Perceraian Dan Penyesuaiannya

(1)

PERCERAIAN DAN PENYESUAIANNYA

OLEH :

Raras Sutatminingsih, M.Si.,psikolog

FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 2009/2010


(2)

DAFTAR ISI

I. PERCERAIAN……… 1

A. Fenomena Perceraian... 1

B. Pengertian Perceraian………. 2

C. Proses Perceraian... 3

II. PENYESUAIAN PERCERAIAN………... 6

A. Penyesuaian Perceraian………... 6

B. Faktor- Faktor Yang Mempengaruhi Penyesuaian Perceraian………....12

C. Sukses atau Gagalnya Penyesuaian Perceraian...17


(3)

PERCERAIAN & PENYESUAIANNYA

Oleh :

Raras Sutatminingsih, M.Si.,psikolog

I. PERCERAIAN

A. Fenomena Perceraian

Waktu bergulir, kasus perceraian tampaknya terus meningkat. Fenomena yang paling sering terlihat adalah maraknya tayangan infotainment di televisi yang menyiarkan parade pasangan public figure yang mengakhiri perkawinan mereka melalui meja pengadilan, seakan mengesahkan bahwa perceraian merupakan tren. Perceraian pada pasangan public figure bisa terjadi dari mulai usia pernikahan sebulan dua bulan hingga usia pernikahan puluhan tahun.

Terlihat begitu mudahnya perceraian terjadi. Sepertinya kesakralan dan makna perkawinan sudah tidak lagi berarti. Pernikahan seakan hanya untuk melegalkan hubungan lawan jenis secara lebih jauh. Mereka tidak peduli apapun yang diakibatkan oleh keputusan perceraian yang dibuatnya.

Pasangan yang akan bercerai sibuk mencari pembenaran akan keputusan mereka untuk berpisah. Mereka tidak lagi mempertimbangkan bahwa ada yang bakal sangat menderita dengan keputusan tersebut, yaitu anak-anak. Alasan anak seringkali dirasionalisasikannya saja, seolah-olah efek negatif terhadap anak-anak sudah pasti tidak akan menimbulkan masalah.

Namun, sebenarnya fenomena perceraian marak terjadi tidak hanya di kalangan pasangan public figure saja. Di dalam keluarga sederhana, bahkan di dalam lingkungan pendidik, lingkungan yang tampak religius, perceraian juga banyak terjadi.


(4)

Dalam suatu perceraian, orangtua mencurahkan seluruh waktu dan uangnya untuk saling bertikai mengenai harta, tunjangan uang yang akan diberikan suami setelah bercerai, hak pemeliharaan anak, dan hak-hak lain.

Jumlah perceraian di Indonesia mencapai angka yang fantastis setiap tahunnya, duaratus ribu pasangan berpisah, rekor nomor satu untuk kawasan Asia Pasifik.

Perceraian adalah alasan terakhir yang diambil pasangan suami istri jika tidak tersedia lagi jalan lain yang lebih bermanfaat. Sekalipun perceraian dianggap sebagai salah satu cara penyelesaian, hal ini akan menimbulkan masalah baru baik bagi mantan suami istri yang bersangkutan maupun anak-anak.

B. Pengertian Perceraian

Perceraian adalah berakhirnya suatu pernikahan. Saat kedua pasangan tak ingin melanjutkan kehidupan pernikahannya, mereka bisa meminta pemerintah untuk dipisahkan. Selama perceraian, pasangan tersebut harus memutuskan bagaimana membagi harta mereka yang diperoleh selama pernikahan (seperti rumah, mobil, perabotan atau kontrak), dan bagaimana mereka menerima biaya dan kewajiban merawat anak-anak mereka. Banyak negara yang memiliki hukum dan aturan tentang perceraian, dan pasangan itu dapat diminta maju ke pengadilan.

Perceraian merupakan akumulasi dari penyesuaian pernikahan yang buruk, dan terjadi bila antara suami dan istri sudah tidak mampu lagi mencari cara penyelesaian masalah yang dapat memuaskan kedua belah pihak. Banyak pernikahan yang tidak mendatangkan kebahagiaan tetapi tidak diakhiri dengan perceraian karena pernikahan tersebut didasari oleh pertimbangan agama, moral, kondisi ekonomi dan alasan lainnya, tetapi banyak juga pernikahan yang diakhiri dengan perpisahan dan pembatalan secara hukum maupun dengan diam-diam dan ada juga yang salah satu (suami/istri)


(5)

meninggalkan keluarga (Hurlock, 1999). Menurut Atwater (1983) perceraian adalah terputusnya pernikahan, biasanya bersamaan dengan penyesuaian psikologis, sosial dan keuangan.

Berdasarkan uraian diatas perceraian didefinisikan berakhir atau putusnya suatu ikatan pernikahan dikarenakan penyesuaian pernikahan yang buruk dan melibatkan penyesuaian secara sosial, ekonomi, maupun psikologis.

C. Proses perceraian 1. Keputusan Bercerai

Mengatakan untuk iya atau tidak bercerai meruapakan kunci pertanyaan dalam tahap pengambilan keputusan untuk bercerai. Proses perceraian berlangsung lama yang diawali dengan kesadaran akan ketidakpuasan terhadap pernikahan, kemudian berkembang menjadi fikiran yang mendalam mengenai pilihan - pilihan alternatif dan kemudian berproses menjadi pemikiran yang konsisten untuk mengakhiri perceraian atau membangun kembali rumah tangga. Keputusan untuk bercerai juga meliputi keuntungan atau kerugian jika tetap atau tidak mempertahankan rumah tangga. Pasangan yang tidak bahagia akan terhambat untuk bercerai karena beberapa hal seperti, agama, kewajiban, konsekuensi keuangan jika bercerai, dan tekanan sosial. Hambatan- hambatan ini akan menjadi penghalang untuk mendapatkan alternatif yang menarik jika bercerai seperti kehidupan yang lebih damai, pasangan yang lebih baik, atau kebebasan. Jika alternatif yang menarik tersebut dirasakan lebih menguntungkan dan hal tersebut merupakan sisi positf dari perceraian, maka individu akan memutuskan untuk bercerai.

