dan lemah, apabila intensitas cahaya ditingkatkan
akan mengakibatkan
aktivitasnya akan tertekan, begitu pula sebaliknya.
Meningkatnya intensitas
cahaya dapat mempercepat kedewasaan serangga
dan mempersingkat
umur imagonya Sunjaya 1970.
Faktor cahaya dan radiasi juga mempengaruhi kehidupan wereng batang
coklat. Apabila wereng cokelat dewasa dipelihara
di tempat
gelap maka
pematangan indung telur terhambat dan jumlah telur yang di letakkan juga kecil.
Wereng cokelat lebih banyak ditemukan pada musim yang sering mendapat radiasi
langsung dibandingkan musim yang kurang mendapat sinar matahari langsung
Baco 1984.
2.3.5 Angin
Pertumbuhan dan perkembangan serangga
secara tidak
langsung dipengaruhi
oleh angin.
Angin mempengaruhi
penguapan dan
kelembaban udara yang secara tidak langsung memberi efek pada suhu tubuh
serangga maupun kadar air dalam tubuh serangga. Namun pengaruh angin yang
paling penting adalah karena angin dapat memengaruhi pemencaran dan keaktifan
serangga Koesmaryono 1991.
Pemencaran dan aktivitas serangga dipengaruhi oleh gerak udara. Misalnya
pada serangga yang bertubuh ringan walaupun berdaya terbang lemah dan
tidak bersayap akan mampu pindah ke daerah yang lebih jauh, hal ini terjadi
akibat adanya gerak udara vertikal maupun gerak udara horizontal Sunjaya
1970.
BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian dilaksanakan pada bulan Mei sampai dengan bulan September 2011 di
Laboratorium Agrometeorologi Departemen Geofisika dan Meteorologi. Dengan kajian di
Karawang
3.2 Alat dan Bahan Penelitian
Alat dan bahan yang digunakan pada penelitian ini:
1. Seperangkat komputer 2. Microsoft Office Microsoft Word
dan Microsoft Excell 3. Minitab 14
4. Data iklim harian 6 tahun stasiun Jatisari,
Kabupaten Karawang
periode tahun 2004 sampai 2009 meliputi data suhu maksimum T
max, data suhu minimum T min, data suhu rata-rata T rata, dan data
kelembaban udara RH serta data curah hujan bulanan periode 1974-
2009
5. Data luas serangan hama wereng cokelat 2 mingguan di wilayah
Karawang selama 4 tahun 2006- 2009
3.3 Tahapan Penelitian 3.3.1 Persiapan Data
Data luas serangan hama yang diperoleh merupakan data 2 mingguan
sehingga data iklim disesuaikan dengan data luas serangan hama tersebut. Data
luas serangan tersebut merupakan luas tanaman terserang yang dinyatakan dalam
hektar. Intensitas serangan hama secara kuantitatif dinyatakan dalam persen.
Tabel 1 Intensitas serangan hama Kategori
Tingkat serangan 25
Ringan 25
– 50 sedang
50-90 berat
90 puso
Sumber : Ditjentan 1986
3.3.2 Pengolahan Data
Analisis yang digunakan untuk mengetahui pengaruh iklim terhadap
serangan hama adalah regresi kuadratik, dan regresi berganda. Data faktor iklim
digunakan sebagai peubah bebas dan data luas serangan WBC sebagai peubah
respon.
Persamaan regresi
kuadratik digunakan untuk menyatakan hubungan
antara luas serangan dengan faktor iklim yaitu suhu rata-rata, suhu makasimum,
suhu minimum, kelembaban, dan curah hujan. Persamaan umum regresi kuadratik
adalah sebagai berikut :
Y = a + b
1
x
1
+ b
2
x
2 2
dimana : Y = luas serangan wereng cokelat
x = Tmax, Tmin, Trata,RH, dan CH a,b= konstanta
Analisis regresi linier berganda dilakukan untuk memperoleh hubungan
lima faktor iklim, yaitu suhu maksimum, suhu
minimum, suhu
rata-rata, kelembaban,
curah hujan
secara keseluruhan terhadap luas serangan,
sehingga dapat diketahui hubungan faktor iklim dan luas serangan WBC secara
umum. Persamaan regresi linier berganda adalah sebagai berikut :
Y : a + b
1
x
1
+ b
2
x
2
+ b
3
x
3
+ b
4
x
4
+ b
5
x
5
dimana : Y = luas serangan WBC
x = unsur iklim Tmax, Tmin, Trata,RH, dan CH
a,b= konstanta Tingkat keeratan hubungan antara Y
dan x dinyatakan dalam koefisien determinasi R
2
, yang nilainya berkisar dari 0-100
Analisis hubungan faktor iklim dengan luas serangan WBC dilakukan
pada berbagai waktu tunda time lag berdasarkan siklus hidup WBC. Siklus
hidup WBC berkisar 28-32 hari atau kurang lebih satu bulan sampai WBC
menjadi serangga dewasa Subroto et al. 1992. Analisis tanpa memperhitungkan
lag berarti faktor iklim secara langsung mempengaruhi luas serangan pada saat
terjadi serangan atau ketika WBC pada fase imago aktif mencari makan. Analisis
pada waktu tunda setengah bulan lag 1 berarti faktor iklim mempengaruhi luas
serangan pada WBC pada fase nimfa. Analisis pada waktu tunda satu bulan lag
2 berarti faktor iklim mempengaruhi luas serangan pada WBC pada fase telur.
III. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Kondisi Geografis Wilayah Kajian
Karawang adalah sebuah Kabupaten yang terdapat di Provinsi jawa Barat dengan luas
daerah 1.737,30 km
2
. Secara geografis Kabupaten Karawang terletak antara 107°02-
107°40 BT dan 5°56-6°34 LS. Topografi Kabupaten Karawang sebagian besar adalah
berbentuk dataran yang relatif rata dengan variasi antara 0-5 m di atas permukaan laut
dpl. Hanya sebagian kecil wilayah yang bergelombang dan berbukit-bukit dengan
ketinggian antara 0-1.200 mdpl. Sesuai dengan
bentuk morfologi
Kabupaten Karawang, daerah ini terdiri dari dataran
rendah yang mempunyai temperatur udara rata-rata 27
C dengan tekanan udara rata-rata 0,01 milibar, penyinaran matahari 66 persen
dan kelembaban nisbi 80 persen. Curah hujan tahunan
berkisar antara
1.100-3.200 mmtahun.
Gambar 6 Peta Karawang
4.2 Kondisi Iklim Wilayah Kajian
Kondisi iklim wilayah Karawang yang terletak di lintang tropis dengan penyinaran
matahari sepanjang tahun salah satunya dipengaruhi
oleh topografi
setempat. Berdasarkan data yang diperoleh hubungan
unsur cuaca suhu rata-rata, suhu maksimum,
dan suhu minimum bulanan dalam rentang waktu 6 tahun tertera dalam gambar berikut.
Gambar 7 Suhu udara bulanan 2004-2009 Secara umum suhu rata-rata, suhu
maksimum, dan suhu minimum Karawang mengikuti pola yang sama. Suhu rata-rata
bulanan berkisar antara 24.3 C-28
C. Suhu maksimum bulanan berkisar antara 27.3
C- 32.9
C.Suhu minimum bulanan berkisar antara 21.2
C-23 C. Puncak suhu tertinggi
terjadi pada bulan September dan terendah pada bulan Januari. Pada saat memasuki
musim hujan suhu cenderung mengalami penurunan yaitu pada bulan September
– Januari. Penurunan tersebut disebabkan oleh
kurangnya intensitas penyinaran matahari karena lebih sering terjadi hujan.
Suhu rata-rata bulanan wilayah Karawang berfluktuasi menurut tahun masing-masing
pengamatan. Namun suhu rata-rata sangat fluktuatif pada tahun 2007. Peningkatan suhu
yang tinggi terjadi dari bulan Juni hingga maksimum pada bulan September. Hal ini
dimungkinkan karena pengaruh El-Nino yang mengakibatkan terjadinya peningkatan suhu.
Kejadian El-Nino biasanya berasosiasi dengan kejadian kemarau panjang atau kekeringan
karena terjadinya penurunan hujan jauh dari normal khususnya musim kemarau Boer
2003.
Peningkatan suhu tersebut juga diikuti dengan pengurangan curah hujan sehingga
menimbulkan kekeringan di beberapa wilayah Indonesia. Kejadian ini berdampak pada
penurunan hasil padi di wilayah tertentu. Suhu rata-rata terendah terjadi pada bulan Februari
tahun 2009. Suhu rata-rata tertinggi terjadi pada tahun 2005 yaitu 22.9
C. Gambar 8 Kelembaban bulanan 2004-2009
Kelembaban menunjukkan kandungan uap air di udara. Kelembaban udara di
Indonesia selalu tinggi yaitu diatas 60 . Kelembaban udara Karawang berkisar antara
69-79 . Gambar di atas merepresentasikan hubungan kelembaban rata-rata selama dalam
rentang waktu 6 tahun. Wilayah Karawang mengalami penurunan kelembaban udara dari
bulan Februari-Mei dan mengalami kenaikan pada bulan Oktober-Januari. Pada saat musim
hujan kandungan uap air di udara lebih besar sehingga nilai kelembaban udara pada
mengalami kenaikan dari bulan Oktober. Kelembaban tertinggi terjadi pada tahun 2008.
Kelembaban dipengaruhi oleh curah hujan dan angin. Semakin tinggi curah hujan maka
semakin tinggi pula kelembaban udara karena kelembaban udara menun jukkan kondisi uap
air di udara.
Gambar 9 Curah hujan rata-rata 1974-2009 Unsur
iklim curah
hujan wilayah
Karawang menunjukkan tipe hujan monsunal yaitu wilayah yang memiliki perbedaan yang
jelas antara periode musim hujan DJF dan periode musim kemarau JJA. Kurva curah
hujan itu sendiri memiliki pola seperti huruf v seperti yang tertera pada Gambar 8.
4.3 Periodisasi Musim Tanam Padi di