Daur Hidup Tanaman Tebu Keadaan Tebu Nasional

3 Pada permulaan musim kemarau biasanya tebu mulai berbunga, yaitu sekitar bulan April dan Mei. Bunga tebu adalah bunga majemuk yang berbentuk malai dengan panjang antara 70 sampai 90 cm. Di dalam satu malai terdapat beribu-ribu bunga kecil. Bunga ini juga nantinya akan menghasilkan buah seperti halnya tanaman padi-padian yang berbiji satu Mulyana 1989. Namun demikian buah dari tebu saat ini masih belum bisa ditemukan manfaatnya, bahkan ada beberapa pendapat yang sedikit berbau kontroversi tentang munculnya bunga pada tebu. Ada pendapat yang menyatakan bahwa munculnya bunga memberikan sinyal positif bagi rendemen gula yang terbentuk, akan tetapi ada juga yang menyatakan bahwa kemunculan bunga memberikan pertanda buruk bagi hasil tebu yang akan dipanen. Artinya bunga justru akan menurunkan rendemen yang akan dihasilkan.

2.2 Daur Hidup Tanaman Tebu

Daur hidup tanaman tebu adalah dimulai dari fase perkecambahan, lalu fase pertunasan, fase perpanjangan batang, fase kemasakan dan diakhiri dengan fase kematian Supriyadi 1992. Fase perkecambahan dimulai dengan pembentukan taji pendek dan akar stek pada umur 1 minggu, dan diakhiri dengan fase perkecambahan pada umur 5 minggu. Fase pertunasan dimulai dari umur 5 minggu hingga umur 3,5 bulan, lalu dilanjutkan dengan fase perpanjangan batang sampai umur 9 bulan. Fase pemasakan merupakan fase yang terjadi setelah pertumbuhan vegatatif menurun dan sebelum batang tebu mati. Pada fase yang terjadi kurang lebih 2 bulan inilah gula di dalam batang mulai terbentuk hingga titik optimal, kurang lebih terjadi pada bulan agustus, dan setelah itu rendemennya berangsur-angsur turun. Tahap pemasakan inilah yang disebut dengan tahap penimbunan rendemen gula Supriyadi 1992. Tebu merupakan tanaman yang paling efisien dalam proses fotosintesa. Tanaman ini menangkap hampir 2-3 energi radiasi matahari dan mengubahnya menjadi karbohidrat dan gula Anonim 2008. Proses terbentuknya rendemen gula di dalam batang berjalan dari ruas ke ruas yang tingkat kemasakannya bergantung pada umur ruas. Ruas bawah lebih tua mengandung lebih banyak gula dibandingkan ruas di atasnya, demikian seterusnya hingga ruas pada pucuk dimana pada ruas ini kandungan gula paling sedikit terbentuk. Oleh karena itu, tebu dikatakan telah masak apabila kadar gula sepanjang batang telah seragam, kecuali ruas pada pucuk Supriyadi 1992. Berikut adalah sedikit gambaran tentang skema pembentukan gula pada tebu. Gambar 3 Skema Sederhana Pembentukan Gula Pada Tebu Anonim 2008 2.3 Syarat Hidup Tanaman Tebu 2.3.1 Sifat Iklim Keadaan iklim yang paling cocok untuk tanaman tebu adalah basah selama pertumbuhan namun agak kering menjelang masak dan kering saat panen. Curah hujan yang cukup tinggi diperlukan tanaman tebu pada fase pertumbuhan awal dan fase vegetatif utama. Keadaan yang cukup kering diperlukan di akhir pertumbuhan atau menjelang musim tebang agar diperoleh hasil gula yang baik dan tinggi. Pertumbuhan vegetatif tebu berlangsung selama 6 sampai 7 bulan dengan curah hujan minimum 100 mmbulan 1500-3000 mmtahun dan fase pemasakan 2-4 bulan kering curah hujan kurang dari 100 mmbulan Tjokrodirjo 1989. Curah hujan yang merata sepanjang tahun kurang baik bagi tebu karena dapat menurunkan rendemen dan menyulitkan pengangkutan hasil panen Departemen Pertanian 2004. Secara garis besar, curah hujan yang ideal untuk pengembangan tebu adalah panjang bulan kering selama dua atau tiga bulan dengan curah hujan rata-rata per tahun antara 2000-2500 mm, atau sama saja dengan tipe iklim C2 atau C3 Oldeman Tim P3GI 1989. Unsur iklim lain yang memberikan peranan dalam kehidupan tanaman tebu adalah suhu dan penyinaran matahari. Suhu udara minimum yang diperlukan adalah 24 o C dan suhu maksimumnya adalah 34 o C dengan suhu optimum yang paling ideal untuk pertumbuhan adalah 30 o C Dinas Pertanian 1993. Sedangkan untuk penyinaran matahari, unsur ini berperan dalam pertumbuhan dan 4 pembentukan rendemen gula. Tanaman ini perlu penyinaran yang intensif setiap hari terutama pada masa pemasakan dimana rendemen gula akan dibentuk pada masa ini Dinas Pertanian 1994.