Setiap individu akan mengalami pengalaman yang berbeda- beda dalam menjalani proses pengambilan keputusan ini. Pada beberapa individu, proses pengambilan keputusan ini dapat berlangsung dengan sangat cepat, tetapi pada sebagian


(6)

orang proses ini akan berlangsung dalam waktu yang lama bahkan bertahun- tahun dan dihadapkan dengan banyak masalah. Seringnya, individu lama untuk mengambil keputusan untuk bercerai karena beberapa hal seperti, kekerasan, janji yang diingkari, perselingkuhan sampai akhirnya mereka memutuskan untuk bercerai.

Proses pengambilan keputusan untuk bercerai merupakan suatu proses yang membutuhkan waktu yang diawali dengan ketidakpuasan terhadap kondisi rumah tangga kemudian berkembang menjadi pemikiran dan mulai mempertimbangkan keuntungan dan kerugian jika mempertahankan rumah tangga hingga berakhir pada sebuah pemikiran konsisten yang menghasilkan keputusan untuk bercerai atau tidak 2. Perpisahan : Perceraian Secara Legal

Pasangan akhirnya memutuskan bahwa mereka akan berpisah dan memutuskan untuk bercerai. Salah satu atau pasangan yang lainnya akan mengemasi barang- barang milik mereka dan meninggalkan rumah. Setelah itu pasangan ini akan dihadapkan dengan konsekuensi atas keputusan mereka. Priode ini akan menghadapkan mereka dengan kenyataan bahwa mereka sudah terpisah secara fisik dan biasanya ditandai dengan level distress yang tinggi. Pada kenyataannya, kebanyakan individu pada masa sebelum dan sesudah berpisah merupakan masa- masa yang lebih stres dibandingkan saat perceraian telah diputuskan.

Salah satu tugas yang dilalui selama masa perpisahan adalah perceraian secara resmi. Terdapat tiga tahap yang dilalui dalam proses perceraian secara resmi, yaitu: mengurus perceraian, pengaturan keuangan, dan hak asuh anak. jika kedua pasangan setuju dengan segala suatu hal yang diputuskan maka proses akan berlangsung dengan sederhana dan lancar.


(7)

Mengurus perceraian merupakan tugas pertama yang dilakukan dalam perceraian secara resmi yang berkaitan dengan pengurusan perceraian ke pengadilan. Masing- masing pasangan akan mencari pengacara yang menjadi pendampingan mereka untuk mengurus perceraian ini.

Pengaturan keuangan setelah bercerai merupakan hal yang penting. Pasangan yang telah bercerai akan berbagi harta yang mereka miliki selama pernikahan berlangsung. Namun, untuk membagikan harta tersebut bukanlah hal yang mudah. Salah satu pasangan bisa saja tidak setuju dengan pembagian tersebut, karena sulit untuk membuktikan harta benda yang dimilki setelah menikah dan sebelum menikah. Jika terjadi ketidaksetujuan, proses ini akan memakan waktu lama dan selalu tidak berakhir dengan pembagian yang seimbang. Pembagian harta benda setelah bercerai juga menjadi sulit karena adanya perbedaan kebutuhan wanita dan pria setelah bercerai. Wanita seringnya menginginkan anak dan rumah, dengan kata lain suami bebas dari tanggung jawabnya (seperti pengasuhan anak, pajak rumah) dan tetapi seringnya lelaki tidak mendapat rumah.

Pengasuhan anak dan hak untuk mengunjungi anak merupakan hal lebih kompleks dibandingkan dengan pengaturan keuangan. Kedua orang tua menginginkan untuk mengasuh anaknya. Kedua orang tua juga menginginkan untuk memiliki kontrol lebih terhadap anak- anak dan ingin bebas dari gangguan mantan pasangannya, tetapi masing- masing pasangan mungkin akan melakukan usaha- usaha yang lebih dari mantan pasangannya. Jika pasangan yang bercerai dapat membuat keputusan mengenai hak asuh, maka pengadilan akan meresponnya, sebaliknya, jika pasangan yang bercerai tersebut tidak dapat berkompromi mengenai hak asuh anak, maka pengadilan akan mengambil langkah- langkah hukum.


(8)

II. PENYESUAIAN PERCERAIAN

A. Penyesuaian Perceraian

Penyesuaian perceraian merupakan hal yang kompleks dan memakan waktu yang lama (Amato,2000). Degenova (2008) mengemukakan penyesuaian yang harus dihadapi setelah perceraian terjadi, yaitu :

a. Trauma Emosional

Pada situasi tertentu, perceraian merupakan sebuah pengalaman emosional yang mengganggu. Namun, pada situasi lainnya, perceraian bisa menimbulkan shock yang tinggi dan disorientasi. Perceraian merupakan krisis emosional yang dipicu oleh perasaan kehilangan secara tiba- tiba. Proses perceraian meliputi kekacauan emosi yang terjadi sebelum dan selama perceraian, shock dan krisis saat perpisahan terjadi, perasaan sedih akibat telah berakhirnya suatu hubungan, dan usaha untuk mencapai kembali keseimbangan dan menata ulang kehidupannya. Proses perceraian legal yang menimbulkan perkelahian akan semakin menambah trauma emosional terhadap perceraian.

