Karakterisasi Tepung Kasava Yang Dimodifikasi Dengan Bakteri Selulolitik

(1)

DAMPAK INDUSTRI PENGOLAHAN SALAK TERHADAP

PENINGKATAN PENDAPATAN DAN KESEMPATAN KERJA

BAGI PETANI SEKITAR

(Studi kasus : Desa Parsalakan, Kecamatan Angkola Barat, Kabupaten Tapanuli Selatan)

SKRIPSI

OLEH

CICI MUTIARA SYARIF 050304041

AGRIBISNIS

DEPARTEMEN AGRIBISNIS

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(2)

DAMPAK INDUSTRI PENGOLAHAN SALAK TERHADAP

PENINGKATAN PENDAPATAN DAN KESEMPATAN KERJA

BAGI PETANI SEKITAR

(Studi kasus : Desa Parsalakan, Kecamatan Angkola Barat, Kabupaten Tapanuli Selatan)

SKRIPSI

OLEH

CICI MUTIARA SYARIF 050304041

AGRIBISNIS

Skripsi Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pertanian Di Fakultas Pertanian

Universitas Sumatera Utara, Medan

Disetujui Oleh : Komisi Pembimbing

Ketua Anggota

Ir. Iskandarini, MM. M. Mozart B. Darus, M.Sc. NIP. 132 094 812 NIP.131 689 798

DEPARTEMEN AGRIBISNIS

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(3)

ABSTRAK

Cici Mutiara Syarif (050304041) dengan judul skripsi DAMPAK INDUSTRI

PENGOLAHAN SALAK TERHADAP PENINGKATAN PENDAPATAN DAN KESEMPATAN KERJA BAGI PETANI SEKITAR (Studi Kasus : Desa Parsalakan, Kecamatan Angkola Barat, Kabupaten Tapanuli Selatan)

Penulisan skripsi ini dibimbing oleh Ibu Ir. Iskandarini, MM dan Bapak H.M. Mozart B. Darus, M.Sc.

Sebagai buah asli Indonesia, salak mempunyai prospek cukup cerah, masyarakat Indonesia menyukai buah ini sehingga konsumsi salak untuk pasaran lokal cukup tinggi. Oleh pemerintah, salak ditetapkan sebagai salah satu komoditas yang mendapat prioritas untuk ditingkatkan nilai ekspornya. Permintaan buah salak cenderung konstan, sehingga pengolahan buah salak sangat diperlukan. Kabupaten Tapanuli Selatan merupakan Kabupaten yang sangat terkenal dengan buah salaknya. Di Kabupaten tersebut juga berdiri sebuah industri pengolahan salak. Dengan adanya industri tersebut maka akan memberikan dampak bagi petani sekitar. Salah satunya adalah peningkatan pendapatan dan kesempatan kerja. Karena dengan adanya industri maka volume penjualan meningkat sehingga pendapatan bertambah dan pada akhirnya petani memutuskan untuk menambah luas lahan sehingga kesempatan kerja juga meningkat.

Metode yang digunakan dalam penelitian adalah uji beda rata-rata dengan uji 2 arah sebelum dan sesudah industri pengolahan salak (Paried Sampel T-test) dan analisis pendapatan dan tenaga kerja sebelum dan sesudah industri pengolahan salak. Sampel yang digunakan sebanyak 30 sampel yang ditetapkan secara Simple Random Sampling dengan pertimbangan bahan sampel penelitian bersifat homogen atau rata-rata memiliki luas lahan dan lama bekerja yang sama. Dari hasil penelitian diperoleh :

1. Pendapatan petani salak sebelum ada industri pengolahan salak adalah rendah 2. Kesempatan kerja bagi petani salak sebelum industri pengolahan salak sebesar

346 orang

3. Ada dampak industri pengolahan salak terhadap peningkatan pendapatan 4. Ada dampak industri pengolahan salak terhadap kesempatan kerja Kata kunci : Tingkat Pendapatan, Kesempatan Kerja


(4)

RIWAYAT HIDUP

CICI MUTIARA SYARIF, dilahirkan di Medan pada tanggal 25 Mei

1987, sebagai anak dari ayahanda Syarifuddin Tanjung, dan ibunda Asni Yeti, SPd. Penulis merupakan anak keempat dari empat bersaudara.

Penulis menyelesaikan pendidikan formal di TK Aba Melati tahun 1993, SD Negeri 066663 Medan tahun 1999, SMP Negeri 29 Medan tahun 2002 dan SMA Swasta Muhammadiyah 01 Medan tahun 2005. Pada tahun 2005 penulis diterima di Program Studi Agribisnis, Departemen Sosial Ekonomi Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara melalui jalur Pemanduan Minat dan Prestasi (PMP).

Selama masa perkuliahan penulis aktif mengikuti berbagai organisasi kemahasiswaan, antara lain Badan Kenaziran Mushola (BKM) Al-Mukhlisin FP USU, Forum Silaturahmi Mahasiswa Muslim Sosial Ekonomi Pertanian (FSMM-SEP).

Pada bulan Mei 2009 penulis melaksanakan penelitian skripsi di Desa Parsalakan, Kecamatan Angkola Barat, Kabupaten Tapanuli Selatan. Kemudian pada bulan Juni 2009 melaksanakan Praktik Kerja Lapangan (PKL) di Desa Bangun I, Kecamatan Parbuluan, Kabupaten Dairi, Provinsi Sumatera Utara.


(5)

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT karena atas rahmat, hidayah dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik.

Skripsi ini berjudul DAMPAK INDUSTRI PENGOLAHAN SALAK

TERHADAP PENINGKATAN PENDAPATAN DAN KESEMPATAN

KERJA BAGI PETANI SEKITAR (Studi Kasus : Desa Parsalakan,

Kecamatan Angkola Barat, Kabupaten Tapanuli Selatan). Adapun tujuan dari

penulisan skripsi ini sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana pada Departemen Sosial Ekonomi Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara, Medan.

Pada kesempatan ini dengan segala ketulusan dan kerendahan hati penulis mengucapkan terima kasih kepada :

1. Ibu Ir. Iskandarini, MM selaku Ketua Komisi Pembimbing

2. Bapak M. Mozar B. Darus, M,Sc. selaku Anggota Komisi Pembimbing. 3. Bapak Ir. Luhut Sihombing, MP selaku Ketua Departemen SEP, FP, USU 4. Ibu Dr. Ir. Salmiah, MS selaku Sekretaris Departemen SEP, FP, USU 5. Seluruh staf pengajar dan pegawai di Departemen SEP, FP, USU

6. Seluruh Petani Salak yang Menjadi Sampel Dalam Penelitian di Desa Parsalakan

7. Bapak Gulma Mendrofa selaku pemilik dari Showroom dan Workshop Sentra Industri Kecil Pengolahan Buah Salak Agrina

8. Seluruh Pegawai di Showroom dan Workshop Sentra Industri Kecil Pengolahan Buah Salak Agrina


(6)

9. Seluruh instansi yang terkait dengan penelitian yang telah membantu penulis dalam memperoleh data – data yang diperlukan

Segala hormat dan terima kasih secara khusus penulis ucapkan kepada Ayahanda ayahanda Syarifuddin Tanjung, dan ibunda Asni Yetti, SPd atas motivasi, kasih sayang dan dukungan baik secara moril maupun materil yang diberikan kepada penulis selama menjalani kuliah, serta bang Ipmawan Syarif, SP dan Azhar Syarif, kak Putri Melati Syarif, S.Farm dan Abang ipar Sultan Saladin Adnan, SE yang telah turut membantu dan menyemangati dalam penyelesaian skripsi ini.

Terima kasih penulis ucapkan kepada teman – teman penulis di Departemen Sosial Ekonomi Pertanian stambuk 2005 khususnya Cayi, Sry, La2, Name, Emi, Ipum, Maya dan Lyana yang telah banyak membantu, memberi semangat dan memotiasi penulis dalam menyelesaikan penulisan skripsi ini.

Terakhir, penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat untuk kita semua. Amin.

Medan, Januari 2010

Penulis


(7)

DAFTAR ISI

Hal

ABSTRAK ... i

RIWAYAT HIDUP ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

DAFTAR ISI ... v

DAFTAR TABEL ... vii

DAFTAR GAMBAR ... ix

DAFTAR LAMPIRAN ... x

PENDAHULUAN ... 1

Latar Belakang ... 1

Identifikasi Masalah ... 5

Tujuan Penelitian ... 5

Kegunaan Penelitian ... 6

TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN ... 7

Tinjauan Pustaka ... 7

Landasan Teori ... 11

Kerangka Pemikiran ... 15

Hipotesis Penelitian ... 18

METODE PENELITIAN ... 19

Metode Penentuan Daerah Penelitian... 19

Metode Pengambilan Sampel ... 19

Metode Pengumpulan Data ... 19

Metode Analisis Data ... 20

Defenisi dan Batasan Operasional ... 22

Defenisi ... 22

Batasan Operasional ... 23

DESKRIPSI DAERAH PENELITIAN DAN KARAKTERISTIK RESPONDEN... 24

Deskripsi Daerah Penelitian ... 24

Luas dan Letak Geografis ... 24

Keadaan Penduduk ... 24

Sarana dan Prasarana ... 27


(8)

Karakteritik Industri Secara Umum ... 29

HASIL DAN PEMBAHASAN ... 31

Tingkat Pendapatan Petani Sebelum dan Sesudah Ada Industri Pengolahan Salak ... 31

Pendapatan Petani Sebelum Industri Pengolahan Salak ... 32

Pendapatan Petani Sesudah Industri Pengolahan Salak ... 35

Tingkat Kesempatan Keraja Sebelum dan Sesudah Industri Pengolahan Salak ... 39

KESIMPULAN ... 45

Kesimpulan ... 45

Saran ... 45

Saran Kepada Petani ... 45

Saran Kepada Pengolah ... 45


(9)

ABSTRAK

Cici Mutiara Syarif (050304041) dengan judul skripsi DAMPAK INDUSTRI

PENGOLAHAN SALAK TERHADAP PENINGKATAN PENDAPATAN DAN KESEMPATAN KERJA BAGI PETANI SEKITAR (Studi Kasus : Desa Parsalakan, Kecamatan Angkola Barat, Kabupaten Tapanuli Selatan)

Penulisan skripsi ini dibimbing oleh Ibu Ir. Iskandarini, MM dan Bapak H.M. Mozart B. Darus, M.Sc.

Sebagai buah asli Indonesia, salak mempunyai prospek cukup cerah, masyarakat Indonesia menyukai buah ini sehingga konsumsi salak untuk pasaran lokal cukup tinggi. Oleh pemerintah, salak ditetapkan sebagai salah satu komoditas yang mendapat prioritas untuk ditingkatkan nilai ekspornya. Permintaan buah salak cenderung konstan, sehingga pengolahan buah salak sangat diperlukan. Kabupaten Tapanuli Selatan merupakan Kabupaten yang sangat terkenal dengan buah salaknya. Di Kabupaten tersebut juga berdiri sebuah industri pengolahan salak. Dengan adanya industri tersebut maka akan memberikan dampak bagi petani sekitar. Salah satunya adalah peningkatan pendapatan dan kesempatan kerja. Karena dengan adanya industri maka volume penjualan meningkat sehingga pendapatan bertambah dan pada akhirnya petani memutuskan untuk menambah luas lahan sehingga kesempatan kerja juga meningkat.

Metode yang digunakan dalam penelitian adalah uji beda rata-rata dengan uji 2 arah sebelum dan sesudah industri pengolahan salak (Paried Sampel T-test) dan analisis pendapatan dan tenaga kerja sebelum dan sesudah industri pengolahan salak. Sampel yang digunakan sebanyak 30 sampel yang ditetapkan secara Simple Random Sampling dengan pertimbangan bahan sampel penelitian bersifat homogen atau rata-rata memiliki luas lahan dan lama bekerja yang sama. Dari hasil penelitian diperoleh :

1. Pendapatan petani salak sebelum ada industri pengolahan salak adalah rendah 2. Kesempatan kerja bagi petani salak sebelum industri pengolahan salak sebesar

346 orang

3. Ada dampak industri pengolahan salak terhadap peningkatan pendapatan 4. Ada dampak industri pengolahan salak terhadap kesempatan kerja Kata kunci : Tingkat Pendapatan, Kesempatan Kerja


(10)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Sebagai negara agraris, Indonesia kaya akan ragam jenis buah. Keanekaragaman jenis ini tampak dari rasanya yang manis, asam, sepat, maupun pahit, dari bentuknya yang bulat maupun lonjong, dari yang ukurannya yang kecil maupun besar, dari tekstur kulit luarnya yang mulus, berlekuk, maupun berduri, bahkan dari warnanya yang hijau, kuning, jingga, maupun merah. Walaupun Indonesia kaya akan jenis buah, namun banyak penduduknya yang tidak peduli akan kekayaan itu (Nazaruddin, dan Muchlisa, F, 1994).

