Pengaruh Penambahan Kitosan Nano dari Blangkas Terhadap Flexural Strength dari Semen Ionomer Kaca Modifikasi Resin pada Kavitas Klas II (Site 2 Size 2) Minimal Intervensi (In Vitro).

(1)

PENGARUH PENAMBAHAN KITOSAN NANO

BLANGKAS TERHADAP FLEXURAL STRENGTH

RESTORASI KAVITAS KLAS II (SITE 2 SIZE 2)

MINIMAL INTERVENSI SEMEN IONOMER KACA

MODIFIKASI RESIN NANO

PENELITIAN IN VITRO

SKRIPSI

Diajukan untuk memenuhi tugas dan melengkapi syarat guna

memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Gigi

Oleh :

IDELIA GUNAWAN NIM : 070600030

FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2011


(2)

Fakultas Kedokteran Gigi

Departemen Ilmu Konservasi Gigi

Tahun 2010

Idelia G.

Pengaruh Penambahan Kitosan Nano dari Blangkas Terhadap Flexural Strength dari Semen Ionomer Kaca Modifikasi Resin pada Kavitas Klas II (Site 2 Size 2) Minimal Intervensi (In Vitro)

Xi + 69 halaman

Prinsip minimal intervensi dilakukan dengan pembuangan karies yang terdemineralisasi saja dan desain kavitas seminimal mungkin. Atraumatic Restorative Treatment merupakan bagian dari minimal intervensi yaitu metode restorasi kavitas sederhana, didahului dengan pembersihan kavitas menggunakan instrumen tangan kemudian kavitas direstorasi dengan bahan semen ionomer kaca (SIK). Kitosan produk deasetilasi dari kitin, salah satunya terdapat pada blangkas. Kitosan nanopartikel adalah bagian terkecil dari kitosan yang diproses dengan metode tertentu dengan ukuran partikel 100 - 400 nm.

Tiga puluh gigi premolar maksila manusia yang telah diekstraksi direndam dalam larutan NaCl 0,9 %, kemudian dilakukan preparasi kavitas klas II dengan prinsip minimal intervensi. Prosedur restorasi pada kelompok I dan kelompok II menggunakan SIK modifikasi resin nano ditambahkan 0,015% dan 0,45% berat kitosan nano, kelompok III sebagai kontrol menggunakan SIK modifikasi resin nano.


(3)

Sampel ditanam pada self curing acrylic dan pengujian flexural strength dilakukan pada bagian marginal ridge dengan menggunakan alat uji tekan.

Hasil penelitian menunjukkan rerata flexural strength untuk kelompok III adalah sebesar 68.007 ± 18.771 MPa. Kelompok uji I (SIK nano dengan kitosan nano 0.015% berat) sebesar 77.3569 ± 21.939 MPa dan kelompok uji II (SIK nano dengan kitosan nano 0.45% berat) sebesar 47.527 ± 7.128 MPa. Hasil uji statistik menggunakan uji statistik analisa varians (ANOVA) dan post hoc Turkey’s test menunjukkan bahwa pada α = 0,05 rerata perbedaan flexural strength antara kedua kelompok uji terdapat perbedaan yang signifikan (p = 0.003).

Dari hasil penelitian dapat disimpulkan terdapat peningkatan flexural strength dengan menggunakan SIK modifikasi resin nano jika ditambahkan kitosan dengan persen berat yang lebih kecil.

Daftar pustaka: 43 ( 1994 – 2010 )


(4)

LEMBAR PENGESAHAN

SKRIPSI INI TELAH DISETUJUI UNTUK DISEMINARKAN PADA TANGGAL 20 JULI 2011

OLEH:

Pembimbing I

Prof. Trimurni Abidin, drg., M.Kes., Sp. KG (K) NIP: 19500828 197902 2001

Pembimbing II

Widi Prasetia, drg NIP: 19800213 200912 1 004

Mengetahui

Ketua Departemen Ilmu Konservasi Gigi Fakultas Kedokteran Gigi

Universitas Sumatera Utara

Cut Nurliza, drg., M.Kes NIP: 19560105 198203 2002


(5)

PERNYATAAN PERSETUJUAN

Skripsi berjudul

PENGARUH PENAMBAHAN KITOSAN NANO DARI BLANGKAS TERHADAP FLEXURAL STRENGTH DARI SEMEN IONOMER KACA MODIFIKASI RESIN

NANO PADA KAVITAS KLAS II (SITE 2 SIZE 2) MINIMAL INTERVENSI (IN VITRO)

Yang dipersiapkan dan disusun oleh: IDELIA G

NIM: 070600030

Telah dipertahankan di depan tim penguji pada tanggal 20 JULI 2011

dan dinyatakan telah memenuhi syarat untuk diterima

Susunan Tim Penguji Skripsi

Ketua Penguji

Prof. Trimurni Abidin, drg., M.Kes. Sp.KG (K) NIP: 19560105 198203 2002

Anggota tim penguji lain

Nevi Yanti,drg.,M.Kes Bakri Soeyono, drg. Widi Prasetia,drg

NIP: 19631127 199203 2 004 NIP: 19450702 197802 1 001 NIP: 19800213 200912 1 004

Medan, 20 Juli 2011 Fakultas Kedokteran Gigi Departemen Ilmu Konservasi Gigi

Ketua,


(6)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur saya panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas berkat, rahmat dan karunia yang dilimpahkanNya sehingga skripsi ini dapat diselesaikan sebagai salah satu syarat untuk mendapatkan gelar Sarjana Kedokteran Gigi di Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara.

Saya mengucapkan terima kasih yang tak terhingga kepada orang tua saya yang selalu mendoakan dan memberi dukungan baik moral dan material. Terima kasih juga saya ucapkan kepada saudara-saudara saya yang tercinta Irene, Ivone, Iriani dan Ideline. Serta ucapan terima kasih yang terdalam untuk sahabat terbaik saya Kelvin atas dukungan, doa dan motivasi kepada saya selama penulisan skripsi.

Dalam penulisan skripsi ini saya telah mendapat banyak bimbingan, pengarahan, saran, dan bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu pada kesempatan ini saya ingin mengucapkan terima kasih yang sedalam-dalamnya kepada:

1. Prof. H. Nazruddin, drg., C.Ort., Ph.D., Sp.Ort selaku Dekan Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara.

2. Cut Nurliza, drg., M.Kes selaku Ketua Departemen Ilmu Konservasi Gigi Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara.

3. Prof. Trimurni Abidin, drg., M.Kes., Sp.KG(K) selaku dosen pembimbing skripsi atas saran, masukan, kesabaran dan waktu yang diberikan untuk membimbing penulis sehingga skripsi ini dapat diselesaikan dengan baik.

4. Widi Prasetia, drg selaku dosen pembimbing kedua skripsi yang juga telah banyak memberikan saran dan masukan dalam pengerjaan skripsi ini.


(7)

5. Seluruh staf pengajar Fakultas Kedokteran Gigi terutama staf pengajar dan pegawai di Departemen Konservasi Gigi Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara.

6. Erna Sulistyawati,drg,. Sp. Ort selaku penasihat akademik saya di Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara.

7. Prof. Dr. Harry Agusnar,drs., M.Sc., M.Phil selaku Kepala bagian Laboratorium Pusat Penelitian FMIPA USU, beserta Bapak Sukirman atas izin, bantuan fasilitas, dan bimbingan untuk pelaksanaan penelitian ini.

8. Drs. H Abdul Jalil Amri Amra M. Kes selaku staf pengajar statistik Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara, atas bimbingannya dalam pelaksanaan analisa statistik hasil penelitian.

9. Teman – teman seperjuangan skripsi di bagian Konservasi Gigi. 10.Sahabat- sahabat terbaik penulis.

11.Para senior yang telah banyak memberi dukungan dan motivasi.

Akhirnya penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah turut membantu terselesaikannya skripsi ini dan mohon maaf apabila ada kesalahan selama melakukan penelitian dan penyusunan skripsi ini. Semoga skripsi ini dapat memberikan sumbangan pikiran yang berguna bagi Fakultas, pengembangan ilmu dan masyarakat.

Medan, Juli 2011

Penulis,

(Idelia G) NIM: 070600030


(8)

DAFTAR ISI

Halaman HALAMAN JUDUL ………

HALAMAN PENGESAHAN JUDUL ……… HALAMAN TIM PENGUJI SKRIPSI ………

KATA PENGANTAR ………. iv

DAFTAR ISI ……… vi

DAFTAR TABEL ……… viii

DAFTAR GAMBAR ……… ix

DAFTAR LAMPIRAN ……… xi

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ………. 1

1.2 Rumusan masalah ……….... 6

1.3 Tujuan ……….. 7

1.4 Manfaat penelitian ……… 7

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Klasifikasi Karies ....………... 8

2.2 Semen Ionomer Kaca ……….. 10

2.3 SIK Modifikasi Resin Nano ……… 12

2.4 Kitosan ………. 18

2.5 Uji flexural strength ………. 24

BAB 3 KERANGKA KONSEP DAN HIPOTESIS PENELITIAN 3.1 Kerangka Konsep ………. 25

3.2 Hipotesis Penelitian ……….. 28

BAB 4 METODOLOGI PENELITIAN 4.1 Desain Penelitian ……….. 29

4.2 Tempat dan Waktu ………... 29


(9)

4.4 Kriteria Penerimaan Subjek ……… 29

4.5 Besar Sampel ………... 30

4.6 Variabel Penelitian ……….. 32

4.7 Defenisi Operasional ……….. 35

4.8 Alat dan Bahan Penelitian ………... 36

4.9 Prosedur Penelitian ………. 40

BAB 5 HASIL PENELITIAN ……… 47

BAB 6 PEMBAHASAN ………. 50

BAB 7 KESIMPULAN DAN SARAN 7.1 Kesimpulan ………. 55

7.2 Saran ……… 56

DAFTAR PUSTAKA ………. 57


(10)

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

1. Klasifikasi karies ………. 9

2. Komposisi SIK Modifikasi Resin Nano ……….. 15

3. Data hasil pengukuran uji flexural strength ……….. 47

4. Rerata hasil pengukuran flexural strength ……….. 48

5. Standar deviasi dan Standar error data ……… 48

6. Identifikasi pola fraktur setelah uji tekan ………... 48


(11)

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

1. Karies klas II (site 2 size 2) premolar ………... 10

2. Perbedaan ukuran partikel pada SIK RM dan SIK RM nano ………... 15

3. Cara manipulasi SIK nano ionomer ………. 17

4. Struktur bangun kitin dan kitosan ……… 20

5. Blangkas (Limulus polyphemus) ………. 22

6. Skema ilustrasi flexural strength ……….. 24

7. Alat uji tekan ……… 36

8. Beaker glass dan jartest ……… 37

9. Neraca analitik ………. 37

10. Cetakan balok dari kaca, pot akrilik dan spuit ……….. 38

11. Light cured ……… 38

12. KetacTM N100 Ionomer ………. 39

13. Kitosan blangkas powder ………. 39

14. Self Curing Acrylic ………... 40

15. Desain kavitas klas II (site 2 size 2) ……… 41

16. Pengadukan campuran kitosan dan asam asetat ……… 42

17. Penambahan amoniak dan pengadukan kitosan ……… 42

18. Gel kitosan nano ……… 42

19. Neraca analitik ………. 43

20. Spesimen sebelum penambalan ……… 44


(12)

22. Penanaman gigi dalam akrilik ……….. 45

23. Posisi sampel saat diberi tekanan ………. 45

24. Identifikasi pola fraktur ……… 49


(13)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Halaman 1. Skema alur pikir ……… 62

2. Skema alur Penelitian ………... 66 3. Skema pembuatan variasi berat kitosan ……….... 67 4. Hasil uji analisa statistik varians (ANOVA) dan post hoc test ..……... 68


(14)

Fakultas Kedokteran Gigi

Departemen Ilmu Konservasi Gigi

Tahun 2010

Idelia G.

Pengaruh Penambahan Kitosan Nano dari Blangkas Terhadap Flexural Strength dari Semen Ionomer Kaca Modifikasi Resin pada Kavitas Klas II (Site 2 Size 2) Minimal Intervensi (In Vitro)

Xi + 69 halaman

Prinsip minimal intervensi dilakukan dengan pembuangan karies yang terdemineralisasi saja dan desain kavitas seminimal mungkin. Atraumatic Restorative Treatment merupakan bagian dari minimal intervensi yaitu metode restorasi kavitas sederhana, didahului dengan pembersihan kavitas menggunakan instrumen tangan kemudian kavitas direstorasi dengan bahan semen ionomer kaca (SIK). Kitosan produk deasetilasi dari kitin, salah satunya terdapat pada blangkas. Kitosan nanopartikel adalah bagian terkecil dari kitosan yang diproses dengan metode tertentu dengan ukuran partikel 100 - 400 nm.