Hampir semua studi menunjukkan bahwa pada priode sebelum dan sesudah perpisahan baik laki- laki dan wanita melaporkan terjadinya penurunan dalam penyesuaian psikologis terhadap perceraian. Awal perpisahan merupakan priode tersulit pada beberapa indvidu. Trauma yang paling besar pada sebagaian individu terjadi setelah proses legal diputuskan. Suatu studi yang mengkaji mengenai hubungan antara perceraian dan stres pada wanita dewasa yang bercerai menunjukkan bahwa peningkatan stres signifikan segera setelah perceraian terjadi dan berkurang setelah tiga tahun perpisahan walaupun level nya tidak sama dengan wanita yang menikah (Lorenz et, al, 1997). Disamping itu, perceraian juga mengakibatkan kesehatan fisik lebih


(9)

memburuk, penggunkaan alkohol meningkat (Mastakaasa,1994), dan tingkat bunuh diri lebih tinggi pada individu yang bercerai dibandingkan dengan yang menikah. Hal ini mengindikasikan bahwa perceraian merupakan suatu peristiwa yang traumatis.

b. Sikap Masyarakat Terhadap Perceraian

Salah satu bagian dari trauma akibat perceraian adalah sikap masyarakat terhadap perceraian dan individu yang bercerai itu sendiri. Pada beberapa pandangan, perceraian mencerminkan kegagalan moral. Butuh banyak keberanian untuk memberitahukan bahwa seseorang mengalami kegagalan dalam rumah tangganya. Teman – teman akan memberi lebel yang kurang menyenangkan terhadap inidvidu yang bercerai dan menolak kehadirannya.

Stewart & Brentano,2006 mengatakan bahwa seringnya pasangan yang menikah tidak mengetahui cara bekerjasama dengan teman mereka yang single dalam aktivitas pasangannya, sehingga individu yang bercerai lebih mengisolasi diri mereka sendiri dari teman- teman karena merasa tidak nyaman, marah saat melihat kebahagian orang lain, atau mengasumsikan bahwa orang lain mengkritisi perilaku mereka. Khusunya jika individu yang bercerai malu karena perilaku suaminya.

Secara umum individu yang bercerai memandang bahwa perceraian merupakan hal yang negatif cenderung melihat perceraiannya sebagai kegagalan secara moral. Individu yang berpandangan negatif terhdap perceraian akan mempersulit penyesuaiannya terhadap perceraian.

c. Kesendirian dan Social Readjustment

Penyesuaian terhadap kesendirian merupakan hal yang sulit apalagi jika tidak memiliki anak. Persahabatan dan membentuk suatu hubungan dengan orang lain merupakan salah satu cara yang yang sangat dianjurkan agar berhasil dalam melakukan


(10)

penyesuaian kembali setelah perceraian terjadi. Membina hubungan baru yang positif dan yang mendukung dapat mengurangi beban psikologi yang diakbatkan oleh perceraian. Suatu studi menunjukkan bahwa besarnya jaringan sosial merupakan prediktor yang signifikan terhadap penyesuaian setelah perceraian (Coysh, Johnston, Tschann, 1989;De Garmo and Forgatch,1999).

Prediktor yang paling kuat terhadap penyesuaian perceraian adalah keterlibatan dalam suatu hubungan intim. Individu yang memilki pasangan baru menunjukkan penyesuaian yang lebih baik, kelekatan yang kurang terhadap mantan pasangan, dan pandangan yang lebih positif terhadap kehidupan (Wang dan Amato, 2000). Menikah kembali juga membantu individu menyesuaikan diri dan bukan hanya dapat meningkatkan kepercayaan diri tetapi juga meningkatkan kenyamanan ekonomi (A.D. Shapiro,1996).

Terdapat perbedaan social readjustment pada individu yang bercerai menurut usia mereka saat perceraian terjadi. Individu yang berusia lebih tua lebih sulit menyesuaikan diri dibandingkan dengan individu yang berusia muda. Wanita yang berusia diatas 40 tahun lebih sedikit untuk menikah kembali dibandingkan dengan pria. Diantara individu yang tidak menikah kembali, kesendirian merepresentasikan konsekuensi berat yang dihadapi setelah perceraian.

d. Penyesuaian Terhadap Pengaturan Orang Tua

Penyesuaian terhadap pengaturan orangtua beragam. Orang tua yang peduli dengan anak- anaknya akan merindukan anak- anaknya dan sering mencari kesempatan untuk bisa bersama dengan mereka. Tipe orang tua yang peduli dengan anaknya akan merasa bersalah dan cemas karena tidak bisa sering bersama anak- anaknya. Sebagian orang tua justru mengabaikan anak- anaknya, tidak pernah menemuinya, menelpon,


(11)

ataupun mengingat ulang tahun anak- anaknya. Kategori ketiga, orangtua masih berkeinginan untuk sering menemui anak- anaknya namun terhalang karena jarak yang jauh atau kondisi- kondisi lainnya. Namun, secara keseluruhan penelitian menunjukkan bahwa kedekatan anak dengan orang tua yang bukan mengasuhnya semakin berkurang setelah perceraian terjadi.

