Efektifitas Konsep Politik SBY-Boediono Mengenai Kebijakan Subsidi Pupuk Terhadap Kalangan Petani Antara Tahun 2009-2011

(1)

Efektifitas Konsep Politik SBY-Boediono Mengenai Kebijakan

Subsidi Pupuk Terhadap Kalangan Petani Antara Tahun 2009-2011

(Studi Kasus : Desa Pagar Jati Kecamatan Lubuk Pakam Kabupaten Deli Serdang)

Disusun Oleh :

P. FERIANDI GULTOM

(050906050)

Departemen Ilmu Politik

Fakultas Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik

Universitas Sumatera Utara


(2)

ABSTRAK

Pertanian mempunyai peranan strategis dalam struktur pembangunan perekonomian nasional. Dimana pembangunan pertanian tidak terlepas dari pengembangan desa yang menempatkan pertanian sebagai penggerak utama perekonomian. Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat jumlah dan penduduk miskin selalu meningkat dari tahun ke tahun khususnya bagi penduduk miskin di pedesaan dan umumnya adalah petani. Oleh karena itu,

Pemerintah menjalankan program subsidi pupuk sebagai program peningkatan kesejahteraan petani yang telah dijalankan sejak tahun 2003, sebagai program nasional yang dijalankan diseluruh wilayah Indonesia bagi semua warga masyarakat. Penelitian ini dilakukan di Desa Pagar Jati Kecamatan Lubuk Pakam Kabupaten Deli Serdang. Disini penulis ingin mengetahui seberapa efektifkah program yang diterapkan itu dapat berjalan dengan baik di lokasi penelitian penulis.


(3)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas rahmat dan ridhoNya, penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik. Adapun judul dari skripsi ini adalah: “Efektifitas Konsep Politik SBY-Boediono Mengenai Kebijakan Subsidi Pupuk Terhadap Kalangan Petani Antara Tahun 2009-2011 (Studi Kasus : Desa Pagar Jati Kecamatan Lubuk Pakam Kabupaten Deli Serdang). Skripsi ini disusun untuk diajukan sebagai salah satu syarat dalam mencapai gelar Sarjana Sosial pada Departemen Ilmu Politik Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara. Selama penyusunan skripsi ini, penulis mengucapkan terima kasih kepada Ibu Evi Novida Ginting selaku dosen pembimbing dan abangda Khusnul Isa Harahap selaku Dosen Pembaca, dan juga kepada orang-orang yang telah banyak membantu dalam pengerjaan skripsi ini.

Penulis sangat menyadari bahwa skripsi ini mempunyai banyak kekurangan, untuk itu Penulis mohon maaf atas keterbatasan -keterbatasan Penulis, dan sangat mengharapkan kritik dan saran dari setiap Pembaca, agar kelak skripsi ini semakin berguna, atau memberi kontribusi yang lebih baik bagi setiap yang membutuhkan wawasan terkait judul skripsi ini.


(4)

DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang ………..1

I.2 Perumusan Masalah ………..9

I.3 Pembatasan Masalah ………..9

I.4 Tujuan Penelitian ………..10

I.5. Manfat Penelitian ………..10

I.6 Kerangka Teori ………..11

I.6.1. Teori Kebijakan Publik ………..11

I.6.1.1. Pengertian Kebijakan Publik ………..11

I.6.1.2. Proses Kebijakan Publik ………..15

I.6.1.3. Pendekatan Dalam Kebijakan Publik ………..18

I.7. Definisi Konsep ………..24

I.8. Definisi Operasional ………..24

I.9. Metodelogi Penelitian ………..25

I.9.1. Metode Penelitian ………..25

I.9.2. Jenis Penelitian ………..25

I.9.3. Lokasi Penelitian ………..26

I.9.4. Populasi Dan Sampel ………..27

I.10. Tekhnik Pengumpulan Data ………..28


(5)

I.12. Sistematika Penulisan ………..29

BAB II DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN II.1 Deskripsi Singkat ………..31

II.2 Demografi Penduduk ………..32

II.3 Sarana Dan Prasarana ………..33

II.4 Daftar Nama Kelompok Tani dan Kios Pupuk ………..38

II.5 Pemilu Presiden 2009 Di Desa Pagar Jati ………..41

BAB III DATA DAN ANALISIS DATA III.1 Deskripsi Sampel ………..43

III.2 Konsep RDK dan RDKK ………..66

III.2.1 Konsep RDK dan RDKK ………..66

III.2.2 Penyusunan RDK dan RDKK ………..70

III.2.3 Mekanisme Pelaksanaan RDKK ………..73

III.2.4 Penyusunan Dan Pelaksanaan RDKK ………..75

III.3 Perkembangan Kebijakan Subsidi Pupuk ………..77

III.4 Efektifitas Kebijakan Subsidi Pupuk ………..78

III.5 Indikator Tingkat Efektifitas Kebijakan Subsidi Pupuk ………..79

III.6 Penyaluran, Pengadaan, Pengawasan Pupuk Bersubsidi……….80

III.7 Peningkatan Kesejahteraan Petani ………..82

BAB IV PENUTUP IV.1 Kesimpulan ………..85

IV.2 Saran ………..86


(6)

ABSTRAK

Pertanian mempunyai peranan strategis dalam struktur pembangunan perekonomian nasional. Dimana pembangunan pertanian tidak terlepas dari pengembangan desa yang menempatkan pertanian sebagai penggerak utama perekonomian. Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat jumlah dan penduduk miskin selalu meningkat dari tahun ke tahun khususnya bagi penduduk miskin di pedesaan dan umumnya adalah petani. Oleh karena itu,

Pemerintah menjalankan program subsidi pupuk sebagai program peningkatan kesejahteraan petani yang telah dijalankan sejak tahun 2003, sebagai program nasional yang dijalankan diseluruh wilayah Indonesia bagi semua warga masyarakat. Penelitian ini dilakukan di Desa Pagar Jati Kecamatan Lubuk Pakam Kabupaten Deli Serdang. Disini penulis ingin mengetahui seberapa efektifkah program yang diterapkan itu dapat berjalan dengan baik di lokasi penelitian penulis.


(7)

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang

Demokrasi pada prinsipnya merupakan sebuah ideologi yang menganut niali nilai kebebasan dan kesetaraan. Demokrasi sendiri diyakini tumbuh dan berkembang dalam peradaban yunani yang dimulai dengan munculnya negara kota ( polis). Secara etimologi berasal dari gabungan dua kata yang berasal dari yunani, yakni demos yang berakti rakyat dan kratos/cratein yang berarti pemerintah. Atau secara ringkas demokrasi diartikan sebagai bentuk pemerintahan rakyat.1

Indonesia sebagai negara yang memproklamirkan kemerdekaannya pasca perang dunia II adalah salah satu negara yang menganut paham demokrasi hingga saat ini. Konsistensi dari penerapan demokrasi tersebut dapat dijadikan acuan bahwa demokrasi masih dianggap sistem yang terbaik dalam menjalankan roda pemerintahan ( dalam hal ini adalah negara). Setidaknya anggapan itulah yang diberikan ahli ahli piker bangsa ini. Pemerintahan dari suatu negara demokratis sebenarnya tidak lebih dari pelayan bagi seluruh rakyat, yang diserahi tugas untuk melaksanakan undang undang yang telah disetujuhi bersama.

Di kalangan yang lebih umum demokrasi di defenisikan sebagai bentuk pemerintahan dari rakyat untuk rakyat dan oleh rakyat. Rakyat di anggap sebagai elemen utama dalam menjalankan sebuah pemerintahan.

2

Proses demokrasi atau yang biasa disebut demokratisasi biasanya di artikan sebagai bentuk pembangunan politik. Pembangunan politik merupakan pembentukan

1

Eko Prasetyo, Demokrasi Tidak Untuk Rakyat, Yogyakarta, Ressist Book, 2005, hlm. 9

2

Robert paul wolff, in defense of anarchism (menuju dunia tanpa negara), Jakarta, erlangga, 1998, hlm. 27


(8)

lembaga lembaga atau praktek praktek demokratis.3Dalam Hal ini Demokrasi yang telah terjadi di Indonesia telah mengalami pasang surutnya namun, hal ini merupakan bagian dari sejarah bagi perkembangan demokrasi di Indonesia serta dapat dikatakan Demokratisasi telah berhasil membentuk pemerintah Indonesia yang demokratis karena nilai-nilai demokrasi yang penting telah diterapkan melalui pelaksanaan peraturan perundangan mulai dari UUD 1945. Memang benar bahwa demokrasi adalah sebuah kondisi yang tidak pernah terwujut secara tuntas , namun dengan adanya perubahan-perubahan tadi, Demokrasi di Indonesia telah memiliki dasar yang kuat untuk berkembang4

Salah satu pilar demokrasi adalah prinsip

. Penataan Politik dalam agenda kebangsaan agar segera dilakukan, karena itu, agenda penataan ulang design institusi politik merupakan agenda mendesak bangsac Indonesia menuju presidensialisme yang efektif agar demokrasi bermanfaat bagi rakyat.

kekuasaan politik negara tiga jenis lembaga negara yang saling lepas yg sejajar satu sama lain. Kesejajaran dan independensi ketiga jenis lembaga negara ini diperlukan agar ketiga lembaga negara ini bisa saling mengawasi dan saling mengontrol berdasarkan prinsi diperoleh dari rakyat juga harus digunakan untuk kesejahteraan dan kemakmuran rakyat.

Demokrasi adalah suatu pemikiran manusia yang mempunyai kebebasan berbicara, megeluarkan pendapat. Demokrasi itu bukan barang mewah, sehingga

3

Colin MacAndrews, Masalah masalah pembangunan politik, Yogyakarta, Gadja Mada University Press, hlm. 11

4


(9)

sangat sulit untuk kita raih atau capai, tetapi demokrasi itu adalah sesuatu yang sangat rasionil yang bisa kita pakai guna kelangsungan nilai-nilai kemanusian diatas dunia ini.Negara Indonesia menunjukan sebuah Negara yang sukses menuju demokrasi sebagai bukti yang nyata, dalam pemilihan langsung presiden dan wakil presiden. Untuk membangun suatu system demokrasi disuatu negara bukanlah hal yang mudah karena tidak menutup kemungkinan pembangunan sistem demokrasi di suatu Negara akan mengalami kegagalan. Tetapi yang harus kita banggakan demokrasi di negara Indonesia sudah mengalami kemajuan yang sangat pesat contahnya dari segi kebebasan, berkeyakinan, berpendapat atau pun berkumpul mereka bebas bergaul tanpa ada batasan-batasan yang membatasi mereka. Tapi bukan berarti demokrasi di Indonesia saat ini sudah berjalan sempurna masih banyak kritik-kritik yang muncul terhadap pemerintah yang belum sepenuhnya bisa menjamin kebebasan warga negaranya.

Memasuki era reformasi pasca runtuhnya rezim orde baru, sistem pemerintahan yang demokratis sudah mulai berjalan kearah yang lebih baik. Ini ditandai dengan adanya perubahan amandemen undang-undang dasar yang membatasi masa jabatan kekuasaan eksekutif. Ini diciptakan agar tidak lagi terciptanya kekuasaan eksekutif yang otoriter dan diktator seperti pada masa Orde Baru. Amandemen Undang-undang dasar juga menghasilkan pemilihan presiden dan wakil presiden yang dilakukan secara langsung oleh rakyat yang tertuang dalam Pasal 6A UUD 1945. Kemudian diatur dalam undang-undang No 23 tahun 2003 tentang prosedur, mekanisme dan persyaratan calon presiden.


(10)

1. Konsep pemilihan presiden oleh MPR menimbulkan beban pertanggung jawaban atas segala pelaksanaan kekuasaan presiden yang dapat membawa jatuhnya presiden dalam masa jabatannya jika pertanggung jawaban tidak diterima oleh MPR. Ini menunjukan sistem pemerintahan dan secara khusus hubungan Presiden dengan lembaga perwakilan rakyat baik DPR maupun MPR merupakan hubungan yang in between antara sistem parlemen disatu sisi dengan sistem presidensial disisi lain. Parlemen dimana eksekutif dapat jatuh dari jabatannya kapan saja karena hilangnya dukungan parlemen. Pola hubungan seperti ini harus segera diakhiri. Jika hendak meletakkan dominasi kekuasan negara atas prinsip kedaulatan rakyat ditangan lembaga perwakilan rakyat, maka prinsip-prinsip sistem parlementerlah yang harus dipakai. Tetapi jika hendak mempertahankan sistem presidential maka pola hubungan yang seimbang antara presiden dengan lembaga perwakilan rakyat harus diterapkan. Dan ini berarti pengangkatan presiden oleh MPR harus diubah dengan pemilihan langsung oleh rakyat agar legitimasi kekuasaan presiden tidak lagi berasal dari majelis dengan segala konsekuensinya.

