART. Kemudian, secara khusus dikembangkan GIC yang high viscosity untuk penggunaan ART dan menggantikan yang konvensional. Perkembangan GIC selanjutnya difokuskan pada rasio powder : liquid yang lebih tinggi, dan partikel-partikel glass lebih kecil sehingga menghasilkan viskositas yang lebih tinggi.9

 Ketac Molar Easymix merupakan extra high-viscosity GIC dengan Dengan penambahan 25% ratio P/L lebih banyak dibanding high viscosity GIC yang berpengaruh terhadap sifat fisik bahan. Penambahan asam tartar pada liquid menambah viskositas serta mempercepat setting time bahan GIC.

 GIC FUJI IX GP GCcorporation merupakan high viscosity GIC merupakan bahan yang telah mengalami perkembangan komposisi dan sifat-sifatnya dan terus mengalami perkembangan yang berkelanjutan

 Holmgren et al (2000) menemukan hampir 90% dan 80% keberhasilan untuk restorasi ART Klass I dan Klas II meliputi dua atau lebih permukaan gigi

 Souza et al (2003) menemukan tingkat rata-rata keberhasilan restorasi Kelas II ART yang lebih tinggi pada gigi permanen daripada peneliti lainnya yang menggunakan GIC konvensional.9

 Compressive dan tensile strength biasanya digunakan untuk menentukan sifat-sifat mekanis glass ionomer

 Cefaly et al (2005) menyatakan pendekatan ART sangat sesuai dan efektif pada restorasi yang melibatkan dua atau lebih permukaan gigi selama lebih 6 dari bulan dengan menggunakan GIC hi density (Ketac Molar 3MESPE) dengan RMGIC (FUJI VIII GC), hal ini menunjukkan hasil yang baik dari teknik ART dengan kedua bahan.9

 Van Hof MA et al (2006) menemukan daya tahan yang lebih tinggi pada gigi susu dan pergantian gigi permanen dalam restorasi ART permukaan tunggal yang menggunakan GIC high viscosity (dengan rentang 95% setelah satu tahun sampai 86% setelah tiga tahun).7

 Bresciani dkk (2008) tidak menemukan perbedaan compressive strength yang signifikan antara Fuji IX dan Vitro Molar. Kedua bahan ini diindikasikan sebagai bahan restorasi ART.

 Barata et al (2008) menyatakan metode

preparasi kavitas ART dan

chemomechanical terbukti cocok, efektif, dan diterima untuk restorasi GIC.10

 Pendekatan ART secara tradisional menggunakan Glass Ionomer Cement (GIC) viskositas tinggi untuk merestorasi kavitas (Koenraads H et al, 2009).

 Ketac Molar Easymix (3M ESPE) merupakan versi yang dikembangkan dari glass ionomer viskositas tinggi dengan meningkatkan rasio powder : liquid 25% dibandingkan dengan glass ionomer viskositas tinggi yang biasa digunakan (Koenraads et al, 2009)

 Koenraads dkk (2009) tidak menemukan perbedaan compressive strength yang signifikan pada restorasi ART kelas II Glass Karbomer dan Ketac Molar dibandingkan dengan Fuji IX pada gigi molar .


(68)

PERMASALAHAN:

Apakah ada perbedaan compressive strength pada restorasi minimal preparasi Kelas II dengan bahan menggunakan GIC extrahigh viscosity dan kelompok II menggunakan GIC high viscosity, yang merupakan bahan GIC yang banyak dipakai dokter gigi pada saat ini.

Tujuan Penelitian

Untuk mengetahui perbedaan compressive strength pada restorasi minimal preparasi Kelas II dengan bahan menggunakan GIC extrahigh viscosity dan kelompok II menggunakan GIC high viscosity, yang merupakan bahan GIC yang banyak dipakai dokter gigi pada saat ini.

JUDUL PENELITIAN

Perbedaan compressive strength dari dua jenis Glass Ionomer Cement pada minimal preparasi kavitas kelas II sebagai pedekatan untuk Atraumatic Restorative Treatment

( Penelitian in vitro )

Karena Fuji IX dan Ketac Molar merupakan dua jenis GIC yang direkomendasikan untuk minimal preparasi cth : ART, maka perlu dilakukan penelitian compressive strength guna mengetahui sifat mekanis dari bahan tersebut dan membandingkannya diantara kedua bahan glass ionomer tersebut.


