1
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Sekolah sebagai suatu lembaga pendidikan merupakan sarana melaksanakan pelayanan belajar
dan proses pendidikan. Sekolah jangan hanya dijadikan sebagai tempat untuk berkumpul antara guru dan
peserta didik, melainkan menjadi suatu sistem yang sangat kompleks dan dinamis. Sekolah berfungsi untuk
memberikan bekal pengetahuan, keterampilan serta kemampuan yang dibutuhkan siswa untuk masa
depan. Sekolah juga mempunyai fungsi mempersiapkan anak untuk masuk dalam dunia kerja, membantu
memecahkan masalah-masalah sosial dan kebudayaan. Di sekolah, tujuan pendidikan nasional terbentuk.
Tujuan pendidikan
yang tertuang
dalam pembukaan UUD 1945 yaitu untuk mencerdaskan
kehidupan bangsa, dijamin juga dalam Undang-undang Dasar Republik Indonesia pasal 31. Pemerintah
memegang peranan penting dalam meningkatkan kualitas pendidikan anak-anak Indonesia. Salah satu
upaya yang dilakukan oleh pemerintah untuk mencapai tujuan pendidikan Nasional tersebut dimulai dengan
menyediakan sarana prasarana minimal berupa gedung sekolah yang layak sampai pada berbagai fasilitas
2
pendukung pendidikan lainnya. Dari tahun ke tahun pemerintah melakukan berbagai macam program dan
kebijakan sesuai
dengan perkembangan
ilmu pengetahuan dan teknologi. Sebagai upaya perwujudan
amanat UUD 45, melalui Kementerian Pendidikan Nasional dalam Renstra Kementerian Pendidikan
Nasional Kemendiknas 2010-2014 membuat rencana strategis 2010: 39 yang memuat enam pilar kebijakan
pokok pembangunan pendidikan yakni: “meningkatkan
ketersediaan layanan pendidikan dan kebudayaan; memperluas
keterjangkauan layanan
pendidikan; meningkatkan
kualitas layanan
pendidikan dan
kebudayaan; mewujudkan
kesetaraan dalam
memperoleh layanan pendidikan; menjamin kepastian keterjaminan
memperoleh layanan
pendidikan; mewujudkan
kelestarian dan
memperkukuh kebudayaan Indonesia”.
Langkah pertama pada renstra tersebut adalah meningkatkan ketersediaan layanan pendidikan dan
kebudayaan. Program ini merupakan program pokok untuk pemenuhan pendidikan bagi warga negara,
terutama pendidikan dasar yang menjadi prioritas utama dalam pembangunan pendidikan nasional.
Kegiatan pokok dalam upaya meningkatkan ketersediaan layanan pendidikan dan kebudayaan
tersebut terdiri dari beberapa kegiatan utama, salah satunya melaksanakan revitalisasi serta penggabungan
3
regrouping sekolah-sekolah terutama SD Sekolah Dasar, supaya efisiensi dan efektivitas sekolah dapat
tercpai dengan dukungan fasilitas yang memadai. Pengaruh dari penggabungan sekolah regrouping
dengan tingkat
efektivitas dan
efisiensi penyelenggaraan pendidikan, memiliki keterkaitan pada
manajemen perubahan.
Manajemen perubahan
merupakan suatu proses sistematis dalam penerapan pengetahuan, sarana dan sumber daya yang diperlukan
untuk mempengaruhi perubahan pada orang yang akan terkena dampak proses tersebut. Manajemen
perubahan ditujukan untuk memberi solusi sukses dengan cara terorganisir dan dengan metode yang
diperlukan melalui pengelolaan dampak perubahan pada orang yang terlibat di dalamnya.
Penggabungan sekolah atau regrouping berarti mengalami suatu perubahan dalam hal fisik maupun
non fisik agar bisa dipertahankan. Salah satu sasaran manajemen perubahan adalah mengupayakan agar
proses transformasi tersebut dapat berlangsung dalam waktu yang relatif cepat dengan kesulitan-kesulitan
seminimal mungkin. Keharusan dalam melaksanakan perubahan saat ini tidak boleh menunggu hingga
sebuah organisasi tersebut mengalami kemunduran, oleh sebab itu dalam melaksanakan perubahan-
perubahan perlu diprediksi dan diantisipasi menurut kebutuhan akan perubahan.