2. Problem lain yang menyangkut dasar legitimasi kekuasaan presiden. Pemilihan presiden yang dimiliki kekuasaan besar itu hanya ditentukan oleh 700 orang anggota MPR. Jika suara MPR yang memenangkan calon presiden terpilih sama dengan keinginan rakyat yang tecermin dari raihan kursi partai yang mencalonkan calon presiden dimaksud, dasar jumlah 700 suara anggota MPR tidak begitu menjadi persoalan. Tetapi jika terjadi sebaliknya kehendak calon presiden dari sebagian besar rakyat tidak sama dengan keinginan sebagian besar anggota MPR maka dasar legitimasi atas ukuran kemauan rakyat menjadi persoalan. Presiden terpilih


(11)

akan mendapat tingkat akseptansi yang rendah di masyarakat sehingga prinsip kehendak rakyat adalah dasar kekuasaan pemerintah tidak terpenuhi.

3. Pemilihan presiden yang dilakukan di MPR mudah pula untuk di manipulasi. Sejarah membuktikan dalam masa pemerintahan Orde Baru MPR telah direkayasa sedemikian rupa melalui pembuatan undang-undang tentang Susunan dan Kedudukan MPR, undang-undang tentang pemilihan umum, dan undang-undang tentang partai politik. Sehingga presiden yang berkuasa dapat terus menerus dipilih oleh MPR itu.

Pada masa sekarang ketika rekayasa undang-undang hampir tidak mungkin lagi karena undang-undang yang berlaku sudah terhindar dari kepentingan untuk mempertahankan kekuasaan yang tidak demokratis, maka manipulasi berwujud dalam dimensi yang lain. Jual beli suara misalnya, merupakan ancaman serius proses pemilihan presiden sekarang ini di samping teror atau tekanan politik untuk memenangkan satu calon presiden tertentu.

Pemilihan presiden langsung merupakan sebuah metode pemilihan yang paling tepat digunakan dimasa reformasi. Pemilihan presiden secara langsung mengharuskan calon presiden harus memiliki visi dan misi yang menyentuh masyarakat. Pemihan presiden langsung pada tahun 2004 adalah yang pertama kali dilakukan di Indonesia.

Dalam UUD 1945 pasca amandemen pasal 6A ayat (3) yang berbunyi :

Pasangan calon presiden dan wakil presiden yang mendapatkan suara lebih dari lima puluh persen suara disetiap propinsi yang tersebar di lebih dari setengah jumlah propinsi di Indonesia, dilantik menjadi presiden dan wakil presiden.


(12)

Dikarenakan hal tersebut pada Pemilu 2004 dilaksanakan dengan dua putaran, dikarenakan tidak ada satu pasangan calon yang memperoleh suara lebih dari 50%. Pada Pemilu putaran pertama pasangan calon H. Susilo Bambang Yudhoyono – Dr. H. Muhammad Yusuf Kalla dan Hj. Megawati Soekarnoputri – H. Hasyim Muzadi menempati urutan pertama dan kedua dari keseluruhan perolehan suara. Sehingga kedua pasangan calon presiden ini kembali bertarung pada putaran kedua.

Dalam Pemilu 2004 putaran kedua, pasangan calon presiden H. Susilo Bambang Yudhoyono – Dr. H. Muhammad Yusuf Kalla ( SBY-JK ) mendapatkan perolehan suara terbanyak. Sehingga pasangan inilah yang memenangkan Pemilihan Umum Presiden 2004.

Pada Pemilu 2009, peta politik di Indonesia sedikit berubah. Pada Pemilu 2009 Presiden Susilo Bambang Yudhoyono kembali mencalonkan dirinya dalam Pilpres, namun kali ini calon pasangan SBY bukan lagi Jusuf Kalla namun ia berpasangan dengan Bodiono. Setelah melalui masa pemilihan pasangan SBY-Bodiono memenangkan Pemilu 2009 ini melalui proses pemilihan langsung. Melalui program-program yang dibuat oleh SBY-Bodiono, masyarakat masih percaya kapisitas kerja SBY sebagai Presiden. Setelah terpilih menjadi presiden, SBY membuat sebuah konsep yang mungkin memihak kepada para petani. SBY membuat konsep yang mungkin bercermin dari masa pemerintahan Orde Baru.

Pada masa pemerintahan Orde Baru, sekitar tahun 1980-an, Presiden Soeharto melaksanakan program Repelita ( Rencana Pembangunan Lima Tahun) yang memfokuskan pada masalah swasembada pangan. Hal positif ini lah yang ingin diulang kembali oleh SBY dalam program pemerintahannya, kesuksesan


(13)

pembangunan ekonomi dimulai dari pangan yang menguasai hajat hidup orang banyak.

Pembangunan pertanian menempati prioritas utama pembangunan dalam pembangunan ekonomi nasional. Karena itu sektor pertanian merupakan sektor utama pembangunan ekonomi nasional. Dalam pendekatan perhitungan pendapatan nasional, sektor pertanian terdiri dari sub-sektor tanaman pangan dan hortikultura, perkebunan, peternakan, perikanan dan kehutanan. Selain sektor pertanian, terdapat delapan sektor ekonomi lainnya yang secara bersama menentukan besarnya pertumbuhan ekonomi bangsa melalui pendapatan domestik (GDP) dan pendapatan nasional (GNP).

Kedudukan sektor pertanian dalam pembangunan ekonomi nasional adalah cukup nyata, dilihat dari proporsinya terhadap pendapatan nasional.

Selain kontribusinya melalui GDP, peran sektor pertanian dalam pembangunan nasional dapat dilihat dari peran sektor pertanian yang sangat luas, mencakup beberapa indikator antara lain:

Pertama, pertanian sebagai penyerap tenaga kerja yang cukup besar. Kedua, pertanian merupakan penghasil makanan pokok penduduk. Peran ini tidak dapat disubstitusi secara sempurna oleh sektor ekonomi lainnya, kecuali apabila impor pangan menjadi pilihan. Ketiga, komoditas pertanian sebagai penentu stabilitas harga. Harga produk-produk pertanian memiliki bobot yang besar dalam indeks harga konsumen sehingga dinamikanya sangat berpengaruh terhadap inflasi. Keempat, akselerasi pembangunan pertanian sangat penting untuk mendorong ekspor dan mengurangi impor.

Untuk mendukung program swasembada pangan ini, dibutuhkan kesuksesan hasil panen dan menghindari masa-masa resesi dan paceklik petani. Tinggi rendahnya


(14)

harga pupuk sangat dibutuhkan dimana pupuk sebagai elemen utama yang mendukung kuantitas dan kualitas panen.

Pupuk mempunyai peranan penting dalam peningkatan produksi pertanian. Petani mendapatkan input yang lebih murah untuk produksi mereka sehingga hasil produksinya juga akan meningkat. Oleh karena itu, pemerintah menetapkan kebijakan subsidi pupuk. Distribusi pupuk subsidi yang berlaku saat ini mengikuti Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) No. 07/M-Dag/Per/2/2009 tentang pasokan subsidi pupuk yang diharapkan dapat memperbaiki penyaluran subsidi pupuk yang berkaitan dengan tepat waktu. Peraturan ini menggantikan peraturan sebelumnya yaitu Permendag No.21/M-Dag/Per/6/2008 tentang sistem distribusi pupuk bersubsidi tertutup yang terbatas hanya pada petani atau kelompok tani yang sudah tercatat. Penyempurnaan peraturan-peraturan dari pemerintah terkait dengan distribusi pupuk bersubsidi yang seharusnya dapat mempermudah petani untuk mendapatkan pupuk bersubsidi. Namun, pada kenyataan karena peraturan tentang pengawasan distribusi pupuk besubsidi masih lemah dan tidak ada koordinasi pada masing-masing bagian baik pada perencanaan, pengadaan, maupun pendistribusian sehingga masih tetap banyak petani yang tidak bisamendapatkan pupuk bersubsidi dengan mudah karena pengecer resmi juga dapat dengan mudah menjual ke siapa saja. Peningkatan input produksi berupa penambahan penggunaan pupuk secara teori dapat meningkatkan produksi padi apabila penggunaannya sesuai dengan dosis yang dibutuhkan (400 kg/ha) pada setiap produksinya.

Namun, apabila penambahan pupuk untuk produksi sudah pada batas optimum penggunaan maka apabila dilakukan penambahan lagi akan berakibat negatif pada peningkatan produksi. Seringkali petani tidak memperhatikan dosis anjuran yang tepat


(15)

untuk setiap penggunaannya berkaitan dengan luas lahan yang mereka miliki sehingga berakibat pada penurunan produktivitas pada hasil produksinya. Efektivitas subsidi pupuk juga berkaitan dengan harga pupuk besubsidi di lapangan. Penetapan harga pupuk bersubsidi sesuai dengan Peraturan Menteri Pertanian No.2/Permentan/SR.130/4/2010 tentang kebutuhan dan harga eceran tertinggi (HET) pupuk bersubsidi untuk sektor pertanian tahun anggaran 2010. Harga eceran tertinggi pupuk bersubsidi telah ditetapkan oleh pemerintah melalui peraturan perundangan tetapi tetap ada harga yang berbeda di pasar dan merugikan petani. Salah satu hal yang menjadi alasan bagi para pelaku distribusi menaikkan harga secara tidak resmi adalah untuk mendapatkan marjin pemasaran dari upah pelaku distribusi dan biaya pemasaran karena harga pupuk bersubsidi yang kurang realistik. Kenaikan harga ini akan merugikan petani karena harga pupuk bersubsidi di pasar lebih tinggi dari HET yang ditetapkan oleh pemerintah.

Pertanian merupakan aspek penting dalam mendukung keberlangsungan hidup suatu negara. Indonesia sebagai negara agraris, menempatkan pertanian sebagai sektor utama dalam perekonomian nasional. Selain itu, pertanian sebagai aspek pendukung ketersedian pangan di suatu negara. Oleh karena itu, terdapat berbagai kebijakan pemerintah yang mendukung produksi sektor pertanian. Selain itu, pendapatan negara juga sebagian besar berasal dari sektor pertanian.

Subsidi pupuk mulai diberlakukan sejak tahun 1960 sampai tahun 1998 yang diatur oleh pemerintah dimana pengadaan dan penyalurannya diserahkan pada PT. Pupuk Sriwijaya. Sejak 1 Desember 1998 subsidi pupuk mulai dicabut dan diberlakukan kembali mulai tanggal 13 Maret 2001. Pada saat pencabutan subsidi pupuk terjadi penurunan produksi padi dari sebesar 49.377.054 ton pada tahun1997 menjadi sebesar 49.236.692


(16)

ton pada tahun 1998. Pada periode 1998 sampai 2001 produksi padi cenderung tidak stabil.

Pada tahun 2002 dimana subsidi pupuk sudah mulai diberlakukan kembali dengan semua produsen pupuk diberikan kesempatan untuk pengadaan dan penyaluran pupuk bersubsidi. Dengan adanya pemberlakuan subsidi pupuk kembali, produksi padi juga meningkat sejak tahun 2002 sampai 2009.

Hal ini lah yang menjadi rujukan saya sebagai penulis sangat tertarik meneliti tentang “Efektifitas Konsep Politik SBY- Boediono Mengenai Kebijakan Subsidi Pupuk Terhadap Kalangan Petani Dari Tahun 2009-2011 Di Desa Pagar Jati Kecamatan Lubuk Pakam Kabupaten Deli Serdang”.

I.2. Perumusan Masalah

Berdasarkan pemaparan tersebut, maka yang menjadi rumusan masalah dalam penelitian ini adalah “seberapa efektifkah konsep politik SBY-BOEDIONO yang diterpakan di Desa Pagar Jati Kecamatan Lubuk Pakam Kabupaten Deli Serdang antara tahun 2009 sampai 2011?”

I. 3. Pembatasan Masalah

Agar penelitian ini terfokus pada pokok permasalah nya maka yang menjadi batasan masalah pada penelitian ini adalah sebagai berikut :

• Penelitian ini difokuskan pada efektifitas konsep politik SBY terhadap subsidi pupuk

• Penelitian ini di fokuskan dari antara tahun 2009 sampai 2011.


(17)

I.4. Tujuan Penelitian

Penelitian ini mempunyai tujuan untuk mengetahui seberapa efektif konsep politik SBY-Bodieono (dalam hal ini mengenai subsidi pupuk) yang diterapkan di Desa Pagar Jati Kabupaten Deli Serdang.

