Karakterisasi Tepung Kasava Yang Dimodifikasi Dengan Bakteri Selulolitik Sebagai Bahan Baku Produk Mie Dan Biskuit

(1)

KARAKTERISASI TEPUNG KASAVA YANG DIMODIFIKASI

DENGAN BAKTERI SELULOLITIK SEBAGAI BAHAN BAKU

PRODUK MIE DAN BISKUIT

SKRIPSI

Oleh :

SIMON PETRUS SEMBIRING

060305004/TEKNOLOGI HASIL PERTANIAN

DEPARTEMEN TEKNOLOGI PERTANIAN

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

2011


(2)

DAFTAR ISI

Hal

DAFTAR ISI... i

DAFTAR TABEL... iii

DAFTAR GAMBAR ... vi

PENDAHULUAN Latar Belakang ... 1

Tujuan Penelitian ... 4

Kegunaan Penelitian ... 4

Hipotesa Penelitian ... 4

TINJAUAN PUSTAKA Varietas Ubi Kayu... 5

Komposisi Kimia Ubi Kayu... 6

Tepung Ubi Kayu... 7

Fermentasi Ubi Kayu dengan Bakteri Selulolitik ... 9

Tepung Kasava Termodifikasi ... 12

BAHAN DAN METODA PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian ... 15

Bahan Penelitian ... 15

Reagensia ... 15

Alat Penelitian... 16

Metoda Penelitian ... 16

Model Rancangan... 17

Pelaksanaan Penelitian ... 18

Pengamatan dan Pengukuran Data... 21

Penentuan Kadar Air... ... 22

Penentuan Kadar Serat ... 22

Penentuan Pati... 22

Penentuan pH... 23

Penentuan Derajat Asam ... 23

Penentuan Sifat Amilograf... 23

Penentuan Total Mikroba... 24

Penentuan KPAP... 24

Penentuan Ratio rehidrasi ... 25

Penentuan Uji Volume Pengembangan ... 25

Penentuan Uji Organoleptik... 26

SKEMA PENELITIAN ... 28

HASIL DAN PEMBAHASAN I. Karakteristik Sifat Kimia Tepung kasava ... 28


(3)

Kadar Serat (%bk) ... 28

Kadar Pati (%bk) ... 28

pH ... 29

Derajat Asam ... 29

II. Karakteristik Sifat Amilograph... 29

Suhu Gelatinisasi (oC) ... 29

Viskositas Puncak (BU)... 30

Stabilitas Pasta (BU)... 30

Viskositas Balik (BU)... 30

Viskositas Akhir ... 30

III. Sifat Mikrobiologi (kol/gr) ... 31

IV. Produk ... 33

A. Karateristik Mie ... 33

Cooking losses... 33

Ratio Rehidrasi ... 36

Organoleptik Warna Mie ... 37

Organoleptik Rasa Mie ... 37

Organoleptik Tekstur Mie ... 37

Organoleptik Penerimaan Umum ... 39

B. Karakteristik Biskuit ... 40

Volume Pengembangan Biskuit ... 40

Organoleptik Warna Biskuit ... 42

Organoleptik Rasa Biskuit... 42

Organoleptik Tekstur Biskuit ... 44

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan ... 47

Saran ... 48

DAFTAR PUSTAKA ... 49 LAMPIRAN


(4)

DAFTAR TABEL

Hal No.

1. Luas Panen dan Produksi Ubi Kayu di Sumatera Utara ... 3

2. Komposisi kimia ubi kayu dalam 100 gr bahan segar ... 7

3. Spesifikasi Persyaratan Mutu Tepung Ubi Kayu (SNI 01-2997-1992) . 8 4. Syarat mutu edible cassava flour dalam CODEX STAN 176-1989 (Rev. 1-1995) ... 13

5. Skala uji hedonik uji organoleptik ... 26

6. Karateristik Sifat Kimia Tepung kasava termodifikasi... 28

7. Analisis Brabender ... 29

8. Uji LSR total mikroba (kol/gr)... 31

9. Karateristik mie... 33

10. Uji LSR efek utama pengaruh perbandingan tepung terigu dengan tepung kasava terhadap Cooking loses mie (%bk)... 35

11. Uji LSR efek utama pengaruh perbandingan tepung terigu dengan tepung kasava terhadap tekstur mie (numerik) ... 37

12. Karakteristik Biskuit ... 40

13. Uji LSR efek utama pengaruh perbandingan tepung terigu dengan tepung kasava terhadap volume pengembangan mie (ml) ... 40

14. Uji LSR efek utama pengaruh perbandingan tepung terigu dengan tepung kasava terhadap rasa biskuit (numerik)... 43

15. Uji LSR efek utama pengaruh perbandingan tepung terigu dengan tepung kasava terhadap tekstur biskuit (numerik) ... 45


(5)

DAFTAR GAMBAR

Hal No.

1. Skema pembuatan tepung ubi kayu modifikasi ... 27 2. Grafik Brabender... 31 3.Histogram hubungan total mikroba dengan jumlah mikroba... 32 4. Gambar mie basah dari berbagai persentasi substitusi tepung kasava... 34 5. Histogram hubungan cooking losses mie dengan perbandingan tepung terigu dengan tepung kasava ... 36 6. Histogram hubungan organoleptik tekstur mie dengan perbandingan

tepung terigu dengan tepung kasava ... 39 7. Histogram hubungan volume pengembangan biskuit dengan perbandingan

tepung terigu dengan tepung kasava ... 42 8. Histogram hubungan organoleptik rasa biskuit dengan perbandingan tepung terigu dengan tepung kasava ... 44 9. Histogram hubungan organoleptik tekstur biskuit dengan perbandingan tepung terigu dengan tepung kasava ... 46


(6)

ABSTRAK

KARAKTERISASI TEPUNG KASAVA YANG DIMODIFIKASI DENGAN BAKTERI SELULOLITIK SEBAGAI BAHAN BAKU PRODUK MIE DAN BISKUIT

Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui karakterisasi tepung kasava yang dimodifikasi dengan bakteri selulolitik sebagai bahan baku produk mie dan biskuit. Penelitian dilakukan menggunakan metode rancangan acak faktor tunggal yaitu jumlah bakteri selulolitik (J) dengan 5 taraf (J1:0 ml, J2:10 ml, J3:20 ml, J4:30 ml, J5:40 ml) dan untuk produk yaitu perbandingan tepung terigu dengan tepung kasava yang telah dimodifikasi (100:0, 90:10, 80:20, 70:30, 60:40) . Parameter tepung yang diamati meliputi sifat kimia yaitu kadar air, kadar abu, kadar serat, pH, derajat asam, sifat fisika yaitu sifat amilograph , sifat mikrobiologi yaitu total mikroba, untuk produk mie meliputi cooking losses, rehydration ratio,organoleptik aroma, rasa, tekstur, penerimaan umum dan produk roti meliputi volume pengembangan, organoleptik warna, rasa dan tekstur.

Hasil penelitian pada tepung menunjukkan bahwa jumlah bakteri selulolitik memberikan pengaruh yang berbeda sangat nyata terhadap total mikroba dan memberikan pengaruh yang berbeda tidak nyata terhadap kadar air, kadar serat, kadar pati, pH, derajat asam, suhu gelatinisasi, viskositas puncak, viskositas akhir, stabilitas pasta dan viskositas balik. Pada produk mie menunjukkan bahwa perbandingan tepung terigu dengan tepung kasava memberikan pengaruh yang berbeda sangat nyata terhadap cooking losses,organoleptik tekstur dan memberikan pengaruh yang berbeda tidak nyata terhadap rehydration ratio, organoleptik warna, rasa dan penerimaan umum. Pada produk biskuit memberikan pengaruh yang berbeda sangat nyata terhadap organoleptik tekstur dan memberikan pengaruh berbeda nyata terhadap volume pengembangan, organoleptik rasa serta memberikan pengaruh berbeda tidak nyata terhadap organoleptik warna. Kata kunci : Tepung kasava, modifikasi, bakteri selulolitik

ABTRACT

THE CHARACTERIZATION OF MODIFIED CASSAVA FLOUR USING CELLULOLYTIC BACTERIA AS THE RAW MATERIAL OF NOODLES AND BISCUITS PRODUCTS

The research was conducted to dertermine the characterization of modified starch cassava with cellulolytic bacteria as the raw materials of noodles and biscuits products. The study was conducted using single-factor randomized block design that is the number of cellulolytic bacteria (J) with 5 degree (J1:0 ml, J2:10 ml, J3:20 ml, J4:30 ml, J5:40 ml) and for the ratio of wheat with flour cassava flour(100:0, 90:10, 80:20, 70:30, 60:40). Product was parameters for the flour were the chemical properties i.e. moisture content, ash content, fiber content, pH, acid degree, the nature amilograph, total microbes, for the noodle products i.e. cooking losses, rehydration ratio, organoleptic color, flavor, texture, general acceptance and for the bakery products was the extension volume, organoleptic color, flavor and texture.

The powder test showedthat the number ofcellulolyticbacteriagivea highly significant effect on the total microbe andhad no significant effect on water content, fiber content, starch content, pH, aciddegree, gelatinizationtemperature, peakviscosity, finalviscosity, pasta stability, turning viscosity. Noodle test showed that the ratio of wheat and flour cassava give a highly significant effect on cooking losses, organoleptic texture and no significant on the rehydration ratio, organoleptic color, taste and general acceptance. In biscuit products the ratio and highly significant effect on the organoleptictextureandhad significant effecton thevolume extension, organoleptictaste andhad significant effect on theorganolepticdifferentcolors.


(7)

ABSTRAK

KARAKTERISASI TEPUNG KASAVA YANG DIMODIFIKASI DENGAN BAKTERI SELULOLITIK SEBAGAI BAHAN BAKU PRODUK MIE DAN BISKUIT

Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui karakterisasi tepung kasava yang dimodifikasi dengan bakteri selulolitik sebagai bahan baku produk mie dan biskuit. Penelitian dilakukan menggunakan metode rancangan acak faktor tunggal yaitu jumlah bakteri selulolitik (J) dengan 5 taraf (J1:0 ml, J2:10 ml, J3:20 ml, J4:30 ml, J5:40 ml) dan untuk produk yaitu perbandingan tepung terigu dengan tepung kasava yang telah dimodifikasi (100:0, 90:10, 80:20, 70:30, 60:40) . Parameter tepung yang diamati meliputi sifat kimia yaitu kadar air, kadar abu, kadar serat, pH, derajat asam, sifat fisika yaitu sifat amilograph , sifat mikrobiologi yaitu total mikroba, untuk produk mie meliputi cooking losses, rehydration ratio,organoleptik aroma, rasa, tekstur, penerimaan umum dan produk roti meliputi volume pengembangan, organoleptik warna, rasa dan tekstur.

Hasil penelitian pada tepung menunjukkan bahwa jumlah bakteri selulolitik memberikan pengaruh yang berbeda sangat nyata terhadap total mikroba dan memberikan pengaruh yang berbeda tidak nyata terhadap kadar air, kadar serat, kadar pati, pH, derajat asam, suhu gelatinisasi, viskositas puncak, viskositas akhir, stabilitas pasta dan viskositas balik. Pada produk mie menunjukkan bahwa perbandingan tepung terigu dengan tepung kasava memberikan pengaruh yang berbeda sangat nyata terhadap cooking losses,organoleptik tekstur dan memberikan pengaruh yang berbeda tidak nyata terhadap rehydration ratio, organoleptik warna, rasa dan penerimaan umum. Pada produk biskuit memberikan pengaruh yang berbeda sangat nyata terhadap organoleptik tekstur dan memberikan pengaruh berbeda nyata terhadap volume pengembangan, organoleptik rasa serta memberikan pengaruh berbeda tidak nyata terhadap organoleptik warna. Kata kunci : Tepung kasava, modifikasi, bakteri selulolitik

ABTRACT

THE CHARACTERIZATION OF MODIFIED CASSAVA FLOUR USING CELLULOLYTIC BACTERIA AS THE RAW MATERIAL OF NOODLES AND BISCUITS PRODUCTS

The research was conducted to dertermine the characterization of modified starch cassava with cellulolytic bacteria as the raw materials of noodles and biscuits products. The study was conducted using single-factor randomized block design that is the number of cellulolytic bacteria (J) with 5 degree (J1:0 ml, J2:10 ml, J3:20 ml, J4:30 ml, J5:40 ml) and for the ratio of wheat with flour cassava flour(100:0, 90:10, 80:20, 70:30, 60:40). Product was parameters for the flour were the chemical properties i.e. moisture content, ash content, fiber content, pH, acid degree, the nature amilograph, total microbes, for the noodle products i.e. cooking losses, rehydration ratio, organoleptic color, flavor, texture, general acceptance and for the bakery products was the extension volume, organoleptic color, flavor and texture.