Seorang wanita yang bercerai lebih sering melibatkan mantan suaminya dalam hal anak- anak walaupun sering berakhir dengan konflik, sebaliknya hanya sedikit ibu yang tidak melibatkan suaminya dalam hal- hal yang berkaitan dengan anak.

e. Keuangan

Secara umum wanita memliki pendapatan yang lebih rendah dibandingkan dengan pria, meskipun memiliki pekerjaan, pendidikan, pengalaman, dan jumlah jam kerja yang sama. lah

Stewart & Brentano, 2006 mengemukakan bahwa konsekuensi dari penurunan ekonomi setelah bercerai mengakibatkan seorang yang bercerai pindah ke rumah yang lebih sederhana dibandingkan dengan rumah saat masih menikah dahulu. Penurunan ekonomi ini mulai terjadi beberapa tahun sebelum bercerai dan kemudian terus berlanjut setelah bercerai hingga kurang lebih 5 tahun setelah bercerai.

f. Perubahan Tanggung Jawab dan Peran Kerja

Orangtua yang bercerai yang mengasuh anak- anaknya akan dihadapkan dengan pekerjaan yang banyak. Setelah terjadi perceraian, orang tua harus mengatasi seluruh pekerjaan rumah tangga yang seharusnya dikerjakan oleh dua orang. Konsekuensinya, orang tua yang mengasuh anak- anaknya memilki waktu yang kurang dengan anak- anak, kurang mendengarkan, dan sering mengalami masalah dalam hal mengontrol dan membimbing anak- anaknya.


(12)

g. Kontak dengan Mantan Pasangan

Banyak pasangan yang marah pada pasangannya saat perceraian terjadi dan perasaan tersebut akan terus dibawa selama proses perceraian dan bahkan sampai beberapa tahun seteah perceraian terjadi. Penting bagi pasangan saling bekerja sama untuk menjaga rasa marah di depan anak- anak mereka sehingga tidak melibatkan mereka pada perseteruan setelah perceraian.

Semakin tinggi perasaan marah terhadap pasangannya maka semakin timbul perasaan dendam terhadap pasangannya dan kontak dengan mantan pasangan setelah bercerai akan semakin berkurang. Kontak dengan mantan pasangan biasanya meningkat karena berhubungan dengan anak - anak atau masalah keuangan. Saat anak - anak memiliki masalah, kedua orang tua akan terlibat dan akan saling berbicara satu dengan yang lainnya. Hubungan yang baik setelah perceraian akan mempermudah untuk mencari jalan keluar permasalahan dan anak- anak menjadi sangat terbantu.

Perselisihan setelah perceraian berkaitan dengan hak kunjungan dan dukungan keuangan terhadap anak. Beberapa pasangan ada yang menyelesaikan masalahnya di pengadilan karena ayahnya tidak memberi dukungan keuangan tepat waktu. Perselisihan setelah perceraian lainnya dapat terjadi karena mantan suami menginginkan pengurangan biaya terhadap anak- anak setelah bercerai.

h. Interaksi Dengan Keluarga

Baik pria atau wanita setelah bercerai lebih mempercayakan permasalahannya dengan keluarga, khususnya dukungan praktikal dan juga dukungan emosional unutk menurunkan distress psikologis. Pria lebih cenderung mempercayakan masalah perceraiannya pada keluarga pada tahap awal perceraian dan wanita pada jangka waktu yang lebih lama (Gerstel,1988).


(13)

Perceraian merupakan proses multigenerasi yang melibatkan orang tua dan keluarga lainnya, seperti indivdiu yang bercerai dan anak- anak mereka. Dukungan positif dari orang tua memiliki pengaruh terhadap penyesuaian setelah perceraian,seperti dukungan emosional, membantu menjaga anak, memberikan saran yang rasional dan kebebasan.

Frekuensi hubungan dengan mantan mertua setelah bercerai tidak lagi sesering seperti sebelum bercerai. wanita lebih baik dalam membina hubungan dengan mantan mertua daripada pria.

B. Faktor- Faktor Yang Mempengaruhi Penyesuaian Perceraian 1. Kualitas individu

Salah satu kualitas individu yang mempengaruhi penyesuaian seseorang terhadap perceraian, yaitu usia saat perceraian terjadi. Individu yang memiliki usia yang lebih tua lebih mengalami distress karena perceraian dan menghadapi waktu yang sulit untuk melakukan penyesuaian terhadap perceraian daripada individu yang lebih muda. Beberapa penelitian menunjukkn bahwa bahwa kaitan usia dengan penyesuaian terhadap perceraian sangat beragam. Terdapat beberapa bukti bahwa perceraian wanita lebih mudah pada usia tiga puluhan. Pada longitudinal study, beberapa tahun setelah bercerai, wanita yang bercerai pada usia tiga puluhan lebih bahagia, less lonely, ekonomi yang mencukupi, dan mengalami peningkatan psychological functioning. Wanita yang bercerai pada usia yang lebih tua, tidak terlalu memiliki keuangan yang adekuat dan hubungan cinta yang stabil. Setengah dari mereka mengalami depresi secara klinis dan seluruhnya mengalami kesepian.

Individu yang memilki gangguan mental atau antisocial personality akan lebih sulit melakukan penyesuaian terhadap perceraian. Sebaliknya individu yang memiliki


(14)

tingkat pendidikan tinggi dan kesehatan mental yang bagus lebih baik untuk melakukan penyesuaian terhadap perceraian.

Sikap terhadap pernikahan, keluarga, dan masalah perceraian juga mempengaruhi. Wanita yang bercerai lebih mudah melakukan penyesuaian terhadap perceraian jika mereka tidak terlalu mengindentifikasikan sebagai ibu atau istri. Individu yang menyakini bahwa pernikahan merupakan suatu yang permanen, penting, dan merupakan suatu kegagalan moral akan lebih mudah merasakan stres dan depresi saat bercerai.