2.3.2 Sifat Tanah

Pada umumnya tebu dapat tumbuh dengan baik pada berbagai macam tanah. Tanah terbaik yang bisa digunakan adalah tanah dengan tekstur lempung berliat dengan solum yang dalam, lempung berpasir dan lempung berdebu. Adapun lapisan solum yang bagus untuk pertumbuhannya minimal 60 cm Dinas Pertanian 1993. Akan tetapi, tanah bertekstur berat pun dapat ditanami tebu, dengan syarat dilakukan pengelolaan yang khusus Sudiatso 1983. Sedangkan kisaran pH tanah yang sesuai untuk ditanami tanaman ini berkisar antara 5,5 sampai 7,0. Apabila tebu ditanam pada pH kurang dari 5,5 maka perakarannya tidak akan dapat menyerap air dan unsur hara dengan baik. Sedangkan apabila tebu ditanam pada pH yang lebih dari 7,5 akibatnya akan menyebabkan terjadinya klorosis penguningan pada daun, sebagai akibat dari tidak cukup tersedianya Fe Indriani dan Sumiarsih 1995.

2.3.3 Kondisi Fisiografis

Berdasarkan segi fisiografi, daerah yang paling baik untuk ditanami tebu adalah daerah vulkanis dan dataran aluvium dengan bentuk lahan datar sampai berombak. Kemiringan lereng yang dianjurkan sebaiknya terletak antara sampai 8. Lahan dengan kemiringan lebih dari 8 masih dapat digunakan untuk budidaya tebu, dengan syarat harus disertai dengan tindakan konservasi tanah yang tepat. Hal ini penting karena lahan yang digunakan untuk budidaya tebu memiliki potensi bahaya erosi yang tinggi Young 1976 dalam Ismail 1985. Selain memiliki potensi bahaya erosi yang tinggi, parameter kemiringan dalam penanaman tebu berpengaruh nyata dengan proses produksi tebu. Kemiringan yang curam dapat menyebabkan sulitnya transportasi yang dilakukan dalam merawat dan memproduksi hasil tebu yang diinginkan, sehingga akan menimbulkan resiko kerugian yang cukup besar bagi produsen. Seperti halnya sifat tanah, kemiringan pun sebenarnya merupakan faktor yang dapat disesuaikan sesuai dengan kehendak kita. Lahan dengan kemiringan yang tidak terlalu curam dapat disesuaikan dengan cara konservasi hingga bisa digunakan untuk penanaman.

2.4 Keadaan Tebu Nasional

Perkembangan tebu di Indonesia memiliki trend yang positif setiap tahun pada 10 tahun terakhir Gambar 4. Walaupun luas areal sempat mengalami penurunan pada tahun 1999-2000, namun demikian produksi tanaman tebu beranjak naik hingga produksi nasional mencapai angka 2.307.027 ton pada tahun 2006 Departemen Pertanian 2002 2007. Luas areal tebu merupakan salah satu faktor penyebab meningkatnya produksi tebu nasional. Pada tahun 2006 luas areal tebu mencapai 396.441 ha yang tersebar di 9 popinsi di Indonesia, yang diantaranya adalah Sumatera Utara, Sumatera Selatan, Lampung, Jawa Barat, Jawa Tengah, DI Yogyakarta, Jawa Timur, Sulawesi Utara, dan Sulawesi Selatan Departemen Pertanian 2008 Luas areal tebu pada tahun 1998 hingga 2006 dapat dilihat pada Gambar 5. Gambar 4 Produksi Tebu Nasional Tahun 1998-2006 Departemen Pertanian 2002, 2007 5 Gambar 5 Luas Areal Tebu Nasional Tahun 1998-2006 Departemen Pertanian 2002, 2007 Gambar 6 Harga Gula Pasir di 5 Kota Besar Indonesia Departemen Pertanian, 2007 Gambar 6 menunjukkan kenaikan harga rata-rata gula per tahun. Pada beberapa kota besar di Indonesia, ada yang mengalami penurunan adapun yang mengalami kenaikan, namun secara keseluruhan harga gula relatif naik tiap tahunnya. Kenaikan ataupun penurunan harga gula ini disebabkan oleh kelangkaan gula di pasar maupun pengaruh dari impor gula. Namun untuk menjaga stabilitas harga di pasar, pemerintah seharusnya mengambil kebijakan untuk menetapkan harga dasar gula. Hal ini akan melindungi para petani dari penurunan harga gula akibat masuknya gula impor. Selain itu, harga dasar yang ditetapkan oleh pemerintah dapat juga menghindari monopoli pasar yang mungkin akan terjadi kelangkaan gula. Namun demikian, hal terpenting yang harus dilakukan adalah pembenahan industri gula, mulai dari pembenahan bibit, regulasi perkebunan gula rakyat, proteksi gula lokal sampai revitalisasi mesin pabrik gula yang relatif sudah tua Primanto 2008. 2.5 Keadaan Daerah Kalimantan Selatan 2.5.1