Coronal Leakage Pada Restorasi Gigi Dalam Perawatan Saluran Akar

(1)

Doar Siregar : Coronal Leakage Pada Restorasi Gigi Dalam Perawatan Saluran Akar, 2009.

CORONAL LEAKAGE PADA RESTORASI GIGI DALAM

PERAWATAN SALURAN AKAR

SKRIPSI

Diajukan untuk memenuhi tugas dan melengkapi syarat guna memperoleh Sarjana Kedokteran Gigi

Oleh :

NIM : 010600006 DOAR SIREGAR

FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2005


(2)

Doar Siregar : Coronal Leakage Pada Restorasi Gigi Dalam Perawatan Saluran Akar, 2009.

Fakultas Kedokteran Gigi Departemen Konservasi Gigi Tahun 2005

Doar Siregar

Coronal Leakage Pada Restorasi Gigi Dalam Perawatan Saluran Akar ix + 33 halaman

Kegagalan perawatan saluran akar dapat terjadi pada saat dilakukannya perawatan ataupun setelah dilakukannya perawatan. Salah satu penyebab kegagalan setelah dilakukannya perawatan saluran akar yaitu terjadinya coronal leakage pada restorasi gigi yang dirawat.

Penempatan restorasi baik sementara maupun permanen sangat penting bagi keberhasilan perawatan saluran akar. Pembentukan seal coronal yang adekuat sangat diperlukan pada setiap prosedur restorasi dan hal ini akan mempengaruhi pemilihan material dan desain restorasi yang sesuai. Sebagai bahan restorasi sementara, Cavit dapat digunakan pada kavitas akses yang kecil untuk penutupan sementara dalam jangka pendek, sedangkan TERM dapat mempunyai potensi untuk memberikan penutupan sementara yang cukup adekuat pada kavitas yang besar. Bahan restorasi sementara yang berbasis ZOE dapat digunakan pada perbandingan powder dan liquid yang lebih rendah untuk mengurangi terjadinya coronal leakage. Pada pemasangan restorasi permanen , bahan restorasi yang optimal sebagai bahan build-up yaitu bahan restorasi yang menyerupai dengan dentin gigi ( 10,5 x 10-6 °C). Hal-hal yang perlu


(3)

Doar Siregar : Coronal Leakage Pada Restorasi Gigi Dalam Perawatan Saluran Akar, 2009.

diperhatikan dalam mengurangi terjadinya coronal leakage pada pemasangan crown yaitu efek ferulle, biological width dan integritas dari tepi crown.

Berdasarkan hal-hal diatas maka dapat diambil kesimpulan bahwa sebuah seal

coronal yang adekuat dari restorasi gigi baik sementara maupun permanen

merupakan suatu hal yang perlu diperhatikan untuk keberhasilan perawatan saluran akar.


(4)

Doar Siregar : Coronal Leakage Pada Restorasi Gigi Dalam Perawatan Saluran Akar, 2009.

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Pengasih karena berkat dan anugrahNya maka akhirnya penulis dapat menyusun skripsi dalam rangka memenuhi kewajiban dan melengkapi salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara.

Hormat dan ucapan terima kasih yang tulus dan tidak terhingga penulis ucapkan kepada kedua orang tua tercinta Ayahanda A. Siregar dan Ibunda H. Simanungkalit dan saudari-saudari tersayang Uli dan Dona yang selama ini tak henti-hentinya memberikan dukungan baik moral, material, doa dan perhatian yang begitu besar kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan skripsi ini.

Dalam penulisan ini penulis juga telah banyak mendapat bimbingan, pengarahan, saran-saran dan bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini dengan kerendahan hati juga mengucapkan terima kasih kepada :

1. Prof. H. Ismet D. Nasution, drg, Ph.D. Sp.Prost selaku Dekan Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumtera Utara.

2. Trimurni Abidin, drg., M.Kes., Sp.KG selaku Kepala Departemen Ilmu Konservasi Gigi Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara.

3. Prof. DR. Rasinta Tarigan, drg, Sp.KG selaku Dosen Pembimbing Skripsi yang telah banyak memberikan banyak bimbingan dan masukan kepada penulis.


(5)

Doar Siregar : Coronal Leakage Pada Restorasi Gigi Dalam Perawatan Saluran Akar, 2009.

4. Syuaibah Lubis, drg selaku Dosen Pembimbing Akademik yang telah membimbing dan mengarahkan penulis selama menjalani pendidikan di Fakultas Kedokteran Gigi USU.

5. Seluruh staf pengajar di Departemen Konservasi Gigi FKG USU yang ikut membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

6. Seluruh staf dan pegawai di Fakultas Kedokteran Gigi USU yang telah membimbing dan membantu selama menjalani proses pendidikan di FKG USU. 7. Teman-teman stambuk ’01 Teni, Linkin Rey, Ezra, Dedi, Linda, Ira, Noel,

Ester, Sondang, Yohana, Maruli, Nurdin, dan lainnya yang telah memberikan dukungan dan semangat.

8. Adik-adik stambuk ’02 terutama Jhon, Rio, Libermanto yang telah membantu dalam usaha dan doa.

Akhirnya penulis mengharapkan semoga hasil karya atau skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi pembaca dan penulis terutama dalam bidang Konservasi Gigi.

Medan, 27 Desember 2005 Penulis

( Doar Siregar ) NIM : 010600006


(6)

Doar Siregar : Coronal Leakage Pada Restorasi Gigi Dalam Perawatan Saluran Akar, 2009.

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL………..i

HALAMAN PERSETUJUAN...ii

HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN...iii

KATA PENGANTAR...iv

DAFTAR ISI...vi

DAFTAR GAMBAR...viii

DAFTAR TABEL...ix

BAB 1 PENDAHULUAN...1

BAB 2 CORONAL LEAKAGE SEBAGAI PENYEBAB KEGAGALAN PADA PERAWATAN SALURAN AKAR 2.1 Pengertian Coronal Leakage...3

2.2 Faktor – Faktor Yang Mempengaruhi Terjadinya Coronal Leakage... 8

2.2.1 Restorasi Sementara...14

2.2.1.1 Zinc Oxide / Kalsium Sulfat...15

2.2.1.2 Zinc Oxide Eugenol (ZOE)...17

2.2.1.3 Resin Komposit...21

2.2.2 Restorasi Permanen...22

2.2.2.1 Amalgam...23


(7)

Doar Siregar : Coronal Leakage Pada Restorasi Gigi Dalam Perawatan Saluran Akar, 2009.

2.2.2.3 Glass Ionomer...26

2.3 Beberapa Pertimbangan Dalam Mengurangi Terjadinya Coronal Leakage Pada Pemasangan Restorasi Permanen...27

2.3.1 Retainer Bahan Build-Up...27

2.3.2 Pemilihan Dan Integritas Dari Restorasi permanen...28

BAB 3 KESIMPULAN...32


(8)

Doar Siregar : Coronal Leakage Pada Restorasi Gigi Dalam Perawatan Saluran Akar, 2009.

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

1. Tahap-tahap perjalanan bakteri kedalam saluran akar……….5

2. Lapisan Smear pada saluran akar (Pembesaran 5000x)...12

3. Bakteri pada tubulus dentin (Pembesaran 5000x)………..12

4. Hilangnya restorasi sementara dan terjadinya karies sekunder...14

5. Penundaan perawatan yang tepat...15

6. Kegagalan restorasi post dan core...28

7. Pembentukan efek ferrule pada gigi anterior...29


(9)

Doar Siregar : Coronal Leakage Pada Restorasi Gigi Dalam Perawatan Saluran Akar, 2009.

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

1. Penelitian bakteri pada saluran akar yang terobturasi...4 2. Hasil penelitian pada 3 macam teknik obturasi yang berbeda...10 3. Persentase terjadinya coronal leakage dengan 3 macam sealer yang berbeda...11


(10)

Doar Siregar : Coronal Leakage Pada Restorasi Gigi Dalam Perawatan Saluran Akar, 2009. BAB 1

PENDAHULUAN

Tidak semua perawatan saluran akar dapat berjalan dengan baik. Kegagalan perawatan saluran akar dapat terjadi pada saat dilakukanya perawatan ataupun setelah dilakukannya perawatan.

Salah satu penyebab kegagalan setelah dilakukannya perawatan saluran akar yaitu terjadinya coronal leakage pada restorasi gigi yang dirawat. Selama beberapa tahun terakhir, penelitian ilmu endodonti lebih banyak menaruh perhatian pada kualitas preparasi saluran akar dan obturasinya untuk menjamin keberhasilan perawatan dalam jangka panjang. Akan tetapi efek dari buruknya penempatan restorasi pada perawatan endodonti masih mendapat perhatian yang sedikit.1

Ray dan Trope (1995) menyatakan bahwa kualitas dari restorasi pada mahkota gigi yang dirawat saluran akar adalah lebih penting daripada kualitas dari pengisian saluran akar itu sendiri. Melalui hasil gambaran radiografi, mereka menyimpulkan bahwa ketika prosedur perawatan saluran akar berjalan buruk sedangkan prosedur pembuatan restorasi pada mahkotanya dilakukan dengan baik menghasilkan persentase tingkat keberhasilan sekitar 67,6%. Angka tersebut lebih tinggi dibandingkan dengan persentase tingkat keberhasilan perawatan saluran akar dimana prosedur perawatannya berjalan baik sedangkan prosedur restorasi pada mahkotanya yang buruk, yaitu sekitar 44,1%.4,7,8

Perawatan saluran akar dan prosedur pemasangan restorasi selalu berhubungan erat. Perawatan saluran akar tidak dapat berhasil tanpa perencanaan dan


(11)

Doar Siregar : Coronal Leakage Pada Restorasi Gigi Dalam Perawatan Saluran Akar, 2009.

evaluasi yang tepat dari dokter gigi. Kesuksesan perawatan dapat dicapai melalui prosedur perawatan yang efektif, isolasi lapangan kerja yang efektif dan pembuatan restorasi yang tepat.5

Pentingnya pembuatan restorasi yang baik dapat dilihat dari kenyataan bahwa kegagalan perawatan saluran akar lebih sering disebabkan karena masalah terjadinya

coronal leakage pada restorasi dibandingkan dengan perawatannya sendiri. Penelitian

Restrospektif oleh Aquilino dan Caplan (2002) membuktikan bahwa ketahanan dari gigi yang dirawat dengan pemasangan crown adalah enam kali lebih baik daripada gigi yang tidak dilakukan pemasangan crown setelah tahap obturasi saluran akar.6

Tujuan penulisan ini adalah untuk mengetahui lebih rinci bagaimana peranan

coronal leakage pada restorasi sementara maupun permanen sebagai penyebab

kegagalan dalam perawatan saluran akar. Pada skripsi ini penulis akan membahas mengenai pengertian dari coronal leakage dan faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya coronal leakage pada restorasi sementara dan permanen pada perawatan saluran akar.