The powder test showedthat the number ofcellulolyticbacteriagivea highly significant effect on the total microbe andhad no significant effect on water content, fiber content, starch content, pH, aciddegree, gelatinizationtemperature, peakviscosity, finalviscosity, pasta stability, turning viscosity. Noodle test showed that the ratio of wheat and flour cassava give a highly significant effect on cooking losses, organoleptic texture and no significant on the rehydration ratio, organoleptic color, taste and general acceptance. In biscuit products the ratio and highly significant effect on the organoleptictextureandhad significant effecton thevolume extension, organoleptictaste andhad significant effect on theorganolepticdifferentcolors.


(8)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Ubi kayu atau ketela pohon adalah salah satu komoditas pertanian jenis umbi-umbian yang cukup penting di Indonesia baik sebagai sumber pangan maupun sumber pakan. Hal ini disebabkan karena tanaman ubi kayu mempunyai beberapa keunggulan dibandingkan dengan tanaman pangan lain, diantaranya dapat tumbuh di lahan kering dan kurang subur, daya tahan terhadap penyakit relatif tinggi, masa panennya yang tidak diburu waktu sehingga dapat dijadikan lumbung hidup. Selain itu, daun dan umbi ubi kayu dapat diolah menjadi aneka makanan, baik makanan utama maupun selingan.

Ubi kayu segar memiliki nilai ekonomi yang sangat rendah pada saat panen raya, karena itu perlu suatu upaya meningkatkan nilai tambah (added value) dari ubi kayu dengan mengolah menjadi beranekaragam produk.

Alternatif pengolahan umbi ubi kayu yang sedang digalakkan oleh pemerintah adalah pengolahan umbi ubi kayu menjadi tepung ubi kayu. Tepung ubi kayu (kasava) adalah tepung yang dihasilkan dari penghancuran (penepungan) umbi ubi kayu yang telah dikeringkan. Dan dapat diolah menjadi berbagai bentuk produk akhir juga sebagai substitusi terigu serta dapat digunakan menjadi salah satu komoditi ekspor maupun bahan baku industri.

Tepung kasava di Indonesia sebagian besar dimanfaatkan sebagai bahan pencampur (substitusi) untuk industri pangan, terutama industri mie. Dengan kandungan serat yang tinggi menyebabkan keterbatasan aplikasi tepung kasava tersebut. Perbaikan tepung kasava melalui perbaikan proses produksi dilakukan untuk memperbaiki struktur komponen serat yang ada di dalam ubi kayu dan


(9)

menurunkan kandungan HCN pada tepung. Penambahan enzim selulolitik diharapkan akan meningkatkan daya cerna tepung, kandungan oligosakarida yang berfungsi sebagai bahan pangan probiotik, namun tidak merubah atau mempengaruhi struktur dari komponen patinya. Hasil penelitian telah membuktikan bahwa bakteri isolate local yang dimiliki mempunyai keunggulan karena memiliki kemampuan selulolitik, serta berpotensi xilanolitik atau hemiselulolitik.

Mikroorganisme selulolitik memainkan peranan penting dalam biosfir dengan mendaur-ulang selulosa. Mikroorganisme jenis ini juga penting dalam beberapa proses fermentasi dalam industri, terutama dalam penghancuran limbah selulosa secara anaerob, sehingga menghasilkan lignoselulosa dengan persentase tinggi.

Mikroorganisme selulolitik umumnya ialah bakteri dan cendawan, walaupun kadang-kadang beberapa protozoa anaerobik juga mampu mendegradasi selulosa. Cendawan diketahui paling baik dalam mendegradasi selulosa, tetapi bakteri menjadi pilihan utama. Hal ini dikarenakan, ukuran molekul enzim selulase yang dihasilkan cendawan terlalu besar untuk dapat berdifusi ke dalam jaringan tumbuhan yang mengandung selulosa. Enzim selulase bakteri lebih stabil pada perlakuan panas, tingkat pertumbuhannya cepat, memiliki variabilitas genetik yang luas, dan lebih mudah untuk direkayasa secara genetik dibandingkan dengan cendawan.

Aplikasi selulase untuk bioteknologi pada saat ini mulai menunjukkan kemajuan. Enzim selulase di antaranya biasa digunakan dalam bioteknologi pulp dan kertas, dalam mengekstraksi jus buah, dan mempersiapkan ekstrak biji kopi


(10)

dan vanilla bagi konsumsi manusia. Granula pati mengalami hidrolisis menghasilkan monosakarida merupakan sumber karbohidrat yang terbarukan untuk produksi tepung.

Perumusan Masalah

Sumatera Utara termasuk provinsi yang menghasilkan ubi kayu yang cukup potensial. Luas panen dan produksi ubi kayu di Sumatera Utara dapat dilihat pada Tabel 1,

Tabel 1. Luas Panen dan Produksi Ubi Kayu di Sumatera Utara

Uraian 2005 2006 2007

Luas panen (Ha) 40.717 35.996 37.077

Produktivitas (ku/Ha) 125,20 125,69 125,74

Produksi ton (Ton) 509.796 452.450 466.204

Sumber: BPS Sumut (2007)

Berdasarkan hal di atas maka pengembangan industri tepung kasava di Sumatera Utara masih perlu dilakukan. Pemanfaatan ubi kayu dalam penganekaragaman produk pangan pokok juga memiliki kendala karena meskipun ubi kayu mengandung karbohidrat dalam jumlah besar terutama pati, namun kandungan protein, lemak, dan vitamin serta mineralnya sangat rendah. Kendala utama dalam pemanfaatan ubi kayu adalah sifat umbi yang mudah sekali rusak setelah pemanenan dan kandungan HCN yang relatif tinggi. Kerusakan biokimiawi dan infeksi mikroorganisme merusak umbi sehingga menyebabkan umbi tidak layak untuk dikonsumsi.

Maka dari itu, penelitian ini bertujuan untuk mengembangkan dan memanfaatkan komoditas ubi kayu untuk bahan pangan dengan mengkaji


(11)

perbaikan mutu tepung kasava melalui modifikasi proses fermentasi secara terkendali dengan penambahan enzim selulolitik yang dihasilkan oleh bakteri dari Bogor terhadap karakterisasi tepung kasava yang dihasilkan.

Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari karakteristik tepung kasava (tepung ubi kayu) yang dimodifikasi dengan menggunakan bakteri selulolitik sebagai bahan baku produk roti dan mie.

Kegunaan Penelitian

- Untuk memperoleh tepung ubi kasava yang dimodifikasi dan karakteristik tepung kasava sehingga dapat ditentukan aplikasinya sebagai bahan makanan atau industri.

- Untuk pemanfaatannya lebih luas dalam industri dan meningkatkan nilai tambah ubi kayu.

- Sebagai sumber data dalam penyusunan skripsi di Departemen Teknologi Hasil Pertanian, Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan.

Hipotesa Penelitian

- Ada pengaruh volume dari bakteri selulolitik terhadap mutu tepung kassava.

- Diduga ada pengaruh substitusi tepung terigu dengan kasava pada produk biskuit dan mie.


(12)

TINJAUAN PUSTAKA

Varietas Ubi Kayu

Ubi kayu atau kasava (Manihot utilisima) adalah tanaman pokok di banyak daerah tropis. Merupakan tanaman yang dapat memberikan hasil yang tinggi walaupun tumbuhnya pada lahan yang kurang subur ataupun lahan dengan curah hujan yang rendah (Kartasapoetra, 1988).

Tanaman ubi kayu berasal dari daratan Amerika, tumbuh sebagai tanaman berbatang tegak dan ditandai oleh adanya bekas-bekas daun. Tingginya dapat mencapai 2,75 m dengan daun berbentuk jari dan berwarna hijau. Penyebaran tanaman ini sudah begitu meluas hampir di sebagian besar belahan bumi. Di Indonesia, tanaman ini sangat memasyarakat. Selain daunnya, umbinya pun banyak dikonsumsi sebagai makanan pokok atau makanan jajanan (Novary,1997).

Ubi kayu yang baik harus memiliki beberapa kriteria seperti umur panen kurang dari 8 bulan, tahan hama dan penyakit, produksi per Ha tinggi, memiliki kadar pati antara 35 – 40% (bb), menghasilkan rendemen tepung yang tinggi (Wagiono,1979).

Masyarakat telah mengetahui bahwa umbi singkong mengandung racun HCN dan pada umumnya telah mengetahui bagaimana menghilangkan racun ini. Ada yang beranggapan bahwa singkong beracun mengandung banyak racun HCN, sedangkan singkong yang tidak beracun kadar HCN-nya sangat rendah. Jenis yang tinggi kadar racunnya disebut singkong pahit, sedangkan yang rendah kadar racunnya disebut singkong manis (Sediaoetama, 1999).


(13)

Ubi kayu menyediakan energi pangan terutama dari umbinya yang mudah dicerna dan memberikan kalori tetapi mengandung protein yang sedikit. Nilai kalori ubi kayu sama dengan biji-bijian berdasarkan bobot keringnya tetapi kadar proteinnya jauh lebih rendah (Walter, et al., 1986).

Komposisi Kimia Ubi Kayu

Nilai utama ubi kayu adalah karena nilai kalorinya yang tinggi. Ubi kayu segar mengandung 35 – 40% bahan kering dan 90% dari padanya adalah karbohidrat. Jika kondisi edapoklimatik (iklim yang berkaitan dengan kondisi tanah) merupakan pembatas seperti sekitar gurun Sahara di Afrika dan bagian timur laut Brasil. Ubi kayu biasanya merupakan sumber utama karbohidrat. Bardasarkan bobot segar, ubi kayu dapat menghasilkan 150 kkal/100 gr bobot segar, dan berdasarkan hasil persatuan luas, ubi kayu dapat bersaing dengan tanaman bijian dalam hal kalori dan efisiensi tenaga kerja, ubi kayu juga merupakan sumber vitamin C yang baik, mengandung 30 – 35 mg/100 gr bobot

segar dan biasanya rendah kandungan serat (1,4%) dan lemaknya (0,3%). Di samping varietas, umur panen, lingkungan agronomi juga dapat mempengaruhi


(14)

Daftar komposisi kimia ubi kayu dapat dilihat pada Tabel 2 berikut. Tabel 2. Komposisi kimia ubi kayu dalam 100 gr bahan segar

Komponen Cassava Cassava Cassava

tubers flour macaroni

Kalori (kal) 157,00 338 351

Protein (g) 0,70 1,60 11,20

Lemak (g) 0,20 0,40 1,90

Karbohidrat (g) 38,10 84,90 73,80

Kalsium (mg) 50,00 60,00 30,00

Fosfor (mg) 40,00 80,00 140,00

Serat (g) 0,60 0,80 0,70

Vitamin C (mg) 25,20 - -

Air (g) 59,4 9,50 10,60

Sumber: Balagopalan, et al., (1988).

Tepung Ubi Kayu

Ubi kayu segar dapat diolah menjadi tiga macam bentuk tepung yaitu tepung ubi kayu (cassava flour), tepung gaplek (cassava chip flour), dan tepung tapioka (tapoica starch). Tepung ubi kayu mempunyai beberapa keunggulan jika dibandingkan dengan tepung gaplek dan tepung tapioka. Tepung ubi kayu mempunyai kadar HCN yang lebih rendah dari tepung gaplek, serta lebih tahan terhadap serangan hama selama penyimpanan. Proses pengolahan tepung ubi kayu menggunakan teknologi yang relatif sederhana dibandingkan proses pengolahan tepung tapioka sehingga dapat dibuat dengan mudah dan cepat, serta tidak membutuhkan banyak air dan tempat pengolahan yang luas (Febriyanti, 1990).

Menurut SNI 01-2997-1992, tepung ubi kayu adalah tepung yang dibuat dari bagian umbi ubi kayu yang dapat dimakan, melalui proses penepungan ubi kayu iris, parut, maupun bubur kering dengan mengindahkan ketentuan-ketentuan kebersihan. Syarat mutu tepung ubi kayu sesuai SNI dapat dilihat pada Tabel 3.