(69)

Lampiran 2 : Kerangka penelitian

Preparasi kavitas kelas II dengan prinsip minimal intervensi 20 buah gigi premolar mandibula manusia

Kelompok II 10 gigi Restorasi dengan FUJI

IX GP GCcorporation Kelompok I

10 gigi Restorasi dengan

Ketac Molar Easymix (3M ESPE)

Seluruh sampel disimpan dalam larutan saline selama 24 jam Proses thermocycling 200 putaran pada temperatur 5°C dan 55°C

30 detik pada tiap temperatur

Uji kekuatan tekan menggunakan Torsee‟s Universal Testing Machine

Pencatatan hasil dari alat pencatat grafik


(70)

Lampiran 3 : Hasil Uji Distribusi dengan Kolmogorov-Smirnov Test

One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test

KetacMolar FUJI

N 10 10

Normal Parameters(a,b)

Mean 1304.2232 1238.5240

Std. Deviation 577.39140 475.80181

Most Extreme Differences Absolute .214 .203

Positive .214 .154

Negative -.120 -.203

Kolmogorov-Smirnov Z .678 .641

Asymp. Sig. (2-tailed) .748 .806

a Test distribution is Normal. b Calculated from data.


(71)

Lampiran 4 : Hasil Uji statistic t-test berpasangan T - Test

Paired Samples Statistics

Mean N Std. Deviation

Std. Error Mean Pair 1 KetacMolar 1304.2232 10 577.39140 182.58719

FUJI 1238.5240 10 475.80181 150.46174

Paired Samples Correlations

N Correlation Sig.

Pair 1 KetacMolar & FUJI 10 .107 .769

Paired Samples Test

Paired Differences

t df Sig. (2-tailed) Mean Std. Deviation

Std. Error Mean

95% Confidence Interval of the

Difference Lower Upper Pair 1 KetacMolar –

FUJI 65.69920 707.92887 223.86677


(1)

28. Nomoto R dan John Mc Cabe. Effect of Mixing Methods on The Compressive Strength of Glass Ionomer Cement. J of Dentistry. 2001 ; 29 : 205-10

29. C.K.Y. Yiu, F.R. Tay, dkk. Interaction Glass Ionomer Cement of with Moist Dentin. J of Dent Res. 2004 ; 83 (4) : 283


(2)

Lampiran 1. Alur Pikir

 WHO (1990) merekomendasikan Atraumatic Restorative Treatment (ART) sebagai salah satu minimal intervensi pendekatan perawatan gigi dengan menyingkirkan jaringan karies menggunakan instrumen tangan diikuti dengan penempatan bahan restorasi adhesive GIC.1,3,8

 Pada awalnya GIC konvensional yang digunakan dalam percobaan ART. Kemudian, secara khusus dikembangkan GIC yang high viscosity untuk penggunaan ART dan menggantikan yang konvensional. Perkembangan GIC selanjutnya difokuskan pada rasio powder : liquid yang lebih tinggi, dan partikel-partikel glass lebih kecil sehingga menghasilkan viskositas yang lebih tinggi.9

 Ketac Molar Easymix merupakan extra high-viscosity GIC dengan Dengan penambahan 25% ratio P/L lebih banyak dibanding high viscosity GIC yang berpengaruh terhadap sifat fisik bahan. Penambahan asam tartar pada liquid menambah viskositas serta mempercepat setting time bahan GIC.

 GIC FUJI IX GP GCcorporation merupakan

high viscosity GIC merupakan bahan yang telah mengalami perkembangan komposisi dan sifat-sifatnya dan terus mengalami perkembangan yang berkelanjutan

 Holmgren et al (2000) menemukan hampir 90% dan 80% keberhasilan untuk restorasi ART Klass I dan Klas II meliputi dua atau lebih permukaan gigi

 Souza et al (2003) menemukan tingkat rata-rata keberhasilan restorasi Kelas II ART yang lebih tinggi pada gigi permanen daripada peneliti lainnya yang menggunakan GIC konvensional.9

 Compressive dan tensile strength biasanya digunakan untuk menentukan sifat-sifat mekanis glass ionomer

 Cefaly et al (2005) menyatakan pendekatan ART sangat sesuai dan efektif pada restorasi yang melibatkan dua atau lebih permukaan gigi selama lebih 6 dari bulan dengan menggunakan GIC hi density (Ketac Molar 3MESPE) dengan RMGIC (FUJI VIII GC), hal ini menunjukkan hasil yang baik dari teknik ART dengan kedua bahan.9

 Van Hof MA et al (2006) menemukan daya tahan yang lebih tinggi pada gigi susu dan pergantian gigi permanen dalam restorasi ART permukaan tunggal yang menggunakan GIC high viscosity (dengan rentang 95% setelah satu tahun sampai 86% setelah tiga tahun).7

 Bresciani dkk (2008) tidak menemukan perbedaan compressive strength yang signifikan antara Fuji IX dan Vitro Molar. Kedua bahan ini diindikasikan sebagai bahan restorasi ART.