4
Dalam buku
manajemen perubahan
management of change ada berbagai macam alasan mengapa organisasi
– organisasi berubah, dan banyak terdapat tipe perubahan yang dilaksanakan oleh
mereka seperti perubahan yang timbul karena kegiatan restrukturisasi, re-engineering, dan e-engineering dan
TQM Total Quality Management. Konsep dasar penggabungan sekolah regrouping yang dikeluarkan
oleh menteri
dalam negeri
mengenai pedoman
pelaksanaan penggabungan
sekolah regrouping
sekolah dasar SD yaitu: 1 Penggabungan regrouping sekolah adalah usaha penyatuan dua unit sekolah atau
lebih menjadi satu kelembagaan institusi dan diselenggarakan dalam satu pengelolaan; 2 Lingkup
penggabungan sekolah meliputi SD yang terdapat antar desa kelurahan yang sama dan atau di desa
kelurahan yang berbatasan dan atau antar kecamatan yang berbatasan; 3 Sekolah Dasar kemudian disingkat
dengan SD merupakan bentuk satuan pendidikan dasar
milik pemerintah
yang menyelenggarakan
program pendidikan enam tahun; 4 SD inti ialah SD yang terpilih diantara beberapa SD dalam satu gugus
sekolah yang berfungsi sebagai pusat pengembangan di dalam gugus SD tersebut; 5 SD imbas adalah anggota
satu gugus sekolah yang menjadi binaan SD inti; 6 SD kecil adalah SD di daerah terpencil yang belum
memenuhi syarat pembakuan. Dari pengertian tersebut
5
salah satu program pemerintah adalah program regrouping SD di sebagian daerah yang sudah mulai
dilaksanakan. Pemerintah
melalui Menteri
Dalam Negeri
Mendagri mengeluarkan surat keputusan Nomor 421.22501Bangda1998
tentang Pedoman
Pelaksanaan Penggabungan
Regrouping Sekolah
Dasar. Tujuan regrouping tersebut adalah untuk mengatasi
permasalah kekurangan
tenaga guru,
peningkatan mutu, efisiensi biaya bagi perawatan gedung
sekolah dan
sekolah yang
ditinggalkan dimungkinkan
penggunaannya untuk
rencana pembukaan SMP kecil SMP kelas jauh atau setara
sekolah lanjutan sesuai ketentuan setempat untuk menampung lulusan sekolah dasar
. Bupati Kabupaten
Semarang Nomor 28 Tahun 2014 juga menerbitkan Peraturan
Bupati tentang
Pedoman Teknis
Penggabungan Sekolah
Dasar Negeri
dan ditandaklanjuti dengan Keputusan Bupati Nomor
90004132014 tentang Penggabungan Sekolah Dasar Negeri. Penggabungan sekolah tersebut sebagai langkah
efisiensi anggaran dan SDM. Guru dari sekolah yang digabungkan bisa dialihkan untuk sekolah
– sekolah yang
saat ini
kekurangan guru.
Pada tahun
2014 Kabupaten Semarang berhasil melakukan penggabungan 25 SD negeri menjadi 12 SD. Dari
penggabungan itu, diharapkan pemangku kepentingan,
6
warga sekolah,
dan masyarakat
sepaham dan
mendukung penggabungan
tersebut Ungaran
Kompas.com, 612014. Kabupaten Semarang mengalami kekurangan
guru pegawai negeri sipil PNS hingga akhir 2014. Kekurangan guru ini disebabkan adanya guru pensiun
yang tidak diimbangi dengan pengadaan calon pegawai negeri sipil CPNS untuk tenaga pendidik. Sebagian
besar kekurangan guru PNS tersebut adalah sekolah dasar SD. Kepala Dinas Kabupaten Semarang, Ibu
Dewi Pramuningsih mengatakan Jumlah guru PNS yang pensiun setiap tahun ada sekitar 300-an orang.
Kita berharap ada pengadaan CPNS dari pemerintah pusat untuk formasi tenaga pendidik di Kabupaten
Semarang untuk mengatasi kekurangan guru Tribun Jateng, Selasa 612014.
Menyikapi hal itu, Dinas Pendidikan setempat telah mewacanakan untuk menerapkan kebijakan alih
fungsi guru dari guru SMP menjadi guru SD. Namun Kebijakan akan ditawarkan dahulu kepada para
guru. Sebelum merealisasikan alih fungsi guru SMP menjadi guru SD, pihaknya sudah mulai menempuh
upaya penggabungan atau
regrouping sekolah dan
pembelajaran kelas rangkap. Penggabungan sekolah dilakukan pada sekolah yang berada dalam satu
kampus, jumlah muridnya sedikit dan jaraknya kurang dari 1 km.
7
Regrouping tahap pertama untuk sekolah-sekolah yang berada dalam satu kampus. Paling banyak
sekolah di wilayah pinggiran. Ibu Dewi menjelaskan, sekolah
kecil diberlakukan
pembelajaran kelas
rangkap. Sehingga satu orang guru bisa mengajar lebih dari satu kelas dengan tema pembelajaran yang sama.