(15)

Tabel 3. Spesifikasi Persyaratan Mutu Tepung Ubi Kayu (SNI 01-2997-1992)

Kriteria Uji Satuan Persayaratan

Keadaan

- Bau - Khas ubi kayu

- Rasa - Khas ubi kayu

- Warna - Putih

Benda-benda asing - Tidak boleh ada

Air % b/b Maks.12

Abu % b/b Maks.1,50

Derajat Asam ml. NaOH/100 g Maks.3

Asam Sianida Mg/kg Maks.40

Kehalusan % (lolos ayakan 80 mesh) Min.90

Pati % b/b Min.70

Bahan tambahan pangan sesuai SNI 01-0222-1995 Cemaran logam:

- Pb mg/kg Maks.1,00

- Cu mg/kg Maks.10,00

- Zn mg/kg Maks.40,00

- Raksa (Hg) mg/kg Maks.0,05

Arsen mg/kg Maks.0,50

Cemaran Mikroba

- Angka lempeng total Koloni/g Maks.1 x 106

- E. Coli Koloni/g Maks.3 x 101

- Salmonella Koloni/g Maks.1 x 104

Tepung yang berasal dari umbi-umbian khususnya ubi kayu umumnya memiliki kandungan pati yang tinggi, karenanya cocok untuk mengatasi kebutuhan kalori di dalam makanan. Tetapi umumnya memiliki kandungan protein yang rendah (Muharam, 1992).

Hal yang perlu diperhatikan dalam pembuatan tepung kasava adanya komponen toksik. Komponen toksik yang terdapat pada umbi ubi kayu adalah asam sianida (HCN). Menurut Soekarto (1990), kandungan HCN dalam umbi ubi kayu tergantung pada varietas, lokasi, dan kondisi pertanian. Dalam bidang pertanian, dikenal umbi manis, yaitu umbi ubi kayu yang memiliki kandungan


(16)

HCN relatif rendah dan umbi pahit, yaitu umbi ubi kayu yang memiliki kandungan HCN yang tinggi.

Di dalam umbi ubi kayu, HCN tidak terdapat bebas melainkan terikat dalam bentuk senyawa yang disebut linamarin atau glukosida aseton sianohidrin Winarno (1992). Senyawa ini baru bersifat toksik bila telah terurai. Linamarin oleh enzim linamerase yang secara alami terdapat dalam ubi kayu dapat terurai dan melepaskan HCN.

Menurut Winarno (1984), batas aman kandungan HCN adalah sekitar 0,5-3,5 mg HCN/kg berat bahan, sedangkan jumlah HCN di dalam umbi, menurut FAO cukup aman bila kurang dari 50 mg/kg umbi kering.

Tepung ubi kayu dapat digunakan sebagai bahan baku utama atau sebagai bahan campuran untuk pembuatan berbagai jenis makanan antara lain roti, mie, kue-kue, donat, biskuit, dan lain-lain (Departemen Perindustrian, 1989).

Fermentasi Ubi Kayu dengan Bakteri Selulolitik

Fermentasi ubi kayu dilakukan dengan merendam ubi kayu dalam air selama 3-4 hari. Akibat dari proses fermentasi adalah melembutnya ubi dan akan hancur jika digenggam. Proses fermentasi dimulai sebagai hasil reaksi mikroorganisme dari lingkungan. Adanya mikroorganisme yang tidak diketahui dapat mengganggu pengontrolan proses fermentasi dan mengakibatkan timbulnya bau yang tidak diinginkan (Achi dan Akomas, 2006).

Enzim adalah biomolekul yang berfungsi sebagai katalis (senyawa yang mempercepat proses reaksi tanpa habis bereaksi) dalam suatu reaksi kimia. Hampir semua enzim merupakan protein. Pada reaksi yang dikatalisasi oleh enzim, molekul awal reaksi disebut sebagai substrat, dan enzim mengubah


(17)

molekul tersebut menjadi molekul-molekul yang berbeda, disebut produk. Hampir semua proses biologis sel memerlukan enzim agar dapat berlangsung dengan cukup cepat (Sawega, 2007).

Enzim bekerja dengan cara menempel pada permukaan molekul zat-zat yang bereaksi dan dengan demikian mempercepat proses reaksi. Percepatan terjadi karena enzim menurunkan energi pengaktifan yang dengan sendirinya akan mempermudah terjadinya reaksi. Sebagian besar enzim bekerja secara khas, yang artinya setiap jenis enzim hanya dapat bekerja pada satu macam senyawa atau reaksi kimia. Hal ini disebabkan perbedaan struktur kimia tiap enzim yang bersifat tetap. Sebagai contoh, enzim α-amilase hanya dapat digunakan pada proses perombakan pati menjadi glukosa (Herisman, 2008).

Enzim selulase dapat digunakan untuk melembutkan sayur-sayuran dengan mencernakan sebagian selulosa sayur itu, mengeluarkan kulit dari biji-bijian seperti gandum, mengasinkan agar-agar dari pada rumput laut dengan menguraikan dinding sel daun rumput dan membebaskan agar-agar yang terkandung di dalamnya. Faktor terpenting dalam mempelajari sistim selulosa-selulase adalah sifat struktur dari bahan selulosa karena hidrolisa secara enzimatis terhadap selulosa sebagian besar tergantung pada bahan kimia alam dan struktur fisik dari substrat selulosa (Dedy, 2009).

Kecepatan reaksi hidrolisa enzimatik dipengaruhi oleh kristalinitas substrat, asesibilitas enzim, luas permukaan spesifik, derajat polimerisasi dan unit dimensi sel dari bahan selulosa. Reaksi selulase adalah pemutusan rantai serat. Enzim menyerang permukaan serat menghasilkan efek peeling (Dedy, 2009).


(18)

Mikroorganisme yang digunakan untuk proses fermentasi ubi kayu berasal dari ragi. Ragi adalah inokulum padat yang mengandung kapang, khamir dan bakteri yang dibuat secara tradisional serta berfungsi sebagai starter fermentasi. Ragi adalah starter tradisional yang terdapat di Indonesia, digunakan untuk fermentasi substrat yang kaya akan pati seperti ubi kayu dan beras ketan (Subagio, 2006).

Mikroba yang tumbuh pada ubi kayu akan menghasilkan enzim pektinolitik dan selulolitik. Proses pembebasan granula pati akan menyebabkan perubahan karakteristik dari tepung yang dihasilkan berupa naiknya viskositas, kemampuan gelatinisasi, daya rehidrasi, dan kemudahan melarut. Selanjutnya granula pati tersebut akan mengalami hidrolisis menghasilkan monosakarida sebagai bahan baku untuk menghasilkan asam-asam organik. Senyawa asam ini akan bercampur dalam tepung, sehingga ketika tepung tersebut diolah akan menghasilkan aroma dan cita rasa yang khas yang dapat menutupi aroma dan cita rasa ubi kayu yang cenderung tidak disukai konsumen (Panikulata, 2008).

Penanganan limbah pertanian secara biologi dapat dilakukan dengan menggunakan enzim misalnya selulase. Selulase merupakan enzim ekstraseluler yang terdiri atas kompleks endo--1,4-glukonase (CMCase, Cx selulase

endoselulase, atau carboxymethyl cellulase), kompleks ekso--1,4-glukonase (aviselase, selobiohidrolase, C1 selulase), dan -1,4-glukosidase atau selobiase.

Tanah merupakan habitat yang didominasi oleh mikroorganisme seperti bakteri,

fungi, alga dan cendawan mampu menghasilkan selulase (Meryandini, et al., 2009).


(19)

Setiap bakteri selulolitik menghasilkan kompleks enzim selulase yang berbeda-beda, tergantung dari gen yang dimiliki dan sumber karbon yang digunakan. Semua isolat tumbuh pada media cair CMC yang mengandung CMC 1% sebagai komponen indusernya. Glukosa 0,1% dan ekstrak khamir 0,2% juga ditambahkan pada media sebagai pemacu tumbuh sel di fase awal. Setelah glukosa pada medium tumbuhnya habis maka bakteri akan memanfaatkan sumber karbon selulosa dengan mensintesis enzim selulase (Meryandini, et al., 2009).

Isolat-isolat yang dikarakterisasi menunjukkan keragaman pH optimum. Isolat-isolat ini merupakan bakteri selulolitik yang diisolasi dari tanah pertanian yang umumnya bersifat asam dan serasah yang umumnya bersifat asam dan serasah yang umumnya bersifat alkali hingga netral. Isolat C4-4, dan C5-3 memiliki pH optimum pada pH asam. Isolat C5-1 memiliki pH optimum yang

ekstrem asam dan C11-1 memiliki pH optimum yang alkalin (Meryandini, et al., 2009).

Isolat C11-1 relatif mampu mendegradasi jerami padi, tongkol jagung dan kulit pisang. Isolat tersebut juga memiliki aktivitas yang tinggi pada selulosa murni. Hal ini menunjukkan bahwa isolat C11-1 memiliki enzim selulase yang potensial (Meryandini, et al., 2009).

Tepung Kasava Termodifikasi

Tepung kasava telah banyak digunakan dalam pembuatan produk-produk pangan, antara lain seperti roti, biskuit, mie instan, dan lain-lain. Tepung kasava dapat dimodifikasi untuk memperoleh mutu produk yang lebih baik dan sesuai dengan keinginan. Muharam (1992) telah melakukan modifikasi tepung kasava


(20)

dengan cara pengukusan, penyangraian, dan penambahan GMS (Glyceril Mono Stearat).

Modifikasi tepung kasava juga dapat dilakukan dengan menggunakan prinsip modifikasi sel ubi kayu secara fermentasi (Subagio, 2006). Secara teknis, cara pengolahan tepung kasava yang dimodifikasi dengan enzim selulolitik sangat sederhana, mirip dengan cara pengolahan tepung kasava biasa, namun disertai dengan proses fermentasi. Ubi kayu dibuang kulitnya, dikerok lendirnya, dan dicuci sampai bersih. Kemudian dilakukan pengecilan ukuran ubi kayu dan dulanjutkan dengan tahap fermentasi selama 12-72 jam. Setelah fermentasi, ubi kayu tersebut dikeringkan dan ditepungkan sehingga dihasilkan produk tepung kasava termodifikasi (Hanif, 2009).

Tepung kasava termodifikasi merupakan produk hasil olahan dari ubi kayu yang dapat dimakan (edible cassava). Oleh karena itu, syarat mutu tepung kasava termodifikasi dapat mengacu kepada CODEX STAN 176-1989 (Rev. 1-1995) tentang edible cassava flour yang ditampilkan pada Tabel 4.

Tabel 4. Syarat mutu edible cassava flour dalam CODEX STAN 176-1989 (Rev. 1-1995)

Jenis Uji Satuan Persyaratan Mutu

Air % Maks. 13

Abu % Maks. 3

Serat kasar % Maks. 2

HCN mg/kg Maks. 10

Residu pestisida - Sesuai dengan aturan yang berlaku

Logam berat - Tidak terdeteksi


(21)

Modifikasi tepung kasava bertujuan untuk mendapatkan produk asam yang diinginkan seperti gari, agbelima, kivunde, fufu, menghilangkan kandungan sianida dalam jumlah banyak dari varietas ubi kayu yang tinggi kandungan sianida melewati proses perendaman dan penumpukan, serta untuk memodifikasi tekstur dari produk yang akan dihasilkan (Obilie, et al., 2003).

Gari adalah makanan berbentuk butiran yang berwarna putih krem atau kuning jika ditambahkan dengan minyak palem dalam masakan. Gari dengan kualitas bagus biasanya berwarna kuning krem dengan bentuk yang seragam dan akan mengembang tiga kali dari volume awal saat dicampur dengan air. Batas

kadar air yang aman untuk penyimpanan gari adalah di bawah 12% (Balagopalan, et al., 1988).


(22)

BAHAN DAN METODA

Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian dilakukan pada bulan Agustus-Desember 2010 di Laboratorium Teknologi Pangan, Mikrobiologi dan Analisa Kimia Bahan Pangan Departemen Teknologi Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan.

Bahan Penelitian

Bahan yang digunakan dalam penelitian adalah ubi kayu dengan varietas kayu gunting saga umur 8 bulan yang diperoleh dari perkebunan ubi kayu di Kecamatan Medan Tuntungan, Medan, bakteri selulolitik (C11-1) yang diperoleh

dari IPB Bogor. Bahan penunjang yang digunakan dalam proses produksi tepung ubi kayu yaitu ragi roti merek fermipan yang diperoleh dari pasar Peringgan, Aquadest dan tepung terigu, Medan.

Reagensia

- Karakterisasi Tepung Ubi Kayu dalam tahap ini menggunakan bahan kimia yaitu : CuSO4, Na2SO4, H2SO4 pekat, NaOH 50%, HCL 0,02 N,

indikator mengsel, NaOH 1.25 N, alkohol dan H2SO4 0.325 N (analisa

kadar serat). AgNO3 0,02 N, HNO3, plate count agar (PCA), alkohol

(analisa uji mikrobiologi).