Tiga puluh gigi premolar maksila manusia yang telah diekstraksi direndam dalam larutan NaCl 0,9 %, kemudian dilakukan preparasi kavitas klas II dengan prinsip minimal intervensi. Prosedur restorasi pada kelompok I dan kelompok II menggunakan SIK modifikasi resin nano ditambahkan 0,015% dan 0,45% berat kitosan nano, kelompok III sebagai kontrol menggunakan SIK modifikasi resin nano.


(15)

Sampel ditanam pada self curing acrylic dan pengujian flexural strength dilakukan pada bagian marginal ridge dengan menggunakan alat uji tekan.

Hasil penelitian menunjukkan rerata flexural strength untuk kelompok III adalah sebesar 68.007 ± 18.771 MPa. Kelompok uji I (SIK nano dengan kitosan nano 0.015% berat) sebesar 77.3569 ± 21.939 MPa dan kelompok uji II (SIK nano dengan kitosan nano 0.45% berat) sebesar 47.527 ± 7.128 MPa. Hasil uji statistik menggunakan uji statistik analisa varians (ANOVA) dan post hoc Turkey’s test menunjukkan bahwa pada α = 0,05 rerata perbedaan flexural strength antara kedua kelompok uji terdapat perbedaan yang signifikan (p = 0.003).

Dari hasil penelitian dapat disimpulkan terdapat peningkatan flexural strength dengan menggunakan SIK modifikasi resin nano jika ditambahkan kitosan dengan persen berat yang lebih kecil.

Daftar pustaka: 43 ( 1994 – 2010 )


(16)

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Karies gigi merupakan masalah penyakit infeksi gigi dan mulut yang paling sering terjadi. Penyakit ini dapat menyerang seluruh lapisan masyarakat dalam berbagai kelompok usia tanpa memandang jenis kelamin dan status sosial. Di Indonesia karies gigi merupakan penyakit endemik dengan prevalensi dan derajat keparahan yang cukup tinggi.1 Menurut hasil studi survei kesehatan rumah tangga (SKRT) pada tahun 2004 dilaporkan bahwa prevalensi karies telah mencapai 90,05% yang berarti hampir seluruh penduduk Indonesia menderita karies gigi. Sementara menurut survei depkes RI, prevalensi karies di Indonesia tahun 2007 mencapai 71%.

Sampai saat ini pemerintah telah menempuh berbagai macam tindakan pencegahan dan upaya untuk menanggulangi masalah kesehatan gigi dan mulut di Indonesia. Seperti halnya dalam mengurangi prevalensi karies, pemerintah telah melakukan berbagai macam penyuluhan tentang cara penyikatan gigi yang benar, kontrol diet, pemberian obat kumur, serta pemberian vaksin anti karies yang masih terus diteliti dan dikembangkan.1

Di samping itu, dengan perkembangan bahan adhesif saat ini terjadi perubahan prinsip preparasi kavitas yang menerapkan prinsip minimal intervensi. Prinsip minimal intervensi dapat diartikan sebagai perawatan terhadap karies dengan mengambil jaringan gigi yang terdemineralisasi saja dan memelihara struktur gigi yang sehat sebanyak mungkin. Selama ini pendekatan yang di ajarkan oleh GV Black


(17)

digunakan sebagai standar perawatan namun diakui bersifat merusak karena tidak memelihara struktur gigi dimana ketika restorasi yang besar diberikan suatu beban berat maka gigi akan lebih lemah. Pada enamel dapat terjadi remineralisasi melalui penggunaan flourida selama permukaan enamel halus dan tidak terakumulasi oleh plak. Sedangkan pada demineralisasi dentin masih terdapat beberapa mineral yang melekat pada matriks kolagen dan cukup untuk mengisolasi lesi dari aktivitas bakteri dengan menggunakan bahan restoratif bioaktif sehingga akan terjadi remineralisasi. Ini berarti bahwa prinsip GV Black “extention for prevention” sudah tidak dipakai lagi dimana struktur gigi harus dipertahankan sebanyak mungkin. Dengan adanya prinsip minimal intervensi maka berkembang klasifikasi karies yang baru yang dapat membantu penatalaksanaannya dimana prinsip GV Black “extention for prevention” sudah tidak digunakan lagi. Klasifikasi ini mengkombinasikan site dan size. Oleh karena sulitnya identifikasi dan keterbatasan bahan maka klas II klasifikasi Black di mulai dengan Site 2, Size 2.2

Beberapa tindakan preparasi lain yang dikembangkan berdasarkan preparasi minimal adalah preparasi terowongan dan Atraumatic Restorative Treatment atau ART.3 Atraumatic Restorative Treatment (ART) adalah bagian dari perawatan minimal intervensi merupakan metode tata cara perawatan gigi yang berusaha untuk mengontrol perkembangan lesi karies. Pada dasarnya terdiri dari penyingkiran jaringan karies dan pengisian kavitas dengan bahan adhesif yang tepat berkaitan dengan prinsip preventif. Prinsip minimal intervensi diperkenalkan pada hari kesehatan dunia oleh World Health Organization pada tahun 1974, bahwa pada


(18)

kavitas dengan seminimal mungkin dan menggunakan bahan Semen Ionomer Kaca (SIK) yang telah dikembangkan untuk restorasi ART, sehingga tidak dilakukan banyak pembuangan struktur gigi namun diperoleh ikatan adhesif yang kuat antara SIK dan permukaan gigi.2 Berkaitan dengan keuntungan-keuntungan ART maka prosedur perawatan gigi dan mulut dengan teknik ART dapat dilakukan di daerah daerah yang kekurangan fasilitas.4

SIK tidak begitu disarankan untuk restorasi klas II dikarenakan kelemahannya terhadap fraktur maupun keausan terhadap beban oklusal yang lebih rendah. Hal ini disebabkan oleh karena tekanan yang diberikan saat pengunyahan banyak terjadi di bagian marginal ridge pada restorasi klas II. Kekurangan SIK lainnya adalah bersifat poreus, mudah terjadi abrasi terutama pada daerah kontak oklusal, mudah larut dan kurang estetis dibandingkan resin komposit.5,6 Dengan berkembangnya prinsip preparasi kavitas minimal intervensi dan kemampuan SIK yang memiliki sifat adhesif yang baik terhadap email dan dentin serta adanya kemampuan untuk melepaskan fluorida sehingga dapat mencegah terjadinya karies sekunder dan memungkinkan remineralisasi pada gigi, maka kini penggunaan bahan SIK telah meluas sebagai bahan restoratif untuk restorasi konservatif klas I dan klas II.5

Efek fluoride dalam pencegahan karies berperan untuk mengeraskan email dalam proses perusakan oleh asam.1 Namun penelitian terakhir menunjukkan bahwa pelepasan fluor hanya sedikit mengurangi atau tidak ada efek dalam menurunkan insiden karies. Survei dari University of Florida melaporkan terdapat kegagalan pada restorasi SIK adalah karena disebabkan terjadinya karies sekunder. Namun,


(19)

pernyataan ini masih memerlukan penelitian lebih lanjut, karena banyaknya faktor penyebab kegagalan restorasi, seperti larutnya semen, erosi, abrasi, dan fraktur.7

Beberapa penelitian dilaporkan memiliki tingkat keberhasilan pada restorasi klas II gigi permanen. Holmgren, et al pada tahun 2000 menemukan kira-kira 90% dan 80% keberhasilan SIK pada restorasi klas I dan klas II yang meliputi dua atau lebih permukaan gigi secara berturut-turut. Pada tahun 2003 Souza et al menemukan tingkat keberhasilan restorasi klas II ART lebih tinggi pada gigi permanen dari peneliti lainnya dengan menggunakan SIK konvensional. Kemudian pada tahun 2005, Cefaly et al menyatakan pendekatan ART sangat sesuai dan efektif pada restorasi yang melibatkan dua atau lebih permukaan gigi selama lebih enam bulan dengan menggunakan SIK high density dengan RMGIC.4 Koendrads et al pada tahun 2009 meneliti kekuatan mekanis (compressive strength) antara SIK extra high density dengan SIK kovensional pada kavitas klas II ART, dan didapatkan bahwa sifat mekanis pada SIK extra high density lebih tinggi dibandingkan SIK konvensional.8

Bahan SIK telah mengalami perkembangan yang begitu pesat dari mulai awal ditemukan sekitar tahun 1970-an. Para peneliti mengembangkan sifat-sifat fisik dan mekanisnya dengan berbagai uji laboratorium untuk mendapatkan bahan SIK yang lebih kuat namun memiliki estetik yang lebih baik. Saat ini telah diproduksi Semen Ionomer Kaca Modifikasi Resin nano yang merupakan pengembangan teknik baru yang mengkombinasikan kelebihan Semen Ionomer Kaca Modifikasi Resin dengan sistem nano teknologi yaitu penambahan nano filler pada partikel kacanya. Kelebihan jenis SIK ini lebih tahan terhadap kebocoran, permukaan lebih halus dan pelepasan


(20)

halus dan mengkilap, dan lebih estetik. Sifat mekanis dari bahan SIK jenis ini juga lebih baik apabila dibandingkan dengan jenis SIK lainnya.10-12 Namun sifat mekanis SIK ini masih lebih rendah jika dibandingkan dengan bahan – bahan restorasi lainnya. Secara umum nilai Flexural strength SIK adalah 15-20 Mpa. Nilai ini paling rendah diantara bahan restorasi.9 Sifat mekanis SIK berhubungan erat dengan struktur mikro bahan itu sendiri. Faktor-faktor seperti partikel-partikel kaca dan matriks polymer, ukuran partikel, mempunyai peranan penting dalam menentukan sifat mekanisnya.4

Untuk meningkatkan nilai flexural strength SIK telah dilakukan pengujian pada penelitian sebelumnya oleh Petri et al pada tahun 2006 yaitu menambahkan kitosan fluka molekul rendah pada bahan restorasi SIK. Dimana SIK yang ditambahkan kitosan molekul rendah menunjukkan bahwa penambahan 0,0044% berat kitosan dapat meningkatkan kinerja mekanik seperti flexural strength, namun pada penambahan lebih dari 0,022% kitosan menyebabkan kinerja mekanik yang lebih rendah.13

Kitosan adalah produk deasetilasi dari kitin yang merupakan biopolymer alami kedua terbanyak di alam setelah selulosa yang banyak terdapat pada serangga, krustasea, fungi dan blangkas.14 Kitosan merupakan salah satu biomaterial yang akhir-akhir ini terus dikembangkan karena memiliki berbagai manfaat medikal dan terbukti aman untuk manusia.15-18 Di bidang kedokteran gigi saat ini perkembangan kitosan telah dilakukan dalam memacu mineralisasi jaringan karies gigi dengan pemakaian kitosan bermolekul tinggi (Trimurni dkk 2007).

Sesuai dengan perkembangan nano teknologi, para ahli mengubah partikel kitosan menjadi ukuran nano. Dimana ukuran partikelnya bila semakin kecil (nano)


(21)

berarti semakin luas permukaan maka akan semakin cepat reaksi berlangsung. Dengan kata lain semakin kecil ukuran partikel kitosannya akan memperluas permukaan kitosan sehingga memiliki daya serap tinggi dan daya berikatan terhadap dentin akan semakin kuat.19,20

Berdasarkan dari uraian di atas, untuk mengatasi kelemahan bahan restorasi SIK maka perlu untuk diteliti kekuatan mekanis flexural strength dari jenis semen ionomer kaca modifikasi resin nano yang ditambahkan kitosan nano bermolekul tinggi dari blangkas dengan menggunakan gigi premolar desain kavitas klas II (site 2 size 2) minimal intervensi. Pada penelitian ini, digunakan dua variasi persen berat kitosan nano yang berbeda yaitu 0,015% yang diambil berdasarkan penelitian sebelumnya dan diuji sesuai dengan berat minimum yang dapat ditimbang oleh alat yang dipergunakan di laboratorium dan persen berat 0,45% yang diperoleh dari kenaikan kelipatan tiga kali gram kitosan sesuai dengan penelitian sebelumnya.