Selain untuk mengatasi kekurangan guru, adanya pembelajaran kelas rangkap ini diharapkan
guru tidak kehilangan tunjangan profesi akibat kekurangan jam mengajar sesuai ketentuan minimal
mengajar 24 jam per minggu. Persoalan pendidikan di Kabupaten Semarang
dinilai masih cukup pelik. Masih banyak fasilitas pendidikan yang belum memadai, kekurangan guru
hingga belum meratanya kualitas pengajar di sekolah- sekolah. Kondisi ini dituding masih menjadi hambatan
bagi peningkatan kualitas pendidikan di kabupaten Semarang. Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan
Kabupaten Semarang, Dewi Pramuningsih mengatakan, kekurangan tenaga pengajar Kab. Semarang masih
kekurangan 1.000 guru masih menjadi kendala dalam meningkatkan mutu pendidikan. ”Saat ini masih ada
kekurangan guru mencapai sekitar 1000 orang, hanya saja untuk menunggu rekruitmen CPNS tentunya akan
lama sehingga perlu dilakukan regrouping dan mobil guru,”Republika.co.id, Ungaran.
8
Tercapaianya efisiensi dan efektifitas merupakan kunci utama diadakannya kegiatan regrouping. Secara
teoritik, tujuan
regrouping pemerintah
dapat menambah jumlah SMP pengambil alihan gedung SD
menjadi SMP. Kebutuhan akan kekurangan gurupun akan teratasi. Anggaran untuk pemeliharaan dan
penambahan sarana prasarana sekolah akan menjadi lebih efisien. Namun dari studi lapangan khususnya di
SD Negeri Tukang 01 dan 02 mengenai latar belakang dilakukannya regrouping sekolah sedikit berbeda.
Terdapat dua SD dalam satu kampus menyebabkan persaingan yang tidak sehat antara anggota masing-
masing sekolah. Jumlah peserta didik barupun semakin menurun. Rata-rata 5 tahun terakhir sebelum
regrouping SD Negeri Tukang 01 dan 02 hanya memiliki 70-80 siswa. Bahkan sejak kepala sekolah SD Negeri
Tukang 01 purna tugas pada tahun 2009, terjadi kekosongan kepemimpinan dan pada akhirnya kedua
sekolah tersebut diampu oleh satu kepala sekolah. Secara administrasi, pengelolaan rumah tangga SD
Negeri Tukang 01 mulai terabaikan. Hingga pada akhinya melalui rapat terpadu tanggal 20 Mei 2010
yang diikuti oleh pengawas sekolah TK-SD UPTD Pendidikan Kecamatan Pabelan, komite sekolah SD
Negeri Tukang 01 dan 02, dewan guru SD Negeri Tukang 01 dan 02 serta perangkat desa memutuskan
bahwa mulai tahun ajaran 2010 2011 SD Negeri
9
Tukang 01 tidak lagi menerima peserta didik baru dan hanya mengelola siswa kelas II sampai kelas VI.
Sementara yang menerima peserta didik baru hanya SD Negeri Tukang 02. Bagi guru dan karyawan, salah satu
kekhawatiran adanya
regrouping adalah
terkait kelanjutan tugas mereka. Mereka yang merasa sudah
nyaman ditempatkan di salah satu sekolah, ketika sekolah tersebut diregrouping biasanya tidak siap bila
harus pindah tugas di sekolah lain. Realita tenaga pendidik dan kependidikan SD Negeri 01 dan 02 saling
diperbantukan di ke dua SD tersebut. Namun kadangkala kekurangan jam mengajarpun terjadi,
karena jumlah guru yang banyak, sementara jumlah kelas
tidak memenuhi.
Oleh karena
itu ada
permasalahan dalam
hal kelebihan
guru dan
kekurangan jam
mengajar. Regrouping
memicu keresahan khususnya dikalangan guru wiyata bhakti
honorer sekolah, karena mereka juga terancam kehilangan pekerjaan. Sementara selama ini dengan
permasalahan kekurangan guru, tenaga wiyata bhakti telah banyak membantu melancarkan kegiatan belajar
mengajar. Pendidikan Sekolah Dasar SD merupakan target
dilakukannya wajib belajar. Pendidikan di Sekolah Dasar menjadi barang publik, dimana pemerintah tidak
hanya berfikir
efisien dalam
penyelenggaraan pendidikan. Penyelenggaraan pendidikan menyangkut
10
banyak aspek dan melibatkan berbagai stakeholder, yaitu siswa, guru, komite sekolah, wali murid dan dinas
pendidikan. Semua stakeholder akan terkena dampak dari program regrouping sekolah tersebut. Kuota guru
khususnya di wilayah kecamatan Pabelan sebenarnya relatif terpenuhi. Dengan demikian ada kemungkinan
terjadi pergantian posisi dan mutasi guru kelas, yang berdampak terhadap kekurangan jam mengajar.