- Modifikasi tepung ubi kayu, dalam tahap ini menggunakan bakteri selulolitik (C11-1).


(23)

Alat Penelitian

- Karakterisasi Ubi Kayu dengan analisa proksimat menggunakan alat yaitu cawan aluminium, oven, desikator, autoklav, timbangan, erlenmeyer, labu takar, pipet volume dan buret.

- Tahap Modifikasi Tepung, menggunakan alat : stirer, magnetic stirer, mikro pipet, beaker glass, pH meter, pendingin balik, penangas air, inkubator, autoklaf, labu kjedahl, alat destilasi, mikroskop polarisasi cahaya, gelas objek, stoples dua liter dan spektrofotometer.

- Alat untuk pembuatan mie dan biskuit.

Metode Penelitian (Bangun, 1991)

Penelitian ini menggunakan ubi varietas Gunting Saga dan menggunakan metode Rancangan Acak faktor tunggal yaitu Jumlah Bakteri Selulolitik (J) dengan 5 taraf yaitu :

J1 = 0 ml J2 = 10 ml J3 = 20 ml J4 = 30 ml J5 = 40 ml

Kombinasi perlakuan (Tc) = 5 dengan jumlah minimum perlakuan (n) adalah:

Tc (n-1) > 15

5(n-1) > 15 5n > 20

N > 4 ...Dibulatkan menjadi n=4 Jadi untuk ketelitian dalam penelitian ini dilakukan ulangan sebanyak 4 kali


(24)

Model Rancangan (Bangun, 1991)

Penelitian ini dilakukan dengan model Rancangan Acak Lengkap (RAL) faktor dengan model:

Ŷijk =  + i + ij Dimana :

Ŷijk : Hasil pengamatan dari faktor i pada taraf keulangan ke –O

 : Efek nilai tengah

i : Efek faktor J pada taraf ke-i

εij : Efek galat dari faktor J pada taraf ke-i dalam ulangan ke-k

Apabila diperoleh hasil yang berbeda nyata dan sangat nyata maka uji dilanjutkan dengan uji beda rataan dengan menggunakan uji LSR (Least Significant Range)

Pelaksanaan Penelitian

1. Modifikasi Tepung Bakteri dengan bakteri Selulolitik

Persiapan media bakteri terdiri dari :

a. Bakteri asam laktat didapat dengan meng-ingkubasikan 1 ml air sawi asin ke dalam 9 ml media MRS Broth dengan konsentrasi 55,15 g dalam 100 ml aquadest, kemudian diinkubasi selama 48 jam.

b. Pembuatan media agar dan media cair ubi kayu

- Pembuatan media agar, mempunyai komposisi yang terdiri dari :

 MgSO4 7H2O 0,02% b/v

 KNO3 0,075% b/v


(25)

 FeSO4 7H2O 0,002% b/v

 CaCl2 7H2O 0,004% b/v

 Ekstrak khamir 0,2% b/v

Semua bahan ini dipanaskan di atas penangas air sambil diaduk hingga homogen. Kemudian dituang ke dalam cawan petridish. Dilakukan penggoresan bakteri C11-1. Diinkubasi selama 1 hari.

- Pembuatan media cair ubi kayu, mempunyai komposisi yang terdiri dari :

 Ubi kayu parut 1 gr

 MgSO4 7H2O 0,02% b/v

 KNO3 0,075% b/v

 K2HPO3 0,05 b/v

 FeSO4 7H2O 0,002% b/v

 CaCl2 7H2O 0,004% b/v

 Ekstrak khamir 0,2% b/v

Semua komposisi ini diaduk hingga homogen. Kemudian ditambahkan 4 lup dari media agar selanjutnya diinkubasi selama 3 hari.

2. Pembuatan Tepung Ubi kayu dengan bakteri Selulolitik

1. Dikupas ubi kayu, dicuci bersih dibentuk menjadi seperti bentuk kubus kecil ukuran 1 x 1 cm.

2. Difermentasi ubi kayu dengan bakteri selulotik (C11-1) dengan

konsentrasi 0 ml/l air, 10 ml/l, air 20 ml/l, 30 ml/l air dan 40 ml/l air di dalam stoples dan ditambahkan bakteri asam laktat dengan


(26)

penambahan ragi roti 1 g yang dilarutkan dalam aquadest sebanyak 1 liter diinkubasi selama 48 jam.

3. Dijemur pada panas matahari selama 7 jam. 4. Dikeringkan ubi kayu selama 48 jam.

5. Diblender ubi kayu hingga terbentuk seperti tepung 6. Diayak tepung ubi kayu dengan ayakan 80 mesh 7. Dikemas dengan kemasan plastik.

3. Pembuatan Mie dan Biskuit Prosedur pembuatan Mie

1. Ditimbang bahan sebanyak 100 gram dengan perbandingan tepung terigu dengan tepung kasava :

- 100: 0 - 90 : 10 - 80 : 20 - 70 : 30 - 60 : 40.

2. Ditambahkan garam 4 % dan air abu 2 %.

3. Dicampurkan air dalam tepung secukupnya sampai bentuk adonan berbentuk lembaran setebal ± 33 mm dan dicetak menjadi mie.

4. Cetakan mie direbus dalam air mendidih. 5. Ditiriskan dan ditaburi minyak.


(27)

Prosedur pembuatan Biskuit

1. Ditimbang bahan sebanyak 100 gram dengan perbandingan tepung terigu dengan tepung kasava :

- 100 : 0 - 90 : 10 - 80 : 20 - 70 : 30 - 60 : 40.

1 butir kuning telur, 27 gr gula pasir, 20 gr mentega, 0,5 gr baking powder, 8 gr susu skim, 0,7 gr garam, 18 ml air.

2. Dicampurkan semua bahan.

3. Diaduk menjadi satu, disimpan dilemari pendingin selama 1 jam. 4. Dicetak dalam cetakan.

5. Panggang selama 20 menit pada suhu 180oc.

Pengamatan dan Pengukuran Data

Pengamatan dan pengumpulan data dilakukan berdasarkan analisa yang meliputi parameter sebagai berikut.

I. Sifat Kimia Tepung Kasava

- Kadar Air (AOAC, 1999) - Kadar Serat (AOAC, 1999) - Kadar Pati (AOAC, 1999) - pH (AOAC, 1995)


(28)

II. Sifat Fisika

- Sifat Amilograph (Bogor) (Hoover and Senanayake, 1996)

III. Sifat Mikrobiologi

- TPC (AOAC, 1995)

IV. Pembuatan Biskuit dan Mie

1. mie

- Cooking Loss (Lii dan Chang, 1981) - Rehydration Ratio (Losecke, 1945)

- Organoleptik Aroma, Rasa, Tekstur dan penerimaan umum (Soekarto, 1982)

2. Biskuit

- Volume Pengembangan (Yananta, 2003)

- Organoleptik Warna, Rasa, Tekstur (Soekarto, 1982)

Prosedur Analisa

1. Analisa Kimia Tepung Kasava Penentuan Kadar Air (AOAC, 1999)

Sampel sebanyak 5 g ditimbang dan ditaruh dalam cawan aluminium yang telah diketahui bobot keringnya. Selanjutnya dikeringkan dalam oven pada suhu ±100˚C selama 5 jam. Setelah itu sampel didinginkan dalam dalam desikator. Timbang bobot akhirnya dan ulangi pekerjaan ini hingga bobot akhir konstan.

Kadar Air (%) = bobot awal sampel (g) – bobot akhir sampel (g) x 100 %


(29)

Penetuan Kadar Serat (AOAC, 1999)

Sebanyak 2 g sampel dimasukkan kedalam erlenmeyer 500 ml dan ditambahkan 100 ml H2SO4 0,325 N. Kemudian dihidrolisis dalam otoklaf selama

15 menit pada suhu 105o C dan didinginkan serta ditambahkan NaOH 1,25 N sebanyak 50 ml. Kemudian dilakukan hidrolisis kembali dengan autoklaf selama 15 menit. Contoh disaring dengan kertas saring yang telah dikeringkan dan diketahui bobotnya. Kertas saring tersebut dicuci berturut-turut dengan air panas, 25 ml H2SO4 0,325 N lalu dengan air panas dan terakhir menggunakan

acetone/alkohol 25 ml. Kertas saring tersebut dikeringkan dalam oven bersuhu 105oC selama 1 jam dan dilanjutkan sampai bobotnya tetap.

Kadar serat ditentukan dengan rumus : Kadar Serat =

c b a

x 100%

Kadar Pati (AOAC, 1999)

Ditimbang 2-5 g sampel (berupa bahan padat yang telah dihaluskan atau bahan cair) dalam gela piala 250 ml. Ditambahkan 50 ml alkohol 80% da aduk selama 1 jam. Dipindahkan residu secara kuantitatif dari kertas saring ke dalam erlenmeyer dengan cara pencucian dengan 200 ml air dan tambahkan 20 ml HCL 25%. Ditutup dengan pendingin balik dan panaskan diatas penangas air sampai mendidih selama 2,5 jam. Dibiarkan dingin dan netralkan dengan larutan NaOH 45% dan encerkan sampai volume 500 ml. Disaring campuran diatas pada kertas saring.

Dimasukkan 1 ml sampel kedalam tabung reaksi, tambahkan 3 ml pereaksi DNS. Di tempatkan dalam air mendidih selama 5 menit. Biarkan dingin sampai


(30)

suhu ruang. Diencerkan sampel bila diperlukan sampai dapat terukur pada kisaran 20%-80% T pada panjang gelombang 550 nm. Gunakan air sebagai blanko. Buat kurva standar dengan menggunakan larutan glukosa standar dengan kisaran 0,2-5 mg/ml. berat glukosa dikaikan dengan faktor 0,9 merupakan berat pati.

pH (AOAC, 1995)

Sampel sebanyak 2,5 g dilarutkan dalam 25 ml aquadest. Pengukuran pH menggunakan alat pH meter yang sudah dikalibrasi.

Derajat Asam (Dewan Standarisasi Nasional, 1992)

Sampel ditimbang sebanyak 5 g dimasukkan kedalam labu ukur 250 ml dan ditambahkan alkohol yang telah dinetralkan dengan penoltalein sebanyak 100 ml. Sampel selanjutnya ditutup dan dibiarkan selama 24 jam, sambil sesekali digoyang. Setelah itu sampel disaring dengan kertas saring, hasil saringan diambil 50 ml untuk dititrasi dengan NaOH 0,1 N memakai indikator penoltalein. Derajat asam adalah banyaknya ml NaOH 0,1 N yang diperlukan untuk meniter 100 g contoh, dengan demikian formulanya adalah sebagai berikut.

x 100%

II. Analisa Fisika Tepung Kasava

Sifat Amilograf dengan Brabender Viscoanalyzer (Bogor) (Hoover and Senanayake, 1996)

Konsentrasi pati dibuat 5% (b/b), pati kering sebanyak 20 gr dimasukkan kedalam botol gelas bervolume 500 ml, ditambah dengan 200 ml akuades, diaduk selama 5 menit dengan pengaduk elektrik dengan kecepatan dua, kemudian


(31)

dipindahkan ke mangkuk amilograf yang sebelumnya dipasang pada alat, Botol gelas dan pengaduk dicuci dengan 180 ml akuades, lalu air bilasan dituangkan kedalam mangkuk amilograf.

Mangkuk amilograf yang berisi contoh diputar dengan kecepatan 75 rpm sambil suhunya dinaikkan dari 30oC sampai 90oC dengan kenaikan 1,5oC per menit. Setelah itu dipertahankan pada suhu 95oC selama 20 menit, lalu diturunkan sampai suhu 50oC dengan laju penurunan yang sama. Perubahan Viskositas pasta dicatat secara otomatis pada kertas grafik dalam satuan BU (Brabender Unit).

III. Analisa Mikrobiologi Tepung Kasava Total Mikroba (AOAC, 1995)

Total mikroba diukur dengan menggunakan metode tuang. Sampel sebanyak 1 g ditimbang, kemudian dilakukan pengenceran pada tingkat yang dikehendaki. Contoh dipipet sebanyak 1 ml lalu disebarkan dalam cawan petri, dan digoyang hingga rata. Setelah itu dimasukkan media sesuai analisa mikroba yang diinginkan. Untuk total plate count menggunakan media TPC. Selanjutnya diinkubasi selama 24-48 jam dalam inkubator, dan setelah masa inkubasi selessai dilakukan perhitungan jumlah koloni.