Sumber daya pertanian di Indonesia merupakan salah satu keunggulan yang secara sadar telah dijadikan salah satu pilar pembangunan dalam bentuk agroindustri, baik pada orde baru, reformasi dan saat ini. Pertanian akan mampu menjadi penyelamat bila dilihat sebagai sebuah system yang terkait dengan industri dan jasa. Jika pertanian hanya berhenti sebagai aktivitas budidaya ( on

farm agribusiness ) nilai tambahnya kecil. Nilai tambah pertanian dapat

ditingkatkan melalui kegiatan hilir ( off farm agribusiness ), berupa agroindustri dan jasa berbasis pertanian( Mangunwidjaja dan Illah, 2005 ).

Salah satu produk pertanian yang bisa ditingkatkan nilai tambahnya adalah buah salak. Hasil olahan salak misalnya dodol salak, sirup salak, madu salak, kurma salak, keripik salak dan dapat dijadikan dalam bentuk olahan lainnya. Menurut Tim Penulis Penebar Swadaya (1992) konsumsi salak untuk pasaran


(11)

local tercatat sangat tinggi sebab rakyat Indonesia yang jumlahnya ratusan juta jiwa umumnya menggemari buah salak.

Di Kabupaten Tapanuli Selatan Propinsi Sumatera Utara misalnya banyak terdapat buah Salak. Tabel 1 menjelaskan luas panen, produktivitas dan produksi masih positif yang berarti bahwa potensi dan kecenderungannya terus meningkat. Sehingga pengolahan buah salak sangat diperlukan.

Tabel 1. Luas panen, produktivitas dan produksi Salak per Kabupaten/Kota di Propinsi Sumatera Utara 2006.

No Kabupaten/ Kota

Salak Luas Panen

(Ha)

Produktivitas (Kw/Ha)

Produksi (Ton)

1. Medan 1 60.00 6

2. Langkat 2 250.00 50

3. Deli Serdang 4 250.00 100

4. Simalungun 3 300.00 90

5. Tanah Karo 0 0.00 0

6. Asahan 1 250.00 25

7. Labuhan Batu 0 0.00 0

8. Tapanuli Utara 4 375.00 150

9. Tapanuli Tengah 2 375.00 75

10. Tapanuli Selatan 5,205 441.46 229,781

11. Nias 0 0.00 0

12. Dairi 0 0.00 0

13. Tebing Tinggi 0 0.00 0

14. Tanjung Balai 0 0.00 0

15. Binjai 1 70.00 7

16. Pematang Siantar 0 0.00 0.00

17. Tobasa 0 0.00 0.00

18. Madina 2 300.00 60

19. Padang Sidempuan 391 409.95 16,029

20. Humbang Hasundutan 87 222.53 1936

21. Pakpak Bharat 5 160.00 80

22. Samosir 0 0.00 0

23. Serdang Bedagai 1 210.00 21


(12)

(Sumber: Dinas Pertanian Propinsi Sumatera Utara Tahun 2008)

Berdasarkan Tabel 1 dapat dilihat bahwa Kabupaten Tapanuli Selatan merupakan penghasil salak terbanyak di Sumatera Utara yang mendapat urutan pertama. Sehingga pengolahan buah salak sangat diperlukan.

Buah salak akan tersedia sepanjang tahun dalam jumlah maupun mutu yang sesuai dengan permintaan konsumen. Ini berarti pula suatu usaha agar tidak terjadi panen buah salak secara serempak yang mengakibatkan harga buah salak menjadi rendah (Soetomo, 2001).

Menurut Naibaho((b) (2009) karena harga buah salak tidak pernah stabil atau menjadi rendah di pasaran hingga sering membuat para petani menjadi bingung dan bahkan buah salak kebanggaan Kota Padangsidempuan ini tidak laku dijual. Bahkan, sering buah salak tidak jadi dipanen si pemiliknya karena tingginya biaya operasional dan distribusi dari lahan perkebunan hingga di pasar dan tidak sebanding dengan nilai jualnya yang sangat rendah. Maka muncullah strategi dari para kelompok tani untuk mengolah buah salak menjadi bahan produksi yang dapat dijual dengan sistem kemasan. Sehingga jangkauan pemasarannya bisa lebih luas lagi, tidak hanya masyarakat Tapanuli bagian Selatan saja dan tidak hanya menjual buah yang di panen dari kebun, tetapi sudah bisa diekspor baik dengan kemasan dan olahan yang baru ke seluruh daerah di Indonesia bahkan hingga ke luar negeri.

Pembangunan industri suatu lokasi sedikit banyak memberi harapan penduduk lokal untuk memperbaiki taraf kehidupan melalui kesempatan kerja di industri tersebut. Kesempatan kerja ini memberikan jalan bagi penduduk untuk


(13)

dapat menikmati kelebihan pendapatan. Menurut Soekartawi (2000), bahwa industri dapat meningkatkan pendapatan para pelaku agribisnis, mampu menyerap tanaga kerja, mampu menerapkan perolehan devisa dan mampu mendorong munculnya industri lain.

Di Kabupaten Tapanuli Selatan sendiri sudah ada industri kecil pengolahan buah salak yang menjadi berbagai produk turunan seperti dodol salak dan berbagai produk turunan lainnya. Industri kecil pengolahan buah salak ini sangat tertarik untuk meneliti buah salak karena menurut penelitian Mardiah pada skripsi dan penelitian dari Laboratorium IPB Bogor bahwa buah salak dapat menjadi makanan diet pengganti nasi karena zat yang terkandung dalam 100 mg buah salak dapat menggantikan fungsi nasi dalam tubuh manusia karena kandungan gizinya yang cukup lengkap. Selain itu buah salak segar dan salak olahan bermanfaat untuk menurunkan kolesterol, kadar gula dalam darah, mempertahankan kelembaban kulit, memperkuat struktur tulang dan meningkatkan daya tahan tubuh terhadap serangan penyakit (antibodi).

Industri pengolahan salak merupakan salah satu andalan di Kabupaten Tapanuli Selatan, dimana mempunyai peranan penting dalam menggerakkan pembangunan perekonomian wilayah. Industri pengolahan salak dapat dijadikan salah satu sektor disamping sektor-sektor lainnya dalam membuka kesempatan kerja dan mengurangi perbedaan pendapatan antar daerah karena umunya industri ini berada diwilayah pedesaan sehingga diharapkan hadirnya industri ini dapat menyerap angkatan kerja.


(14)

Berdasarkan latar belakang diatas, maka perlu dilakukan penelitian tentang dampak industri pengolahan salak terhadap peningkatan pendapatan dan kesempatan kerja di daerah penelitian.

Identifikasi Masalah

1. Bagaimana tingkat pendapatan petani salak sebelum ada Industri Pengolahan Salak di daerah penelitian?

2. Bagaimana tingkat kesempatan kerja sebelum ada Industri Pengolahan Salak di daerah penelitian ?

3. Apakah ada dampak Industri Pengolahan Salak terhadap tingkat pendapatan di daerah penelitian?

4. Apakah ada dampak Industri Pengolahan Salak terhadap kesempatan kerja di daerah penelitian?

Tujuan Penelitian

1. Mengidentifikasi tingkat pendapatan petani salak sebelum ada Industri Pengolahan Salak di daerah penelitian.

2. Mengidentifikasi tingkat kesempatan kerja petani sebelum ada Industri Pengolahan Salak di daerah penelitian.

3. Mengidentifikasi dampak Industri Pengolahan Salak terhadap tingkat pendapatan di daerah penelitian.

4. Mengidentifikasi dampak Industri Pengolahan Salak terhadap kesempatan kerja di daerah penelitian


(15)

Kegunaan Penelitian

1. Sebagai bahan informasi bagi pengusaha industri pengolahan salak untuk meningkatkan usahanya

2. Sebagai bahan informasi bagi para pengambil keputusan untuk perbaikan industri pengolahan salak

3. Sebagai bahan informasi dan referensi bagi pihak yang membutuhkan


(16)

TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA

PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN

Tinjauan Pustaka

Tanaman salak (Salacca Edulis Reinw) termasuk kelompok tanaman palmae yang tumbuh berumpun, umumnya tumbuh berkelompok. Tanaman salak dapat ditanam di daerah dataran rendah mulia dari tanah ngarai, daerah pesisir dan tepi pantai sampai ke dataran tinggi di lereng-lereng bukit atau pegunungan sampai pada ketinggian 750 meter di atas permukaan laut. Untuk tumbuh, idealnya tanaman salak menghendaki tanah yang gembur, subur dan banyak mengandung humus. Salak juga akan tumbuh baik pada tanah berlempung dan banyak mengandung pasir. Tanaman salak memerlukan air yang cukup, tetapi tidak tahan air yang tergenang dalam waktu lama (Anarsis,W, 1996).

Nama dagang internasional untuk buah asli Indonesia ini tergolong unik,

snake fruit. Julukan ini diberikan pada buah salak mungkin karena kulit buahnya

yang tersusun seperti sisik ular. Padahal beberapa buah salak unggul seperti salak mawar, salak bali, dan salak pondoh, rasanya sangat manis dan sangat bertolak belakang dengan julukan itu (Redaksi Agromedia, 2007).

Beberapa petani Salak di Sumatera, Jawa, dan Bali, yang menjadikan Salak sebagai sumber mata pencahariannya mempunyai penghasilan yang cukup lumayan. Jadi, dengan hanya berkebun Salak saja seorang petani dapat hidup lebih dari cukup; hal ini belum termasuk tambahan penghasilan dari pohon penaungnya.


(17)

Dari hari ke hari pendapatan petani kita semakin meningkat, karena petani semakin mampu memanfaatkan lahan pertaniannya semakin efisien. Tanaman pagar yang tidak menghasilkan telah diganti dengan tanaman Salak yang dapat berubah sepanjang tahun. Juga di sela-sela tanaman durian, petai, mangga dan sebagainya, yang beberapa waktu lalu hanya ditumbuhi rumput, sekarang dapat ditanami Salak yang hasilnya cukup lumayan sebagai tanbahan belanja dapur, biaya sekolah, atau untuk tabungan hari tua (Tjahjadi, 1991).

Di Indonesia terdapat banyak sekali jenis salak. Akan tetapi, yang banyak dikenal masyarakat diantaranya adalah :

1. Salak pondoh

Jenis buah salak ini kecil – kecil. Ujudnya tidak menarik, tetapi memiliki daging buah yang rasanya manis dan enak karena sedikit sekali rasa sepet. Daging buahnya tipis sampai agak tebal dengan warna putih susu. Rasanya manis dan enak sejak buah masih muda sampai pada tingkat menjelang masak. Bila buah sudah masak betul (masir) rasa tersebut akan sedikit berkurang. Pada umumnya salak pondoh dijual bersama tangkainya dalam tandan, tidak perbiji.

2. Salak bali

Jenis buah salak ini besarnya sedang, dalam waktu lima bulan saja buah sudah masak. Buah yang masak berwarna merah cokelat. Daging buah yang masak rasanya manis.


(18)

Salak ini berasal dari daerah cagar budaya Condet, Jakarta Timur dan identik dengan masyarakat betawi. Aroma salak ini paling harum dan tajam dibandingkan dengan salak jenis lain. Daging buahnya tebal, maser, kesat, tak berair, dan berwarna putih kekuningan. Rasanya bervariasi, dari kurang manis sampai manis.

4. Salak padang sidempuan

Salak padang sidempuan berasal dari daerah Tapanuli Selatan. Kulit buah salak ini berwarna hitam kecokelatan dan bersisik besar. Ciri khas utama salak ini adalah daging buahnya yang berwarna kuning tua berserabut merah. Rasa daging buahnya manis bercampur asam dan pada buah yang sudah tua rasa sepatnya hampir tidak ada.

5. Salak gading

Jenis buahnya kecil – kecil dengan warna kulit kuning gading mengkilat. Daging buahnya berwarna putih kekuningan. Rasanya manis dan enak bila sudah masak. Daun salak gading lebih bersih dan agak kekuningan.

