Produksi Dan Karakterisasi Tepung Kasava Termodifikasi

(1)

PRODUKSI DAN KARAKTERISASI TEPUNG KASAVA

TERMODIFIKASI

Oleh

MARITZA HANIF F34104082

2009

DEPARTEMEN TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR


(2)

PRODUKSI DAN KARAKTERISASI TEPUNG KASAVA

TERMODIFIKASI

SKRIPSI

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN pada Departemen Teknologi Industri Pertanian

Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor

Oleh

MARITZA HANIF F34104082

2009

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR


(3)

DEPARTEMEN TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

PRODUKSI DAN KARAKTERISASI TEPUNG KASAVA

TERMODIFIKASI

SKRIPSI

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN pada Departemen Teknologi Industri Pertanian

Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor

OLEH : MARITZA HANIF

F34104082

Dilahirkan pada tanggal 10 Oktober 1986 Di Jakarta

Tanggal Lulus : Januari 2009

Menyetujui : Bogor, Januari 2009

Dr. Ir. Titi Candra Sunarti, MSi Dr. Ir. Nur Richana, MSi Dosen Pembimbing I Dosen Pembimbing II


(4)

!

"

#


(5)

RIWAYAT HIDUP

Penulis bernama Maritza Hanif, merupakan anak kedua dari tiga bersaudara dari pasangan Tjetjep Hasmitha dan Erliza Hanif, dilahirkan di Jakarta pada tanggal 10 Oktober 1986. Pada tahun 1998 penulis menyelesaikan pendidikan tingkat dasar di MI Pembangunan IAIN Syarif Hidayatullah Jakarta dan melanjutkan ke MTs Pembangunan IAIN Syarif Hidayatullah Jakarta sampai dengan tahun 2001. Pada tahun 2004 penulis menyelesaikan pendidikan di SMUN 29 Jakarta.

Penulis diterima sebagai mahasiswa di Departemen Teknologi Industri Pertanian Institut Pertanian Bogor pada tahun 2004 melalui jalur USMI (Undangan Seleksi Masuk IPB). Selama menjadi mahasiswa IPB, penulis aktif menjadi pengurus organisasi di BEM KM bagian Tim Mahasiswa Peduli Lingkungan Lingkar Kampus (TMPLLK) Departemen Sosial Lingkungan (2004), serta di HIMALOGIN bagian Departemen Kesekretariatan (2005-2007). Penulis juga aktif di berbagai kepanitiaan seperti seminar dan workshop.

Pada tahun 2007 penulis melaksanakan kegiatan Praktek Lapang di PT Indah Kiat Pulp and Paper Tbk Tangerang Mill dengan topik Mempelajari Aspek Teknologi Proses Produksi. Pada tahun 2008 penulis melaksanakan kegiatan penelitian dengan judul skripsi Produksi dan Karakterisasi Tepung Kasava Termodifikasi.


(6)

SURAT PERNYATAAN

Saya yang bertanda tangan di bawah ini, Nama : Maritza Hanif

NRP : F34104082

Departemen : Teknologi Industri Pertanian Fakultas : Teknologi Pertanian

Universitas : Institut Pertanian Bogor

menyatakan dengan sesungguhnya bahwa Skripsi dengan judul “ Produksi dan Karakterisasi Tepung Kasava Termodifikasi “ merupakan karya tulis saya pribadi dengan bimbingan dan arahan dari dosen pembimbing, kecuali yang dengan jelas disebutkan rujukannya.

Demikian surat pernyataan ini saya buat dengan sebenar-benarnya tanpa tekanan dari siapapun.

Bogor, 30 Januari 2009 Penulis,

( Maritza Hanif )


(7)

KATA PENGANTAR

Puji syukur Alhamdulillah penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala berkat, rahmat, dan kasih sayang-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan kegiatan penelitian ini. Adapun penulisan skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana di Departemen Teknologi Industri Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Tersusunnya skripsi ini tak luput dari dukungan, bantuan dan doa dari semua pihak. Pada kesempatan ini, penulis ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Papah, Mamah, Kaka, Tea serta keluarga besar atas cinta, kasih sayang, dukungan, dan doa yang sangat berharga bagi penulis.

2. Dr. Ir. Titi Candra Sunarti, MSi selaku dosen pembimbing I yang senantiasa meluangkan waktu dan kesabaran selama membimbing dan mengarahkan penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas akhir. 3. Dr. Ir. Nur Richana, MSi selaku dosen pembimbing II atas bimbingan dan

masukannya dalam menyelesaikan tugas akhir.

4. Dr. Ir. Indah Yuliasih, Msi selaku dosen penguji atas masukan dan saran yang membangun.

5. Ibu Ega, Pak Edi, Ibu Rini, Pak Gun, Pak Sugi, Ibu Sri, Pak Dicky, dan Pak Darwan, Pak Wagimin yang telah membantu penulis dalam pelaksanaan penelitian.

6. Pak Mul, Bu Nur, Bu Nina, Mba Yuli, serta seluruh staff UPT dan Departemen Teknologi Industri Pertanian.

7. Ibu Pia, Mba Mely, Ibu Dini, dan Elfa beserta staf Balai Penelitian Pascapanen lainnya yang telah memberikan bantuan kepada penulis. 8. Bapak Usnadi dan keluarga serta petani yang telah membantu penulis

dalam pelaksanaan penelitian.

9. M. Edy Shofiyanto dan Astrid Grahita Wulandari selaku ‘saudara sebimbingan’ yang senantiasa menemani dan memberikan motivasi yang berharga kepada penulis.


(8)

10.Rekan-rekan Bioind ‘azeothrope’ yuyun, dika, rita, yayan, hanik, rendy, teguh, anez, dan fenny yang senantiasa menemani dan bersenda gurau selama pelaksanaan penelitian.

11.Denur, Erpi, Nova, Ika, Bambang, Haekal, Asif, Fina, Hidea, Ayi, Kiki, Zuni, dan teman-teman lab sepenanggungan lainnya atas kebersamaan selama melaksanakan penelitian.

12.Keluarga ‘Kebo’ yang selalu mengisi hari-hari penulis dengan tawa canda dan kebersamaan: Mega Ayu Yusuf, Rini Indrayati, Siti Mulia Malikil Mulkiyyah, Restu Yulia Tribawati, Shinta Kartika Wardhani, Galih Krisnawati Sanjaya, Bimo Bayuaji, M. Fajri Ghozali, Aang Zen, dan Noor Ariefandie Febrianto. Terima kasih atas persahabatan yang luar biasa selama ini.

13.Keluarga besar TINERS 41 atas kebersamaan dan persaudaraan selama di IPB khususnya Nda, Wiw, Mas Darto, Mas Kukun, Neisya, Beser, Derce, Irawan, Jo, Novi, Aip, dan lainnya.

14.Rekan-rekan Himalogin 2005-2007 khususnya Departemen Kesekretariatan atas kerjasama dan kebersamaannya.

15.Adik penulis: Luluk, Handris, dan Oky atas semangat yang telah diberikan kepada penulis.

16.Keluarga besar FORSA 29 (Forum silaturahmi alumni SMA 29) Jakarta atas kekeluargaannya selama penulis di IPB.

17.Semua pihak yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan penyusunan skripsi ini.

Akhirnya dengan segala keterbatasan yang ada, penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat sebagaimana mestinya. AMIN.

Bogor, Januari 2009


(9)

DAFTAR ISI

Halaman KATA PENGANTAR ...

DAFTAR ISI ... DAFTAR TABEL ... DARTAR GAMBAR ... DAFTAR LAMPIRAN ... I. PENDAHULUAN ... A. LATAR BELAKANG ... B. TUJUAN ... II. TINJAUAN PUSTAKA ... A. UBI KAYU ... B. TEPUNG UBI KAYU ... C. TEPUNG KASAVA TERMODIFIKASI ... D. FERMENTASI UBI KAYU ... III. METODOLOGI PENELITIAN ... A. BAHAN DAN ALAT ... B. METODE PENELITIAN ... 1. Penelitian Pendahuluan ... 2. Penelitian Utama ... 3. Metode Analisis ... 4. Uji Statistik ... 5. Uji Organoleptik ... IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ...

A. ANALISA KOMPOSISI KIMIA DAN SIFAT MUTU

TEPUNG KASAVA TERFERMENTASI ... B. ANALISA SIFAT FISIKO KIMIA TEPUNG KASAVA

TERFERMENTASI... C. UJI ORGANOLEPTIK TEPUNG KASAVA

TERFERMENTASI... V. KESIMPULAN DAN SARAN ...

i iii v vi viii 1 1 2 3 3 4 7 9 11 11 11 11 15 16 22 22 23 23 41 59 64


(10)

A KESIMPULAN ... B SARAN ... DAFTAR PUSTAKA ... LAMPIRAN ...

64 64 65 69


(11)

PRODUKSI DAN KARAKTERISASI TEPUNG KASAVA

TERMODIFIKASI

Oleh

MARITZA HANIF F34104082

2009

DEPARTEMEN TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR


(12)

PRODUKSI DAN KARAKTERISASI TEPUNG KASAVA

TERMODIFIKASI

SKRIPSI

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN pada Departemen Teknologi Industri Pertanian

Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor

Oleh

MARITZA HANIF F34104082

2009

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR


(13)

DEPARTEMEN TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

PRODUKSI DAN KARAKTERISASI TEPUNG KASAVA

TERMODIFIKASI

SKRIPSI

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN pada Departemen Teknologi Industri Pertanian

Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor

OLEH : MARITZA HANIF

F34104082

Dilahirkan pada tanggal 10 Oktober 1986 Di Jakarta

Tanggal Lulus : Januari 2009

Menyetujui : Bogor, Januari 2009

Dr. Ir. Titi Candra Sunarti, MSi Dr. Ir. Nur Richana, MSi Dosen Pembimbing I Dosen Pembimbing II


(14)

!

"

#


(15)

RIWAYAT HIDUP

Penulis bernama Maritza Hanif, merupakan anak kedua dari tiga bersaudara dari pasangan Tjetjep Hasmitha dan Erliza Hanif, dilahirkan di Jakarta pada tanggal 10 Oktober 1986. Pada tahun 1998 penulis menyelesaikan pendidikan tingkat dasar di MI Pembangunan IAIN Syarif Hidayatullah Jakarta dan melanjutkan ke MTs Pembangunan IAIN Syarif Hidayatullah Jakarta sampai dengan tahun 2001. Pada tahun 2004 penulis menyelesaikan pendidikan di SMUN 29 Jakarta.

Penulis diterima sebagai mahasiswa di Departemen Teknologi Industri Pertanian Institut Pertanian Bogor pada tahun 2004 melalui jalur USMI (Undangan Seleksi Masuk IPB). Selama menjadi mahasiswa IPB, penulis aktif menjadi pengurus organisasi di BEM KM bagian Tim Mahasiswa Peduli Lingkungan Lingkar Kampus (TMPLLK) Departemen Sosial Lingkungan (2004), serta di HIMALOGIN bagian Departemen Kesekretariatan (2005-2007). Penulis juga aktif di berbagai kepanitiaan seperti seminar dan workshop.

Pada tahun 2007 penulis melaksanakan kegiatan Praktek Lapang di PT Indah Kiat Pulp and Paper Tbk Tangerang Mill dengan topik Mempelajari Aspek Teknologi Proses Produksi. Pada tahun 2008 penulis melaksanakan kegiatan penelitian dengan judul skripsi Produksi dan Karakterisasi Tepung Kasava Termodifikasi.


(16)

SURAT PERNYATAAN

Saya yang bertanda tangan di bawah ini, Nama : Maritza Hanif

NRP : F34104082

Departemen : Teknologi Industri Pertanian Fakultas : Teknologi Pertanian

Universitas : Institut Pertanian Bogor

menyatakan dengan sesungguhnya bahwa Skripsi dengan judul “ Produksi dan Karakterisasi Tepung Kasava Termodifikasi “ merupakan karya tulis saya pribadi dengan bimbingan dan arahan dari dosen pembimbing, kecuali yang dengan jelas disebutkan rujukannya.

