Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Evaluasi Program Regrouping SD Negeri Tukang 01 dan SD Negeri Tukang O2 Kecamatan Pabelan Kabupaten Semarang T2 942015029 BAB IV

(1)

81

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

4.1.

Tempat Penelitian

4.1.1. Profil Sekolah

Pada bagian ini akan didiskripsikan mengenai lokasi penelitian, visi dan misi sekolah. SD Negeri Tukang 01 dan SD Negeri Tukang 02 merupakan dua sekolah dasar yang berada pada lokasi yang sama (satu kampus). Kedua sekolah tersebut terletak di dusun Sindon desa Tukang kecamatan Pabelan kabupaten Semarang.

a. Profil SD Negeri Tukang 01

SD Negeri Tukang 01 berdiri pada tahun 1947, oleh para tokoh masyarakat. Pada mulanya SD Negeri Tukang 01 melakukan kegiatan belajar mengajar dari rumah ke rumah. Hingga pada akhirnya membangun 3 lokal ruang kelas, yang berhasil direhab kembali pada tahun 1991. Pada tahun 1993 membangun 3 lokal ruang kelas baru, dengan Nomor Statistik Sekolah (NSS) 101032205005. Memiliki 9 orang tenaga pendidik, dengan jumlah siswa 74 orang.

Visi SD Negeri Tukang 01 adalah unggul dalam prestasi berdasarkan iamn taqwa, disiplin, terampil dan inovatif. Sedangkan Misi SD Negeri Tukang 01 adalah


(2)

82

1) meningkatkan prestasi siswa dalam bidang IPTEK dan seni; 2) meningkatkan iman dan taqwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa; 3) meningkatkan sikap disiplin pada siswa dalam kehidupan sehari-hari, baik di sekolah, masyrakat dan keluarga; 4) melatih dan mengembangkan ketrampilan siswa dalam bertindak dan berkarya dan 5) melatih siswa untuk hidup mandiri menyongsong hari depan yang lebih baik.

b. Profil SD Negeri Tukang 02

SD Negeri Tukang 02 berdiri pada tahun 1974, berdasarkan Instruksi Presiden (Inpres) sebagai upaya pemerataan kesempatan memperoleh pendidikan bagi warga negaranya yang saat itu dilakukan pembangunan gedung-gedung sekolah diseluruh penjuru tanah air, termasuk di desa Tukang. Saat itu di desa Tukang hanya memiliki satu sekolah dasar saja yaitu SD Negeri Tukan 01, sehingga dimungkinkan untuk dibangun sekolah dasar baru dengan nama SD Negeri Tukang 02. SD Negeri Tukang dengan Nomor Statistik Sekolah 101032205017 memiliki 10 orang tenaga pengajar dan dengan jumlah siswa sebanyak 82 anak.

Visi SD Negeri Tukang 02 adalah terwujudnya sumber daya manusia yang terdidik dalam Imtaq dan Iptek, cerdas, trampil, berakhlak mulia, santun serta unggul dlam prestasi.


(3)

83 Misi SD Negeri Tukang 02 adalah 1) membentuk generasi beriman, serta bertaqwa dan berakhlak mulia; 2) mencetak generasi yang berprestasi, disiplin dan tanggap terhadap kemajuan Iptek, serta melestarikan budaya jawa; 3) meningkatkan profesionalisme tenaga pendidik; 4) memberdayakan komite, masyarakat, dan lingkungan dalam perencanaan dan pelaksanaan kegiatan sekolah; 5) menjalin kerja sama dengan pihak-pihak terkait guna meningkatkn kinerja; dan 6) menerapkan manajemen partisipatif untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional.

4.1.2. Tenaga Pendidik dan Kependidikan, Rombongan Belajar dan Peserta Didik

Pada bagian ini akan diuraikan tentang data tenaga pendidik dan kependidikan serta data rombongan belajar serta peserta didik di SD Negeri Tukang 01 dan 02 sebelum dan sesudah regrouping.

a. Tenaga Pendidik & Kependidikan, Rombongan Belajar dan Peserta Didik SD Negeri Tukang 01

Data pendidik & kependidikan serta rombongan belajar dan peserta didik di SD Negeri Tukang 01 sebelum dilakukan regrouping yang disajikan pada tabel 4.1.


(4)

84

Tabel 4.1. Data tenaga pendidik dan kependidikan SD Negeri Tukang 01

NO NAMA JK IJAZAH GOL JABATAN KET 1 Atik Mutianah, S.Pd.SD P S1 IVa Gr.Kls VI PNS 2 Purnomo, S.Ag L S1 IVa Gr.PAI I- VI PNS 3 Siti Munastri P D2 IIb Gr.Kls I PNS 4 Mugiyem P D2 IIb Gr.Kls II PNS 5 Nanik Erna Pujianti P D2 IIb Gr.Kls V PNS 6 Dwi Ratna Rizkiyah P D2 IIb Gr.Kls VI PNS 7 Yusuf anggoro L D2 - Gr.Kls III WB 8 Edi Nuryanto L SMK - Pustakawan WB

Sumber: Dokumen Data Absensi SD Negeri Tukang 01 Tahun 2010/2011.

Tenaga pendidik dan tenaga kependidikan di SD Negeri Tukang 01 tahun 2010/2011 berjumlah 8 orang, terdiri dari 6 PNS, 1 Wiyata Bakti honor sekolah, dan 1 pustakawan honor sekolah. Guru kelas 6 orang, 1 guru mapel, dan 1 orang pustakawan.

SD Negeri Tukang 01 memiliki 6 (enam) rombongan belajar (rombel) yaitu masing-masing satu kelas dari kelas 1 sampai kelas 6. Jumlah siswa SD Negeri Tukang 01 pada tahun pelajaran 2010/2011 adalah 74 siswa, sehingga disebut sekolah kurus. Data rombongan SD Negeri Tukang 01 dipaparkan pada tabel 4.2.


(5)

85

Tabel 4.2. Data siswa SD Negeri Tukang 01 Tahun 2010/2011

No Nama Rombel Tingkat Kelas Jumlah Siswa L P Total

1 Kelas 1 1 9 3 12

2 Kelas 2 2 7 6 13

3 Kelas 3 3 7 5 12

4 Kelas 4 4 5 6 11

5 Kelas 5 5 5 9 14

6 Kelas 6 6 4 8 12

Jumlah 37 37 74

Sumber: Data siswa SD Negeri Tukang 01 tahun 2010/2011.

b. Tenaga Pendidik & Kependidikan, Rombongan Belajar dan Peserta Didik SD Negeri Tukang 01

Tenaga pendidik dan tenaga kependidikan di SD Negeri Tukang 02 tahun 2010/2011 berjumlah 10 orang, terdiri dari 7 PNS, 2 Wiyata Bakti honor sekolah, dan 1 penjaga honor sekolah. Kepala Sekolah 1 orang, guru kelas 6 orang, 1 guru mapel, dan 1 orang penjaga sekolah.

Data pendidik & kependidikan serta rombongan belajar dan peserta didik di SD Negeri Tukang 02 sebelum dilakukan regrouping yang disajikan pada tabel 4.3.