I.5. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan mampu memberikan masukan yang bermanfaat kepada semua pihak secara umum yaitu :

1. Bagi penulis dapat mengasah dan meningkatkan serta mengembangkan kemampuan berpikir penulis melalui penulisan ilmiah.

2. Memberikan bahan masukan dan bahan pertimbangan pada pihak yang berkepentingan berkaitan dengan efektifitas konsep politik.

3. Dan diharapkan dapat menambah referensi karya ilmiah dibidang ilmu sosial dan ilmu politik.

I.6. Kerangka Teori

I.6.1. Kebijakan Publik

I.6.1.1 Pengertian Kebijakan Publik

Istilah policy atau kebijakan merupakan di pergunakan dalam pengertian yang berbeda – beda. E. Hugh Heclo mengatakan bahwa kebijakan adalah cara bertindak yang sengaja untuk menyelesaikan beberapa permasalahan untuk mencapai tujuan tertentu. Menurutnya kebijakan lebih dapat digolongkan sebagai suatu alat analysis


(18)

daripada sebagai suatu rumusan kata-kata. Menurut, Charles O. Jones kebijakan terdiri dari beberapa komponen – komponen yaitu :5

• Goal atau tujuan yang diinginkan

• Plans atau proposal, yaitu pengertian yang spesifik untuk mencapai tujuan,

• Program atau cara tertentu yang telah mendapata persetujuan dan pengesahan untuk mencapai tujuan yang dimaksud.

• Decision atau keputusan, yaitu tindakan – tindakan untuk mementukan tujuan, membuat rencana, melaksanakan dan mengevaluasi program.

• Efek, yaitu akibat – akibat dari progam (baik di sengaja atau tidak primer atau sekunder).

Lebih lanjut dikatakan bahwa dalam hubungannya dengan tindakan pemerintah untuk mengatasi masalah – masalah masyarakat, kebijakan adalah keputusan – keputusan pemerintah untuk memecahkan masalah – masalah yang telah di utarakan atau dapat juga kebijakan diartikan sebagai suatu keputusan untuk mengakhiri atau menjawab pertanyaan yang di berikan masyarakat kepada pemerintah. Heclomenggunakan istilah kebijakan secara luas yaitu sebagai rangkaian tindakan pemerintah atau tidak bertindaknya pemerintah atas sesuatu masalah. Jadi lebih luasnya dari tindakan atas keputusan yang khusus.

Henz Eulau dan Kennet Previt merumuskan kebijakan sebagai keputusan tetap, ditandai oleh kelakuan yang berkesinambungan dan berulang – ulang pada

5


(19)

mereka yang membuat kebijakan dan melaksanakannya. Jones menekankan studi kebijakan Negara Indonesia pada dua proses, yaitu :

a. Proses – proses dalam ilmu politik, seperti bagaimana masalah – masalah itu sampai pada pemerintah, bagaimana pemerintah mendefenisikan masalah itu, dan bagaimana tindakan pemerintah.

b. Refleksi tentang bagaimana seseorang bereaksi terhadap masalah – masalah, teradap kebijakan Negara dan memecahkannya.

Kebijakan secara umum dapat dibedakan dalam tiga tingkatan yaitu kebijakan umum, kebijakan pelaksanaan, dan kebijakan teknis. Kebijakan umum adalah kebijakan yang menjadi pedoman atau petunjuk pelaksanaan baik yang bersifat positif ataupun yang bersifat negatif yang meliputi keseluruhan wilayah atau instansi yang bersangkutan. Agar suatu kebijakan umum dapat menjadi pedoman bagi tingkatan kebijakan dibawahnya, ada beberapa kriteria yang harus dipenuhi. Pertama, cakupan kebijakan itu meliputi keseluruhan wawasannya. Artinya, kebijakan itu tidak hanya meliputi dan ditujukan pada aspek tertentu atau sektor tertentu. Kedua, tiak berjangka pendek. Masa berlakunya atau tujuan yang ingin dicapai dengan kebijakan tersebut berada dalam jangka panjang ataupun tidak mempunyai batas waktu tertentu. Ketiga, strategi kebijakan umum tidak bersifat operasional. Seperti halnya pada pengertian umum, pengertian operasional atau teknis juga bersifat relatif.

Kebijakan pelaksanaan adalah kebijakan yang menjabarkan kebijakan umum. Kebijakan teknis adalah kebijakan operasional yang berada dibawah kebijakan pelaksanaan itu. Secara umum dapat disebutkan bahwa kebijakan umum adalah kebijakan tingkat pertama, kebijakan pelaksanaan adalah kebijakan tingkat pertama, dan kebijakan teknis adalah kebijakan tingkat ketiga.


(20)

Pengertian Publik

Istilah publik dalam rangkaian kata kebijakan publik mengandung tiga makna yaitu pemerintah, masyarakat, dan umum. 6

1. Kebijakan publik tersebut dibuat oleh badan pemerintah bukan organisasi swasta.

Dalam lingkup subjek, kebijakan publik adalah kebijakan dari pemerintah. Jadi salah satu ciri kebijakan adalah kebijakan dari pemerintahlah yang dapat dianggap kebijakan yang resmi dan dengan demikian mempunyai kewenangan yang dapat memaksa masyarakat untuk mematuhi nya.

Dalam lingkup objek adalah lingkungan yang dikenai kebijakan, pengertian publik disini adalah masyarakat. Pengertian umum dari istilah publik dalam kebijakan terdapat dalam strata kebijakan. Suatu kebijakan publik biasanya tidak bersifat spesifik dan sempit tetapi lebih luasdan berada pada strata strategis. Sebab itu kebijakan publik berfungsi sebagai pedoman umum untuk kebijakan dan keputusan-keputusan khusus dibawahnya.

Pengertian Kebijakan Publik

Kebijakan publik menurut Thomas Dye, adalah apapun pilihan pemerintah untuk melakukan atau tidak melakukan. Konsep tersebut sangat luas karena kebijakan publik mencakup sesuatu yang tidak dilakukan oleh pemerintah disamping yang dilakukan oleh pemirintah menghadapi suatu masalah publik. Definisi kebijakan publik dari Thomas Dye tersebut mengandung makna bahwa :

2. Kebijakan publik menyangkut pilihan yang harus dilakukan atau tidak dilakukan oleh badan pemerintah.

6


(21)

Kebijakan publik tidak boleh bertentangan dengan nilai-nilai dan praktik sosial yang ada dalam masyarakat. Ketika kebijakan publik berisi nilai-nilai yang bertentangan dengan nilai-nilai kehidupan dalam masyarakat maka kebiakan tersebut akan mendapat resistensi ketika diimplementasikan. Sebaliknya kebijakan publik harus mampu mengakomodasi nilai-nilai dan praktik- praktik yang hidup dan berkembang dalam mayarakat.

Lingkup kebijakan publik sangat luas karena mencakup berbagai sektor atau bidang pembangunan, seperti kebijakan publik dibidang pendidikan, pertanian, kesehatan, transportasi, pertahanan, dan sebagainya.

Jenis- Jenis Kebijakan Publik

Secara tradisional pakar ilmu politik mengkatagorikan kebijakan publik kedalam katagori:7

1. Kebijakan substantif (misalnya: kebijakan perburuhan, kesejahteraan sosial, hak-hak sipil, masalah luar negeri dan sebagainya)

2. Kelembagaan (misalnya: kebijakan legislatif, kebijakan judikatif, kebijakan departemen)

3. Kebijakan menurut kurun waktu tertentu (misalnya: kebijakan masa reformasi, kebijakan maswa Orde Baru, dan kebijakan masa Orde Lama).

I.6.1.2 Proses Kebijakan Publik

Michael Howlet dan M. Ramesh menyatakan bahwa proses kebijakan publik terdiri dari lima tahapan sebagai berikut :

7


(22)

1. Penyusunan Agenda ( agenda setting ),yakni suatu proses agar suatu masalah bisa mendapat perhatian dari pemerintah.

2. Formulasi kebijakan ( policy formulation ), yakni proses perumusan pilihan-pilihan kebijakan oleh pemerintah.

3. Pembuatan kebijakan (decision making ), yakni proses ketika pemerintah memilih untuk melakukan sesuatu tindakan atau tidak melakukan suatu tindakan.

4. Implementasi kebijakan ( policy implementation ), yaitu proses untuk melaksanakan kebijakan supaya mencapai hasil.

Tahap-tahap kebijakan publik menurut William Dunn adalah sebagai berikut:8

Agenda setting adalah sebuah fase dan proses yang sangat strategis dalam realitas kebijakan publik. Dalam proses inilah memiliki ruang untuk memaknai apa yang disebut sebagai masal

1.Penyusunan Agenda

dipertarungkan. Jika sebuah isu berhasil mendapatkan status sebagai masalah publik, dan mendapatkan prioritas dalam agenda publik, maka isu tersebut berhak mendapatkan alokasi sumber daya publik yang lebih daripada isu lain.

Dalam agenda setting juga sangat penting untuk menentukan suatu isu publik yang akan diangkat dalam suatu agenda pemerintah. Issue kebijakan (policy issues) sering disebut juga sebagai masalah kebijakan (policy problem). Policy issues

8

William Dunn, Pengantar Analisi Kebijakan Publik, Yogyakarta: Gadjah Mada University Press,2002 hal.24


(23)

biasanya muncul karena telah terjadi silang pendapat di antara para aktor mengenai arah tindakan yang telah atau akan ditempuh, atau pertentangan pandangan mengenai karakter permasalahan tersebut. Menurut William Dunn, isu kebijakan merupakan produk atau fungsi dari adanya perdebatan baik tentang rumusan, rincian, penjelasan maupun penilaian atas suatu masalah tertentu. Namun tidak semua isu bisa masuk menjadi suatu agenda kebijakan.

Ada beberapa Kriteria isu yang bisa dijadikan agenda kebijakan publik diantaranya:

1. telah mencapai titik kritis tertentu jika diabaikan, akan menjadi ancaman yang serius;

2. telah mencapai tingkat partikularitas tertentu berdampak dramatis;

3. menyangkut emosi tertentu dari sudut kepent. orang banyak (umat manusia) dan mendapat dukungan media massa;

4. menjangkau dampak yang amat luas ;

5. mempermasalahkan kekuasaan dan keabsahan dalam masyarakat,

6. menyangkut suatu persoalan yang fasionable (sulit dijelaskan, tetapi mudah dirasakan kehadirannya)

Penyusunan agenda kebijakan seyogianya dilakukan berdasarkan tingkat urgensi dan esensi kebijakan, juga keterlibatan stakeholder. Sebuah kebijakan tidak boleh mengaburkan tingkat urgensi, esensi, dan keterlibatan stakeholder.


(24)

2.Formulasi kebijakan

Masalah yang sudah masuk dalam agenda para pembuat kebijakan. Masalah-masalah tadi didefinisikan untuk kemudian dicari pemecahan masalah yang terbaik. Pemecahan masalah tersebut berasal dari berbagai alternatif atau pilihan kebijakan yang ada. Sama halnya dengan perjuangan suatu masalah untuk masuk dalam agenda kebijakan, dalam tahap perumusan kebijakan masing-masing slternatif bersaing untuk dapat dipilih sebagai kebijakan yang diambil untuk memecahkan masalah.

3. Adopsi/ Legitimasi Kebijakan

Tujuan legitimasi adalah untuk memberikan otorisasi pada proses dasar pemerintahan. Jika tindakan legitimasi dalam suatu masyarakat diatur oleh kedaulatan rakyat, warga negara akan mengikuti arahan pemerintah. Namun warga negara harus percaya bahwa tindakan pemerintah yang sah.Mendukung. Dukungan untuk rezim cenderung berdifusi - cadangan dari sikap baik dan niat baik terhadap tindakan pemerintah yang membantu anggota mentolerir pemerintahan disonansi.Legitimasi dapat dikelola melalui manipulasi simbol-simbol tertentu. Di mana melalui proses ini orang belajar untuk mendukung pemerintah.

4. Penilaian/ Evaluasi Kebijakan

Secara umum menyangkut estimasi atau penilaian kebijakan yang mencakup substansi, implementasi dan dampak. Dalam hal ini , evaluasi dipandang sebagai suatu kegiatan fungsional. Artinya, evaluasi kebijakan tidak hanya dilakukan pada tahap akhir saja,


(25)

melainkan dilakukan dalam seluruh proses kebijakan. Dengan demikian, evaluasi kebijakan bisa meliputi tahap perumusan masalh-masalah kebijakan, program-program yang diusulkan untuk menyelesaikan masalah kebijakan, implementasi, maupun tahap dampak kebijakan.