Demikian surat pernyataan ini saya buat dengan sebenar-benarnya tanpa tekanan dari siapapun.

Bogor, 30 Januari 2009 Penulis,

( Maritza Hanif )


(17)

KATA PENGANTAR

Puji syukur Alhamdulillah penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala berkat, rahmat, dan kasih sayang-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan kegiatan penelitian ini. Adapun penulisan skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana di Departemen Teknologi Industri Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Tersusunnya skripsi ini tak luput dari dukungan, bantuan dan doa dari semua pihak. Pada kesempatan ini, penulis ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Papah, Mamah, Kaka, Tea serta keluarga besar atas cinta, kasih sayang, dukungan, dan doa yang sangat berharga bagi penulis.

2. Dr. Ir. Titi Candra Sunarti, MSi selaku dosen pembimbing I yang senantiasa meluangkan waktu dan kesabaran selama membimbing dan mengarahkan penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas akhir. 3. Dr. Ir. Nur Richana, MSi selaku dosen pembimbing II atas bimbingan dan

masukannya dalam menyelesaikan tugas akhir.

4. Dr. Ir. Indah Yuliasih, Msi selaku dosen penguji atas masukan dan saran yang membangun.

5. Ibu Ega, Pak Edi, Ibu Rini, Pak Gun, Pak Sugi, Ibu Sri, Pak Dicky, dan Pak Darwan, Pak Wagimin yang telah membantu penulis dalam pelaksanaan penelitian.

6. Pak Mul, Bu Nur, Bu Nina, Mba Yuli, serta seluruh staff UPT dan Departemen Teknologi Industri Pertanian.

7. Ibu Pia, Mba Mely, Ibu Dini, dan Elfa beserta staf Balai Penelitian Pascapanen lainnya yang telah memberikan bantuan kepada penulis. 8. Bapak Usnadi dan keluarga serta petani yang telah membantu penulis

dalam pelaksanaan penelitian.

9. M. Edy Shofiyanto dan Astrid Grahita Wulandari selaku ‘saudara sebimbingan’ yang senantiasa menemani dan memberikan motivasi yang berharga kepada penulis.


(18)

10.Rekan-rekan Bioind ‘azeothrope’ yuyun, dika, rita, yayan, hanik, rendy, teguh, anez, dan fenny yang senantiasa menemani dan bersenda gurau selama pelaksanaan penelitian.

11.Denur, Erpi, Nova, Ika, Bambang, Haekal, Asif, Fina, Hidea, Ayi, Kiki, Zuni, dan teman-teman lab sepenanggungan lainnya atas kebersamaan selama melaksanakan penelitian.

12.Keluarga ‘Kebo’ yang selalu mengisi hari-hari penulis dengan tawa canda dan kebersamaan: Mega Ayu Yusuf, Rini Indrayati, Siti Mulia Malikil Mulkiyyah, Restu Yulia Tribawati, Shinta Kartika Wardhani, Galih Krisnawati Sanjaya, Bimo Bayuaji, M. Fajri Ghozali, Aang Zen, dan Noor Ariefandie Febrianto. Terima kasih atas persahabatan yang luar biasa selama ini.

13.Keluarga besar TINERS 41 atas kebersamaan dan persaudaraan selama di IPB khususnya Nda, Wiw, Mas Darto, Mas Kukun, Neisya, Beser, Derce, Irawan, Jo, Novi, Aip, dan lainnya.

14.Rekan-rekan Himalogin 2005-2007 khususnya Departemen Kesekretariatan atas kerjasama dan kebersamaannya.

15.Adik penulis: Luluk, Handris, dan Oky atas semangat yang telah diberikan kepada penulis.

16.Keluarga besar FORSA 29 (Forum silaturahmi alumni SMA 29) Jakarta atas kekeluargaannya selama penulis di IPB.

17.Semua pihak yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan penyusunan skripsi ini.

Akhirnya dengan segala keterbatasan yang ada, penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat sebagaimana mestinya. AMIN.

Bogor, Januari 2009


(19)

DAFTAR ISI

Halaman KATA PENGANTAR ...

DAFTAR ISI ... DAFTAR TABEL ... DARTAR GAMBAR ... DAFTAR LAMPIRAN ... I. PENDAHULUAN ... A. LATAR BELAKANG ... B. TUJUAN ... II. TINJAUAN PUSTAKA ... A. UBI KAYU ... B. TEPUNG UBI KAYU ... C. TEPUNG KASAVA TERMODIFIKASI ... D. FERMENTASI UBI KAYU ... III. METODOLOGI PENELITIAN ... A. BAHAN DAN ALAT ... B. METODE PENELITIAN ... 1. Penelitian Pendahuluan ... 2. Penelitian Utama ... 3. Metode Analisis ... 4. Uji Statistik ... 5. Uji Organoleptik ... IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ...

A. ANALISA KOMPOSISI KIMIA DAN SIFAT MUTU

TEPUNG KASAVA TERFERMENTASI ... B. ANALISA SIFAT FISIKO KIMIA TEPUNG KASAVA

TERFERMENTASI... C. UJI ORGANOLEPTIK TEPUNG KASAVA

TERFERMENTASI... V. KESIMPULAN DAN SARAN ...

i iii v vi viii 1 1 2 3 3 4 7 9 11 11 11 11 15 16 22 22 23 23 41 59 64


(20)

A KESIMPULAN ... B SARAN ... DAFTAR PUSTAKA ... LAMPIRAN ...

64 64 65 69


(21)

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 1. Komposisi Ubi kayu (per 100 g bahan) ... 4

Tabel 2. Spesifikasi Persyaratan Mutu Tepung Ubi kayu (SNI 01-2997-1992) ... 7

Tabel 3. Syarat mutu edible cassava flour dalam CODEX STAN 176-1989 (Rev. 1-1995) ... 7

Tabel 4. Desain percobaan produksi tepung kasava terfermentasi 12 Tabel 5. Data analisa sifat mutu tepung kasava terfermentasi ... 24

Tabel 6. Perhitungan total mikroba tepung kasava terfermentasi ... 40

Tabel 7. Pengukuran warna tepung kasava terfermentasi ... 42

Tabel 8. Sifat amilografi tepung kasava terfermentasi ... 55


(22)

DAFTAR GAMBAR

Halaman Gambar 1. Proses pembuatan tepung ubi kayu cara basah dan kering

(Departemen Perindustrian, 1989) ... 6

Gambar 2. Diagram alir proses pembuatan tepung kasava

terfermentasi metode perendaman ... 13

Gambar 3. Diagram alir proses pembuatan tepung kasava

terfermentasi metode gari ... 14

Gambar 4. Diagram alir proses pembuatan tepung kasava

terfermentasi metode rava ... 15

Gambar 5. Histogram kadar air tepung kasava termodifikasi (%bb).... 26

Gambar 6. Histogram Komposisi kimia tepung kasava termodifikasi

(% bk) ... 27

Gambar 7. Histogram kadar karbohidrat (by difference) dan pati

tepung kasava termodifikasi (% bk). ... 33

Gambar 8. Histogram kadar HCN tepung kasava termodifikasi (ppm) 36

Gambar 9. Histogram Total asam dan pH tepung kasava

termodifikasi ... 38

Gambar 10. Grafik warna tepung kasava terfermentasi ... 43

Gambar 11. Penampakan tepung kasava terfermentasi ... 44

Gambar 12. Penampakan mikroskopis granula pati tepung kasava

termodifikasi ... 46

Gambar 13. Histogram total padatan terlarut tepung kasava

termodifikasi (mg/l) ... 48

Gambar 14. Histogram absorbsi air dan minyak tepung kasava

termodifikasi (%) ... 49

Gambar 15. Grafik kelarutan dan swelling power tepung kasava

termodifikasi (%) ... 51

Gambar 16. Histogram viskositas tepung kasava termodifikasi (cP)... 53


(23)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1. Data analisa proksimat ... 69

Lampiran 2. Data analisa derajat warna dan derajat putih ... 79

Lampiran 3. Data analisa total asam ... 81

Lampiran 4. Data analisa total mikroba ... 82

Lampiran 5. Data analisa pH ... 83

Lampiran 6. Data analisa kadar HCN ... 85

Lampiran 7. Data analisa total padatan terlarut ... 87

Lampiran 8. Data analisa absorbsi air dan minyak ... 89

Lampiran 9. Data analisa kelarutan dan swelling power ... 92

Lampiran 10. Data analisa viskositas pasta ... 95

Lampiran 11. Lembaran pengujian organoleptik tepung kasava termodifikasi ...

97

Lampiran 12. Data analisa organoleptik ... 98

Lampiran 13. Analisis sidik ragam dan uji lanjut Duncan Perlakuan


(24)

I. PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Ubi kayu atau ketela pohon adalah salah satu komoditas pertanian jenis umbi-umbian yang cukup penting di Indonesia baik sebagai sumber pangan maupun pakan. Hal ini disebabkan karena tanaman ubi kayu mempunyai beberapa keunggulan dibanding tanaman pangan lain, diantaranya dapat tumbuh di lahan kering dan kurang subur, daya tahan terhadap penyakit relatif tinggi, masa panennya yang tidak diburu waktu sehingga dapat dijadikan lumbung hidup. Selain itu, daun dan umbi ubi kayu dapat diolah menjadi aneka makanan, baik makanan utama maupun selingan.

Ubi kayu merupakan tanaman yang mempunyai daya adaptasi lingkungan yang luas, sehingga ubi kayu dapat tumbuh di semua propinsi di Indonesia. Permasalahan utama dalam produksi ubi kayu adalah produktivitas yang masih rendah yaitu 12,2 ton/ha (Anonima, 2007) dibandingkan dengan India (17,57 ton), Angola (14,23 ton/ha), Thailand (13,30 ton/ha) dan China (13,06 ton/ha) (Anonimb, 2007).

Alternatif pengolahan umbi ubi kayu yang sedang digalakkan oleh pemerintah adalah pengolahan umbi ubi kayu menjadi tepung ubi kayu. Tepung ubi kayu (kasava) adalah tepung yang dihasilkan dari penghancuran (penepungan) umbi ubi kayu yang telah dikeringkan. Dan dapat diolah menjadi berbagai bentuk produk akhir juga sebagai substitusi terigu serta dapat digunakan menjadi salah satu komoditi ekspor maupun bahan baku industri.

Untuk pengembangan produk–produk ubi kayu, telah diteliti pengolahan ubi kayu menjadi tepung kasava termodifikasi: misalkan fufu, akyeke, gari, agbelima, dan kivunde di Afrika. Tepung kasava termodifikasi adalah produk tepung dari ubi kayu yang diproses dengan menggunakan prinsip memodifikasi sel ubi kayu secara fermentasi, sehingga hasilnya berbeda dengan tepung gaplek maupun tepung kasava. Mikroorganisme yang tumbuh merupakan mikroba amilolitik, sebagian selulolitik serta mempunyai aktifitas poligalakturonase dan linamarinase (Oyewole, 2001; Obilie et al.,


(25)

2003, Guyot dan Morlon-Guyot, 2001). Setelah proses fermentasi, tepung kasava yang dihasilkan akan mempunyai flavor, aroma, dan tekstur yang lebih baik, serta kandungan HCN yang lebih rendah.

Adanya modifikasi tepung kasava diharapkan dapat mengatasi permasalahan pangan di Indonesia. Dan dengan diketahuinya teknologi proses produksi, karakterisasi mutu dan sifat fisiko kimia tepung kasava termodifikasi tersebut dapat menjadi pembuka jalan untuk memanfaatkan tepung kasava sebagai bahan baku industri dan meningkatkan nilai tambah ubi kayu secara luas di Indonesia.

B. TUJUAN

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh teknologi pengolahan dan jenis starter pada produksi tepung kasava termodifikasi terhadap karakterisasi mutu dan sifat fisiko kimia dari tepung kasava yang dihasilkan, serta untuk mengetahui tingkat kesukaan panelis terhadap tepung kasava tersebut.