2. Kebebasan Setelah Bercerai

Bagi individu yang memilki banyak masalah dalam pernikahannya, distress relatif tinggi selama masa pernikahan dan akan meningkat tajam sebelum bercerai, kembali menurun tajan setelah bercerai kemudian meningkat lagi dan tetap tinggi. Sebaliknya, individu yang bahagia selama masa pernikahan, distress relatif rendah selama masa pernikahan dan akan terjadi sedikit peningkatan sebelum bercerai, kemudian meningkat tajam setelah bercerai dan pada akhirnya individu tersebut akan mengalami peningkatan kesehatan psikologis. Individu yang memilki pernikahan yang buruk akan sulit untuk melakukan penyesuaian terhadap perceraian dibandingkan dengan individu yang bahagia selama pernikahnnya. Pada sebuah studi menemukan bahwa wanita yang menjadi korban kekerasan dalam pernikahannya, yang terluka secara emosional dan psikologis atau suami yang tidak setia lebih mengalami depresi secara klinis dibandingkan dengan wanita yang tidak mengalami kekerasan selama menikah.


(15)

3. Cara Pernikahan Berakhir

Individu yang mengajukan perceraian lebih mudah untuk melakukan penyesuaian terhadap perceraian dibandingkan dengan individu yang tidak menginginkan perceraian. Individu yang mengajukan perceraian mengalami distress dan depresi yang lebih rendah karena mereka berfikir bahwa perceraian merupakan ide yang bagus. Merasa bersalah terhadap perceraian juga mengakibatkan penyesuaian terhadap perceraian semakin sulit, khusunya pada wanita.

4. Dukungan Sosial

Setelah bercerai, khususnya jika individu tersebut mengalami pengalaman yang stres, maka dengan adanya teman dan kerabat yang memberikan dukungan sosial akan lebih mudah untuk melakukan penyesuaian terhadap perceraian. Dukungan sosial dari teman dan keluarga berkorelasi dengan penyesuaian psikologis yang lebih baik dan lebih sedikit mengalami masalah kesehatan. Bentuk dukungan sosial yang paling membantu adalah sosioemosional seperti companionship, mendengarkan, bersosialisasi, bukan dengan memberikan bantuan dalam bentuk uang atau materi. Individu yang bercerai akan merasa didukung saat mereka medapat penerimaan, empati dan kedekatan.

Keluarga yang memberi dukungan dengan menawarkan bantuan akan mempermudah indidividu yang bercerai untuk melewati masa transisi dan memfasilitasi penyesuaian jangka panjang. Orangtua biasanya menjadi pendamping dalam masalah praktis seperti dukungan keungan, rumah, dan dalam hal mengasuh anak. Kehadiran orang tua juga dapat membantu mengatasi loneliness. Kehadiran dan dukungan emosional orang tua juga sangat membantu. Tinggal satu rumah dengan orang tua karena orang tua akan memberikan saran mana yang harus dilakukan dan mana yang


(16)

tidak harus dilakukan sehingga dapat menurunkan stres. Dukungan dari saudara dan mantan mertua juga dapat membantu individu yang bercerai untuk melakukan penyesuaian lebih baik.

Dukungan sosial yang paling penting adalah dengan memiliki teman dekat. Individu yang memiliki teman dekat, seseorang yang menawarkan social intimacy, merasakan stres, depresi dan kecemasan yang lebih rendah dan lebih baik melakukan penyesuaian terhadap perceraiannya dibandingkan dengan individu yang hanya memilki teman yang untuk berbagi hobi dan nilai- nilai.

Menjalin hubungan kembali dengan lawan jenis juga membantu penyesuaian terhadap perceraian baik pada wanita maupun pria. Hubungan ini akan membantu mereka untuk menilai kelebihan dan kelemahan serta mengurangi lonliness. Mereka akan lebih menerima bahwa pernikahan telah berakhir dan harus melangkah maju. Hal ini akan mengakibatkan penurunan pada kelekatan terhadap mantan suami.

5. Asisten Profesional

Penggunaan jasa profesional juga dapat membantu individu yang bercerai untuk melakukan penyesuaian terhadap perceraiannya. Menjadi bagian dari komunitas keagamaan juga membantu individu untuk melakukan penyesuaian terhadap perceraian karena individu yang bercerai akan mendapat dukungan sosial, dukungan praktis, kesempatan untuk bertemu dengan pria atau wanita dewasa lainnya dan merasa menjadi bagian dari komunitas tersebut.

6. Pentingnya Uang

Uang merupakan masalah yang sangat penting setelah bercerai pada wanita maupun pada pria. Cara seseorang melakukan penyesuaian terhadap perceraiannya sangat berhubungan dengan situasi ekonominya.


(17)

Pertama, level pendapatan merupakan hal yang penting. Individu dengan pendapatan yang tinggi akan melakukan penyesuaian terhadap perceraiannya lebih baik. Hal ini akan menjadi masalah, khususnya pada individu yang memilki pendapatan di bawah kesejahteraan. Uang bukan jaminan bagi seseorang untuk bisa menyesuaikan diri terhadap perceraiannya tetapi dengan tidak memiliki uang akan membuat hal tersebut menjadi hampir tidak mungkin.

Kedua dan hal yang lebih penting untuk menyesuaikan diri terhadap perceraiaan adalah penurunan pendapatan. Saat seseorang merasa kondisi ekonominya semakin menurun semenjak bercerai, mereka lebih cenderung mengalami depresi dan lebih banyak megalami masalah. Penurunan pendapatan merupakan faktor yang sangat beresiko pada masa setelah bercerai.

Ketiga, sumber pendapatan merupakan hal yang penting untuk melakukan penyesuaian yang baik setelah perceraian. Individu yang bercerai menunjukkan penyesuaian yang baik terhadap perceraiannya saat mereka bisa menggambarkan sumber pendapatannya dibandingkan dengan individu bercerai yang pendapatannya bergantung pada orang lain ataupun pemerintah.