(12)

Doar Siregar : Coronal Leakage Pada Restorasi Gigi Dalam Perawatan Saluran Akar, 2009. BAB 2

CORONAL LEAKAGE SEBAGAI PENYEBAB KEGAGALAN PERAWATAN SALURAN AKAR

Salah satu penentuan kegagalan suatu perawatan saluran akar dapat dilihat dari pemeriksaan gambaran radiografis. Berdasarkan gambaran radiolografis yang diperoleh setelah perawatan saluran akar dilakukan, suatu kasus dinyatakan gagal apabila terdapat kelainan yang menetap atau berkembangnya suatu penyakit yang jelas secara radiografis dan secara khusus dapat dilihat dari adanya lesi radiolusen atau periodontitis apikalis yang telah meluas, telah menjadi persisten atau telah berkembang mulai dari saat perawatan.3 Salah satu penyebab terjadinya kegagalan perawatan saluran akar tersebut adalah terjadinya coronal leakage pada restorasi gigi yang dirawat.1,2,4-9

2.1 Pengertian Coronal Leakage

Pada umumnya kelainan atau penyakit yang menetap setelah perawatan saluran akar disebabkan oleh karena kesulitan selama perawatan awal. Kontrol asepsis yang tidak adekuat, design kavitas yang buruk, adanya saluran akar yang tersembunyi, instrumentasi yang tidak adekuat dan terjadinya coronal leakage dari restorasi sementara atau permanen; merupakan contoh prosedur perawatan awal yang dapat menyebabkan kelainan atau penyakit setelah perawatan saluran akar.11

Bakteri merupakan penyebab utama terjadinya periodontitis apikalis. Beberapa penelitian telah menemukan bakteri dari saluran akar pada lesi periapikal


(13)

Doar Siregar : Coronal Leakage Pada Restorasi Gigi Dalam Perawatan Saluran Akar, 2009.

yang menetap. Enterococcus sp. merupakan bakteri patogen yang mempunyai proporsi tertinggi pada saluran akar yang telah diobturasi dengan adanya periodontitis apikalis yang persisten, yaitu berkisar 29 sampai 77 persen (Tabel 1).11

Tabel 1. Penemuan bakteri pada saluran akar gigi yang telah diobturasi dengan lesi periapikal yang menetap pada berbagai penelitian ( Sundqvist G & Figdor D : Life is an endodontic patogen, Endod Topics 2003; 6 : 15 )

Penelitian Jumlah setiap spesies bakteri di tiap saluran akar Enterococcus sp.* Streptococcus sp.* Candida sp.* Actinomyces sp. *.

Moller 1.6 29 16 3 ND

Molander dkk 1.7 47 20 4 3

Sundqvist dkk 1.3 38 25 8 13

Hancock dkk 1.7 32 21 3 27

Peciuliene dkk 1.6 64 - 18 -

Cheung & Ho 2.6 (1.8) ‡ ND 50 17 ND

Pinheiro dkk 2.1 (1.8) ‡ 55 33 4 20

Siqueira & Rôças 4.1 77 23 9 5

* = Persentase prevalensi, pada saluran akar dengan mikroorganisme

‡ = Identifikasi bakteri melalui Polymerase-Chain-Reaction (PCR) sedangkan penelitian yang lain melalui pengkulturan

ND = Tidak terdeteksi

Pada mikroorganisme yang menyebabkan kelainan atau penyakit setelah perawatan saluran akar, bukan hanya harus dapat bertahan hidup didalam saluran akar yang telah diobturasi tetapi juga memiliki sifat patogenik yang dibutuhkan untuk mengaktifkan inflamasi eksternal secara terus menerus ke dalam saluran akar. Untuk dapat menghindari respon imun dari tubuh pasien, umumnya mikroorganisme yang terlibat dalam kelainan atau penyakit yang persisten melaksanakan satu dari tiga strategi dibawah ini, yaitu :11


(14)

Doar Siregar : Coronal Leakage Pada Restorasi Gigi Dalam Perawatan Saluran Akar, 2009.

2. Celluler Evasion, mikroorganisme menghindari leukosit dan tergantung pada

mekanisme bahan antibakteri saluran akar yang dipakai.

3. Humoral Evasion, bakteri ekstraseluler menghindari antibodi dan komplemen host.

Sekurang-kurangnya dua dari tiga srategi diatas diperlukan oleh mikroorganisme yang terlibat pada kelainan atau penyakit setelah perawatan saluran akar untuk dapat bertahan hidup.11 Skema dari tahapan yang dibutuhkan mikroorganisme untuk dapat bertahan hidup pada saluran akar dapat ditunjukkan pada gambar 1.

Gambar 1. Tahap-tahap dari perjalanan bakteri kedalam saluran akar yang terlibat dalam periodontitis persisten ( Sundqvist G & Figdor D : Life is an endodontic patogen, Endod Topics 2003; 6 : 19 )

Tujuan utama dari perawatan saluran akar adalah menghilangkan iritan-iritan dari saluran akar, mengobturasi saluran akar yang telah bersih dan terbentuk

Tahap 1 : Pemasukan dan pembentukan nutrisi

Tahap 2 : Bertahan selama dilakukan perawatan

Tahap 3 : Periodontitis Apikalis

1. Memasuki saluran akar secara infeksi de novo atau selama perawatan

2. Berkompentisi dengan mikroorganisme lain 3. Mencari nutrisi dan menghindari pertahanan host

4. Bertahan selama pemberian bahan antimikroba 5. Bertahan selama pengisian saluran akar

6. Bertahan selama kekurangan substrat makanan

7. Mencari substrat untuk pertumbuhan 8. Bertahan dari pertahanan tubuh host 9. Menginduksi terjadinya respon inflamasi


(15)

Doar Siregar : Coronal Leakage Pada Restorasi Gigi Dalam Perawatan Saluran Akar, 2009.

sedemikian rupa serta mencegah kontaminasi ulang kedalam saluran akar dari bakteri dan saliva yang berasal dari rongga mulut. Saluran akar yang telah diobturasi dengan baik dapat terkontaminasi kembali pada keadaan-keadaan dibawah ini :1,2,4

1. Penundaan pemasangan restorasi setelah selesai dilakukannya perawatan saluran akar.

2. Penempatan restorasi sementara yang tidak tepat setelah perawatan saluran akar.

3. Gigi telah fraktur dan saluran akar tersingkap dengan lingkungan rongga mulut sebelum dilakukan pemasangan restorasi akhir.

4. Desain dan integritas marginal dari restorasi permanen yang buruk terhadap tekanan pengunyahan.

5. Adanya karies rekuren pada tepi restorasi sementara maupun permanen.

Apabila terjadi beberapa keadaan diatas maka akan menimbulkan sebuah komunikasi atau celah antara bagian korona dari saluran akar dengan flora rongga mulut dan saliva. Komunikasi atau celah tersebut akan memudahkan kontaminasi bakteri dan produk-produknya kedalam saluran akar yang telah diobturasi dan sering dihubungkan dengan istilah coronal leakage.5,19

Adib dkk (2004) telah mengisolasi beberapa bakteri yang ditemukan pada 8 pasien yang sebelumnya telah menjalani perawatan saluran akar selama 4 tahun. Kriteria sampel yang dipilih oleh Adib dkk (2004) meliputi adanya periodontitis apikalis secara klinis atau radiografis, tidak terlibatnya jaringan periodontal serta gigi telah direstorasi permanen dengan adanya coronal leakage. Pada penelitian tersebut ditemukan adanya bakteri anaerob fakultatif dengan jumlah menyolok (75%) diikuti


(16)

Doar Siregar : Coronal Leakage Pada Restorasi Gigi Dalam Perawatan Saluran Akar, 2009.

dengan anaerob obligat (17%), aerob (5,6%) dan candida spp. (2,4%). Strain gram positif ditemukan lebih banyak (82,1%) daripada strain gram negatif (14,7%). Adib dkk (2004) menyimpulkan bahwa bakteri yang ditemukan pada pasien periodontitis apikalis dengan adanya coronal leakage pada restorasi permanen didominasi oleh bakteri gram positif anaerob fakultatif yaitu bakteri Staphylococci diikuti dengan

Streptococci dan Enterocci.12

Sebuah contoh kasus klinis dari coronal leakage13

Seorang wanita berumur 43 tahun datang ke dokter giginya dengan keluhan pada gigi incisivus kiri atas. Gigi wanita tersebut terasa sakit jika diperkusi dan sulkus bukalis sangat sakit jika dipalpasi. Tidak ada sinus tract dan pembengkakan gusi. Riwayat sejarah penyakitnya tidak ada. Test vitalitas pulpa dengan cara elektrik (Analytical Technology, Redmond, WA) menunjukkan respon yang negatif pada gigi incisivus lateral kiri atas dan respon yang positif pada gigi incisivus sentralis kiri atas. Gigi incisivus lateral kiri atas didiagnosa sebagai penyebab dan perawatan saluran akar dimulai dengan menggunakan teknik yang standard, yang meliputi preparasi akses pada bagian palatal, isolasi dengan rubber dam serta irigasi dengan sodium hipoklorida. Gigi kemudian dibersihkan dan dilakukan dressing saluran akar. Wanita tersebut kemudian diinstruksikan untuk menyelesaikan perawatan pada kunjungan berikutnya agar dilakukan pemasangan restorasi Resin Komposit.

Tanpa di duga, wanita tersebut kemudian datang kembali dengan keluhan serupa. Pada pemeriksaan radiografis terlihat rusaknya restorasi komposit pada bagian mesial dan distal dan adanya karies sekunder. Gambaran radiolusen juga terlihat pada bagian periapikal. Gigi kemudian dibersihkan dan di dressing kembali.


(17)

Doar Siregar : Coronal Leakage Pada Restorasi Gigi Dalam Perawatan Saluran Akar, 2009.