(26)

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. UBI KAYU

Ubi kayu, yang juga dikenal sebagai ketela pohon termasuk dalam familia Euphorbiaceae dan genus Manihot, dalam bahasa latin bernama cassava, adalah pohon tahunan tropika. Umbinya dikenal luas sebagai makanan pokok penghasil karbohidrat dan daunnya sebagai sayuran. Umbi atau akar pohon ubi kayu yang panjang dengan fisik rata-rata bergaris tengah 2-3 cm dan panjang 50-80 cm, tergantung dari jenis ubi kayu yang ditanam. Daging umbinya berwarna putih atau kekuning-kuningan. Umbi ubi kayu tidak tahan simpan meskipun ditempatkan di lemari pendingin. Gejala kerusakan ditandai dengan keluarnya warna biru gelap akibat terbentuknya asam sianida yang bersifat racun bagi manusia (Anonimc, 2008).

Ubi kayu merupakan bahan pangan pokok bagi bangsa Indian Amerika (Amerindians) selama beberapa ribu tahun. Tanaman ubi kayu ini diperkirakan berasal dari Colombia, Brazil, Venezuela, atau Guyana.

Ubi kayu merupakan tanaman tropis yang tumbuh pada daerah antara 250LU sampai 250LS. Pada tahun 1852 Kebun Raya Bogor menerima bibit ubi kayu dari Suriname yang pada tahun 1854 disebarkan ke seluruh karesidenan di Pulau Jawa dan kawasan lain di luar Pulau Jawa, sedangkan pengembangannya dimulai sekitar tahun 1914-1918 (Lingga et al., 1986).

Dalam pertumbuhannya ubi kayu membutuhkan iklim panas dan lembab. Produksi tertinggi ubi kayu pada ketinggian 150 m dpl dengan suhu 25-27 0C. Pertumbuhan akan terhenti pada suhu dibawah 10 0C dan ketinggian 1500 m atau lebih, sedangkan kisaran hujan yang dibutuhkan antara 500 - 5000 mm (Grace, 1977).

Umbi dari ubi kayu merupakan sumber energi yang kaya karbohidrat namun sangat miskin protein. Sumber protein yang bagus justru terdapat pada daun ubi kayu karena mengandung asam amino metionin (Anonimc, 2008).

Saat ini ubi kayu banyak ditanam di Indonesia, India Selatan, Thailand, Malaysia dan Brazilia. Umbi ubi kayu dapat diolah menjadi tapioka,


(27)

gaplek dan beraneka ragam makanan. Ubi kayu memiliki nutrisi yang tinggi untuk tujuan pangan. Komposisi ubi kayu dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Komposisi Ubi kayu (per 100 g bahan)

Komponen Kadar

Kalori (kal) 146,00

Air (g) 62,50

Phosphor (mg) 40,00

Karbohidrat (g) 34,00

Kalsium (mg) 33,00

Vitamin C (mg) 30,00

Protein (g) 1,20

Besi (mg) 0,70

Lemak (g) 0,30

Vitamin B1 (mg) 0,06

Berat dapat dimakan (mg) 75,00 (Margono et al., 1993)

Akar dan daun ubi kayu mengandung senyawa anti nutrisi yaitu glukosida linamarin dan lotaustralin. Jika senyawa tersebut terhidrolisa oleh aktifitas enzim linamarase akan membebaskan asam sianogenik yang dapat menyebabkan keracunan apabila terdapat dalam jumlah diatas batas aman. Dalam reaksinya, linamarin dan air dengan bantuan enzim linamarase menghasilkan asam sianogenik, aseton dan glukosa. Tinggi rendahnya kadar total glukosida sianogenik dalam akar atau daun ubi kayu akan membedakan antara varietas pahit (lebih tinggi toksisitasnya) dan varietas manis. Metoda ekonomis yang sejauh ini paling efektif menghilangkan seluruh atau sebagian asam sianogenik adalah dengan pemberian panas. Perlakuan suhu antara 40 dan 800C efektif untuk menghilangkan asam sianogenik. Dehidrasi alami dengan pemanasan di bawah sinar matahari juga merupakan cara yang aman untuk menghilangkan asam sianogenik tanpa akan mengaktifkan enzim linamarase (Wanasuria, 2007).

B. TEPUNG UBI KAYU

Ubi kayu segar dapat diolah menjadi tiga macam bentuk tepung yaitu tepung ubi kayu (cassava flour), tepung gaplek (cassava chip flour), dan


(28)

tepung tapioka (tapioca starch). Tepung ubi kayu mempunyai beberapa keunggulan jika dibandingkan dengan tepung gaplek dan tepung tapioka. Tepung ubi kayu mempunyai kadar HCN yang lebih rendah dari tepung gaplek, serta lebih tahan terhadap serangan hama selama penyimpanan. Proses pengolahan tepung ubi kayu menggunakan teknologi yang relatif sederhana dibandingkan proses pengolahan tepung tapioka sehingga dapat dibuat dengan mudah dan cepat, serta tidak membutuhkan banyak air dan tempat pengolahan yang luas (Febriyanti, 1990).

Proses pembuatan tepung ubi kayu dipandang dapat mengurangi resiko kebusukan akibat penumpukkan bahan baku. Proses pembuatan tepung ubi kayu cukup sederhana dan dapat dilakukan baik dalam skala rumah tangga maupun skala industri. Ada dua cara pembuatan tepung ubi kayu yang direkomendasikan oleh Departemen Perindustrian (1989), yaitu pembuatan tepung ubi kayu melalui penepungan irisan (chips) ubi kayu yang telah dikeringkan dan penepungan parutan ubi kayu yang telah dikeringkan. Gambar 1 menunjukkan bagan pembuatan tepung ubi kayu tersebut.

Menurut SNI-2997-1992, tepung ubi kayu adalah tepung yang dibuat dari bagian umbi ubi kayu yang dapat dimakan, melalui proses penepungan ubi kayu iris, parut, maupun bubur kering dengan mengindahkan ketentuan-ketentuan kebersihan. Syarat mutu tepung ubi kayu sesuai SNI dapat dilihat pada Tabel 2.

Tepung yang berasal dari umbi-umbian khususnya ubi kayu umumnya memiliki kandungan pati yang tinggi, karenanya cocok untuk mengatasi kebutuhan kalori di dalam makanan. Tetapi umumnya memiliki kandungan protein yang rendah (Muharam, 1992).

Hal yang perlu diperhatikan dalam pembuatan tepung kasava adanya komponen toksik. Komponen toksik yang terdapat pada umbi ubi kayu adalah asam sianida (HCN). Menurut Soekarto (1990), kandungan HCN dalam umbi ubi kayu tergantung pada varietas, lokasi, dan kondisi pertanian. Dalam bidang pertanian, dikenal umbi manis, yaitu umbi ubi kayu yang memiliki kandungan HCN relatif rendah dan umbi pahit, yaitu umbi ubi kayu yang memiliki kandungan HCN tinggi.


(29)

Proses I Proses II

Gambar 1. Proses pembuatan tepung ubi kayu cara basah dan kering (Departemen Perindustrian, 1989)

Di dalam umbi ubi kayu, HCN tidak terdapat bebas melainkan terikat dalam bentuk senyawa yang disebut linamarin atau glukosida aseton sianohidrin (Winarno, 1992). Senyawa ini baru bersifat toksik bila telah terurai. Linamarin oleh enzim linamerase yang secara alami terdapat dalam ubi kayu dapat terurai dan melepaskan HCN.

Menurut Winarno (1984), batas aman kandungan HCN adalah sekitar 0,5-3,5 mg HCN/kg berat badan, sedangkan jumlah HCN di dalam umbi, menurut FAO cukup aman bila kurang dari 50 mg/kg umbi kering.

Ubi kayu segar

Dikurangi kadar airnya Diparut

Dicuci Dikupas Ubi kayu segar

Dikeringkan /dijemur

Dipotong /diiris Dikupas

Dikeringkan/dijemur

Ditepungkan

TEPUNG UBI KAYU Ditepungkan


(30)

Tepung ubi kayu dapat digunakan sebagai bahan baku utama atau sebagai bahan campuran untuk pembuatan berbagai jenis makanan antara lain roti, mie, kue-kue, donat, biskuit, dan lain-lain (Departemen Perindustrian, 1989).

Tabel 2. Spesifikasi Persyaratan Mutu Tepung Ubi kayu (SNI 01-2997-1992)

Kriteria Uji Satuan Persyaratan

Keadaan - Bau - Rasa - Warna - - -

Khas Ubi kayu Khas Ubi kayu

Putih

Benda-benda Asing - Tidak boleh ada

Derajat putih %b/b

(BaSO4=100%)

Min. 85

Air % b/b Maks. 12

Abu % b/b Maks. 1,50

Derajat Asam ml. NaOH/100 g Maks. 3

Asam sianida mg/kg Maks. 40

Kehalusan % (lolos ayakan 80 mesh) Min. 90

Pati % b/b Min 70

Bahan tambahan pangan Sesuai SNI 01-0222-1995 Cemaran Logam :

- Pb - Cu - Zn

- Raksa (Hg)

mg/kg mg/kg mg/kg mg/kg Maks. 1,00 Maks. 10,00 Maks. 40,00 Maks. 0,05

Arsen mg/kg Maks. 0,50

Cemaran mikroba - Angka lempeng total - E. coli

- Salmonella

Koloni/g Koloni/g Koloni/g

Maks. 1 x 106 Maks. 3 x 101 Maks. 1 x 104

C. TEPUNG KASAVA TERMODIFIKASI

Tepung kasava telah banyak digunakan dalam pembuatan produk-produk pangan, antara lain seperti roti, biskuit, mie instan, dan lain-lain. Tepung kasava dapat dimodifikasi untuk memperoleh mutu produk yang lebih baik dan sesuai dengan keinginan. Muharam (1992) telah melakukan modifikasi tepung kasava dengan cara pengukusan, penyangraian, dan penambahan GMS (Glyceril Mono Stearat).


(31)

Tepung kasava termodifikasi merupakan produk turunan dari tepung kasava yang menggunakan prinsip modifikasi sel ubi kayu secara fermentasi (Subagio, 2006). Secara teknis, cara pengolahan tepung kasava termodifikasi sangat sederhana, mirip dengan cara pengolahan tepung kasava biasa, namun disertai dengan proses fermentasi. Ubi kayu dibuang kulitnya, dikerok lendirnya, dan dicuci sampai bersih. Kemudian dilakukan pengecilan ukuran ubi kayu dan dilanjutkan dengan tahap fermentasi selama 12-72 jam. Setelah fermentasi, ubi kayu tersebut dikeringkan dan ditepungkan sehingga dihasilkan produk tepung kasava termodifikasi.

Tepung kasava termodifikasi merupakan produk hasil olahan dari ubi kayu yang dapat dimakan (edible cassava). Oleh karena itu, syarat mutu tepung kasava termodifikasi dapat mengacu kepada CODEX STAN 176-1989 (Rev. 1-1995) tentang edible cassava flour yang ditampilkan pada Tabel 3.

Tabel 3. Syarat mutu edible cassava flour dalam CODEX STAN 176-1989 (Rev. 1-1995)

Jenis Uji Satuan Persyaratan Mutu

Air % Maks. 13

Abu % Maks. 3

Serat kasar % Maks. 2

HCN mg/kg Maks. 10

Residu pestisida - Sesuai dengan aturan yang berlaku

Logam berat - Tidak terdeteksi

Bahan tambahan - Tidak terdeteksi

Modifikasi tepung kasava bertujuan untuk mendapatkan produk asam yang diinginkan seperti gari, agbelima, kivunde, fufu (Ngaba dan Lee, 1979, Okafor dan Uzuegbu, 1987 ; Adegoke dan Babalola, 1988 ; Budu, 1990 ; Oyewole dan Odunfa, 1990 ; Meraz et al., 1992 ; Amoa-Awua et al., 1996, Kimaryo et al., 2000), menghilangkan kandungan sianida dalam jumlah banyak dari varietas ubi kayu yang tinggi kandungan sianida melewati proses perendaman dan penumpukan (O’Brien et al., 1991 ; Essers, 1995), serta untuk memodifikasi tekstur dari produk yang akan dihasilkan (Obilie et al., 2003).