Keempat, kemananan dari pendapatan juga merupakan hal yang penting. Kenyataannya, merasakan ketidaknyaman secara ekonomi lebih mengalami kesejahteraan psikologis yang buruk dibandingkan dengan berpendapatan rendah.

7. Signifikansi Pekerjaan

Individu menyesuaikan dirinya dengan lebih baik terhadap perceraiannya jika mereka bekerja dan lebih memilki kestabilan, kompleks, kepuasan, dan penghasilan yang bagus terhadap perkerjaannya. Saat bercerai, wanita yang memilki pekerjaan dengan level yang tinggi tidak mengalami peningkatan dalam terjadinya kecelakaan,


(18)

bunuh diri, dan addiction. Mereka tidak mengalami deperesi dan kecemasan seperti wanita dengan level pekerjaan yang lebih rendah.

Pekerjaan juga merupakan pelindung untuk menghadapi stres setelah bercerai. Pada suatu studi menunjukkan bahwa hal – hal yang menjadi sumber stres setelah bercerai seperti penurunan pendapatan, kehilangan teman- teman dan pindah ke rumah dengan lingkungan yang baru, berkaitan dengan penyesuaian yang buruk setelah bercerai hanya dialami oleh orang – orang bercerai yang tidak bekerja.

8. Getting along Mantan Pasangan

Faktor penting lainnya untuk penyesuaian terhadap perceraian adalah bentuk hubungan dengan mantan pasangan setelah bercerai. Setelah pasangan bercerai, konflik diantara mereka tidak akan langsung selesai, walaupun pada beberapa pasangan tidak. Peneliti menemukan bahwa beberapa tahun setelah bercerai, kebanyakan pasangan yang bercerai tidak marah secara intens lagi terhadap mantan pasangannya, namun paling tidak setengah dari mereka masih merasakan kemarahan dengan mantan pasangan mereka.

Saat pasangan memilki hubungan yang tidak baik satu dengan lainnya setelah bercerai maka mereka akan memilki masalah dalam penyesuaiannya terhadap perceraiannya. Jika komunikasi diantara tidak terbuka dan dengan perilaku yang rasional, maka mereka memilki masalah. Wanita yang memilki cara komunikasi dengan marah ditemukan lebih mengalami kecemasan dibandingkan dengan wanita dengan yang bisa mendiskusikan permasalahnnya dengan mantan suaminya. Beberapa tahun setelah perceraian, wanita yang masih memliki perasaan negatif terhadap mantan pasangannya lebih depresi secara klinis, sedangkan pasangan yang kooperatif secara


(19)

umum puas dengan kehidupan mereka dan memilki kesejahteraan psikologis yang baik dibandingakan dengan pasangan yang memilki hubungan negatif.

C. Sukses atau Gagalnya Penyesuaian Perceraian

Lama Waktu yang dibutuhkan seseorang untuk melakukan penyesuaian setelah perceraian berlangsung merupakan hal sulit untuk dijawab karena penyesuaian terhadap perceraian bukan merupakan hal yang bisa terselesaikan dalam satu waktu. Stewart & Brentano (2006) mengemukakan bahwa secara umum, individu yang bercerai membutuhkan waktu tiga sampai empat tahun setelah bercerai untuk bisa kembali normal.

Kitson,1992; Kitson & Morgan,1990 (dalam Amato,2000) mengemukakan bahwa terdapat tiga hal yang menunjukan penyesuaian perceraian yang sukses, yaitu :

1. Mengalami sedikit simptom – simptom yang berhubungan dengan perceraian. 2. Mampu berfungsi dengan baik dalam peranan dalam keluarga ataupun

pekerjaan.

3. Mengembangkan identitas dan gaya hidup yang tidak bergantung dengan pasangan sebelumnya.

Sikap masyarakat terhadap perceraian juga mempengaruhi seseorang yang bercerai menghadapi perceraiannya. Hal ini terlihat dalam penelitian Amato (1994 dalam Cohen & Savaya, 2003) terhadap wanita Indian yang bercerai bahwa stigma negatif masyarakat terhadap perceraian menyebabkan konsekuensi perceraian yang dialami menjadi sangat sulit jika dibandingkan dengan wanita Amerika yang bercerai. Bukan hanya sikap masyarakat, sikap individu yang bercerai juga mempengaruhi penyesuaian perceraian yang dialaminya setelah bercerai. Bagi individu yang


(20)

menganggap bahwa perceraian merupakan suatu kegagalan moral akan lebih mudah merasakan stres dan depresi (Stewart & Brentano, 2006).

Dampak negatif yang ditimbulkan akibat perceraian dialami hampir sebagian besar indvidu yang bercerai baik secara personal maupun sosial (Amoto,2000). Stewart & Brentano (2006) mengemukakan bahwa walaupun wanita yang bercerai menghadapi permasalahan yang tidak begitu parah dibanding pria, tetapi berlangsung lama. Pada beberapa tahun setelah bercerai dilaporkan bahwa wanita mengalami level distress yang lebih tinggi dan depresi dibandingkan pria. Lamanya efek negatif dari perceraian pada wanita juga dibuktikkan oleh studi longitudinal yang dilakukan oleh Lorenz, dkk pada tahun 2006. Sebelumnya, pada tahun 1996, Lorenz, dkk telah melakukan penelitian terhadap wanita di daerah pedesaan Ohio, Amerika Serikat dan hasilnya menunjukkan bahwa wanita yang bercerai memiliki level yang lebih tinggi terhadap penyakit dan simptom- simptom depresi. Kemudian pada tahun 2006 penelitian dilakukan kembali pada sampel yang sama dan ditemukan bahwa para wanita yang bercerai tersebut masih memiliki level yang lebih tinggi terhadap penyakit dan simptom- simptom depresi dibandingkan dengan wanita yang menikah.