(6)

86

Tabel 4.3. Data tenaga pendidik dan kependidikan SD Negeri Tukang 02

NO NAMA JK IJAZAH GOL JABATAN KET 1 Sri Yuniati,S.Pd.SD P S1 IVa Kep.Sek PNS 2 Kuswanti P S1 IIIc Gr.Kls VI PNS 3 Siti Nurjanah P D2 IIb Gr.Kls I PNS 4 A.Supriyanto L D2 IIc Gr.Kls III PNS 5 Sriyono L D2 IIb Gr.OR I -VI PNS 6 Sukatni P D2 IIIa Gr.Kls IV PNS 7 Sutarna L D2 IIb Gr.Kls V PNS 8 M. Haris Cahyono L D2 - Gr.Mapel Inggs WB 9 Wiji Astuti P D2 - Gr.Kls II WB 10 M. Charis Mahmud L SMK - Penjaga WB

Sumber: Dokumen Data Absensi SD Negeri Tukang 02 Tahun 2010/2011.

SD Negeri Tukang 02 memiliki 6 (enam) rombongan belajar (rombel) yaitu masing-masing satu kelas dari kelas 1 sampai kelas 6. Jumlah siswa SD Negeri Tukang 02 pada tahun pelajaran 2010/2011 adalah 82 siswa, sehingga disebut sekolah kurus. Data rombongan SD Negeri Tukang 02 dipaparkan pada tabel 4.4.

Tabel 4.4. Data siswa SD N Tukang 02 Tahun 2010/2011

No Nama Rombel Tingkat Kelas Jumlah Siswa L P Total

1 Kelas 1 1 6 8 14

2 Kelas 2 2 4 9 13

3 Kelas 3 3 7 2 9

4 Kelas 4 4 8 7 15

5 Kelas 5 5 8 4 12

6 Kelas 6 6 8 11 19

Jumlah 41 41 82


(7)

87

4.2.

Hasil Penelitian

Dalam hasil penelitian ini disajikan tentang proses implementasi regrouping sekolah, faktor-faktor yang mempengaruhi program regrouping sekolah, dampak yang timbul dari program regrouping sekolah dan peningkatan efektifitas dan efisiensi dari program

regrouping sekolah di SD Negeri Tukang 01 & 02 Kecamatan Pabelan Kabupaten Semarang.

4.2.1. Proses Implementasi Program Regrouping Sekolah

a. Latar Belakang dan Perencanaan Regrouping Sekolah

Regrouping sekolah dasar dilaksanakan bukan hanya karena kedua sekolah tersebut tergolong sekolah kurus, tetapi juga merupakan sekolah satu kampus. Pertimbangan lain yang menyebabkan kedua sekolah diregrouping adalah karena kekurangan tenaga pendidik. Hal ini tentunya sesuai dengan Peraturan yang dikeluarkan oleh Menteri Dalam Negeri tentang Pedoman Pelaksanaan Penggabungan Sekolah tanggal 16 November 1998 yang menjelaskan bahwa:

“1) Penggabungan (regrouping) SD adalah usaha penyatuan dua unit SD atau lebih menjadi satu kelembagaan (institusi) SD dan diselenggarakan dalam satu pengelolaan; 2) Lingkup penggabungan SD meliputi SD yang terdapat antar desa/kelurahan yang sama dan atau di desa/kelurahan yang berbatasan dan atau antar kecamatan yang berbatasan; 3) Sekolah Dasar kemudian


(8)

88

disingkat SD adalah bentuk satuan pendidikan dasar milik pemerintah yang menyelenggarakan program pendidikan enam tahun; 4) SD inti adalah SD yang terpilih antara beberapa SD dalam satu gugus sekolah yang berfungsi sebagai pusat pengembangan di dalam gugus SD tersebut; 5) SD imbas adalah anggota satu gugus sekolah yang menjadi binaan SD inti; 6) SD kecil adalah SD di daerah terpencil yang belum memenuhi syarat pembakuan”.

Dari pedoman pelaksanaan regrouping sekolah yang dikeluarkan oleh Mendagri tersebut sangat jelas bahwa sekolah yang berada dalam satu kawasan bahkan satu kampus akan dilakukan regrouping.

Kekurangan tenaga pengajar juga menjadi salah satu alasan diadakannya regrouping sekolah, seperti yang tertuang dalam tujuan regrouping dalam Pedoman Pelaksanaan Penggabungan (regrouping) Sekolah Dasar yang dikeluarkan oleh pemerintah melalui Mendagri Nomor 421.2/2501/Bagda/1998 menyatakan bahwa:.

”Tujuan Program regrouping sekolah dasar adalah sebagai upaya untuk mengatasi masalah kekuranga tenaga guru, peningkatan mutu, efisensi biaya bagi perawatan gedung sekolah dan sekolah yang ditinggalkan dimungkinan penggunaannya untuk rencana pembukaan SMP kecil/SMP kelas jauh atau setara sekolah lanjutan sesuai ketentuan setempat untuk menampung lulusan sekolah dasar”.

Menurut Kepala Sekolah SD Negeri Tukang 02 Ibu Sri Yuniati, S.Pd.SD tentang proses pelaksanaan

regrouping di SD Negeri 01 & 02 dari hasil wawancara mengatakan bahwa:

Regrouping sekolah di SD Negeri Tukang 01 & 02 sebenarnya sudah direncanakan oleh stekeholder dari kedua sekolah sejak tahun 2009. Pada saat itu terjadi


(9)

89 kekosongan kedudukan kepala sekolah SD Negeri Tukang 01 karena purna tugas. Dan oleh pemerintah kedudukan kepala sekolah diampu oleh Kepala Sekolah SD Negeri Tukang 02, yaitu saya sendiri terhitung 1 September 2009. Pertimbangan lain adalah karena ke dua sekolah tersebut juga kekurangan tenaga pengajar khususnya guru Mapel. Jumlah siswa yang relatif sedikit yaitu sekitar 70-80 anak setiap tahunnya juga menjadi salah satu penyebabnya. Sekolah yang berada pada satu kampus kadangkala mengakibatkan persaingan yang kurang baik dalam memperebutkan siswa baru maupun dalam proses belajar mengajar setiap harinya”.

Salah satu guru yang sampai saat ini masih mengampu di sekolah tersebut Ibu Dwi Ratna Rizkiyah yang mengatakan bahwa:

”Rencana regrouping sekolah sudah diketahui oleh semua

warga sekolah SD Negeri Tukang 01 & 02 jauh-jauh hari sebelum akhirnya diadakan rapat bersama. Regrouping sekolah dilakukan karena jumlah siswa yang sedikit. Setiap pelaksanaan PPDB kedua sekolah berebut siswa baru, namun karena sekolah satu kampus, maka sering terjadi rasa saling mencurigai. Di SD Negeri Tukang 01 juga kekurangan tenaga pendidik dan sudah tidak lagi punya kepala sekolah. Jadi lebih baik kalau kedua sekolah ini diregrouping”.