I.6.1.3 Pendekatan dalam Kebijakan Publik

Dalam studi kebijakan publik terdapat dua pendekatan, yakni : Pertama dikenal dengan istilah analisis kebijakan (policy analysis), dan kedua kebijakan publik (political public policy).9

Implementasi kebijakan adalah aspek penting dari keseluruhan proses kebijakan politik sebab proses implementasi kebijakan sudah menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari perumusan kebijakan. Akan tetapi sering terjadi implementation gap dalam pelaksanaan suatu kebijakan, di mana implementation gap merupakan kondisi adanya suatu perbedaan suatu perbedaan antara apa yang diharapkan oleh pembuat Pada pendekatan pertama, studi analisis kebijakan lebih terfokus pada studi pembuatan keputusan (decision making) dan penetapan kebijakan (policy formation) dengan menggunakan model-model statistik. Sedangkan pada pendekatan kedua, lebih menekankan pada hasil dan outcome dari kebijakan publik.

Pada pendekatan pertama, pendekatan kuantitatif digunakan dalam pembuatan keputusan. Dengan demikian keputusan yang diambil benar-benar rasional menurut pertimbangan untung dan rugi. Keputusan yang diambil adalah keputusan yang memberikan manfaat bersih paling optimal.

Implementasi Kebijakan Politik

9


(26)

kebijakan dengan hasil atau kenyataan yang dicapai. Proses implementasi suatu kebijakan dapat di analisa dari 3 (tiga) sudut pandang:

a. Pemrakarsa kebijakan/pembuat kebijakan (the center), di mana dari sudut pandang ini, melihat usaha-usaha yang dilakukan oleh pejabat-pejabat atasan atau lembaga-lembaga di tingkat pusat untuk mendapatkan kepatuhan dari lembaga-lembaga atau pejabat-pejabat di bawahnya/daerah atau untuk mengubah perilaku masyarakat/ kelompok sasaran.

b. Pejabat-pejabat di lapangan (the periphery) yaitu melihat tindakan para pejabat dan instansi-instansi di lapangan untuk menanggulangi gangguan-gangguan yang terjadi di wilayah kerjanya.

c. Kelompok sasaran (target group) yaitu memusatkan perhatian pada efektivitas dan efisiensi pelayanan atau Jawa yang diberikan pemerintah telah mengubah pola hidupnya.

Secara singkat, pengertian implementasi kebijakan yaitu:

1. menyediakan sarana untuk melaksanakan sesuatu dan berdampak terhadap sesuatu.

2. Kejadian-kejadian dan kegiatan-kegiatan yang timbul sesudah disahkannya pedoman-pedoman kebijakan pemerintah, baik usaha administrasi atau untuk menimbulkan dampak pada masyarakat/ kejadian.

3. Proses implementasi kebijakan menyangkut perilaku badan-badan administrasi yang kompeten terhadap suatu program serta tanggung jawabnya pada program; dan menyangkut jaringan kekuatan-kekuatan politik, ekonomi, juga


(27)

sosial yang mempengaruhi perilaku pihak-pihak yang terlibat sehingga berdampak sesuai harapan ataupun tidak sesuai harapan.

Ciri-ciri Kebijakan Politik Pemerintah

Ciri-ciri yang melekat pada kebijakan-kebijakan pemerintah pada kenyataannya bersumber pada orang-orang yang memiliki wewenang dalam sistem politik yang pada akhirnya membawa implikasi tertentu terhadap konsep kebijakan pemerintah. Berbagai hal mungkin saja dilakukan oleh pemerintah, artinya pemerintah dapat saja menempuh usaha kebijakan yang sangat liberal dalam hal campur tangan atau cuci tangan sama sekali, baik terhadap seluruh atau sebagian sektor kehidupan. Kebijakan pemerintah dalam bentuknya yang positif pada umumnya dibuat berlandaskan hukum dan kewenangan tertentu. Hakikat kebijakan pemerintah dapat diperinci ke dalam beberapa kategori, yaitu: demands (tuntutan kebijakan), poling decision (keputusan kebijakan), policy statement (pernyataan kebijakan), policy outputs (keluaran kebijakan), dan policy outcomes (hasil akhir kebijakan).

Dalam menganalisa kebijakan pemerintah dapat digunakan teori-teori kebijakan diantaranya :

• Teori Kelembagaan (Institutionalism Theory)

.Teori kelembagaan memandang kebijakan sebagai aktivitas kelembagaan di mana struktur dan lembaga pemerintah merupakan pusat kegiatan politik. Lain halnya dengan teori kelompok yang memandang kebijakan sebagai keseimbangan kelompok yang tercapai dalam perjuangan kelompok pada suatu saat tertentu. Kebijakan pemerintah dapat juga dipandang sebagai nilai-nilai kelompok elit yang memerintah,


(28)

demikian pandangan teori elit. Sedang teori rasional memandang kebijakan sebagai pencapaian tujuan secara efisien melalui sistem pengambilan keputusan yang tetap.

• Teori inkremental

Kebijakan dipandang sebagai variasi terhadap kebijakan masa lampau atau dengan kata lain kebijakan pemerintah yang ada sekarang ini merupakan kelanjutan kebijakan pemerintah pada waktu yang lalu yang disertai modifikasi secara bertahap. Teori permainan memandang kebijakan sebagai pilihan yang rasional dalam situasi-situasi yang saling bersaing. Sistem politik turut mewarnai kebijakan pemerintah, demikian pandangan teori sistem. Menurut teori sistem, lingkungan dipandang sebagai input dari sistem politik, sedangkan public policy dipandang sebagai output dari sistem politik.

• Teori Campuran

Merupakan gabungan model rasional komprehensif dan inkremental. Hubungan kewenangan politik, administrasi dan kepentingan umum dapat dianalisa dengan menggunakan kisi-kisi perumusan kebijakan. Dengan menggunakan kisi-kisi tersebut dapat diperoleh 5 gaya kebijakan, yaitu survival style, rasionalist style, reactive style, prescriptive style, dan proacvtive style.

Proses Kebijakan Politik

Kebijakan dibuat untuk mengatur perilaku masyarakat. Kebijakan yang dibuat tersebut dapat bersifat distributif maupun redistributif. Untuk mencapai tujuan kebijakan, pemerintah harus melakukan aksi atau tindakan yang berupa


(29)

penghimpunan sumber daya dan pengelolaan sumber daya yang ada. Hasil yang diperoleh dari aksi kebijakan tersebut dapat berupa input kebijakan dan implementasi kebijakan. Dalam proses implementasi tersebut birokrasi pemerintah mengimplementasikan kebijakan menjadi program. Selanjutnya agar lebih operasional lagi program dirumuskan sebagai proyek. Setelah diterjemahkan sebagai program dan proyek lalu diikuti dengan tindakan fisik, kebijakan menimbulkan konsekuensi yaitu hasil efek atau akibat.

Agar kebijakan berjalan sesuai dengan tujuan atau tepat sasaran maka dilakukan evaluasi kebijakan. Di mana evaluasi kebijakan pada umumnya dilakukan untuk mengetahui empat aspek yaitu: proses pembuatan kebijakan, proses implementasi, konsekuensi kebijakan dan efektivitas dampak kebijakan. Evaluasi kebijakan dapat dilakukan sebelum maupun sesudah kebijakan dilaksanakan. Evaluasi kebijakan mempunyai empat fungsi yaitu: ekspansi, kepatuhan, auditing dan akunting.

Evaluasi Implementasi Kebijakan Politik.

Kebijakan pemerintah selalu mengandung paling tidak tiga komponen dasar yaitu: tujuan yang luas, sasaran yang spesifik dan cara mencapai sasaran tersebut (implementasi kebijakan). Implementasi kebijakan merupakan tindakan yang dilakukan oleh pemerintah maupun swasta baik secara individu maupun kelompok yang dimaksudkan untuk mencapai tujuan sebagaimana dirumuskan di dalam kebijakan. Dengan demikian implementasi mulai berlangsung pada tahap penyusunan program. Meter dan Horn merumuskan sebuah abstraksi yang memperlihatkan hubungan antar berbagai faktor yang mempengaruhi hasil atau kinerja suatu kebijakan. Kinerja kebijakan pada dasarnya merupakan penilaian atas tingkat ketercapaian standar dan sasaran tertentu.


(30)

Menurut Grindle, implementasi kebijakan ditentukan oleh isi kebijakan dan konteks implementasinya. Isi kebijakan meliputi: kepentingan yang dipengaruhi tipe manfaat, derajat perubahan yang diharapkan, letak pengambilan keputusan, pelaksana program dan sumber daya yang dilibatkan. Sedangkan konteks implementasi terdiri dari: (1) kekuasaan, kepentingan, dan strategi aktor yang terlibat; (2) karakteristik lembaga dan penguasa; (3) kepatuhan dan daya tanggap. Menurut Sabatier dan Mazmanian; implementasi kebijakan merupakan fungsi dari tiga variabel yaitu; (1) karakteristik masalah; (2) struktur manajemen program yang tercermin dalam berbagai macam peraturan yang mengoperasikan kebijakan, dan (3) faktor-faktor di luar peraturan.

Setelah mengetahui kerangka pemikiran dari suatu studi implementasi, maka tugas evaluator berikutnya adalah mengetahui cara pengumpulan informasi/data melalui metode yang lazim yaitu: kuesioner, interview terbimbing maupun interview bebas dan mendalam dan analisis data sekunder. Untuk melakukan evaluasi dampak kebijakan ada beberapa hal yang perlu diperhatikan:

a. peramalan (forecasting), Peramalan merupakan sebuah tahap yang sangat penting dalam proses pembuatan kebijakan. Ketidaktepatan peramalan dapat menjadikan kebijakan yang dibuat tidak efektif. Peramalan dapat dipandang sebagai suatu bentuk evaluasi pada tahap pra kebijakan.

b. Karakteristik Analisis Dampak Sosial (ADS); harus bersifat empiris, tidak bias, rasional, handal dan sahih (secara logika-empiris).

c. Langkah-langkah ADS:

1.Langkah 1 : mengembangkan file input ADS.


(31)

3.Langkah 3 : menentukan respon dari individu dan kelompok pedampak.

4.Langkah 4 : penyesuaian kebijakan.

5.Langkah 5 : kesimpulan dan rekomendasi.

d. Dimensi-dimensi dampak: waktu, selisih antara dampak aktual dan yang diharapkan, tingkat agregasi dampak,dan jenis dampak.

I.7. Definisi Konsep

Konsep adalah unsur penelitian yang terpenting yang merupakan definisi yang dipakai peneliti untuk menggambarkan secara abstrak suatu fenomena sosial atau fenomena alam.10

a. Efektiftas yaitu pencapaian target output yang diukur dengan cara membandingkan output anggaran atau seharusnya dengan output realisasi atau sesungguhnya, dikatakan efektif jika output seharusnya lebih besar daripada output sesungguhnya.

Dalam penelitian ini, penulis menggunakan definisi konsep sebagai berikut :

b. Konsep Rencana Defintif Kelompok (RDK) dan Konsep Rencana Definitif Kebutuhan Kelompok (RDKK). Dimana dari konsep tersebut lah penetapan dan penyaluran subsidi pupuk dapat dijalankan.

10


(32)

I.8. Definisi Operasional

Defini operasional adalah penjelasan tentang bagaimana suatu variabel akan diukur. Definisi operasional merupakan rincian indikator-indikator pengukurs suatu variabel. Dalam penelitian ini variabel yang akan diteliti adalah efektifkah konsep politik yang digunakan SBY dalam subsidi pupuk di Desa Pagar Jati di Kabupaten Deli Serdang.

I.9. Metodelogi Penelitian

I.9.1. Metode Penelitian

Berangkat dari uraian serta penjelasan tujuan penelitian maupun kerangka dasar teori diatas, penelitian ini memiliki tujuan metodologis yaitu deskriptif. Penelitian deskriptif adalah suatu cara yang digunakan untuk memecahkan masalah yang ada pada masa sekarang berdasarkan fakta dan data- data yang ada.11

Tujuan dasar penelitian deskriptif ini adalah membuat deskripsi, gambaran, atau lukisan secara sistematis, faktual dan akurat mengenai fakta-fakta, sifat-sifat, serta hubungan antara fenomena yang diselidiki. Jenis penelitian ini tidak sampai mempersoalkan jalinan hubungan antar variable yang ada, tidak dimaksudkan untuk menarik generalisasi yang menjelaskan variable- variable yang menyebabkan suatu gejala dan kenyataan social. Karenanya pada penelitian deskriptif tidak menggunakan atau tidak melakukan pengujian hipotesa seperti yang dilakukan pada penelitian

Penelitian ini untuk memberikan gambaran yang lebih detail mengenai suatu gejala atau fenomena.