1.2 Rumusan Masalah

Dari uraian di atas, adapun permasalahan yang timbul yaitu apakah ada pengaruh penambahan kitosan nano blangkas terhadap nilai flexural strength restorasi kavitas klas II (site 2 size 2) minimal intervenís semen ionomer kaca modifikasi resin nano?


(22)

1.3 Tujuan Penelitian

Adapun tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh penambahan kitosan nano blangkas terhadap nilai flexural strength restorasi kavitas klas II (site 2 size 2) minimal intervensi semen ionomer kaca modifikasi resin nano.

1.4 Manfaat Penelitian

Beberapa manfaat dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Meningkatkan dan mengembangkan kualitas bahan material kedokteran gigi yaitu SIK modifikasi resin nano yang ditambahkan kitosan nano partikel dengan melakukan pengujian flexural strength pada kavitas klas II (site 2 size 2) minimal intervensi.

2. Menghasilkan produk yang bisa dipakai pada ART yang dapat menurunkan karies.

3. Sebagai dasar dalam usaha peningkatan pelayanan kesehatan gigi masyarakat terutama dalam bidang konservasi gigi

4. Sebagai dasar bagi penelitian-penelitian selanjutnya. Seperti pengujian flexural strength SIK modifikasi resin nano atau resin komposit yang ditambahkan kitosan bermolekul sedang atau rendah.


(23)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

Prevalensi karies di Indonesia menurut hasil studi survei kesehatan rumah tangga (SKRT) pada tahun 2004 telah mencapai 90,05% yang berarti hampir seluruh penduduk Indonesia menderita karies gigi. Sementara menurut survei depkes RI, prevalensi karies di Indonesia tahun 2007 mencapai 71%. Berbagai usaha telah dilakukan untuk mengurangi prevalensi karies. Salah satu caranya adalah menerapkan prinsip miniml intervensi bahwa pada setiap kavitas untuk klasifikasi karies dilakukan pembuangan dan pembuatan desain kavitas dengan seminimal mungkin dan menggunakan bahan Semen Ionomer Kaca (SIK) yang telah dikembangkan untuk restorasi ART, sehingga tidak dilakukan banyak pembuangan struktur gigi namun diperoleh ikatan adhesif yang kuat antara SIK dan permukaan gigi.1,2

2.1 Klasifikasi karies

Terdapat beberapa perubahan dan banyak kemajuan di dalam pemahaman karies seiring dengan berkembangnya prinsip minimal intervensi. Maka berkembang klasifikasi karies yang baru yang dapat membantu penatalaksanaannya. Klasifikasi ini mengkombinasikan site dan size. Klasifikasi site yaitu pada permukaan yang sering terjadi akumulasi plak. Oleh karena itu, untuk klasifikasi site yaitu site 1 pada daerah oklusal, site 2 daerah approksimal, dan site 3 pada daerah servikal. Klasifikasi size


(24)

sebagai suatu proses perkembangan lesi karies yaitu size 0, size 1, size 2, size 3, dan size 4 (Tabel 1).2

Tabel 1. KLASIFIKASI KARIES2

SIZE

SITE No cavity Minimal Moderate Enlarged Extensive 0 1 2 3 4

Pit/fissure

1 1.0 1.1 1.2 1.3 1.4

Contact area

2 2.0 2.1 2.2 2.3 2.4

Cervical

3 3.0 3.1 3.2 3.3 3.4

Untuk memperkirakan hubungan antara klasifikasi Black dengan konsep site dan size modern dapat dijelaskan sebagai berikut :

Site 1 : Size 0, 1, 2, 3 dan 4 – Karies pit dan fisur2

-Lokasi kavitas pada permukaan oklusal gigi posterior atau ada kerusakan enamel yang kecil, atau dengan kata lain permukaan yang tidak halus pada gigi.2

-Klas I Black - klasifikasi Black dimulai dengan Site 1, Size 2 (1.2).

Site 2: Size 0, 1, 2, 3 dan 4 – Lesi approksimal berhubungan dengan daerah kontak2 - Kavitas berada di permukaan approksimal beberapa gigi (anterior ataupun

posterior), atau pada daerah kontak diantara dua gigi.

- Klas II Black lesi terjadi pada gigi posterior saja. Karena sulitnya identifikasi dan keterbatasan bahan maka tidak menggunakan Size 0 atau 1 maka klasifikasi Black di mulai dengan Site 2, Size 2 (2.2).

- Klas III Black lesi yang terjadi pada gigi anterior.

- Klas IV Black perluasan dari lesi Klas III meliputi sudut insisal atau tepi insisal dari gigi anterior. Site 2, Size 4 (2.4).


(25)

Site 3: Size 0, 1, 2, 3, dan 4 – Lesi-lesi servikal2

- Lesi berada pada daerah servikal termasuk permukaan akar yang tersingkap diikuti resesi.

- Klas V Black site 3 dan size 2.

Gambar 1: Karies klas II (site 2 size 2)

pada gigi premolar2

2.2 Semen ionomer kaca

SIK merupakan salah satu bahan restorasi yang banyak digunakan dokter gigi karena mempunyai keunggulan berupa adanya perlekatan secara fisika dan khemis terhadap jaringan gigi, melepaskan fluor dalam jangka cukup lama sehingga dapat menghilangkan sensitivitas dan mencegah terjadinya karies sekunder, estetis, biokompatibel, daya larut rendah, translusen, dan bersifat anti bakteri.6,21 Semen Ionomer Kaca (SIK) pertama kali diperkenalkan sebagai bahan restorasi oleh Wilson dan Kent sejak tahun 1972.3,11

Dua sifat utama SIK yang menjadikan bahan ini diterima sebagai salah satu bahan kedokteran gigi yaitu karena kemampuannya melekat pada enamel dan dentin


(26)

dan kemampuannya dalam melepaskan fluoride. Salah satu karateristik dari SIK adalah kemampuannya untuk berikatan secara kimiawi dengan jaringan mineralisasi melalui mekanisme pertukaran ion. Mekanisme perlekatan dengan struktur gigi terjadi oleh adanya peristiwa difusi dan adsorbsi yang dimulai ketika bahan berkontak dengan jaringan gigi. Semen ionomer kaca menggabungkan kualitas adhesive dari semen zinc polikarboksilat dan dengan sifat melepas fluoride dari semen silikat.22

Bahan SIK telah menjadi pilihan sebagai bahan yang digunakan dalam prinsip restorasi Atraumatic Restorative Treatment (ART).2 Bahan restorasi SIK diindikasikan untuk ART dikarenakan kemampuan adhesinya dan sifat melepas fluoride sama baiknya seperti mekanisme setting kimiawinya sehingga perawatan ini dianjurkan untuk daerah-daerah yang kurang memadai infrastrukturnya.22

2.2.1 Penggunaan SIK dalam ART

ART adalah suatu metode restorasi kavitas yang sederhana, yang didahului dengan pembersihan kavitas dengan hanya menggunakan alat-alat genggam kemudian kavitas direstorasi dengan bahan adhesif seperti SIK.23 Ada dua prinsip dalam melakukan ART antara lain:24

a. Menyingkirkan jaringan karies gigi dengan instrument tangan. b. Merestorasi kavitas dengan bahan adhesif yang melepaskan fluoride. Hal ini menjadi pertimbangan pengunaan SIK untuk perawatan preventif dan kuratif dalam prosedur kerja.


(27)

Alasan SIK digunakan dalam ART adalah:24

a. Karena SIK berikatan secara kimiawi ke enamel dan dentin, sehingga mengurangi kebutuhan untuk mengambil jaringan gigi yang sehat

b. Pelepasan fluor dari restorasi dapat mencegah karies sekunder. c. Lebih mirip dengan jaringan keras gigi dan biokompatibel.

Namun, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam melakukan ART. Hal ini disebabkan adanya beberapa kondisi yang tidak boleh dilakukan ART. ART tidak boleh digunakan ketika:24

a. Dijumpai adanya pembengkakan (abses) atau fistula (terbukanya abses terhadap lingkungan rongga mulut) berdekatan dengan gigi yang karies,

b. Pulpa gigi terbuka,

c. Dijumpai adanya rasa sakit yang lama dan mungkin terjadi inflamasi pulpa, d. Terdapat kavitas karies yang tersembunyi yang tidak dapat diakses oleh instrument tangan,

SIK telah digunakan dalam berbagai aplikasi klinis melebihi rata-rata penyebaran penggunaannya sejak diperkenalkan dalam bidang kedokteran gigi. Bahan ini memiliki sifat-sifat tertentu yang membuatnya sangat berguna dalam kedokteran gigi restoratif.

2.3 Semen ionomer kaca modifikasi resin nano

Semen ionomer kaca modifikasi resin nano merupakan pengembangan dari semen ionomer kaca modifikasi resin. Modifikasi resin menggantikan SIK dengan tambahan reaksi polimerisasi dengan cahaya (light cure). Untuk mencapai


(28)

keberhasilan bahan ini, ditambahkan monomer yang larut dalam air, seperti HEMA (hidroxyethyl methacrylate) ke cairan asam poliakrilat yang larut air.25 Ciri utama semen ionomer kaca modifikasi resin bila bubuk dan cairan dicampur akan terjadi reaksi pengerasan dengan bantuan sinar (light cure). Tahap-tahap reaksinya sebagai berikut:25,26

1) Reaksi pengerasan dengan terjadinya reaksi asam-basa antara bubuk alumino silikat dengan asam poliakrilat.

2) Reaksi polimerisasi dari partikel-partikel resin yang ada di dalam semen. 3) Reaksi antara garam logam poliakrilat dengan resin hingga membentuk matriks semen yang lebih kuat.

Dari tiga reaksi diatas, sebenarnya semen ionomer kaca modifikasi resin mengeras dengan systemDual Cure” yaitu reaksi penggaraman (asam-basa) yang terjadi secara kimia (auto setting) dan polimerisasi yang terjadi akibat penyinaran. Kedua reaksi ini memberikan sifat-sifat yang lebih baik bagi SIK.25

Perkembangan semen ionomer kaca modifikasi resin selanjutnya yaitu pada tahun 2007, semen ionomer kaca modifikasi resin nano pertama kali dikeluarkan yaitu Ketac Nano (Ketac N100) yang merupakan teknik baru yang mengkombinasikan kelebihan resin modified light cure glass ionomer dan ikatan teknologi nanofiller. Nanoteknologi atau nanoteknologi molekuler merupakan penghasil bahan fungsional dengan struktur yang berukuran antara 0,1 hingga 100 nanometer dengan metode fisika ataupun kimia.27

Keunikan dari SIK jenis ini adalah kombinasi dari ikatan nanofiller dan nanocluster, partikel kaca fluoraluminosilicate (FAS) yang dapat mempengaruhi


(29)

kekuatan, optical properties dan ketahanan terhadap abrasi. Oleh karena adanya ukuran partikel nanofiller, nanoclusters dan asam reaktif fluoraluminosilicate (FAS) maka semen ionomer kaca modifikasi resin nanomemiliki beberapa kelebihan khusus tidak sama dengan SIK lainnya.10,11 Kelebihan jenis SIK ini tahan terhadap kebocoran, permukaan lebih halus dan pelepasan fluor lebih tinggi, lebih tahan terhadap abrasi, memberikan hasil polish yang lebih halus dan mengkilap dan lebih estetik. Dimana hasil akhir restorasi memiliki nilai estetik yang sama baiknya dengan bahan restoratif resin komposit. Pada penelitian in vitro menunjukkan bahwa semen ionomer kaca modifikasi resin nano mempunyai kemampuan untuk kembali mengisi pelepasan fluorida sesudah dilakukan aplikasi fluorida topikal sehingga dapat menghambat terjadinya karies. Sifat mekanis dari bahan SIK jenis ini juga lebih baik apabila dibandingkan dengan jenis SIK lainnya. Semen ionomer kaca modifikasi resin nanomempunyai nilai flexural strength antara 50-60 MPa. Teknologi nano filler dapat memperkecil jarak antar partikel, sehingga meningkatkan sifat mekanik dan estetisnya.11 Oleh karena kelebihan-kelebihan tersebut, semen ini dapat diaplikasikan pada gigi posterior.11,12

Rumus kimia dari semen ionomer kaca modifikasi resin nano pada dasarnya adalah metakrilat yang dimodifikasi dengan asam polialkenoat yang terdiri atas pasta encer (asam polialkenoid, resin yang reaktif, dan nano fillers) dan pasta yang tidak encer ( kaca FAS, resin reaktif dan nano fillers). Keunikannya adalah kombinasi dari ikatan nanofiller, nanocluster, dan partikel kaca FAS, sehingga lebih estetis dan mudah dipolis, sejalan dengan pelepasan ion fluoride. Semen ionomer kaca