(21)

DAFTAR PUSTAKA

Amato, Paul, R. (2000). The consequences of divorces for adults and children. Journal of marriage and the family, vol.62, No. 4. Diakses 6 September 2008. http://www.jstor.org/stable/1566735

Atwater, S. (1983). Psychology of adjustment personal growth in changing worth: second sdition. New Jersey: Prantice Hall.

Cohen, Orna., Savaya, Rivka. (2003). Adjustment to divorce : a preliminary study among muslim arab citizen of Israel, vol. 42, No. 2. Diakses 25 Oktober 2008. Degenova, Mary. Kay. (2008). Intimate Relationship Marriage and Families. United

States : McGraw-Hill.

Duvall, E. M., & Miller, C. M. (1985). Marriage and Family Development 6th ed. New York: Harper & Row Publishers.

Lorenz, O.F., Wickrama, K.A.S., Conger, R.D., Eder, G.H. (2006). The Short Term and Decade –Long Effects of Divorce on Women’s Midlife Health. Albany : Journal of health and Social Behavior. (on-line)

Stewart, A. Clarke., Brentano, Cornelia. (2006). Divorce cause and consequences. London: Yale University Press


(1)

tidak harus dilakukan sehingga dapat menurunkan stres. Dukungan dari saudara dan mantan mertua juga dapat membantu individu yang bercerai untuk melakukan penyesuaian lebih baik.

Dukungan sosial yang paling penting adalah dengan memiliki teman dekat. Individu yang memiliki teman dekat, seseorang yang menawarkan social intimacy, merasakan stres, depresi dan kecemasan yang lebih rendah dan lebih baik melakukan penyesuaian terhadap perceraiannya dibandingkan dengan individu yang hanya memilki teman yang untuk berbagi hobi dan nilai- nilai.

Menjalin hubungan kembali dengan lawan jenis juga membantu penyesuaian terhadap perceraian baik pada wanita maupun pria. Hubungan ini akan membantu mereka untuk menilai kelebihan dan kelemahan serta mengurangi lonliness. Mereka akan lebih menerima bahwa pernikahan telah berakhir dan harus melangkah maju. Hal ini akan mengakibatkan penurunan pada kelekatan terhadap mantan suami.

5. Asisten Profesional

Penggunaan jasa profesional juga dapat membantu individu yang bercerai untuk melakukan penyesuaian terhadap perceraiannya. Menjadi bagian dari komunitas keagamaan juga membantu individu untuk melakukan penyesuaian terhadap perceraian karena individu yang bercerai akan mendapat dukungan sosial, dukungan praktis, kesempatan untuk bertemu dengan pria atau wanita dewasa lainnya dan merasa menjadi bagian dari komunitas tersebut.

6. Pentingnya Uang

Uang merupakan masalah yang sangat penting setelah bercerai pada wanita maupun pada pria. Cara seseorang melakukan penyesuaian terhadap perceraiannya sangat berhubungan dengan situasi ekonominya.


(2)

Pertama, level pendapatan merupakan hal yang penting. Individu dengan pendapatan yang tinggi akan melakukan penyesuaian terhadap perceraiannya lebih baik. Hal ini akan menjadi masalah, khususnya pada individu yang memilki pendapatan di bawah kesejahteraan. Uang bukan jaminan bagi seseorang untuk bisa menyesuaikan diri terhadap perceraiannya tetapi dengan tidak memiliki uang akan membuat hal tersebut menjadi hampir tidak mungkin.

Kedua dan hal yang lebih penting untuk menyesuaikan diri terhadap perceraiaan adalah penurunan pendapatan. Saat seseorang merasa kondisi ekonominya semakin menurun semenjak bercerai, mereka lebih cenderung mengalami depresi dan lebih banyak megalami masalah. Penurunan pendapatan merupakan faktor yang sangat beresiko pada masa setelah bercerai.

Ketiga, sumber pendapatan merupakan hal yang penting untuk melakukan penyesuaian yang baik setelah perceraian. Individu yang bercerai menunjukkan penyesuaian yang baik terhadap perceraiannya saat mereka bisa menggambarkan sumber pendapatannya dibandingkan dengan individu bercerai yang pendapatannya bergantung pada orang lain ataupun pemerintah.

Keempat, kemananan dari pendapatan juga merupakan hal yang penting. Kenyataannya, merasakan ketidaknyaman secara ekonomi lebih mengalami kesejahteraan psikologis yang buruk dibandingkan dengan berpendapatan rendah.

7. Signifikansi Pekerjaan

Individu menyesuaikan dirinya dengan lebih baik terhadap perceraiannya jika mereka bekerja dan lebih memilki kestabilan, kompleks, kepuasan, dan penghasilan yang bagus terhadap perkerjaannya. Saat bercerai, wanita yang memilki pekerjaan dengan level yang tinggi tidak mengalami peningkatan dalam terjadinya kecelakaan,


(3)

bunuh diri, dan addiction. Mereka tidak mengalami deperesi dan kecemasan seperti wanita dengan level pekerjaan yang lebih rendah.

Pekerjaan juga merupakan pelindung untuk menghadapi stres setelah bercerai. Pada suatu studi menunjukkan bahwa hal – hal yang menjadi sumber stres setelah bercerai seperti penurunan pendapatan, kehilangan teman- teman dan pindah ke rumah dengan lingkungan yang baru, berkaitan dengan penyesuaian yang buruk setelah bercerai hanya dialami oleh orang – orang bercerai yang tidak bekerja.