6. Salak gula pasir

Salak gula pasir merupakan salah satu kultivar dari salak bali. Kelebihan salak ini adalah rasa daging buahnya yang sangat manis. Saking manisnya hingga mendekati kemanisan gula sehingga dinamakan salak gula pasir. Daging buahnya berwarna putih kusam dan renyah.

7. Salak manonjaya

Salak ini berasal dari daerah Manonjaya, Kabupaten Tasikmalaya, Jawa Barat. Kulit buah salak manonjaya terdiri atas susunan sisik yang sangat halus. Kulit buah salak ini termasuk yang paling tebal dibandingkan dengan jenis salak lainnya (Redaksi Agromedia, 2007).


(19)

Jumlah permintaan salak secara keseluruhan untuk didaerah-daerah di seluruh Indonesia secara kuantitatif belum dapat dipastikan, mengingat kurang adanya data yang mendukung. Namun melihat keadaan pasar saat ini, bardasarkan pengamatan langsung ke pasar-pasar di Sumatera, diperoleh gambaran bahwa pemintaan salak sangat cukup besar. Sentra produksi salak di Sumatera hanya di Padang Sidempuan yang cukup besar, di samping beberapa hektar tanaman salak di Lubuk Linggau (Kabupaten Musi Rawas) dan Kabupaten Ogan Komering Ulu. Di jawa, permintaan akan buah salak juga terus meningkat, walaupun banyak salak yang didatangkan dari luar Jawa (dari Bali dan Madura). Demikian juga permintaan salak di Kalimantan, Sulawesi dan sebagainya terus meningkat (Tjahjadi,1991).

Ada beberapa keuntungan yang dapat diambil dari mengusahakan tanaman salak diantaranya:

1. Penanamannya dapat dicampur atau ditumpangsarikan dengan tanaman tahunan yang pohonnya tinggi seperti kelapa, petai, kemiri, dan tanaman buah-buahan lainnya

2. Bentuk tajuk tanaman salak rendah, lebar dapat menahan deraaan hujan dan perakarannya dapat mencegah terjadinya erosi

3. Jarak tanamnya cukup rapat, untuk lahan yang luasnya 1 Hektar dapat ditanami salak antara lain 2.000-2.200 pohon

4. Pemanenannya dapat dilakukan sepanjang tahunatau dengan kata lain panen salak tidak mengenal musim.


(20)

5. Umur produktifnya sangat panjang, bisa mencapai puluhan tahun, ada keterangan yang menjelaskan bahwa umur produktif tanaman salak lebih dari 50 tahun.

6. Pemasaran buahnya mudah, sampai saat ini permintaan masyarakat akan buah salak tetap lebih tinggi dari persediaan dan pengangkutannya pun relatif mudah

7. Buah salak selain dapat dimakan langsung sebagai buah segar juga dapat diawetkan atau diolah menjadi asinan atau manisan dalam bentuk makanan kaleng

8. Gizi yang terkandung dalam buahnya cukup banyak, diantaranya karbohidrat. Di samping itu buah salak tidak mengandung lemak yang menurut hasil beberapa penelitian mengatakan bahwa buah salak baik untuk diet

(Anarsis,W, 1996).

Landasan Teori

Sektor pertanian sebetulnya mempunyai kaitan erat dengan sektor industri. Karena sektor pertanian menghasilkan bahan mentah yang pada gilirannya harus diolah oleh industri menjadi barang setengah jadi atau barang jadi dan sebaliknya sektor industri diharapkan mampu menghasilkan sendiri berbagai macam sarana produksi yang sangat diperlukan oleh industri pengolah pertanian, meliputi usaha yang mengolah bahan baku menjadi komoditi yang secara ekonomi menambah tinggi nilainya (Karmadi, 2003).


(21)

Banyaknya produksi buah, terutama salak, memerlukan suatu industri yang dapat mengolah buah tersebut dalam bentuk yang awet. Pabrik pengolahan dalam bentuk terpadu, artinya pabrik tersebut mampu megolah buah berbagai jenis dengan berbagai bentuk produk akan sangat tepat bagi pengembangan ekonomi Daerah. Industri pengolahan hasil pertanian memiliki daya saing yang kuat, karena memiliki keunggulan komparatif (sumber daya alam yang dapat diperbaharui, tenaga kerja yang banyak dan murah, serta berdaya tahan lama) dan kompetitif (segmen pasar dan diferensiasi produk).

Komponen pengolahan hasil pertanian menjadi penting karena pertimbangan sebagai berikut :

1. Meningkatkan Nilai Tambah

Dari beberapa penelitian menunjukkan bahwa pengolahan yang baik oleh produsen dapat meningkatkan nilai tambah dari hasil pertanian yang diproses. Kegiatan petani hanya dilakukan oleh petani yang mempunyai fasilitas pengolahan (pengupasan, pengirisan, tempat penyimpanan, keterampilan mengolah hasil, mesin pengolah, dan lain-lain). Sedangkan bagi pengusaha ini menjadikan kegiatan utama, karena dengan pengolahan yang baik maka nilai tambah barang pertanian meningkat sehingga mampu menerobos pasar, baik pasar domestik maupun pasar luar negeri

2. Kualitas Hasil

Salah satu tujuan dari hasil pertanian adalah meningkatkan kualitas. Dengan kualitas hasil yang lebih baik, maka nilai barang menjadi lebih tinggi dan keinginan konsumen menjadi terpenuhi. Perbedaan kualitas bukan saja


(22)

menyebabkan adanya perbedaan segmentasi pasar tetapi juga mempengaruhi harga barang itu sendiri

3. Penyerapan Tenaga Kerja

Bila pengolahan hasil dilakukan, maka banyak tenaga kerja yang diserap. Komoditi pertanian tertentu kadang-kadang justru menuntut jumlah tenaga kerja yang relatif besar pada kegiatan pengolahan

4. Meningkatkan keterampilan

Dengan keterampilan mengolah hasil, maka akan terjadi peningkatan keterampilan secara kumulatif sehingga pada akhirnya juga akan memperoleh hasil penerimaan usahatani yang lebih besar

5. Peningkatan Pendapatan

Konsekuensi logis dari pengolahan yang lebih baik akan menyebabkan total penerimaan yang lebih tinggi. Bila keadaan memungkinkan, maka sebaiknya petani mengolah sendiri hasil pertaniannya ini untuk mendapatkan kualitas hasil yang lebih baik yang harganya tinggi dan juga akhirnya akan mendatangkan total penerimaan atau total keuntungan yang lebih besar

(Soekartawi (c), 1999).

Industri pengolahan salak dapat memberikan dampak positif bagi daerah tempat berdirinya industri tersebut. Antara lain adalah mampu menghasilkan nilai tambah dan selanjutnya akan meningkatkan pendapatan masyarakat perdesaan serta dapat membuka lapangan kerja baru bagi masyarakat di sekitar (Anonimous, 2009).

Dampak adalah pengaruh yang terjadi terhadap pendapatan dan kesempatan kerja. Pendapatan petani adalah hasil dari penjualan produksi salak


(23)

yang diukur dalam satuan rupiah. Pendapatan petani salak diperoleh dari seberapa besar total biaya yang di keluarakan oleh petani dan seberapa besar penerimaan yang diterima oleh petani. Total biaya terdiri dari biaya tetap dan biaya variable. Biaya tetap adalah biaya yang dikeluarkan yang jumlahnya relative tetap selama masa produktif. Dalam hal ini, biaya tetap meliputi biaya penyusutan dari peralatan yang dugunakan oleh petani dan biaya PBB. Sedangkan biaya variabel adalah biaya yang besarnya tergantung pada jumlah produksi. Umumnya biaya variabel meliputi biaya tenaga kerja dan biaya sarana produksi (saprodi). Penerimaan diperoleh dari seberapa banyak hasil penjualan yang dihasilkan oleh petani salak dengan melihat harga jual salak per kg dan jumlah produksi yang dihasilkan.

Kesempatan kerja adalah peluang bekerja bagi angkatan kerja dengan adanya luas lahan yang bertambah, maka petani menambah penggunaan tenaga kerja untuk mengelolah usahataninya. Kesempatan kerja dapat dilihat dari seberapa besar peluang bekerja bagi tenaga kerja yang akan dipakai oleh petani salak dalam pengolahan usahatani salak di daerah penelitian.

Angkatan kerja adalah penduduk dalam usia kerja (15-64 tahun) atau seluruh penduduk dalam suatu negara yang dapat memproduksi barang atau jika ada permintaan tenaga kerja mereka dan jika mereka berpartisipasi dalam aktifitas tersebut (Suroto, 1992).

Menurut Muzhar (1994) Industri pengolahan hasil pertanian juga dapat memberikan kesempatan kerja dan meningkatkan pendapatan petani. Industri pengolahan hasil pertanian memiliki daya saing yang kuat, karena memiliki keunggulan komparatif (sumber daya alam yang dapat diperbaharui, tenaga kerja


(24)

yang banyak dan murah, serta berdaya tahan lama) dan kompetitif (segmen pasar dan diferensiasi produk). Pengolahan hasil menjadi salah satu bentuk kegiatan agroindustri yang utama. Usaha pengolahan hasil akan memberikan beberapa keuntungan antara lain :

1. Mengurangi kerugian ekonomi akibat kerusakan hasil pertanian 2. Meningkatkan nilai ekonomi hasil pertanian

3. Memperpanjang masa ketersediaan hasil pertanian baik dalam bentuk segar maupun dalam bentuk olahan

4. Meningkatkan keanekaragaman produk pertanian 5. Mempermudah penyimpanan dan pengangkutan

Kerangka Pemikiran

Industri pengolahan salak merupakan salah satu jenis industri dengan memanfaatkan salak sebagai bahan baku utamanya, dimana salak tersebut akan diolah sesuai dengan kebutuhan untuk dijual secara komersil. Usaha pengolahan salak adalah suatu kegiatan mengelola buah salak agar dapat mamiliki daya simpan yang lebih lama dan untuk mempertahankan ataupun meningkatkan nilai jual dari buah salak. Usaha industri pengolahan salak yang dilakukan pengusaha di daerah penelitian masih tergolong pengolahan yang bersifat sederhana dangan bahan baku yang diperoleh dari desa sekitar industri pengolahan tersebut. Dimana industri pengolahan salak tersebut dapat menciptakan produk-produk unggulan dari buah salak. Antara lain adalah dodol salak, keripik salak, kurma salak, madu salak, sirup salak, nagogo drink, natabo salak, agar-agar salak, bakso salak dan bakwan salak.


(25)

Industri pengolahan salak dapat menciptakan kesempatan kerja bagi angkatan kerja dengan adanya luas lahan yang bertambah, maka petani menambah penggunaan tenaga kerja untuk mengelolah usahataninya. Ketersediaan tenaga kerja khususnya tenaga kerja lokal yang hidup disekitar area lokasi pengolahan salak, dapat memperoleh mata pencaharian baru yang lebih menjamin kelangsungan hidupnya.

Perbandingan antara sebelum dan sesudah ada industri pengolahan salak mengakibatkan suatu dampak terhadap pendapatan petani dan kesempatan kerja bagi petani salak.

Secara singkat dapat dibuat skema kerangka pemikiran sebagai berikut :

SEBELUM SESUDAH Pendapatan

Petani Salak

Kesempatan Kerja Petani

Salak

INDUSTRI PENGOLAHAN

SALAK

Pendapatan Petani Salak

Kesempatan Kerja Petani

Salak


(26)

Keterangan : : Sebelum Industri Pengolahan Salak : Sesudah Industri Pengolahan Salak

Gambar 1. Skema Kerangka Pemikiran

Hipotesis Penelitian

Sesuai dengan permasalahan yang ada dan berdasarkan tujuan penelitian, maka hipotesis dapat dirumuskan sebagai berikut :

1. Ada dampak Industri Pengolahan Salak terhadap tingkat pendapatan 2. Ada dampak Industri Pengolahan Salak terhadap kesempatan kerja


(27)

METODE PENELITIAN

Metode Penentuan Daerah Penelitian

Metode pengambilan sampel dilakukan dengan cara purposive yaitu teknik penentuan sampel dengan pertimbangan tertentu (Hasan, 2002). Adapun yang menjadi daerah penelitian adalah Kabupaten Tapanuli Selatan dengan pertimbangan adalah daerah ini merupakan daerah yang potensial bagi pertumbuhan tanaman salak dan telah ada industri pengolahannya.

