”Implementation of Energy Conservation and CO
2
Emission Reduction In Industrial Sector Phase 1” Kementerian Perindustrian Republik Indonesia
3-13
PT. Energy Management Indonesia Persero 2011
2768; 61,5 1089; 24,2
632; 14,1 10; 0,2
Steel Making Reheating f urnace
Rolling mill Off ice
d. Kurang tersedianya metering dan sistem monitoring energi pada
beberapa industri sehingga proses pengumpulan data cukup sulit untuk dilakukan sesuai dengan kebutuhan data yang diperlukan.
e. Kelompok industri baja yang dilakukan obyek dibagi menjadi 2 :
1. Steel Making mempunyai peleburan
2. Metal Forming tidak mempunyai peleburan
3.1.3 Potret Penggunaan Energi
Penggunaan energi di industri baja pada umumnya digunakan untuk proses peleburan scrap baja menggunakan tungku peleburan, proses perlakuan panas
heat treatment menggunakan reheating furnace, proses pembentukan logam metal forming seperti rolling, wire drawing, ekstrusi, forging, piercing dan
proses finishing seperti grinding dan permesinan. Gambar dibawah merupakan
breakdown distribusi pemakaian energi di integrated steel making setelah disetarakan ke konversi energi TOE berdasarkan hasil survei audit energi yang
dilakukan.
Gambar 3.9. Pie chart distribusi pemakaian energi di industri baja
Pada pie chart diatas, persentase pemakaian energi terbesar adalah untuk proses peleburan sebesar 61,5, reheating 24,2, metal forming
rolling 14,1, dan untuk
office 0,2.
”Implementation of Energy Kementerian Perindustria
PT. Energy Management Indo
Tabel.3.2. Daftar Produ
of Energy Conservation and CO
2
Emission Reduction In Industrial Sect ndustrian Republik Indonesia
ent Indonesia Persero
ftar Produksi, Komsumsi Energi, dan IKE Industri Baja
strial Sector Phase 1” 3-14
2011
dustri Baja Objek
”Implementation of Energy Conservation and CO
2
Emission Reduction In Industrial Sector Phase 1” Kementerian Perindustrian Republik Indonesia
3-15
PT. Energy Management Indonesia Persero 2011
A. Peleburan Baja
Sesuai dengan karakter proses, sumber energi yang digunakan di proses peleburan baja adalah energi listrik, kokas dan energi yang berasal dari reaksi
eksotermik di tungku peleburan. Penggunaan bahan energi listrik lainnya banyak digunakan untuk peralatan utilitas pompa, fan, blower, mesin
pengangkat, kompresor, dll. Peralatan penggunaan energi terbesar adalah peralatan Electric Arc Furnace EAF danatau Induction Furnace. Potret
konsumsi energi untuk kelompok industri yang memiliki fasilitas peleburan EAF dan fasilitas peleburan IF dapat dilihat pada tabel berikut.
Tabel 3.3. Potret konsumsi energi di industri baja yang memiliki fasilitas EAF
No Nama Industri
Produksi Konsumsi
Energi IKE
Baseline Keterangan
Tontahun GJtahun
GJTon
1 PT. Jakarta Steel Megah
Utama JSMU 46.514
114.936 2,47
Hanya energi listrik di EAF
Proses
2 PT. Jakarta Cakratunggal
Steel JCS 500.000
975.000 1,95
Hanya energi listrik di EAF
Proses
3 PT. Power Steel Indonesia
PSI 180.000
433.800 2,41
Hanya energi listrik di EAF
Proses
4 PT. Ispatindo
460.752 2.059.561
4,47 Listrik dan
Energi Primer, Plant
5 PT. Hanil Jaya Steel HJS
171.304 799.990
4,67 Listrik dan
Energi Primer, Plant
6 PT. Growth Sumatera
Industri GSI 197.000
642.220 3,26
Listrik di EAF dan Natural
gas, Plant
7 PT. Gunung Gahapi Sakti
GGS 75.000
350.250 4,67
Listrik dan Energi primer,
Plant
TOTAL 1.630.570
5.375.757
”Implementation of Energy Conservation and CO
2
Emission Reduction In Industrial Sector Phase 1” Kementerian Perindustrian Republik Indonesia
3-16
PT. Energy Management Indonesia Persero 2011
Tabel 3.4. Potret konsumsi energi di industri baja yang memiliki fasilitas induction furnace.
