Efek Kopi Kopi .1 Sejarah Kopi

minuman kopi biasanya dihidangkan dalam bentuk hasil blending kopi Robusta dan Arabika Spillane, 1990.

2.2.3 Efek Kopi

Kopi dapat mempengaruhi fisiologis tubuh. Dua senyawa yang paling berperan dalam hal ini antara lain adalah kafein dan chlorogenic acid. 1. Kafein Kafein 1,3,7-trimethylxantin merupakan stimulant yang paling banyak ditemukan. Selain pada kopi, kafein juga terdapat di dalam teh, cokelat, softdrink, serta minuman-minuman berenergi. Jumlah kafein dalam secangkir kopi bervariasi, sekitar 50-180 mg. Kafein diabsorpsi secara cepat dan sempurna, dengan 99 di absorpsi dalam 45 menit setelah asupan. Ketika dikonsumsi dalam bentuk minuman, kafein diabsopsi secara cepat oleh saluran cerna dan terdistribusi melalui cairan tubuh. Kadar puncak kafein di dalam tubuh tercapai dalam 15-120 menit, namun bervariasi tergantung waktu pengosongan lambung. Sekali diabsorpsi, kafein tidak mengalami first pass metabolisme. Sebuah penelitian pada manusia dewasa, 4 mgkg 280 mg70 kg atau 2-3 cangkir kopi kafein mempunyai waktu paruh antara 3-6 jam Rogers, 2007. Kafein mengalami metabolisme di hati menjadi paraxanthine, theobromin dan theophilline. Kemudian kafein akan diekskresikan melalui urin. Rokok dapat meningkatkan metabolisme kafein, dengan meningkatkan aktifitas xantin oxidase, sehingga mempercepat proses demetilasi Committee on Military Nutrition Research Food and Nutrition Board, 2001. Gambar 2.2 Struktur Kimia Kafein Universitas Sumatera Utara Di dalam tubuh, kafein bekerja pada tingkat sel dengan beberapa mekanisme, yaitu: 1 meningkatkan affinitas myofilament terhadap kalsium Ca 2+ dan meningkatkan pelepasan Ca 2+ di retikulum sarkoplasama, 2 menghambat enzim phospodiesterase sehingga terjadi akumulasi cyclic-3,5- adenosine monophosphat cAMP di berbagai jaringan termasuk jaringan adiposa dan otot skelet, 3 menghambat secara kompetitif reseptor adenosine Daly dan Fredholm, 2004. Adenosine diproduksi di semua jaringan dan berperan dalam proses pemecahan ATP selama metabolisme sel dan transmisi neuron Johnson et al., 2001. Dua kerja adenosine melatarbelakangi efek kafein di sistem kardioveskular dan endokrin. Pertama, adenosine bekerja pada kanal kalium menyebabkan hiperpolarisasi membran sel neuron, otot polos pembuluh darah, dan otot jantung Suzuki et al., 2001. Efek adenosine menyebabkan penurunan laju transmisi neuron dan penurunan respon jantung dan pembuluh darah. Kedua, adenosine bekerja dalam menurunkan pelepasan neurotransmitter presinaps di sistem saraf pusat maupun sistem saraf autonom. Hal ini akan mengurangi efek simpatis yang terjadi di jantung, pembuluh darah, dan medulla adrenal Shinozuka et al., 2002. Sehingga dapat disimpulkan bahwa antagonisme kafein secara kompetitif pada reseptor adenosine akan menurunkan kerja adenosine dan menyebabkan peningkatan aktifitas sistem saraf pusat dan sistem saraf autonom. Peningkatan aktifitas sistem saraf pusat akan menyebabkan tubuh tetap terjaga, kewaspadaan meningkat serta timbulnya perasaan gelisah. Peningkatan aktifitas sistem saraf autonom oleh hambatan kafein terhadap reseptor adenosine akan menyebabkan vasokonstriks serta peningkatan pelepasan katekolamin dari medula adrenal. Pelepasan katekolamin ini berperan dalam meningkatkan tekanan darah, kontraksi jantung, denyut nadi dan lipolisis ehingga meningkatkan asam lemak bebas di dalam darah Wedick et al, 2011. Selain mempunyai efek terhadap sistem saraf pusat, jantung, dan pembuluh darah. Pelepasan katekolamin yang diakibatkan oleh kafein juga dapat mempengaruhi metabolisme tubuh, diantaranya