Metode Pengambilan Sampel

Metode yang digunakan adalah metode Simple Random Sampling, dengan pertimbangan bahan sampel penelitian bersifat homogen atau rata-rata memiliki luas lahan dan lama bekerja yang sama. Dengan jumlah populasi sebanyak 897 petani salak di daerah penelitian. Dimana dalam hal ini diambil sebanyak 30 sampel di daerah penelitian (Hasan, 2002).

Metode Pengumpulan Data

Data yang dikumpulkan dalam penelitian adalah data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh secara langsung melalui wawancara kepada responden dengan menggunakan daftar pertanyaan (kuisioner) yang dibuat terlebih dahulu. Sedangkan data sekunder merupakan data pelengkap yang


(28)

diperoleh dari instansi atau lembaga terkait seperti Dinas Pertanian Provinsi Sumatera Utara, Dinas Pertanian Kabupaten Tapanuli Selatan, Badan Pusat Statistik Provinsi Sumatera Utara serta literatur yang berhubungan dengan penelitian ini.

Metode Analisis Data

Untuk menganalisis masalah (1) mengenai pendapatan petani salak sebelum ada industri pengolahan salak digunakan analisis pendapatan dengan menggunakan rumus sebagai berikut :

Total biaya adalah penjumlahan dari biaya tetap dan biaya variabel. Dengan menggunakan rumus :

TC = FC + VC Keterangan :

TC = Total Cost /Total biaya (Rp) FC = Biaya tetap (Rp)

VC = Biaya variabel (Rp)

Penerimaan adalah perkalian antara produksi yang diperoleh dengan harga jual. Pernyataan ini dapat ditulis sebagai berikut :

TR = Py.Y Keterangan :

TR = Total Penerimaan (Rp) Py = Harga Jual (Rp/Kg) Y = Jumlah Produksi (Kg)

Pendapatan adalah selisih antara penerimaan dan total biaya. Pernyataan ini dapat ditulis sebagai berikut :

Pd = TR – TC Keterangan :


(29)

TR = Total Revenue / Total Penerimaan (Rp) TC = Total Cost / Total Biaya (Rp)

(Suratiyah, 2008)

Untuk menganalisis masalah (2) mengenai kesempatan kerja bagi petani salak sebelum ada industri pengolahan salak dianalisis secara deskriptif yaitu dengan melihat seberapa banyak tenaga kerja yang dipakai oleh petani dalam pengolahan usahatani dan juga dianalisis dengan menggunakan uji beda (T-test) dengan membandingkan jumlah tenaga kerja sebelum dan sesudah ada industri pengolahan salak.

Untuk hipotesis (3) dan (4) yaitu mengenai ada dampak industri pengolahan salak terhadap peningkatan pendapatan dan kesempatan kerja dapat dianalisis dengan menggunakan uji beda rata-rata atau t-hitung dengan uji 2 arah sebelum dan sesudah industri pengolahan salak (Paried Sampel T-test).

x1 – x2 th =

S

1 + 1 n1 n2 (n1 – 1) s12 + (n2 – 1) s22 S2 =

(n1 – n2) – 2

dengan kaidah pengambilan keputusan : th ≤ tt = Hipotesis ditolak

th ≥ tt = Hipotesis diterima Keterangan :


(30)

x1 = rata-rata variabel I (sebelum ada industri pengolahan salak) x2 = rata-rata variabel II (sesudah ada industri pengolahan salak) s1 = simpangan baku dari variabel I

s2 = simpangan baku dari variabel II n1 = jumlah sampel variabel I

n2 = jumlah sampel variabel I (Sugianto, 2004)

Defenisi dan Batasan Operasional

Untuk memperjelas dan menghindari kesalahpahaman mengenai pengertian tentang istilah-istilah dalam penelitian ini, maka dibuat defenisi dan batasan operasional sebagai berikut :

Defenisi

1. Industri pengolahan salak adalah suatu usaha yang mengadakan perlakuan terhadap salak hingga menjadi produk baru yang memiliki nilai tambah.

2. Angkatan Kerja adalah penduduk dalam usia kerja (15-64 tahun) atau seluruh penduduk dalam suatu negara yang dapat memproduksi barang atau jika ada permintaan tenaga kerja mereka dan jika mereka berpartisipasi dalam aktifitas tersebut

3. Kesempatan kerja adalah peluang bekerja bagi angkatan kerja dalam mengelola usahatani

4. Tenaga kerja adalah orang-orang yang bekerja untuk mengelolah usahatani 5. Pendapatan petani adalah hasil dari penjualan produksi salak yang diukur

dalam satuan rupiah

6. Pendapatan adalah total penerimaan yang diperoleh pengusaha setelah dikurangi total biaya dalam satuan Rp/ton per tahun.


(31)

7. Penerimaan adalah jumlah produksi dikali dengan harga yang dihitung dalam satuan Rp/ton per tahun

8. Dampak adalah pengaruh yang terjadi terhadap pendapatan dan kesempatan kerja.

Batasan Operasional

1. Sampel adalah petani salak di Desa Parsalakan, Kecamatan Angkola Barat, Kabupaten Tapanuli Selatan.

2. Waktu penelitian dilaksanakan pada tahun 2009

3. Daerah penelitian Desa Parsalakan, Kecamatan Angkola Barat, Kabupaten Tapanuli Selatan.


(32)

DESKRIPSI DAERAH PENELITIAN DAN KARAKTERISTIK

RESPONDEN

4.1. Deskripsi Daerah Penelitian

Penelitian dilakukan di Kecamatan Angkola Barat, Kabupaten Tapanuli Selatan dan yang menjadi daerah penelitian adalah Desa Parsalakan. Berikut deskripsi daerah penelitian Desa Parsalakan.

4.1.1. Luas dan Letak Geografis

Desa Parsalakan berada di Kecamatan Angkola Barat, Kabupaten Tapanuli Selatan, Propinsi Sumatera Utara dengan luas wilayah sebesar 3200 Ha. Jarak Desa Parsalakan dengan Kecamatan Angkola Barat (ibukota kecamatan) adalah 9 km, jarak ke Kabupaten Tapanuli Selatan (ibukota kabupaten) adalah 8 km dan jarak ke ibukota propinsi Sumatera Utara (Medan) adalah 460 km.

Secara administrasi Desa Parsalakan mempunyai batas – batas sebagai berikut :

Sebelah Utara berbatasan dengan Desa Paya Tobotan

Sebelah Selatan berbatasan dengan Desa Aek Latong Siamporik Sebelah Barat berbatasan dengan Desa Paya Pusat Aek Nabara Sebelah Timur berbatasan dengan Desa Sawah Sialogo


(33)

4.1.2. Keadaan Penduduk

Penduduk di Desa Parsalakan pada tahun 2009 berjumlah 2524 jiwa atau 540 kepala keluarga. Terdiri dari berbagai suku yaitu suku Batak, Jawa, Minang, Nias dan Melayu. Sementara jumlah suku yang terbanyak adalah suku Batak. Berdasarkan jenis kelamin jumlah penduduk perempuan sebanyak 1264 jiwa (50,07 %) dari total penduduk sebanyak 2524 jiwa dan penduduk laki-laki berjumlah 1260 jiwa (49.92 %). Data ini menunjukkan bahwa jumlah penduduk perempuan lebih banyak daripada jumlah penduduk laki-laki. Jumlah penduduk laki-laki dan perempuan ini dibedakan menjadi 2 bagian berdasarkan kelompok umurnya yaitu dewasa dan anak-anak. Jumlah penduduk perempuan dewasa sebanyak 912 jiwa (36.13 %) dan jumlah penduduk perempuan anak-anak sebanyak 352 jiwa (13.94 %). Sedangkan jumlah penduduk laki-laki dewasa berjumlah 540 jiwa (21.39 %) dan penduduk laki-laki anak-anak berjumlah 720 jiwa (28.52 %). Berikut distribusi penduduk berdasarkan jenis kelamin di Desa Parsalakan :

Tabel 2. Jumlah Penduduk Menurut Jenis Kelamin di Desa Parsalakan, Tahun 2009

Jumlah Penduduk (Jiwa) Jumlah Persentase (%)

Dewasa Laki-laki Perempuan

540 912

21.39 36.13 Anak-anak

Laki-laki Perempuan

720 352

28.52 13.94

Total 2524 100.00


(34)

Dilihat dari kelompok umur ternyata kelompok umur usia poduktif di Desa Parsalakan cukup besar. Berikut gambaran jumlah penduduk menurut kelompok umur di Desa Parsalakan :

Tabel 3. Jumlah Penduduk Menurut Kelompok Umur di Desa Parsalakan Tahun 2009

Kelompok Umur

(Tahun) Jumlah (Jiwa) Persentase (%)

> 25 Tahun 1158 45.87

17 – 25 Tahun 474 18.77

5 – 17 Tahun 851 33.71

1 – 5 Tahun 41 1.62

Total 2524 100.00

Sumber : Kantor Kepala Desa Parsalakan, 2009

Dari Tabel 3 di atas dapat dilihat bahwa kelompok umur yang mempunyai jumlah paling besar adalah kelompok umur 25 tahun ke atas yaitu 1158 (45.87 %) dari total 2524 jiwa penduduk. Dan jumlah yang paling sedikit berada pada kelompok umur 1-5 tahun yaitu sebesar 41 jiwa (1.62 %). Sedangkan umur 17-25 tahun berjumlah 474 jiwa (18.77 %), umur 5-17 tahun berjumlah 851 jiwa (33.71 %).

Berdasarkan jumlah penduduk menurut agama, penduduk di Desa Parsalakan seluruhnya memeluk agama Islam yaitu sebanyak 2524 jiwa.

Berdasarkan tingkat pendidikan, rata-rata penduduk di Desa Parsalakan ini hanya mampu menyelesaikan pendidikan hingga jenjang Sekolah Dasar (SD). Namun demikian, tidak sedikit pula penduduk yang dapat menyelesaikan pendidikannya hingga SLTA bahkan sarjana. Secara keseluruhan perhatian penduduk setempat terhadap tingkat pendidikan sudah cukup baik dilihat dari telah banyaknya penduduk yang menyelesaikan pendidikan dasar 9 tahun dan telah ada penduduk yang menempuh jenjang pendidikan hingga sarjana. Berikut distribusi penduduk menurut tingkat pendidikan di Desa Parsalakan :


(35)

Tabel 4. Distribusi Penduduk Menurut Pendidikan di Desa Parsalakan Tahun 2009

Tingkat Pendidikan Jumlah Persentase (%)

Tidak Tamat SD 397 15.98

SD 1067 42.95

SLTP 571 22.98

SLTA 428 17.23

Diploma 8 0.32

Sarjana 13 0.52

Total 2484 100.00

Sumber : Kantor Kepala Desa Parsalakan, 2009

Tabel 4 diatas menunjukkan bahwa tingkat pendidikan penduduk paling banyak adalah tamatan SD yaitu sebesar 1067 jiwa (42.95 %) dan tingkat pendidikan yang paling sedikit jumlahnya adalah diploma yang berjumlah 8 jiwa (0.32 %). Sedangkan penduduk yang tidak tamat SD sebesar 397 jiwa (15.98 %), tamat SLTP 571 jiwa (22.98 %), dan sarjana sebanyak 13 jiwa (0.52 %).

Untuk mata pencaharian, pada tahun 2009 penduduk di Desa Parsalakan banyak yang berprofesi sebagai buruh, pedagang, wiraswasta, dan petani. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel distribusi penduduk menurut mata pencaharian berikut ini :

Tabel 5. Distribusi Penduduk Menurut Mata Pencaharian di Desa Parsalakan Tahun 2009

Mata Pencaharian Jumlah (Jiwa) Persentase (%)

Petani 824 67.32

Pegawai Negeri 164 13.39

Pedagang 137 11.19

Karyawan 30 2.45

Buruh 33 2.69

Wiraswasta 18 1.47

Jasa 18 1.47

Total 1224 100.00

Sumber : Kantor Kepala Desa Parsalakan, 2009

Dari Tabel 5 diketahui bahwa selain bermata pencaharian sebagai buruh, pedagang, wiraswasta dan petani, ada juga penduduk yang bermata pencaharian sebagai pegawai negeri, karyawan dan jasa. Penduduk yang bermata pencaharian


(36)

sebagai petani menempati posisi yang paling banyak jumlahnya yaitu sebesar 824 jiwa (67.32 %), pegawai negeri 164 jiwa (13.39 %), pedagang 137 jiwa (11.19 %), karyawan 30 jiwa (2.45 %), buruh 33 jiwa (2.69 %), wiraswasta dan jasa memiliki jumlah yang sama yaitu 18 jiwa (1.47 %).