Bapak Purnomo, S.Ag salah satu guru senior yang mengampu mata pelajaran agama Islam memberikan keterangan tentang proses pelaksanaan

regrouping SD Negeri Tukang 01 & 02 sebagai berikut:

”Waktu itu ada kesepakatan antara pihak SDN Tukang 01

dengan pihak SDN Tukang 02 berkenaan dengan keputusan pemerintah, dimana sekolah-sekolah yang berada pada satu kampus harus diregrouping. Dengan adanya peraturan tersebut, semua pihak yang terlibat dalam proses pendidikan di SDN Tukang 01 & 02 mulai merencanakan pelaksanaan regrouping sekolah. Karena berada pada satu kampus itu, maka kadang-kadang terjadi perebutan siswa baru. Rata-rata tiap tahun hanya


(10)

90

mendapatkan siswa 10-15 anak. Kebetulan SDN Tukang 01 juga kurang tenaga pendidiknya, malahan jabatan kepala sekolah juga kosong. Maka akhinya tahun 2011, kami sepakat untuk meregrouping”.

Dari beberapa data hasil wawancara dan dokumen diatas dapat dapat dilihat bahwa bahwa proses implementasi regrouping sekolah di SD Negeri Tukang 01 & 02 Kec. Pabelan terjadi karena kedua sekolah tersebut berada pada satu kampus, dimana kedua sekolah tersebut sama-sama memiliki sedikit siswa (sekolah kurus). Keberadaan sekolah dalam satu kampus menyebabkan situasi sekolah mengalami persaingan yang tidak sehat. Perebutan siswa didik baru dan proses pengajaran masing-masing guru dari kedua sekolah tersebut menaruh perasaan saling curiga, yang mengakibatkan suasana di sekolah tidak kondusif. Permasalahan lain adalah terjadinya kekosongan pada jabatan Kepala Sekolah di SD Negeri Tukang 01 sejak tahun 2009. Bukan hanya jabatan kepala sekolah, tetapi juga kekurangan tenaga pendidik khusunya guru Mapel dan Mulok, sehingga proses belajar mengajar tidak terjadi secara maksimal. Dari beberapa alasan tersebut stekeholder dari kedua belah sekolah mengadakan rapat bersama sebagai upaya untuk menyambut program kebijakan pemerintah, yaitu regrouping sekolah.


(11)

91 b. Mekanisme Pelaksanaan Regrouping Sekolah

Berdasarkan kesepakatan kedua stekeholder

kedua belah pihak dalam rapat yang terjadi pada tanggal 20 Mei 2010 yang diikuti oleh pengawas TK/SD, komite sekolah, kepala sekolah, kepala desa, dan guru kelas dari kedua sekolah tersebut sepakat untuk melakukan regrouping. Dalam Selayang Pandang Profil SD Negeri Tukang 01 pada bagian kronologi penggabungan SD Negeri Tukang 01 & 02, memutuskan bahwa:

”1) Mulai tahun 2010/2011 PSB hanya diterima di satu SD, yakni SDN tukang 02. Demikian untuk tahun-tahun selanjutnya. 2) mulai tahun 2010 kelas II dan kelas III SD Tukang 01 langsung ditransfer ke kelas II dan kelas III SDN Tukang 02. 3) adapun SDN Tukang 01 masih mengelola pembelajaran untuk kelas IV, V, VI. 4) tenaga pendidik dan tenaga kependidikan saling diperbantukan di dua SD”.

Adapun sekolah yang masih eksis berdiri adalah SD Negeri Tukang 02. Hal ini berdasarkan hasil akreditasi sekolah yang menunjukan bahwa akreditasi sekolah SD Negeri Tukang 02 lebih tinggi yaitu mendapatkan nilai A (akreditasi sekolah tahun 2007), sedangkan SD Negeri Tukang 01 hanya mendapatkan nilai B (akreditasi sekolah tahun 2006). Terhitung sejak 1 Juli 2011 semua tenaga pendidik, siswa dan sarana prasarana SD Negeri Tukang 01 dimutasi ke SD Negeri Tukang 02.


(12)

92

Data siswa SD Negeri Tukang 02 setelah terjadi

regrouping sekolah disajikan pada tabel 4.5.

Tabel 4.5. Data siswa SD Negeri Tukang 02 Tahun 2011/2012

No Nama Rombel Tingkat Kelas Jumlah Siswa L P Total

1 Kelas 1 1 20 13 32 2 Kelas 2 2 9 13 22 3 Kelas 3 3 14 7 21 4 Kelas 4 4 9 15 24 5 Kelas 5 5 12 15 27 6 Kelas 6 6 12 10 22 Jumlah 76 72 148

Sumber: Data siswa SD Negeri Tukang 02 tahun 2011/2012.

Kondisi fisik SD Negeri Tukang 01 yang diserahkan kepada SD Negeri Tukang 02 dapat diliat pada tabel 4.6.

Tabel 4.6. Kondisi Fisik SD Negeri Tukang 01 yang diserahkan ke SD Negeri Tukang 02

No Nama Jum lah

Ru

ang Luas Keadaan 1 Gedung Sekolah 2 6 336 Baik 2 Ruang Kepala Sekolah 1 1

3 Ruang Guru 1 1 35 4 Ruang Perpustakaan 1 1 56 5 Ruang UKS 1 1 35

6 Ruang Ibadah 1 1 35 Rusak ringan 7 Gudang 1 1 14

8 Kamar Kecil 3 3 7

9 Rumah Dinas Guru 1 50 Rusak berat 10 Halaman Upacara 1 216

Total area sekolah 12 15 653


(13)

93 Penempatan tenaga pendidik dan kependidikan dalam proses implementasi regrouping sekolah menjadi masalah baru. Regrouping sekolah membuat jumlah tenaga pendidik yang tadinya kurang menjadi kelebihan. Data menunjukan bahwa jumlah tenaga pendidik di SD Negeri Tukang 01 sebayak 7 orang, terdiri dari 6 guru kelas dan 1 guru mapel agama islam. SD Negri Tukang 02 memiliki 9 guru, terdiri dari 1 kepala sekolah, 6 guru kelas, 1 guru olah raga dan 1 guru mulok Bahasa Inggris. Jadi total jumlah tenaga pendidik setelah diregrouping ada 16 guru, terdiri dari 12 guru kelas, 1 guru mapel agama islam, 1 guru mapel olah raga dan 1 guru mulok Bahasa Inggris. Sedangkan tenaga kependidikan yang dimiliki ada 2 orang yaitu 1 pustakawan dan 1 penjaga sekolah. Adapun pengaturan pembagian tugas yang diberikan oleh kepala sekolah SD Negeri Tukang 02 saat itu adalah sperti yang terlihat pada table 4.7

Tabel 4.7. Data Pembagian Tugas Mengajar SD Negeri Tukang 02

NO NAMA JK IJA

ZAH GOL JABATAN KET 1 Sri Yuniati,S.Pd.SD P S1 IVa Kep.Sek PNS 2 Purnomo,S.Ag L S1 IVa Gr PAI I-VI PNS 3 Kuswanti P S1 IIIc Gr.Kls VIA PNS 4 Atik Muntianah,S.Pd.SD P S1 IVa Gr. Kls VIB PNS 5 Nanik Erna P D2 IIb Gr. Kls VA PNS 6 Sutarna L D2 IIb Gr.Kls VB PNS 7 Sukatni P D2 IIIa Gr.Kls IVA PNS 8 Dwi Ratna Rizkiyah P D2 IIb Gr. Kls IVB PNS


(14)

94

9 Sriyono L D2 IIb Gr.OR I -VI PNS 10 Siti Mukaromah P D2 IIIc Gr. Kls III PNS 11 Siti Munasri P D2 IIb Gr. Kls IIB PNS 12 Wiji Astuti P D2 - Gr.Kls IIA WB 13 Siti Nurjanah P D2 IIb Gr.Kls I PNS 14 Yusuf Anggoro L D2 - Gr.SBK WB 15 M. Haris Cahyono L D2 - Gr.Mapel Inggris WB 16 Edi Nuryanto L SMK - Pustakawan WB 17 M. Kharis Mahmud L SMK - Penjaga WB

Sumber: Dokumen Data Instrumen Verifikasi SD Negeri Tukang 02 Tahun 2011.