 Barata et al (2008) menyatakan metode preparasi kavitas ART dan

chemomechanical terbukti cocok, efektif, dan diterima untuk restorasi GIC.10

 Pendekatan ART secara tradisional menggunakan Glass Ionomer Cement (GIC) viskositas tinggi untuk merestorasi kavitas (Koenraads H et al, 2009).

 Ketac Molar Easymix (3M ESPE) merupakan versi yang dikembangkan dari glass ionomer viskositas tinggi dengan meningkatkan rasio powder : liquid 25% dibandingkan dengan glass ionomer viskositas tinggi yang biasa digunakan (Koenraads et al, 2009)

 Koenraads dkk (2009) tidak menemukan perbedaan compressive strength yang signifikan pada restorasi ART kelas II Glass Karbomer dan Ketac Molar dibandingkan dengan Fuji IX pada gigi molar .


(3)

PERMASALAHAN:

Apakah ada perbedaan compressive strength pada restorasi minimal preparasi Kelas II dengan bahan menggunakan GIC extrahigh viscosity dan kelompok II menggunakan GIC

high viscosity, yang merupakan bahan GIC yang banyak dipakai dokter gigi pada saat ini.

Tujuan Penelitian

Untuk mengetahui perbedaan compressive strength pada restorasi minimal preparasi Kelas II dengan bahan menggunakan GIC extrahigh viscosity dan kelompok II menggunakan GIC high viscosity, yang merupakan bahan GIC yang banyak dipakai dokter gigi pada saat ini.

JUDUL PENELITIAN

Perbedaan compressive strength dari dua jenis Glass Ionomer Cement pada minimal Karena Fuji IX dan Ketac Molar merupakan dua jenis GIC yang direkomendasikan untuk minimal preparasi cth : ART, maka perlu dilakukan penelitian compressive strength guna mengetahui sifat mekanis dari bahan tersebut dan membandingkannya diantara kedua bahan glass ionomer tersebut.


(4)

Lampiran 2 : Kerangka penelitian

Preparasi kavitas kelas II dengan prinsip minimal intervensi 20 buah gigi premolar mandibula manusia

Kelompok II 10 gigi Restorasi dengan FUJI

IX GP

GCcorporation

Kelompok I 10 gigi Restorasi dengan

Ketac Molar Easymix (3M ESPE)

Seluruh sampel disimpan dalam larutan saline selama 24 jam

Proses thermocycling 200 putaran pada temperatur 5°C dan 55°C 30 detik pada tiap temperatur

Uji kekuatan tekan menggunakan Torsee‟s Universal Testing Machine

Pencatatan hasil dari alat pencatat grafik


(5)

Lampiran 3 : Hasil Uji Distribusi dengan Kolmogorov-Smirnov Test

One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test

KetacMolar FUJI

N 10 10

Normal Parameters(a,b)

Mean 1304.2232 1238.5240

Std. Deviation 577.39140 475.80181 Most Extreme Differences Absolute .214 .203

Positive .214 .154

Negative -.120 -.203

Kolmogorov-Smirnov Z .678 .641

Asymp. Sig. (2-tailed) .748 .806

a Test distribution is Normal. b Calculated from data.


(6)

Lampiran 4 : Hasil Uji statistic t-test berpasangan

T - Test

Paired Samples Statistics

Mean N Std. Deviation

Std. Error Mean Pair 1 KetacMolar 1304.2232 10 577.39140 182.58719

FUJI 1238.5240 10 475.80181 150.46174

Paired Samples Correlations

N Correlation Sig.

Pair 1 KetacMolar & FUJI 10 .107 .769

Paired Samples Test

Paired Differences

t df Sig. (2-tailed) Mean Std. Deviation

Std. Error Mean

95% Confidence Interval of the

Difference Lower Upper Pair 1 KetacMolar –

FUJI 65.69920 707.92887 223.86677