4.1.3. Sarana dan Prasarana

Sarana dan prasarana yang ada di suatu desa sangat dibutuhkan demi perkembangan desa tersebut. Di Desa Parsalakan, sarana dan prasarana yang dibutuhkan penduduk, seperti sarana ibadah, kesehatan, pendidikan, transportasi, dan lain-lain telah tersedia. Hal ini dapat dilihat pada tabel 10 berikut ini :

Tabel 6. Sarana dan Prasarana Desa Parsalakan Tahun 2009

No Jenis Sarana dan Prasarana Jumlah (Unit)

1 Sarana Ibadah

Mesjid 18

2 Sarana Kesehatan

Posyandu 5

3 Pendidikan

SD 2

4 Ekonomi

Kios/ Warung 137

5 Kantor Kepala Desa 1

6 Sarana Olah Raga

Lapangan Bulu Tangkis 2

7 Jalan Dusun Jalan Desa Jalan Protokol Jalan Kabupaten

2 1 1 1

Sumber : Kantor Kepala Desa Parsalakan, 2009

4.2 Karakteristik Petani Sampel

Dalam penelitian ini petani responden adalah petani yang berusahatani salak sebanyak 30 responden. Yang termasuk karakteristik sampel antara lain : umur, pengalaman bertani dan luas lahan.


(37)

Tabel 7. Karakteristik Petani Sampel di Desa Parsalakan Tahun 2009

Uraian Satuan Rataan Rentangan

Umur Tahun 33,36 24-50

Pengalaman Bertani Tahun 10,03 5-28

Luas Lahan Ha 1,71875 1-6

Sumber : Analisis Data Primer, 2009

Dari tabel 7 dapat dilihat bahwa rata-rata umur petani responden adalah 33,267 tahun dengan rentangan antara 24-50 tahun. Hal ini menunjukkan bahwa secara umum petani di daerah penelitian masih tergolong dalam usia produktif sehingga ketersediaan tenaga kerja dalam usahatani salak masih produktif, sehingg dapat dikatakan bahwa di daerah penelitian memiliki tenaga kerja petani yang masih sangat potensial untuk mengusahakan usahataninya.

Dalam hal Pengalaman Bertani rata-rata petani sampel di daerah penelitian adalah 10,03 tahun dengan rentangan 5-28 tahun. Ini menunjukkan pengalaman bertani sampel di daerah penelitian sudah cukup baik walaupun kalau dillihat dari masing-masing petani sampel sangat bervariasi. Tetapi jika dilihat dari pengalaman bertani rata-rata yaitu 10,03 tahun sudah menunjukkan pengalaman yang cukup lama untuk berusahatani salak sehingga petani sampel sudah memahami betul teknik bertanam salak walaupun di daerah penelitian masih dilakukan dengan cara tradisional dan turun temurun.

Luas lahan rata-rata yang dikelola petani sampel adalah 1,71875 Ha dengan rentangan 1-6 Ha. Hal ini menunjukkan bahwa luas lahan usahatani salak yang dikelola petani sampel sudah cukup baik untuk memenuhi kebutuhan hidup keluarga petani.


(38)

4.3 Karakteristik Industri Secara Umum

Sampel pada penelitian ini juga adalah industri pengolahan salak yang bernama ”Showroom dan Work Shop Sentra Industri Kecil Pengolahan Buah Salak Agrina”. Industri ini berdiri pada 25 September 2007, namun baru aktif pada tahun 2008. Industri ini tergolong ke dalam industri kecil karena sesuai dengan penggolongan jenis industri menurut Departemen Perindustrian. Dikatakan industri kecil jika suatu industri memiliki aset lebih kecil dari Rp 200 juta diluar tanah dan bangunan, omset tahunan lebih kecil dari Rp 1 milyar dan dimiliki oleh orang Indonesia independen.

Industri ini merupakan sebuah industri yang bergerak dalam bidang pengolahan makanan dan minuman yang terbuat dari buah salak, dimana proses produksi dilakukan sebanyak lima kali dalam seminggu. Hasil dari pengolahan tersebut adalah nagogo drink, sirup salak, madu salak, kurma salak, dodol salak dan kripik salak.


(39)

HASIL DAN PEMBAHASAN

1. Tingkat Pendapatan Petani Salak Sebelum dan Sesudah Ada Industri Pengolahan Salak Di Daerah Penelitian

Pendapatan petani salak adalah hasil dari penjualan produksi salak yang diukur dalam satuan rupiah. Pendapatan petani salak diperoleh dari seberapa besar total biaya yang di keluarakan oleh petani dan seberapa besar penerimaan yang diterima oleh petani.

Total biaya terdiri dari biaya tetap dan biaya variabel. Biaya tetap adalah biaya yang dikeluarkan yang jumlahnya relative tetap selama masa produktif. Petani harus tetap membayarnya, berapapun jumlah komoditi yang dihasilkan usahataninya. Biaya tetap menjadi penting apabila petani memikirkan tambahan investasi. Tiap tambahan investasi hanya dapat dibenarkan apabila petani mampu membelinya dan dalam jangka panjang dapat memberikan arus keuntungan. Keuntunga ini dapat terjadi karena berkurangnya biaya tidak tetap atau meningkatnya produksi pada waktu yang bersamaan atau berkurangnya biaya tetap untuk tiap satuan komoditi yang dihasilkan. Dalam hal ini, biaya tetap meliputi biaya penyusutan dari peralatan yang dugunakan oleh petani dan biaya PBB. Sedangkan biaya variabel adalah biaya yang besarnya tergantung pada


(40)

jumlah produksi. Umumnya biaya variabel meliputi biaya tenaga kerja dan biaya sarana produksi (saprodi). Penerimaan diperoleh dari seberapa banyak hasil penjualan yang dihasilkan oleh petani salak dengan melihat harga jual salak per kg dan jumlah produksi yang dihasilkan.

1.1 Pendapatan petani sebelum industri pengolahan salak

Untuk mengidentifikasi pendapatan petani salak sebelum ada Industri Pengolahan Salak dapat dilihat dari tabel berikut ini.

Tabel 8. Pendapatan Petani Salak Sebelum Industri Pengolahan Salak

Keterangan Total (Rp) Rata-rata (Rp)

Penerimaan 62.895.000,00 2.096.500,00

Biaya Tetap

1. Biaya PBB 645.000,00 21.500,00

2. Biaya Penyusutan 3.478.933,33 116.322,78 Biaya Variabel

1. Biaya Tenaga Kerja 4.918.000,00 163.933,33 2. Biaya Saprodi 29.338.500,00 977.950,00 Pendapatan 24.519.566,67 817.318,89

Sumber: Data diolah dari lampiran 7

Dari tabel 8 dapat dilihat bahwa rata-rata penerimaan yang diterima oleh

setiap petani salak sebelum ada industri pengolahan salak sebesar Rp 2.096.500,00. sedangkan biaya yang harus dikeluarkan oleh setiap petani

rata-rata terdiri dari: biaya PBB sebesar Rp 21.500,00, biaya penyusutan sebesar Rp 116.322,78, biaya tenaga kerja sebesar Rp 163.933,33 dan biaya saprodi sebesar Rp 977.950,00. Dimana pendapatan yang diperoleh setiap petani sebelum ada industri pengolahan salak rata-rata sebesar Rp 817.318,89 /bulan.

Sebelum ada industri pengolahan salak, pendapatan yang diperoleh petani salak dapat dikatakan rendah, karena jika dibandingkan dengan standart Upah


(41)

Minimum Provinsi (UMP) pada saat ini yaitu sebesar Rp 905.000. Dimana pendapatan pada saat itu masih dibawah nya (Rp 817.318 < 905.000). Rendahnya pendapatan ini disebabkan oleh produksi yang masih rendah dan harga buah salak yang juga masih rendah.

Untuk melihat rata-rata luas lahan, harga jual dan produksi petani sebelum ada industri pengolahan salak, dapat dilihat dari tabel berikut ini.

Tabel 9. Rata-rata luas lahan, harga jual dan produksi salak per petani sebelum ada industri pengolahan salak

Luas lahan (Ha) Harga jual (Rp/Kg) Produksi salak (Kg)

1,41 3.000,00 698,83

Sumber : Data diolah dari lampiran 1 dan 6

Dari tabel 9 dapat dilihat bahwa dengan luas lahan, harga jual yang murah sebesar Rp 3000/Kg dan rata-rata produksi salak pada saat itu juga sedikit yaitu sebesar 698,83 Kg mengakibatkan penerimaan yang diperoleh petani salak juga sedikit.

Selain itu biaya-biaya yang harus dikeluarkan juga besar. Sehingga penerimaan yang diperoleh petani tidak sebanding dengan biaya yang dikeluarkan. Misalnya pengeluaran untuk biaya PBB, biaya sarana produksi dan biaya tenaga kerja baik dalam keluarga maupun luar keluarga.

Dari hasil penelitian yang didapat bahwa biaya sarana produksi yang dikeluarkan petani hanya biaya bibit. Sedangkan untuk biaya pupuk tidak ada, karena dalam penanaman salak, petani tidak menggunakan pupuk. Atau dengan kata lain salak yang ditanam tanpa pupuk. Untuk melihat biaya bibit yang dikeluarkan petani, dapat dilihat dari tabel berikut ini.

Tabel 10. Biaya dan jumlah bibit salak sebelum ada industri pengolahan salak


(42)

Sumber : Data diolah dari lampiran 5

Dari tabel 10 dapat terlihat jelas rata-rata biaya bibit yang dikeluarkan oleh petani dimana dapat dilihat harga dan jumlah bibit sebelum ada industri pengolahan salak.

Selain biaya saprodi yangn dikeluarkan oleh petani, ada juga biaya tenaga kerja yang harus dikeluarkan petani. Dari hasil penelitian yang didapat bahwa umumnya petani tidak pernah menghitung biaya tenaga kerja dalam keluarga dan kebanyakan petani menggunakan tenaga kerja dalam keluarga, sehingga tidak perlu mengeluarkan biaya tenaga kerja yang begitu besar dan pengeluaran untuk biaya tenaga kerja sedikit. Namun, dikarenakan tenaga kerja dalam keluarga dan luar keluarga jug dihitung, maka pendapatan petani rendah. Petani salak juga umumnya menjual salak langsung kepada konsumen di sekitar dan pemasarannya pun tidak luas, sehingga pendapatan yang diperoleh rendah.

Untuk melihat upah tenaga kerja per tahapan per orang dapat dilihat pada tabel berikut ini.

Tabel 11. Rata-rata upah tenaga kerja per tahapan per orang sebelum ada industri pengolahan salak

Tahapan Jumlah Tenaga Kerja (Orang)

Upah Tenaga Kerja Anak

(Rp/orang)

Upah Tenaga Kerja (Rp/orang) Pengolahan lahan

dan penanaman

96 5.000,00 18.000,00

Pemeliharaan 68 5.000,00 15.000,00

Panen 72 5.000,00 10.000,00

Pembersihan 61 5.000,00 10.000,00

Pemasaran 49 5.000,00 20.000,00

Total 346 25.000,00 73.000,00

Sumber : Data diolah dari lampiran 4


(43)

Dari tabel 11 dijelaskan bahwa jumlah tenaga kerja dan upah tenaga kerja yang dipekerjakan oleh rata-rata petani sedikit apabila disbanding dengan jumlah tenaga kerja sesudah ada industri pengolahan salak. Hal ini terjadi karena luas lahan masih relative sempit dan sebelumnya belum ada industri pengolahan salak, sehingga tenaga kerja yang dibutuhkan relatif sedikit.

1.2 Pendapatan petani sesudah industri pengolahan salak

Untuk mengidentifikasi pendapatan petani salak sesudah ada industri pengolahan salak dapat dilihat dari tabel berikut ini.

Tabel 12. Pendapatan Petani Salak Sesudah Industri Pengolahan Salak

Sumber: Data diolah dari lampiran 7

Dari tabel 12 dapat dilihat bahwa rata-rata penerimaan yang diterima oleh

setiap petani salak sesudah ada industri pengolahan salak sebesar Rp 6.338.000,00. sedangkan biaya yang harus dikeluarkan oleh setiap petani

rata-rata terdiri dari: biaya PBB sebesar Rp 27.500,00, biaya penyusutan sebesar Rp 156.616,67, biaya tenaga kerja sebesar Rp 22.8933,33 dan biaya saprodi sebesar Rp 3.896.050,00. Dimana pendapatan yang diperoleh setiap petani sebelum ada industri pengolahan salak rata-rata sebesar Rp 2.014.833,33/bulan.