Bahan pengobatan intrakanal yang berbeda juga digunakan, seperti kalsium hidroksida dan pasta steroid (Ledermix; Lederle Pharmaceuticals, Wolfratshausen, Germany); Akan tetapi pasien masih terasa tidak nyaman. Penisilin V juga diresepkan untuk wanita tersebut, akan tetapi pemberian tersebut hanya memberikan sedikit kelegaan

Pada akhirnya perawatan dilanjutkan dengan pembuangan tambalan sementara pada bagian palatal, restorasi komposit dan jaringan karies. Panjang kerja diukur kembali secara radiografi dan saluran akar dipreparasi dengan File Hedstrom (Maillefer, Ballaigues, Switzerland). Saluran akar diirigasi dengan larutan sodium hipoklorida 2% dan dikeringkan dengan papper point yang steril dan di dressing dengan kalsium hidroksida. Pada perencanaan restorasinya, diberikan selapis kapas dan Zinc Phosphat Cement (De Trey; Dentsply, Weybridge, Surrey, UK) pada kamar pulpa. Intermmediate Restorative Material (IRM) kemudian ditempatkan pada bagian kavitas akses di bagian palatal, sehingga terbentuk ”Double Seal” dan akhirnya direstorasi dengan Resin Komposit (Concise; 3M, St. Paul, MN).

Pasien kemudian kembali lagi setelah 17 hari dan ternyata keluhan pasien menghilang dan gigi terasa nyaman. Berdasarkan keterangan-keterangan diatas, kegagalan yang terjadi setelah perawatan pertama diakibatkan adanya coronal

leakage pada penambalan Resin Komposit yang buruk.

2.2 Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Terjadinya Coronal Leakage

Coronal leakage merupakan penyebab utama dari kegagalan perawatan


(18)

Doar Siregar : Coronal Leakage Pada Restorasi Gigi Dalam Perawatan Saluran Akar, 2009.

perawatan perlu dievaluasi kemampuannya dalam mengurangi terjadinya coronal

leakage.2 Beberapa faktor yang dapat menyebabkan terjadinya coronal leakage dalam perawatan saluran akar yaitu :2,4

1. Flora rongga mulut atau saliva 2. Semen saluran akar

3. Lapisan smear

4. Restorasi pada mahkota gigi

1. Flora rongga mulut atau saliva

Mempertahankan sebuah seal coronal merupakan hal yang sangat penting dalam perawatan saluran akar. Bila iritan-iritan di rongga mulut mencapai jaringan periodontium atau periapeks maka akan terjadi inflamasi. Iritan-iritan tersebut meliputi apa yang terkandung dalam saliva seperti mikroorganisme, debris makanan, bahan kimia atau agen-agen lainnya yang masuk melalui rongga mulut.

Apabila gutta percha atau semen saluran akar di bagian korona gigi terkena saliva maka semen ini akan larut dan terjadi coronal leakage dalam waktu yang relatif singkat. Terjadinya coronal leakage dapat terjadi lebih cepat pada saluran akar yang diobturasi kurang baik. Secara in vitro, Siqueira dkk (2000) telah mengevaluasi terjadinya coronal leakage dari mikroorganisme yang berasal dari saliva yang masuk kedalam saluran akar yang diobturasi dengan tiga teknik obturasi yang berbeda. Setelah dilakukan evaluasi selama 60 hari, 75 persen dari 20 gigi yang diobturasi dengan Sistem B menunjukan terjadinya coronal leakage. Sedangkan teknik Thermafil dan kondensasi lateral, masing-masing terkontaminasi 85 persen dan 90 persen dari saluran akar yang dievaluasi (tabel 2).9


(19)

Doar Siregar : Coronal Leakage Pada Restorasi Gigi Dalam Perawatan Saluran Akar, 2009.

Tabel 2. Hasil penelitian eksperimental setelah 60 hari observasi (Siqueira JF dkk : Bacterial leakage in coronally unsealed root canals obturated with 3 different techniques, Oral Surg Oral Med Oral Pathol Oral Radiol Endod 2000; 90:647-50)

Teknik Obturasi Jumlah gigi

Tidak terjadi Coronal Leakage

Coronal

Leakage Persentase

Range (hari)

Kondensasi lateral 20 2 18 90 2 – 58

Thermafil 20 3 17 85 2 – 51

Sistem B 20 5 15 75 3 -52

Kontrol Positif 5 0 5 100 1

Kontrol Negatif 5 5 0 0 -

Hasil penelitian Siqueira dkk (2000) menunjukan bagaimanapun teknik obturasi yang digunakan, kontaminasi kedalam saluran akar dapat terjadi dalam waktu yang relatif singkat akibat hilangnya seal coronal pada waktu melakukan perawatan saluran akar.9

2. Semen Saluran Akar

Dalam perawatan saluran akar, semen saluran akar bermanfaat untuk mengisi ruang kosong dan diskrepansi minor yang cocok antara gutta percha dan dinding saluran akar.2 Kontaminasi oleh coronal leakage pada saluran akar dapat terjadi melalui larutnya semen saluran akar oleh saliva, karena adanya perkolasi saliva diantara permukaan semen saluran akar dan dinding saluran akar (terutama dengan adanya lapisan smear) dan atau antara semen saluran akar dan gutta percha.9,23

Timpawat dkk (2001) membandingkan terjadinya bacterial coronal leakage pada saluran akar dari 75 gigi yang diobturasi dengan teknik kondensasi lateral pada tiga semen saluran akar yang berbeda. Mereka menggunakan bakteri Enteroccus

Faecalis sebagai bahan untuk menentukan lamanya waktu bagi bakteri tersebut untuk

berpenetrasi mulai dari saluran akar yang telah diobturasi sampai ke bagian apeks akar.10


(20)

Doar Siregar : Coronal Leakage Pada Restorasi Gigi Dalam Perawatan Saluran Akar, 2009.

Pada pengamatan hari ke 60, group Apexit menunjukkan jumlah persentase gigi terbesar yang mengalami coronal leakage oleh Enteroccus Faecalis dibandingkan AH-Plus dan Ketac Endo (tabel 3).10

Tabel 3. Jumlah gigi dan persentase dari terjadinya coronal leakage dari saluran akar yang telah diobturasi setelah terpanjan Enteroccus Faecalis untuk 60 hari ( Timpawat S, Amornchat C, Trisuwan W: Bacterial coronal leakage after obturation with three root canal sealers, J Endod 2001; 27:36-9 )

Tipe Semen Saluran Akar

Jumlah Gigi Coronal Leakage (%)

Tidak terjadi Coronal Leakage (%)

Range (hari)

AH-Plus 16 31,3 (5 gigi) 66,7 (11 gigi) 21-60

Apexit 17 76,5 (13 gigi) 23,5 (7 gigi) 21-60

Ketac-Endo 15 53,3 (8 gigi) 46,7 (13 gigi) 16-60

Kontrol Negatif 9 0 100 (9 gigi) -

Kontrol Positif 8 100 ( 8 gigi ) 0 -

Catatan : Pada penelitian ini 3 gigi dari group AH-Plus, 2 gigi dari group Apexit, 4 gigi dari group Ketac-Endo dan satu gigi dari group kontrol positif dibuang oleh karena menunjukkan kontaminasi yang dilihat dari kekeruhan pada sampel sebelum dilakukannya observasi.

Timpawat dkk (2001) berpendapat bahwa perbedaan tipe dari semen saluran akar dapat mempengaruhi seal coronal dari gigi tersebut dan mereka menyimpulkan bahwa semen saluran akar Epoxy Resin lebih dapat beradaptasi pada dinding saluran akar dan gutta percha daripada semen saluran akar yang mengandung kalsium hidroksida.10

3. Lapisan Smear

Lapisan Smear terbentuk setelah prosedur pembersihan dan pembentukan saluran akar dilakukan (Gambar 1). Lapisan ini terdiri dari substansi inorganik dan organik yang mengandung fragmen dari prosessus odontoblastik, mikroorganisme dan material nekrotik.14


(21)

Doar Siregar : Coronal Leakage Pada Restorasi Gigi Dalam Perawatan Saluran Akar, 2009.

Gambar 2. Adanya lapisan smear pada saluran akar yang terinstrumentasi dengan pembesaran 5000x (Torabinejad M, Handysides R, Khademi AA, Bakland LK : Clinical Implication of the smear layer in endodontics : A review, Oral Surg Oral Med Oral Pathol Oral Radiol Endod 2002; 94 : 659 )

Lapisan smear juga mengandung bakteri dan produknya yang dapat menjadi sebuah sumber iritan (Gambar 3). Sumber iritan tersebut dapat menjadi penyebab kegagalan perawatan dikemudian hari. Pembuangan lapisan smear secara tuntas akan mengeleminasi iritan tersebut dari saluran akar. Selain itu, pembuangan lapisan smear

juga akan meningkatkan kekuatan adhesif dan resistensi terhadap terjadinya coronal

leakage pada beberapa semen saluran akar seperti semen saluran akar AH-26.14

Gambar 3. Adanya beberapa bakteri pada sebuah tubulus dentin pada pulpa yang nekrosis dengan pembesaran 5000x (Torabinejad M, Handysides R, Khademi AA, Bakland LK : Clinical implication of the smear layer in endodontics : A review, Oral Surg Oral Med Oral Pathol Oral Radiol Endod 2002; 94 : 659 )


(22)

Doar Siregar : Coronal Leakage Pada Restorasi Gigi Dalam Perawatan Saluran Akar, 2009.

4. Restorasi pada mahkota gigi

Penempatan restorasi pada gigi setelah perawatan saluran akar, baik sementara maupun permanen sangat penting bagi keberhasilan perawatan. Kegagalan perawatan saluran akar sangat jarang disebabkan oleh prosedur perawatannya sendiri. Hal ini disebabkan oleh karena telah diketahuinya secara luas bahwa pembersihan dan pengisian saluran akar yang adekuat merupakan hal yang sangat penting dilakukan sepanjang perawatan. Namun belakangan ini, telah ada peningkatan perhatian terhadap konsep coronal leakage pada restorasi gigi sebagai penyebab utama dari kegagalan dalam perawatan saluran akar.