Selama 4 tahun SD Negeri 01 menjadi satu atap di SD Negeri 02, akhirnya pemerintah Kabupaten Semarang dalam Keputusan Bupati Semarang Nomor 900/0413/2014 tanggal 30 Mei 2014 mengeluarkan Surat Keputusan bahwa SD Negeri Tukang 01 dan SD Negeri Tukang 02 resmi diregrouping dengan nama baru yaitu SD Negeri Tukang.

Kepala Sekolah SD Negeri Tukang 02 mengatakan bahwa regrouping sekolah di SD N Tukang 01 dan SD Negeri Tukang 02 terjadi atas kesepakatan bersama, selanjutnya atas kesepakatan tersebut mereka mengajukan permohonan regrouping ke pemerintah. Demikian pernyataan Bu Sri Yuniati, S.Pd.SD:

Regrouping sekolah di SDN 01 & SDN 02 terjadi atas kesepakatan bersama, sebelum dilakukan regroupingpun sudah dilakukan sosialisasi. Sebenarnya bisa dikatakn proses regrouping yang terjadi di sekolah kami ini terjadi secara alami, karena sebelum mendapatkan SK resmi dari Bupati, kami sudah melakukan regrouping berdasarkan peraturan Mendagri tahun 1998, bahwa sekolah satu kampus harus digabung. Bersama dengan komite, pengawas, dewan guru dan kepala desa kami mengadakan rapat bersama dan hasilnya disepakati bahwa kedua


(15)

95 sekolah ini akan diregroup. Kesepakatan itu terjadi sejak pertengahan tahun 2010, yang menghasilkan keputusan bahwa mulai tahun 2011 akan melakukan penggabungan dimana sekolah yang menjadi induk adalah SDN Tukang 02. Kenapa SDN 02, hal ini berdasarkan pertimbangan dari pengawas dan UPTD dilihat dari hasil terakhir akreditasi menunjukan bahwa SDN 02 lebih unggul dibanding SDN 01. Sejak awal 2011 mulai dilakukan penggabungan baik siswa, tenaga pendidik maupun sarana prasarana. Semua bentuk pelaporan SDN 01 dijadikan satu dengan dengan SDN 02, termasuk laporan BOS. Selama 4 tahun menjadi satu induk akhirnya Bupati memberikan SK regrouping sekolah pada tahun 2014, dengan nama baru yaitu SD Negeri Tukang”.

Pernyataan dari Kepala Sekolah diatas dibenarkan oleh kepala UPTD Kec. Pabelan Ibu Umi Hartutik, M.M bahwa regrouping SD Negeri Tukang sudah terjadi beberapa tahun sebelum SK dari Bupati keluar. Beliau mengatakan bahwa:

Regrouping sekolah di SD Tukang sebenarnya sudah

terjadi beberapa tahun sebelum Bupati Kab. Semarang mengeluarkan SK Regrouping Sekolah. Jadi bisa dikatakan regrouping alami. Kedua SD tersebut sudah melakukan musyawarah bersama dalam mengatasi jumlah siswa yang kurus kemudian melakukan penggabungan, dimana SDN Tukang 02 dijadikan sekolah induk, berdasarkan nilai akreditasi yang lebih tinggi. Semua siswa, tenaga pendidik dan asset SDN Tukang 01 digabungkan ke SDN 02, termasuk semua bentuk laporannya”.

Bapak Purnomo, S.Ag sebagai guru senior di SD Negeri Tukang 01 menceritakan proses regrouping yang terjadi secara alami, yaitu sebagai berikut:

“Proses regrouping sekolah di SDN Tukang 01 & 02 terjadi secara alami mulai tahun 2010 berdasarkan kesepakatan bersama antara kedua sekolah yang berkepentingan. Waktu itu untuk mengatasi masalah penerimaan siswa, dimana kedua sekolah ini memiliki siswa yang sedikit.


(16)

96

Waktu itu SDN 01 menyerahkan semua asset, mulai dari siswa, guru dan sarpras kepada SDN 02 yang dipilih sebagai sekolah induk berdasarkan nilai akreditasi sekolah yang lebih tinggi, yaitu A. Barulah selang beberapa tahun mengajukan regrouping ke bupati dan mendapatkan SK Bupati pada tahun 2014, dengan nama sekolah yang baru yaitu SD Negeri Tukang.”

Dari pernyataan yang disampaikan oleh Ibu kepala Sekolah SD Negeri Tukang tentang mekanisme pelaksanaan regrouping di SD Negeri Tukang 01 dan SD Negeri Tukang 02 diatas divalidasi oleh pernyataan dari Ka.UPTD Pendidikan Kec.Pabelan dan Guru Agama di SD Negeri Tukang. Bahwa proses implementasi

regrouping sekolah sudah berjalan 4 tahun sebelum SK Bupati dikeluarkan, maka dinamakan regrouping alami. Sebelumnya mereka menyebut sekolah satu atap. Karena dari hasil rapat semua warga sekolah dan

stekeholder kedua pihak yang berkepentingan memutuskan bahwa semua aset yang dimiliki oleh SD Negeri Tukang 01 beserta laporannya dijadikan satu dengan sekolah induk yaitu SD Negeri Tukang 02. Pemilihan SD induk didasarkan pada nilai akreditasi terakhir yaitu nilai A yang diperoleh SD Negeri Tukang 02 pada tahun 2010.

4.2.2. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Regrouping Sekolah

Faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya

regrouping dapat dilihat dari beberapa segi. Kali ini penulis menemukan lima faktor yang terjadi dalam


(17)

97 pelaksanaan regrouping sekolah di SD Negeri Tukang 01 & SD Negeri Tukang 02.

a. Kondisi Siswa

Jumlah siswa di SD Negeri Tukang 01 dan SD Negeri Tukang 02 dari tahun ke tahun tidak mengalami perkembangan. Rata-rata jumlah siswa setiap tahun hanya dikisaran angka 70 - 80 siswa. Setiap tahun jumlah siswa barupun hanya 10 – 16 orang, sehingga dikatakan bahwa kedua sekolah tersebut adalah sekolah kurus yang dapat dilihat pada tabel 4.8.

Tabel 4.8. Data PPDB SD Negeri Tukang 01 & 02 Tahun 2006-2010

No Tahun SDN 01 SDN 02

1 2006 7 13

2 2007 11 12

3 2008 12 12

4 2009 12 10

5 2010 15 16

Sumber: Data Penerimaan Siswa Baru SD Negeri Tukang 01 & SD Negeri Tukang 02 tahun 2006 - 2010.

Data tersebut menunjukan bahwa jumlah siswa dari tahun ke tahun tidak memenuhi standart sekolah yang bermutu. Akan menjadi lebih baik jika kedua sekolah tersebut dilakukan regrouping sehingga efektifitas dan efisiensi dapat tercapai.