(32)

Gari adalah makanan berbentuk butiran yang berwarna putih krem atau kuning jika ditambahkan dengan minyak palem dalam masakan. Gari dengan kualitas bagus biasanya berwarna kuning krem dengan bentuk yang seragam dan akan mengembang tiga kali dari volume awal saat dicampur dengan air. Batas kadar air yang aman untuk penyimpanan gari adalah dibawah 12 % (Balagopalan et al., 1988).

Rava adalah makanan berbasis tepung yang biasa digunakan sebagai bahan baku dalam pembuatan berbagai macam resep sarapan seperti uppuma dan halwa. Proses pembuatan rava terdiri dari gelatinisasi parsial umbi ubi kayu yang berbentuk irisan, pengeringan dan penghancuran. Dengan gelatinisasi parsial, granula mengembang sedikit dan menghasilkan produk yang berbentuk butiran (Balagopalan et al., 1988).

D. FERMENTASI UBI KAYU

Fermentasi ubi kayu dilakukan dengan merendam umbi di dalam air selama 3-4 hari. Akibat dari proses fermentasi adalah melembutnya umbi dan akan hancur jika digenggam. Proses fermentasi dimulai sebagai hasil reaksi mikroorganisme dari lingkungan. Adanya mikroorganisme yang tidak diketahui dapat mengganggu pengontrolan proses fermentasi dan mengakibatkan timbulnya bau yang tidak diinginkan (Achi dan Akomas, 2006).

Fermentasi ubi kayu dilakukan untuk menghasilkan roti dan biskuit spesial bebas gluten yang terkenal di beberapa negara di Amerika Selatan. Hasil dari fermentasi memberikan adonan ketika dipanggang menghasilkan produk roti yang berkualitas. Proses ekstruksi yang dilakukan untuk mendapatkan volume spesifik yang tinggi dari biskuit dan makanan berbahan roti tidak diperlukan ketika tepung kasava termodifikasi digunakan (Demiate et al., 1999).

Interaksi dari mikroorganisme di dalam bubur ubi kayu dipengaruhi oleh kandungan air dari bubur tersebut. Karena itu diperlukan pengurangan kandungan air sebanyak mungkin untuk mencegah perkembangbiakan mikroorganisme di dalamnya (Achi dan Akomas, 2006).


(33)

Fermentasi alami melibatkan berbagai macam mikroorganisme. Dalam pembuatan tepung kasava termodifikasi, salah satu mikroorganisme yang digunakan adalah bakteri asam laktat. Bakteri asam laktat memproduksi laktase yang dapat memecah laktosa, juga enzim-enzim yang memecah gula menjadi asam laktat dan produk-produk lain. Kebutuhan asam amino bakteri asam laktat cukup banyak, oleh karena itu juga dihasilkan enzim pemecah protein (Penderson, 1971).

Bakteri asam laktat bersifat Gram positif, biasanya tunggal, non motil, tidak membentuk spora dan hampir selalu bersifat katalase negatif. Bakteri ini aktif pada kisaran suhu antara 10-32oC, dan hampir semuanya terbunuh pada suhu 62oC selama 30 menit (Newlander dan Atherton, 1982).

Brook (1970) mengatakan bahwa semua bakteri asam laktat tumbuh pada kondisi anaerob, tetapi ada juga yang tidak sensitif terhadap oksigen. Salah satu perbedaan subgrup bakteri asam laktat yang heterofermentatif dan homofermentatif terletak pada tidak ada atau adanya enzim aldolase yang menyebabkan perbedaan produk fermentasi.

Mikroorganisme lain yang digunakan untuk proses fermentasi ubi kayu berasal dari ragi. Ragi adalah inokulum padat yang mengandung kapang, khamir dan bakteri yang dibuat secara tradisional serta berfungsi sebagai starter fermentasi. Ragi adalah starter tradisional yang terdapat di Indonesia, digunakan untuk fermentasi substrat yang kaya akan pati seperti ubi kayu dan beras ketan.


(34)

III. BAHAN DAN METODE

A. BAHAN DAN ALAT

Bahan baku yang digunakan pada penelitian ini adalah ubi kayu jenis varietas kuning atau biasa disebut ubi kayu mentega berumur 8 bulan yang diperoleh dari perkebunan ubi kayu di daerah Cinangneng-Leuwiliang. Bahan penunjang yang digunakan dalam proses produksi tepung ubi kayu meliputi ragi tape, ragi roti merek fermipan, dan bakteri asam laktat yang didapat dari air rendaman sawi asin. Bahan kimia yang digunakan untuk analisa produk berupa NaCl, Hexana, H2SO4, NaOH, Alkohol, K2SO4, HCl, AgNO3, NH4OH,

HClO4, KI, PCA (Plate Count Agar), EMB agar (Eosin Metilen Blue Agar),

SSA (Samonella Shigela Agar), indikator phenolptalein, pereaksi Cu, dan pereaksi Nelson.

Alat-alat yang digunakan untuk proses produksi meliputi wadah perendaman, pisau, parutan, blender dan kompor, sedangkan alat-alat untuk analisa produk yaitu pengaduk, tanur, timbangan, kertas saring, oven, inkubator, pH meter, desikator, colortech, sentrifuse, viskometer Brookfield, Brabender Viscoamylographer, dan alat-alat gelas.

B. METODE PENELITIAN 1. Penelitian Pendahuluan

Pada tahap ini dilakukan persiapan bahan baku berupa pembuatan tepung dengan tujuh macam metode yang dimulai dari pengupasan, pencucian, pengecilan ukuran, perendaman, pemarutan, perebusan, pengeringan, dan penepungan. Metode yang dilakukan terbagi menjadi tiga bagian yaitu metode perendaman dengan starter, gari, dan rava.

Metode perendaman terdiri dari lima macam cara meliputi perendaman tanpa starter, ragi tape (2 g/l), ragi roti (2 g/l), bakteri asam laktat/air rendaman sawi asin (1,2 x 108 koloni/l), serta pencampuran antara bakteri asam laktat dan ragi roti (2,4 x 108 koloni/l + 2 g)/l. Desain percobaan dari penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 4. Diagram alir


(35)

pembuatan tepung kasava termodifikasi metode perendaman tersaji pada Gambar 2.

Tabel 4. Desain percobaan produksi tepung kasava termodifikasi

Kode perlakuan Perlakuan/metode

A-1 Perendaman tanpa starter A-2 Perendaman dengan ragi roti A-3 Perendaman dengan ragi tape

A-4 Perendaman dengan bakteri asam laktat

A-5 Perendaman dengan bakteri asam laktat dan ragi roti

B Gari

C Rava

K Kontrol

Metode gari dilakukan dengan cara bahan baku setelah proses pengupasan dan pencucian diproses pemarutan untuk kemudian dibungkus dengan kain saring selama 2 hari. Diagram alir pembuatan tepung kasava termodifikasi metode gari tersaji pada Gambar 3. Untuk metode rava dilakukan dengan cara perebusan bahan baku yang sudah dikecilkan ukurannya dalam air mendidih selama 5 menit. Diagram alir pembuatan tepung kasava termodifikasi metode rava tersaji pada Gambar 4.

Pembuatan produk pembanding berupa tepung kasava kontrol dilakukan dengan cara pengeringan langsung setelah proses pengecilan ukuran. Proses pengeringan menggunakan panas matahari selama 7 jam dan oven selama 2-3 hari.


(36)

Gambar 2. Diagram alir proses pembuatan tepung kasava termodifikasi metode perendaman

Ubi kayu

Pengupasan

Pengecilan ukuran

Pencucian

Perendaman selama 2-4 hari

Pengeringan matahari selama 7 jam

Penggilingan

Penyaringan Starter

Pengeringan oven blower selama 2-4 hari


(37)

Gambar 3. Diagram alir proses pembuatan tepung kasava termodifikasi metode gari

Ubi kayu

Pengupasan

Pengecilan ukuran

Pencucian

Pemarutan

Pengeringan matahari selama 7 jam

Penggilingan

Penyaringan

Pengeringan oven blower selama 2-4 hari

Tepung kasava


(38)

Gambar 4. Diagram alir proses pembuatan tepung kasava termodifikasi metode rava

2. Penelitian Utama

Pada tahap ini dilakukan analisa sifat mutu dan komposisi kimia, sifat fisiko kimia, dan uji organoleptik. Analisa sifat mutu dan komposisi kimia meliputi analisa proksimat (air, abu, lemak, serat kasar, protein dan karbohidrat by difference), derajat putih, total asam, pati, dan total mikroba (TPC, total E.coli, total Salmonella). Analisa sifat fisiko kimia meliputi pH, HCN, derajat putih, absorbsi air dan minyak, viskositas (Brookfield Viscosimeter dan Brabender Viscoamylographer), kelarutan dan swelling power, serta total padatan terlarut. Uji organoleptik dilakukan pada bahan

Ubi kayu

Pengupasan

Pengecilan ukuran

Pencucian

Perendaman dalam air mendidih selama 5 menit

Pengeringan matahari selama 7 jam

Penggilingan

Penyaringan

Pengeringan oven blower selama 2-4 hari


(39)

tepung kasava termodifikasi dengan parameter warna, tekstur, aroma, dan penerimaan umum.

3. Metode Analisis

a) Kadar air (AOAC, 1995)

Cawan alumunium yang telah dikeringkan dan diketahui bobotnya diisi sebanyak 2 g sampel lalu ditimbang (W1) kemudian dimasukkan ke dalam oven suhu 1050C selama 1-2 jam. Cawan alumunium dan sampel yang telah dikeringkan dimasukkan ke dalam desikator kemudian ditimbang. Ulangi pemanasan sampel sampai dicapai bobot konstan (W2). Sisa contoh dihitung sebagai total padatan dan air yang hilang sebagai kadar air.

Kadar Air (%) = (W1 – W2) x 100 % W1

b) Kadar abu (AOAC, 1995)

Sebanyak 2 g sampel ditimbang dalam cawan porselin yang telah diketahui bobotnya (A), kemudian diarangkan dengan menggunakan pemanas Bunsen hingga tidak mengeluarkan asap lagi. Cawan porselin berisi contoh (B) yang sudah diarangkan kemudian dimasukkan dalam tanur bersuhu 6000C selama 2 jam untuk mengubah arang menjadi abu (C). Cawan porselin berisi abu didinginkan dalam desikator dan ditimbang hingga mencapai bobot tetap.

Kadar Abu (%) = (C – A) x 100 % B

c) Kadar lemak (AOAC, 1995)

Sebanyak 2 g contoh bebas air diekstraksi dengan pelarut organik hexana dalam alat Soxhlet selama 6 jam. Contoh hasil ekstraksi diuapkan dengan cara diangin-anginkan dalam oven bersuhu 1050C. Contoh didinginkan dalam desikator dan ditimbang hingga diperoleh bobot tetap.

Kadar lemak (%) = bobot lemak x 100 % bobot contoh


(40)

Sebanyak 2-4 g contoh ditimbang, lalu lemaknya dibebaskan dengan cara ekstraksi menggunakan Soxhlet atau diaduk, setelah mengendap tuangkan contoh dalam pelarut organik sebanyak tiga kali. Contoh dikeringkan dan ditambahkan 50 ml larutan H2SO4 1,25 %,

kemudian didihkan selama 30 menit dengan pendingin tegak. Setelah itu ditambahkan 50 ml NaOH 3,25 % dan didihkan kembali selama 30 menit. Dalam keadaan panas cairan disaring dengan corong Buchner yang berisi kertas saring tak berabu Whatman No. 41 yang telah dikeringkan dan diketahui bobotnya. Endapan pada kertas saring berturut-turut dicuci dengan H2SO4 1,25 % panas, air panas, dan etanol

96 %. Kertas saring dan isinya diangkat dan ditimbang, lalu dikeringkan pada suhu 1050C sampai bobot konstan. Bila kadar serat kasar lebih besar 1 % kertas saring beserta isinya diabukan dan ditimbang hingga bobotnya konstan.