IV. Analisa Produk A. Mie

1. Cooking losses pada Mie (Modifikasi Metode Lii dan Chang, 1981 di

dalam Chansri et al., 2005)

Sebanyak 10 gr mie dipotong-potong dengan panjang 3-5 cm, diletakkan Pada gelas piala yang berisi 100 ml air mendidih pada hot plate. Mie diaduk dengan pengaduk kaca. Setelah direbus 10 menit mie disaring dengan saringan


(32)

plastik. Gelas piala, mie dan penyaring dicuci dengan air destilasi. Filtrat dikeringkan dengan suhu 100oC sampai bobot konstan. Kehilangan padatan selama pemasakan dihitung dengan persamaan berikut.

Cooking Loss = W2-W1 x 100% 10-W3

Keterangan : W1 = Berat gelas (gr)

W2 = Filtrat setelah beratnya konstan (gr) W3 = Berat air mie sebelum dimasak (gr)

2. Rehydration Ratio (Modifikasi Metode Von Losecke, 1945 di dalam Chansri et al., 2005)

Sebanyak 5 gr ditempatkan pada ayakan di dalam gelas piala yang berisi 500 ml air mendidih dan dimasak dalam waktu 10 menit. Mie yang telah dimasak disaring dengan saringan nilon.

Rasio Rehidrasi = Berat mie masak Berat mie sebelum masak

B. Biskuit

Volume Pengembangan (Yananta, 2003)

Pengukuran dilakukan dengan penggaris dan template standar dan replacement test yang dimodifikasi dengan menempatkan biskuit dalam suatu wadah yang sudah diketahui volumenya dan dicukupkan volumenya dengan penambahan wijen dan volume biskuit dihitung sebagai banyaknya wijen yang dipindahkan.


(33)

Analisa Organoleptik Mie dan Biskuit Uji Organoleptik (Soekarto, 1982)

Uji organoleptik dilakukan 30 orang panelis agak terlatih yang merupakan mahasiswa Departemen Teknologi Pertanian. Parameter yang diuji meliputi warna, aroma, tekstur dan penampakan umum. Masing-masing panelis diminta untuk menilai setiap sampel berupa tepung ubi kayu pada form yang telah disediakan.

Dalam penganalisaan, skala hedonik ditransformasi menjadi skala numerik dengan angka menaik menurut tingkat kesukaan.

Tabel 5. Skala uji hedonik uji organoleptik kesukaan Skala Hedonik Skala Numerik Sangat tidak suka 1

Tidak suka 2 Suka 3 Sangat suka 4

1 2 3 4


(34)

SKEMA PENELITIAN

Ubi Kayu Gunting Saga

Pengupasan

Difermentasi dengan bakteri Selulolitik (C11-1)

Selama 48 jam

Dijemur di bawah panas matahari

Dikeringkan dalam oven selama 24 jam

Diayak

Tepung ubi kayu termodifikasi

Dilakukan Analisa: 1. Kadar Air 2. Kadar Serat 3. Kadar Pati 4. pH

5. Derajat Asam

6. Brabender Amilograf 7. TPC

Jumlah bakteri : J1 = 0 ml J2 = 10 ml J3 = 20 ml J4 = 30 ml J5 = 40 ml

Pembuatan Mie Diblender

Pembuatan Biskuit

Dibentuk kubus ukuran 1 x 1

Dilakukan Analisa:

1. Volume pengembangan 2. Uji Organoleptik

Warna, Rasa dan Tekstur)

Dilakukan Analisa:

1. Kehilangan padatan akibat pemasakan 2. Rehidrasi ratio 3. Uji Organoleptik

( Aroma, Rasa, Tekstur dan penerimaan umum)


(35)

HASIL DAN PEMBAHASAN I. Karakteristik Sifat Kimia Tepung Kasava

Hasil analisa karakteristik sifat kimia tepung kasava dapat dilihat pada Tabel 6 .

Tabel 6. Karateristik Sifat Kimia Tepung kasava termodifikasi

Jumlah bakteri Selulolitik Kadar Air (%bk) Kadar Serat (%bk) Kadar Pati (%bk) pH Derajat Asam (%) J1 (0 ml) 6,98±0,37 A,a 2,92±0,22 A,a 87,56±1,88 A,a 5,61±0,36 A,a 15,17±0,51 A,a J2 (10 ml) 6,87±0,60 A,a 2,75±0,37 A,a 87,30±1,49 A,a 5,60±0,36 A,a 14,06±0,85 A,a J3 (20 ml) 6,83±0,79 A,a 2,68±0,22 A,a 87,57±0,97 A,a 5,58±0,37 A,a 13,86±1,03 A,a J4 (30 ml) 7,08±1,08 A,a 2,66±0,26 A,a 86,72±1,24 A,a 5,64±0,34 A,a 15,03±0,56 A,a J5 (40 ml) 6,94±0,53 A,a 2,65±0,30 A,a 86,25±1,68 A,a 5,63±0,33 A,a 14,62±0,52 A,a

Kadar air (%bk) Tepung Kasava

Dari hasil analisis sidik ragam (Lampiran 1) dapat dilihat bahwa Jumlah bakteri selulolitik memberikan pengaruh berbeda tidak nyata (P>0.05) terhadap kadar air tepung kasava yang dihasilkan. Maka uji LSR tidak dilanjutkan.

Kadar Serat (%bk) Tepung Kasava

Dari hasil analisis sidik ragam (Lampiran 2) dapat dilihat bahwa Jumlah bakteri selulolitik memberikan pengaruh berbeda tidak nyata (P>0.05) terhadap kadar serat tepung kasava yang dihasilkan. Maka uji LSR tidak dilanjutkan.

Kadar Pati (%bk) Tepung Kasava

Dari hasil analisis sidik ragam (Lampiran 3) dapat dilihat bahwa Jumlah bakteri selulolitik memberikan pengaruh berbeda tidak nyata (P>0.05) terhadap kadar pati tepung kasava yang dihasilkan. Maka uji LSR tidak dilanjutkan.


(36)

pH Tepung Kasava

Dari hasil analisis sidik ragam (Lampiran 4) dapat dilihat bahwa Jumlah bakteri selulolitik memberikan pengaruh berbeda tidak nyata (P>0.05) terhadap pH tepung kasava yang dihasilkan. Maka uji LSR tidak dilanjutkan.

Derajat Asam (%) Tepung Kasava

Dari hasil analisis sidik ragam (Lampiran 5) dapat dilihat bahwa Jumlah bakteri selulolitik memberikan pengaruh berbeda tidak nyata (P>0.05) terhadap derajat asam tepung kasava yang dihasilkan. Maka uji LSR tidak dilanjutkan.

II. Karakteristik Sifat Amilograph

Hasil analisis sifat fisik Brabender yang digunakan dapat dilihat pada Tabel 7.

Tabel 7. Analisis Brabender

Jumlah Bakteri Selulolitik (C11-1) Karateristik

fisik Tepung

Kasava J1 (0 ml) J2 (10 ml) J3 (20 ml) J4 (30 ml) J5 (40 ml) Suhu Gelatinisasi (°C) 71,63±0,83 A,a 72±1,22 Aa 71,38±1,22 Aa 72,13±1,79 Aa 71,94±1,42 Aa Viskositas Puncak (BU) 728,75±56,33 Aa 725±68,50 Aa 732,5±52,60 Aa 732,5±37,75 Aa 758,75±40,49 Aa Stabilitas Pasta (BU) 411,25±58,93 Aa 421,25±70,87 Aa 436,25±51,70 Aa 436,25±17,9 Aa 455±33,91 Aa Viskositas Balik (BU) 98,75±22,50 Aa 107,50±10,41 Aa 118,75±7,50 Aa 118,75±4,79 Aa 112,50±6,45 Aa Viskositas Akhir (BU) 413,75±22,87 Aa 407,5±4,79 Aa 403,75±18,48 Aa 406,25±26,26 Aa 407,50±6,46 Aa Suhu Gelatinisasi (oC)

Dari hasil analisis sidik ragam (Lampiran 6) dapat dilihat bahwa Jumlah bakteri selulolitik memberikan pengaruh berbeda tidak nyata (P>0.05) terhadap suhu gelatinisasi tepung kasava yang dihasilkan. Maka uji LSR tidak dilanjutkan.


(37)

Viskositas Puncak (BU)

Dari hasil analisis sidik ragam (Lampiran 7) dapat dilihat bahwa Jumlah bakteri selulolitik memberikan pengaruh berbeda tidak nyata (P>0.05) terhadap viskositas puncak tepung kasava yang dihasilkan. Maka uji LSR tidak dilanjutkan.

Stabilitas Pasta (BU)

Dari hasil analisis sidik ragam (Lampiran 8) dapat dilihat bahwa Jumlah bakteri selulolitik memberikan pengaruh berbeda tidak nyata (P>0.05) terhadap stabilitas pasta tepung kasava yang dihasilkan. Maka uji LSR tidak dilanjutkan.

Viskositas Balik (BU)

Dari hasil analisis sidik ragam (Lampiran 9) dapat dilihat bahwa Jumlah bakteri selulolitik memberikan pengaruh berbeda tidak nyata (P>0.05) terhadap viskositas balik tepung kasava yang dihasilkan. Maka uji LSR tidak dilanjutkan.

Viskositas Akhir (BU)

Dari hasil analisis sidik ragam (Lampiran 10) dapat dilihat bahwa Jumlah bakteri selulolitik memberikan pengaruh berbeda tidak nyata (P>0.05) terhadap viskositas akhir tepung kasava yang dihasilkan. Maka uji LSR tidak dilanjutkan.


(38)

Gambar 2. Grafik brabender III. Sifat Mikrobiologi

Total Mikroba Tepung Kasava (kol/gr)

Dari hasil analisis sidik ragam (Lampiran 11) dapat dilihat bahwa hasil total mikroba berbeda sangat nyata (P<0.01) terhadap jumlah bakteri selulolitik. Hasil pengujian dengan Least Significant Range (LSR) menunjukkan bahwa hasil dari total mikroba untuk tiap-tiap perlakuan dapat dilihat pada Tabel 8.

Tabel 8. Uji LSR total mikroba (kol/gr)

LSR Notasi

Jarak

0,05 0,01

Jumlah bakteri selulolitik

Rataan

(kol/gr) 0,05 0,01 - - - J1=0 ml 2,00 x 10 e E 2 0,1717 0,2378 J2=10 ml 3,71 x 104 d D 3 0,1802 0,2493 J3=20 ml 4,90 x 104 c C 4 0,1854 0,2567 J4=30 ml 5,25 x 104 b B 5 0,1888 0,2612 J5=40 ml 6,16 x 104 a A Keterangan: Notasi huruf yang berbeda menunjukkan pengaruh yang berbeda nyata pada taraf 5% dan berbeda sangat nyata pada taraf 1%


(39)

Dari Tabel 8 dapat dilihat bahwa perlakuan J1 (0 ml) berbeda sangat nyata dengan perlakuan J2 (10 ml), J3 (20 ml), J4 (30 ml) dan J5 (40 ml). Perlakuan J2 (10 ml) berbeda sangat nyata dengan perlakuan J3 (20 ml), J4 (30 ml) dan J5 (40 ml). Perlakuan J3 (20 ml) berbeda sangat nyata dengan perlakuan J4 (30 ml) dan J5 (40 ml). Perlakuan J4(30 ml) berbeda sangat nyata dengan peralakuan J5(40 ml). Jumlah mikroba tertinggi diperoleh pada perlakuan J5 (40 ml) yaitu sebesar 6,16 x 104 dan jumlah mikroba terendah pada perlakuan J1 (0 ml) yaitu sebesar 2,00 x 101.

Dari hasil rataan menunjukkan adanya peningkatan total mikroba yang sejalan dengan jumlah bakteri selulolitik. Hal ini disebabkan jumlah bakteri yang semakin meningkat untuk setiap perlakuan dan adanya perkembangbiakan bakteri yang diinokulasi.

Hubungan antara total mikroba dengan jumlah mikroba dapat dilihat dari Gambar 3.

4,72 4,79

4,69 4,57

0 ml 10 ml 20 ml 30 ml 40 ml

1,31

Gambar 3. Histogram hubungan total mikroba dengan jumlah bakteri Selulolitik


(40)

IV. Produk

Ditinjau dari analisa tepung derajat asam (Tabel 6) dan viskositas akhir (Tabel 7) yang terkecil, maka tepung kasava dengan konsentrasi bakteri selulotik 20% (J3) dipilih untuk produksi.