11

Bambang Prasetyo dkk, Metode Penelitian Kuantitatif : Teori dan Aplikasi, Jakarta : Raja Grafindo Persada, 2005, hal.42


(33)

eksplanatif berarti tidak dimaksudkan untuk membangun dan mengembangkan perbendaharaan teori.12

Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian deskriptif kuantitatif, yaitu penelitian yang dimaksudkan untuk, mengetahui hubungan antar variabel, dan dianalisa secara kuantitatif dengan menampilkan tabel-tabel dan kemudian dideskripsikan.

I.9.2. Jenis Penelitian

13

Setelah data terkumpul, selanjutnya data dianalisis, sampai menghasilkan kesimpulan yang merupakan langkah terakhir dari suatu periode penelitian yang berupa jawaban terhadap rumusan masalah.Berdasarkan proses penelitian kuantitatif

Penelitian kuantitatif adalah definisi, pengukuran data kuantitatif dan statistik objektif melalui perhitungan ilmiah berasal dari sampel orang-orang atau penduduk yang diminta menjawab atas sejumlah pertanyaan tentang survei untuk menentukan frekuensi dan persentase tanggapan mereka.

Dalam penelitian kuantitatif metode yang digunakan antara lain : metode survey, eksperimen, evaluasi, action research, policy research (selain metode naturalistic dan sejarah ), setelah metode penelitian ditentukan, maka yang perlu dilakukan adalah penyusunan instrument penelitian, yang digunakan sebagai alat pengumpul data yang dapat berbentuk tes, angket / kuesioner, untuk pedoman dan wawancara atau observasi. Dalam menentukan instrument perlu diteliti terlebih dahulu validitas dan reliabilitasnya.

12

Sanafiah Faisal, Format Penelitian Sosial Dasar- Dasar Aplikasi, Jakarta: PT.Raja Grafindo Persada, 1995, hal.20

13


(34)

tersebut, maka penelitian kuantitatif bersifat linier, di mana langkahnya jelas, mulai dari rumusan masalah, teori, hipotesis, mengumpulkan data, analisis data, sera membuat kesimpulan dan saran.

I.9.3. Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Desa Pagar Jati, Kelurahan Lubuk Pakam, Kabupaten Deli Serdang Sumatera Utara.

I.9.4. Populasi dan Sampel

a) Populasi

Populasi adalah keseluruhan subjek penelitian.14

b) Sampel

Dalam penelitian ini yang menjadi subjek populasi adalah masyarakat petani.

Sampel adalah sebagian atau wakil populasi yang diteliti.15 Dalam menentukan jumlah sampel untuk quisoner penulis menggunakan rumus Taro Yamame, yaitu :16

1 ²+

= Nd

N n

n = Jumlah sampel

N = Jumlah Populasi yang diketahui

14

Suharsimi Arikuno, Prosedur Penelitian,Suatu Pendekatan Praktek, Jakarta: PT. Rineka Cipta, 2002, hal.108

15

Ibid,hal. 109

16


(35)

d = Presisi yang ditetapkan

Sehingga sampel yang di dapat adalah :

1 ² 01 . 0 . 1468

1468

+ =

n

62 , 93

= n

Sehingga jumlah sampel yang di dapat adalah 94 orang.

Pada lokasi penelitian masyarakat Desa Pagar Jati, berdasarkan Pemilihan Presiden 2009,

c) Teknik Penarikan Sampel

Teknik penarikan sampel yang digunakan adalah dengan tehnik random sampling yaitu cara pengambilan sampel yang memberikan kesempatan yang sama untuk diambil kepada setiap elemen populasi.

I.10. Teknik Pengumpulan Data

Dalam mengumpulkan data dan informasi yang dibutuhkan, maka penulis melakukan beberapa teknik pengumpulan data, yaitu :

a. Data Primer yang didasarkan pada peninjauan langsung dengan objek yang akan diteliti untuk memperoleh data-data. Studi lapangan yang dilakukan adalah dengan datang langsung kelokasi yang dijadikan objek penelitian dengan cara menyebarkan angket/ kuesioner dan juga wawancara langsung kepada responden yang dijadikan sebagai sample penelitian.


(36)

b. Data sekunder yaitu penulis mengadakan penelitian dengan cara mencari data dan informasi melalui buku-buku, literature dan lain- lain yang berkaitan dengan penelitian ini.

I.11. Teknik Analisa Data

Analisa data adalah proses pengorganisasian dan mengurutkan datra ke dalam pola, kategori dan satuan uraian dasar sehingga dapat ditemukan tema dan dapat dirumuskan hipotesis kerja seperti yang disarankan data.17

1.12. SISTEMATIKA PENULISAN

Proses pengolahan data ini dimulai dari tahap mengedit data yang terkumpul. Hal ini dilakukan untuk melihat kesesuaian data terkumpul dan diolah dilanjutkan dengan menganalisis data secara deskriptif berdasarkan fenomena yang terjadi dilapangan dan data yang diperoleh dari informan dan responden. Hal ini penting dilakukan agar diperoleh kejelasan atas permasalahan yang telah dirumuskan sebelumnya dan selanjutnya dapat ditarik kesimpulan atas penelitian yang dilakukan.

BAB I : PENDAHULUAN

Bab ini menguraikan latar belakang masalah, perumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, kerangka teori, metode penelitian, serta sistematika penelitian.

BAB II : TINJAUAN PUSTAKA / LANDASAN TEORI 17


(37)

Bab ini memberikan dan menyajikan secara ringakas tentang kebijakan politik dan peraturan pemerintah mengenai subsidi pupuk

BAB III : PENYAJIAN DAN ANALISIS DATA

Bab ini memuat penyajian data yang di peroleh melalui penelitian ini dan setelah itu analisis terhadap data penelitian yang telah didapat melalui metode penelitian yang digunakan.

BAB IV : PENUTUP

Bab ini berisi kesimpulan dari hasil – hasil pembahasan bab – bab sebelumnya,serta berisi saran – saran yang di nantinya akan bermanfaat bagi penulis.


(38)

BAB II

DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN

2.1 Deskripsi Singkat

Desa Pagar Jati merupakan bagian dari Kecamatan Lubuk Pakam, Kabupaten Deli Serdang. Desa Pagar Jati telah berdiri sejak tahun 1948 dan terdiri dari 8 dusun dengan luas desa 337,64 Ha yang terdiri dari 186 Ha sawah, 44,64 Ha Perumahan, 15 Ha jalan (termasuk kuburan, dan sarana umum lainnya). Sejak tahun 1948 sampai sekarang telah melakukan 7 (tujuh) kali pemilihan Kepala Desa.

Letak Geografis Desa Pagar Jati berada diantara batas-batas wilayah sebagai berikut;

a. Sebelah timur berbatasan dengan Desa Sukamandi Hilir, Sukamandi Hulu (Kecamatan Pagar Merbau)

b. Sebelah selatan berbatasan dengan Desa Pasar Melintang, Desa Sumberjo (Kecamatan Pagar Merbau)

c. Sebelah barat berbatasan dengan Kelurahan Cemara

d. Sebelah utara berbatasan dengan Desa Sekip, Desa Sukamandi Hilir (Kecamatan Pagar Merbau)

e. Desa Pagar Jati terletak diantara Lubukpakam Kota dan Kota Perbaungan (Kabupaten Serdang Bedagai)

Jumlah penduduk Desa Pagar Jati adalah 6635 jiwa, dari jumlah tersebut terdapat 1372 KK (Kepala Keluarga).


(39)

2.2 Demografi Penduduk

Desa Pagar Jati dapat digambarkan lebih rinci dengan data-data sosial tentang kepercayaan, nilai-nilai, kelas masyarakat, dan sarana/ prasarana. Beberapa penggolongan data tersebut dapat dilihat dalam tabel-tabel berikut:

Tabel 2.1

Jumlah Penduduk Berdasarkan Kelompok Umur

No. Kelompok Umur Jumlah

1. 0-4 tahun 580

2. 5-9 tahun 705

3. 10-14 tahun 737

4. 15-19 tahun 723

5. 20-24 tahun 515

6. 25-29 tahun 478

7. 30-34 tahun 498

8. 35-39 tahun 370

9. 40-44 tahun 375

10. 45-49 tahun 422

11. > 50 tahun 1222

Total 6625

Sumber: Kantor Kepala Desa Pagar Jati, 2008

Tabel 2.2

Jumlah Penduduk Berdasarkan Kelompok Etnis

No. Suku Bangsa Jumlah Persentase


(40)

2. Batak Simalungun 167 2,52

3. Batak Karo 173 2,61

4. Mandailing 236 3,56

5. Melayu 38 0,57

6. Jawa 635 9,57

7. Minang 38 0,57

8. Aceh 8 0,12

Total 6635 100%

Sumber: Kantor Kepala Desa Pagar Jati, April 2009

Berdasarkan Tabel 2.2 di atas dapat disimpulkan bahwa etnis Batak Toba adalah etnis yang mendominasi atau etnis yang merupakan mayoritas di Desa Pagar Jati. Persentase sebanyak 80,48% yang menempati jauh di atas etnis-etnis lain dibawahnya yang diikuti oleh Jawa 9,57%, Mandailing 3,56%, Batak Karo 2,61%, Batak Simalungun 2,52%, dan diikuti oleh etnis Melayu, Minang, dan Aceh dengan persentase dibawah 1%.

Tabel 2.3

Jumlah Penduduk Berdasarkan Kelompok Agama

No. Agama Jumlah Persentase (%)

1. Islam 862 12,99

2. Kristen Protestan 5539 83,48

3 Kristen Katolik 234 3,53

4 Hindu - -


(41)

Total 6635 100% Sumber: Kantor Kepala Desa Pagar Jati, April 2009

Berdasarkan Tabel 2.3 di atas dapat disimpulkan bahwa mayoritas agama yang terdapat di Desa Pagar Jati adalah Kristen Protestan dengan persentase 83,48%, diikuti Islam 12,99% dan Kristen Katolik 3,53%.

Tabel 2.4

Jumlah Penduduk Berdasarkan Jenis Kelamin

No. Jenis Kelamin Jumlah Persentase (%)

1. Laki-Laki 3212 48,41

2. Perempuan 3423 51,59

Total 6635 100%

Sumber: Kantor Kepala Desa Pagar Jati, April 2009

Berdasarkan Tabel 2.4 di atas diperoleh persentase antara jenis kelamin laki-laki dengan perempuan berbanding tipis dengan persentase perempuan sedikit di atas laki-laki di Desa Pagar Jati.

Tabel 2.5

Jumlah Penduduk Berdasarkan Jenis Pekerjaan

No. Jenis Pekerjaan Jumlah % / 6635

1. Pegawai Negeri Sipil 310 4,67

2. TNI/ POLRI 15 0.23

3. Petani 1468 22,12

4. Pedagang 98 1,48

5. Guru 12 0,18


(42)

7. Bidan/ Perawat 15 0,23

8. Dukun 5 0,07

9. Pendeta 6 0,09

10. Ustad 2 0,03

11. Pensiunan PNS 138 2,08

Total 2072 / 6635 31,22%

Sumber: Kantor Kepala Desa Pagar Jati, April 2009

Berdasarkan Tabel 2.5 di atas dapat disimpulkan bahwa mayoritas mata pencaharian masyarakat di Desa Pagar Jati adalah Petani dengan persentase jauh di atas dengan 22,12% dari 2072 orang penduduk yang termasuk usia produktif. Banyaknya profesi penduduk sebagai petani dapat disebabkan oleh beberapa hal, yaitu (1) karena letak geografis Desa Pagar Jati yang sejak berdirinya sebagai desa dipenuhi oleh lahan persawahan (hal tersebut menyebabkan masyarakat mengolah lahan yang telah ada dan menjadikannya sebagai mata pencaharian tetap), dan (2) karena tingkat pendidikan yang rendah (dapat juga disebabkan oleh letak geografis di atas – tanpa sekolahpun masyarakat sudah mampu memperoleh pekerjaan).

Penjelasan di atas dapat menggambarkan situasi dan kondisi maupun latar belakang mayoritas pemilih di Desa Pagar Jati. Faktor-faktor tersebut dapat mempengaruhi seorang pemilih dalam menjatuhkan pilihan politiknya.

