Penyelenggaraan Bau Nyale TRADISI BAU NYALE DI LOMBOK

3.2 Penyelenggaraan Bau Nyale

3.2.1 Nama upacara dan tahapan-tahapannya Upacara penangkapan nyale dapat dibedakan menjadi dua yaitu: dilihat dari waktu penangkapannya dan dilihat dari bulan keluarnya. Dilihat dari waktu penangkapannya, dapat dibedakan atas “jelo bojag” hari percobaan dan “jelo tumpah” hari keluarnya. Masing-masing jatuh pada tanggal 19 dan tanggal 20 bulan kesepuluh sekitar bulan maret. Sejak tanggal 18 sore banyak orang yang sudah berkumpul di pantai, di lokasi-lokasi penangkapan nyale. Mereka berkelompok-kelompok dalam kemah- kemah sederhana. Diantaranya ada yang menginap dibawah-bawah tebing batu karang bahasa sasak, tangkok. Bulan keluarnya nyale, disebut “nyale tunggak” Bahasa Indonesia, nyale pokok dan ”nyale poto” Bahasa Indonesia; nyale ujungnyale akhir. Nyale tunggak adalah nyale yang keluar pada tanggal 19 dan 20 bulan kesepuluh, dan nyale poto adalah nyale yang keluar pada tanggal 19 dan 20 bulan kesebelas. Sesuai dengan namanya, kebanyakan nyale keluar pada waktu nyale tunggak. Maka tak heran kalau kebanyakan masyarakat menangkap nyale pada bulan kesepuluh. Pada saat penangkapan nyale, masyarakat berbondong-bondong ketempat penangkapan nyale. Sejak fajar terbit mereka berjajar di sepanjang pantai. Setelah Universitas Sumatera Utara nyale muncul mereka turun berjajar, kemudian menyebar masuk kedalam air. Tangan dan alat dimasukan kedalam air dengan harapan akan ada nyale yang tersangkut. Di lokasi penangkapaan nyale setiap orang bebas berteriak semaunya. Seperti: “jabut jantar bulum pepeq’n edara eberu”. Yang artinya “lebat lebam bulu kemaluan gadis Eberu”. Menurut kepercayan mereka, hal tersebut merangsang nyale supaya lebih banyak keluar dari lubangnya. Hal tersebut sesuai dengan legenda putri Eberu, yang menjelma jadi Nyale. Dalam kehidupan sehari-hari, hal tersebut dianggap tabu dan tidak sopan. 3.2.2 Maksud penangkapan nyale Penangkapan nyale dimaksudkan untuk memohon keselamatan, kesejahteraan, terutama memohon kesuburan. Perkiraan panen yang akan diperoleh akan tergambar dari warna nyale yang keluar pada tahun itu. Menurut kepercayaan penduduk Lombok selatan, bahwa panen akan melimpah bila warna Nyale yang keluar pada tahun itu lengkap. Warna yang dimaksud putih, hitam, hijau, kuning, dan cokelat. Kelengkapan warna itu juga menunjukkan pertanda akan banyak turun hujan sesudah penangkapan nyale. Menurut kebiasaan, sesudah penangkapan nyale hujun turun tiada hentinya siang dan malam. Keadaan yang demikian menurut istilah sasak disebut “ombek nyale”. Selain itu mereka juga mengenal ombek lain yaitu “ombek simbur”. Maksudnya hujan yang turun berhari-hari lamanya tiada henti mengiringi turunnya ikan lele bahasa sasak, simbur mengikuti aliran air sawah kesungai. Universitas Sumatera Utara Mereka juga percaya dengan menancapkan bekas bungkusan Nyale kesawah dapat membuat tanaman menjadi tumbuh sehat dan subur. Selain itu, wadah bekas menangkap nyale seperti; bakul, keranjang, baskom dan lain-lain dicuci dipintu saluran air yang masuk ke sawah agar tanaman terhindar dari segala macam penyakit dan akan tumbuh lebih subur. Nyale yang diperoleh dapat dijadikan berbagai masakan, seperti, panggang nyale. Nyale tersebut di bungkus dengan daun kelapa atau daun pisang, kemudian di panggang dibara api sampai matang. Nyale dapat juga di gulai dan dapat pula dijadikan sambal goreng. 3.2.3 Pihak-pihak yang terlibat penangkapan nyale Menangkap nyale bukanlah suatu upacara melainkan sebuah tradisi, jadi siapa saja boleh menangkap nyale. Tetapi biasanya, yang datang kelokasi penangkapan nyale dapat dibedakan atas empat golongan, yaitu: a. Mereka yang datang menangkap nyale karena tradisi, b. Mereka yang datang menangkap nyale untuk mencoba sambil rekreasi, c. Mereka yang datang menangkap nyale sambil berjualan.

3.3 Adat-istiadat yang berhubungan dengan Nyale