metabolisme glukosa. Universitas Sumatera Utara Katekolamin bekerja meningkatkan glikogenolisis di hepar dan otot rangka, menghambat sekresi insulin melalui aktivasi adrenoseptor- α lebih dominan dibanding peningkatan sekresi insulin melalui aktivasiadrenoseptor- β 2 . Adrenalin Epinefrin juga memacu pemecahan lemak lipolisis melalui aktivasi adrenoseptor - β 3 dan meningkatkan aktivitas lipase. Dari hal yang telah disebutkan, dapat disimpulkan bahwa pelepasan katekolamin dapat meningkatkan kadar glukosa di dalam darah Greer et al, 2001. Data penelitian sebelumnya mengungkapkan bahwa kafein meningkatkan sekresi adrenokortikotropin hormon ACTH dan kortisol Lovallo et al., 2005. Efek metabolik yang paling terkenal dari kortisol adalah perangsangan glukoneogenesis. Kortisol meningkatkan enzim-enzim yang dibutuhkan untuk mengubah asam-asam amino menjadi glukosa. Kortisol juga menekan proses oksidasi nikotinamid-adenin-dinukleotida NADH untuk membentuk NADH + . Oleh karena NADH harus dioksidasi agar menimbulkan glikolisis, efek ini dapat berperan dalam mengurangi pemakaian glukosa oleh sel. Peningkatan kecepatan glukoneogenesis serta berkurangnya kecepatan pemakaian glukosa oleh sel dapat meningkatkan konsentrasi glukosa darah Guyton dan Hall, 2006. 2. Chlorogenic acid CGA Chlorogenic acids CGA atau 5-caffeoylquinic acid merupakan salah satu senyawa phenol. Kopi merupakan sumber alami utama CGA 5-12g100 g Farah et al., 2008. Secara invitro, CGA telah terbukti berperan sebagai antioksidan. CGA mempengaruhi kadar glukosa postprandial, toleransi glukosa, konsentrasi lipid dan absorpsi glukosa di saluran cerna. Secara invitro ditemukan bahwa CGA menghambat ambilan glukosa di saluran cerna dan meningkatkan sekresi insulin dari sel β pancreas, menunjukkaan CGA potensial dalam mempengaruhi postprandial glycemia Bryans et al., 2007. Hasil percobaan pada tikus menunjukkan CGA mempengaruhi metabolisme glukosa dengan cara menurunkan gradient konsentrasi Na + , sehingga menurunkan ambilan glukosa oleh enterosit, dan menghambat aktifitas glukosa-6-fosfatase. CGA tidak mengalami modifikasi selama di lambung maupun usus halus. Namun, ketika Universitas Sumatera Utara berada di caecum, CGA diubah menjadi caffeic acid oleh mikroflora yang ada. Di lambung, CGA mengalami absorpsi secara sempurna sehingga konsentrasi CGA ditemukan dalam gastric vein dan aorta tanpa mengalami konjugasi. Sesampainya di liver, CGA pun tidak mengalami modifikasi, sehingga CGA dapat langsung bekerja menghambat glukosa-6-fosfatase di sel hati. CGA juga menurunkan pelepasan glucose dependent-insulinotropic peptide GIP di bagian proksimal usus halus dan menurunkan absorpsi glukosa Thom, 2007. Universitas Sumatera Utara

BAB 3 KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL

3.1 Kerangka Konsep Penelitian

Berdasarkan tujuan penelitian di atas maka kerangka konsep dalam penelitian ini adalah : Variabel independen Variabel dependen Gambar 3.1 Kerangka Konsep Penelitian 3.2 Defenisi Operasional 3.2.1 Variabel Independen: Kopi Kopi merupakan sejenis minuman yang diekstraksi dari biji tanaman kopi. Kopi yang digunakan pada penelitian ini adalah kopi instan jenis Robusta Coffea canephora yang telah disangrai dan dihaluskan. Cara ukur : Kopi ditakar, dilarutkan, dan disajikan tanpa gula dalam cangkir berukuran 200 ml sebanyak 20 g bubuk kopi. Kelompok I : Kontrol Pemberian Air putih + Minuman berkalori Kelompok II : Pemberian Kopi berkafein + Minuman berkalori Kadar Gula Darah Post Prandial Kelompok III : Pemberian kopi dekafein+ Minuman berkalori Universitas Sumatera Utara