Coronal leakage merupakan perpindahan dari saliva dan mikroorganisme

dalam celah yang terbentuk diantara struktur gigi dan bahan restorasi. Lebar celah ini berkisar antara 20 sampai 50 µ m dan disebabkan oleh adaptasi dan adhesi dari bahan restorasi yang buruk.15 Saliva dan mikroorganisme yang berasal dari rongga mulut dapat berpindah tempat dengan cepat pada restorasi gigi yang memiliki adaptasi buruk dan bahkan dapat terjadi pada saluran akar yang terlihat terkondensasi dengan baik melalui gambaran radiografis. Pembentukan seal coronal yang adekuat dari restorasi gigi yang dirawat merupakan suatu hal yang perlu dipertahankan untuk keberhasilan perawatan saluran akar sehingga akan mempengaruhi pemilihan material dan desain restorasi yang sesuai. Dengan sangat banyaknya teknik dan material yang dapat digunakan sebagai bahan restorasi maka rencana pembuatan restorasi pada gigi yang dirawat saluran akar menjadi sangat komplek.2,4


(23)

Doar Siregar : Coronal Leakage Pada Restorasi Gigi Dalam Perawatan Saluran Akar, 2009. 2.2.1 Restorasi Sementara

Infeksi bakteri merupakan penyebab paling umum pada penyakit pulpa dan periradikular. Kesuksesan perawatan saluran akar membutuhkan debridement mekanis dan kimiawi yang efektif, eliminasi bakteri dan sisa jaringan pulpa serta pembentukan saluran akar yang tepat untuk memudahkan obturasi yang efektif. Pada perawatan saluran akar multivisit dimana saluran akar telah terinfeksi biasanya membutuhkan dressing dengan obat antibakterial yang berulang-ulang sehingga dibutuhkan penempatan restorasi sementara yang efektif supaya dapat bertahan lama di dalam rongga mulut.16

Gambar 4. Penempatan restorasi sementara yang tepat terlihat setelah penyelesaian perawatan saluran akar (Anonymous : Coronal Leakage, www.ada.org.au/media/documents/product_publication )

Pada umumnya kegagalan selama perawatan saluran akar multivisit disebabkan oleh kesalahan dalam prosedur penumpatan dengan restorasi sementara dimana kemudian akan terjadi coronal leakage akibat lepasnya bahan restorasi. Terjadinya coronal leakage pada restorasi sementara tersebut dihubungkan dengan ketebalan dari bahan restorasi sementara yang tidak adekuat didalam menghambat penetrasi saliva, penempatan bahan restorasi yang tidak tepat serta kelalaian dalam


(24)

Doar Siregar : Coronal Leakage Pada Restorasi Gigi Dalam Perawatan Saluran Akar, 2009.

mengevaluasi oklusi dari gigi yang telah ditumpat sementara sehingga akhirnya tumpatan menjadi lepas (gambar 2).2

Gambar 5. Sebuah gambaran radiografis yang mengilustrasikan kehilangan restorasi sementara dan karies sekunder yang meluas kedalam kamar pulpa gigi molar 1 setelah satu tahun perawatan endodonti (Anonymous : Coronal Leakage, www.ada.org.au/media/documents/product_publication )

Suatu bahan restorasi sementara haruslah memberikan penumpatan yang adekuat melawan invasi bakteri, cairan dan material organik yang berasal dari rongga mulut kedalam sistem saluran akar. Selain itu suatu bahan restorasi sementara haruslah memberikan kemudahan dalam penempatan dan pengangkatannya, menciptakan estetis yang baik serta dapat melindungi struktur gigi selama perawatan saluran akar. Restorasi sementara yang umumnya digunakan merupakan bahan restorasi yang berbasis Zinc Oksida / Kalsium Sulfat, Zinc Oxide Eugenol (ZOE) serta Resin Komposit.

2.2.1.1 Zinc Oxide / Kalsium Sulfat16

Salah satu bahan restorasi sementara yang berbasis Zinc Oxide atau Kalsium Sulfat yaitu Cavit. Cavit merupakan bahan tambalan sementara premixed yang mengandung Zinc oxide, Kalsium Sulfat, Zinc Sulfat, Glikol Asetate, Polyvinylasetat


(25)

Doar Siregar : Coronal Leakage Pada Restorasi Gigi Dalam Perawatan Saluran Akar, 2009.

Resin, Polyvinyl Kloride Asetat, Triethanolamine dan pigmen-pigmen. Cavit juga merupakan bahan higroskopis sehingga memiliki koefesien linear ekspansi yang tinggi, yang berasal dari penyerapan air. Koefesien linear ekspansi dari Cavit hampir dua kali dari bahan restorasi sementara berbasis ZOE sehingga Cavit mempunyai kemampuan penutupan marginal yang baik.

Kekuatan kompresif Cavit adalah setengah dari ZOE sehingga dibutuhkan perhatian yang cukup untuk mengatasi kualitas kekuatan kompresif yang lemah agar dapat memberikan penutupan yang adekuat. Kemampuan penutupan marginal Cavit tidak dipengaruhi oleh naik turunnya temperatur sehingga Cavit mempunyai stabilitas dimensi yang baik.

Kemampuan penutupan dari Cavit telah diuji pada penelitian in vitro dan in

vivo dengan hasil penelitian yang beragam. Pada penelitian in vitro, Webber dkk

(1978) menguji ketebalan Cavit yang dibutuhkan untuk mencegah penetrasi dari celupan methylene blue. Menurut Webber dkk (1978), ketebalan minimum yang dibutuhkan bagi Cavit untuk mencegah dari penetrasi celupan methylene blue, yaitu setebal 3,5 mm.

Pada penelitian in vivo yang lain oleh Beach dkk (1996), Cavit yang diuji dengan ketebalan 4 mm memberikan penutupan sementara yang terbaik untuk lebih dari 3 minggu, dibandingkan dengan Intermmediate Restorative Material (IRM) dan Temporary Endodontic Restorative Material (TERM). Cavit dengan ketebalan 2 mm juga telah diuji pada gigi anterior kera dalam 2, 7 dan 42 hari. Ketebalan tersebut ternyata tidak efektif mencegah bacterial microleakage pada periode waktu


(26)

Doar Siregar : Coronal Leakage Pada Restorasi Gigi Dalam Perawatan Saluran Akar, 2009.

eksperimen sehingga restorasi yang berada lebih lama dalam rongga mulut tersebut menunjukkan adanya peningkatan kontaminasi bakteri (Lamers dkk 1980).

Secara klinis, Cavit mempunyai keuntungan yaitu mudah dimanipulasi, ketersediannya dalam bentuk pasta premixed dan dapat dengan mudah diangkat dari kavitas setelah mengeras. Disamping itu, Cavit memberikan penutupan yang adekuat pada kavitas diantara kunjungan perawatan.

Kekerasan, daya tahan dan waktu pengerasan yang lama merupakan kelemahan dari pengunaan Cavit sehingga Cavit diindikasikan untuk penutupan sementara jangka pendek pada kavitas akses yang kecil. Untuk mengatasi kelemahan-kelemahan dari sifat Cavit tersebut diindikasikan penempatan ”Double Seal” dengan mengunakan Cavit sebagai inner layer dan IRM sebagai outer layer. Kombinasi ”Double Seal” tersebut juga dapat memberikan adaptasi dentin yang lebih baik dibandingkan dengan adaptasi dentin pada kavitas yang ditumpat sementara dengan IRM saja.

2.2.1.2 Zinc Oxide Eugenol (ZOE)16

Beberapa bahan restorasi sementara biasanya menggunakan bahan dasar ZOE

reinforcement atau non reinforcement. Bahan restorasi ZOE biasanya digunakan

dengan perbandingan powder dan liquid 4 : 1 (g.ML-1). Perbandingan powder dan liquid tersebut menghasilkan intial seal yang buruk, dimana kemudian akan terjadi peningkatan kemampuan penutupan setelah 1 minggu.

Bahan restorasi ZOE yang digunakan dengan perbandingan powder dan liquid yang lebih rendah yaitu 2 : 1 akan memberikan initial seal yang lebih baik, akan teta-


(27)

Doar Siregar : Coronal Leakage Pada Restorasi Gigi Dalam Perawatan Saluran Akar, 2009.

pi semakin lama kemampuan penutupan tersebut akan semakin menurun.

Produk komersial yang berbasis ZOE seperti Dentemp (Majestic Drug Co., Bronx, NY, USA) dan Kalsogen plus (DeTrey, Dentsply,York, PA, USA) telah diuji secara in vitro dan dibandingkan dengan bahan restorasi sementara lainnya. Dentemp kurang efektif dalam mencegah penetrasi celupan Silver Nitrate dibandingkan dengan TERM dan 3 macam Cavit yang berbeda (Cavit, Cavit G dan Cavit W) setelah dilakukannya prosedur thermocycling (Noguera & McDonald 1990). Kalsogen juga kurang efektif dalam mencegah penetrasi celupan Silver Nitrat dibandingkan Cavit dan TERM setelah dilakukan prosedur thermocycling dan mechanical loading (Mayer & Eickholz 1997).

Restorasi sementara lainnya yang berbasis ZOE reinforcement yaitu Kalzinol dan IRM. Kalzinol merupakan semen berbasis ZOE yang diperkuat dengan 2% polymer polystyrene berat untuk meningkatkan kekuatan kompresif, resistensi terhadap abrasi serta mengurangi disolusi. Pada pengujian adanya coronal leakage dengan menggunakan pencelupan methilen blue, Kalzinol memberikan seal coronal yang lebih baik dibandingkan dengan semen ZOE non reinforcement (Tewari dkk, 2002). Tewari dkk (2002) menyimpulkan bahwa semen ZOE non reinforcement tidak dapat memberikan seal coronal yang adekuat untuk penutupan sementara, bahkan untuk jangka pendek sekalipun.17

IRM merupakan semen ZOE reinforcement dengan Polymethyl Methacrylate. Penguatan ini juga memberikan peningkatan kekuatan kompresif, resistensi terhadap abrasi dan kekerasan pada bahan restorasi. Penggunaan IRM sebagai restorasi sementara dapat digunakan untuk lebih dari satu tahun pada perbandingan powder


(28)

Doar Siregar : Coronal Leakage Pada Restorasi Gigi Dalam Perawatan Saluran Akar, 2009.

dan liquid 6 : 1 (gmL-1). Pada penggunaan IRM dengan perbandingan powder dan liquid tersebut akan menghasilkan seal coronal yang kurang baik, akan tetapi memberikan sifat fisik (kekuatan kompresif, resistensi terhadap abrasi dan kekerasan) yang optimum.