Keterangan Total (Rp) Rata-rata (Rp)

Penerimaan 190.140.000,00 6.338.000,00

Biaya Tetap

1. Biaya PBB 825.000,00 27.500,00

2. Biaya Penyusutan 4.698.500,00 156.616,67 Biaya Variabel

1. Biaya Tenaga Kerja 6.868.000,00 228.933,33 2. Biaya Saprodi 116.881.000,00 3.896.050,00


(44)

Sesudah ada industri pengolahan salak, pendapatan yang diperoleh petani salak dapat dikatakan tinggi, karena jika dibandingkan dengan standart Upah Minimum Provinsi (UMP) pada saat ini yaitu sebesar Rp 905.000. Dimana pendapatan lebih tinggi (Rp 2.014.833 > 905.000). Tingginya pendapatan ini disebabkan oleh produksi yang meningkat dan harga buah salak yang juga naik.

Untuk melihat rata-rata luas lahan, harga jual dan produksi petani sesudah ada industri pengolahan salak, dapat dilihat dari tabel berikut ini.

Tabel 13. Rata-rata luas lahan, harga jual dan produksi salak per petani sesudah ada industri pengolahan salak

Luas lahan (Ha) Harga jual (Rp/Kg) Produksi salak (Kg)

2,75 6.000,00 1.056,33

Sumber : Data diolah dari lampiran 1 dan 6

Dari tabel 13 dapat dilihat bahwa terjadi penambahan luas lahan, harga jual dan produksi salak dibanding sebelum ada industri pengolahan salak. Hal ini terjadi karena permintaan konsumen terhadap buah salak bertambah. Selain itu penerimaan meningkat juga terjadi karena adanya industri pengolahan salak sehingga menuntut petani untuk menambah luas lahan sehingga produksi salak yang diperoleh petani bertambah. Dengan meningkatkan harga jual salak, maka peneriman yang diperoleh petani pun meningkat.

Sedangkan total biaya yang harus dikeluarkan juga bertambah, karena biaya PBB pada saat ini naik. Hal itu terjadi karena harga lahan pada saat ini juga naik mengakibatkan biaya PBB menjadi naik. Selein biaya PBB yang harus dikeluarkan, petani juga mengeluarkan biaya sarana produksi dan biaya tenaga kerja. Untuk melihat biaya bibit yang harus dikeluarkan dapat dilihat pada tabel berikut ini.


(45)

Tabel 14. Biaya dan jumlah bibit salak sesudah ada industri pengolahan salak

Sumber : Data diolah dari lampiran 5

Dari tabel 14 dapat dillihat bahwa terjadi penambahan biaya sarana produksi yang harus dikeluarkan oleh petani. Hal ini terjadi karena adanya permintaan salak yang meningkat dan adanya industri pengolahan salak. Dimana hal itu berdampak kepada petani untuk menambah jumlah bibit agar produksi yang dihasilkan bertambah dan penerimaan bertambah.

Karena penggunaan tenaga kerja bertambah, sehingga biaya yang harus dikeluarkan untuk tenaga kerja menjadi lebih banyak karena upah tenaga kerja juga naik. Untuk melihat rata-rata upah tenaga kerja, dapat dilihat dari tabel berikut ini

Tabel 15. Rata-rata upah tenaga kerja per tahapan per orang sesudah ada industri pengolahan salak

Tahapan Jumlah Tenaga Kerja (Orang)

Upah Tenaga Kerja Anak

(Rp/orang)

Upah Tenaga Kerja (Rp/orang) Pengolahan lahan

dan penanaman

107 8.000,00 20.000,00

Pemeliharaan 84 8.000,00 18.000,00

Panen 93 8.000,00 12.000,00

Pembersihan 71 8.000,00 10.000,00

Pemasaran 67 8.000,00 22.000,00

Total 422 45.000,00 82.000,00

Sumber : Data diolah dari lampiran 4

Dari tabel 15 dapat dilihat bahwa jumlah tenaga kerja dan upah tenaga kerja bertambah. Hal ini terjadi karena luas lahan yang bertambah, sehingga memerlukan tenaga kerja yang banyak dan petani juga mengeluarkan upah tenaga kerja yang tinggi.

Harga Bibit (Rp) Jumlah bibit


(46)

Sedangkan pengeluaran untuk sarana produksi juga meningkat, karena harga bibit salak pada saat ini juga mahal dan bibit salak juga bertambah. Sehingga biaya yang harus dikeluarkan juga besar. Namun, dengan besarnya biaya usaha tani yang dikeluarkan dapat memberikan keuntungan atau pendapatan yang besar bagi petani salak.

Untuk mengidentifikasi pendapatan petani salak sebelum dan sesudah ada industri pengolahan salak digunakan analisis uji beda dengan t-hitung. Uji ini digunakan untuk mengetahui ada atau tidaknya perbedaan rata-rata antara dua kelompok sampel yang berpasangan (berhubungan).

Pendapatan petani salak sebelum dan sesudah ada industri pengolahan salak jika dihitung menggunakan uji beda (T-test) dapat dilihat pada tabel berikut ini:

Tabel 16. Pendapatan petani salak sebelum dan sesudah ada industri pengolahan salak

Untuk mengetahui perbedaan pendapatan petani salak sebelum dan sesudah ada industri pengolahan salak, dengan menggunakan uji beda rata-rata. Uji ini digunakan untuk mengetahui ada atau tidaknya perbedaan rata-rata antara dua kelompok sampel yang berpasangan (berhubungan) atau sebuah sampel tetapi mengalamai dua perlakuan yang berbeda (Paried Sampel T-test).

Sumber: Data diolah dari lampiran 8

Uraian Sebelum Sesudah t-hitung t-tabel Ket Pendapatan 817.318,89 2.014.833,3 -5.896 2.045 Hipotesis diterima


(47)

Dari tabel 16 dapat dilihat bahwa pendapatan petani salak sebelum ada industri pengolahan salak adalah 817.318,89 dan sesudah industri pengolahan salak adalah 2.014833,3.

Berdasarkan hasil analisis uji beda rata-rata pendapatan petani sebelum dan sesudah ada industri pengolahan salak diperileh bahwa t-hitung = -5.896 dengan demikian berarti t-hitung lebih kecil dari t-tabel = -2.045 (@ ½ 0.05) maka keputusan hipotesis adalah hipotesis diterima pada tingkat kepercayaan 95 % artinya terdapat perbedaan nyata antara pendapatan petani sebelum dan sesudah industri pengolahan salak, dimana sesudah industri pengolahan salak pendapatan petani salak semakin meningkat dibandingkan dengan sebelum ada industri pengolahan salak. Hal ini menunjukan bahwa ada dampak Industri Pengolahan Salak terhadap tingkat pendapatan, maka hipotesis 1 diterima.

Sehingga dapat dijelaskan bahwa terdapat perbedaan nyata antara pendapatan petani sebelum dan sesudah industri pengolahan salak. Dimana hal ini terjadi karena harga jual dan permintaan terhadap buah salak pada saat tahun sebelumnya rendah dibanding dengan harga jual dan permintaan buah salak pada saat sekarang. Selain itu, dikarenakan adanya satu industri pengolahan salak yang berdiri di sekitar daerah penelitian yang dapat memberikan dampak positif kepada petani salak di sekitar daerah penelitian terutama berdampak kepada tingkat pendapatan petani.

2. Tingkat Kesempatan Kerja Sebelum dan Sesudah Ada Industri Pengolahan Salak Di Daerah Penelitian

Kesempatan kerja adalah peluang bekerja bagi angkatan kerja dengan adanya luasa lahan yang bertambah, maka petani menambah penggunaan tenaga kerja


(48)

untuk mengelolah usahataninya. Kesempatan kerja dapat dilihat dari seberapa besar peluang bekerja bagi tenaga kerja yang akan dipakai oleh petani salak dalam pengolahan usahatani salak di daerah penelitian. Dengan adanya industri pengolahan salak, diharapakan dapat membuka peluang pekerjaan bagi petani sekitar. Tenaga kerja adalah orang yang mampu melakukan pekerjaan baik di dalam maupun di luar hubungan kerja guna menghasilkan jasa atau barang untuk memenuhi kebutuhan hidup. Ada dua hal yang perlu diperhatikan dalam mengukur kerja, yaitu jumlah kerja yang benar-benar dipakai dalam proses produksi (bukan kerja yang tersedia) dan kualitas kerja untuk memudahkan menggolangkannya dalam satu satuan unit kerja, misalnya satu unit setara kerja pria.

Dalam hal ini, kesempatan kerja dapat dilihat dari jumlah tenaga kerja sebelum dan sesudah ada industri pengolahan salak. Tenaga kerja terdiri dari tenaga kerja dalam keluarga dan tenaga kerja luar keluarga. Tenaga kerja dalam keluarga adalah orang-orang yang bekerja dalam suatu usahatani dimana tenaga kerja yang digunakan berasal dari keluarga petani. Sebaliknya, tenaga kerja luar keluarga adalah orang-orang yang bekerja dalam suatu usahatani dimana tenaga kerja yang digunakan berasal dari bukan keluarga petani, orang-orang tersebut bisa penduduk sekitar yang bersedia bekerja sebagai pekerja dalam usahatani salak. Dalam tenaga kerja luar keluarga, petani harus mengeluarkan upah tenaga kerja.

Berdasakan hasil penelitian yang didapat bahwa, tenaga kerja yang dipakai oleh petani sesudah ada industri pengolahan salak bertambah dibanding sebelum


(49)

ada industri pengolahan salak. Selain itu, industri pengolahan salak juga banyak memperkerjakan tenaga kerja yang berprofesi sebagai petani salak.

Dari hasil penelitian juga diketahui bahwa petani di daerah penelitian lebih banyak menggunakan tenaga kerja dalam keluarga dibanding tenaga kerja luar keluarga. Sehingga pengeluaran untuk upah tenaga kerja nya sedikit, karena petani hanya membayar upah tenaga kerja luar keluarga. Tetapi, dalam teori ilmu usahatani dijelaskan bahwa upah tenaga kerja dalam dan luar keluarga juga dihitung secara bersamaan. Sehingga pengeluaran untuk upah tenaga kerja banyak. Selain itu, jumlah tenaga kerja sesudah ada industri pengolahan salak meningkat dibanding jumlah tenaga kerja sebelum ada industri pengolahan salak.

Hal ini dapat dilihat dari tabel berikut ini yang menjelaskan jumlah tenaga kerja dalam keluarga dan tenaga kerja luar keluarga per tahapan sebelum dan sesudah industri pengolahan salak.

Tabel 17. Jumlah Tenaga Kerja Dalam Keluarga dan Luar Keluarga Sebelum Industri Pengolahan Salak

Sumber: Data diolah dari lampiran 4

Ket : TKDK = Tenaga Kerja Dalam Keluarga TKLK = Tenaga Kerja Luar Keluarga Tahapan

Sebelum Sesudah

TKDK (orang)

TKLK (orang)

TKA (orang)

TKDK (orang)

TKLK (orang)

TKA (orang) Pengolahan

lahan dan penanaman

76 15 5 83 18 6

Pemeliharaan 64 4 0 74 10 0

Panen 60 3 9 74 16 3

Pembersihan 51 10 0 60 11 0

Pemasaran 26 23 0 33 34 0


(50)

TKA = Tenaga Kerja Anak

Dari tabel 17 dapat dilihat bahwa terdapat perbedaan jumlah tenaga kerja sebelum dan sesudah industri pengolahan salak, baik tenaga kerja dalam keluarga, tenaga kerja luar keluarga maupun tenaga kerja anak. Hal ini terjadi karena dengan adanya industri pengolahan salak, maka petani memutuskan untuk menambah luas lahan sehingga tenaga kerja yang dibutuhkan juga bertambah.