(18)

98

Kepala Sekolah SD Negeri Tukang 02 Bu Sri Yuniati, S.Pd.SD mengakatan bahwa 4 tahun terakhir tidak mengalami peningkatan.

”Setiap PPDB dilakukan, terjadi kecurigaan antara SDN 01 dan SDN 02, yaitu kecurigaan tentang perebutan siswa. Walaupun kenyataannya kedua sekolah sama-sama memperoleh siswa yang sedikit. Coba saja kedua sekolah yang satu kampus ini hanya ada satu, pasti jumlah penerimaan siswa barupun meningkat.”

Ibu Ratna, S.Pd.SD juga mengatakan bahwa jumlah siswa baru SDN 01 dan SDN 02 hanya sedikit. Demikian pernyataan Ibu guru kelas VI yang membenarkan pernyataan ibu kepala sekolah:

”Setiap tahun jumlah siswa baru di SDN 01 dan 02 sama

-sama sedikit, paling banyak 10-15 siswa. Setiap tahun seperti itu terus. Jadi sekolahnya kurus, siswanya sedikit.”

Berdasarkan pernyataan kepala sekolah, guru dan dari data penerimaan siswa baru SD Negeri Tukang 01 dan SD Negeri Tukang 02, menunjukan bahwa jumlah penerimaan siswa baru tiap tahun tidak mengalami peningkatan. Hal tersebut menunjukan bahwa jumlah siswa pada sekolah tersebut adalah sekolah kurus dengan jumlah siswa yang sedikit.

b. Tenaga Pendidik

Tenaga didik SDN Tukang 01 yang terdiri dari 7 guru dan 1 pustakawan. Dari 7 orang guru terdari dari 6 guru kelas dan 1 guru agama Islam. SD Negeri


(19)

99 Tukang 01 tidak memiliki guru olahraga dan kepala sekolah. Setiap mata pelajaran olahraga, langsung diampu oleh guru kelas. Sementara tugas kepala sekolah diwakili oleh salah satu guru senior, hingga pada akhirnya Ka.UPTD memberikan mandat kepala Kepala Sekolah SD Negeri Tukang 02 untuk mengampunya.

SD Negeri Tukang 02 tidak memiliki masalah dalam hal ketenagapendidikan. Semua sudah terpenuhi, baik itu guru kelas, olah raga maupun guru agama, dan dibantu oleh seorang penjaga sekolah.

Berdasarkan pernyataan dari Kepala Sekolah SD Negeri Tukang 02 menunjukan bahwa:

”Tenaga kependidikan di SDN Tukang 02 sudah terpenuhi. Kekosongan guru kelas sudah teratasi karena ada tenaga wiyata bakti honor sekolah yang mengampunya. Namun di SDN Tukang 01 ada kekosongan di mapel olahraga. Jika jadwal olahraga, maka guru kelas yang mengampunya, atau bahkan jika bersamaan dengan jadwal olahraga SDN Tukang 02, biasanya digabung. Kekosongan kedudukan Kepala Sekolah beberapa bulan setelah purna tugas dari Bpk. Arif Surakhman, oleh Ka.UPTD Kec. Pabelan, saya diberi SK untuk mengampu SDN 01 dan 02.”

Kepala UPTD pendidikan Kec. Pabelan Ibu Umi Hartutik, M.M menjelaskan tentang masalah tenaga kependidikan di SD Negeri Tukang 01 dan SD Negeri Tukang 02 mengatakan bahwa:

”Kalau di SDN 02 Tukang sebenarnya kekurangan tenaga kependidikan sudah dibantu oleh tenaga WB, jadi sudah cukup. Tapi kalau di SDN 01 memang masih membutuhkan kekurangan tenaga kependidikan, yaitu


(20)

100

guru mapel olahraga dan kepala sekolah. Karena kedua sekolah itu berada dalam 1 wilayah, maka saya memberikan tugas kepada kepala sekolah SDN 02 untuk mengampu di SDN 01. Sementara untuk mapel olahraga jika bersamaan dengan jadwal di SDN 02, bisa dibantu oleh guru olahraga SDN 02. Maka akan menjadi lebih baik jika kedua sekolah tersebut diregrouping”.

Ibu Dwi Ratna Rizkiyah membenarkan pernyataan dari ibu kepala sekolah tentang masalah tenaga kependidikan, sebagai berikut:

”SD Negeri Tukang 01 memang kekurangan tenaga pengajar khususnya mapel olahraga. Setiap ada jadwal olahraga langsung diampu oleh guru kelas. Kadang-kadang digabung dengan SD Negeri Tukang 02 jika ada jadwal yang bersamaan. Sementara untuk kepala sekolah diampu oleh Kepala Sekolah SD Negeri Tukang 02.”

Dari pernyataan Kepala Sekolah SD Negeri 02, yang didukung oleh pernyatan Kepala UPTD Pendidikan Kec.Pabelan dan Guru di SD Negeri Tukang 01, masalah tenaga kependidikan menjadi salah satu faktor penyebab dilakukanya regrouping sekolah. Apabila sekolah tersebut berada dalam satu kampus, akan menjadi efektif jika kekurangan tenaga kependidikan diatasi apabila kedua sekolah tersebut diregrouping. Sehingga tidak perlu lagi mengangkat guru baru untuk memenuhi kekurangan tersebut. Sementara jumlah siswa hanya sedikit dan tidak memenuhi standar mutu pendidikan yang ditetapkan oleh pemerintah.


(21)

101 c. Peraturan Menteri dalam Negeri

Peraturan Menteri dalam Negeri Nomor 421.2/2501/Bangda/1998 tentang Pedoman Pelaksanaan Penggabungan Sekolah (Regrouping) Sekolah Dasar, menjadi salah satu faktor yang mempengaruhi terjadinya regrouping sekolah di SD Negeri Tukang 01 dan SD Negeri Tukang 02 Kec. Pabelan Kab.Semarang. Dalam Peraturan Mendagri tersebut disebutkan bahwa salah satu syarat sekolah yang diregrouping adalah sekolah yang diselenggarakan dalam satu pengelolaan, lingkup penggabungan SD meliputi SD yang terdapat antar desa/kelurahan yang sama dan atau di desa/kelurahan yang berbatasan dan atau antar kecamatan yang berbatasan dan SD kecil di daerah terpencil yang belum memenuhi syarat pembakuan.

SD Negeri Tukang 01 dan SD Negeri Tukang 02 masuk pada kategori sekolah yang harus diregrouping. Faktor sekolah kecil yang berada dalam satu desa harus diregrouping. Bukan hanya terletak di satu desa, tapi kedua sekolah tersebut justru berada dalam satu kampus. Bahkan jumlah siswa kedua sekolah tersebut kecil/ kurus.

Kepala Sekolah SD Negeri Tukang 02 (Ibu Sri Yuniati, S.Pd.SD) membenarkan bahwa faktor


(22)

102

regrouping sekolah salah satunya adalah peraturan Mentri Dalam Negeri tentang juknis regrouping sekolah.

”Dengan adanya peraturan dari Mendagri tentang

regrouping sekolah ini justru kami bersyukur karena bisa mengatasi masalah kekurangan siswa dan tenaga pengajar yang sesuai standart peningkatan mutu.”