Penggunaan IRM dengan powder yang lebih sedikit dapat memberikan seal

coronal yang lebih baik dengan mengorbankan sedikit sifat fisiknya. Pengadukan

powder dan liquid dari IRM yang lebih lembut juga dapat memberikan daya antibakteri yang lebih baik. Hal tersebut dikarenakan adanya proses hidrolisis dan peningkatan pelepasan eugenol yang merupakan agen antibakteri pencegah kolonisasi bakteri apabila terjadi leakage. Peningkatan leakage juga dapat terjadi pada IRM ketika diberikan stress thermal. Menurut Bobotis dkk (1990), peningkatan tersebut disebabkan oleh ketidakstabilan dimensi dari IRM.

IRM telah diuji dan dibandingkan dengan bahan restorasi sementara lainnya pada sejumlah penelitian in vivo dan in vitro dengan laporan hasil penelitian yang kontroversial. Penelitian in vivo pada gigi manusia, IRM sama efektifnya dengan Cavit dalam menutup sementara kavitas akses kelas 1 untuk periode 3 minggu (Beach dkk 1996).

Pada penelitian in vitro, Blaney dkk (1981) melaporkan bahwa IRM yang di letakan dengan Camphorated Monochlorophenol (CMCP) pada kavitas dapat mencegah penetrasi Proteus Vulgaris dengan lebih baik dibandingkan Cavit yang diletakan dengan CMCP dan larutan saline. Penelitian tersebut memberikan pengetahuan yang khusus bahwa CMCP dapat mengurangi kekerasan permukaan dari IRM serta tidak mempengaruhi kekerasan permukaan dari Cavit.


(29)

Doar Siregar : Coronal Leakage Pada Restorasi Gigi Dalam Perawatan Saluran Akar, 2009.

Pada penelitian in vitro lainnya dengan mengunakan radioisotop (Friedman dkk 1986) dan metode elektrokimia (Jacquot dkk 1996), IRM menunjukkan seal

coronal yang lebih baik dibandingkan Cavit. Disisi lain, beberapa penelitian in vitro

yang menggunakan silver nitrat sebagai indikator terjadinya coronal leakage (Barkhordar & Stark 1990, Noguera & McDonald 1990), radioisotop kalsium klorida (Marosky dkk 1977), penetrasi celupan (Lee dkk 1993, Kazemi dkk 1994, Mayer & Eickholz 1997), metode filtrasi cairan (Anderson dkk 1988, Pashley dkk 1988, Bobotis dkk 1989) dan metode penetrasi bakteri (Deveaux dkk 1992), seluruh penelitian in vitro tersebut menunjukkan bahwa Cavit memberikan seal coronal yang lebih baik dari IRM.

Pada kebanyakan penelitian in vitro dan in vivo yang mengunakan penetrasi bakteri menunjukkan bahwa kemampuan penutupan IRM hampir sama atau lebih baik daripada Cavit (Parris dkk 1964, Krakow dkk 1977, Blaney dkk 1981, Beach dkk 1996, Barthel dkk 1999). Hanya pada penelitan Deveaux dkk (1992) yang menunjukkan bahwa Cavit lebih baik daripada IRM dalam mencegah penetrasi

Streptococcus Sanguis. Hal ini dihubungkan dengan adanya faktor growth-inhibiting

(kemungkinan ion seng) yang ada pada Cavit.

Bahan restorasi sementara ZOE (termasuk IRM) mempunyai peranan yang penting dalam mengurangi terjadinya coronal leakage selama perawatan apabila digunakan dengan perbandingan powder dan liquid yang lebih rendah dan pengadukan yang lebih halus.


(30)

Doar Siregar : Coronal Leakage Pada Restorasi Gigi Dalam Perawatan Saluran Akar, 2009. 2.2.1.3 Resin Komposit16

Bahan restorasi sementara yang berbasis Resin Komposit yaitu TERM. TERM merupakan komponen tunggal dari resin light-curable yang mengandung Urethane Dimethacrylate Polymers, filler inorganik yang radiopak, filler organik

prepolymerized, pigmen-pigmen dan initiator. Bahan ini mengalami penyusutan

selama polimerisasi sebesar 2,5% dari jumlah volumenya. Penyusutan tersebut dikuti dengan ekspansi yang disebabkan penyerapan air.

Ketebalan minimum yang efektif untuk menutup kavitas telah diuji secara in

vitro dengan mengunakan teknik thermocycling dan filtrasi cairan. Dilaporkan bahwa

TERM dengan ketebalan 1-3 mm sama efektifnya dengan ketebalan 4 mm didalam memberikan penutupan kavitas setelah 5 minggu dan prosedur thermocycling (Hansen & Montgomery, 1993). Pada umumnya TERM mempunyai tingkat kekerasan, tensile strength dan kekuatan kompresif yang lebih tinggi dari pada Cavit, dan juga kemampuan penutupannya tidak dipengaruhi oleh bahan pengobatan intrakanal (Rutledge & Montgomery 1990).

Bahan ini telah diteliti pada beberapa penelitian in vivo dan in vitro dengan hasil penelitian yang kontroversial. Pada penelitian in vitro, Teplitsky & Meimaris (1988) menemukan bahwa TERM hanya memberikan penutupan marginal yang efektif pada 33% kasus dibandingkan dengan Cavit yang dapat memberikan penutupan marginal yang efektif pada 91,7% kasus yang diamati. Hal ini menandakan Cavit lebih efektif daripada TERM.

Pada penelitian in vivo oleh Beach dkk (1996), TERM memberikan penutupan sementara yang lebih buruk dibandingkan IRM dan Cavit pada kavitas kelas 1 dengan


(31)

Doar Siregar : Coronal Leakage Pada Restorasi Gigi Dalam Perawatan Saluran Akar, 2009.

ketebalan 4 mm untuk waktu 3 minggu antar kunjungan perawatan.

Pada penelitian Barkhordar & Stark (1990) menunjukkan bahwa TERM sama efektifnya dengan Cavit dalam memberikan penutupan marginal dan lebih baik daripada IRM. TERM juga hampir sama efektifnya dengan Cavit dalam mencegah penetrasi bakteri Streptococcus Sanguis dan dapat memberikan kemampuan penutupan yang lebih baik setelah prosedur thermocycling dibandingkan dengan Cavit, Cavit G dan Cavit W (Noguera & McDonald 1990).

Sifat kemampuan penutupan yang adekuat dari TERM juga dapat ditunjukkan pada penelitian Deveaux dkk (1992) ketika bahan ini ditempatkan pada kavitas melalui injeksi dengan mengunakan sebuah jarum suntik yang menggunakan sebuah

compule end-piece yang baik. Penempatan bahan melalui cara ini dimaksudkan untuk

mengurangi kemungkinan timbulnya celah pada permukaan bahan atau pada margin. Walaupun TERM tidak konsisten dalam memberikan kemampuan penutupan yang lebih baik dibandingkan Cavit dan IRM, akan tetapi TERM mempunyai potensi untuk memberikan penutupan sementara yang adekuat pada kavitas akses yang besar.

2.2.2 Restorasi Permanen

Gigi setelah perawatan saluran akar dengan atau tanpa restorasi sementara yang belum direstorasi permanen akan menghadapi banyak masalah. Material restorasi sementara tidak dapat memberikan perlindungan yang cukup terhadap tekanan oklusal sehingga mengakibatkan hilangnya restorasi sementara dan terjadinya coronal leakage.


(32)

Doar Siregar : Coronal Leakage Pada Restorasi Gigi Dalam Perawatan Saluran Akar, 2009.

buah build-up untuk menutup kavitas akses dan kamar pulpa yang mengalami kerusakan mahkota yang luas. Bahan build-up yang optimal akan memberikan kekuatan yang cukup, menjadi biokompatibel, menunjukkan resistensi yang tinggi terhadap adanya leakage serta tidak dapat larut dan stabil dimensinya dalam cairan mulut. Bahan build-up yang mempunyai koefesien termal ekspansi yang menyerupai dengan dentin gigi ( 10,5 x 10-6 °C ) akan mengurangi terjadinya leakage dari cairan mulut antara restorasi dan struktur gigi.7 Apabila bahan build-up memiliki termal ekspansi yang lebih tinggi dari struktur dentin gigi, penurunan temperatur akan membentuk suatu celah akibat kontraksi.3

Beberapa bahan restorasi yang umumnya digunakan sebagai bahan build-up adalah amalgam, resin komposit dan glass ionomer semen.

2.2.2.1 Amalgam7

Amalgam sejak lama dikenal sebagai bahan build-up terbaik dibawah crown yang disemenkan. Koefesien termal ekspansi amalgam hampir dua kali dari dentin (kira-kira 22 x 10-6 °C) dan relatif stabil didalam air. Resistensi amalgam sangat tinggi terhadap adanya leakage, sekalipun ditempatkan pada kavitas untuk masa waktu tertentu. Hal tersebut disebabkan oleh karena penutupan amalgam yang dibentuk oleh produk-produk korosi sepanjang ikatan antara restorasi dan gigi.

Pada alloy fase dispersed dari amalgam menunjukan initial leakage yang lebih kecil dibandingkan alloy spherical. Penggunaan bahan adhesif (agen bonding) pada amalgam merupakan sebuah pilihan dalam mengurangi terjadinya leakage dan mempunyai potensi memperkuat gigi. Hasil penelitian Sergio dkk (2004)


(33)

Doar Siregar : Coronal Leakage Pada Restorasi Gigi Dalam Perawatan Saluran Akar, 2009.

menunjukkan sedikit terjadinya leakage pada Vitre Bond yang digunakan sebagai bahan adhesif pada amalgam dibandingkan bahan adhesif lainnya (RelyX ARC, Clearfil Liner Bond 2V, Panavia 21 EX). Sergio dkk (2004) juga berpendapat bahwa penggunaan bahan adhesif dapat memberikan retensi yang adekuat pada amalgam dan dapat digunakan sekurang-kurangnya untuk lima tahun.18

Disisi lain, Santos dan Meiers (1994) menunjukkan penguatan yang tidak signifikan pada gigi dengan amalgam bond setelah prosedur thermocycling. Bonnila dan white (1996) juga menemukan peningkatan kekuatan jangka pendek yang akan hilang setelah gigi tersebut disimpan selama 500 hari atau setelah prosedur load

cycling. Sebagaimana akhirnya yang nampak pada penelitiaan tersebut yaitu

pengikatan amalgam pada dentin yang akan menurun sehingga hal tersebut merupakan masalah terhadap adanya peningkatan leakage setelah kegagalan pemberian bahan adhesif pada amalgam.