Serat kasar ≤ 1 %

Kertas saring+contoh kering–kertas saring kosong x 100 % Bobot contoh

Serat kasar > 1 %

Kertas saring+contoh kering–kertas saring kosong–bobot abu x 100 % Bobot contoh

e) Kadar protein (AOAC, 1995)

Sebanyak 1 g sampel dimasukkan ke dalam labu Kjeldahl lalu ditambahkan 2,5 ml H2SO4 pekat, 1 g katalis dan beberapa butir batu

dadih. Lalu didestruksi hingga menghasilkan larutan jernih dan kemudian didinginkan. Larutan hasil destruksi dipindahkan ke alat destilasi dan ditambahkan 15 ml NaOH 50 %. Labu erlenmeyer yang berisi 25 ml HCl 0,02 N dan tetes indikator mengsel (campuran metal merah 0,02 % dalam alkohol dan metal biru 0,02 % dalam alkohol (2:1)) diletakkan di bawah kondensor. Ujung tabung kondensor dibilas dengan akuades (ditampung dalam Erlenmeyer). Larutan yang berada dalam Erlenmeyer dititrasi dengan NaOH 0,02 N hingga diperoleh


(41)

perubahan warna dari hijau menjadi ungu. Setelah itu dilakukan pula penetapan blanko.

Kadar protein (%) = (a-b) x N x 0,014 x 6,25 x 100 % W

f) Kadar karbohidrat (by difference)

Kadar karbohidrat by difference = 100 % - (P+KA+A+L+S) Keterangan :

P = Kadar Protein (%) KA = Kadar Air (%) A = Kadar Abu (%) L = Kadar Lemak (%) S = Kadar Serat kasar (%)

g) Kadar pati (Metode Somogy Nelson)

Sampel ditimbang sebanyak 0,1 g dan dimasukkan ke dalam tabung reaksi, kemudian ditambahkan etanol 80 % sebanyak 15 ml dan dipanaskan dalam penangas air pada suhu 80–85 0C selama 30 menit. Setelah itu didiamkan selama 30 menit pada suhu kamar. Cairan dibuang. Endapan yang telah kering ditambahkan aquades sebanyak 2 ml dan dipanaskan selama 3 menit. Kemudian ditambahkan HClO4 2

ml dan dipanaskan selama 15 menit. Setelah itu dilakukan sebanyak dua kali. Cairan ditampung pada labu ukur 100 ml dan ditepatkan volumenya hingga 100 ml.

Larutan dipipet sebanyak 2 ml ke dalam tabung reaksi 50 ml, ditambahkan pereaksi Cu sebanyak 2 tetes dan dipanaskan dalam penangas air selama 20 menit, kemudian didinginkan (warna menjadi merah bata). Tambahkan pereaksi Nelson 2 sebanyak tetes (warna menjadi biru tua), setelah itu ditepatkan hingga volume 50 ml dengan aquades. Kemudian ukur dengan spektrofotometer pada panjang gelombang 500 nm. Hasil pengukuran absorbansi diplotkan kedalam kurva standar.


(42)

h) Kadar HCN (Sudharmadji et al., 1989)

Sampel ditimbang sebanyak 20 g dimasukkan ke dalam labu perebus dan ditambahkan aquades sebanyak 100 ml. labu ditutup rapat dan dibiarkan selama 2 jam, setelah itu ditambah air lagi sebanyak 100 ml. Labu dihubungkan dengan steam destilation dan destilat ditampung dalam labu erlenmeyer yang telah diisi dengan 20 ml NaOH 2,5 %. Setelah destilat mencapai 150 ml, destilasi dihentikan. Destilat ditambah 8 ml NH4OH, 5 ml KI 5 % dan dititrasi dengan

larutan AgNO3 0,02 N sampai terjadi kekeruhan (kekeruhan akan

mudah terlihat bila dibawah erlenmeyer diletakkan kertas karbon hitam). Kadar HCN dihitung dengan rumus sebagai berikut:

Kadar HCN (ppm) = 1000 x ml titran x 0,54 bobot contoh

i) Total asam (AOAC, 1995)

Sampel sebanyak 10 g ditera dengan aquades sampai 50 ml. Larutan tersebut disaring menggunakan kertas saring hingga didapat 25 ml cairan jernih. Kemudian diberi indikator phenolphtalein dan dititrasi dengan NaOH 0.1 N yang sudah distandarisasi.

Total asam = ml NaOH x Normalitas NaOH x 100 volum contoh

j) Total mikroba (AOAC, 1995)

Total mikroba diukur dengan menggunakan metode tuang. Sampel sebanyak 1 g ditimbang, kemudian dilakukan pengenceran pada tingkat yang dikehendaki. Contoh dipipet sebanyak 1 ml lalu disebarkan dalam cawan petri, dan digoyang hingga rata. Setelah itu dimasukkan media sesuai analisa mikroba yang diinginkan. Untuk total plate count menggunakan media PCA, analisa E.coli menggunakan media EMB, dan analisa Salmonella menggunakan media SSA. Selanjutnya diinkubasi selama 24–48 jam dalam inkubator, dan setelah masa inkubasi selesai dilakukan perhitungan jumlah koloni.


(43)

k) Total padatan terlarut (AOAC, 1995)

Sampel sebanyak 2,5 g dilarutkan dalam 10 ml aquades lalu diaduk. Sampel yang telah dikocok merata disaring dengan kertas saring. Cairan yang lolos penyaringan ditempatkan pada cawan dan dimasukkan dalam cawan aluminium yang diketahui beratnya (B1).

Kemudian contoh dalam cawan tersebut diuapkan dalam oven

pengering pada suhu 105oC sampai berat konstan (B2).

Zat Padat Terlarut (mg/l) = (B2 – B1)g x 106

ml contoh l) pH (AOAC, 1995)

Sampel sebanyak 2,5 g dilarutkan dalam 25 ml aquades. Pengukuran pH menggunakan alat pH meter yang sudah dikalibrasi. m) Warna dan derajat putih

Derajat warna dan putih diukur dengan alat colortech. Alat diletakkan di atas contoh dalam wadah dan nilai terbaca pada alat yang menunjukkan nilai L, a, dan b.

n) Absorbsi air dan minyak (Sathe dan Salukhe, 1981)

Sampel sebanyak 0,5 g ditambah 5 ml aquades atau minyak dan diaduk selama 30 detik. Lalu didiamkan selama 30 menit dalam ruangan. Kemudian sebanyak 0,15 ml sampel tersebut dimasukkan ke dalam tabung eppendorf untuk disentrifugasi selama 30 menit pada suhu kamar dengan kecepatan 5000 rpm. Setelah terbentuk suspensi, cairan yang tidak larut dalam air atau minyak dipipet dan ditimbang (A). Rumus yang digunakan yaitu:

Absorbsi air atau minyak (%) = 0,15 ml – A x 100 0,15 ml

o) Kelarutan dan swelling power (Modifikasi Perez et al., 1999)

Sampel ditimbang sekitar 0,5 g (A) dan dicampur dengan 50 ml aquades dalam labu Erlenmeyer 100 ml.Sampel ditempatkan pada penangas air dengan suhu 900C selama 2 jam dengan pengadukan kontinyu. Sampel yang telah dipanaskan kemudian disentrifugasi dengan kecepatan standar selama 15 menit. Dari suspensi tersebut


(44)

diambil 30 ml larutan yang jernih kemudian diletakkan pada cawan petri yang telah diketahui bobotnya (B). Cawan petri dikeringkan pada oven bersuhu 1000C hingga bobotnya konstan, kemudian ditimbang dan dihitung bobot akhirnya (C). Swelling power merupakan bobot endapan yang tertinggal dalam tabung sentrifuse (D).

Kelarutan (%)= (C – B) x 50 ml x 100 % A x 30 ml

Swelling power (%)= D x 100 % A x (100-%kelarutan) p) Viskositas pasta (5 %)

Viskositas diukur dengan menggunakan alat viskosimeter Brookfield. Sampel disiapkan sebanyak 25 g dalam 500 ml air untuk kemudian dipanaskan dalam air mendidih selama 15 menit, dan didinginkan hingga suhu 280C. Pasta diukur pada suhu 280C dengan menggunakan kecepatan dan spindel yang disesuaikan. Spindel yang digunakan nomor 1 dan 2 dengan kecepatan 0,3-60 rpm.Nilai yang terbaca merupakan nilai yang masuk dalam kisaran 20–80.

q) Sifat amilografi

Pengukuran sifat-sifat amilografi dilakukan dengan menggunakan alat Viscoamylograph Brabender. Sampel tepung sebanyak 30 g ditambahkan 450 ml air dan diaduk hingga homogen selama 5 menit kemudian disiapkan pada alat Viscoamylograph Brabender. Pemanasan awal dilakukan sampai suhu 300C. Pada saat tersebut pena pada recorder harus berada pada garis 0 (nol). Pemanasan dilanjutkan selama 43,5 menit sampai suhu 930C (kenaikan suhu 1,50C/menit). Pemanasan dipertahankan pada suhu 930C selama 20 menit. Kemudian dilakukan pendinginan selama 30 menit sampai suhu 500C (kenaikan suhu 1,50C/menit). Setelah suhu mencapai 500C, dibiarkan dulu selama 10 menit. Parameter yang diperoleh dari kurva amilografi yaitu suhu gelatinisasi awal, viskositas maksimum, viskositas akhir, breakdown viscosity dan setback viscosity.


(45)

4. Uji Statistik

Uji statistik dilakukan untuk mengetahui pengaruh dari perlakuan atau metode pengolahan tepung kasava termodifikasi terhadap analisa yang dilakukan. Analisa yang dilakukan uji stastistik meliputi analisa komposisi kimia dan analisa sifat fisiko kimia. Uji yang dilakukan menggunakan analisa sidik ragam (univariate analysis) yang dilanjutkan dengan uji Duncan. Uji Duncan sebagai uji lanjut terhadap hasil analisa sidik ragam yang berpengaruh nyata terhadap variabel bebas dengan tingkat kepercayaan 95 % (α=0,05) (Walpole, 1995).

5. Uji Organoleptik

Uji organoleptik dilakukan kepada 31 orang panelis agak terlatih yang merupakan mahasiswa Departemen Teknologi Industri Pertanian. Parameter yang diuji meliputi warna,tekstur, aroma, dan penerimaan secara umum. Masing-masing panelis diminta untuk menilai setiap sampel berupa tepung ubi kayu pada form yang telah disediakan.

Dalam penganalisaan, skala hedonik ditransformasi menjadi skala numerik dengan angka menaik menurut tingkat kesukaan. Hasil pengujian berupa skor: (1) sangat tidak suka, (2) tidak suka, (3) netral, (4) suka, dan (5) sangat suka.

Hasil dari uji organoleptik dianalisa statistik non-parametrik menggunakan uji sidik ragam (univariate analysis) untuk mengetahui tingkat perbedaan dan pengaruh dari perlakuan atau metode pengolahan tepung kasava termodifikasi terhadap parameter yang diuji dengan tingkat kepercayaan 95 %(α=0,05) (Walpole, 1995).