Kepala UPTD Pendidikan Kec. Pabelan mengatakan bahwa sekolah satu kampus merupakan sasaran dari pelaksanaan juknis mendagri untuk melakukan regrouping.

”Sasaran dari juknis pelaksanaan regrouping sekolah yang dikeluarkan oleh mendagri salah satunya ya sekolah satu kampus, ditambah lagi dengan sekolah tersebut merupakan sekolah kurus.”

Peraturan Mentri Dalam Negeri tentang pelaksanaan regrouping sekolah menjadi dasar dan pedoman bagi SD Negeri Tukang 01 dan SD Negeri Tukang 02 untuk melakukan regrouping. Dengan adanya peraturan Mendagri tersebut, maka masalah tentang kurangnya tenaga kependidikan dan masalah jumlah siswa yang sedikit dapat teratasi.

d. Kondisi Lingkungan Sekolah

Dua sekolah yang terletak pada satu lokasi menjadi salah satu faktor penyebab terjadinya

regrouping. Di desa Tukang terdapat 3 sekolah dasar, 1 MI dan 2 SD Negeri. Letak MI cukup jauh jaraknya dengan SD Negeri Tukang 01 dan SD Negeri Tukang 02.


(23)

103 Tapi masih banyak masyarakat yang lebih berminat untuk menyekolahkan anak mereka di SD negeri. Masyarakat memberikan penilaian bahwa SD negeri lebih bermutu dibanding dengan MI yang ada di desa Tukang.

”Kebanyakan masyarakat desa Tukang masih memilih sekolah negeri sebagai tempat belajar bagi anak-anak mereka. Walaupun menurut jarak tempuh lebih dekat MI. Mereka melihat bahwa sekolah negeri lebih berbobot dibanding MI. Memang kedua sekolah negeri yang ada di Tukang ini siswanya sedikit, tapi bukan karena kalah dengan sekolah lain (MI). Tapi karena ada dua sekolah negeri dalam satu lokasi. Kalau 1 sekolah mendapatkan 10-15 siswa baru, jika kedua sekolah tersebut digabung, berarti mendapatkan siswa lebih dari 20 anak.”

Demikian pernyataan Kepala Desa Tukang (Bapak Yudhi Prabowo) ketika ditanya tentang kondisi masyarakat Tukang mengenai pemilihan sekolah.

Komite Sekolah SD Negeri Tukang 02 mengakatan bahwa keberadaan letak sekolah satu lokasi menyebabkan perpecahan siswa dalam memilih sekolah.

“Masyarakat lebih memilih sekolah negeri, karena mutu pendidikan di sekolah negeri lebih baik dibanding MI. Walaupun sebenarnya masyarakat juga merasa bingung harus masuk ke SDN 01 atau SDN 02. Makanya regrouping sekolah ini disambut baik oleh masyarakat.”

Kondisi lingkungan kedua sekolah tersebut juga menjadi faktor penentu terjadinya regrouping. Terutama karena keberadaan sekolah yang berada pada satu kampus. Masyarakat secara umum lebih memilih


(24)

104

sekolah di SD negeri menjadi keuntungan bagi sekolah. Namun masyarakat dibuat bingung dalam memilih satu diantara keduanya. Sehingga terbelah menjadi dua, sebagian mendukung SD Negeri Tukang 01 dan sebagian lagi di SD Negeri 02.

4.2.3. Dampak Program Regrouping Sekolah a. Dampak Bagi Tenaga Pendidikan/ Guru

Ada dua dampak regrouping bagi tenaga pengajar yaitu dampak positif dan negatif. Dari segi positif,

regrouping menjawab kebutuhan kekurangan guru. Semua guru kelas, guru mapel, dan guru mulok terpenuhi. Namun secara negatif ada permasalahan baru, khususnya dalam hal mutasi guru.

Kepala Sekolah SD Negeri Tukang 02 mengatakan tentang dampak regrouping bagi guru baik secara positif maupun negatif, yaitu sebagai berikut:

”Adanya regrouping bagi guru sebenarnya bisa menjawab

kebutuhan sekolah akan kekurangan guru. Yang tadinya tidak ada kepala sekolah, tidak ada guru mapel, dengan regrouping semua kebutuhan guru terpenuhi. Namun juga berdampak negatif, khususnya masalah mutasi guru. Sebagian guru yang dimutasi kebanyakan adalah guru-guru senior yang sudah lama mengajar di kedua sekolah tersebut. Sementara yang masih tinggal adalah guru yang baru masuk. Hal tersebut menjadi kecemburuan bagi guru senior. Mereka merasa tersisihkan, karena justru mendapatkan tempat mutasi yang jarak tempuhnya lebih jauh. Kalau bagi guru WB, mereka diberi jam mulok, karena tidak ada lagi jam yang kosong. Pada akhirnya mereka mencari sekolah lain yang bisa memberi minimal 18jam.”


(25)

105 Salah satu guru senior Bapak Purnomo, S.Ag mengatakan tentang dampak regrouping bagi guru sebagai berikut:

”Memang dampak regrouping bagi guru lebih banyak yang negatif disbanding yang positif. Bagi guru PNS yang dimutasi, mereka tidak puas karena malah dipindah ke sekolah yang jarak tempuhnya lebih jauh. Kedua justru malah guru senior yang terkenam mutasi, secara spikologi mereka merasa tersingkirkan. Sementara bagi guru honorer sekolah (WB) tidak punya jam mengajar. Mereka mau tidak mau harus cari sekolah lain yang membutuhkan. Untuk positifnya ya cuma kebutuhan guru terpenuhi.”

Pendapat yang serupa juga disampaikan oleh Ibu Kuswati, S.Pd SD, seorang guru yang dimutasi dari sekolah tersebut, yaitu:

”Memang terlihat dampak negative dari regrouping bagi guru terutama dirasakan oleh yang termutasi. Bagaimana tidak, kami malah di tempatkan di sekolah yang lebih jauh. Kenapa bukan guru yang muda dan lebih kuat saja yang dimutasi. Sementara kami sudah lama memberi sumbangsih terhadap sekolah tersebut ustru malah disingkirkan. Untuk taman-teman WB, mereka lebih kasian karena masuk sekolah tapi tidak punya jam mengajar, paling 1 minggu mengajar 6 jam, makanya mereka harus mencari sekolah lain. Kalau segi positifnya ya mungkin tujuan efektifitas guru terpenuhi.”

Salah seorang guru wiyata bhakti honorer sekolah membenarkan apa yang disampaikan oleh ibu Kuswati. M. Haris berkata:

”Banyak guru senior yang dimutasi mbak, mereka pindah kesekolah yang jauh. Kalau kami sebagai wiyata bhakti karena tidak memeiliki jam linier, mau tidak mau ya harus mencari sekolah lain. Positifnya ya semua kebutuhan guru tercukupi.”


