Reaksi fase satu Enzim katalase

bagaimanapun juga endositosis adalah mekanisme yang sedikit umum dan penelanan senyawa di dalam paru-paru adalah umum pagositosis paru-paru Berlangsungnya metabolisme senyawa asing di dalam tubuh, dapat terjadi di dalam hati, ginjal, usus, kulit, kelenjar kelamin, plasenta serta darah. Meskipun hati merupakan organ utama dalam sistem biotransformasi, tetapi metabolisme senyawa xenobiotik juga dapat berlangsung pada jaringan-jaringan di luar hati, misalnya saja darah Krovat et al. 2000. Setelah toksikan masuk ke dalam sirkulasi darah, maka toksikan tersebut akan didistribusikan atau disebar ke seluruh jaringan tubuh manusia Donatus 2001. Menurut Hodgoson dan Levi 2000, cairan tubuh memegang peranan penting dalam pendistribusian toksikan dalam tubuh yang telah diabsorpsi. Metabolisme seyawa xenobiotik terdiri dari dua fase. Pada fase satu, toksikan bersifat lipofilik akan ditransformasikan oleh enzim-enzim fase satu monoksigenase menjadi senyawa-senyawa metabolit yang bersifat polarreaktif grup. Pada fase dua, metabolit yang terbentuk akan dikonjugasikan oleh enzim- enzim fase dua konjugasi sehingga dihasilkan senyawa yang bersifat hidrofilik dan mudah diekresikan ke luar tubuh. Namun jika metabolisme senyawa xenobiotik menghasilkan produk yang reaktif, maka akan menimbulkan efek toksik bagi tubuh Hodgoson Levi, 2000.

A. Reaksi fase satu

Reaksi-reaksi fase satu meliputi monooksigenasi mikrosom, oksidasi mitokondria dan sitosol, kooksidasi dalam reaksi sintesis prostaglandin, reduksi, hidrolisis dan hidrasi epoksida. Semua reaksi pada fase satu menghasilkan metabolit atau merubah toksikan menjadi lebih polar sehingga dapat dikonjugasi dalam reaksi-reaksi fase dua dan mudah diekresikan baik secara langsung maupun tidak langsung setelah mengalami reaksi fase satu Hodgoson Levi, 2000. Lebih lanjut, Donatus 2001 menjelaskan bahwa fungsi utama reaksi metabolisme fase I adalah mengubah struktur senyawa asing melalui proses oksidasi, reduksi atau hidrolisis, guna memasukkan gugus fungsional yang sesuai bagi reaksi konjugasi fase II. Enzim yang berperan penting dan terlibat paling dominan pada reaksi fase I adalah enzim monoksigenase Sitokrom P-450. Berdasarkan percobaan yang dilakukan oleh Omura dan Sato 1964, maka mereka mendefenisikan Sitokrom P-450 sebagai suatu protein heme yang mengandung satu molekul besi- protoporfirin IX sebagai gugus prostetik atau gugus aktifnya. Nama sitokrom P- 450 diperoleh dari kenyataan bahwa sitokrom memberikan satu spektra resapan maksimum pada panjang gelombang 450 nm, bila tereduksi dan terkompleks dengan karbon monoksida. Sifat ini khas diperantarai oleh adanya gugus tiolat sebagai suatu ligan protein heme itu. Menurut Donatus 2001 Sitokrom P-450 menunjukkan selektivitas yang luas terhadap aneka ragam substrat. Keadaan ini disebabkan oleh adanya aneka ragam isoenzim sitokrom tersebut, yang satu dengan yang lainnya berbeda dalam struktur rantai polipeptida dan kekhasan reaksi yang dikatalisirnya. Induksi terhadap metabolisme fase I, terutama yang dikatalisir oleh sitokrom P-450 mikrosomal memilki arti penting karena sistem ini sering membentuk metabolit perantara yang reaktif atau toksik Donatus, 2001. Beberapa produk yang dibentuk oleh enzim ini berimplikasi pada penyebab penyakit kanker atau karsinogenik Shimada et al, 1996. Intermediet yang terdapat dalam aktivasi dioksigen merupakan awal terbentuknya superoksida atau peroksida. Mekanisme aktivasi dioksigen diketahui sebagai tahap terakhir dari katalisis P-450, yang dimulai dengan reduksi komplek dioksigen Benson et al, 1997. Ada dua hal penting yang berhubungan dengan fungsi enzim sitokrom P- 450, yang pertama adalah enzim ini memiliki jalur yang kritis dan spesifik dalam metabolisme senyawa-senyawa kimia endogenus. Kedua, Proses enzim ini merupakan pokok dari produk-produk alami, bahkan saat ini ditambah dengan bahan-bahan kimia seperti obat-obatan dan xenobiotik lainnya dalam senyawa- senyawa non selektif Guengerich 1991. P-450 dan komponennya bisa ditemukan di kulit, mukus, paru-paru, gastrointestinal. Selain organ-organ tersebut juga telah banyak dilakukan penelitian tentang keberadaan P-450, diantaranya di hati, ginjal, plasenta, testis serta pada darah Hodgoson Levi, 2000.

B. Reaksi fase dua