Permukaan amalgam yang diberi bahan adhesif dapat menjadi lebih resisten terhadap korosi daripada amalgam yang tidak diberikan bahan adhesif. Akan tetapi untuk jangka panjangnya, hal tersebut menjadikan resiko terjadinya leakage menjadi lebih tinggi sehingga pemberian bahan adhesif merupakan kontra-indikasi pada amalgam yang dijadikan bahan build-up.

Amalgam merupakan bahan pilihan sebagai bahan build-up dimana gigi posterior mempunyai kedalaman kamar pulpa yang cukup (2 sampai 4 mm) untuk meniadakan pembuatan sebuah post. Apabila post diperlukan, amalgam dapat dijadikan pilihan yang tepat sebagai core, oleh karena harganya lebih murah dan lebih cepat pembuatannya dibandingkan core cast gold.


(34)

Doar Siregar : Coronal Leakage Pada Restorasi Gigi Dalam Perawatan Saluran Akar, 2009. 2.2.2.2 Komposit7

Secara klinis komposit memberikan kekuatan restorasi yang adekuat. Ultimate

stregth dari komposit sedikit lebih rendah dari amalgam. Resistensi komposit

terhadap leakage hampir secara kesuluruhan bergantung pada lutting agent yang digunakan dan belum ada bukti bahwa kemampuan dari dentin bonding dalam mencegah leakage untuk jangka panjangnya.

Burrow dkk (1996) menunjukkan secara in vitro, sebuah penurunan dari kekuatan ikatan dentin bonding dalam 3 tahun yang mana hampir sama dengan restorasi tanpa pemberian dentin bonding. Jika hal tersebut merupakan sifat klinis yang khas dari penggunaan dentin bonding untuk jangka panjang maka penggunaan dentin adhesif untuk mengurangi terjadinya leakage dalam jangka panjang belum terbukti. Dengan kata lain build-up komposit bergantung terhadap retensi mekanis sebagaimana yang dilakukan untuk restorasi amalgam.

Koefesien termal ekspansi untuk kebanyakan bahan build-up komposit self-polimerisasi secara signifikan lebih tinggi dari struktur gigi; contoh termal ekspansi TiCore yang dipublikasikan oleh Essential Dental System adalah 34 x 10-6 °C dan termal ekspansi BisCore oleh Bisco Dental yaitu 25 x 10-6 °C.

Komposit juga menunjukkan penyusutan selama setting time. Sakaguchi (1991) menunjukkan kontraksi komposit sebesar 0,2 %. Penyusutan ini mengakibatkan stress pada sistem bonding dan mempunyai kontribusi dalam kegagalan pemberian dentin bonding untuk jangka panjang.

Pada gigi anterior dimana crown tidak dibutuhkan (kerusakan mahkota yang tidak luas) dan tepi enamel memberikan jaminan resistensi jangka panjang terhadap


(35)

Doar Siregar : Coronal Leakage Pada Restorasi Gigi Dalam Perawatan Saluran Akar, 2009.

adanya leakage, restorasi komposit merupakan pilihan yang utama. Dengan buruknya prognosis jangka panjang dari dentin bonding dan resiko terjadinya leakage maka pengunaan dentin bonding merupakan kontra-indikasi pada komposit yang digunakan sebagai bahan build-up.

Pada gigi posterior dimana komposit digunakan sebagai bahan build-up, mempertahankan jarak antara tepi crown dengan bahan buld-up (sekurang-kurangnya 2 mm) akan mengurangi terjadinya leakage.

Sifat mekanis dari komposit akan menurun dengan adanya prosedur

thermocyling dan adanya penyerapan air. Komposit merupakan bahan build-up yang

sempurna untuk gigi anterior dan posterior apabila isolasi lapangan kerja dapat dijamin dari adanya kontaminasi saliva.

2.2.2.3 Glass Ionomer7

Bahan tumpatan Glass Ionomer memberikan kemungkinan yang kecil dari adanya leakage. Hal ini disebabkan karena termal ekspansi Glass Ionomer yang menyerupai dengan struktur gigi. Bahan Glass Ionomer mempunyai ikatan dentin yang lemah dan kekuatan mekanis yang rendah. Bahan ini dapat membebaskan ion flourida sehingga mengurangi potensi terjadinya kerusakan gigi. Akan tetapi masih terdapat sedikit fakta tentang manfaat klinis yang penting dari pembebasan flourida tersebut. Glass ionomer jarang digunakan sebagai bahan build-up oleh karena lemahnya sifat mekanis dari bahan tersebut.


(36)

Doar Siregar : Coronal Leakage Pada Restorasi Gigi Dalam Perawatan Saluran Akar, 2009.

2.3 Beberapa Pertimbangan Dalam Mengurangi Terjadinya Coronal

Leakage Pada Pemasangan Restorasi Permanen

Pemasangan restorasi permanen yang tepat merupakan jaminan keberhasilan perawatan jangka panjang. Terjadinya coronal leakage pada restorasi gigi dalam perawatan saluran akar dapat di cegah melalui penempatan crown yang tepat. Beberapa pertimbangan dalam penempatan crown yang tepat untuk menjamin keberhasilan perawatan saluran akar meliputi retainer dari bahan build-up tersebut serta pemilihan dan intergritas dari restorasi permanen yang tepat.

2.3.1 Retainer Bahan Build-Up

Ketika menggunakan bahan build-up dengan amalgam atau komposit, pilihan retensinya yaitu pin, post dan daerah undercut pada kamar pulpa. Penggunaan pin sebagai retainer build-up akan membawa resiko terhadap adanya microfraktur dan tekanan kedalam daerah yang berdekatan dengan dentin. Gigi yang membutuhkan pin atau post merupakan gigi yang mengalami kerusakan mahkota yang besar. Retensi post berkaitan dengan kemampuannya menahan tekanan vertikal pengunyahan. Retensi post dipengaruhi oleh panjang post, diameter dan taper dari post, semen luting yang digunakan dan apakah post yang digunakan aktif atau pasif. Penambahan panjang dan diameter post dapat meningkatkan retensi. Pararel post lebih retentif daripada tappered post dan post aktif lebih retentif daripada post pasif. Peningkatan diameter post tidak dianjurkan untuk meningkatkan retensi. Hal ini disebabkan oleh kehilangan dari struktur gigi yang lebih besar sehingga dapat memperlemah gigi tersebut.19


(37)

Doar Siregar : Coronal Leakage Pada Restorasi Gigi Dalam Perawatan Saluran Akar, 2009.

Resistensi berkaitan dengan kemampuan dari post dan gigi untuk menahan tekanan lateral dan rotasi. Hal ini dipengaruhi oleh struktur gigi yang tersisa, panjang dan kekakuan post serta adanya sifat anti rotasi dan adanya efek ferrule. Sebuah restorasi yang mempunyai resistance form yang buruk tidak akan memberikan kesuksesan perawatan jangka panjang oleh karena kurang retentifnya daripada pengunaan post tersebut (gambar 4).19

Gambar 6. Restorasi Post dan Core ini mempunyai panjang yang adekuat untuk retensi tetapi mengalami kegagalan oleh karena kurangnya resistence

form (Schwartz RS, Robbins JW. Post placement and restoration of

endodontically treated teeth : A literatur review. J Endod. 2004 ; 30 : 291)

2.3.2 Pemilihan Dan Intregritas Dari Restorasi Permanen

Gigi yang membutuhkan perawatan saluran akar kemungkinan besar mempunyai kerusakan mahkota yang luas. Perawatan saluran akar umumnya membutuhkan preparasi kavitas akses, yang mana lebih lanjut akan menggurangi kekuatan struktur mahkota gigi yang lebih dibandingkan preparasi kavitas pada kelas-kelas lainnya.20


(38)

Doar Siregar : Coronal Leakage Pada Restorasi Gigi Dalam Perawatan Saluran Akar, 2009.

Pada kasus dimana sebuah crown dibutuhkan, restorasi akhir sebaiknya tidak hanya dapat bertahan secara adekuat pada gigi yang tersisa tetapi juga harus dapat melindungi gigi dari terjadinya fraktur. Fungsi crown tersebut dapat dicapai dengan meninggalkan beberapa struktur dentin yang paling koronal sampai garis akhir yang berada 2 mm diatas tepi ginggiva bebas.20 Hal tersebut dinamakan efek ferrule (gambar 5 & 6). Tujuan dari efek ferrule ini adalah untuk meningkatkan integritas dari struktur gigi yang dirawat endodonti dengan jalan mengimbangi tekanan pengunyahan, meniadakan efek wedging dari tappered dowel dan tekanan lateral yang diperoleh selama penempatan dowel serta mempertinggi resistensi terhadap fraktur akar dan leakage.1,7,19-20

Gambar 5. Pembentukan efek ferrule pada gigi anterior a. Efek ferrule dibentuk oleh crown sendiri.

b. Pembevelan pada jaringan gigi yang tersisa menjadikan core memberikan efek ferrule.

c. Decoronated, merupakan gigi yang mudah fraktur dan memerlukan

perlindungan.

d. Tidak ada efek ferrule yang diberikan oleh core maupun crown sendiri.

e. Tidak ada efek ferrule yang diberikan oleh core, tetapi crown diperpanjang diatas gigi dan memberikan efek ferrule.


(39)

Doar Siregar : Coronal Leakage Pada Restorasi Gigi Dalam Perawatan Saluran Akar, 2009.

( Whitworth JM, Walls AWG, Wassell RW. Crown and extra-coronal restorations : Endodontic considerations : The pulp, the root-treated tooth and the crown. British

Dent J. 2002 ; 192 : 319 )

Gambar 6. Perlindungan Cusp dan pembentukan efek ferrule pada gigi posterior dengan berbagai macam jaringan gigi yang tersisa

a. Metal Onlay yang sederhana b. Mahkota tiga perempat c. Mahkota penuh

(Whitworth JM, Walls AWG, Wassell RW. Crown and extra-coronal restorations : Endodontic considerations : The pulp, the root-treated tooth and the crown. British

Dent J. 2002 ; 192 : 325)

Hal lain yang perlu diperhatikan dalam penempatan crown adalah biological

width.1 Biological width merupakan sebuah band dari gingiva cekat yang diukur 2-3 mm dari tulang alveolar ke bagian paling koronal dari epitel junctional dan terdiri dari perlekatan serat supracrestal dan perlekatan epitel.24 Apabila penempatan dari tepi crown mengenai biological width maka pasien akan merasa tidak nyaman dalam menyikat gigi atau menggunakan dental floss sehingga daerah gigi yang dibersihkan tidak bersih sebagaimana mestinya.1 Hal ini bukan hanya merupakan faktor predisposisi terjadinya akumulasi bakteri dan pembentukan plak, akan tetapi juga mengakibatkan pembentukan saku periodontal, karies sekunder dan akhirnya integritas dari tepi crown akan hilang dengan adanya coronal leakage.1

Pemasangan restorasi permanen merupakan suatu keharusan. Restorasi permanen akan membentuk barrier antara jaringan periradikular dan rongga mulut.