Regrouping sendiri telah dijalankan di berbagai daerah dengan tujuan yang hampir sama yakni
efektivitas dan efisiensi. Salah satunya menurut hasil penelitian Sudiyono dkk 2009: 355 yang dilakukan di
SD Pakem 1 Sleman. Dari hasil penelitian diketahui bahwa regrouping memberikan dampak positif dalam
pengelolaan tenaga kependidikan khususnya guru, pengembangan kelas paralel, pengelolaan dana,
pengelolaan sarana prasarana. Tetapi, dalam kebijakan regrouping di SD Pakem 1 berdasarkan
penelitian Sudiyono dkk 2009: 355 memiliki dampak yang tidak diharapkan, yaitu: 1 Belum didukung oleh
kebijakan teknis operasional terkait dengan pengelolaan sarana dan prasarana serta pengelolaan
kelas parallel; 2 Terjadinya penurunan ranking prestasi akademik SD Pakem 1 3 Kebijakan regrouping
memunculkan kelas paralel sehingga diperlukan
fasilitas ruangan kelas; 4 Fasilitas gedung sekolah lama tidak dimanfaatkan bahkan dibiarkan rusak
11
dan digunakan; 5 Motivasi untuk menjadi kepala sekolah rendah. 6 Memperoleh murid baru yang
memiliki kemampuan yang lebih rendah. Pada saat ini keadaan di SD Negeri Tukang 01
dan Tukang 02 terjadi pemborosan sarana prasarana, banyak ruang yang tidak terpakai sesuai dengan tujuan
dari regrouping. Karena di SD Negeri Tukang 01 dan 02 berada pada berada pada satu kampus. Dengan
digabungkannya kedua sekolah tersebut, banyak ruang kelas yang kosong dan tidak terpakai.
Namun pada
kenyataannya dalam
proses implementasi program ini terjadi konflik. Hal tersebut
terlihat dari kurangnya kesiapan masing – masing
sekolah terkait
dengan penggabungan
sekolah, sehingga terjadi suatu kesenjangan antar Sekolah
Dasar tersebut. Kepala Sekolah yang merupakan pemegang peranan penting dalam kesuksesan
implementasi program penggabungan ini juga masih mempunyai beberapa kendala karena minimnya
pengalaman. Selain itu tenaga pengajar juga menjadi hal yang harus diperhatikan dimana
setelah dirumuskan bahkan diimplementasikan program ini mengalami permasalahan yang timbul
terkait dengan tenaga pengajar yang kemudian mengakibatkan adanya suatu kecemburuan antar
tenaga pengajar. Sarana dan prasarana yang ada dan tersedia untuk penggabungan re-grouping Sekolah
12
Dasar ini dirasa belum bisa dikatakan terpakai dengan baik. Sehingga timbulah pertanyaan-pertanyaan seiring
dengan diimplementasikannya program regrouping ini. Salah
satunya adalah
apakah dengan
diimplementasikannya program ini akan merubah keadaan pendidikan di SD Negeri Tukang 01 dan 02
Kec. Pabelan Kab. Semarang? Menurut artikel Suparlan 2006: 59 yang
berjudul “merger sekolah dasar, begitu perlukah?” tentang program ini memang menjadi salah satu
kebijakan yang telah diluncurkan oleh pemerintah, namun pelaksanaan program ini di beberapa daerah
masih menghadapi berbagai kendala karena beberapa faktor antara lain 1 faktor kekhawatiran akan
hilangnya posisi
kepala sekolah.
2 faktor
kekhawatiran akan kehilangan jejak sejarah lembaga sekolah yang pada awalnya memang telah didirikan
dengan susah payah. Proses regrouping SD menjadi mudah dilakukan jika kedua faktor itu dapat diatasi.
Kepmendiknas Nomor 060U2002 tentang Pedoman Pendirian Sekolah, dalam ayat 1 pasal 23
dinyatakan bahwa pengintegrasian sekolah merupakan peleburan atau penggabungan dua atau lebih sekolah
sejenis menjadi satu sekolah. Oleh karena itu perlu dilakukan evaluasi terhadap program regrouping di SD
Negeri Tukang 01 dan 02 Kecamatan Pabelan Kabupaten Semarang, untuk mengetahui implementasi,
13
faktor, dampak serta peningkatan efektifitas efisiensi dari program regrouping sekolah.
1.2. Rumusan Masalah