No Nama Industri
Produksi Konsumsi
Energi IKE
Keterangan Tontahun
GJtahun GJTon
1 PT. Bangun Sarana
Baja BSB 18.145
49.218 2,71
Hanya energi listrik plant 2
PT. Bintang Timur Steel BTS
31.214 105.628
3,38 Hanya energi listrik plant
3 PT. Era Baja Prima
EBP 26.438
106.542 4,03
Hanya energi listrik plant 4
PT. Sanex Steel SS
252.300 574.739
2,28 Hanya energi listrik plant
5 PT. Trieka Aimex
Foundry 444
3.907 8,80
Energi listrik dan energi primer 6
PT. Pindad Foundry
2.876 8.225
2,86 Hanya energi listrik plant
7 PT. Indohanco
Rolling 559
872 1,56
Hanya energi listrik IF 8
PT. Inti General IG Rolling
27.453 245.979
8,96 Energi listrik dan energi primer
9 PT. Ria Sarana
Putra Jaya RSPJ Rolling
11.140 81.567
7,32 Energi listrik dan energi primer
10 PT. Jaya Pari Steel
JPS Rolling 40.152
134.108 3,34
Hanya energi listrik plant 11
PT. Yuan Teai YT Wire Drawing
829 6.748
8,14 Energi listrik dan energi primer
12 PT. Itokoh
Foundry 24.000
354.720 14,78
Energi listrik dan energi primer 13
Koperasi Batur Jaya KBJ Foundry
432 2.143
4,96 Hanya energi listrik plant
14 PT. Jindal Rolling
140.000 152.600
1,09 Hanya energi listrik rolling
15 PT. Abadi Jaya
Manunggal AJM Rolling
18.744 44.986
2,40 Hanya energi listrik plant
16 PT. Growt Asia
Foundry GAF Foundry
40.779 210.827
5,17 Energi listrik dan natural gas
17 PT. Asia Raya
Foundry ARF Foundry
9.830 54.950
5,59 Energi listrik dan natural gas
18 PT. Baja Pertiwi
BP Foundry 429
2.490 5,81
Energi listrik dan BBM
TOTAL 645.764
2.140.249
”Implementation of Energy Conservation and CO
2
Emission Reduction In Industrial Sector Phase 1” Kementerian Perindustrian Republik Indonesia
3-17
PT. Energy Management Indonesia Persero 2011
Dari hasil pengolahan data audit energi, intensitas konsumsi energi listrik rata- rata diproses EAF 2,49 GJton produk. Jika dibandingkan besaran tersebut
dengan intensitas konsumsi energi listrik kondisi best practice di EAF steel mini mills 1,5 GJton maka dapat dikatakan konsumsi energi di industri obyek
masih lebih boros. Kondisi yang sama juga terjadi untuk total konsumsi energi. Rata-rata industri baja obyek berada pada besaran 3,1 – 3,5 GJton produksi
lihat laporan masing-masing RC. Hasil pengolahan data produksi dan konsumsi energi dari industri obyek diperoleh kurva hubungan intensitas energi
dan produksi rata-rata di proses peleburan pada Gambar berikut. Terlihat bahwa semakin besar kapasitas produksi, nilai IKE akan menurun. Dari nilai
kapasitas yang ada, kelompok industri baja dengan menggunakan tungku EAF lebih efisien dibandingkan dengan industri baja yang menggunakan tungku
induksi.
Gambar 3.10. Grafik sebaran intensitas konsumsi energi terhadap tingkat produksi
Gambar 3.11. Grafik sebaran konsumsi energi terhadap tingkat produksi
”Implementation of Energy Kementerian Perindustria
PT. Energy Management Indo
Perbandingan nerac rata-rata EAF prose
a. best world EA
Gambar 3.12.