(30)

yang lain, juga menunjukkan pelepasan fluoride yang lebih tinggi.11 Namun pada penelitian sebelumnya oleh Waleed AM et al pada tahun 2007 dikatakan bahwa penambahan nano filler kedalam semen ionomer kaca modifikasi resin tidak meningkatkan flexural dan compressive strength secara signifikan, melainkan hanya meningkatkan ikatannya ke dentin.28

Tabel 2. SIK MODIFIKASI RESIN NANO/ KETAC NANO LIGHT CURING GLASS IONOMER terdiri dari:11

Sistem aqueous paste (asam polyalkenoat, resin-resin reaktif, dan bahan pengisi nano/ nano fillers)

Non-aqueous paste (kaca fluoraluminosilikat, resin-resin reaktif, dan bahan pengisi nano/ nano fillers)

Kandungan Filler (69%) 27% kaca fluoraluminosilikat

42% methacrylate fungsional nano fillers

Reaksi pengerasan Light curing (dibutuhkan)

dan pengaturan Reaksi ionomer kaca jangka panjang (air, bahan pengisi ionomer kaca, polyacid, monomer-monomer, dan bahan-bahan initiator)

   

Perbandingan struktur dari semen ionomer kaca modifikasi resin dan semen ionomer kaca modifikasi resin nano dapat dilihat pada gambar berikut.( Gambar 2)

Gambar 2: Perbedaan ukuran partikel (a) semen ionomer kaca modifikasi resin dan (b) semen ionomer kaca modifikasi resin nano29


(31)

2.3.1 Indikasi semen ionomer kaca modifikasi resin nano

Indikasi pemakaian semen ionomer kaca modifikasi resin nano ini adalah restorasi gigi desidui, restorasi klas I yang kecil, restorasi klas III dan V, kerusakan filling dan undercut, teknik sandwich, dan pasak kurang dari 50% dari struktur mahkota gigi yang tersisa sebagai dukungan). Pada tahun 2010 oleh Wadenya et al

menyatakan bahwa tidak ada perbedaan leakage pada enamel dan dentin antara SIK konvensional dan semen ionomer kaca modifikasi resin nano pada penelitian dengan menggunakan gigi molar desidui.30

2.3.2 Manipulasi semen ionomer modifikasi resin nano

Semen ionomer kaca modifikasi resin nano tersedia dalam bentuk pasta. Tutup dari pencampur clicker dibuka, kemudian bahan dikeluarkan sedikit dengan cara menekan pasta 2-3 detik, biasanya 2 lalu diletakkan pada mix pad. Pasta akan keluar dalam jumlah yang sama (rasio berat 1,3 : 1,0). Kemudian selama 20 detik bahan dicampurkan sampai warna terbentuk merata, sebaiknya hindari terbentuknya rongga udara, lalu ditempatkan bahan pada kavitas yang telah dipreparasi.

Pengerasan dengan light cure dibutuhkan, kedalaman maksimum bahan untuk penyinaran tidak boleh lebih dari 2 mm. SIK ini disinari selama kira-kira 20-30 detik dan kemudian dapat dipolish. (Gambar 3 )11,31


(32)

a b c d

e f g h

Gambar 3: (a) dan (b) penutup pasta dibuka; (c) dan (d) penempatan pasta pada mixing pad selama 2 detik penekanan; (e) bahan dicampurkan secara merata selama 20 detik; (f) kedalaman restorasi yang kurang dari 2 mm; (g) dan (h) dirapikan kemudian di light cure selama 20-30 detik.11

Pada penelitian Coutinho E. et al pada tahun 2009 menyatakan bahwa ikatan semen ionomer kaca modifikasi resin nano ke enamel dan dentin sebaik ikatan SIK konvensional, tetapi lebih rendah dibandingkan dengan semen ionomer kaca modifikasi resin konvensional, oleh karena itu diperlukan penggunaan primer nano. Sejalan dengan penelitian lainnya yang menyatakan bahwa diperlukan tindakan pre-conditioning yaitu penggunaan primer pada pemakaian semen ionomer kaca modifikasi resin nano karena ia tidak dapat membuktikan adanya daya lekat (shear bond strength) dari semen ionomer kaca modifikasi resin nano itu sendiri jika tidak menggunakan primer.32,33

Deepali S et al melakukan preparasi kavitas intra orifisi, kemudian dilakukan pengaplikasian primer dan pengeringan dengan udara, untuk kemudian direstorasi dengan Ketac N100, menyatakan penggunaan ketac nano sebagai perintang intra orifisi menunjukkan hasil yang lebih baik pada coronal seal dibandingkan restorasi


(33)

komposit, dengan perbedaan yang tidak signifikan terhadap celah mahkota (coronal leakage) antara SIK viskositas tinggi dengan semen ionomer kaca modifikasi resin nano.34

Sebuah penelitian oleh El- Rougby et al pada tahun 2010 yang melakukan implan ke jaringan ikat subkutan pada tikus dengan bahan Ketac N100, menyatakan adanya infiltrasi peradangan yang parah, baik akut maupun kronis, setelah pemakaian Ketac N100 setelah satu minggu. Namun setelah 8 minggu pemakaian tidak dijumpai adanya sel yang nekrosis. Dilaporkan juga adanya remineralisasi pada bahan yang melepaskan fluor ini.27 Suatu hasil penelitian semen ionomer kaca modifikasi resin nano terhadap efek bleaching menyatakan bahwa tidak ada efek bleaching terhadap tekstur permukaan dan warna dari semen ionomer kaca modifikasi resin nano secara Scanning Electron Microscope (SEM). 35

2.4 Kitosan

Aplikasi Klinis Kitosan

Kitosan (2-amino-2-deoxy-D-glucan), merupakan suatu polisakarida derivate kitin yang dihilangkan gugus asetilnya dengan menggunakan basa kuat (NaOH) yang dihasilkan dari proses N-deasetilasi.15,16 Kitosan adalah produk terdeasetilasi dari kitin yang merupakan biopolymer alami kedua terbanyak di alam setelah selulosa, yang banyak terdapat pada serangga (insect), krustasea (binatang air berkulit keras seperti udang, kepiting dan kerang-kerangan), dan jamur (fungi).14 Kitosan berpotensi sebagai anti mikroba dan senyawa ini merupakan polimer alami, sehingga aman bagi manusia.15


(34)

Berdasarkan viskositas berat molekul, kitosan terbagi tiga yaitu kitosan bermolekul rendah, bermolekul sedang dan bermolekul tinggi. Kitosan bermolekul tinggi biasanya berasal dari hewan laut bercangkang keras misalnya kepiting, kerang, dan blangkas dengan berat molekul 800.000-1.100.000 Mv.17

Kitosan dapat dipakai dalam pengawet makanan pengganti formalin, obat-obatan (suplemen, nutrisi, makanan diet), limbah cair industri, membantu menetralkan pH air limbah pertanian.17,19 Didunia medis kitosan telah digunakan sebagai makanan berserat untuk menurunkan berat badan, penghantar obat (farmasi), ortopedik, penyembuhan luka, optalmologi, perawatan kulit dan penyembuhan tulang.16,17

Kitosan merupakan senyawa yang tidak larut dalam air, juga tidak larut dalam alkali dan asam mineral encer kecuali di bawah kondisi tertentu dengan adanya sejumlah asam sehingga dapat larut dalam air/methanol, air, aseton dan campuran lainnya. Dalam pelarut seperti alkohol, aseton, dimetil fornamida, dan dimetil sulfoksida, kitosan tidak dapat larut, tetapi dalam asam fonnat dengan konsentrasi 0,2-10% dalam air kitosan larut. Disamping itu kitosan tidak beracun, mudah mengalami biodegradasi (tidak menyebabkan reaksi imunologi, tidak menyebabkan kanker, bersifat polielektrolitik, mudah berinteraksi dengan zat-zat organik lainnya seperti protein, oleh karena itu kitosan relatif lebih banyak digunakan pada berbagai bidang industri terapan dan industri kesehatan. Hal ini dikemukakan oleh Zakaria pada tahun 2000. a16,18

Konversi kitin menjadi kitosan pertama kali ditemukan oleh Rouget pada tahun 1859, Rouget menemukan bahwa kitosan mempunyai derajat keaktifan yang


(35)

tinggi disebabkan karena adanya gugus amino bebas sebagai gugus fungsional. Sifat-sifat kitosan dihubungkan dengan adanya gugus-gugus amino dan hidroksil yang terikat menyebabkan kitosan mempunyai reaktifitas kimia yang tinggi dan menyumbang sifat polielektrolit kation sehingga dapat berperan sebagai amino pengganti (amino exchanger).17

Gambar 4. Struktur bangun kitin dan kitosan18

Pemakaian kitosan di bidang kedokteran gigi telah diteliti oleh Sapeii et al pada tahun 1986 dan Muzarelli et al pada tahun 1989 pada perawatan jaringan periodontal dimana terlihat bahwa kitosan dapat menurunkan nyeri, sebagai hemostatik yang baik dan melambatkan pembebasan antibiotik, mempercepat penyembuhan dan menghasilkan lingkungan yang asepsis.17 Dari sebuah laporan kasus Trimurni et al pada tahun 2005 dilaporkan bahwa adanya perbaikan tulang inter radikuler gigi molar satu bawah yang mengalami resopsi dan abses berulang dengan menggunakan kitosan. Terlihat dari kasus yang dilaporkan ini bahwa dengan pemberian kitosan berat molekul rendah menunjukkan perbaikan tulang selama 12 minggu setelah perawatan endodontik bedah. Sedangkan kitosan berat molekul tinggi


(36)

dapat lebih cepat mengadakan aktivitas biologi terhadap sel-sel pulpa dan mampu untuk mengadakan peristiwa dentinogenetik.17

Perkembangan kitosan banyak digunakan sebagai bahan antibakteri, ini juga didukung dengan munculnya peneliti-peneliti yang ingin mempelajari mekanisme antibakteri kitosan. Sejauh ini mekanisme antibakteri kitosan masih kontroversial diberbagai bidang ilmu, tetapi diyakini karena adanya kandungan asam amino pada gugus glukosamin yang akan berinteraksi dengan dinding sel bakteri yang bermuatan negatif.17

Menurut penelitian yang dilakukan oleh Tarsi dan Muzzarelli et al pada tahun 1997 didapatkan hasil bahwa kitosan memiliki sifat bakterisidal. Sifat kitosan yang mendukung kemampuan untuk menghambat perlekatan bakteri adalah dengan cara mencegah kerusakan permukaan gigi dengan asam organik dan menghasilkan efek bakterisidal terhadap bakteri pathogen termasuk bakteri Streptococcus mutans.18 Sebuah penelitian oleh Trimurni et al pada tahun 2006 yang menggunakan kitosan blangkas sebagai bahan pulp capping dengan hasil yang baik.17

2.4.1 Kitosan Blangkas (Limulus polyhemus)

Kitosan secara umum diperoleh dari hasil deasetilisasi kitin dalam larutan NaOH pekat. Kitin banyak dijumpai pada hewan antropoda, jamur dan ragi. Pada jamur kitin berasosiasi dengan polisakarida, sedangkan pada hewan kitin berasosiasi dengan protein. Penyediaan kitin dan kitosan dilakukan berdasarkan metode Alimuniar dan Zainuddin pada tahun 1992. Kitin yang diproses dari kulit blangkas


(37)

didapat dengan hasil 30,60%. Kitosan dihasilkan melalui proses deasetilasi kitin dengan menggunakan larutan alkali.17

Gambar 5: Blangkas (Limulus Polyphemus)40

Pada penelitian sebelumnya oleh Tarigan G, Trimurni pada tahun 2008 didapatkan bahwa kitosan Blangkas bermolekul tinggi ternyata efektif dalam menghambat pertumbuhan bakteri Sreptococcus mutans, semakin rendah konsentrasi kitosan blangkas bermolekul tinggi maka semakin efektif dalam menghambat pertumbuhan bakteri Streptoccus mutans.41 Dalam penelitian selanjutnya oleh Banurea FE, Trimurni pada tahun 2008 juga terbukti bahwa kitosan blangkas bermolekul tinggi mampu menghambat bakteri Fusobacterium nucleatum.42 Adanya penelitian menggunakan kitosan blangkas bermolekul tinggi sebagai bahan pulp capping dengan hasil yang baik.17