8. Getting along Mantan Pasangan

Faktor penting lainnya untuk penyesuaian terhadap perceraian adalah bentuk hubungan dengan mantan pasangan setelah bercerai. Setelah pasangan bercerai, konflik diantara mereka tidak akan langsung selesai, walaupun pada beberapa pasangan tidak. Peneliti menemukan bahwa beberapa tahun setelah bercerai, kebanyakan pasangan yang bercerai tidak marah secara intens lagi terhadap mantan pasangannya, namun paling tidak setengah dari mereka masih merasakan kemarahan dengan mantan pasangan mereka.

Saat pasangan memilki hubungan yang tidak baik satu dengan lainnya setelah bercerai maka mereka akan memilki masalah dalam penyesuaiannya terhadap perceraiannya. Jika komunikasi diantara tidak terbuka dan dengan perilaku yang rasional, maka mereka memilki masalah. Wanita yang memilki cara komunikasi dengan marah ditemukan lebih mengalami kecemasan dibandingkan dengan wanita dengan yang bisa mendiskusikan permasalahnnya dengan mantan suaminya. Beberapa tahun setelah perceraian, wanita yang masih memliki perasaan negatif terhadap mantan pasangannya lebih depresi secara klinis, sedangkan pasangan yang kooperatif secara


(4)

umum puas dengan kehidupan mereka dan memilki kesejahteraan psikologis yang baik dibandingakan dengan pasangan yang memilki hubungan negatif.

C. Sukses atau Gagalnya Penyesuaian Perceraian

Lama Waktu yang dibutuhkan seseorang untuk melakukan penyesuaian setelah perceraian berlangsung merupakan hal sulit untuk dijawab karena penyesuaian terhadap perceraian bukan merupakan hal yang bisa terselesaikan dalam satu waktu. Stewart & Brentano (2006) mengemukakan bahwa secara umum, individu yang bercerai membutuhkan waktu tiga sampai empat tahun setelah bercerai untuk bisa kembali normal.

Kitson,1992; Kitson & Morgan,1990 (dalam Amato,2000) mengemukakan bahwa terdapat tiga hal yang menunjukan penyesuaian perceraian yang sukses, yaitu :

1. Mengalami sedikit simptom – simptom yang berhubungan dengan perceraian. 2. Mampu berfungsi dengan baik dalam peranan dalam keluarga ataupun

pekerjaan.

3. Mengembangkan identitas dan gaya hidup yang tidak bergantung dengan pasangan sebelumnya.

Sikap masyarakat terhadap perceraian juga mempengaruhi seseorang yang bercerai menghadapi perceraiannya. Hal ini terlihat dalam penelitian Amato (1994 dalam Cohen & Savaya, 2003) terhadap wanita Indian yang bercerai bahwa stigma negatif masyarakat terhadap perceraian menyebabkan konsekuensi perceraian yang dialami menjadi sangat sulit jika dibandingkan dengan wanita Amerika yang bercerai. Bukan hanya sikap masyarakat, sikap individu yang bercerai juga mempengaruhi penyesuaian perceraian yang dialaminya setelah bercerai. Bagi individu yang


(5)

menganggap bahwa perceraian merupakan suatu kegagalan moral akan lebih mudah merasakan stres dan depresi (Stewart & Brentano, 2006).

Dampak negatif yang ditimbulkan akibat perceraian dialami hampir sebagian besar indvidu yang bercerai baik secara personal maupun sosial (Amoto,2000). Stewart & Brentano (2006) mengemukakan bahwa walaupun wanita yang bercerai menghadapi permasalahan yang tidak begitu parah dibanding pria, tetapi berlangsung lama. Pada beberapa tahun setelah bercerai dilaporkan bahwa wanita mengalami level distress yang lebih tinggi dan depresi dibandingkan pria. Lamanya efek negatif dari perceraian pada wanita juga dibuktikkan oleh studi longitudinal yang dilakukan oleh Lorenz, dkk pada tahun 2006. Sebelumnya, pada tahun 1996, Lorenz, dkk telah melakukan penelitian terhadap wanita di daerah pedesaan Ohio, Amerika Serikat dan hasilnya menunjukkan bahwa wanita yang bercerai memiliki level yang lebih tinggi terhadap penyakit dan simptom- simptom depresi. Kemudian pada tahun 2006 penelitian dilakukan kembali pada sampel yang sama dan ditemukan bahwa para wanita yang bercerai tersebut masih memiliki level yang lebih tinggi terhadap penyakit dan simptom- simptom depresi dibandingkan dengan wanita yang menikah.


(6)

DAFTAR PUSTAKA

Amato, Paul, R. (2000). The consequences of divorces for adults and children. Journal of marriage and the family, vol.62, No. 4. Diakses 6 September 2008. http://www.jstor.org/stable/1566735

Atwater, S. (1983). Psychology of adjustment personal growth in changing worth: second sdition. New Jersey: Prantice Hall.

Cohen, Orna., Savaya, Rivka. (2003). Adjustment to divorce : a preliminary study among muslim arab citizen of Israel, vol. 42, No. 2. Diakses 25 Oktober 2008. Degenova, Mary. Kay. (2008). Intimate Relationship Marriage and Families. United

States : McGraw-Hill.

Duvall, E. M., & Miller, C. M. (1985). Marriage and Family Development 6th ed. New York: Harper & Row Publishers.

Lorenz, O.F., Wickrama, K.A.S., Conger, R.D., Eder, G.H. (2006). The Short Term and Decade –Long Effects of Divorce on Women’s Midlife Health. Albany : Journal of health and Social Behavior. (on-line)

Stewart, A. Clarke., Brentano, Cornelia. (2006). Divorce cause and consequences.