Tabel 3.5 Intensitas scrap
world
Hasil dari analisis k EAF industri obyek
practice sebesar 63 industri obyek rata
best world practice yang menggunakan
merupakan hasil p obyek.
of Energy Conservation and CO
2
Emission Reduction In Industrial Sect ndustrian Republik Indonesia
ent Indonesia Persero
gan neraca energi pada EAF antara best world prac AF proses di Indonesia berdasarkan hasil audit energ
t world EAF condition b.
kondisi rata-rata audit di indu
Perbandingan neraca energi di EAF antara world b kondisi EAF di hasil audit energi di industri baja
ntensitas konsumsi energi di proses peleburan baja EAF de
world best practice
. Sumber: Berkeley National Laborato
analisis keseimbangan energi, diperoleh konsumsi e tri obyek rata-rata 902,0 kWhton sedangkan besa
ebesar 637,3 kWhton. Terlihat bahwa konsumsi en byek rata-rata lebih tinggi sebesar 264,7 kWhton
practice. Konsumsi energi akan jauh lebih tinggi pa ggunakan tungku induksi dalam proses peleburannya.
n hasil perhitungan neraca energi pada tungku ind
strial Sector Phase 1” 3-18
2011
orld practice dan kondisi dit energi ICCTF-2010.
di industri baja EAF
a world best practice dan tri baja.
ja EAF dengan bahan baku l Laboratory, 2008.
nsumsi energi spesifik di gkan besaran best world
nsumsi energi spesifik di Whton 41 dibanding
tinggi pada industri baja burannya. Gambar berikut
ungku induksi di industri
”Implementation of Energy Conservation and CO
2
Emission Reduction In Industrial Sector Phase 1” Kementerian Perindustrian Republik Indonesia
3-19
PT. Energy Management Indonesia Persero 2011
Gambar 3.13. Neraca energi di IF berdasarkan audit energi di industri baja.
Berdasarkan hasil identifikasi yang dilakukan, beberapa hal yang menjadi faktor pengaruh besarnya konsumsi energi spesifik di proses peleburan baja EAF
tersebut antara lain adalah:
1. Pengontrolan penggunaan energi listrik, kokas, dan bahan bakar lainnya
dalam setiap peleburan heat.
2. Sistem dan kondisi pemasukan umpan
scrap charging mencakup metode
charging, kapasitas, frekwensi charging dan temperatur scrap. -
Kebersihan jenis alloy material charging -
Bentuk dan packing density darimaterial charging -
Rasio material charging yaitu rasio scrap baja vs starting blockbesi spons
- Jarak stok material raw materials terhadap tungku peleburan
- Jenis pengangkutan raw materials yang digunakan
- Frekuensi material charging
3. Kualitas kokas, elektroda karbon dan oksigen yang digunakan.
4. Kualitas parameter kelistrikan
power factor, voltage unbalance, load unbalance.
5. Perbandingan kapasitas terpasang furnace dan kapasitas operasi.
6. Kondisi dinding
furnace temperatur dinding dan sumber-sumber kebocoran panas pada dinding.
7. Temperatur peleburan
molten steel temperature.
”Implementation of Energy Conservation and CO
2
Emission Reduction In Industrial Sector Phase 1” Kementerian Perindustrian Republik Indonesia
3-20
PT. Energy Management Indonesia Persero 2011
8. Lama proses peleburan
tap to tap time dan faktor-faktor yang mempengaruhinya.
- Waktu alloying.
- Waktu pengambilan sample material untuk analisa struktur mikro
dan komposisi. -
Intrusi udara dari luar yang masuk ke dalam proses peleburan baja. -
Persentase oksigen untuk fasilitas tungku konvensional. -
Persentase karbon pada proses peleburan 9.
Proses mixing pouring dan faktor-faktor yang mempengaruhinya.