Tabel 18. Penggunaan tenaga kerja sebelum dan sesudah industri pengolahan salak

No Sampel

TK Sebelum ( orang )

TK Sesudah ( orang )

1 11 15

2 8 11

3 12 18

4 8 9

5 10 13

6 13 19

7 8 11

8 9 11

9 11 14

10 11 12

11 23 26

12 13 17

13 8 10

14 9 10

15 13 13

16 14 16

17 9 9

18 11 12

19 25 34

20 16 21

21 10 15

22 10 11

23 10 12

24 10 12


(51)

26 10 14

27 10 12

28 7 9

29 9 11

30 9 9

Rataan 11 14

Data diolah dari lampiran 4

Dari tabel 18 dapat dilihat bahwa jumlah tenaga kerja dari seluruh tahapan usahatani salak sebelum industri pengolahan salak sedikit dibanding dengan jumlah tenaga kerja sesudah industri pengolahan salak. Hal ini dikarenakan permintaan terhadap buah salak meningkat sehingga petani menambah luas lahan dan karena itu petani lebih banyak memerlukan tenaga kerja. Alasan lain adalah karena adanya industri pengolahan salak. Dimana permintaan buah salak untuk industri pengolahan salak meningkat, sehingga petani juga memerlukan tenaga kerja yang banyak dalam mengelola usahatani salak. Namun, ada juga tenaga kerja yang sama sebelum dan sesudah ada industri pengolahan salak. Hal ini dikarenakan adanya petani yang tidak mau menambah jumlah tenaga kerja karena untuk meminimalkan biaya tenaga kerja, sehingga pendapatan bertambah.

Untuk mengidentifikasi tenaga kerja petani salak sebelum dan sesudah ada industri pengolahan salak digunakan analisis uji beda dengan t-hitung. Tenaga kerja petani salak sebelum dan sesudah ada industri pengolahan salak dapat dilihat pada tabel berikut ini:

Tabel 19. Tenaga kerja sebelum dan sesudah industri pengolahan salak

Uraian Sebelum Sesudah

t-hitung t-tabel Ket

Tenaga kerja 11.40 14.067 -7.160 -2.045 Hipotesis diterima


(52)

Sumber: Data diolah dari lampiran 8

Dari tabel 19 dapat dilihat bahwa tenaga kerja petani salak sebelum ada industri pengolahan salak rata-rata adalah 11,40 atau 11 dan sesudah industri pengolahan salak rata-rata adalah 14,067 atau 14.

Berdasarkan hasil analisis uji beda rata-rata tenaga kerja petani sebelum dan sesudah ada industri pengolahan salak diperoleh bahwa t-hitung = -7.160 dengan demikian berarti t-hitung lebih kecil dari t-tabel = -2.045 (@ ½ 0.05) maka keputusan hipotesis adalah hipotesis diterima pada tingkat kepercayaan 95 % artinya terdapat perbedaan nyata antara jumlah tenaga kerja petani salak sebelum dan sesudah industri pengolahan salak, dimana sesudah industri pengolahan salak tenaga kerja petani salak semakin meningkat dibandingkan dengan sebelum ada industri pengolahan salak. Hal ini menunjukkan bahwa ada dampak Industri Pengolahan Salak terhadap tingkat kesempatan kerja, maka hipotesis 2 diterima.

Sehingga dapat dijelaskan bahwa terdapat perbedaan nyata antara jumlah tenaga kerja dalam usahatani salak sebelum dan sesudah industri pengolahan salak. Dimana hal ini terjadi karena bertambahnya luas lahan, sehingga membutuhkan tenaga kerja yang banyak dalam pengolahan usahatani salak. Selain itu, dikarenakan adanya satu industri pengolahan salak yang berdiri di sekitar daerah penelitian yang dapat memberikan dampak positif kepada petani salak di sekitar daerah penelitian terutama berdampak kepada adanya kesempatan kerja.


(53)

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

1. Tingkat pendapatan petani salak sebelum ada industri pengolahan salak adalah rendah yaitu sebesar Rp 817.318,89 /bulan

2. Jumlah tenaga kerja petani salak sebelum ada industri pengolahan salak sedikit

3. Ada dampak industri pengolahan salak terhadap tingkat pendapatan petani 4. Ada dampak industri pengolahan salak terhadap tingkat kesempatan kerja

bagi petani

Saran


(54)

Diharapkan kepada petani salak agar dapat memanfaatkan keberadaan industri pengolahan salak, karena dapat meningkatkan pendapatan petani dan memberikan kesempatan kerja

Kepada Industri Pengolahan Salak

Diharapkan kepada industri pengolahan salak agar dapat menambah produksi hasil olahan salak, karena hal ini dapat meningkatkan pendapatan dan kesempatan kerja bagi petani sekitar

DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2009. Kabupaten Tapanuli Selatan. Dikutip dari

www.sumutprov.go.id/ongkam.php?me=potensi_tapsel 32k

-Naibaho (a), Yuni. Gulma Mendrofa Sang Pencetus Olahan Salak Dari Tapsel. Dikutip dari

. Anarsis, Widji. 1996. Agribisnis Komoditas Salak. Bumi Aksara, Jakarta

Hasan, Iqbal, M. 2002. Pokok-Pokok Materi Metodologi Penelitian dan

Aplikasinya. Ghalia Indonesia, Jakarta

Karmadi. 2003. Analisa Efisiensi dan Produktivitas Home Industri Ledre (Studi

Kasus di Desa Padangan Kecamatan Padangan Kabupaten Bojonegoro).

Skripsi. Universitas Muhammadiyah Malang, Malang.

Mangunwidjaja, Djumali dan Illah Sailah. 2005. Pengantar Teknologi Pertanian. Penebar Swadaya, Jakarta.

Muzhar, M. 1994. Pengembangan Agroindustri dan Berbagai Permasalahannya. Berita Ilmu Pengetahuan dan Teknologi. Tahun ke-38 No. 1.


(55)

Naibaho (b), Yuni. 2009. Omset Hingga Rp 30 Juta per Bulan. Dikutip dari www.medanbisnisonline.com/2009/02/09/omset-hingga-rp-30-juta-per-bulan/ - 20k

Nazaruddin dan

(b). 1999. Agribisnis Teori dan Aplikasinya. RajaGrafindo Persada, Jakarta.

Muchlisah, F. 1994. Buah Komersil. Penebar Swadaya, Jakarta Priyatno, Dwi. 2008. Mandiri Belajar SPSS. Mediakom, Yogyakarta

Redaksi Agromedia. 2007. Kiat Mengatasi Permasalahan Praktis Budi Daya

Salak. Agromedia Pustaka, Jakarta.

Soekartawi (a). 1994. Pembangunan Pertanian. RajaGrafindo Persada, Jakarta

(c). 2000. Pengantar Agroindustri. RajaGrafindo Persada, Jakarta Soetomo, Moch, H.A. 2001. Teknik Bertanam Salak. Sinar Baru Algensindo,

Bandung

Sugianto.2004. Analisis Statistika Sosial. Bayumedia Publishing, Jawa Timur Suratiyah, Ken. 2008. Ilmu Usahatani. Penebar Swadaya, Jakarta

Suroto. 1992. Strategi Pembangunan dan Perencanaan Kesempatan Kerja. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta

Tim Penulis Penebar Swadaya. 1992. 18 Varietas Salak. Penebar Swadaya. Jakarta.

Tim Penulis PS. 2007. Agribisnis Tanaman Buah. Penebar Swadaya, Jakarta Tjahjadi, Nur. 1991. Bertanam Salak. Penerbit Kanisius, Yogyakarta


(56)

Lampiran 1. KARAKTERISTIK PETANI SAMPEL No Umur

P.

Bertani Luas Lahan (Ha) Sampel (Thn) (Thn) Sebelum Sesudah

1 30 10 2 4

2 35 5 0,5 1

3 30 15 3 6

4 32 10 1 1,5

5 40 20 1 2

6 35 5 3 4,5

7 35 10 1 2

8 34 5 2 3

9 39 10 2,5 4

10 30 5 1 1,5

11 42 15 1,5 3

12 30 5 1 2

13 33 5 1 1,5

14 34 7 1,5 1

15 38 10 2 3

16 32 5 1 2

17 37 5 1 1,5

18 38 10 2,5 3,5

19 50 28 1 3

20 24 14 2 3

21 31 25 1 4


(57)

23 30 12 1 2

24 34 8 0,5 1

25 26 5 3 6

26 26 7 2 4

27 30 12 2 4

28 24 8 1 2

29 24 5 0,5 1

30 48 15 1 1,5

Total 1001 301 44,5 82,5

Rata-rata 33,367 10,03333 1,483333 1,71875

Lampiran 2. BIAYA TETAP 1. BIAYA PBB PER TAHUN

NO SEBELUM SESUDAH

SAMPEL BIAYA PBB BIAYA PBB

1 20.000 25.000

2 15.000 25.000

3 25.000 35.000

4 25.000 30.000

5 25.000 30.000

6 30.000 35.000

7 25.000 30.000

8 25.000 30.000

9 25.000 30.000

10 20.000 30.000

11 25.000 30.000

12 25.000 30.000

13 10.000 15.000

14 20.000 25.000

15 20.000 25.000

16 25.000 30.000

17 25.000 30.000

18 25.000 30.000

19 15.000 20.000

20 20.000 25.000

21 20.000 40.000

22 10.000 15.000


(58)

24 15.000 20.000

25 20.000 25.000

26 30.000 35.000

27 30.000 35.000

28 20.000 25.000

29 20.000 25.000

30 20.000 25.000

TOTAL 645.000 825.000 RATA-RATA 21.500 27.500

Lampiran 3. Biaya Alat Pengolahan dan Penyusutan Peralatan Per Tahun

BIAYA PENYUSUTAN SEBELUM INDUSTRI PENGOLAHAN SALAK PER TAHUN 1. CANGKUL

NO

SAMPEL JUMLAH (Unit)

H. AWAL (Rp)

TOTAL H. AWAL

(Rp)

H. AKHIR (Rp)

UMUR EKONOMIS

(Thn)

PENYUSUTAN (Rp/thn)

1 3 15.000 45.000 7.500 5 7.500

2 1 15.000 15.000 8.000 5 1.400

3 4 15.000 60.000 8.000 5 10.400

4 22 15.000 330.000 8.000 5 64.400

5 4 15.000 60.000 8.000 5 10.400

6 2 15.000 30.000 8.000 5 4.400

7 3 15.000 45.000 8.000 5 7.400

8 3 15.000 45.000 8.000 5 7.400

9 2 15.000 30.000 8.000 5 4.400

10 2 15.000 30.000 8.000 5 4.400

11 2 15.000 30.000 8.000 5 4.400

12 2 15.000 30.000 8.000 5 4.400

13 2 15.000 30.000 8.000 5 4.400

14 1 15.000 15.000 8.000 5 1.400

15 3 15.000 45.000 8.000 5 7.400


(59)

17 2 15.000 30.000 8.000 5 4.400

18 3 15.000 45.000 8.000 5 7.400

19 2 15.000 30.000 8.000 5 4.400

20 3 15.000 45.000 8.000 5 7.400

21 2 15.000 30.000 8.000 5 4.400

22 2 15.000 30.000 8.000 5 4.400

23 2 15.000 30.000 8.000 5 4.400

24 2 15.000 30.000 8.000 5 4.400

25 4 15.000 60.000 8.000 5 10.400

26 3 15.000 45.000 8.000 5 7.400

27 3 15.000 45.000 8.000 5 7.400

28 2 15.000 30.000 8.000 5 4.400

29 1 15.000 15.000 8.000 5 1.400

30 2 15.000 30.000 8.000 5 4.400

TOTAL 91 450.000 1.365.000 239.500 150 225.100

RATA-RATA 3 15.000 45.500 7.983 5 7.503

2. SEMPROT MESIN

NO

SAMPEL JUMLAH (Unit) H. AWAL (Rp) TOTAL H. AWAL (Rp) H. AKHIR (Rp) UMUR EKONOMIS (Thn) PENYUSUTAN (Rp/thn)

1 1 120.000 120.000 35.000 10 8.500

2 1 120.000 120.000 35.000 10 8.500

3 2 120.000 240.000 35.000 10 20.500

4 1 120.000 120.000 35.000 10 8.500

5 1 120.000 120.000 35.000 10 8.500

6 2 120.000 240.000 35.000 10 20.500

7 1 120.000 120.000 35.000 10 8.500

8 1 120.000 120.000 35.000 10 8.500

9 1 120.000 120.000 35.000 10 8.500

10 1 120.000 120.000 35.000 10 8.500

11 1 120.000 120.000 35.000 10 8.500

12 1 120.000 120.000 35.000 10 8.500

13 1 120.000 120.000 35.000 10 8.500

14 1 120.000 120.000 35.000 10 8.500

15 1 120.000 120.000 35.000 10 8.500

16 1 120.000 120.000 35.000 10 8.500


(60)