(40)

Doar Siregar : Coronal Leakage Pada Restorasi Gigi Dalam Perawatan Saluran Akar, 2009.

Bahan restorasi yang tidak baik akan merusak seal coronal dari saluran akar sehingga mengakibatkan adanya kontaminasi.22

Trautmann dkk (2001) mengevaluasi adanya bacterial leakage dari Proteus

Vulgaris secara in vitro pada berbagai macam bahan crown pada gigi anterior dan

posterior. Pada penelitian tersebut, seluruh crown yang berbahan dasar porcelain menunjukkan insiden leakage yang lebih tinggi daripada crown yang berbahan metal (metal noble dan metal gold). Akan tetapi secara statistik, perbedaan tersebut tidak signifikan ( P = 0,149 ). Trautmann dkk (2001) juga menunjukkan perbedaan yang signifikan ( P = 0,045) terhadap adanya bacterial leakage pada gigi anterior dan gigi posterior dimana gigi anterior yang dipasang crown porselain lebih leakage (70%) daripada gigi posterior yang dipasang crown porselain yang berfusi dengan bahan metal (30%).22

Aspek dari coronal leakage yang penting lainnya yaitu integritas dari tepi crown dan adanya invasi bakteri ke arah pulpa. Molekul-molekul lipopolysakarida dari bakteri dapat ditemukan dibawah crown dalam 1 minggu sehingga intregritas dari tepi crown harus dipertimbangkan sebagai suatu faktor yang dapat mempengaruhi jaringan periradikular dari gigi tersebut.22


(41)

Doar Siregar : Coronal Leakage Pada Restorasi Gigi Dalam Perawatan Saluran Akar, 2009. BAB 3

KESIMPULAN

Salah satu penyebab terjadinya kegagalan dalam perawatan salutan akar adalah terjadinya coronal leakage pada restorasi gigi. Coronal leakage merupakan komunikasi atau celah yang memudahkan kontaminasi bakteri dan produk-produknya kedalam saluran akar yang terobturasi dengan baik melalui keadaan-keadaan seperti penundaan pemasangan restorasi, penempatan restorasi sementara yang tidak tepat dan integritas marginal dari restorasi permanen yang buruk.

Adib et al (2004) menyimpulkan bahwa bakteri yang ditemukan pada penderita periodontitis apikalis dengan adanya coronal leakage pada restorasi permanen didominasi oleh bakteri gram positif anerob fakultatif yaitu bakteri

Staphilococci diikuti dengan Streptococci dan Enteroccoci.

Beberapa faktor yang dapat menyebabkan terjadinya coronal leakage dalam perawatan saluran akar yaitu flora rongga mulut atau saliva, larutnya semen saluran akar, adanya lapisan smear dan penempatan restorasi sementara ataupun permanen yang tidak adekuat.

Terjadinya coronal leakage pada restorasi sementara dihubungkan dengan ketebalan dari bahan restorasi sementara yang tidak adekuat, penempatan bahan restorasi yang tidak tepat dan kelalaian dalam mengevaluasi oklusi dari gigi yang telah ditumpat dengan restorasi sementara. Bahan restorasi sementara haruslah memberikan kemudahan dalam penumpatan dan pengangkatannya, menciptakan estetis yang baik serta dapat melindungi struktur gigi selama perawatan saluran akar.


(42)

Doar Siregar : Coronal Leakage Pada Restorasi Gigi Dalam Perawatan Saluran Akar, 2009.

Pada pemasangan restorasi permanen biasanya dibutuhkan bahan build-up untuk menutup kavitas akses dan kamar pulpa yang mengalami kerusakan mahkota luas. Bahan build-up yang optimal akan memberikan kekuatan yang cukup, menjadi biokompatibel, menunjukkan resistensi yang tinggi terhadap adanya leakage serta tidak dapat larut dan stabil dimensinya dalam cairan mulut. Bahan build-up yang mempunyai koefesien termal ekspansi yang menyerupai dengan dentin gigi akan mengurangi terjadinya leakage dalam cairan mulut antara restorasi dan struktur gigi.

Sebuah seal coronal yang baik sangat diperlukan pada setiap prosedur restorasi dan hal ini akan mempengaruhi pemilihan material dan desain restorasi yang sesuai. Dengan sangat banyaknya teknik dan material yang dapat digunakan sebagai bahan restorasi maka rencana pembuatan restorasi pada gigi yang dirawat saluran akar akan menjadi sangat komplek. Oleh karena itu sebuah seal coronal yang adekuat dari restorasi gigi yang dirawat merupakan suatu hal yang perlu dipertahankan untuk keberhasilan perawatan saluran akar.


(43)

Doar Siregar : Coronal Leakage Pada Restorasi Gigi Dalam Perawatan Saluran Akar, 2009.

DAFTAR PUSTAKA

1. Anonymous. Coronal Leakage : Clinical and biological implications in

endodontic success. AAE

<www.ada.org.au./media/documents/Product_Public-ations/fw02ecfe.pdf> (19 Februari 2005).

2. Johal S. Coronal leakage : A Clinical Studies Review. Oral Health & Dental Practice Management. <http://www.oralhealthjournal.com/issues/ISarticle.asp? id=49035&story_id=OH72138&issue=12012000&PC=> (3 Maret 2005).

3. Walton RE. Torabinejad M. Prinsip dan praktek ilmu endodonti. Ahli bahasa : Narlan S, Winarti S, Bambang W. Ed-2. Jakarta : EGC, 1997 : 339-41,426,476. 4. Eng YL A. Coronal Seal VS Apical Seal – Which is important ?. Endodon Bull,

2001 ; 12 : 21-6.

5. Schwartz R. The role of restorative dentist in the succes or failure of endodontics. J Cont Endodon, 2004 ; 1 : 9-14.

6. Aquilino SA, Caplan DJ. Relationship between crown placement and the survival

of endodontically treated teeth. J Prosthet Dent, 2002 ; 87 : 256-63.

7. McLean A. Predictably restoring endodontically treated teeth. J Can Dent Assoc, 1998 ; 64 : 782-7.

8. Helling I, Gorfil C, Slutzky H, Kopolovic K, Zalkind M, Goldberg IS.

Endodontic failure by inadequate restorative procedures : Review and treatment recommendations. J Prosthet Dent. 2002 ; 87 : 674-8.

9. Siqueira JF, Rôças IN, Favieri A, Abad EC, Castro AJR, Gahyva SM. Bacterial

leakage in coronally unsealed root canals obturated with 3 different techniques.

Oral Surg Oral Med Oral Pathol Oral Radiol Endod, 2000 ; 90 : 647-50.

10. Timpawat S, Amornchat C, Trisuwan W. Bacterial coronal leakage after

obturation with three root canal sealers. J Endod, 2001; 27 : 36-9.

11. Sudqvist G, Figdor D. Life as an endodontic pathogen : Ecological differences

between the untreated and the root-filled root canals. Endod Topics, 2003 ; 6 :


(44)

Doar Siregar : Coronal Leakage Pada Restorasi Gigi Dalam Perawatan Saluran Akar, 2009.

12. Adib V, Spratt D, Ng Y-L, Gulabivala K. Cultivable microbial flora associated

with persistent periapical disease and coronal leakage after root canal treatment : a preliminary study. Int Endod J. 2004 ; 37 : 542 – 51.

13. Chong B. Coronal leakage and treatment failure. J Endod. 1995; 21 : 159-60. 14. Torabinejad M, Handysides R, Lhademi AA, Barkland LK. Clinical implication

of the smear layer : A review. Oral Surg Oral Med Oral Pathol Oral Radiol

Endod. 2002 ; 90 : 647-50.

15. Pashley DH, Pashley EL, Carvalho RM, Tay FR. The effect of dentin

permeability on restorative dentistry. Dent Clin N Am. 2002 ; 46 : 211-45.

16. Naoum HJ, Chandler NP. Temporization for endodontics. Int Endod J. 2002 ; 35: 964-78.

17. Tewari S. Assessment of coronal microleakage in intermediately restored

endodontic access cavities. Oral Surg Oral Med Oral Pathol Oral Radiol Endod.

2002 ; 93 : 716-9.

18. Sergio M, Piva E, Potrich F, Formolo E, Demarco FF, Powers JM. Microleakage

in bonded amalgam restoraions using different adhesive materials. Braz Dent J.

2004 ; 15 : 13-8.

19. Schwartz RS, Robbins JW. Post placement and restoration of endodontically

treated teeth : A literatur review. J Endod. 2004 ; 30 : 289-301.

20. Cheung GSP. The use of posts in root canal treated teeth. Hong Kong Dent J. 2004 ; 1 : 93-5.

21. Whitworth JM, Walls AWG, Wassell RW. Crown and extra-coronal restorations

: Endodontic considerations : The pulp, the root-treated tooth and the crown.

British Dent J. 2002 ; 192 : 315-27.

22. Trautmann G, Gutmann JL, Nunn ME, Whitherspoon DE, Berry CW, Romero GG. Restoring teeth that are endodontically treated through existing crowns.

Part III : material usage and preventation of bacterial leakage. Quintessence Int.

2001 ; 32 : 27-32.

23. Sique ira JF. Aetiology of root canal treatment failure : why well-treated teeth can

fail. Int Endod J. 2001 ; 34 : 1 – 10.

24. Tait CME, Ricketts DNJ, Higgins AJ. Restoration of the root filled tooth :


(1)

Doar Siregar : Coronal Leakage Pada Restorasi Gigi Dalam Perawatan Saluran Akar, 2009.