2.4.2 Aplikasi klinis kitosan terhadap SIK

Pada penelitian sebelumnya untuk melihat efek kitosan, maka dilakukan pengujian Flexural strength dan uji pelepasan fluoride pada restorasi SIK yang ditambahkan kitosan bermolekul rendah oleh Petri et al tahun 2006. Penelitian ini menggunakan 3 kelompok yang terdiri dari 10 spesimen pada masing-masing


(38)

kelompok. Satu kelompok sebagai kontrol yaitu menggunakan SIK, dua kelompok lainnya menggunakan SIK yang masing-masing ditambahkan 0,0044% berat kitosan dan 0,022% berat kitosan. Hasilnya menunjukkan bahwa penambahan 0,0044% berat kitosan dapat meningkatkan kinerja mekanik seperti flexural strength, namun pada penambahan lebih dari 0,022% kitosan menyebabkan kinerja mekanik yang lebih rendah. Penambahan kitosan dengan SIK dapat meningkatkan pelepasan ion fluoride dalam jumlah yang lebih besar.13

2.4.3 Kitosan nanopartikel

Dengan berkembangnya nano teknologi saat ini, maka dikembangkanlah kitosan berukuran nano partikel yang diharapkan dapat memiliki bentuk, ukuran dan fungsi yang diinginkan. Kitosan nanopartikel adalah bagian yang terkecil dari kitosan itu sendiri yang diproses dengan suatu metode tertentu. Kitosan nano adalah kitosan yang mana partikelnya berukuran 100-400 nm. Ukuran partikel kitosan yang berskala nanometer akan meningkatkan luas permukaan sampai ratusan kali dibandingkan dengan partikel yang berukuran mikrometer.19,20

Sekarang ini, banyak ahli-ahli menggunakan kitosan dengan nano teknologi, Mereka menyiapkan kitosan nano-partikel dimana kitosan dilarutkan dalam larutan asam lemah kemudian ditambahkan larutan yang bersifat basa seperti larutan amoniak, natrium hidroksida atau kalium hidroksida distirer dengan kecepatan 300 rpm sehingga diperoleh gel kitosan putih dan dibilas dengan aquadest sampai netral kemudian ditempatkan dalam ultrasonik bath untuk memecah partikel-partikel gel kitosan menjadi lebih kecil. Sebagian ahli juga mencoba metode lain untuk


(39)

menyiapkan kitosan nano menambahkan larutan tripoliposfat kedalam larutan kitosan sehingga diperoleh emulsi kitosan sambil distirer dengan kecepatan 1200 rpm kemudian emulsi di buat pH 3,5 dengan menambahkan asam asetat hasilnya akan berupa suspensi kitosan.19,20

2.5 Uji flexural strength

Kekuatan adalah suatu daya tekanan yang dapat menyebabkan fraktur atau sejumlah deformasi plastis tertentu. Kekuatan suatu bahan dapat digambarkan dengan satu atau lebih sifat. Salah satu contohnya adalah flexural strength. Flexural strength merupakan ukuran tekanan yang diperlukan untuk mematahkan suatu bahan. Flexural strength disebut juga dengan kekuatan transversal, atau modulus pecah yang merupakan uji kekuatan dari suatu batang yang terdukung pada kedua ujungnya, atau suatu lempeng tipis yang didukung sepanjang lingkaran bawahnya, dan diberi beban statis.39


(40)

BAB 3

KERANGKA KONSEP DAN HIPOTESIS PENELITIAN

3.1 Kerangka konsep

Perkembangan bahan restorasi dalam kedokteran gigi sendiri telah dikembangkan semen ionomer kaca modifikasi resin nano yang memiliki keunggulan yang lebih baik daripada SIK konvensional, beberapa diantaranya tahan terhadap kebocoran, permukaan lebih halus dan pelepasan fluor lebih tinggi, lebih tahan terhadap abrasi, memberikan hasil polish yang lebih halus dan mengkilap, dan lebih estetik. Dimana hasil akhir restorasi memiliki nilai estetik yang sama baiknya dengan bahan restoratif resin komposit. Selain itu ikatan ke dentin lebih baik dari SIK konvensional. Flexural strength lebih tinggi dari SIK konvensional namun paling rendah diantara nilai strength bahan lainnya.

Di bidang kedokteran gigi saat ini perkembangan kitosan telah dilakukan dalam memacu mineralisasi jaringan karies gigi dengan pemakaian kitosan blangks bermolekul tinggi. Kemudian kitosan blangkas bermolekul tinggi di ubah menjadi kitosan berukuran nanopartikel yang dapat meningkatkan luas permukaan sampai ratusan kali. Kitosan memiliki kelebihan dalam ikatan amina yang dapat memperkuat ikatan dari semen ionomer kaca modifikasi resin nano.

Pada penelitian sebelumnya untuk melihat efek kitosan, maka dilakukan pengujian Flexural strength pada restorasi SIK yang ditambahkan kitosan bermolekul rendah. Dalam penelitian terdahulu terlihat bahwa semakin rendah persen berat


(41)

kitosan molekul rendah maka semakin tinggi flexural strength dari SIK. Sebaliknya semakin tinggi persen berat kitosan molekul rendah maka semakin rendah flexural strength SIK.

Dalam penelitian ini, semen ionomer kaca modifikasi resin nano akan ditambahkan dengan kitosan nano dari blangkas molekul tinggi dengan variasi persen berat 0,015% dan 0,45%. Adanya penambahan kitosan nano dari blangkas tersebut akan meningkatkan flexural strength semen ionomer kaca modifikasi resin nano. Hal ini disebabkan karena ikatan gugus amina dari kitosan dapat membentuk ikatan fisika dengan ion hidrogen. Dengan adanya penambahan nanofiller maka ikatan fisika akan lebih diperkuat. sehingga kitosan dapat meningkatkan kinerja mekanik dari semen ionomer kaca modifikasi resin nano.


(42)

 

Kerangka konsep

   

   

Semen Ionomer Kaca

Ukuran nano Restorasi kavitas site

2 size 2 minimal intervensi

molekul tinggi

Semen ionomer kaca modifikasi resin nano

Sifat mekanik:

Flexural strength sedikit

meningkat dari SIK konvensional namun masih lebih rendah jika dibandingkan dengan bahan restorasi lainnya.

molekul sedang molekul

rendah .SIK + kitosan molekul rendah

- Meningkatkan flexural strength

SIK konvensional

- Semakin tinggi persen berat kitosan yang ditambahkan ke dalam SIK, semakin rendah

strength SIK

0,015%

0,45%

Kitosan

Ikatan amina dari kitosan mengikat partikel hidroksi dari SIK modifikasi resin nano oleh ikatan hidrogen


(43)

 

3.2 Hipotesis Penelitian

Dari uraian di atas dapat ditegakkan hipotesis bahwa semakin kecil persen berat kitosan nano yang ditambahkan pada semen ionomer kaca modifikasi resin nano semakin besar nilai flexural strengthnya, sebaliknya semakin besar persen berat kitosan nano yang ditambahkan pada SIK maka semakin menurun nilai flexural strengthnya.


(44)

 

BAB 4

METODE PENELTIAN

4.1 Desain Penelitian : Eksperimental Laboratorium Komparatif.

4.2 Tempat dan Waktu Penelitian

Tempat penelitian : 1. Departemen Konservasi Fakultas Kedokteran Gigi USU

2. Laboratorium Pusat Penelitian FMIPA USU Waktu peneltian : 6 bulan

4.3 Populasi dan Sampel Penelitian

 Populasi : Gigi-gigi premolar maksila yang telah diekstraksi untuk keperluan pembuatan gigi tiruan, ortodonti dan periodontal.

 Sampel : Gigi- gigi premolar maksila yang telah diekstraksi, dipreparasi kavitas klas II (site 2 size 2) dengan prinsip minimal intervensi.

4. 4 Kriteria Sampel

Sampel diperoleh dari beberapa dokter gigi, klinik gigi dan puskesmas yang ada di kota Medan. Sampel dipilih dengan kriteria sebagai berikut:

a. Gigi premolar maksila manusia.

b. Mahkota masih utuh, tidak karies dan tidak retak. c. Tidak ada restorasi pada gigi.


(45)

 

Seluruh sampel disimpan tidak lebih dari enam bulan sebelum pengujian dan direndam dalam larutan NaCl 0,9%

4.5 Besar Sampel

Penentuan besar sampel ini didasarkan pada penelitian sebelumnya yaitu oleh Petri et al (2006) terhadap flexural strength dan pelepasan ion fluor SIK konvensional dengan penambahan kitosan fluka bermolekul rendah dengan variasi persen berat yaitu 0,0044%; 0,012%; 0,025%; dan 0,045%, yang mana dalam satuan gram berat kitosan yang ditambahkan masing-masing adalah 0,00001 gram; 0,00003 gram; 0,00006 gram dan 0,00012 gram/0,27 gram. Namun karena keterbatasan saranan dan prasarana, timbangan mencapai 6 digit tidak ada, sehingga persen berat kitosan tidak dapat dibuat sedemikian rupa, sehingga berdasarkan aturan laboratorium berat kitosan dinaikkan hingga mencapai berat minimum yang dapat ditimbang oleh alat yang dipergunakan di laboratorium. Maka dalam penelitian ini, persen berat kitosan nano dinaikkan menjadi 0,015% (0,0001 gram/ 3 klik) dan 0,45% berat (0,0001 gram/ klik), dengan berat semen ionomer kaca modifikasi resin nano perklik adalah 0,22 gram. Perhitungan berat dapat dilihat pada Lampiran 3.

Penelitian ini menggunakan 3 kelompok perlakuan yang masing-masing kelompok terdiri dari 10 sampel. Adapun rumus yang dapat dipakai untuk menentukan besar sampel pada penelitian ini yaitu rumus federer (1955)41


(46)

 

Dimana t = banyaknya kelompok perlakuan (t-1) (r-1) ≥ 15 = 3 (3-1) (r-1) ≥ 15 r = jumlah replikasi 2 (r-1) ≥ 15

r-1 ≥ 7,5 r ≥ 8,5

Penelitian ini membagi kelompok perlakuan menjadi tiga kelompok:

Kelompok I : 10 spesimen restorasi SIK dengan menggunakan semen ionomer kaca modifikasi resin nano yang ditambahkan dengan kitosan bermolekul tinggi 0,015% berat gram pasta kitosan.

Kelompok II : 10 spesimen restorasi SIK dengan menggunakan semen ionomer kaca modifikasi resin nano yang ditambahkan dengan kitosan bermolekul tinggi 0,45% berat gram pasta kitosan

Kelompok III : 10 spesimen restorasi SIK dengan menggunakan semen ionomer kaca modifikasi resin nano (Ketac N100) sebagai kontrol.


(47)

 

4.6 Variabel Penelitian Variabel bebas

 Semen ionomer kaca modifikasi resin nano

 Semen ionomer kaca modifikasi resin nano ditambahkan kitosan

Variabel tergantung

Kekuatan flexural strength semen ionomer kaca modifikasi resin nano dan semen ionomer kaca modifikasi resin nano ditambahkan kitosan bermolekul tinggi pada restorasi minimal preparasi klas II (site 2 size 2)

Variabel terkendali

 Gigi premolar pertama dan premolar kedua maksila manusia  Perendaman sampel dalam larutan

NaCl 0,9%

 Desain preparasi kavitas  Teknik preparasi klas II (satu

operator yang sama)  Teknik pengadukan

pengaplikasian SIK

 Teknik pengujian tekanan (alat, besar, kecepatan, dan sudut pemberian tekanan)

 Jangka waktu penyimpanan gigi maksimal 6 bulan.

 Penggunaan satu bur untuk tiga gigi

 Jarak light cure ke permukaan bahan restorasi 2mm

 Waktu pengadukan 20 detik  Cara pembuatan kitosan

nanopartikel pasta

 Cara pencampuran antara SIK dengan kitosan

 Waktu setting 20 – 30 detik.  Cara penanaman gigi ke akrilik.  Perbandingan antara kitosan dan

Variabel tidak terkendali

 Variasi ukuran gigi

 Gigi yang diperoleh dari golongan usia yang tidak diketahui

 Porositas bahan dalam kavitas gigi.  Lama penyimpanan powder kitosan

blangkas.