(26)

106

Dampak regrouping sekolah bagi guru secara negatif, berdasarkan hasil wawancara tersebut adalah tentang mutasi. Ada kecemburuan dari guru senior yang harus dimutasi ke sekolah yang lebih jauh, mereka merasa diremehkan. Sementara bagi guru honorer sekolah, secara tidak langsung harus mencari sekolah lain yang lebih membutuhkan. Dari segi positifnya, kebutuhan akan tenaga pendidik dapat tercukupi.

b. Dampak Bagi Siswa

Regrouping sekolah bagi siswa tidaklah berdampak terlalu besar. Siswa yang sudah bergaul antara satu dengan yang lain, walaupun beda sekolah. Mereka tidak merasakan bahwa selama ini beda sekolah. Hal ini disebabkan karena mereka berada dalam satu kampus. Persaingan hanya mereka rasakan saat menghadapi lomba. Selebihnya dalam pergaulan sehari-hari, sebelum dan sesudah diregrouping tidaklah berpengaruh.

Dari segi jumlah, dua sekolah yang digabung menjadi satu berdampak pada peningkatan jumlah siswa dua kali lipat. Sebelum regrouping jumlah siswa dikisaran angka 70-80, setelah regrouping terjadi berada pada 140-155 siswa.


(27)

107 Ibu Kepala Sekolah SD Negeri Tukang 02 menjelaskan bahwa secara spikologi regrouping sekolah tidak terlalu bermasalah bagi siswa.

”Bagi siswa tidak terlalu berdampak, karena mereka sudah hidup bergaul selama ini, walaupun beda sekolah. Persaingan hanya terjadi ketika diadakan perlombaan, itu baru mereka rasakan kalau mereka beda sekolah. Untuk kesehariaanya mereka bergaul dengan rukun, tanpa membedakan sekolah, kan berada pada satu kampus.”

Hal tersebut juga dibenarkan oleh Ibu Ratna, yang mengatakan bahwa siswa SD Negeri Tukang 01 dan 02 sudah bergaul akrap antara satu sama lain. Mereka tidak merasakan perbedaan sekolah. Pada waktu istirahat bermain bersama layaknya anak yang sekolah pada satu sekolah yang sama. Setelah

diregrouping siswa merasa lebih tenang dan nyaman, karena tidak lagi dipisah dan bersaing pada saat lomba, demikian pernyataan ibu Ratna:

”Sebelum dan sesudah regrouping dampaknya bagi siswa hanya saat lomba saja, mereka harus bersaing. Tapi dalam keseharian mereka bergaul akrab tanpa merasakan bahwa berada pada dua sekolah yang berbeda. Setelah regrouping semakin akrap dan tidak ada lagi persaingan.”

Hal senada juga disampaikan oleh pak Purnomo. Beliau membenarkan bahwa regrouping tidak terlalu berdampak besar bagi murid.

”Anak-anak tidak terlalu mempermasalahkan regrouping. Selama ini mereka sudah tinggal jadi satu. Bermain bersama-sama. Hanya saat lomba aja baru mereka sadari kalau mereka sebenarnya beda sekolah”


(28)

108

Dari hasil wawancara tersebut dapat dilihat bahwa regrouping sekolah di SD Negeri Tukang 01 dan SD Negeri Tukang 02 bagi siswa tidak berpengaruh besar bagi siswa. Hal itu karena mereka sejak masuk sekolah sudah bermain bersama-sama. Keberadaan sekolah satu kampus menjadikan siswa merasa tidak ada perbedaan lembaga. Hanya ketika ada lomba saja mereka baru menyadari kalau sebenarnya beda sekolah. Oleh karena itu sejak diregrouping, mereka tidak perlu lagi bersaing untuk memperebutkan nama baik sekolah.

c. Dampak Terhadap Sarana Prasarana Sekolah

Sarana prasarana sekolah di SD Negeri Tukang 02 bertambah menjadi dua kali lipat setelah dilakukan

regrouping. Semua aset yang dimiliki oleh SD Negeri 01 diserahkan kepada SD Negeri Tukang 02. Aset yang berupa bangunan, mebeler, buku dan alat peraga dikelola oleh SD Negeri Tukang 02. Penggunaan sarana prasarana diatur sepenuhnya oleh SD Negeri Tukang 02 sebagai sekolah induk yang menjadi naungan. Aset yang dimilik sebelum dan setelah regrouping dapat dilihat pada tabel 4.9.


(29)

109

Tabel 4.9. Data Sarana Prasarana Sekolah SD Negeri Tukang 02

NO Nama

Sebelum Regrouping Setelah Regrouping Jum

lah Ru

ang Luas Jumlah Ru

ang Luas 1 Gedung Sekolah 6 6 658 12 12 1488 2 Ruang Kepala Sekolah 1 1 14 1 1 77 3 Ruang Guru 1 1 35 1 1 35 4 Ruang Perpustakaan 1 1 56 1 1 35 5 Ruang UKS 1 1 35 1 1 35 6 Ruang Ibadah 1 1 1 1 54 7 Aula 1 1 35 1 1 35 8 Gudang 1 1 1 1 22 9 Kamar Kecil 3 3 18 7 1 34 10 Rumah Dinas Kepala Sekolah 1 1 54 1 1 54 11 Rumah Dinas Guru 1 1 54 12 Halaman 1 432 1 682

Total Area 905 1487

Sumber: Dokumen Data Absensi SD Negeri Tukang 02 Tahun 2010 dan 2017.

d. Dampak Terhadap Sekolah

Tujuan dari regrouping sekolah salah satunya adalah untuk meningkatkan mutu pendidikan di sekolah. Regrouping sekolah di SD Negeri Tukang 01 dan SD Negeri Tukang 02 menghasilkan sekolah yang baru yaitu SD Negeri Tukang. Dengan regrouping,

peningkatan mutu sekolah yang terlihat adalah dari beberapa segi, antara lain:

1) Prestasi sekolah

Prestasi sekolah sejak dilakukan regrouping

semakin meningkat. Hal ini terjadi karena sekolah memiliki banyak pilihan siswa yang


(30)

110

berbakat. Sebelum diregrouping sekolah kesulitan memilih anak untuk mengikuti lomba karena keterbatan jumlah siswa. Namun setelah diadakan regrouping, bisa meraih banyak kejuaran yang baik tingkat kecamatan, kabupaten bahkan juga tingkat propinsi.

2) Tenaga pendidik

Mutu tenaga pendidik di SD Negeri Tukang juga mengalami peningkatan. Masing-masing kelas mendapatkan pola pengajaran yang semakin berkualitas. Guru kelas yang masih muda dan berbakat memberikan metode pengajaran yang semakin kreatif. Terbukti anak-anak lulusan SD Negeri Tukang mendapatkan hasil ujian yang meningkat dari tahun ke tahun. Begitu juga ketika mengikuti berbagai macam lomba, guru memiliki dedikasi yang tinggi dalam melatih para siswa untuk mencapai kejuaraan. 3) Fasilitas/ sarana prasarana sekolah

Hasil regrouping sekolah menjadikan sekolah baru memiliki fasilitas dan sarana prasarana yang semakin meningkat. Dengan memeliki banyak ruang kelas, dapat dimanfaatkan sebagai ruang pengajran yang baru. Antara lain ruang keterampilan, ruang olahraga, ruang pertemuan/aula dan gudang.