- Waktu preheating ladle pouring paling optimum
- Cycle time tapping dan pouring
- Jarak antara ladle pouring dengan molding
- Jenis material refraktori dan konstruksi penutup ladle pouring
10. Sistem penyaringan debu off gas
dedusting system dan pemanfaatan panas buang off gas.
11. Laju air pendingin dan sistem pengaturannya.
12. Kondisi peralatan listrik
motor auxiliaries mencakup kualitas parameter kelistrikan, kapasitas terpasang dan kapasitas operasi, pola operasi dan
kondisi mekanikal motor.
Berdasarkan hasil evaluasi kondisi industri baja yang ada dan hasil audit RC, beberapa identifikasi peluang konservasi energi di EAF adalah sebagai berikut:
1. Pengaturan temperatur Tapping Metal pada T = 1530 – 1550
O
C. 2.
Perbaikan kebocoran radiasi panas pada EAF untuk mengurangi laju radiasi panas.
3. Mengurangi frekwensi charging melalui penggunaan
scrap pressing. 4.
Pemanfaatan panas buang off gas untuk pemanasan umpan scrap scrap preheating.
5. Penggunaan
variable speed drive control pada pompa air pendingin sehingga laju aliran dapat disesuaikan dengan tingkat pembebanan di
EAF. 6.
Pemeriksaan dan perbaikan terminal kelistrikan EAF. 7.
Pemeriksaan tahanan kabel distribusi dan detail analisis untuk penggantian.
8. Pemasangan kapasitor bankstatic variable compensator pada panel
EAF. Faktor-faktor yang sama juga terjadi pada tungku induksi IF dengan
tambahan beberapa faktor: 1.
Spesifikasi tungku yang digunakan kapasitas, range frekwensi, metode pengaturan frekwensi.
”Implementation of Energy Conservation and CO
2
Emission Reduction In Industrial Sector Phase 1” Kementerian Perindustrian Republik Indonesia
3-21
PT. Energy Management Indonesia Persero 2011
2. Sistem tutup tungku dan penyaringan debu off gas
dedusting system dan pemanfaatan panas buang off gas.
3. Waktu proses mixing komposisi yang secara langsung berdampak pada
penurunan temperatur molten steel.
B. Pembentukan Baja Forming
Beberapa industri yang menjadi obyek kegiatan ini memiliki fasilitas proses pembentukan baja foundry, rolling mill, wire drawing. Terdapat beberapa
industri yang hanya melakukan proses forming rolling dan wire drawing. Potret penggunaan energi kelompok industri tersebut dapat dilihat pada Tabel
berikut.
Tabel 3.6. Potret penggunaan energi kelompok industri
No Nama Industri
Produksi Konsumsi
Energi IKE
Keterangan Tontahun
GJtahun GJTon
1 PT. Ispat Bukit Baja IBB
Rolling 49.332
196.835 3,99
Energi listrik dan energi primer
2 PT. Krakatau Wajatama
KW Rolling 190.214
824.007 4,33
Energi listrik dan energi primer
3 PT. Maju Warna Steel
MWS Wire Drawing 390
2.204 5,65
Energi listrik dan energi primer
4 PT. Gunawan Dian Jaya
Steel GDJS 272.265
547.253 2,01
Hanya energi listrik plant 5
PT. Surabaya Wire SW Wire Drawing
3.410 8.593
2,52 Hanya energi listrik plant
6 PT. Liyang Ying LY Wire
Drawing 4.620
20.282 4,39
Energi listrik dan energi primer
7 PT. Bumisaka Steelindo
BS Wire Drawing 420
1.134 2,70
Hanya energi listrik plant 8
PT. Surya Steel SS Wire Drawing
4.172 5.215
1,25 Hanya energi listrik plant
9 PT. Putra Baja Deli PBD
Rolling 60.000
140.400 2,34
Hanya energi listrik plant 10
PT. Surya Buana Mandiri SBM Galvanizing
17.178 16.319
0,95 Energi listrik dan energi
primer
TOTAL 602.001
1.762.241
Proses reheating atau heat tretmentmerupakan tahapan proses yang banyak
dilakukan khususnya untuk proses foundry dan pengerolan rolling. Temperatur perlakuan panas tergantung pada proses forming yang diinginkan.