Tabel 2.6

Jumlah Penduduk Berdasarkan Tingkat Pendidikan

No. Tingkat Pendidikan Jumlah Persentase

1. Perguruan Tinggi 383 5,77


(43)

3. SMP 1985 29,92

4. SD 1374 20,71

5. Tidak/ Belum Sekolah 879 13,25

Total 6635 100%

Sumber: Kantor Kepala Desa Pagar Jati, April 2009

Seperti dijelaskan pada Tabel 2.5 diatas, dalam Tabel 2.6 ini berhubungan erat dengan jenis pekerjaan masyarakat di Desa Pagar Jati. Di desa ini terdapat persentase yang tinggi untuk klasifikasi kearah petani, yaitu persentase dari poin tidak sekolah, SD, SMP yang berjumlah 63,16%. Jumlah tersebut hampir dua kali lipat persentase SMA 30,35%. Sedangkan persentase Perguruan Tinggi adalah yang terendah sebanyak 5,77%. Jadi rendahnya tingkat pendidikan di desa Pagar Jati membukan peluang besar bagi masyarakatnya untuk berprofesi sebagai petani.

2.3 Sarana dan Prasarana

Di Desa Pagar Jati juga terdapat sarana dan prasarana penunjang kehidupan sosial masyarakat. Berikut ini data-datanya:

Tabel 2.7

Jumlah Sarana dan Prasarana di Desa Pagar Jati

No. Jenis Sarana/ Prasarana Jumlah

1. Kantor Lurah 1

2. Sekolah 6

3. Sarana Kesehatan 7

4. Dinas Pekerjaan Umum 1


(44)

6. Mesjid 2

7. Koperasi Unit Desa 3

8 Kios Penjualan Pupuk Bersubsidi 4

Total 34

Sumber: Kantor Kepala Desa Pagar Jati, April 2009

2.4 Daftar Nama Kelompok Tani dan Kios Pupuk Di Desa Pagar Jati Kec.Lubuk Pakam Kab.Deli Serdang

Berikut ini adalah nama-nama kelompok tani dan kios pupuk yang ada di Desa Pagar Jati, Kec.Lubuk Pakam, Kab. Deli Serdang.

2.4.1 Daftar Kelompok Tani

Nama Kelompok Tani

Ketua Jumlah Anggota Luas Lahan (ha)

Tani Subur J. Sianturi 105 43

Maduma J. Silaban 83 41.3

Soloan A. Simanjuntak 54 48.3

Makmur Jaya R. Hutagaol 97 25

Dosroha FL. Sinaga 76 22.64

Sejati R. Silalahi 155 27.06

Martabe S. Silaban 70 25.32

Marsiurupan W. Samosir 74 25

Sumber : Tim BPP Dinas Pertanian Kabupaten Deli Serdang

2.4.2 Daftar Nama Kios Pupuk dan Penyebarannya

Daftar Nama Kios Pupuk dan Penyebarannya Tahun 2009 Di Desa Pagar Jati Kec. Lubuk Pakam Kab. Deli Serdang


(45)

Bunga Tani - Kelompok Tani Makmur Jaya - Kelompok Tani Dosroha

Duma Tani - Kelompok Tani Soloan

- Kelompok Tani Sejati

Tani Guntur - Kelompok Tani Subur

- Kelompok Tani Maduma

Sumber : Tim BPP Dinas Pertanian Kabupaten Deli Serdang

Daftar Nama Kios Pupuk dan Penyebarannya Tahun 2010 Di Desa Pagar Jati Kec.Lubuk Pakam Kab. Deli Serdang

Nama Kios Penyebaran Wilayah Kelompok

Bunga Tani - Kelompok Tani Makmur Jaya

- Kelompok Tani Dosroha

Duma Tani - Kelompok Tani Soloan

- Kelompok Tani Sejati

Tani Guntur - Kelompok Tani Subur

- Kelompok Tani Maduma

Sumber : Tim BPP Dinas Pertanian Kabupaten Deli Serdang

Daftar Nama Kios Pupuk dan Penyebarannya Tahun 2011 Di Desa Pagar Jati Kec. Lubuk Pakam Kab. Deli Serdang

Nama Kios Penyebaran Wilayah Kelompok

Bunga Tani - Kelompok Tani Makmur Jaya

- Kelompok Tani Dosroha - Kelompok Tani Marsiurupan


(46)

Duma Tani - Kelompok Tani Soloan - Kelompok Tani Sejati

Tani Guntur - Kelompok Tani Tani Subur

- Kelompok Tani Maduma

Mega Tani Baru - Kelompok Tani Martabe

Sumber : Tim BPP Dinas Pertanian Kabupaten Deli Serdang

2.5 Pemilu Presiden 2009 di Desa Pagar Jati

Berdasarkan data yang diperoleh dari KPU Deli Serdang, hasil perolehan suara dalam pemilihan presiden 2009 di Desa Pagar Jati tercatat total suara yang diperoleh sebanyak 2787 terlihat dalam tabel 2.8 di bawah jumlah suara yang diperoleh oleh masing-masing pasangan calon presiden dan wakil presiden dalam Pemilu 2009, adalah sebagai berikut:

Tabel 2.8

Hasil Perolehan Suara Pemilu Presiden dan Wakil Presiden 2009 di Desa Pagar Jati

No Pasangan Calon Presiden dan Wakil Presiden Jumlah Suara

1 Hj. Megawati Soekarno Putri

dan

H. Prabowo Subianto

866

2 DR. H. Susilo Bambang Yudhoyono

dan

Prof. DR. Boediono


(47)

3 H. M. Jusuf Kalla dan

H. Wiranto

66

Jumlah Seluruh Suara Sah Pasangan Calon Presiden dan Wakil Presiden

2707

Jumlah Seluruh Suara Tidak Sah 80

Total Seluruh Suara 2787

Sumber: PPK Lubukpakam, April 2009

Berdasarkan data yang ditampilkan pada tabel 2.8 di atas di peroleh data yang sesuai dengan hasil Pemilu Presiden 2009 dimana dari perolehan suara tersebut, pasangan calon Presiden Dr. H. Susilo Bambang Yudhoyono dan Prof. DR. Boediono meraih hasil suara terbanyak di Desa Pagar Jati.


(48)

BAB III

DATA DAN ANALISA DATA III.1. Deskripsi Sampel

Dalam penelitian ini peneliti mengumpulkan data responden yang diperlukan untuk proses penelitian. Data-data latar belakang responden diperoleh dari lembaran kuesioner yang disebarkan secara insedental yaitu siapa saja yang secara kebetulan dijumpai oleh peneliti yang dinilai sesuai sebagai sumber data. Adapun jumlah kuesioner yang disebarkan sesuai dengan jumlah responden yang diperoleh dari teknik pengambelan sampel yang menggunakan rumus Taro Yamane yang berjumlah 94 orang. Untuk mempermudah dalam menganalisa data, maka data hasil dari kuesioner akan disajikan dalam bentuk tabel.

Tabel 3.1

Distribusi Responden Menurut Jenis Kelamin

NO Jenis Kelamin Jumlah Persentase

1 Laki-Laki 47 50%

2 Perempuan 47 50,%

Jumlah 94 100%

Sumber:Data Responden

Berdasarkan tabel 3.1 diatas perbandingan antara responden laki-laki dan perempuan adalah berimbang yaitu masing masing berjumlah 47 responden. Karena teknik penarikan sampelnya menggunakan sampling insedental maka hal ini sengaja dilakukan supaya responden yang diambil data nantinya tidak dominan kepada salah satu jenis kelamin saja baik itu laki-laki ataupun perempuan.


(49)

Tabel 3.2

Distribusi Responden Menurut Kelompok Umur

NO Kelompok Umur Jumlah Persentase

1 17-27 Tahun 28 29,79%

2 28-48 Tahun 38 40,42%

3 49-59 Tahun 22 23,4%

4 ≥ 60 Tahun 6 6,39%

94 100%

Sumber: Data Responden

Berdasarkan tabel 3.2 diatas dapat dilihat bahwa mayoritas responden berada pada kelompok umur 28-48 tahun sebanyak 38 responden dengan persentase 40,42%. Lalu kemudian rentang umur 17-27 tahun sebanyak 28 responden dengan persentase 29,79%. Sementara untuk rentang umur diatas 60 tahun hanya berjumlah 6 responden dengan persentase 6,39%. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa mayoritas dari responden berada pada rentang umur yang relatif produktif sehingga lebih besar kemungkinan untuk tanggap terhadap isu-isu yang berkembang.

Tabel 3.3

Distribusi Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan

NO Pendidikan Terakhir Jumlah Persentase

1 Perguruan Tinggi 2 2,13

2 SLTA 16 17,02%

3 SLTP 35 37,23%

4 SD 29 30,85%


(50)

Jumlah 94 100% Sumber: Data Responden

Berdasarkan tabel 3.3 diatas dapat diketahui bahwa tingkat pendidikan terakhir dari responden yang paling banyak adalah berada pada jenjang SLTP sebanyak 35 orang disusul kemudian pada jenjang SD sebanyak 29 orang. Ini menunjukan bahwa mayoritas petani di kecamatan ini masih berada pada tingkat pendidikan yang relatif rendah. Hal ini disebabkan karena presepsi yang berkembang dimasyarakat bahwa petani relatif dengan orang yang berpendidikan relatif rendah. Jumlah responden yang berada pada tingkat pendidikan diabawah SLTA jika ditotalkan bahkan lebih dari 80%. Hal ini menyimpulkan bahwa petani (dalam hal ini yang menjadi responden) didominasi oleh orang-orang yang berpendidikan relatif masih rendah.

Tabel 3.4

Distribusi Responden Berdasarkan Pengetahuan Dilakukannya Pemiliu Presiden Tahun 2009

NO Jawaban Jumlah Persentase

1 Tahu 89 94,68%

2 Tidak Tahu 5 5,32%

Jumlah 94 100%

Sumber: Kuesioner, data hasil pertanyaaan no 1

Berdasarkan tabel 3.4 diatas dapat dilihat bahwa hampir semua responden mengetahui diadakannya Pilpres Presiden pada tahun 2009 yang mencapai angka hampir 95%. Namun walaupun demikian, tetap saja masih ada responden yang tidak mengetahui diadakannya Pemilu Presiden 2009. Padahal proses Pemilu Presiden merupakan sebuah proses politik yang sangat penting karena menyangkut permasalahan pemilihan kepala negara sekaligus kepala pemerintahan.


(51)

Tabel 3.5

Distribusi Responden Berdasarkan Yang Memberikan Hak Suara Pada Pemilu Presiden 2009

NO Jawaban Jumlah Persentase

1 Ya 80 85,1%

2 Tidak 14 14,89%

umlah 94 100%

Sumber: Kuesioner, data hasil pertanyaaan no 2

Berdasarkan tabel 3.5diatas dapat diketahui bahwa mayoritas dari responden telah memberikan hak suaranya pada Pemilu 2009. Dari data diatas dapat dilihat bahwa lebih dari 85% dari responden memberikan hak suaranya pada Pemilu Presiden 2009. Dengan demikian mayoritas dari responden pernah terlibat dalam sebuah proses politik yang dalam hal ini adalah Pemilihan Umum Presiden. Sedangkan yang tidak memberikan hak suaranya dalam Pemilihan Umum Presiden 2009 tidak sampai mencapai angka 15%. Dengan demikian sangat kecil persentase responden yang tidak menggunakan hak suaranya pada Pemilu Presiden 2009.

Tabel 3.6

Distribusi Responden Berdasarkan Pilihan Politik Pada Pemilu Presiden 2009

NO Jawaban Jumlah Persentase

1 Jusuf Kalla/ Wiranto 11 11,7%

2 SBY/ Boediono 48 51,1%

3 Megawati/ Prabowo 29 30,8%


(52)

Jumlah 94 100% Sumber: Kuesioner, data hasil pertanyaaan no 3

Dari tabel 3.6 diatas dapat dilihat bahwa mayoritas menjadikan pilihan politiknya kepada SBY/ Boediono yang mencapai angka 51%. Sedangkan responden yang memilih pasangan Megawati/ Prabowo mencapai angka 30%. Sementara itu responden yang memilih pasangan Jusuf Kalla/ Wiranto hanya mencapai angka 11%. Hal ini berbanding lurus dengan perolehan suara mayoritas Partai Demokrat di kecamatan ini yang mengusung pasangan SBY/ Boediono.

Tabel 3.7

Distribusi Responden Berdasarkan Spesifikasi bidang pertanian yang digeluti

NO Jawaban Jumlah Persentase

1 Padi 78 82,97%

2 Sayur-Mayur 9 9,58%

3 Lainnya 7 7,45%

Jumlah 94 100%

Sumber: Kuesioner, data hasil pertanyaaan no 4

Berdasarkan tabel 3.7 diatas dapat dilihat bahwa spesifikasi bidang pertanian yang digeluti oleh para responden adalah Padi. Petani padi yang menjadi responden sebanyak 78 orang yang mencapai angka 82%. Sedangkan petani sayur-mayur tidak sampai mencapai angka 10%. Banyaknya petani yang terspesifik pada tanaman padi tidak terlepas dari tersedianya areal persawahan yang luas didaerah ini. Secara tidak langsung hal ini menyebabkan banyak dari para petani memilih menanam padi dibandingkan menanam tanaman lainnya.