A. Mie

Produk mie yang dibuat dari persentasi tepung kasava 0%, 10%, 20%, 30%, 40% seperti pada Gambar 4 dikarakterisasi antara lain cooking losses, rehydration ratio dan organoleptik seperti pada Tabel 9.

Tabel 9. Karateristik mie

Organoleptik (numerik) Perbandingan tepung terigu dengan tepung kasava Cooking loses (%bk) Rehydration Ratio

Warna Rasa Tekstur Penerimaan Umum 100:0 6,06±1,44 C,c 1,79±0,13 A,a 2,97±0,10 A,a 2,86±0,14 A,a 3,00±0,26 B,b 2,99±0,20 A,a 90:10 7,68±0,41 C,bc 1,71±0,03 A,a 3,03±0,29 A,a 2,99±0,27 A,a 3,21±0,17 AB,ab 3,09±0,12 A,a 80:20 9,23±1,10 BC,b 1,79±0,03 A,a 2,98±0,28 A,a 3,21±0,09 A,a 3,36±0,15 AB,ab 3,19±0,20 A,a 70:30 13,26±1,09 AB,a 1,79±0,07 A,a 2,61±0,18 A,a 3,09±0,20 A,a 3,13±0,07 AB,b 3,10±0,09 A,a 60:40 14,23±0,43 A,a 1,79±0,06 A,a 2,83±0,10 A,a 3,12±0,08 A,a

3,41±0,13 A,a

3,14±0,16 A,a Kehilangan Padatan Akibat Pemasakan (Cooking loses) pada produk mie

Dari hasil analisis sidik ragam (Lampiran 12) dapat dilihat bahwa cooking loses berbeda sangat nyata (P<0.01)terhadap perbandingan tepung terigu dengan tepung kasava. Hasil pengujian dengan Least Significant Range (LSR) menunjukkan bahwa hasil dari cooking loses untuk tiap-tiap perlakuan dapat dilihat pada Tabel 10.


(41)

(42)

Tabel 10. Uji LSR efek utama pengaruh perbandingan tepung terigu dengan tepung kasava terhadap cooking losses mie (%bk)

Jarak LSR Rataan Notasi

0,05 0,01

Perbandingan tepung terigu

dengan tepung kasava 0,05 0,01

- - - 100:0 6,06 c C

2 2,99 4,15 90:10 7,68 bc C

3 3,14 4,34 80:20 9,23 b BC

4 3,23 4,47 70:30 13,26 a AB

5 3,29 4,55 60:40 14,23 a A

Keterangan: Notasi huruf yang berbeda menunjukkan pengaruh yang berbeda nyata pada taraf 5% dan berbeda sangat nyata pada taraf 1%

Dari Tabel 10 dapat dilihat bahwa perlakuan perbandingan (100:0) berbeda tidak nyata dengan perlakuan perbandingan (90:10), berbeda nyata dengan perlakuan perbandingan (80:20) dan berbeda sangat nyata dengan perbandingan (70:30) dan perbandingan (60:40). perbandingan (90:10) berbeda tidak nyata dengan perbandingan (80:20) dan berbeda sangat nyata dengan perbandingan (70:30) dan perbandingan (60:40). perbandingan (80:20) berbeda nyata dengan perbandingan (70:30) dan berbeda sangat nyata dengan perbandingan (60:40). Perbandingan (70:30) berbeda tidak nyata dengan perbandingan (60:40). Cooking losses tertinggi diperoleh pada perlakuan perbandingan (60:40) yaitu sebesar 14,23 dan Cooking losses terendah pada perlakuan perbandingan (100:0) yaitu sebesar 6,06.

Dari hasil rataan diatas menunjukkan semakin tinggi substitusi kasava maka cooking lossesnya semakin tinggi, hal ini menunjukkan bahwa gluten berpengaruh penting terhadap pembuatan mie yang terdapat pada tepung terigu. Hal ini sesuai dengan pernyataan Astawan (1999), yang menyatakan bahwa keistimewaan terigu diantara serealia lainnya adalah kemampuannya membentuk gluten pada saat terigu dibasahi dengan air. Sifat elastis gluten pada adonan mie menyebabkan mie yang dihasilkan tidak mudah putus pada proses pencetakan dan


(43)

pemasakan. Semakin tinggi tepung kasava yang ditambahkan maka semakin tinggi nilai cooking losses.

Hubungan antara cooking losses mie dengan perbandingan antara tepung terigu dengan tepung kasava dapat dilihat dari Gambar 5.

14,23 10,93

8,23 7,68

5,72

100:0 90:10 80:20 70:30 60:40

Gambar 5. Histogram hubungan cooking losses mie dengan perbandingan tepung terigu dengan tepung kasava

Ratio Rehidrasi (Rehydration Ratio)

Dari hasil analisis sidik ragam (Lampiran 13) dapat dilihat bahwa substitusi tepung kasava memberikan pengaruh berbeda tidak nyata (P>0.05) terhadap Rehydration Ratio produk mie yang dihasilkan. Maka uji LSR tidak dilanjutkan.


(44)

Organoleptik Warna mie (numerik)

m (Lampiran 14) dapat dilihat bahwa

k Rasa mie (numerik)

gam (Lampiran 15) dapat dilihat bahwa

k Tekstur mie (numerik)

(Lampiran 16) dapat dilihat bahwa hasil

perbandingan tepung terigu dengan tepung kasava terhadap tekstur mie (numerik)

Dari hasil analisis sidik raga

substitusi tepung kasava memberikan berbeda pengaruh tidak nyata (P>0.05) terhadap organoleptik warna produk mie yang dihasilkan. Maka uji LSR tidak dilanjutkan.

Organolepti

Dari hasil analisis sidik ra

substitusi tepung kasava memberikan pengaruh berbeda tidak nyata (P>0.05) terhadap organoleptik rasa produk mie yang dihasilkan. Maka uji LSR tidak dilanjutkan.

Organolepti

Dari hasil analisis sidik ragam

organoleptik tekstur berbeda sangat nyata (P<0.01)terhadap perbandingan tepung terigu dengan tepung kasava. Hasil pengujian dengan Least Significant Range (LSR) menunjukkan bahwa hasil dari organoleptik tekstur untuk tiap-tiap perlakuan dapat dilihat pada Tabel 15.

Tabel 11.Uji LSR efek utama pengaruh

Jarak LSR Rataan Notasi

0,05 0,01

Perbandingan tepung terigu

dengan tepung kasava 0,05 0,01

- - - 100:0 3,00 b B

2 0,25 0,35 90:10 3

0 0,37 AB

,21 ab AB

3 ,27 80:20 3,36 ab

4 0,27 0,38 70:30 3,13 b AB

5 0,28 0,38 60:40 3,41 a A

Ket n si ang berbeda menu pengaruh yang berbed d raf e angat nyata pada ta

berbeda tidak nyata dengan perlakuan perbandingan (90:10), perbandingan

eranga : Nota huruf y njukkan a nyata pa a ta 5% dan b rbeda s raf 1%

a perlakuan perbandingan (100:0) Dari Tabel 11 dapat dilihat bahw


(45)

(80:20)

Mocaf dapat mensub

rigu dengan tepung kasava dapat dilihat dari Gambar 6.

, perbandingan (70:30) dan berbeda sangat nyata dengan perlakuan perbandingan (60:40). perbandingan (90:10) berbeda tidak nyata dengan perbandingan (80:20), perbandingan (70:30) dan berbeda nyata dengan perbandingan (60:40). perbandingan (80:20) berbeda tidak nyata dengan perbandingan (70:30) dan perbandingan (60:40). Perbandingan (70:30) berbeda nyata dengan perbandingan (60:40). Organoleptik tekstur tertinggi diperoleh pada perlakuan perbandingan (60:40) yaitu sebesar 3,41 dan Organoleptik tekstur terendah pada perlakuan perbandingan (100:0) yaitu sebesar 3,00.

Menurut Anonimous2 (2011), telah dilakukan uji coba substitusi dengan skala pabrik. Hasilnya menunjukkan bahwa hingga 15%

stitusi terigu pada mie dengan mutu baik, dan hingga 25% untuk mie berkelas rendah, baik dari mutu fisik maupun organoleptik. Secara teknis pun, proses pembuatan mie tidak mengalami kendala yang berarti. Dilihat dari rataan pada tekstur mie menunjukkan hasil yang tidak berbeda terlalu jauh dari setiap perbandingan.

Hubungan antara organoleptik tekstur pada mie dengan perbandingan antara tepung te


(46)

3,41 3,13

3,36 3,21

3,00

60:40 70:30

80:20 90:10

100:0

Gambar 6. Histogram hubungan organoleptik tekstur mie dengan perbandingan tepung terigu dengan tepung kasava Organoleptik Penerimaan Umum mie (numerik)

Dari hasil analisis sidik ragam (Lampiran 17) dapat dilihat bahwa substitusi tepung kasava memberikan pengaruh berbeda tidak nyata (P>0.05) terhadap organoleptik penerimaan umum produk mie yang dihasilkan. Maka uji LSR tidak dilanjutkan.


(47)

B. Karakteristik Produk Biskuit

Produk mie yang dibuat dikarakterisasi antara lain volume pengembangan, organoleptik seperti pada Tabel 12.

Tabel 12. Karakteristik Biskuit

Organoleptik (numerik) Perbandingan tepung terigu dengan tepung kasava Volume pengembangan

(ml) Warna Rasa Tekstur

100 : 0

150,00±3,81 A,a 3,42±0,18 A,a 3,28±0,26 AB,ab 3,76±0,23 A,a 90 : 10

149,22±3,33 A,a 3,27±0,11 A,a 3,05±0,29 AB,b 3,63±0,33 AB,a 80 : 20

145,60±4,33 A,ab 3,38±0,18 A,a 3,57±0,25 A,a 3,12±0,13 B,b 70 : 30

142,93±2,96 A,b 3,62±0,63 A,a 2,92±0,14 B,b 2,86±0,19 B,bc 60 : 40

142,37±3,34 A,b 3,48±0,50 A,a 3,21±0,14 AB,ab 2,70±0,23 B,c

Volume Pengembangan biskuit (ml)

Dari hasil analisis sidik ragam (Lampiran 18) dapat dilihat bahwa hasil dari Volume Pengembangan berbeda nyata (P<0.05) terhadap perbandingan tepung terigu dengan tepung kasava. Hasil pengujian dengan Least Significant Range (LSR) menunjukkan bahwa hasil dari volume pengembangan untuk tiap-tiap perlakuan dapat dilihat pada Tabel 13.

Tabel 13. Uji LSR efek utama pengaruh perbandingan tepung terigu dengan tepung kasava terhadap volume pengembangan biskuit (ml)

LSR Notasi

Jarak

0,05 0,01

Perbandingan tepung terigu dengan tepung kasava

Rataan

(ml) 0,05 0,01

- - - 100:0 150,00 a A

2 5,3917 7,4695 90:10 149,22 a A

3 5,6603 7,8277 80:20 145,60 ab A

4 5,8215 8,0606 70:30 142,93 b A

5 5,9290 8,2039 60:40 142,37 b A

Keterangan: Notasi huruf yang berbeda menunjukkan pengaruh yang berbeda nyata pada taraf 5% dan berbeda sangat nyata pada taraf 1%


(48)

Dari Tabel 13 dapat dilihat bahwa perlakuan perbandingan (100:0) berbeda tidak nyata dengan perlakuan perbandingan (90:10), perbandingan (80:20) dan berbeda nyata dengan perlakuan perbandingan (70:30) dan perbandingan (60:40). perbandingan (90:10) berbeda tidak nyata dengan perbandingan (80:20) dan berbeda nyata dengan perbandingan (70:30) dan perbandingan (60:40). perbandingan (80:20) berbeda tidak nyata dengan perbandingan (70:30) dan perbandingan (60:40). Volume pengembangan tertinggi diperoleh pada perlakuan perbandingan (100:0) yaitu sebesar 150 dan volume pengembangan terendah pada perlakuan (70:30) yaitu sebesar 142,37.

Semakin tinggi persentase tepung kasava termodifikasinya maka volume pengembangan biskuit akan menurun hal ini disebabkan karena pada tepung kasava termodifikasinya yang adalah bahan baku dari biskuit tidak terdapat gluten tetapi untuk hasil pengembangannya tidak terlalu berbeda jauh dengan biskuit yang memakai tepung terigu sepenuhnya. Hal ini sesuai dengan pernyataan Anonimous1 (2011), Untuk produk bakeri yang pengembangan volumenya berbasis pembentukan busa dari kocokan telur, maka tidaklah sulit bagi MOCAF (modification cassava flour) untuk mengganti tepung terigu tersebut.