(46)

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. ANALISA KOMPOSISI KIMIA DAN SIFAT MUTU TEPUNG KASAVA TERMODIFIKASI

Analisa komposisi kimia yang dilakukan meliputi analisa kadar air, kadar abu, kadar lemak, kadar serat kasar, kadar protein, kadar karbohidrat by difference), dan kadar pati. Analisa sifat mutu mengacu pada dua acuan mutu, yaitu SNI 01-2997-1992 tentang tepung kasava dan CODEX STAN 176-1989 (Rev 1995) tentang edible cassava flour. Analisa yang dilakukan meliputi kadar air, kadar abu, kadar pati, derajat putih, kadar HCN, dan total asam. Hasil analisa sifat mutu tepung kasava termodifikasi disajikan pada Tabel 5. 1. Kadar Air

Kandungan air dalam bahan makanan ikut menentukan kesegaran dan daya tahan bahan itu. Untuk memperpanjang daya tahan bahan maka sebagian air dalam bahan harus dihilangkan dengan cara yang sesuai dengan jenis bahan, seperti cara pengeringan. Pengeringan pada tepung mempunyai tujuan untuk mengurangi kadar airnya sampai batas tertentu sehingga pertumbuhan mikroba dan aktifitas enzim penyebab kerusakan pada tepung dapat dihambat. Bahan yang mempunyai kadar air tinggi biasanya lebih cepat busuk dibandingkan dengan bahan yang berkadar air rendah, karena adanya aktivitas mikroorganisme. Batas kadar air minimum dimana mikroba masih dapat tumbuh adalah 14 - 15 % (Fardiaz, 1986), sedangkan menurut SNI tepung kasava tahun 1992, batas aman kadar air tepung kasava adalah 12 % (bb).

Kadar air tepung dipengaruhi oleh beberapa hal yaitu perlakuan yang dialami serta lama dan kondisi penyimpanan produk. Kadar air pada bahan dapat digunakan untuk menentukan daya simpan bahan. Semakin rendah kadar airnya maka semakin lama daya simpannya. Kadar air yang terdapat pada tepung kasava yang dihasilkan berkisar antara 6,67–9,22 % (bb) (Tabel 5, Gambar 5, dan Lampiran 1). Hal ini menunjukkan bahwa kadar air pada tepung kasava tersebut telah memenuhi syarat SNI tepung


(47)

Tabel 5. Data analisa sifat mutu tepung kasava termodifikasi

Perlakuan Kadar air (% bb)

Kadar abu (% bb)

Kadar pati (% bb)

Derajat putih (%)

Kadar HCN (ppm)

Total asam (ml NaOH/100 g)

A-1 9,13 1,19 68,17 89,63 11,88 1,17

A-2 9,04 1,21 72,33 89,48 24,75 1,32

A-3 8,70 1,21 71,81 89,44 14,85 1,04

A-4 7,40 1,09 71,70 89,86 19,80 0,40

A-5 9,17 0,87 72,47 88,86 10,89 0,72

B 8,93 1,79 74,25 87,91 51,48 1,70

C 9,22 2,08 48,27 80,89 47,19 0,73

K 7,14 2,80 76,99 88,3 40,92 0,76

SNI 01-2997-1992 Maks 12 Maks 1,5 Min 70 Min 85 Maks 40 Maks 3

CODEX STAN 176-1989 (Rev 1-1995)

Maks 13 Maks 3 - -

Maks 10

-

Keterangan : A-1 : Perendaman tanpa starter

A-2 : Perendaman dengan ragi roti

A-3 : Perendaman dengan ragi tape

A-4 : Perendaman dengan bakteri asam laktat

A-5 : Perendaman dengan kombinasi bakteri asam laktat dan ragi roti B :Gari

C : Rava K : Kontrol

2


(48)

25

0 2 4 6 8 10

K

a

d

a

r

a

ir

(

%

b

b

)

A1 A2 A3 A4 A5 B C K

Perlakuan

kasava tahun 1992. Kadar air yang terdapat pada tepung kasava yang dihasilkan termasuk rendah karena jauh berada di bawah batas aman.

Proses perendaman mengakibatkan kandungan air dalam bahan bertambah. Pada perlakuan gari yang tidak melalui proses perendaman memiliki kadar air yang cukup rendah. Perlakuan rava walaupun tidak melalui proses perendaman dalam waktu yang lama tetapi mengalami proses parboiling sehingga air yang di luar bahan masuk ke dalam granula tepung secara spontan dan mengakibatkan kandungan air meningkat. Masuknya air pada perlakuan rava ke dalam bahan disertai dengan pemanasan sehingga lebih memudahkan air untuk masuk ke dalam granula.

Gambar 5. Histogram kadar air tepung kasava termodifikasi (%bb)

Hasil analisa statistik menggunakan sidik ragam dengan tingkat kepercayaan 95 % (α=0,05) (Lampiran 1) menunjukkan bahwa perlakuan pengolahan tepung berpengaruh nyata terhadap kadar air tepung kasava termodifikasi. Uji lanjut Duncan yang dilakukan memperlihatkan perlakuan perendaman dengan ragi tape, rava, dan perendaman kombinasi bakteri asam laktat memberikan pengaruh yang sama terhadap nilai kadar air dan berbeda nyata dengan perlakuan lainnya. Perlakuan perendaman dengan ragi roti dan perendaman tanpa starter saling tidak berbeda nyata. Sama halnya dengan tepung kasava kontrol dan perendaman dengan


(49)

26 bakteri asam laktat tidak berbeda nyata. Kadar air pada tepung kasava kontrol dan perendaman dengan bakteri asam laktat tidak berbeda nyata, hal ini dikarenakan tepung kontrol tidak melewati proses perendaman sehingga kadar air yang dimiliki pun rendah. Perlakuan gari memberikan pengaruh yang nyata terhadap perlakuan lainnya.

2. Kadar Abu

Abu adalah zat organik sisa pembakaran bahan organik. Kandungan abu dan komposisinya tergantung pada jenis bahan dan cara pengabuannya. Kadar abu berhubungan dengan kandungan mineral suatu bahan. Sebagian besar bahan makanan yaitu sekitar 96 % terdiri dari bahan organik dan air. Sisanya terdiri dari unsur-unsur mineral. Unsur mineral dikenal juga sebagai bahan anorganik atau kadar abu. Dalam proses pembakaran, bahan-bahan organik terbakar, tetapi zat anorganiknya tidak terbakar karena itulah disebut abu.

Kadar abu dapat digunakan untuk menentukan nilai gizi suatu bahan. Semakin tinggi kadar abunya maka kandungan mineralnya semakin banyak. Kadar abu bisa berasal dari air yang tidak baik, tanah, pupuk yang digunakan, dan suhu pengabuan. Kadar abu yang terkandung dalam tepung kasava termodifikasi termasuk tinggi yaitu dalam kisaran 0,87 – 2,84 % (bk) (Gambar 6 dan Lampiran 1). Hal ini menunjukkan kandungan mineral yang terkandung masih banyak. Akan tetapi kadar abu dalam tepung kasava termodifikasi tersebut mengalami penurunan dibandingkan dengan tepung kasava kontrol. Dapat disimpulkan proses perendaman dalam modifikasi tepung kasava dapat menurunkan kandungan mineral pada tepung kasava.

Dilihat dari sifat mutu, tepung kasava termodifikasi memiliki kadar abu antara 0,84–2,80 % (bb) (Tabel 5 dan Lampiran 1). Walaupun nilai yang didapat tidak seluruh tepung kasava termodifikasi memenuhi persyaratan mutu tepung kasava dalam SNI tahun 1992 dengan batas maksimum kadar abu sebesar 1,5 %, tetapi nilai-nilai tersebut memenuhi persyaratan mutu tentang edible cassava flour yang mengacu pada


(50)

27 0 1 2 3 4 5 K o m p o si si k im ia ( % b k )

A-1 A-2 A-3 A-4 A-5 B C K

Perlakuan

kadar abu kadar lemak kadar serat kasar kadar protein

CODEX STAN 176-1989 (Rev. 1-1995) dengan batas maksimum kadar abu sebesar 3 %. Hal ini menunjukkan bahwa tepung kasava termodifikasi tersebut masih layak dan aman untuk dikonsumsi.

Gambar 6. Histogram Komposisi kimia tepung kasava termodifikasi (% bk)

Perlakuan perendaman menggunakan starter memiliki kandungan abu yang lebih rendah dibandingkan dengan perlakuan lainnya. Hal ini diduga karena adanya interaksi mikroorganisme dengan bahan. Proses fermentasi menggunakan mikroorganisme diduga dapat mengurangi kandungan mineral dalam bahan. Tepung kasava perlakuan rava dan kontrol tidak melalui proses fermentasi, karena itu kandungan zat anorganiknya masih cukup tinggi dibandingkan dengan perlakuan lainnya. Penggunaan berbagai macam starter tidak terlalu memberikan pengaruh yang nyata terhadap hasil analisa kadar abu. Seperti terlihat pada hasil analisa statistik menggunakan sidik ragam dengan tingkat kepercayaan 95 % (α=0,05 %) (Lampiran 1) yang menunjukkan bahwa perlakuan pengolahan tepung berpengaruh nyata terhadap kadar abu tepung kasava termodifikasi. Uji lanjut Duncan yang dilakukan memperlihatkan perlakuan perendaman tanpa starter, bakteri asam laktat, ragi tape, dan ragi roti tidak saling berbeda nyata. Dapat disimpulkan penggunaan starter tersebut tidak memberikan perbedaan signifikan pada kandungan abu


(51)

28 tepung yang dihasilkan. Akan tetapi perlakuan perendaman berbeda nyata dengan perlakuan gari, rava, dan kontrol.

3. Kadar Lemak

Lemak dan minyak adalah bahan-bahan yang tidak larut dalam air, berasal dari tumbuh-tumbuhan dan hewan. Sebagian besar lemak dan minyak merupakan trigliserida, ester dari gliserol, dan berbagai asam lemak (Buckle, 1987).

Kadar lemak tepung kasava yang dihasilkan pada penelitian ini berkisar antara 0,42–2,26 % (bk) (Gambar 6 dan Lampiran 1). Kadar lemak tidak termasuk dalam persyaratan mutu tepung kasava dalam SNI, walaupun demikian kandungannya dalam tepung kasava dapat melengkapi nilai gizinya.

Kadar lemak yang tinggi pada tepung yang disimpan dalam waktu yang cukup lama dapat menyebabkan penurunan mutu tepung. Dengan kadar lemak yang tinggi proses gelatinisasi dapat terganggu, sebab lemak mampu membuat kompleks dengan amilosa sehingga amilosa tidak dapat keluar dari granula pati. Lemak dapat mengganggu proses gelatinisasi dengan cara sebagian besar lemak akan diserap oleh permukaan granula sehingga terbentuk lapisan lemak yang bersifat hidrofobik di sekeliling granula. Hal ini akan menyebabkan kekentalan dan kelekatan pati berkurang akibat jumlah air berkurang untuk terjadinya pengembangan granula. Kerusakan lemak yang utama adalah timbulnya bau dan rasa tengik yang disebut proses ketengikan.

Rendahnya kadar lemak merupakan ciri bagi tepung yang berasal dari umbi-umbian. Tepung kasava perlakuan perendaman dengan bakteri asam laktat menunjukkan hasil kadar lemak yang paling rendah sebesar 0,42 % (bk) dan yang tertinggi oleh perlakuan perendaman dengan ragi tape sebesar 2,26 % (bk) yang tidak berbeda nyata dengan perlakuan gari. Tepung kasava termodifikasi yang dihasilkan memiliki kandungan lemak yang lebih tinggi dibandingkan tepung kontrol kecuali perendaman dengan bakteri asam laktat.


(52)

29 Hasil analisa statistik menggunakan sidik ragam dengan tingkat kepercayaan 95 % (α=0,05) (Lampiran 1) menunjukkan bahwa perlakuan pengolahan tepung berpengaruh nyata terhadap kadar lemak tepung kasava termodifikasi. Penggunaan starter tidak terlalu berpengaruh nyata terhadap hasil analisa kadar lemak, akan tetapi starter terbaik adalah bakteri asam laktat, hal ini terbukti dengan rendahnya kandungan lemak pada tepung yang dihasilkan. Proses pengolahan yang dilakukan juga tidak terlalu berpengaruh nyata terhadap hasil analisa yang dilakukan. Hal ini dikuatkan dengan hasil uji lanjut Duncan yang dilakukan bahwa perlakuan perendaman dengan ragi tape tidak berbeda nyata dengan perlakuan gari, begitu pula dengan perlakuan perendaman dengan ragi roti tidak berbeda nyata dengan perlakuan rava.