 Proses pembuatan powder kitosan blangkas

 Pengaruh temperatur terhadap SIK pada saat pendistribusian.

 Perlakuan gigi setelah pencabutan sampai masa penyimpanan


(48)

 

4.6.1 Variabel bebas  SIK modifikasi resin nano

 SIK modifikasi resin nano ditambahkan kitosan blangkas bermolekul tinggi

4.6.2 Variabel tergantung

Kekuatan tekuk (flexural strength) semen ionomer kaca modifikasi resin nano dan semen ionomer kaca modifikasi resin nano yang ditambahkan kitosan bermolekul tinggi pada restorasi minimal preparasi klas II (site 2 size 2)

4.6.3 Variabel terkendali

 Gigi premolar pertama dan premolar kedua maksila manusia  Perendaman sampel dalam larutan NaCl 0,9%

 Desain preparasi kavitas

 Teknik preparasi klas II (satu operator yang sama)  Teknik pengadukan pengaplikasian SIK

 Teknik pengujian tekanan (alat, besar, kecepatan, dan sudut pemberian tekanan)  Jangka waktu penyimpanan gigi maksimal 6 bulan.

 Penggunaan satu bur untuk tiga gigi

 Jarak light cure ke permukaan bahan restorasi  Waktu pengadukan 20 detik.

 Cara pembuatan kitosan nanopartikel pasta  Cara pencampuran antara SIK dengan kitosan  Waktu setting 20 – 30 detik


(49)

 

 Cara penanaman gigi ke akrilik.  Perbandingan antara kitosan dan SIK

 Waktu manipulasi campuran bahan ke dalam kavitas.

4.6.4 Variabel tidak terkendali  Variasi ukuran gigi

 Gigi yang diperoleh dari golongan usia yang tidak diketahui  Porositas bahan dalam kavitas gigi.

 Lama penyimpanan powder kitosan blangkas  Proses pembuatan powder kitosan blangkas

 Pengaruh temperatur terhadap SIK pada saat pendistribusian


(50)

 

4.7 Defenisi Operasional

DEFENISI OPERASIONAL, CARA UKUR, HASIL UKUR, SKALA UKUR, ALAT UKUR DAN MASING-MASING VARIABEL

NO VARIABEL DEFENISI OPERASIONAL CARA UKUR HASIL UKUR SKALA

UKUR

ALAT UKUR 1 Flexural strength

SIK Nano dan SIK nano modifikasi kitosan nano

Ketahanan terhadap kekuatan flexural dari bahan restorasi Dengan penekanan pada bagian marginal ridge restorasi Dalam satuan Mega pascal \ MPa

Numerik Torsee’s universal testing machine

2 a. SIK nano

b. SIK nano + kitosan nano dari blangkas

Jenis SIK modifikasi resin dengan ukuran partikel kaca nano. Pengadukan pasta yang keluar dari dispense sebanyak 1 klik selama 20 detik, kemudian pengerasan dilakukan dengan penggunaan light cured selama 20 detik.

SIK nano yang ditambahkan kitosan nano dari blangkas. Pengadukan pasta yang keluar dari dispense sebanyak 1 klik dengan penambahan pasta kitosan nano sekaligus selama 20 detik, kemudian pengerasan dilakukan dengan penggunaan light cured selama 20 detik.

3 Desain preparasi

kavitas site 2 size 2

prinsip minimal intervensi

Desain kavitas berdasarkan klasifikasi karies yang baru dengan mengkombinasikan site dan size dari lesi karies.

Outline form desain restorasi site 2 size 2 pada permukaan oklusal seluruh sampel dengan kedalaman kavitas 2 mm, lebar mesio distal 3 mm,

Dalam satuan millimeter (mm) Numerik Jangka dan penggaris


(51)

 

4.8 Alat dan Bahan Penelitian Alat Penelitian

 Jangka dan penggaris untuk pengukuran outline form  High speed bur

 Bur intan untuk high speed bur  Kamera digital

 Ekskavator (SMIC®, China)  Gelas ukur (Pyrex®, USA)  Kertas saring (Whatman®, US)  Ultrasonic bath (Sonics®, USA)

 Alat uji tekan ( Torsee’s Universal Testing Machine, Japan)

Gambar 7. Alat uji tekan

 Labu ukur (Pyrex®, USA)  Beaker glass (Pyrex®, USA)


(52)

 

Gambar 8. Beaker glass dan jartest

 Neraca analitik (Sartorius, Germany) untuk menimbang berat semen ionomer kaca modifikasi resin nano dan berat pasta kitosan nano yang akan ditambahkan ke SIK

 Neraca elektrik (Chyo, Japan) untuk menimbang serbuk kitosan yang akan dibuat menjadi kitosan nano dalam bentuk pasta

Gambar 9. Neraca analitik


(53)

 

Spuit 10 ml untuk cetakan penanaman sampel ke dalam akrilik, sehingga spesimen berbentuk silinder.

 Cetakan balok akrilik, terbuat dari kaca berukuran 6x3x3 cm sehingga spesimen dapat dimasukkan kedalam alat uji tekan.

 Pot dan pengaduk akrilik

Gambar 10: A. cetakan balok dari kaca B. Pot akrilik C. Cetakan terbuat dari spuit

 Light cure (Runyes®, China) untuk mengeraskan semen.

 

      Gambar 11: Light cured

Bahan Penelitian

 Larutan CH3COOH atau asam asetat 1% 


(54)

 

 Aquadest

 Gigi premolar maksila

 Semen ionomer kaca modifikasi resin nano (Ketac N100 light cured)

Gambar 12 : Ketac N100 ionomer

 Kitosan blangkas molekul tinggi (didapat dari hasil penelitian Trimurni et al, 2006)

Gambar 13. Kitosan blangkas (Limulus polyhemus) powder

 Larutan NaCl 0,9% untuk penyimpanan sampel

 Bahan separator (vaselin), untuk bahan yang dioleskan pada permukaan cetakan yang berkontak dengan akrilik pada saat penanaman.


(55)

 

Gambar 14. Self curing acrylic

4.9 Prosedur Penelitian 4.9.1 Persiapan spesimen

Tiga puluh gigi premolar maksila (maksimal 6 bulan penyimpanan dalam NaCl 0,9%, utuh, non karies). Kemudian sampel dikelompokkan menjadi 3 kelompok, masing-masing kelompok berjumlah 10 sampel, dan ditanam dalam balok gips untuk memudahkan preparasi dan restorasi sampel.

4.9.2 Preparasi kavitas

Outline form desain restorasi klas II (site 2 size 2) prinsip minimal intervensi pada permukaan oklusal seluruh sampel dengan bantuan jangka untuk mendapatkan hasil yang akurat dengan kedalaman kavitas 2 mm, lebar mesio-distal 3 mm, buko-lingual proksimal 5mm. Preparasi dilakukan dengan menggunakan diamond bur berbentuk bulat (diameter 1,9 mm), dengan high speed, hand piece dengan pendingin air. Akhirnya, permukaan kavitas dihaluskan dengan sebuah ekskavator berukuran medium.


(56)

 

Gambar 15. Desain kavitas klas II (site 2 size 2) minimal intervensi

4.9.3 Pembuatan gel kitosan

Gel kitosan dibuat dengan melarutkan 1 gram bubuk kitosan dalam 50 ml larutan asam lemah (asam asetat 1%) lalu diaduk dengan jartest (Gambar 13) pada kecepatan 200 rpm sehingga diperoleh gel selama ± 30 menit. Kemudian larutan kitosan ditetesi dengan amoniak sebanyak 20 tetes sambil diaduk. Campuran larutan kitosan dengan amoniak diaduk kembali dengan jartest selama ± 30 menit (Gambar 14). Penambahan amoniak dilakukan agar permukaan larutan halus. Larutan yang telah membentuk pasta tersebut dimasukkan ke dalam Ultrasonic bath untuk memecahkan partikel kitosan tersebut menjadi nano. Selanjutnya disaring dan residunya dicuci dengan aquadest untuk menghilangkan bau amoniak. Hasil residu yang berbentuk gel kitosan nano inilah yang akan ditambahkan ke dalam SIK modifikasi resin nano untuk melihat pengaruhnya dalam persen berat yang berbeda ( Gambar 16). Dalam penelitian ini gel kitosan yang dibuat langsung digunakan dalam prosedur restoratif.


(57)

 

 

Gambar 16. Pengadukan campuran kitosan dan asam asetat 1% dengan Jartest

 

Gambar 17. Penambahan amoniak dan pengadukan campuran kitosan

 

Gambar 18. Gel kitosan nano dari blangkas

yang siap dipakai.

4.9.4 Prosedur restoratif

Kavitas dikeringkan dengan tetap menjaga kelembapan dasar kavitas dengan menggunakan cotton pellet. Aplikasi primer selama 15 detik untuk menambah perlekatan antara SIK dan gigi. Kemudian dilakukan penyinaran terhadap primer selama 10 detik. Setelah pemasangan dari matriks, penempatan bahan dalam 10


(58)

 

sampel masing-masing kavitas dibuat satu persatu dengan mengaduk semen ionomer kaca modifikasi resin nano sebagai kontrol, campuran semen ionomer kaca modifikasi resin nano dengan kitosan nano dari blangkas 0,015% berat pasta kitosan sebagai kelompok I (uji I), kitosan nano dari blangkas 0,45% berat gel kitosan sebagai kelompok II (uji II). Pengukuran berat pasta semen ionomer kaca modifikasi resin nano dan kitosan nano menggunakan neraca analitik empat digit (Gambar 16).

Gambar 19. Neraca Analitik

Penempatan bahan semen ionomer kaca modifikasi resin nano sebagai kontrol yaitu dibuat dengan mengaduk gel semen ionomer kaca modifikasi resin nano sebanyak 1 klik-an (0,22 gram) dengan mengunakan spatula plastik selama ±20 detik hingga membentuk campuran homogen,

 Untuk spesimen uji dibuat dengan mengaduk gel semen ionomer kaca modifikasi resin nano ditambahkan kitosan nano sebanyak 0,015% berat (0,0001 gram/3 klik) untuk spesimen uji I dan semen ionomer kaca modifikasi resin nano ditambahkan kitosan nano sebanyak 0,45% berat (0,0001 gram/ klik) untuk spesimen uji II. Pengadukan spesimen ini mengunakan spatula plastik dilakukan selama ±20 detik hingga membentuk campuran homogen, kemudian pasta dimasukkan kedalam kavitas


(59)

 

dengan menggunakan sebuah instrument applier/carver dan ditekan ke dalam posisinya dengan menggunakan sebuah ekskavator berukuran medium. Bahan yang berlebih dibuang dengan instrument applier/carver dan sebuah ekskavator berukuran medium. Dengan menggunakan kertas bagian yang tidak disinari ditutup. Kemudian disinari bagian oklusal dan proksimal masing-masing 20 detik.

Setelah mengeras sampel dipolish dengan menggunakan bur polish. Seluruh sampel yang telah direstorasi dimasukkan ke dalam larutan NaCl 0,9% selama 24 jam.

Gambar 20. Spesimen sebelum penambalan

           Gambar 21. Spesimen setelah penambalan


(60)

 

Gigi ditanam pada self curing acrylic cetakan potongan spuit 10 ml dengan diameter 1,5 cm dan panjang 2,5 cm. Potongan spuit sebelumnya dioleskan dengan vaselin. Gigi ditanam 2 mm dibawah cementoenamel junction untuk menyerupai kedudukan tulang alveolar. Setelah akrilik hampir mengeras, akrilik dilepaskan dari potongan spuit. Setelah itu dilakukan pembuatan balok basis akrilik berukuran 6x3x3 cm dengan cetakan yang terbuat dari kaca dengan bantuan busur sebagai dataran penuntun kemiringan 13,5° terhadap aksis panjang gigi.


(61)

 

4.9.6 Pengujian kekuatan tekan flexural

Restorasi diuji secara statistik pada bagian marginal ridge sampai fraktur. Sampel ditekan dengan beban 400 kgf dengan kecepatan 0,5 mm/menit. Spesimen diuji dengan menggunakan Universal Testing Machine (Gambar 7).

Gambar23: Posisi sampel saat pemberian tekanan

Fraktur diamati dan dicatat berdasarkan kegagalan yang terjadi dalam beberapa cara:

Adhesive failure (fraktur pada perlekatan antara tambalan dengan gigi)  Cohesive failure (fraktur pada restorasi bahan tambal atau pada gigi)

4.9.7 Hasil

Nilai yang diperoleh dari hasil uji dapat dimasukkan ke dalam rumus:13 UFS = 3PL

2bH2

UFS = Uji Flexural Strength P = Beban yang diberikan (N)


(62)

 

H = Tebal balok akrilik (m)

Sehingga didapatkan nilai dari flexural strength sampel, dan hal di atas dilakukan untuk semua kelompok.