Proses rolling pada umumnya menggunakan reheating furnace untuk memanaskan billetbloomslab pada temperatur 1100-1200
O
C yang merupakan
”Implementation of Energy Conservation and CO
2
Emission Reduction In Industrial Sector Phase 1” Kementerian Perindustrian Republik Indonesia
3-22
PT. Energy Management Indonesia Persero 2011
tahap awal sebelum material di deformasi plastis seperti pada proses rolling,
forging, dan piercing. Sesuai dengan fungsinya, sumber energi yang digunakan di proses reheating furnace RF adalah bahan bakar BBM, natural gas,
gasifikasi batubara. Penggunaan energi listrik digunakan untuk peralatan utilitas pompa air pendingin, fan udara pembakaran, mesin pendorong dan
conveyor slabbillet. Neraca energi pada RF kondisi bahan baku dingin dapat dilihat pada gambar berikut.
Gambar 3.14. Neraca energi di reheating furnace
world best practice.
Sumber: Energy recovery in Mini Mills, Hyundai Steel, 2010
Perlakuan panas juga dilakukan pada produk tertentu yang bertujuan memperoleh sifat mekanik yang diinginkan, umumnya perlakuan panas jenis ini
digunakan pada produk hasil pengecoran dengan menggunakan cetakan pasir. Peralatan yang digunakan adalah heat treatment furnace HTF yang
menggunakan sumber bahan bakar gas atau BBM. Kebutuhan jumlah energi sangat tergantung pada temperatur awal billetbloomslab. Semakin tinggi
kondisi temperatur masuk, konsumsi energi akan semakin rendah. Gambaran unjuk kerja reheating furnace dari industri yang diaudit dapat dilihat pada
Gambar berikut.
”Implementation of Energy Kementerian Perindustria
PT. Energy Management Indo
Gamba
Eisiensi RF berada p dengan kondisi RF
yang dilakukan, ren lain:
1. Tingginya k
pengontrolan 2.
Kapasitas op 3.
Sistem dan k 4.
Kondisi din kebocoran p
5. Tingginya p
mill dan beb 6.
Pemanfaatan preheater
7. Sistem peng
control.
of Energy Conservation and CO
2
Emission Reduction In Industrial Sect ndustrian Republik Indonesia
ent Indonesia Persero
Gambar 3.15. Neraca energi di reheating furnace obje
F berada pada range 15 – 18 yang relatif rendah ji ondisi RF best world practice ~46. Berdasarkan
ukan, rendahnya efisiensi RF disebabkan oleh bebera
gginya kandungan oksigen pada saluran gas ngontrolan pembakaran hanya menggunakan sensor t
pasitas operasi 50-60 dari kapasitas terpasang. tem dan kondisi pemasukan
slabbilletyang kurang ba ndisi dinding furnace temperatur dinding dan
bocoran panas pada dinding dan pintu masuk keluar gginya persentase idle running yang disebabkan st
ll dan beberapa penyebab lainnya. manfaatan panas gas buang dan performa peralatan
heater kurang efektif pada umumnya menggunakan tem pengaturan air pendingin kurang optimal
manu
strial Sector Phase 1” 3-23
2011 nace objek
rendah jika dibandingkan dasarkan hasil identifikasi
h beberapa faktor, antara
an gas buang sistem n sensor temperatur.
kurang baik. g dan sumber-sumber
k keluar slabbillet.
abkan stagnasi di rolling peralatan
combustion air gunakan recuperator.
manual throthling
”Implementation of Energy Conservation and CO
2
Emission Reduction In Industrial Sector Phase 1” Kementerian Perindustrian Republik Indonesia
3-24
PT. Energy Management Indonesia Persero 2011
8. Kondisi peralatan listrik
motor auxiliaries mencakup kualitas parameter kelistrikan, kapasitas terpasang dan kapasitas operasi, pola operasi dan
kondisi mekanikal motor kurang baik.