18 1 120.000 120.000 35.000 10 8.500

19 1 120.000 120.000 35.000 10 8.500

20 1 120.000 120.000 35.000 10 8.500

21 1 120.000 120.000 35.000 10 8.500

22 1 120.000 120.000 35.000 10 8.500

23 1 120.000 120.000 35.000 10 8.500

24 1 120.000 120.000 35.000 10 8.500

25 2 120.000 240.000 35.000 10 20.500

26 1 120.000 120.000 35.000 10 8.500

27 1 120.000 120.000 35.000 10 8.500

28 1 120.000 120.000 35.000 10 8.500

29 1 120.000 120.000 35.000 10 8.500

30 1 120.000 120.000 35.000 10 8.500

TOTAL 33 3.600.000 3.960.000 1.050.000 300 291.000

RATA-RATA 1,1 120.000 132.000 35.000 10 9.700

3. PARANG

NO

SAMPEL JUMLAH (Unit) H. AWAL (Rp) TOTAL H. AWAL (Rp) H. AKHIR (Rp) UMUR EKONOMIS (Thn) PENYUSUTAN (Rp/thn)

1 2 20.000 40.000 7.500 3 10.833

2 3 20.000 60.000 7.500 3 17.500

3 5 20.000 100.000 7.500 3 30.833

4 3 20.000 60.000 7.500 3 17.500

5 3 20.000 60.000 7.500 3 17.500

6 5 20.000 100.000 7.500 3 30.833

7 3 20.000 60.000 7.500 3 17.500

8 3 20.000 60.000 7.500 3 17.500

9 3 20.000 60.000 7.500 3 17.500

10 3 20.000 60.000 7.500 3 17.500

11 3 20.000 60.000 7.500 3 17.500

12 3 20.000 60.000 7.500 3 17.500

13 3 20.000 60.000 7.500 3 17.500

14 3 20.000 60.000 7.500 3 17.500

15 3 20.000 60.000 7.500 3 17.500


(61)

17 3 20.000 60.000 7.500 3 17.500

18 3 20.000 60.000 7.500 3 17.500

19 3 20.000 60.000 7.500 3 17.500

20 3 20.000 60.000 7.500 3 17.500

21 3 20.000 60.000 7.500 3 17.500

22 3 20.000 60.000 7.500 3 17.500

23 3 20.000 60.000 7.500 3 17.500

24 3 20.000 60.000 7.500 3 17.500

25 5 20.000 100.000 7.500 3 30.833

26 3 20.000 60.000 7.500 3 17.500

27 3 20.000 60.000 7.500 3 17.500

28 3 20.000 60.000 7.500 3 17.500

29 3 20.000 60.000 7.500 3 17.500

30 3 20.000 60.000 7.500 3 17.500

TOTAL 95 600.000 1.900.000 225.000 90 558.333

RATA-RATA 3 20.000 63.333 7.500 3 18.611

4. KERANJANG

NO

SAMPEL JUMLAH (Unit) H. AWAL (Rp) TOTAL H. AWAL (Rp) H. AKHIR (Rp) UMUR EKONOMIS (Thn) PENYUSUTAN (Rp/thn)

1 4 3.000 12.000 1.250 1 10.750

2 5 3.000 15.000 1.250 1 13.750

3 9 3.000 27.000 1.250 1 25.750

4 5 3.000 15.000 1.250 1 13.750

5 5 3.000 15.000 1.250 1 13.750

6 9 3.000 27.000 1.250 1 25.750

7 5 3.000 15.000 1.250 1 13.750

8 5 3.000 15.000 1.250 1 13.750

9 9 3.000 27.000 1.250 1 25.750

10 5 3.000 15.000 1.250 1 13.750

11 5 3.000 15.000 1.250 1 13.750

12 5 3.000 15.000 1.250 1 13.750

13 5 3.000 15.000 1.250 1 13.750

14 5 3.000 15.000 1.250 1 13.750

15 5 3.000 15.000 1.250 1 13.750


(1)

LAMPIRAN 7. PENDAPATAN PETANI SALAK

Pendapatan Petani Salak Sebelum Industri Pengolahan Salak

NO SAMPEL PENERIMAAN BIAYA VARIABEL BIAYA TETAP PENDAPATAN PENDAPATAN Saprodi Tenaga Kerja PBB Penyusutan (Rp/Produksi) (Rp/Tahun)

1 3.000.000 2.000.000 164.000 20.000 96.333 719.667 2.159.000

2 360.000 175.000 126.000 15.000 99.900 (55.900) (167.700)

3 4.500.000 2.500.000 171.000 25.000 180.733 1.623.267 4.869.800

4 450.000 163.500 121.000 25.000 162.900 (22.400) (67.200)

5 1.500.000 500.000 139.000 25.000 108.900 727.100 2.181.300

6 1.350.000 600.000 199.000 30.000 174.733 346.267 1.038.800

7 1.440.000 1.000.000 126.000 25.000 105.900 183.100 549.300

8 600.000 325.000 131.000 25.000 105.900 13.100 39.300

9 900.000 375.000 159.000 25.000 149.400 191.600 574.800

10 480.000 175.000 167.000 20.000 102.900 15.100 45.300

11 3.000.000 1.875.000 324.000 25.000 102.900 673.100 2.019.300

12 1.500.000 1.000.000 146.000 25.000 102.900 226.100 678.300

13 1.500.000 1.000.000 111.000 10.000 102.900 276.100 828.300

14 375.000 75.000 136.000 20.000 99.900 44.100 132.300

15 2.250.000 750.000 190.000 20.000 105.900 1.184.100 3.552.300

16 1.500.000 350.000 174.000 20.000 102.900 853.100 2.559.300

17 900.000 375.000 136.000 25.000 102.900 261.100 783.300

18 1.050.000 400.000 154.000 25.000 152.400 318.600 955.800

19 3.750.000 1.250.000 358.000 15.000 102.900 2.024.100 6.072.300

20 3.000.000 2.000.000 238.000 20.000 105.900 636.100 1.908.300

21 3.000.000 2.000.000 146.000 20.000 102.900 731.100 2.193.300

22 4.260.000 1.250.000 144.000 10.000 102.900 2.753.100 8.259.300

23 1.050.000 400.000 141.000 15.000 102.900 391.100 1.173.300

24 1.500.000 850.000 149.000 15.000 102.900 383.100 1.149.300

25 8.130.000 2.500.000 212.000 20.000 180.733 5.217.267 15.651.800

26 3.000.000 2.000.000 141.000 30.000 105.900 723.100 2.169.300

27 3.000.000 1.875.000 141.000 30.000 105.900 848.100 2.544.300

28 2.400.000 600.000 101.000 20.000 102.900 1.576.100 4.728.300

29 2.250.000 625.000 139.000 20.000 99.900 1.366.100 4.098.300

30 900.000 350.000 134.000 20.000 102.900 293.100 879.300


(2)

Pendapatan Petani Salak Sesudah Industri Pengolahan Salak

NO SAMPEL PENERIMAAN BIAYA VARIABEL BIAYA TETAP PENDAPATAN PENDAPATAN

Saprodi Tenaga Kerja PBB Penyusutan (Rp/Produksi) (Rp/Tahun)

1 12.000.000 9.750.000 258.000 25.000 142.650 1.824.350 5.473.050

2 1.200.000 750.000 186.000 25.000 134.650 104.350 313.050

3 18.000.000 10.500.000 306.000 35.000 243.650 6.915.350 20.746.050

4 1.500.000 825.000 144.000 30.000 218.650 282.350 847.050

5 6.000.000 3.750.000 210.000 35.000 146.650 1.858.350 5.575.050

6 4.200.000 1.200.000 328.000 35.000 235.650 2.401.350 7.204.050

7 5.760.000 2.250.000 186.000 30.000 142.650 3.151.350 9.454.050

8 1.800.000 1.050.000 176.000 30.000 142.650 401.350 1.204.050

9 2.100.000 1.200.000 236.000 30.000 200.650 433.350 1.300.050

10 1.560.000 1.125.000 208.000 30.000 138.650 58.350 175.050

11 12.000.000 9.750.000 414.000 30.000 138.650 1.667.350 5.002.050

12 6.000.000 5.250.000 256.000 30.000 138.650 325.350 976.050

13 6.000.000 5.250.000 164.000 15.000 138.650 432.350 1.297.050

14 1.050.000 337.500 176.000 25.000 134.650 376.850 1.130.550

15 6.000.000 3.412.500 214.000 25.000 142.650 2.205.850 6.617.550

16 5.100.000 2.587.000 230.000 35.000 138.650 2.109.350 6.328.050

17 2.400.000 1.425.000 154.000 30.000 138.650 652.350 1.957.050

18 2.400.000 1.425.000 194.000 30.000 204.650 546.350 1.639.050

19 9.000.000 4.500.000 544.000 20.000 138.650 3.797.350 11.392.050

20 9.000.000 6.750.000 320.000 25.000 142.650 1.762.350 5.287.050

21 9.000.000 6.000.000 246.000 40.000 138.650 2.575.350 7.726.050

22 9.060.000 4.500.000 174.000 15.000 138.650 4.232.350 12.697.050

23 3.600.000 1.500.000 192.000 20.000 138.650 1.749.350 5.248.050

24 5.760.000 2.250.000 200.000 20.000 138.650 3.151.350 9.454.050

25 18.000.000 9.781.500 250.000 25.000 243.650 7.699.850 23.099.550

26 9.000.000 6.750.000 214.000 35.000 142.650 1.858.350 5.575.050

27 9.000.000 6.750.000 194.000 35.000 142.650 1.878.350 5.635.050

28 6.300.000 3.000.000 154.000 25.000 138.650 2.982.350 8.947.050

29 4.950.000 2.250.000 188.000 25.000 134.650 2.352.350 7.057.050

30 2.400.000 1.425.000 152.000 25.000 138.650 659.350 1.978.050

TOTAL 196.950.000 135.975.000 6.868.000 825.000 4.698.500 60.445.000 181.335.000 RATA-RATA 6.565.000 4.532.500 228.933 27.500 156.617 2.014.833 6.044.500


(3)

LAMPIRAN 8. HASIL OUTPUT

PENDAPATAN PETANI SALAK SEBELUM DAN SESUDAH INDUSTRI PENGOLAHAN SALAK

Paired Samples Statistics

Mean N Std. Deviation Std. Error Mean

Pair 1 PENDAPATAN PETANI SALAK SEBELUM INDUSTRI

PENGOLAHAN SALAK 817318,8890 30 1059131,10104 193369,99847 PENDAPATAN PETANI SALAK

SESUDAH INDUSTRI

PENGOLAHAN SALAK 2014833,3333 30 1842092,61385 336318,55921

Paired Samples Correlations

N Correlation Sig.

Pair 1 PENDAPATAN PETANI SALAK SEBELUM INDUSTRI PENGOLAHAN SALAK & PENDAPATAN PETANI SALAK SESUDAH


(4)

Paired Samples Test

Paired Differences

t df Sig. (2-tailed) Mean Std. Deviation

Std. Error Mean

95% Confidence Interval of the Difference Lower Upper Pair 1 PENDAPATAN

PETANI SALAK SEBELUM INDUSTRI PENGOLAHAN SALAK - PENDAPATAN PETANI SALAK SESUDAH INDUSTRI PENGOLAHAN SALAK

-1197514,4 4431

1112889,9250 1

203184,97 198

-1613074,3 7184

-781954,51 678

-5,894 29 ,000


(5)

LAMPIRAN 9. HASIL OUTPUT

KESEMPATAN KERJA SEBELUM DAN SESUDAH INDUSTRI PENGOLAHAN SALAK Paired Samples Statistics

Mean N Std. Deviation

Std. Error Mean Pair 1 Tenaga Kerja Sebelum Industri

Pengolahan Salak 11,4000 30 4,05650 ,74061 Tenaga Kerja Sesudah Industri

Pengolahan Salak 14,0667 30 5,41984 ,98952

Paired Samples Correlations

N Correlation Sig.

Pair 1 Tenaga Kerja Sebelum Industri Pengolahan Salak &

Tenaga Kerja Sesudah Industri


(6)

Paired Samples Test

Paired Differences

t df Sig. (2-tailed) Mean Std. Deviation

Std. Error Mean

95% Confidence Interval of the Difference Lower Upper Pair 1 Tenaga Kerja

Sebelum Industri Pengolahan Salak - Tenaga Kerja Sesudah Industri Pengolahan Salak

-2,66667 2,03983 ,37242 -3,42835 -1,90498 -7,160 29 ,000