Hubungan antara volume pengembangan biskuit dengan perbandingan antara tepung terigu dengan tepung kasava dapat dilihat dari Gambar 7.


(49)

145,60 150,00

149,22

142,93

142,37

100:0 90:10 80:20 70:30 60:40

Gambar 7. Histogram hubungan volume pengenbangan biskuit dengan perbandingan tepung terigu dengan tepung kasava

Organoleptik Warna biskuit (numerik)

Dari hasil analisis sidik ragam (Lampiran 19) dapat dilihat bahwa substitusi tepung kasava memberikan pengaruh berbeda tidak nyata (P>0.05) terhadap organoleptik warna produk biskuit yang dihasilkan. Maka uji LSR tidak dilanjutkan.

Organoleptik Rasa biskuit (numerik)

Dari hasil analisis sidik ragam (Lampiran 20) dapat dilihat bahwa hasil organoleptik rasa berbeda nyata (P<0.05) terhadap perbandingan tepung terigu dengan tepung kasava. Hasil pengujian dengan Least Significant Range (LSR) menunjukkan bahwa hasil dari organoleptik rasa untuk tiap-tiap perlakuan dapat dilihat pada Tabel 14.


(50)

Tabel 14. Uji LSR efek utama pengaruh perbandingan tepung terigu dengan tepung kasava terhadap rasa biskuit (numerik)

LSR Notasi

Jarak

0,05 0,01

Perbandingan tepung terigu

dengan tepung kasava Rataan 0,05 0,01

- - - 100:0 3,28 ab AB

2 0,3361 0,4656 90:10 3,05 b AB

3 0,3528 0,4879 80:20 3,57 a A

4 0,3629 0,5024 70:30 2,92 b B

5 0,3696 0,5114 60:40 3,21 ab AB

Keterangan: Notasi huruf yang berbeda menunjukkan pengaruh yang berbeda nyata pada taraf 5% dan berbeda sangat nyata pada taraf 1%

dari Tabel 14 dapat dilihat bahwa perlakuan perbandingan (100:0) berbeda tidak nyata dengan perbandingan (90:10) , perbandingan (80:20), perbandingan (70:30), perbandingan (60:40). perbandingan (90:10) berbeda nyata dengan perbandingan (80:20) dan berbeda tidak nyata dengan perbandingan (70:30) dan perbandingan (60:40). perbandingan (80:20) berbeda sangat nyata dengan perbandingan (70:30) dan berbeda tidak nyata dengan perbandingan (60;40). perbandingan (70:30) berbeda tidak nyata dengan perbandingan (60:40). Hasil organoleptik rasa tertinggi diperoleh pada perlakuan perbandingan (80:20) yaitu sebesar 3,57 dan terendah pada perlakuan perbandingan (70:30) yaitu sebesar 2,92.

Menurut Radissa (2011), cita rasa MOCAF (modification cassava flour) menjadi netral dengan menutupi cita rasa singkong sampai 70%. Walaupun dari komposisi kimianya tidak jauh berbeda, MOCAF mempunyai karakteristik fisik dan organoleptik yang spesifik jika dibandingkan dengan tepung singkong pada umumnya. Semakin tinggi substitusi tepung kasava termodifikasi tidak terlalu mempengaruhi terhadap penilaian panelis terhadap rasa dari biskuit.

Hubungan antara organoleptik rasa pada biskuit dengan perbandingan antara tepung terigu dengan tepung kasava dapat dilihat pada Gambar 8.


(51)

3,57

3,21 3,28

3,05

2,92

70:30 60:40

90:10

100:0 80:20

Gambar 8. Histogram hubungan organoleptik rasa biskuit dengan perbandingan tepung terigu dengan tepung kasava

Organoleptik Tekstur biskuit (numerik)

Dari hasil analisis sidik ragam (Lampiran 21) dapat dilihat bahwa hasil organoleptik tekstur berbeda sangat nyata (P<0.01) terhadap perbandingan tepung terigu dengan tepung kasava. Hasil pengujian dengan Least Significant Range (LSR) menunjukkan bahwa hasil dari organoleptik tekstur untuk tiap-tiap perlakuan dapat dilihat pada Tabel 15.

Tabel 15 dapat dilihat bahwa perlakuan perbandingan (100:0) berbeda tidak nyata dengan perbandingan (90:10) dan berbeda sangat nyata dengan perbandingan (80:20) , perbandingan (70:30) dan perbandingan (60:40). Perbandingan (90:10) berbeda nyata dengan perbandingan (80:20) , perbandingan (70:30) dan perbandingan (60:40). perbandingan (80:20) berbeda tidak nyata dengan perbandingan (70:30) dan berbeda nyata dengan perbandingan (60:40).


(52)

perbandingan (70:30) berbeda tidak nyata dengan substitusi (60:40). Hasil organoleptik tekstur tertinggi diperoleh pada perlakuan perbandingan (100:0) yaitu sebesar 3,76 dan terendah pada perlakuan perbandingan (60:40) yaitu sebesar 2,70.

Tabel 15. Uji LSR efek utama pengaruh perbandingan tepung terigu dengan tepung kasava terhadap tekstur biskuit (numerik)

LSR Notasi

Jarak

0,05 0,01

Perbandingan tepung terigu

dengan tepung kasava Rataan 0,05 0,01

- - - 100:0 3,76 a A

2 0,3470 0,4807 90:10 3,63 a AB

3 0,3642 0,5037 80:20 3,12 b B

4 0,3746 0,5187 70:30 2,86 bc B

5 0,3815 0,5279 60:40 2,70 c B

Keterangan: Notasi huruf yang berbeda menunjukkan pengaruh yang berbeda nyata pada taraf 5% dan berbeda sangat nyata pada taraf 1%

Menurut Anonimous1 (2011), hasil penelitian menunjukkan bahwa dengan substitusi MOCAF 20%, biskuit yang dihasilkan mempunyai daya kembang dan tekstur yang tidak berbeda dengan kontrol, dapat dilihat dari hasil rataan bahwa hasilnya tidak terlalu berbeda hingga persentase substitusi 20%.

Hubungan antara organoleptik tekstur pada biskuit dengan perbandingan antara tepung terigu dengan tepung kasava dapat dilihat pada Gambar 9.


(53)

3,76

3,63

3,12

2,86

2,70

100:0 90:10 80:20 70:30 60:40

Gambar 9. Histogram hubungan organoleptik tekstur biskuit dengan perbandingan tepung terigu dengan tepung kasava


(54)

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

1. Dari data hasil percobaan diketahui bahwa perlakuan tepung kasava termodifikasi memberikan pengaruh berbeda tidak nyata terhadap kadar air, kadar serat, kadar pati dan sifat amilograf pati. 2. Dari data percobaan pada pembuatan mie diketahui bahwa dengan

adanya perlakuan perbandingan tepung kasava termodifikasi dengan tepung terigu memberikan pengaruh berbeda sangat nyata terhadap cooking losses, tekstur dan berpengaruh tidak nyata terhadap organoleptik warna dan rasa.

3. Dari data percobaan pada pembuatan biskuit diketahui bahwa dengan adanya perlakuan perbandingan tepung kasava termodifikasi dengan tepung terigu memberikan pengaruh berbeda nyata terhadap volume pengembangan, organoleptik rasa dan tekstur, berbeda tidak nyata terhadap organoleptik warna.


(55)

Saran

1. Untuk pembuatan produk dari tepung kasava sebagai substitusi tepung terigu digunakan tepung kasava dengan jumlah bakteri selulolitik 20 ml (J3).

2. Perbandingan tepung terigu dengan tepung kasava yang paling baik untuk dijadikan produk mie dan roti adalah 80:20.


(56)

DAFTAR PUSTAKA

Achi, O.K dan N.S. Akomas., 2006. Comparative assessment of fermentation techniques in the processing of fufu, a traditional fermented cassava product. Pakistan Journal of Nutrition 5 (3) : 224-229.

Anonimous1., 2011. Mocaf Untuk Bakery. http:// Tepung.UntukBangsa.com [10 Juli 2011]

Anonimous2.,2011. Modified Cassava Flour. http:// mocaf-indonesia.com [27 Juli 2011]

AOAC., 1995. Official Methods of Analysis. Washington D.C. ISBN: 0-935584 Astawan., 1999. Di dalam http://gunasoraya.blogspot.com. [3 agustus 2011] Balagopalan, C., G. Padmaja., S.K. Nanda., S.N. Moorthy., 1988. Cassava Food,

Feed, and Industry. Boca Raton: CRC-Press, Inc.

Bangun, M.K., 1991. Perancangan Percobaan. Fakultas Pertanian. USU-Press, Medan.

Dedy, S., 2009. Enzim Selulase dari Trichoderma sp. http:// kanisiusmedia.com [30 Januari 2011].

Departemen Perindustrian, 1989. Laporan Studi Pengembangan Industri Ubi Kayu di Brazil. Tidak di Publikasikan.

Dewan Standarisasi Nasional. 1992. Tepung Singkong (SNI 01-2997-1992). Jakarta : Dewan Standarisasi Nasional

Febriyanti, T., 1990. Studi Karakteristik Fisiko Kimia dan Fungsional beberapa Varietas Tepung Singkong. Skripsi. IPB-Press, Bogor.

Hanif, M., 2009. Produksi dan Karakterisasi Tepung Kasava Termodifikasi. Skripsi. IPB-Press, Bogor.

Herisman, B., 2008. Enzim Selulolitik. http:// wikipedia.org.com.

[7 Januari 2011].

Hoover and Senanayake., 1996. Physicochemical Properties of Canadian Oat Starches. Department of Biochemistry. Canada.

Kartasapoetra, A.G., 1988. Teknologi Budidaya Tanaman Pangan di Daerah Tropik. Bina Aksara, Jakarta.


(57)

Lii, Cheng-yi dan Chang, shuh-ming chang. 1981. didalam Cahnsri R, Puttanlek C, Rungsadthong V, Uttapap D. 2005. Characteristic of Clear Noodles Prepared from Edible Canna Starches. J. Of Food Science. 70:337 -342. Losecke. 1945. didalam Cahnsri R, Puttanlek C, Rungsadthong V, Uttapap D.

2005. Characteristic of Clear Noodles Prepared from Edible Canna Starches. J. Of Food Science. 70:337 -342.

Meryandini, A., W. Widosari., B. Maranatha., T.C. Sunarti., N. Rachmania., dan H. Satria., 2009. Isolasi Bakteri Selulolitik dan Karakterisasi Enzimnya. Makalah. IPB-Press, Bogor.

Muharam, S., 1992. Studi Karakteristik Fisiko Kimia dan Fungsional Tepung Singkong (Manihot esculenta crantz) dengan Modifikasi Pengukusan, Penyangraian, dan Penambahan GMS, serta Aplikasinya dalam Pembuatan Roti tawar. Skripsi. IPB-Press, Bogor.

Novary, E.W., 1997. Penanganan dan Pengolahan Sayuran Segar. Penebar Swadaya, Jakarta.

Obilie, E.M., K. Tano-Debrah, dan W.K. Amoa-Awua., 2003. Microbial modification of the texture of grated cassava during fermentation into akyeke. International Journal of Food Microbiology 89 : 275-280.

Panikulata, G., 2008. Potensi modified cassava flour (MOCAF) sebagai Substituen Tepung Terigu pada Produk Kacang Telur. Skripsi. IPB-Press, Bogor.

Radissa., 2010. Kreasi Tepung Mocaf. http:// detikfood.com.. [10 Juli 2011] Sawega, A., 2007. Enzim. http:// wikipedia.org.com. [7 Januari 2011] Sediaoetama, A.D., 1999. Ilmu Gizi. Dian Rakyat, Jakarta.

Soekarto, S.T., 1985. Penilaian Organoleptik untuk Industri Pangan dan Hasil Pertanian. Pusat Pengembangan Teknologi Pangan IPB-Press, Bogor.

Soekarto, S.T., 1990. Dasar Pengawasan dan Standarisasi Mutu Pangan. IPB-Press, Bogor.

Subagio, A., 2006. Ubi Kayu: Substitusi Tepung-Tepungan. http://.foodreview.biz. [25 Februari 2011]

Wagiono, J., 1979. Ubi Kayu dan Cara Bercocok Tanam. Lembaga Pusat Penelitian Pertanian Bogor, Bogor.