4.9.8 Analisa Statistik

Untuk melihat adanya perbedaan flexural strength diantara berbagai kelompok perlakuan, data dianalisa secara statistik dengan tingkat kemaknaan α = 0,05 yaitu dengan menggunakan uji statistik analisa varians (ANOVA) satu arah dan post hoc Turkey’s test untuk melihat adanya perbedaan pada masing-masing sampel.


(63)

 

BAB 5

HASIL PENELITIAN

Penelitian dilakukan terhadap 30 gigi Premolar maksila yang dibagi dalam tiga kelompok perlakuan dimana masing - masing kelompok terdiri atas sepuluh sampel. Kelompok pertama adalah gigi dengan restorasi minimal menggunakan semen ionomer kaca modifikasi resin nano ditambahkan berat kitosan nano 0,015%. Kelompok kedua adalah gigi dengan restorasi minimal menggunakan semen ionomer kaca modifikasi resin nano ditambahkan berat kitosan nano 0,45%.. Dan kelompok ketiga adalah gigi dengan restorasi minimal menggunakan semen ionomer kaca modifikasi resin nano.

Hasil penelitian pengujian kekuatan transversal (flexural strength) pada restorasi SIK pada ketiga kelompok perlakuan dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3. DATA HASIL PENGUKURAN FLEXURAL STRENGTH DALAM SATUAN KGF DIKONVERSIKAN DALAM SATUAN MPa

Kontrol ` Klp I Klp II

(SIK nano) (SIK + 0,015 % w/w kitosan) (SIK + 0,45 % w/w kitosan)

Sampel KGF MPa KGF MPa KGF MPa I 203.1 82.992 171.7 70.161 121.9 49.811 II 174.5 71.305 247.8 101.257 102.6 41.925 III 107.3 43.845 232.2 94.883 95.4 38.983 IV 179.9 73.512 251.2** 102.647** 133.5 54.551 V 208.2 85.076 109.5* 44.744* 119.7 48.912 VI 175.1 71.550 229.1 93.616 122.7 50.138 VII 129.4 52.876 154.5 63.133 145.5** 59.455** VIII 85.2* 34.815* 156.7 64.032 127.8 52.222 IX 171.2 69.957 223.1 91.164 98.6 40.290 X 230.4** 94.147** 117.3 47.932 95.3 * 38.982*


(64)

 

Tabel 4.RERATA HASIL PENGUKURAN FLEXURAL STRENGTH Rata-rata Kelompok I Kelompok II Kontrol

(SIK Nano- 0,015% (SIK nano – 0,45% SIK nano,

Kitosan nano) kitosan nano) 3M ESPE)

Load (kgf) 189.31 116.31 166.43

Strength (MPa) 77.3569 47,527 68.007

Pada tabel 4 menunjukkan daya tahan fraktur kelompok I (77.356 MPa) lebih besar daripada rerata daya tahan fraktur pada kelompok II (47.527 MPa) dan kelompok III ( 68.297 MPa). Dengan simpangan data terlihat pada Tabel 5

Tabel 5 STANDAR DEVIASI DAN STANDAR ERROR DARI DATA PENELITIAN

Kelompok I Kelompok II Kontrol

Standar

Deviasi 21.944 7.128 18.771

Standar

Error 6.937 2.254 5.935

Fraktur yang terjadi setelah proses uji flexural strength diidentifikasikan dan dikelompokkan berdasarkan klasifikasi fraktur. Identifikasi pola fraktur dapat dilihat pada Tabel 6

Tabel 6. IDENTIFIKASI POLA FRAKTUR SETELAH UJI FLEXURAL STRENGTH

Adhesive failure cohesive failure

Kelompok I

(SIK nano-0,015% 3 7

Kitosan nano) Kelompok II

(SIK nano -0,45% 8 2

Kitosan nano)


(65)

 

Dari tabel 6 dapat dilihat bahwa pada kelompok I ada sebanyak 70% (7 sampel) fraktur pada restorasi SIK dan gigi (cohesive failure), dan 30% ( 3 sampel) fraktur pada perlekatan antara tambalan dengan gigi (adhesive failure). Pada kelompok II sebanyak 20% (2 sampel) fraktur pada restorasi SIK dan gigi (cohesive failure), dan 80% (8 sampel) fraktur pada perlekatan antara tambalan dengan gigi (adhesive failure). Sedangkan pada kontrol ada sebanyak 60% (6 sampel) fraktur pada restorasi SIK dan gigi (cohesive failure), dan 40% (4 sampel) fraktur pada pada perlekatan antara tambalan dengan gigi (adhesive failure).

Gambar 24. Identifikasi pola fraktur setelah proses uji

A. Cohesive failure B. Adhesive failure

Data pengukuran kekuatan transversal (flexural strength) pada kelompok I, kelompok II dan kontrol dianalisis dengan ANOVA test kemudian data diuji secara statistik menggunakan Post Hoc test dengan tingkat kemaknaan (α = 0,05).

Tabel 7. HASIL ANALISIS DATA DENGAN MENGGUNAKAN POST HOC

TEST Mean Difference Sig

(I) klp (J) klp (I-J) Std. Error tk. kemaknaan

Kontrol Klp I -9.349.400 7.679.990  . .453 Klp II 20.480500* 7.679.990 .033

Uji I Kontrol 9.349400 7.679.990 .453 Klp II 29.829900* 7.679.990 .002 Uji II Kontrol -20.480500* 7.679.990 .033 Klp I -29.829900* 7.679.990 .002 * Signifikan


(66)

 

BAB 6 PEMBAHASAN

Penelitian ini menggunakan bahan restorasi semen ionomer kaca modifikasi resin nano (Ketac N100 light cured, 3M ESPE, st. Paul) karena partikel bahan ini berukuran nano dan merupakan bahan SIK baru dalam kedokteran gigi. Selain itu sifat mekanis dari bahan SIK jenis ini lebih baik apabila dibandingkan dengan jenis SIK lainnya, tahan terhadap kebocoran, permukaan lebih halus dan pelepasan fluor lebih tinggi, lebih tahan terhadap abrasi, memberikan hasil polish yang lebih halus dan mengkilap, dan lebih estetik. Sehingga dapat digunakan pada gigi posterior. 3,12 Bahan lain yang ditambahkan adalah kitosan nano yang terbuat dari Blangkas. Bahan ini banyak digunakan dalam bidang kedokteran gigi dalam pencegahan pertumbuhan bakteri Streptococcus mutans, Fusobacterium nucleatum serta bahan pulp capping.19,21,22 Bentuk kavitas ART dibuat dengan desain klas II atau site 2 size 2 dengan prinsip minimal intervensi.

Kekuatan pada restorasi dapat diuji dengan pemberian tekanan transversal (flexural strength). Spesimen diberi tekanan pada bagian marginal ridge oleh alat uji tekan (Torsee’s Universal machine, Japan) sampai fraktur dengan kecepatan 0,5 mm/menit dan beban 400 kilogramforce (kgf) yang kemudian dikonversikan kedalam satuan megapascal (MPa), meskipun tidak menggambarkan tekanan oklusal fisiologis di rongga mulut.


(67)

 

Pada tabel 3 hasil yang diperoleh rerata flexural strength kelompok I sebesar 77, 35 MPa, kelompok II sebesar 47,53 MPa dan kontrol sebesar 68,00 MPa. Dimana selisih antara kelompok I dan kontrol sebesar 9,35 MPa dan selisih antara kelompok II dan kontrol sebesar 21,53 MPa. Dari data yang diperoleh diuji secara statistik menunjukkan adanya perbedaan yang signifikan antara kedua kelompok uji dengan kontrol. Kekuatan spesimen juga terlihat dari tabel 6, dimana data pada kelompok II, spesimen yang mengalami adhesive failure lebih besar dibandingkan dengan dua kelompok lainnya yaitu sebesar 80% (8 sampel). Sedangkan pada kelompok I spesimen yang mengalami cohesive failure lebih besar dari dua kelompok lainnya yaitu sebesar 70% (7 sampel).

Seperti yang diketahui dari penelitian sebelumnya oleh Petri et al pada tahun 2006, bahwa penambahan kitosan dalam jumlah kecil dapat meningkatkan efek yang diharapkan. Namun pada penambahan kitosan dalam jumlah besar justru menurunkan keefektifannya.13 Kitosan memiliki gugus amin/ NH yang reaktif dan gugus hidroksil yang banyak serta kemampuannya membentuk gel maka kitosan dapat berperan sebagai komponen reaktif dan pengikat. 40 Ikatan kitosan (gugus amina/NH2) bereaksi dengan semen ionomer kaca modifikasi resin nano melalui ikatan fisika yaitu gugus amina mengikat partikel semen ionomer kaca modifikasi resin nano dengan ikatan hidrogen, sehingga dapat meningkatkan sifat mekanik. Proses terjadinya ikatan antara SIK dengan kitosan dimulai dari partikel Al2O3 dan SiO2 dari SIK yang bersifat isoelektrik. Saat pencampuran, pH berubah menjadi asam sehingga partikel anorganik pada permukaan menjadi tidak bermuatan, melainkan membawa gugus hidroksi ke


(68)

 

berubah menjadi asam, kelompok karboksil pada rantai PAA terprotonisasi. Sehingga perlekatan antara partikel FAS (fluoraluminosilikat) dan PAA tergeser oleh ikatan hidrogen antara gugus hidroksi dan kelompok karboksil. Pada pH asam gugus kitosan yang terprotonisasi tidak dapat berinteraksi dengan gugus PAA secara elektrostatis, namun gugus kitosan membawa gugus hidroksil dan gugus asetamida yang mampu mengikat partikel hidroksi dan gugus karboksilat dari PAA dengan ikatan hidrogen. Ikatan yang dibentuk oleh kitosan dan PAA di sekitar partikel anorganik dapat mengurangi tegangan pada permukaan antar komponen semen ionomer kaca modifikasi resin.13

Pada penelitian ini bahan restorasi yang digunakan adalah semen ionomer kaca modifikasi resin nano (Ketac N100 light cured, 3M ESPE, st. Paul). Adanya kandungan HEMA (Hydroxyethylmethacrylate) mempunyai peran yang penting dalam perlekatan antara bahan dengan gigi.42 Pada penambahan kitosan nano 0,015% berat diperoleh peningkatan nilai flexural strength lebih besar dibandingkan penambahan kitosan nano 0,45% berat yang justru menunjukkan penurunan yang signifikan. Dapat dijelaskan dengan adanya kandungan HEMA dan filler anorganik diperkuat ikatan kompleks antara kitosan dan SIK dapat meningkatkan sifat mekaniknya. Hal ini terlihat dari besarnya jumlah cohesive failure pada kelompok I dibandingkan dua kelompok lainnya yang berarti terdapat peningkatan perlekatan antara SIK dengan struktur gigi.

Sementara dengan penambahan 0,45% berat kitosan justru mengalami penurunan. Hal ini disebabkan kitosan nano yang memiliki gugus amina telah berikatan satu sama lain, dengan penambahan lebih banyak kitosan nano


(69)

 

menyebabkan ikatan kitosan (gugus amina) dari kitosan itu bertambah jumlahnya dalam SIK sehingga tidak dapat melakukan pertukaran ion dan berikatannya gugus amina lainnya sehingga kemampuan untuk mengikat partikel dari SIK pun menurun. Dimana dengan penambahan lebih berat kitosan dapat mengganggu perlekatan antara SIK dan struktur gigi. Hal ini mempengaruhi ketahanan bahan ketika diberi tekanan transversal. Terlihat dengan meningkatnya jumlah adhesive failure pada kelompok II dibandingkan kelompok lainnya. Struktur kitosan nano dari blangkas dapat dilihat pada gambar 25.