4. Kadar Serat Kasar

Serat terdiri dari dinding sel, selulosa, hemiselulosa, pektin, dan lignin. Beberapa sifat umum serat yaitu sukar diuraikan, memberi bentuk atau struktur pada tanaman, tidak larut dalam air dingin atau air panas, tidak dapat dicerna oleh cairan pencernaan manusia sehingga tidak menghasilkan energi tetapi dapat membantu melancarkan pencernaan makanan. Umumnya bahan nabati memiliki kadar serat tinggi karena sel dari tumbuhan memiliki dinding sel.

Serat kasar sangat penting dalam penilaian kualitas bahan makanan karena angka ini merupakan indeks dan menentukan nilai gizi bahan makanan tersebut. Selain itu, kandungan serat kasar dapat digunakan untuk mengevaluasi suatu proses pengolahan, misalnya proses penggilingan atau proses pemisahan antara kulit dan kotiledon. Dengan demikian persentase serat kasar dapat dipakai untuk menentukan kemurnian bahan atau efisiensi suatu proses (Sudarmadji, 1989).

Kadar serat kasar juga tidak termasuk dalam persyaratan mutu tepung kasava dalam SNI tahun 1992, akan tetapi tetap digunakan untuk menilai kandungan gizi dari tepung kasava tersebut. Pengolahan ubi kayu menjadi tepung dapat meningkatkan kadar serat kasar dari 0,6 % (bb)


(53)

30 menjadi 0,8 % (bb), akan tetapi justru mengalami penurunan menjadi 0,4 % (bb) pada gari (Balagopalan, 1988). Dari hasil analisa dapat dilihat bahwa kadar serat kasar tepung kasava termodifikasi berkisar antara 2,28– 4,37 % (bk) (Gambar 6 dan Lampiran 1). Kadar serat kasar tertinggi terdapat pada tepung kasava termodifikasi perlakuan rava dan yang terendah pada perlakuan perendaman dengan kombinasi bakteri asam laktat dan ragi roti. Kadar serat kasar yang tinggi pada tepung kasava termodifikasi disebabkan pada proses pembuatan tepung kasava tidak melalui proses ekstraksi seperti pada pembuatan pati sehingga serat yang tertinggal cukup tinggi.

Hasil analisa statistik menggunakan sidik ragam dengan tingkat kepercayaan 95 % (α=0,05) (Lampiran 1) menunjukkan bahwa perlakuan pengolahan tepung berpengaruh nyata terhadap kadar serat kasar tepung kasava termodifikasi. Uji lanjut Duncan menunjukkan bahwa perlakuan rava dan perendaman menggunakan kombinasi bakteri asam laktat dan ragi roti berbeda nyata dengan perlakuan lainnya. Perlakuan perendaman tanpa starter, ragi roti (tanpa pengeringan matahari), gari, dan tepung kontrol tidak saling berbeda nyata. Dan perlakuan perendaman dengan ragi tape (tanpa pengeringan matahari) tidak berbeda nyata dengan perlakuan perendaman dengan bakteri asam laktat. Perlakuan perendaman terbukti memiliki kandungan serat kasar yang lebih rendah dibandingkan dengan perlakuan lain dan tepung kontrol. Penggunaan starter terbaik menggunakan kombinasi bakteri asam laktat dan ragi roti. Mikroorganisme dan pengeringan dengan matahari dapat mengurangi kadar serat kasar tepung kasava dibandingkan perlakuan lainnya. Hal ini sesuai dengan penelitian Cardenas dan Buckle (1980) menghasilkan kadar serat kasar yang rendah sekitar 0,4 % (bb) dengan bantuan bakteri asam laktat dan khamir. Bakteri dan khamir juga menghasilkan enzim selulolitik yang dapat mengurai selulosa/serat sehingga menyebabkan penurunan kadar serat tepung.


(54)

31 5. Kadar Protein

Protein dalam bahan biologis biasanya terdapat dalam bentuk ikatan fisis yang renggang maupun akatan kimiawi yang lebih erat dengan karbohidrat atau lemak. Tujuan analisis protein adalah menghitung jumlah kandungan protein dalam bahan makanan, tingkat kualitas, dan menelaah protein secara biokimiawi, fisiologis, enzimatis, dan sebagainya.

Kadar protein dalam tepung kasava bukan merupakan syarat mutu tepung kasava menurut SNI tahun 1992. Akan tetapi keberadaannya dapat melengkapi nilai gizi tepung kasava tersebut, dan dapat diperhitungkan untuk penggunaan tepung sebagai bahan pangan dan pakan sehingga tidak memerlukan bahan substitusi lagi dalam aplikasinya.

Tepung yang berasal dari umbi-umbian memiliki kandungan karbohidrat yang tinggi tetapi kandungan proteinnya rendah. Dari tepung kasava yang dihasilkan kandungan protein yang terdapat pada bahan berkisar antara 0,93–1,90 % (bk) (Gambar 6 dan Lampiran 1). Dimana tepung kasava termodifikasi perlakuan rava (C) dan gari (B) memiliki kandungan protein terbesar dan tepung kasava termodifikasi perlakuan perendaman dengan ragi tape (A-3) memiliki kandungan protein terendah. Hal ini disebabkan saat proses perendaman ubi kayu, protein-protein yang terkandung didalamnya ikut terlepas dan terbawa keluar.

Pengolahan ubi kayu menjadi tepung terbukti dapat meningkatkan kandungan protein dari 0,7 % (bb) menjadi 1,6 % (bb) (Balagopalan et al., 1988). Hal ini didukung oleh hasil penelitian Oboh dan Akindahunsi (2004) yang mengatakan proses fermentasi ubi kayu selama 3 hari dapat meningkatkan kandungan protein pada produk ubi kayu dari 4,4 % (bk) menjadi 10,5 % (bk).

Hasil analisa statistik menggunakan sidik ragam dengan tingkat kepercayaan 95 % (α=0,05) (Lampiran 1) menunjukkan bahwa perlakuan pengolahan tepung berpengaruh nyata terhadap kadar protein tepung kasava termodifikasi. Perlakuan rava dan gari terbukti merupakan proses pengolahan terbaik dibandingkan dengan perlakuan perendaman. Penggunaan starter tidak terlalu berpengaruh pada hasil analisa kadar


(55)

32 protein. Uji lanjut Duncan yang dilakukan menunjukkan perlakuan perendaman dengan ragi tape, ragi roti, bakteri asam laktat dan perendaman tanpa starter tidak berbeda nyata. Dan perlakuan rava dan gari memiliki kadar protein yang paling tinggi dan tidak berbeda nyata. Dapat disimpulkan proses modifikasi tepung kasava perlakuan rava dan gari dapat meningkatkan kadar protein yang lebih tinggi dibandingkan dengan perlakuan perendaman.

6. Kadar Karbohidrat (by difference)

Kandungan utama dari ubi kayu adalah karbohidrat yang mengandung 99 % pati yang terdiri dari 17–20 % amilosa dan selebihnya amilopektin. Karbohidrat pada tepung terdiri dari karbohidrat dalam bentuk gula-gula sederhana, pentosa, dekstrin, selulosa dan pati. Pati merupakan komponen utama dalam karbohidrat yang sangat penting dalam menentukan syarat mutu tepung kasava.

Dari perhitungan kadar karbohidrat by difference, tepung kasava yang dihasilkan mengandung 81,4-87,15 % (bk) karbohidrat (Gambar 7 dan Lampiran 1). Dengan kandungan karbohidrat tertinggi pada tepung kasava termodifikasi perlakuan perendaman dengan bakteri asam laktat (A-4) dan yang terendah oleh tepung kasava termodifikasi perlakuan rava (C). Kandungan karbohidrat pada tepung kasava termodifikasi tidak terlalu jauh berbeda, akan tetapi perlakuan perendaman terbukti dapat meningkatkan sedikit kandungan karbohidrat dibandingkan dengan tepung kasava lainnya, karena terjadinya perubahan komposisi komponen bahan lainnya. Proses pengolahan ubi kayu dapat meningkatkan kandungan karbohidrat ubi kayu dari 38,1 % (bb) menjadi 84,9 % (bb) pada produk tepung, dan menjadi 81,8 % (bb) pada produk gari (Balagopalan al., 1988). Hal ini membuktikan proses modifikasi ubi kayu dengan perlakuan perendaman dapat meningkatkan nilai karbohidrat ubi kayu dibandingkan dengan perlakuan gari dan rava. Penggunaan starter pada proses fermentasi tidak terlalu berpengaruh pada kandungan karbohidrat (by difference) produk tepung kasava termodifikasi yang dihasilkan karena


(56)

33 0 20 40 60 80 100 K a d a r k a rb o h id ra t d a n p a ti ( % b k )

A-1 A-2 A-3 A-4 A-5 B C K

Perlakuan

kadar karbohidrat kadar pati

nilai yang didapat tidak terlalu jauh, dan penggunaan starter terbaik adalah menggunakan bakteri asam laktat.

Gambar 7. Histogram kadar karbohidrat by difference dan pati tepung kasava termodifikasi (% bk)

7. Kadar Pati

Kadar pati merupakan kriteria mutu terpenting tepung baik sebagai bahan pangan maupun non pangan. Pati khususnya dan karbohidrat umumnya adalah merupakan sumber kalori utama bagi hampir seluruh penduduk dunia dan khususnya negara sedang berkembang. Karbohidrat, terutama pati mempunyai peranan penting dalam menentukan karakteristik bahan makanan, misalnya rasa, warna, tekstur dan lain-lain. Sumber karbohidrat utama bagi manusia terdapat pada bahan makanan adalah serealia dan umbi-umbian.

Dari analisa yang dilakukan didapat nilai kadar pati tepung yang dihasilkan berkisar antara 53,07-82,91 % (bk) (Gambar 7 dan Lampiran 1). Berdasarkan analisa sifat mutu sesuai SNI tahun 1992, hanya tepung kasava termodifikasi perlakuan rava (C) yaitu sebesar 48,27 % (bb) dan perlakuan perendaman tanpa starter sebesar 68,17 % (bb) yang tidak memenuhi persyaratan mutu yaitu minimal 70 % (bb), sedangkan kandungan pati terbesar didapat oleh tepung kasava kontrol (K) sebesar 76,99 % (bb) (Tabel 5 dan Lampiran 1). Hal ini menunjukkan terjadi sedikit penurunan kandungan pati pada tepung kasava termodifikasi yang


(57)

34 dihasilkan walau nilainya tidak terpaut jauh yaitu masih dalam kisaran 70 %. Rendahnya kandungan pati pada tepung kasava termodifikasi perlakuan rava disebabkan pada saat proses pengolahan ubi kayu segar menjadi tepung terjadi proses parboiling (gelatinisasi parsial) sehingga struktur patinya berubah dan tidak dapat diukur kandungan patinya. Pada proses perendaman dengan disertai pemanasan, pati yang terkandung sudah pecah dan hancur sehingga menyebabkan kandungan patinya rendah pula.

Tingginya kadar pati yang dimiliki tepung kasava termodifikasi dikarenakan ubi kayu yang digunakan sebagai bahan baku termasuk ke dalam jenis ubi kayu pahit. Rasa manis dan pahit pada tepung kasava salah satunya dipengaruhi oleh kandungan HCN yang terdapat dalam umbi. Umumnya ubi kayu yang mengandung pati tinggi juga memiliki kandungan HCN yang tinggi dan menyebar di seluruh umbi (Balagopalan et al., 1988).