Walter, P.F., W.O. Jones., S.R. Pearson., 2986. Ekonomi Ubi Kayu di Jawa. Penerjemah: Y. Suyoko. Sinar Harapan, Jakarta.


(58)

Wijandi, S., 1986. Ilmu Pengetahuan Bahan Umbi-Umbian. Departemen Teknologi Hasil Pertanian. IPB-Press, Bogor.

Winarno, F.G., 1984. Kimia Pangan dan Gizi. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta. Winarno, F.G., 1992. Kimia Pangan dan Gizi. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta. Yananta, A. P., 2003. Perbaikan Proses Tepung Umbi Minor. Skripsi. IPB-Press,


(59)

Lampiran 1. Data Pengamatan Kadar Air (%bk)

Ulangan Perlakuan

I II III IV Total Rataan

J1 6,67 6,66 7,29 7,31 27,93 6,98

J2 6,88 7,53 6,07 7,01 27,49 6,87

J3 7,27 7,72 6,20 6,13 27,32 6,83

J4 8,70 6,66 6,57 6,38 28,31 7,08

J5 6,42 7,46 6,54 7,32 27,74 6,94

Total 138,79

Rataan 6,94

Daftar Analisis Sidik Ragam Kadar Air (%bk)

SK db JK KT F hitung F 0.05 F 0.01

Perlakuan 4 0,14957 0,03739 0,072211 tn 3,06 4,89

Gallat 15 7,76733 0,51782

Total 19 7,91690

Keterangan

FK 963,133

KK 0,1037 10,37 %

** sangat nyata

* nyata


(60)

Lampirkan 2. Data Pengamatan Kadar Serat (%bk)

Ulangan Perlakuan

I II III IV Total Rataan

J1 3,02 2,75 3,18 2,73 11,68 2,92

J2 2,53 2,80 3,25 2,41 10,99 2,75

J3 2,68 2,82 2,36 2,85 10,71 2,68

J4 2,66 2,89 2,80 2,28 10,63 2,66

J5 2,79 2,21 2,89 2,71 10,60 2,65

Total 54,61

Rataan 2,73

Daftar Analisis Sidik Ragam Kadar Serat (%bk)

SK db JK KT F hitung F 0.05 F 0.01

Perlakuan 4 0,20327 0,05082 0,634571 tn 3,06 4,89

Gallat 15 1,20122 0,08008

Total 19 1,40449

Keterangan

FK 149,113

KK 0,103639 10,36 %

** sangat nyata

* nyata


(61)

Lampiran 3. Data Pengamatan Kadar Pati (%bk)

Ulangan Perlakuan

I II III IV Total Rataan

J1 88,62 89,60 86,55 85,48 350,25 87,56

J2 86,88 89,51 86,46 86,34 349,19 87,30

J3 88,77 86,83 87,94 86,73 350,27 87,57

J4 88,58 86,15 86,03 86,11 346,87 86,72

J5 88,69 84,85 85,91 85,53 344,98 86,25

Total 1741,6

Rataan 87,08

Daftar Analisis Sidik Ragam Kadar Pati (%bk)

SK db JK KT F hitung F 0.05 F0.01

Perlakuan 4 5,38552 1,34638 0,605939 tn 3,06 4,89

Gallat 15 33,32960 2,22197

Total 19 38,71512

Keterangan

FK 151651,5617

KK 0,017118313 1,71 %

** sangat nyata

* nyata


(62)

Lampiran 4. Data Pengamatan pH

Ulangan Perlakuan

I II III IV Total Rataan

J1 5,32 5,28 5,91 5,93 22,44 5,61

J2 5,32 5,28 5,95 5,88 22,43 5,61

J3 5,29 5,23 5,96 5,84 22,32 5,58

J4 5,36 5,34 5,97 5,91 22,58 5,65

J5 5,34 5,34 5,91 5,91 22,50 5,63

Total 112,27

Rataan 5,61

Daftar Analisis Sidik Ragam pH

SK db JK KT F hitung F 0.05 F 0.01

Perlakuan 4 0,00918 0,00230 0,018503 tn 3,06 4,89

Gallat 15 1,86047 0,12403

Total 19 1,86965

Keterangan

FK 630,228

KK 0,062738 6,27 %

** sangat nyata

* nyata


(63)

Lampiran 5. Data pengamatan Derajat asam (%)

Ulangan Perlakuan

I II III IV Total Rataan

P1 15,87 15,10 14,65 15,06 60,68 15,17

P2 13,38 13,41 14,28 15,16 56,23 14,06

P3 12,66 13,51 14,19 15,09 55,45 13,86

P4 14,29 15,66 15,13 15,02 60,10 15,03

P5 14,03 15,19 14,35 14,90 58,47 14,62

Total 290,93

Rataan 14,55

Daftar Analisis Sidik Ragam Derajat Asam (%)

SK db JK KT F hitung F 0.05 F 0.01

Perlakuan 4 5,31893 1,32973 2,530021 tn 3,06 4,89

Gallat 15 7,88373 0,52558

Total 19 13,20266

Keterangan

FK 4232,01

KK 0,049838 4,98 %

** sangat nyata

* nyata


(64)

Lampiran 6. Hasil Analisa Suhu Gelatinisasi (oC)

Ulangan Perlakuan

I II III IV Total Rataan

J1 72,75 71,75 71,00 71,00 286,5 71,63

J2 73,50 71,00 71,00 73,25 288,75 72,19

J3 71,75 71,00 70,25 71,75 284,75 71,19

J4 71,75 71,00 71,00 73,25 287 71,75

J5 71,75 71,00 71,00 72,50 286,25 71,56

Total 1433,25

Rataan 71,66

Daftar Analisis Sidik Ragam Suhu Gelatinisasi (oC)

SK db JK KT F hitung F 0.05 F 0.01

Perlakuan 4 2,08125 0,52031 0,549505 tn 3,06 4,89

Gallat 15 14,20313 0,94688

Total 19 16,28438

Keterangan

FK 102710,3

KK 0,013579 1,36 %

** sangat nyata

* nyata


(65)

Lampiran 7. Hasil Analisa Viskositas Puncak (BU)

Ulangan Perlakuan

I II III IV Total Rataan

J1 775,00 780,00 680,00 680,00 2915 728,75

J2 770,00 770,00 670,00 690,00 2900 725,00

J3 810,00 770,00 670,00 680,00 2930 732,50

J4 760,00 770,00 700,00 700,00 2930 732,50

J5 790,00 765,00 700,00 780,00 3035 758,75

Total 14710

Rataan 735,50

Daftar Analisis Sidik Ragam Viskositas Puncak (BU)

SK db JK KT F hitung F 0.05 F 0.01

Perlakuan 4 2857,5 714,37500 0,260800 tn 3,06 4,89

Gallat 15 41087,50000 2739,16667

Total 19 43945,00000

Keterangan

FK 10819205

KK 0,071158 7,12 %

** sangat nyata * nyata tn tidak nyata


(1)

Lampiran 16. Data Pengamatan Organoleptik Tekstur (numerik) mie Ulangan Total Rataan Perlakuan

I II III

100 : 0 2,80 2,90 3,30 9 3,00

90 : 10 3,07 3,40 3,17 9,64 3,21

80 : 20 3,20 3,37 3,50 10,07 3,36

70 : 30 3,20 3,07 3,13 9,4 3,13

60 : 40 3,27 3,50 3,47 10,24 3,41

Total 48,35

Rataan 3,22

Daftar Analisis Sidik Ragam Organoleptik Tekstur (numerik) mie

SK db JK KT F hitung F 0.05 F 0.01

Perlakuan 4 39,29790833 9,82448 348,056581 ** 3,06 4,89

Gallat 10 0,28227 0,02823 Total 14 39,58018 Keterangan

FK 116,8861

KK 0,052122 5,21 %

** sangat nyata * nyata tn tidak nyata


(2)

Lampiran 17. Data Pengamatan Organoleptik Penerimaan Umum (numerik) mie

Ulangan Total Rataan Perlakuan

I II III

100 : 0 2,76 3,07 3,13 8,96 2,99

90 : 10 2,97 3,10 3,20 9,27 3,09

80 : 20 3,13 3,03 3,41 9,57 3,19

70 : 30 3,13 3,00 3,17 9,3 3,10

60 : 40 3,20 3,27 2,96 9,43 3,14

Total 46,53

Rataan 3,10

Daftar Analisis Sidik Ragam Organoleptik Penerimaan Umum (numerik) mie

SK db JK KT F hitung F 0.05 F 0.01

Perlakuan 4 0,068706667 0,01718 0,682336 tn 3,06 4,89

Gallat 10 0,25173 0,02517 Total 14 0,32044 Keterangan

FK 144,336

KK 0,05115 5,11 %

** sangat nyata * nyata tn tidak nyata


(3)

Lampiran 18. Data Pengamatan Volume Pengembangan (ml) biskuit Ulangan

Perlakuan

I II III IV Total Rataan 100 : 0 152,75 153,79 146,89 146,55 599,98 150,00 90 : 10 152,41 151,03 144,82 148,62 596,88 149,22 80 : 20 142,75 145,00 151,89 142,75 582,39 145,60 70 : 30 146,89 141,55 143,27 140,00 571,71 142,93 60 : 40 143,27 143,27 137,58 145,34 569,46 142,37 Total 2920,42 Rataan 146,02

Daftar Analisis Sidik Ragam Volume Pengembangan (ml) biskuit

SK db JK KT F hitung F 0.05 F 0.01

Perlakuan 4 196,56683 49,14171 3,828950 * 3,06 4,89

Gallat 15 192,51375 12,83425 Total 19 389,08058 Keterangan

FK 426443

KK 0,02453 2,45 %

** sangat nyata * nyata tn tidak nyata


(4)

Lampiran 19. Data Pengamatan Organoleptik Warna (numerik) biskuit Ulangan

Perlakuan

I II III IV Total Rataan 100 : 0 3,60 3,33 3,20 3,53 13,66 3,42 90 : 10 3,33 3,16 3,40 3,20 13,09 3,27 80 : 20 3,16 3,60 3,43 3,33 13,52 3,38 70 : 30 3,53 3,50 3,36 3,10 13,49 3,37 60 : 40 3,20 3,20 3,40 3,10 12,90 3,23 Total 68,66

Rataan 3,43

Daftar Analisis Sidik Ragam Organoleptik Warna (numerik) biskuit

SK db JK KT F hitung F 0.05 F 0.01

Perlakuan 4 0,26627 0,06657 0,460537 tn 3,06 4,89

Gallat 15 2,16815 0,14454 Total 19 2,43442 Keterangan

FK 235,7098

KK 0,110745 4,92 %

** sangat nyata * nyata tn tidak nyata


(5)

Lampiran 20. Data Pengamatan Organoleptik Rasa (numerik) biskuit Ulangan

Perlakuan

I II III IV Total Rataan 100 : 0 3,46 3,40 2,90 3,36 13,12 3,28 90 : 10 2,93 2,70 3,36 3,20 12,19 3,05 80 : 20 3,50 3,93 3,43 3,40 14,26 3,57 70 : 30 3,00 2,73 3,03 2,93 11,69 2,92 60 : 40 3,03 3,16 3,33 3,30 12,82 3,21 Total 64,08 Rataan 3,20

Daftar Analisis Sidik Ragam Organoleptik Rasa (numerik) biskuit

SK db JK KT F hitung F 0.05 F 0.01

Perlakuan 4 0,95933 0,23983 4,809797 * 3,06 4,89

Gallat 15 0,74795 0,04986 Total 19 1,70728 Keterangan

FK 205,3123

KK 0,069694 6,97 %

** sangat nyata * nyata tn tidak nyata


(6)

Lampiran 21. Data Pengamatan Organoleptik Tekstur (numerik) biskuit Ulangan

Perlakuan

I II III IV Total Rataan 100 : 0 3,50 4,06 3,76 3,73 15,05 3,76 90 : 10 3,16 3,63 3,86 3,86 14,51 3,63 80 : 20 3,03 3,13 3,03 3,30 12,49 3,12 70 : 30 2,63 2,86 2,86 3,10 11,45 2,86 60 : 40 2,36 2,83 2,76 2,83 10,78 2,70 Total 64,28 Rataan 3,21

Daftar Analisis Sidik Ragam Organoleptik Tekstur (numerik) biskuit

SK db JK KT F hitung F 0.05 F 0.01 Perlakuan 4 3,49248 0,87312 16,428500 ** 3,06 4,89 Gallat 15 0,79720 0,05315

Total 19 4,28968 Keterangan

FK 206,596

KK 0,07173 7,17 %

** sangat nyata * nyata tn tidak nyata