(53)

Tabel 3.8

Distribusi Responden Berdasarkan Penilaian Terhadap Permasalahan Pokok Pada Petani

NO Jawaban Jumlah Persentase

1 Pengadaan Pupuk 72 76,6%

2 Pembibitan 14 14,9%

3 Lainnya 8 8,5%

Jumlah 94% 100%

Sumber: Kuesioner, data hasil pertanyaaan no 5

Berdasarkan tabel 3.8 diatas kita dapat mengetahui apa sebenarnya yang menjadi permasalahan pokok yang dihadapi oleh responden. Sekalipun banyak maslaah yang dihadapi petani dalam menjalankan pekerjaannya, namun para responden mayoritas menilai bahwa maalah pengadaan pupuk merupakan masalah pokok yang menjadi permasalahan mereka dalam melangsungkan pekerjaan mereka sebagai petani. Ini ditunjukan dengan hasil persentase yang mencapai 76,6%. Dengak kata lain berarti hanya sekitar 23,4% dari responden yang memilih masalah lain diluar masalah pengadaan pupuk sebagai masalah pokok yang dihadapai dalam hal pertanian. Dan angka itu masih relatif sangat kecil jika dibandingkan dengan permasalahan pengadaan pupuk.

Tabel 3.9

Distribusi Responden Berdasarkan Pengetahuan Terhadap Adanya Organisasi Petani

NO Jawaban Jumlah Persentase


(54)

2. Tidak Tahu 18 19,15%

Jumlah 94 100%

Sumber: Kuesioner, data hasil pertanyaaan no 6

Berdasarkan tabel 3.9 diatas dapat dilihat bahwa 76 orang dari responden mengetahui mengenai keberadaan organisasi petani didaearah tersebut. Dengan kata lain organisasi petani didaerah tersebut cukup familiar dikalangan responden. Sementara itu responden yang tidak mengetahui keberadaan organisasi tani di daerah tersebut relatif kecil karena hanya berjumlah 18 responden saja. Dalam daerah yang mayoritas penduduknya berprofesi sebagai petani, sudah barang tentu keberadaan organisasi sangat diperlukan, sebagai wadah saling bertukar pikiran diantara kalangan petani itu sendiri.

Tabel 3.10

Distribusi Responden Berdasarkan Status Keanggotaan Pada Organisasi Petani

NO Jawaban Jumlah Persentase

1 Ya (menjadi anggota) 55 58,51%

2 Tidak 39 41,49%

Jumlah 94 100%

Sumber: Kuesioner, data hasil pertanyaaan no 7

Berdasarkan tabel 3.10 diatas dapat dilihat bahwa lebih banyak responden yang menjadi anggota dari organisasi petani dibandingkan yang tidak menjadi anggota. Namun demikian perbedaan sangat tipis, dimana perbedaannya tidak mencapai 20%. Artinya jumlah responden yang menjadi anggota dari organisasi petani tidak terlalu dominan dibandingkan yang tidak menjadi anggota.


(55)

Tabel 3.11

Distribusi Responden Berdasarkan Penilaian Kontribusi Organisasi Petani Dalam Memperjuangkan Permasalahan Petani

NO Jawaban Jumlah Persentase

1 Besar 43 45,74%

2 Kurang 21 22,34

3 Tidak Tahu 30 31,92%

Jawaban 94 100%

Sumber: Kuesioner, data hasil pertanyaaan no 8

Berdasarkan tabel 3.11 diatas dapat dilihat bahwa lebih bayak responden yang melihat bahwa organisasi petani mempunyai kontribusi dalam hal memperjuangkan permasalahan yang dihadapi oleh petani. Hal ini menunjukan berarti banyak responden yang menaruh harapan besar pada organisasi petani tersebut. Banyaknya responden yang menilai hal tersebut mencapai lebih dari 45%. Tapi walaupun demikian tidak sedikit pula responden yang tidak tahu seberapa besar kontribusi yang diberikan organisasi petani dalam hal memperjuangkan permasalahan yang dihadapi petani. Tercatat dari data diatas ada sekitar lebih dari 31% dari responden yang tidak tahu mengenai hal tersebut. Ini juga menunjukan bahwa tidak sedikit dari responden yang kurang mengikuti kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh organisasi petani tersebut.

Tabel 3.12

Distribusi Responden Berdasarkan Pengetahuan Mengenai Kebijakan Pemerintah SBY/ Boediono Mengenai Masalah Pertanian


(56)

1 Tahu 72 76,6%

2 Tidak Tahu 22 23,4%

Jumlah 94 100%

Sumber: Kuesioner, data hasil pertanyaaan no 9

Berdasarkan tabel 3.12 diatas dapat dilihat bahwa lebih dari 75% dari responden mengetahui mengenai kebijakan pemerintah di sektor pertanian. Sedangkan yang tidak mengetahui hanya mencapai 23%. Tetapi ketika ditelusuri dilapangan banyak responden yang tidak mengetahui kebijakan tersebut secara mendetai, melainkan hanya mengetahui secara gambaran umumnya saja. Ini menunjukan bahwa sosialisasi kebijakan pemerintah dalam bidang pemerintah ternyata tidak dipahami oleh kalangan petani dengan baik, karena hanya menyentuh kulit luar dari inti kebijakan yang sebenarnya.

Tabel 3.13

Distribusi Responden Berdasarkan Penilaian Seberapa Serius Pemerintahan SBY/ Boediono Dalam Menyikapi Masalah Pertanian

NO Jawaban Jumlah Persentase

1 Serius 22 23,4%

2 Tidak Serius 45 47,87%

3 Tidak Tahu 27 28,73

Jumlah 94 100%

Sumber: Kuesioner, data hasil pertanyaaan no 10

Berdasarkan tabel 3.13 diatas dapat dilihat bahwa lebih banyak responden yang melihat ketidakseriusan pemerintah dalam menyikapi masalah pertanian daripada responden yang menilai keseriusan pemerintah dalam menyikapi maslaah pertanian tersebut. Ada sekitar 45 responden yang menilai ketidak seriuasan


(57)

pemerintah SBY/ Boediono dalam menyikapi masalah pertanian. Sementara itu hanya 22 orang yang menialai pemerintah menyikapi maslaah serius dalam bidang pertanian. Sisanaya 27 orang memilih jawaban tidak tahu-menahu mengenai serius tidaknya pemerintahan SBY/ Boediono dalam menyikapi masalah pertanian.

Tabel 3.14

Distribusi Responden Berdasarkan Penilaian Tepat Tidaknya Kebijakan Yang Diambil Oleh Pemerintahan SBY/ Boediono Mengenai Masalah Pertanian

NO Jawaban Jumlah Persentase

1 Sudah Tepat 22 23,41%

2 Belum Tepat 54 57,45%

3 Tidak Tahu 18 19,14

Jumlah 94 100%

Sumber: Kuesioner, data hasil pertanyaaan no 11

Berdasarkan tabel 3.14 diatas dapat dilihat bahwa lebih banyak responden yang menilai bahwa kebijakan yang diambil oleh pemerintahan SBY/ Boediono belum tepat sasaran. Bahkan lebih dari setengah responden yang menilai bahwa kebijakan yang diambil oleh pemerintah belum tepat. Ini disebabkan karena para petani belum mendapatkan dampak yang signifikan adari kebijakan yang diambil oleh pemerintah tersebut. Data penelitian dilapangan menunjukan bahwa responden melihat bahwa banyak kebijakan-kebijakan yang diambil oleh pemerintah tidak dijalankan sesuai dengan prosedurnya. Sementara itu hanya 22 responden yang melihat bahwa kebijakan yang diambil oleh pemerintah sudah tepat sasaran. Persentase tersebut masih sangat kecil yaitu tidak sampai mencapai 25%.


(58)

Tabel 3.15

Distribusi Responden Berdasarkan Pengetahuan Terhadap Kebijakan Pemerintahan SBY/ Boediono Mengenai Penyediaan Pupuk Bersubsidi

NO Jawaban Jumlah Persentase

1 Tahu 84 89,4%

2 Tidak tahu 10 10,6%

Jumlah 94 100%

Sumber: Kuesioner, data hasil pertanyaaan no 12

Berdasarkan tabel 3.15 diatas mayoritas dari responden sudah mengetahui mengenai kebijakan pemerintah dalam hal penyediaan pupuk bersubsidi. Ada sekitar 84 orang yang sudah mengetahui dari 94 orang total responden yang diteliti . atau dengan kata lain persentasenya hampir mencapai 90%. Dengan begitu hanya 10 orang yang tidak mengetahui mengenai kebijakan pupuk bersubsidi tersebut. Dimana tingkat persentasenya hanya sekitar 10%. Namun data penelitian dilapangan menunjukan bahwa tingkat pengetahuan responden terhadap kebijakan pupuk bersubsisi hanya sebatas sepengetahuan mereka mengenai adanya pupuk bersubsidi yang dijual oleh pemerintah. Tetapi tidak mengetahui secara mendetai undnag-undang ataupun peraturan yang mengaturnya.

Tabel 3.16

Distribusi Responden Berdasarkan Penilaian Terhadap Level Harga Pupuk Dipasaran

NO Jawaban Jumlah Persentase


(59)

2 Sedang 26 27,66%

3 Rendah (murah) 3 3,2%

94 100%

Sumber: Kuesioner, data hasil pertanyaaan no 13

Berdasarkan tabel 3.16 dapat dilihat bahwa mayoritas responden menilai bahwa harga pupuk yang beredar dipasaran berada pada level yang cukup tinggi (mahal). Hal ini tentu saja setelah diperbandingakan anatar biaya pupuk yang dikeluarkan terhadap hasil panen yang didapatkan. 65 0rang dari total responden menilai bahwa harga pupuk dipasaran masih cukup mahal. Sedangkan 26 orang menilai harga pupuk masih dalam level sedang. Dan hanya dua orang yang menilai harga pupuk dipasaran dalam kategori murah. Secara garis besar dapat ditarik kesimpulan bahwa harga pupuk dipasaran bagi sebagian besar responden masih terlalu mahal dibandingkan dengan pendapatan yang mereka capai.

Tabel 3.17

Distribusi Responden Berdasarkan Penilaian Mengenai Pihak Yang Paling Bertanggung jawab Mengenai Masalah Pengadaan Pupuk

NO Jawaban Jumlah Persentase

1 Pemerintah 69 73,4%

2 Petani (koperasi) 20 21,28

3 Lainnya 5 5,32%

Jumlah 94 100%

Sumber: Kuesioner, data hasil pertanyaaan no 14

Berdasarkan tabel 3.17 diatas dapat dilihat bahwa mayoritas responden menilai bahwa pemerintah adalah pihak yang paling bertanggungjawab mengenai permasalah pupuk dengan persentase diatas 70%. Sedangkan yang menilai petani


(60)

sendiri sebagai pihak yang paling bertanggungjawab hanya mencapai 21,28 persen. Sebagian besar responden menilai bahwa pemerintah seharusnya memperhatikan setiap permasalahn yang dihadapi rakyatnya. Terlebih lagi masalah pertanian karena memang mayoritas penduduk indonesia menggantungkan hidupnya pada sektor ini. Sehingga pemerintah sebagai pengelola negara harus mempunyai tanggungjawab dalam mengatasi hal tersebut.

Tabel 3.18

Distribusi Responden Berdasarkan Yang Pernah Membeli/memperoleh Pupuk Bersubsidi

NO Jawaban Jumlah Persentase

1 Pernah 87 92,5%

2 Tidak pernah 7 7,5%

Jumlah 94 100%

Sumber: Kuesioner, data hasil pertanyaaan no 1

Tabel 3.19

Distribusi Responden Berdasarkan Pengetahuan Harga Pupuk Resmi Yang Telah Disubsidi Oleh Pemerintah

NO Jawaban Jumlah Persentase

1 Tahu 21 22,34%

2 Tidak tahu 73 77,66%

Jawaban 94 100%

Sumber: Kuesioner, data hasil pertanyaaan no 15

Dari tabel 3.19 diatas dapat diketahui bahwa banyak responden yang tidak mengetahui berapa sebenarnya haraga eceran resmi yang dikelurkan oleh pemerintah


(61)

untuk pupuk bersubsidi tersebut. Lebih dari 75% responden tidak mengetahui harga eceran resmi dari pemerintah dalam penjualan pupuk bersubsidi. Sementara itu yang mengetahui harga yang telah ditetapkan pemerintah hanya mencapai angka persentase 22,34%. Dengan kata lain masih banyak petani yang tidak mengetahui harga yang sebenarnya yang telah ditetapkan oleh pemerintah mengenai pupuk bersubsidi. Ini menunjukan bahwa sosialisasi pemerintah mengenai kebijakan pupuk bersubsidi ini maslih sangat minim. Hal ini dikarenakan untuk hal yang masih sangat umum saja mengenai harga eceran resmi masih banyak petani yang tidak mengetahuinya.