Hasil analisa statistik menggunakan sidik ragam dengan tingkat kepercayaan 95 % (α=0,05) (Lampiran 1) menunjukkan bahwa perlakuan pengolahan tepung berpengaruh nyata terhadap kadar pati tepung kasava termodifikasi. Modifikasi ubi kayu menjadi tepung dapat menurunkan kadar pati, hal ini terbukti dengan lebih tingginya kadar pati pada tepung kasava kontrol dibandingkan tepung kasava termodifikasi. Hal ini dikarenakan pada proses pengolahan, pati yang merupakan senyawa kompleks dari karbohidrat dirombak dan akan menghasilkan senyawa yang lebih sederhana. Akan tetapi perlakuan gari merupakan proses pengolahan yang menghasilkan kadar pati paling tinggi dibandingkan tepung kasava termodifikasi lainnya. Penggunaan starter berpengaruh pada hasil analisa tepung kasava yang dihasilkan, dengan starter terbaik menggunakan kombinasi bakteri asam laktat dan ragi roti. Starter ragi roti dapat menghasilkan enzim amilase yang bekerja pada pati alami (raw starch degrading enzyme) sehingga pati dimanfaatkan oleh khamir untuk pertumbuhannya. Namun bakteri asam laktat mampu menekan pertumbuhan bakteri yang menyebabkan pembusukan, sehingga dapat mencegah perombakan pati.


(58)

35 8. Kadar HCN

HCN merupakan komponen toksik yang terdapat di dalam kasava dalam bentuk glukosida sianogenik. Sifat toksiknya dapat timbul jika bentuk glukosidanya melepaskan HCN akibat aktifitas enzim linamarinase. Jenis ubi kayu yang digunakan berpengaruh terhadap jumlah HCN yang terdapat pada tepung. Ubi kayu pahit atau jenis kuning memiliki kandungan HCN yang lebih tinggi dibandingkan dengan ubi kayu manis atau jenis pahit. Kandungan HCN yang tinggi dapat menurunkan mutu dari tepung kasava. Pengolahan ubi kayu menjadi tepung kasava dapat mengurangi kandungan HCN dan meningkatkan nilai nutrisi pada produk yang dihasilkan.

Hasil analisa pada tepung kasava yang dihasilkan membuktikan bahwa proses pengolahan kasava segar menjadi tepung kasava dapat menurunkan kadar HCN kasava dari kadar beracun menjadi kandungan yang aman bagi tubuh. Batas aman kandungan HCN tepung kasava menurut SNI tahun 1992 adalah maksimum 40 ppm (mg/kg). Hasil analisa pada Gambar 8 dan Lampiran 6 menunjukkan tepung kasava termodifikasi dengan perlakuan perendaman memiliki kadar HCN yang jauh di bawah batas aman, sedangkan tepung kasava termodifikasi perlakuan gari, rava dan kontrol berada diluar batas aman walaupun nilainya tidak terpaut jauh. Hasil paling optimal terdapat pada tepung kasava termodifikasi perlakuan perendaman dengan kombinasi bakteri asam laktat dan ragi roti sebesar 10,89 ppm dan yang masih mengandung HCN dalam jumlah tinggi yaitu tepung kasava termodifikasi perlakuan rava sebesar 51,48 ppm. Dapat disimpulkan pengolahan kasava segar menjadi tepung kasava termodifikasi dengan perlakuan perendaman paling baik untuk mengurangi kadar HCN pada kasava. Menurut Conn (1976), kandungan HCN dapat dikurangi dengan cara perendaman, perebusan, ekstraksi pati dalam air, fermentasi, penyangraian, pengukusan dan pengeringan karena HCN bersifat volatil dalam air. Selain itu HCN juga bersifat mudah menguap pada suhu ruang karena mempunyai titik didih yang rendah yaitu 260C


(59)

36

0 10 20 30 40 50 60

K

a

d

a

r

H

C

N

(

p

p

m

A1 A2 A3 A4 A5 B C K

Perlakuan

sehingga perlakuan pemanasan dapat merubah kandungan HCN (Muchtadi, 1985).

Gambar 8. Histogram kadar HCN tepung kasava termodifikasi (ppm)

Hasil analisa statistik menggunakan sidik ragam dengan tingkat kepercayaan 95 % (α=0,05) (Lampiran 6) menunjukkan bahwa perlakuan berpengaruh nyata terhadap kadar HCN tepung kasava termodifikasi. Dari hasil analisa kadar HCN diketahui proses pengolahan terbaik dengan perlakuan perendaman, sedangkan penggunaan starter terbaik adalah menggunakan kombinasi bakteri asam laktat dan ragi roti. Akan tetapi berdasarkan uji lanjut Duncan, perlakuan perendaman dengan starter kombinasi bakteri asam laktat dan ragi roti tidak berbeda nyata dengan perendaman dengan ragi tape dan tanpa starter.

Tahap pengupasan dan pencucian berperan dalam menurunkan kadar HCN, karena dari penelitian Lingga et al. (1986) diketahui bahwa kulit kasava mengandung HCN 3 - 5 kali lebih besar dibandingkan umbinya. Menurut Febriyanti (1990), proses pencucian dapat menghilangkan HCN sebesar 36,02 %. Proses perendaman menyebabkan larutnya HCN dalam kultur fermentasi, sehingga setelah penirisan kandungan HCN dalam tepung menjadi rendah. Penelitian Obilie et al., (2003) yang mengolah akyeke dengan proses fermentasi selama 6 hari dapat menurunkan kadar HCN hingga 98%. Dapat disimpulkan semakin


(1)

C. Data analisa parameter aroma

Panelis A1 A2 A3 A4 A5 B C K

1 10 9 11 13 8 10 6 9

2 10 10 8 10 8 8 6 6

3 11 10 10 10 10 8 9 9

4 6 10 9 8 7 12 11 12

5 11 12 12 13 10 12 11 15

6 10 8 8 10 7 7 12 12

7 9 7 8 11 7 6 7 12

8 9 9 9 10 8 8 10 12

9 8 8 9 8 6 6 6 6

10 10 6 9 6 4 6 5 9

11 10 9 8 9 11 8 8 9

12 9 9 9 9 9 10 11 9

13 10 9 9 10 7 8 8 6

14 11 9 11 12 9 9 10 12

15 12 12 13 12 12 12 12 12

16 12 11 12 8 12 11 9 12

17 8 7 8 6 6 8 8 6

18 9 9 9 11 9 8 9 9

19 9 9 8 10 9 8 10 9

20 9 9 10 8 7 10 8 12

21 8 8 7 8 6 9 8 9

22 6 8 7 9 7 9 8 9

23 9 11 8 10 9 10 10 12

24 10 9 9 9 10 9 11 12

25 8 9 8 9 6 9 10 15

26 8 8 7 10 9 8 6 9

27 10 11 9 11 10 9 7 9

28 7 9 8 7 9 9 7 9

29 10 9 11 11 12 10 11 9

30 8 9 9 10 3 9 14 12

31 8 9 10 11 8 9 6 9

Jumlah 285 282 283 299 255 275 274 312 Rata-rata 3,06 3,03 3,04 3,22 2,74 2,96 2,95 3,35


(2)

D. Data analisa parameter penerimaan umum

Panelis A1 A2 A3 A4 A5 B C K

1 7 6 9 7 9 11 11 12

2 11 9 10 10 9 8 6 6

3 10 10 11 11 10 9 6 12

4 9 12 9 14 9 12 12 9

5 12 12 12 12 10 12 6 12

6 12 12 12 12 11 9 8 9

7 13 11 13 14 12 9 8 12

8 12 10 12 13 11 9 8 9

9 11 11 12 14 11 8 6 9

10 11 10 10 15 10 11 3 12

11 10 10 11 10 6 5 4 6

12 12 12 12 12 12 12 9 12

13 9 10 9 11 9 9 7 9

14 12 11 12 12 12 11 6 9

15 12 12 14 13 12 11 6 12

16 12 11 12 9 11 9 8 9

17 9 9 10 9 9 9 8 6

18 10 10 9 12 9 7 5 6

19 11 11 11 13 7 9 10 9

20 10 9 10 9 9 8 6 9

21 8 9 11 9 9 9 6 9

22 11 11 11 10 10 8 7 9

23 10 12 11 10 9 10 9 9

24 14 11 12 15 11 10 9 9

25 12 12 12 13 11 10 3 12

26 11 10 10 11 10 8 7 9

27 12 12 14 13 12 9 8 9

28 9 9 10 8 8 9 6 9

29 12 12 12 12 11 12 9 12

30 12 14 12 13 11 12 8 9

31 9 9 10 12 9 9 6 9

Jumlah 335 329 345 358 309 294 221 294 Rata-rata 3,60 3,54 3,71 3,85 3,32 3,16 2,38 3,16 Keterangan :

A-1 : Perendaman tanpa starter

A-2 : Perendaman dengan ragi roti A-3 : Perendaman dengan ragi tape

A-4 : Perendaman dengan bakteri asam laktat

A-5 : Perendaman dengan kombinasi bakteri asam laktat dan ragi roti B : Gari

C : Rava K : Kontrol


(3)

Lampiran 13. Analisa statistik sidik ragam dan uji lanjut Duncan perlakuan terhadap parameter uji organoleptik (α=0,05)

Uji analisis sidik ragam organoleptik warna

Sumber JK db RJK F hitung F tabel Rata-rata 25871,327 1 25871,327

Perlakuan 908,060 7 129,723 46,774* 2,01

Galat 665,613 240 2,773

Total 27445,000 248

* = berpengaruh nyata (F hitung > F tabel) α=0,05

Uji lanjut Duncan

Perlakuan Rata-rata Kode

A4 4,22 A

A3 3,94 B

A1 3,80 B

A2 3,76 B

A5 3,48 C

K 2,97 D

B 2,95 D

C 2,13 E

Keterangan : Kode yang sama menunjukkan rata-rata tidak berbeda nyata Kode yang tidak sama menunjukkan rata-rata berbeda nyata Uji analisis sidik ragam organoleptik tekstur

Sumber JK db RJK F hitung F tabel Rata-rata 24441,306 1 24441,306

Perlakuan 386,694 7 55,242 12,555* 2,01


(4)

Uji lanjut Duncan

Perlakuan Rata-rata Kode

A4 3,81 A

A1 3,65 A B

A3 3,57 A B

A2 3,49 A B

A5 3,41 B C

K 3,10 C D

B 3,03 D

C 2,42 E

Keterangan : Kode yang sama menunjukkan rata-rata tidak berbeda nyata Kode yang tidak sama menunjukkan rata-rata berbeda nyata

Uji analisis sidik ragam organoleptik aroma

Sumber JK db RJK F hitung F tabel Rata-rata 20686,391 1 20686,391

Perlakuan 65,512 7 9,359 2,742* 2,01

Galat 819,097 240 3,413

Total 21571,000 248


(5)

Uji lanjut Duncan

Perlakuan Rata-rata Kode

K 3,35 A

A4 3,22 A B

A1 3,06 A B C

A3 3,04 A B C

A2 3,03 A B C

B 2,96 B C

C 2,95 B C

A5 2,74 C

Keterangan : Kode yang sama menunjukkan rata-rata tidak berbeda nyata Kode yang tidak sama menunjukkan rata-rata berbeda nyata

Uji analisis sidik ragam organoleptik penerimaan umum Sumber JK db RJK F hitung F tabel Rata-rata 24900,101 1 24900,101

Perlakuan 417,609 7 59,658 20,186* 2,01

Galat 709,290 240 2,955

Total 26027,000 248


(6)

Uji lanjut Duncan

Perlakuan Rata-rata Kode

A4 3,85 A

A3 3,71 A

A1 3,60 A B

A2 3,54 A B

A5 3,32 B C

K 3,16 C

B 3,16 C

C 2,38 D

Keterangan : Kode yang sama menunjukkan rata-rata tidak berbeda nyata Kode yang tidak sama menunjukkan rata-rata berbeda nyata

Keterangan :

A-1 : Perendaman tanpa starter

A-2 : Perendaman dengan ragi roti A-3 : Perendaman dengan ragi tape

A-4 : Perendaman dengan bakteri asam laktat

A-5 : Perendaman dengan kombinasi bakteri asam laktat dan ragi roti B : Gari

C : Rava K : Kontrol