Berdasarkan hasil evaluasi kondisi industri baja yang ada dan hasil audit RC, beberapa identifikasi peluang konservasi energi di RFHTF adalah sebagai
berikut:
1. Pengontrolan udara pembakaran melalui pemasangan oxygen sensor,
minimasi lubang udara masuk dan setting pressure damper. Target kandungan oksigen pada gas buang adalah 4-6 tergantung pada
jenis bahan bakar yang digunakan.
2. Perawatan dan repair recuperator untuk meningkatkan efektivitas
perpindahan panas. 3.
Perbaikan isolasi RFHTF 4.
Mengurangi idle running RF melalui peningkatan performa rolling mill dengan mengganti motor-motor AC menjadi motor DC.
5. Mengupayakan secara terus menerus
by pass line billet dari CCM langsung ke rolling mill
direct rolling yang diselaraskan dengan pencarian material mould CCM yang handal pada temperatur yang lebih
tinggi. 6.
Minimasi celah opening gate input output billet.
C. Proses Pengerolan dan Wire Drawing
Sesuai dengan fungsinya, sumber energi yang digunakan di proses pengerolan rolling mill adalah energi listrik untuk menggerakkan motor-motor rolling mill,
pompa air pendingin, mesin potong, hoist crane dan motor lainnya. Neraca energi pada RF kondisi bahan baku dingin dapat dilihat pada gambar berikut.
Tabel 3.7 Intensitas konsumsi energi di proses pengerolan baja
rolling mill world
best practice
. Sumber: Berkeley National Laboratory, 2008.
”Implementation of Energy Conservation and CO
2
Emission Reduction In Industrial Sector Phase 1” Kementerian Perindustrian Republik Indonesia
3-25
PT. Energy Management Indonesia Persero 2011
Beberapa hal yang menjadi faktor utama penggunaan energi di proses pengerolan baja
steel rolling mill antara lain adalah: 1.
Kondisi slabbillet ke roughing mill.
- Temperatur Billet keluar dari reheating furnace
- Distribusi ketidakhomogenan temperatur benda kerjabillet
- Komposisi kimia benda kerjabillet.
- Kandungan scale. Proses descaling yang kurang baik akan
mempengaruhi besaran konsumsi energi dan yield production. 2.
Jenis dan dimensi produk yang dihasilkan. 3.
Jenis, tipe dan kapasitas motor yang digunakan untuk masing-masing tahapan pengerolan.
4. Laju pengerolan.
5. Kualitas parameter kelistrikan
power factor, voltage unbalance, load unbalance.
6. Laju air pendingin, sensor temperatur dan sistem pengendaliannya.
7. Frekwensi stagnasi dan idle running time yang terjadi dalam kurun
waktu tertentu perhari. 8.
Kondisi peralatan listrik motor auxiliaries mencakup kualitas parameter
kelistrikan, kapasitas terpasang dan kapasitas operasi, pola operasi dan kondisi mekanikal motor.
9. Sistem monitoring dan pengendalian operasi yang dipergunakan.
Berdasarkan hasil evaluasi kondisi industri baja yang ada dan hasil audit RC, beberapa identifikasi peluang konservasi energi di RFHTF adalah sebagai
berikut:
1. Perbaikan performa rolling mill melalui penggantian motor-motor AC
dengan motor DC. 2.
Pemasangan peralatan voltage stabilizer dan kapasitor bank package untuk menjaga stabilitas tegangan dan menaikkan faktor daya di rolling
machine.
3. Pemisahan jalur distribusi listrik rolling mill.
4. Secara terus-menerus melakukan analisis kualitas dan pengaturan laju
air pendingin rolling mill untuk mendapatkan gradien penurunan temperatur material selama proses rolling Aplikasi VSD control.
5. Meningkatkan kecepatan proses rolling.
”Implementation of Energy Conservation and CO
2
Emission Reduction In Industrial Sector Phase 1” Kementerian Perindustrian Republik Indonesia
3-26
PT. Energy Management Indonesia Persero 2011
3.1.4 Potret Produksi Emisi