Gambar 25 : a. Struktur kitosan nano dari blangkas b. Berat dan luas unsur yang terdapat dalam Partikel kitosan nano

Adanya hasil yang jauh lebih kecil dari data lainnya seperti yang terlihat pada tabel 4 yaitu sampel 5, sampel 10 dan sampel 8 pada kelompok I, kelompok II dan kelompok III. Hal ini mungkin disebabkan oleh adhesi antara bahan SIK yang didapatkan dari mekanisme pertukaran ion antara bahan SIK dengan kelembaban

a


(70)

 

ini menggunakan gigi yang sudah dicabut dimana kelembaban dentin dari masing masing gigi berbeda sehingga dapat mempengaruhi kekuatan restorasi. Metode penelitian ini mengikuti metode penelitian sebelumnya dengan metode penanaman sampel dan pemberian tekanan yang sama. Sampel ditanam dengan kemiringan 13,5° dan diberi tekanan dalam arah vertikal tepat pada bagian marginal ridge. Namun sulit untuk membuatnya benar benar 13.5° sehingga mungkin dapat mempengaruhi adhesive dan cohesive failure pada saat restorasi diuji.

Pada penelitian ini (Tabel 4 dan 5) rerata untuk kelompok kontrol (SIK Nano) adalah sebesar 68.007± 18.771 MPa dengan standar error-nya 5.935. Kelompok uji I (SIK nano dengan kitosan nano dari blangkas 0.015% berat) adalah sebesar 77.3569 ± 21.939 MPa dengan standar error-nya 6.937, dan kelompok uji II (SIK Nano dengan kitosan nano dari blangkas 0.45% berat) adalah sebesar 47.527 ± 7.128 MPa dengan standar error-nya 2.254. Hasil ini mungkin dipengaruhi oleh jumlah sampel yang terlalu sedikit, semakin besar jumlah sampel yang digunakan akan memberikan hasil yang representatif. Alat yang digunakan pada penelitian ini menghasilkan data yang kasar sehingga data yang diperoleh kurang akurat. Sehingga diharapkan dapat menjadi dasar pada penelitian lebih lanjut untuk mendapatkan hasil yang maksimal. Dalam penelitian ini tidak dapat menggambarkan reaksi antara semen ionomer kaca modifikasi resin nano dan kitosan nano karena kurangnya sarana dan prasarana penelitian. Maka dari itu diharapkan adanya penelitian lebih lanjut untuk melihat reaksi asam basa dan polimerisasi pada pengerasan semen ionomer kaca modifikasi resin nano dengan kitosan nano.


(71)

 

BAB 7

KESIMPULAN DAN SARAN

7.1. Kesimpulan

Dalam penelitian ini uji flexural strength digunakan untuk melihat sifat mekanik dari bahan restorasi semen ionomer kaca modifikasi resin nano pada kavitas klas II (site 2 size 2) minimal intervensi. Dengan penambahan 0,015% berat kitosan nano (kelompok I) diperoleh rerata sebesar 77.3569 ± 21.939 MPa, pada penambahan 0,45% berat kitosan nano (kelompok II) diperoleh rerata sebesar 47.527 ± 7.128 MPa dan untuk kontrol dengan semen ionomer kaca modifikasi resin nano diperoleh rerata nilai flexural strength sebesar 68.007 ± 18.771 MPa. Uji ANOVA satu arah (α = 0,05) menunjukkan adanya perbedaan signifikan antar ketiga kelompok (p = 0,002). Hasil uji Post Hoc Test menunjukkan antara kelompok kontrol dengan kelompok I yang ditambahkan 0,015% berat kitosan nano tidak terdapat perbedaan yang signifikan (p = 0,453), sedangkan antara kelompok kontrol dengan kelompok II yang ditambahkan 0,45% berat kitosan nano terdapat perbedaan yang signifikan (p = 0,033)

Dapat disimpulkan bahwa penambahan kitosan nano dari blangkas sebanyak 0,015% berat dapat meningkatkan nilai flexural strength semen ionomer kaca modifikasi resin nano meskipun tidak signifikan, sedangkan dengan penambahan 0,45% berat kitosan nano justru terlihat penurunan flexural strength dari semen


(72)

 

7.2. Saran

Penelitian selanjutnya diharapkan menggunakan metode atau alat pengukuran yang lebih akurat untuk memperoleh data yang lebih representatif. Pada penelitian selanjutnya diharapkan pengujian ketahanan fraktur dilakukan dengan mengkondisikan sampel sesuai dengan keadaan gigi di dalam rongga mulut agar hasil penelitian dapat diterapkan secara klinis. Diharapkan adanya penelitian lebih lanjut untuk melihat reaksi asam basa dan polimerisasi pada pengerasan semen ionomer kaca modifikasi resin nano dengan kitosan nano.


(1)

lingkungan yang rendah sehingga SIK dapat mengalami kerusakan yang nyata. Di sisi lain, kerusakan dari permukaan SIK diikuti oleh pelepasan fluor yang banyak dibutuhkan untuk melawan serangan karies.

Wadenya et al (2010)

meneliti bahwa tidak ada perbedaan leakage pada enamel dan dentin antara SIK konvensional dan SIK nano ionomer pada penelitian dengan menggunakan gigi molar desidui.

Kerugian SIK

 Water sensitivity selama fase setting (water in and water out)

 Compressive strength rendah kira-kira 188 Mpa

 Brittle

 Resisten rendah terhadap abrasi (mudah abrasi)

 Estetis lebih buruk dari komposit

 Flexural strength semen glass ionomer adalah 45 – 50 Mpa. Nilai ini paling rendah diantara bahan restorasi.

Rinauda, Yin luo, Chen dan Khutoryanskiyn (2006)

Karena degradabilitas, biokompatibilitas dan sifat non toxic, kitosan dianggap menjadi suatu bahan yang menjanjikan.

Denise F.S et al (2006)

- SIK modifikasi kitosan fluka menunjukkan bahwa penambahan 0,0044% berat kitosan dapat meningkatkan kinerja mekanik seperti flexural strength, namun pada penambahan lebih dari 0,022% kitosan menyebabkan kinerja mekanik yang .lebih rendah.

- Penambahan kitosan dengan SIK dapat meningkatkan pelepasan ion fluoride dalam jumlah yang lebih besar.

Szeto Yau-shan and Zhigang Hu, 2007 Kitosan nanopartikel adalah bagian yang terkecil dari kitosan itu sendiri yang diproses dengan suatu metode tertentu.

Tarigan G, Trimurni (2008) dan Banurea FE, Trimurni (2008)

meneliti bahwa kitosan blangkas bermolekul tinggi ternyata efektif dalam


(2)

 

Masalah

Tujuan

Judul

Lampiran 2

menghambat pertumbuhan bakteri

Sreptococcus mutans dan Fusobacterium nucleatum.

1. Apakah ada perbedaan flexural strength antara SIK nanoionomer dan SIK nanoionomer modifikasi kitosan blangkas bermolekul tinggi pada kavitas Klas II. 2. Apakah dengan penambahan kitosan blangkas bermolekul tinggi dapat meningkatkan

Sifat mekanis seperti flexural strengthdari bahan tersebut.

1.  Mengetahui adanya perbedaan nilai flexural strength antara SIK nano ionomer dan

modifikasi SIK nano ionomer yang ditambahkan kitosan bermolekul tinggi.

2. Mengetahui apakah ada terjadi peningkatan nilai flexural strength pada bahan SIK nano ionomer setelah dimodifikasi kitosan bermolekul tinggi.

PENGARUH PENAMBAHAN KITOSAN NANO DARI BLANGKAS TERHADAP FLEXURAL STRENGTH DARI SEMEN IONOMER KACA NANO PADA KAVITAS KLAS II

(SITE 2 SIZE 2)

MINIMAL INTERVENSI (IN VITRO)


(3)

SKEMA ALUR PENELITIAN

SKEMA PEMBUATAN VARIASI BERAT KITOSAN NANO

30 buah gigi premolar maksila manusia yang ditanam dalam gyps

Preparasi kavitas klas II (site 2 size 2) prinsip

minimal intervensi

Seluruh sampel direndam dalam larutan NaCl 0,9% selama 24 jam Kelompok I 10

gigi restorasi dengan Ketac modifikasi resin nano + 0,015% kitosan nano.

Kelompok II 10 gigi restorasi dengan Ketac modifikasi resin nano + 0,45% kitosan nano.

Kelompok III 10 gigi restorasi dengan Ketac modifikasi resin nano sebagai kontrol.

Seluruh sampel ditanam pada self curing acrilyc cetakan potongan spuit 10 mL

Analisa Data

Uji kekuatan tekan flexural pada bagian marginal ridge menggunakan Torsee’s Universal testing Machine

Pembuatan kitosan nano dari blangkas (molekul tinggi) dalam bentuk gel


(4)

   


(5)

ONE WAY ANOVA

95% Confidence Interval for Mean

N Mean Std. Deviation Std. Error Lower Bound Upper Bound Min Max

MPa Kelompok uji 1 10 77.35690 21.944480 6.939454 61.65876 93.05504 44.744 102.647

kelompok uji 2 10 47.52700 7.128701 2.254293 42.42743 52.62657 38.983 59.455

kontrol 10 68.00750 18.771124 5.935951 54.57945 81.43555 34.815 94.147

Total 30 64.29713 20.859315 3.808373 56.50814 72.08613 34.815 102.647

Test of Homogeneity of Variances

Levene Statistic df1 df2 Sig.

MPa 7.044 2 27 .003

ANOVA

Sum of Squares df Mean Square F Sig.

MPa Between Groups 4655.617 2 2327.808 7.893 .002

Within Groups 7962.603 27 294.911


(6)

 

   

POST HOC TEST

Multiple Comparisons Tukey HSD

Dependent

Variable (I) kelompok uji (J) kelompok uji

Mean Difference

(I-J) Std. Error Sig.

95% Confidence Interval Lower Bound Upper Bound

MPa Kelompok uji 1 kelompok uji 2 29.829900* 7.679990 .002 10.78800 48.87180

kontrol 9.349400 7.679990 .453 -9.69250 28.39130

kelompok uji 2 Kelompok uji 1 -29.829900* 7.679990 .002 -48.87180 -10.78800

kontrol -20.480500* 7.679990 .033 -39.52240 -1.43860

kontrol Kelompok uji 1 -9.349400 7.679990 .453 -28.39130 9.69250

kelompok uji 2 20.480500* 7.679990 .033 1.43860 39.52240

 


Dokumen yang terkait

Efek Penambahan Kitosan Blangkas (Tachypleus gigas) Nanopartikel Pada Varian Semen Ionomer Kaca Terhadap Mikrostruktur Dentin Dan Komposisi Kimia Melalui SEM-EDX (In vitro)

3 73 129

Pengaruh penambahan kitosan nano dari blangkas terhadap compressive strength Semen Ionomer Kaca modifikasi resin nano ( In Vitro).

6 80 87

Perbedaan Compressive Strength Dua Jenis Semen Ionomer Kaca Pada Kavitas Klas II Dengan Prinsip Minimal Intervensi (Penelitian In Vitro)

5 61 71

Semen Ionomer Kaca Modifikasi Resin Sebagai Bahan Restorasi

1 30 41

Perubahan Kekerasan Semen Ionomer Kaca Modifikasi Resin Setelah Aplikasi Bahan Pemutih Karbamid Peroksida 16%

5 40 48

PENGARUH PENAMBAHAN HIDROKSI APATIT DARI SERBUK CANGKANG TELUR TERHADAP KEKUATAN TEKANSEMEN Pengaruh Penambahan Hidroksi Apatit Dari Serbuk Cangkang Telur Terhadap Kekuatan Tekan Semen Ionomer Kaca Modifikasi Resin (SIKMR).

0 3 13

PENGARUH PENAMBAHAN HIDROKSI APATIT DARI SERBUK CANGKANG TELUR TERHADAP KEKUATAN TEKAN SEMEN Pengaruh Penambahan Hidroksi Apatit Dari Serbuk Cangkang Telur Terhadap Kekuatan Tekan Semen Ionomer Kaca Modifikasi Resin (SIKMR).

0 2 17

PENDAHULUAN Pengaruh Penambahan Hidroksi Apatit Dari Serbuk Cangkang Telur Terhadap Kekuatan Tekan Semen Ionomer Kaca Modifikasi Resin (SIKMR).

3 12 7

DAFTAR PUSTAKA Pengaruh Penambahan Hidroksi Apatit Dari Serbuk Cangkang Telur Terhadap Kekuatan Tekan Semen Ionomer Kaca Modifikasi Resin (SIKMR).

2 10 4

Efek Penambahan Kitosan Blangkas (Tachypleus gigas) Nanopartikel Pada Varian Semen Ionomer Kaca Terhadap Mikrostruktur Dentin Dan Komposisi Kimia Melalui SEM-EDX (In vitro)

0 1 20