( Whitworth JM, Walls AWG, Wassell RW. Crown and extra-coronal restorations : Endodontic considerations : The pulp, the root-treated tooth and the crown. British

Dent J. 2002 ; 192 : 319 )

Gambar 6. Perlindungan Cusp dan pembentukan efek ferrule pada gigi posterior dengan berbagai macam jaringan gigi yang tersisa

a. Metal Onlay yang sederhana b. Mahkota tiga perempat c. Mahkota penuh

(Whitworth JM, Walls AWG, Wassell RW. Crown and extra-coronal restorations : Endodontic considerations : The pulp, the root-treated tooth and the crown. British

Dent J. 2002 ; 192 : 325)

Hal lain yang perlu diperhatikan dalam penempatan crown adalah biological

width.1 Biological width merupakan sebuah band dari gingiva cekat yang diukur 2-3 mm dari tulang alveolar ke bagian paling koronal dari epitel junctional dan terdiri dari perlekatan serat supracrestal dan perlekatan epitel.24 Apabila penempatan dari tepi crown mengenai biological width maka pasien akan merasa tidak nyaman dalam menyikat gigi atau menggunakan dental floss sehingga daerah gigi yang dibersihkan tidak bersih sebagaimana mestinya.1 Hal ini bukan hanya merupakan faktor predisposisi terjadinya akumulasi bakteri dan pembentukan plak, akan tetapi juga mengakibatkan pembentukan saku periodontal, karies sekunder dan akhirnya integritas dari tepi crown akan hilang dengan adanya coronal leakage.1

Pemasangan restorasi permanen merupakan suatu keharusan. Restorasi permanen akan membentuk barrier antara jaringan periradikular dan rongga mulut.


(2)

Doar Siregar : Coronal Leakage Pada Restorasi Gigi Dalam Perawatan Saluran Akar, 2009.

Bahan restorasi yang tidak baik akan merusak seal coronal dari saluran akar sehingga mengakibatkan adanya kontaminasi.22

Trautmann dkk (2001) mengevaluasi adanya bacterial leakage dari Proteus

Vulgaris secara in vitro pada berbagai macam bahan crown pada gigi anterior dan

posterior. Pada penelitian tersebut, seluruh crown yang berbahan dasar porcelain menunjukkan insiden leakage yang lebih tinggi daripada crown yang berbahan metal (metal noble dan metal gold). Akan tetapi secara statistik, perbedaan tersebut tidak signifikan ( P = 0,149 ). Trautmann dkk (2001) juga menunjukkan perbedaan yang signifikan ( P = 0,045) terhadap adanya bacterial leakage pada gigi anterior dan gigi posterior dimana gigi anterior yang dipasang crown porselain lebih leakage (70%) daripada gigi posterior yang dipasang crown porselain yang berfusi dengan bahan metal (30%).22

Aspek dari coronal leakage yang penting lainnya yaitu integritas dari tepi crown dan adanya invasi bakteri ke arah pulpa. Molekul-molekul lipopolysakarida dari bakteri dapat ditemukan dibawah crown dalam 1 minggu sehingga intregritas dari tepi crown harus dipertimbangkan sebagai suatu faktor yang dapat mempengaruhi jaringan periradikular dari gigi tersebut.22


(3)

Doar Siregar : Coronal Leakage Pada Restorasi Gigi Dalam Perawatan Saluran Akar, 2009.

BAB 3 KESIMPULAN

Salah satu penyebab terjadinya kegagalan dalam perawatan salutan akar adalah terjadinya coronal leakage pada restorasi gigi. Coronal leakage merupakan komunikasi atau celah yang memudahkan kontaminasi bakteri dan produk-produknya kedalam saluran akar yang terobturasi dengan baik melalui keadaan-keadaan seperti penundaan pemasangan restorasi, penempatan restorasi sementara yang tidak tepat dan integritas marginal dari restorasi permanen yang buruk.

Adib et al (2004) menyimpulkan bahwa bakteri yang ditemukan pada penderita periodontitis apikalis dengan adanya coronal leakage pada restorasi permanen didominasi oleh bakteri gram positif anerob fakultatif yaitu bakteri

Staphilococci diikuti dengan Streptococci dan Enteroccoci.

Beberapa faktor yang dapat menyebabkan terjadinya coronal leakage dalam perawatan saluran akar yaitu flora rongga mulut atau saliva, larutnya semen saluran akar, adanya lapisan smear dan penempatan restorasi sementara ataupun permanen yang tidak adekuat.

Terjadinya coronal leakage pada restorasi sementara dihubungkan dengan ketebalan dari bahan restorasi sementara yang tidak adekuat, penempatan bahan restorasi yang tidak tepat dan kelalaian dalam mengevaluasi oklusi dari gigi yang telah ditumpat dengan restorasi sementara. Bahan restorasi sementara haruslah memberikan kemudahan dalam penumpatan dan pengangkatannya, menciptakan estetis yang baik serta dapat melindungi struktur gigi selama perawatan saluran akar.


(4)

Doar Siregar : Coronal Leakage Pada Restorasi Gigi Dalam Perawatan Saluran Akar, 2009.

Pada pemasangan restorasi permanen biasanya dibutuhkan bahan build-up untuk menutup kavitas akses dan kamar pulpa yang mengalami kerusakan mahkota luas. Bahan build-up yang optimal akan memberikan kekuatan yang cukup, menjadi biokompatibel, menunjukkan resistensi yang tinggi terhadap adanya leakage serta tidak dapat larut dan stabil dimensinya dalam cairan mulut. Bahan build-up yang mempunyai koefesien termal ekspansi yang menyerupai dengan dentin gigi akan mengurangi terjadinya leakage dalam cairan mulut antara restorasi dan struktur gigi.

Sebuah seal coronal yang baik sangat diperlukan pada setiap prosedur restorasi dan hal ini akan mempengaruhi pemilihan material dan desain restorasi yang sesuai. Dengan sangat banyaknya teknik dan material yang dapat digunakan sebagai bahan restorasi maka rencana pembuatan restorasi pada gigi yang dirawat saluran akar akan menjadi sangat komplek. Oleh karena itu sebuah seal coronal yang adekuat dari restorasi gigi yang dirawat merupakan suatu hal yang perlu dipertahankan untuk keberhasilan perawatan saluran akar.


(5)

Doar Siregar : Coronal Leakage Pada Restorasi Gigi Dalam Perawatan Saluran Akar, 2009.

DAFTAR PUSTAKA

1. Anonymous. Coronal Leakage : Clinical and biological implications in

endodontic success. AAE

<www.ada.org.au./media/documents/Product_Public-ations/fw02ecfe.pdf> (19 Februari 2005).

2. Johal S. Coronal leakage : A Clinical Studies Review. Oral Health & Dental Practice Management. <http://www.oralhealthjournal.com/issues/ISarticle.asp? id=49035&story_id=OH72138&issue=12012000&PC=> (3 Maret 2005).

3. Walton RE. Torabinejad M. Prinsip dan praktek ilmu endodonti. Ahli bahasa : Narlan S, Winarti S, Bambang W. Ed-2. Jakarta : EGC, 1997 : 339-41,426,476. 4. Eng YL A. Coronal Seal VS Apical Seal – Which is important ?. Endodon Bull,

2001 ; 12 : 21-6.

5. Schwartz R. The role of restorative dentist in the succes or failure of endodontics. J Cont Endodon, 2004 ; 1 : 9-14.

6. Aquilino SA, Caplan DJ. Relationship between crown placement and the survival

of endodontically treated teeth. J Prosthet Dent, 2002 ; 87 : 256-63.

7. McLean A. Predictably restoring endodontically treated teeth. J Can Dent Assoc, 1998 ; 64 : 782-7.

8. Helling I, Gorfil C, Slutzky H, Kopolovic K, Zalkind M, Goldberg IS.

Endodontic failure by inadequate restorative procedures : Review and treatment recommendations. J Prosthet Dent. 2002 ; 87 : 674-8.

9. Siqueira JF, Rôças IN, Favieri A, Abad EC, Castro AJR, Gahyva SM. Bacterial

leakage in coronally unsealed root canals obturated with 3 different techniques.

Oral Surg Oral Med Oral Pathol Oral Radiol Endod, 2000 ; 90 : 647-50.

10. Timpawat S, Amornchat C, Trisuwan W. Bacterial coronal leakage after

obturation with three root canal sealers. J Endod, 2001; 27 : 36-9.

11. Sudqvist G, Figdor D. Life as an endodontic pathogen : Ecological differences

between the untreated and the root-filled root canals. Endod Topics, 2003 ; 6 :


(6)

Doar Siregar : Coronal Leakage Pada Restorasi Gigi Dalam Perawatan Saluran Akar, 2009.

12. Adib V, Spratt D, Ng Y-L, Gulabivala K. Cultivable microbial flora associated

with persistent periapical disease and coronal leakage after root canal treatment : a preliminary study. Int Endod J. 2004 ; 37 : 542 – 51.

13. Chong B. Coronal leakage and treatment failure. J Endod. 1995; 21 : 159-60. 14. Torabinejad M, Handysides R, Lhademi AA, Barkland LK. Clinical implication

of the smear layer : A review. Oral Surg Oral Med Oral Pathol Oral Radiol

Endod. 2002 ; 90 : 647-50.

15. Pashley DH, Pashley EL, Carvalho RM, Tay FR. The effect of dentin

permeability on restorative dentistry. Dent Clin N Am. 2002 ; 46 : 211-45.

16. Naoum HJ, Chandler NP. Temporization for endodontics. Int Endod J. 2002 ; 35: 964-78.

17. Tewari S. Assessment of coronal microleakage in intermediately restored

endodontic access cavities. Oral Surg Oral Med Oral Pathol Oral Radiol Endod.

2002 ; 93 : 716-9.

18. Sergio M, Piva E, Potrich F, Formolo E, Demarco FF, Powers JM. Microleakage

in bonded amalgam restoraions using different adhesive materials. Braz Dent J.

2004 ; 15 : 13-8.

19. Schwartz RS, Robbins JW. Post placement and restoration of endodontically

treated teeth : A literatur review. J Endod. 2004 ; 30 : 289-301.

20. Cheung GSP. The use of posts in root canal treated teeth. Hong Kong Dent J. 2004 ; 1 : 93-5.

21. Whitworth JM, Walls AWG, Wassell RW. Crown and extra-coronal restorations

: Endodontic considerations : The pulp, the root-treated tooth and the crown.

British Dent J. 2002 ; 192 : 315-27.

22. Trautmann G, Gutmann JL, Nunn ME, Whitherspoon DE, Berry CW, Romero GG. Restoring teeth that are endodontically treated through existing crowns.

Part III : material usage and preventation of bacterial leakage. Quintessence Int.

2001 ; 32 : 27-32.

23. Sique ira JF. Aetiology of root canal treatment failure : why well-treated teeth can

fail. Int Endod J. 2001 ; 34 : 1 – 10.

24. Tait CME, Ricketts DNJ, Higgins AJ. Restoration of the root filled tooth :