Tabel 3.20

Distribusi Responden Berdasarkan Pendapat Mengenai Pengadaan Pupuk Bersubsidi Yang Dapat Mengatasi Mahalnya Harga Pupuk Di Pasaran

NO Jawaban Jumlah Persentase

1 Membantu 32 34,03

2 Kurang membantu 34 36,18%

3 Tidak tahu 28 29,79%

Jumlah 94 100%

Sumber: Kuesioner, data hasil pertanyaaan no 16

Berdasarkan tabel 3.20 diatas dapat dilihat bahwa sebenrnya masih terdapat sikap berimbang diantara responden mengenai cukup membantu tidaknya pengadaan pupuk bersubsidi dari pemerintah tersebut untuk mengatasi tingginya harga pupuk dipasaran. Ada sekitar 32 responden yang mengatakan cukup membantu sedangkan sekitar 34 responden mengatakan kurang membantu. Sisainya 28 responden memilih jawaban tidak tahu. Jadi sangat sulit untuk menyimpulkan keadaan ini dikarenakan


(62)

perbedaan persentase yang tidak terlalu dominan sehingga sangat sulit untuk menarik keimpulannya.

Tabel 3.21

Distribusi Responden Berdasarkan Penilaian Mengenai Kualitas Perbandingan Pupuk Bersubsidi Dengan Pupuk Di Pasaran

NO Jawaban Jumlah Persentase

1 Lebih baik 2 2,12

2 Sama saja 30 31,92%

3 Lebih buruk 54 57,46%

4 Tidak tahu 8 8,5%

Jumlah 94 100%

Sumber: Kuesioner, data hasil pertanyaaan no 17

Berdasarkan tabel 3.21 di atas dapat dilihat bahwa banyak responden yang menilai bahwa pupuk yang disubsidi kualitas lebih buruk dari pupuk yang dijual dipasaran. Ada sekitar 54 orang atau sekitar 57,46% yang memberikan jawaban tersebut. Sementara itu hanya dua orang yang mengatakan bahwa pupuk bersubsidi lebih baik dari pupuk yang dijual dipasaran. Sedangkan 30 responden mengatakan bahwa tidak ada perbedaan yang mencolok anatar pupuk yang beredar dipasaran dengan pupuk yang telah disubsidi oleh pemerintah. Sedangkah sisa 8 responden ;lagi memilih jawaban tidak tahu. Dengan demikian dapat disumpulkan bahwa pupuk yang bersubsidi dinilai lebih buruk kualitasnya dari pupuk yang beredar dipasaran.


(1)

Sementara itu, walaupun komoditas pertanian berhasil ditingkatkan produksinya, hal tersebut hanya akan secara nyata meningkatkan nilai penjualan manakala harga jual paling tidak konstan atau lebih baik lagi kalau juga meningkat. Oleh karena itu hal fundamental yang perlu diupayakan dalam rangka peningkatan nilai jual ini adalah mempertahankan agar harga jual tidak mengalami penurunan.

Agar harga jual tidak mengalami pernurunan, maka yang dilakukan oleh Kementerian Pertanian antara lain:

(1) Meningkatkan Harga Pembelian Pemerintah (HPP), khususnya komoditas padi, agar petani mendapat jaminan kepastian harga jual padi yang mereka hasilkan;

(2) Mengembangkan kelembagaan sistem tunda jual yang memungkinkan petani mendapatkan harga jual produk pertanian yang wajar;

(3) Melakukan proteksi terhadap serbuan impor hasil-hasil pertanian, baik melalui instrumen tarif dan non tarif. Hal ini sangat dibutuhkan untuk melindungi kejatuhan harga pertanian akibat perdagangan internasional yang tidak adil (unfair market);

(4) Mendorong Pemerintah Daerah untuk menciptakan captive market bagi produk pertanian melalui sistem kontrak yang tidak merugikan petani; serta (5) Mengembangkan kelembagaan lumbung pangan yang bisa menjadi alat

pelindung bagi petani dari kejatuhan harga akibat tidak memiliki gudang penyimpanan.

Upaya mengatasi kejatuhan harga jual baru merupakan satu sisi yang dapat dilakukan Kementerian Pertanian untuk mengupayakan peningkatan pendapatan


(2)

keuntungan petani dapat meningkat. Rencana aksi yang akan ditempuh Kementerian Pertanian untuk menekan biaya produksi pertanian (selain upaya peningkatan produktivitas pertanian) adalah:

(1) Pemberian subsidi input, khususnya pupuk dan benih/bibit;

(2) Melakukan upaya koordinasi dengan Kementerian Keuangan untuk memungkinkan diberikannya keringanan pajak terhadap barang-barang modal atau sarana yang digunakan untuk berusahatani;

(3) Mengupayakan pemberian skim subsidi bunga kredit dan penjaminan untuk investasi dan modal kerja usahatani; dan

(4) Memberikan bantuan sosial terhadap petani yang mengalami bencana alam atau gangguan produksi lainnya agar biaya usahatani yang mereka keluarkan tidak menjadi terlalu besar.

Selain berbagai upaya yang berhubungan secara langsung dengan nilai input dan output pertanian, pendapatan petani juga masih memungkinkan untuk ditingkatkan melalui: (1) Pengembangan infrastruktur oleh Pemerintah yang dilakukan secara padat karya dengan melibatkan petani yang menjadi sasaran kegiatan;(2) Mengembangkanberbagai aktivitas off-farm yang mampu membangkitkan penghasilan bagi petani dengan basis kegiatan yang terkait usahatani, seperti wisata agro, industri rumah tangga berbahan baku hasil pertanian dan industri rumah tangga yang dapat menghasilkan peralatan pertanian sederhana; (3) Mengupayakan insentif bagi tumbuhnya industri hulu dan hilir pertanian; (4) Mengupayakan adanya payung hukum bagi bertumbuhnya Lembaga Pembiayaan Pertanian yang tersedia di perdesaan.


(3)

BAB IV PENUTUP IV.1. Kesimpulan

Berdasarkan pemaparan dari bab-bab sebelumnya, maka dapat ditarik beberapa kesimpulan dari hasil penelitian yang dilakukan. Kesimpulan ni bertujuan untuk menjawab seberapa efektikah konsep politik SBY-Bodieono (dalam hal ini mengenai subsidi pupuk) yang diterapkan di Desa Pagar Jati Kabupaten Deli Serdang. Adapun kesimpulan dari penelitian ini adalah sebagai beikut:

1. Pengetahauan masyarakat mengenai pengadaan pupuk bersubsidi ternyata masih sangat minim. Masyarakat hanya mengetahui sebatas adanya pupuk yang dijual setelah mendapatkan subsidi dari pemeritah. Namun umumnya masyarakat tidak mengetahui secara mendetail mengenai ketetapan/undang-undang yang mengaturnya dan mengenai penjelasan terperinci mengenai kebijakan pupuk bersubidi tersebut.

2. Konsep politik pemerintahan SBY/boediono yang dalam hal ini kebijakan mengenai subsidi pupuk ternyata dalam prosesnya tidak berjalan dengan baik. Masyarakat umumnya adanya penyelewengan dalam peditribusian pupuk bersubsidi tersebut. Hal ini dibuktikan dengan tidak sedikitinya masyarakat yang pernah melihat/mengetahi adanya pupuk bersubsidi yang dijual di pasaran. Hal ini jelas sudah tidak sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

3. Sebagian masyarakat berpendapat bahwa alokasi pupuk bersubsidi yang di distribusikan kepada petani masih sangat minim. Hal ini disebabkan karena dalam melakukan pekerjaannya para petani membutuhkan pupuk yang relatif


(4)

demikian kebijakan mengenai subsidi pupuk tersebut kurang memperhatikan akan kebuthan petani yang cukup tinggi. Sehingga jumlah pupuk bersubsidi yang dialokasikan tidak sebanding dengan kebutuhan para petani.

4. Kebijakan pupuk bersubidi yang diterapkan juga masih jauh dari kata tepat sasaran. Hal ini dapat dilihat dengan tidak meratanya pendistribusian pupuk dikalangan para petani. Ini menunjukan bahwa kebijakan pupuk bersubsidi ini belum mampu menjawab permasalahan petani mengenai pengadaan pupuk dikarenakan pendistribusian pupuk yang tidak merata sehingga menyebabkan ada sebagian petani yang hanya mendapatkan pupuk bersubsidi dalam jumlah yang relatif kecil.

5. Kebijakan pemerintahan SBY/Boediono mengenai kebijakan pupuk bersubsidi tersebut dinilai belum efektif dalam penerapnya dikalangan petani. Ini disebabkan karena kebijakan tersebut belum dapat menjawab secara umum mengenai masalah petani dalam hal pengadaan pupuk. Masih banyak permasalahan mengenai pendistribusian pupuk yang menyebabakan petani tidak mendapatkan efek maksimal dari kebijakan yang diambil pemerintah tersebut.

IV.2 Saran

Dari kesimpulan-kesimpulan diatas, dapat dilihat bahwa konsep politik pemerintahan SBY/Boediono yang dalam hal ini adalah kebijakan mengenai subsidi pupuk belum berjalan efektif dalam hal penerapannya/implementasinya. Sehingga unuk itu penulis mempunyai beberapa saran untuk dapat membuat kebijakan yang di


(5)

terapkan pemerintah dapat berjalan dengan baik/efektif. Adapun yang menjadi saran dari penulis adalah sebagai berikut:

1. Kebijakan pemerintah SBY/Boediono mengenai kebijakan pupuk bersubsidi seharusnya terlebih dahulu ditinjau dari tingkat kebutuhan petani akan pupuk. Sehingga alokasi pupuk bersubsidi dapat didistribusikan secara merata tanpa terdapat adanya perbedaan yang mencolok mengenai jatah pupuk bersubsidi diantara para petani.

2. Pemerintah melalui dinas penyuluha pertanian seharusnya mlakukan sosialisasi yang efektif dalam hal penginformasian mengenai kebijakan pupuk bersubsidi tersebut. Sehingga para petani secara baik memahami kebijakan pupuk bersubsidi yang di terapkan oleh pemerintah tersebut.

3. Pemerintah seharusnya melakukan pengawasan yang ketat atas implementasi kebijakan mengenai pupuk bersubsidi tersebut. Ini diperlukan supaya kebijakan pupuk bersubsidi ini dapat tersalurkan secara efekti dan menghindari adanya penyelewengan yang dilakukan pihak-pihak tertentu. Dengan demikian pendistribusian pupuk bersubsidi tersebut dapat sampai ke tangan petani sesuai dengan ketentuan yang berlaku.


(6)

Daftar Pustaka

Arikuno, Suharsimi, Prosedur Penelitian,Suatu Pendekatan Praktek, Jakarta: PT. Rineka Cipta, 2002.

Dunn, William, Pengantar Analisi Kebijakan Publik, Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, 2002.

Faisal, Sanafiah Format Penelitian Sosial Dasar- Dasar Aplikasi, Jakarta: PT.Raja Grafindo Persada, 1995.

MacAndrews, Colin, Masalah masalah pembangunan politik, Yogyakarta, Gadja Mada University Press, 2001.

Maleong, Lexy, J Metode Penelitian Kualitatif, Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2002.

Natsir, Muhammad, Metode Penelitian, Jakarta: Ghalia Indonesia, 1983.

Prasetyo, Bambang dkk, Metode Penelitian Kuantitatif : Teori dan Aplikasi, Jakarta : Raja Grafindo Persada, 2005.

Prasetyo, Eko, Demokrasi Tidak Untuk Rakyat, Yogyakarta, Ressist Book, 2005. Rakhmat, Jalaludin, Metode Penelitian Komunikasi, Bandung: Rosdakarya, 1991. Setiono, Heri, Membangun Aksi Demokrasi. Averroes press.2007.

Subarsono, AG, Analisis Kebijakan Publik, Yogyakarta, Pustaka Pelajar, 2005. Singarimbun, Masri dkk, Metode Penelitian Survai, Jakarta: LP3S, 1989. Sugiyono, Metode Penelitian Administrasi, Bandung: CV. Alfabeta, 2006.

Wolff, Robert Paul, in defense of anarchism (menuju dunia tanpa negara), Jakarta, Erlangga, 1998.