(31)

111 Jadi pembelajaran tidak hanya dilakukan didalam kelas masing-masing, tetapi dilakukan juga diruang-ruang lain yang menunjang pelajaran mapel dan mulok.

e. Dampak Terhadap Masyarakat

Dampak regrouping SD Negeri Tukang 01 dan SD Negeri Tukang 02 bagi masyrakat memiliki dampak positif dan negatif. Dampak positif yang dirasakan masyarakat adalah mereka tidak lagi bingung harus menyekolahkan anak mereka di SD Negeri Tukang 01 atau SD Negeri Tukang 02. Namun dampak negatifnya juga ada. Para alumni kedua sekolah tersebut kesulitan ketika meminta legalisir dari kedua sekolah tersebut. Karena hasil dari regrouping memunculkan nama sekolah baru, yang memiliki NPSN dan NSS yang berbeda.

Ibu Sri Yuniati, S.Pd.SD mengatakan bahwa secara umum dampak regrouping bagi masyarakat berdampak positif, namun juga berdampak negatif. Demikian penjelasan beliau:

”Dampak negatif regrouping yang sangat dirasakan oleh masyarakat adalah ketika para alumni sekolah SD Negeri Tukang 01 dan SD Negeri Tukang 02 harus melegalisir ijazah. Mereka harus pergi ke Tendik Kab.Semarang, karena sekolah asli sudah tidak ada lagi. Nampak positifnya adalah masyarakat tidak lagi kebingungan dalam memilih sekolah saat mendaftarkan anak-anak masuk SD.”


(32)

112

Pernyataan serupa juga dikemukakan oleh ibu Ratna, beliau mengatakan bahwa masyarakat tidak lagi kebingungan dalam memilih sekolah.

”Dampak positif bagi masyarakat adalah mereka tidak lagi bingung menentukan pilihan mau sekolah di SD mana. Sementara negatifnya khusus bagi para alumni yang minta legalisir, sekolah tidak bisa memberi legalisir kepada alumni yang lulus sebelum regrouping, karena nama sekolah sudah berbeda”

Kepala Desa Tukang membenarkan pernyataan dari ibu kepala sekolah dan guru kelas tersebut. Bahwa

regrouping sekolah mempersulit alumni dalam mencari legalisir. Tapi secara umum regrouping berdampak positif bagi masyarakat.

”Dampak negatifnya bagi alumni, mereka harus legalisir ke kabupaten. Tapi untuk masyarakat umum mendukung regrouping, karena tidak lagi bingung memilih sekolah.”

Hasil wawancara menunjukan bahwa dampak

regrouping sekolah bagi masyarakat secara positif adalah masyarakat tidak lagi kebingungan menentukan pilihan saat menyekolahkan anak-anak mereka. Namun secara negatif, regrouping sekolah mempersulit alumni sekolah lama (SD Negeri Tukang 01 dan SD Negeri Tukang 02) untuk meminta legalisir ijazah mereka. Karena sekolah lama sudah tutup dan berubah menjadi sekolah yang baru. Secara administrasi sekolah harus membuat yang baru. Sementara administrasi lama tidak bisa lagi digunakan.


(33)

113 4.2.4. Tujuan Regrouping Sekolah Untuk Mencapai

Efektifitas Dan Efisensi

Tujuan dari program regrouping sekolah yang telah ditetapkan oleh Mendagri khususnya adalah untuk mengatasi masalah kekuranga tenaga guru, peningkatan mutu, efisensi biaya bagi perawatan gedung sekolah. Dari hasil observasi terhadap pencapaikan tujuan tersebut dapat dilihat dalam lampiran observasi, sebagai berikut:

Hasil observasi di SD Negeri Tukang 02

No Variabel Deskripsi Observasi

1 Kondisi sarana prasarana

Sarana prasarana sekolah setelah ada regrouping terlihat sangat memadai. Kondisi ini dapat dilihat dari tersedianya fasilitas penunjang pembelajaran seperti perpustakan, laboraturium IPA, alat peraga IPA, ruang olahraga, dan aula pertemuan yang luas. Selain itu, sarana prasarana lain seperti peralatan kesenian seperti rebana juga tersedia. Sekolah ini memiliki halaman yang cukup luas sehingga anak leluasa melakukan kegiatan di luar ruangan saat jam istirahat dan olah raga. Di sekolah ini terdapat mushola yang cukup luas. Selain itu, sekolah ini memiliki area parkir yang cukup luas bagi guru dan siswa.

2 Kondisi gedung sekolah

Gedung sekolah baik, dan bersih. Namun ada beberapa ruang kelas yang kelihatan tidak dirawat karena tidak lagi digunakan

3 Proses KBM

Pada saat observasi sedang diadakan terjadi proses kegiatan belajar mengajar, try out kecamatan dan persiapan lomba mapsi. Yang terlihat saat ini guru kelas melaksanakan proses belajar mengajar tepat waktu dengan menggunkan metode mengajar yang bervariasi, siswa terlihat tenang dan fokus dalam belajar. Kegiatan try out-pun berjalan lancar dengan hasil prestasi 1 kecamatan berada pada rangking 10 besar. Sedangkan


(34)

114

kepala sekolah dan salah satu guru begitu semangat mempersiapan lomba mapsi.

4

Hubungan sekolah dengan stakeholder sekolah

Pada saat observasi, sedang dilaksanakan rapat untuk persiapan ujian kelas VI. Di sini sangat terlihat keakraban antara wali siswa dengan warga sekolah. Komite sekolahpun dilibatkan dalam kegitan tersebut.

a. Pengelolaan Tenaga Pendidik

Tenaga pendidik di SD Negeri Tukang 01 dan SD Negeri tukang 02 yang pada awalnya mengalami kekurangan tenaga pendidik, teratasi oleh adanya

regrouping. Sebaliknya kekurangan tersebut justru menjadi kelebihan selama beberapa bulan setelah

regrouping. Oleh pemerintah kelebihan tenaga pendidik tersebut dimutasi ke sekolah terdekat lainnya yang lebih membutuhkan. Berikut penjelasan ibu kepala sekolah SD Negeri Tukang 02 dan ibu Ka.UPTD Pendidikan Kec. Pabelan.

”Pengaturan tenaga pendidik di SD tukang dapat dikatakan efektif, karena semua kebutuhan guru terpenuhi, tanpa harus mengangkat guru lain lagi.”

Ka. UPTD membenarkan pernyataan ibu kepala sekolah tersebut, sebagai berikut:

”Kekurangan guru di SDN Tukang 01 teratasi oleh program regrouping, jadi dari segi tenaga kependidikan sangat efektif.”


(35)

115 b. Pengelolaan Sarana Prasarana

Sasaran pemerintah dalam memanfaatkan gedung sekolah yang lama adalah untuk SMP/SMP terbuka yang baru. Namun di SD Negeri Tukang 01 pemanfaatan gedung sekolah diserahkan kepada sekolah induk, yaitu SD Negeri Tukang 02.

Kepala Sekolah memberikan penjelasan sebagai berikut:

”Gedung sekolah dan semua aset yang dimilki oleh SDN 01 diserahkan kepada SDN 02. Pemanfaatannya untuk ruang mapel dan mulok. Karena kelebihan ruang kelas.”

Pernyataan tersebut dipertegas oleh guru senior Bp. Purnomo, sebagai berikut:

”Karena diregrouping ya sekolah lama diberikan kepada sekolah induk yang ditunjuk, termasuk pengelolaanya.”

Dari hasil wawancara tersebut jelas bahwa sarana-prasarana sekolah yang sudah ditutup menjadi hak sekolah induk yang ditunjuk.

c. Pengelolaan Keuangan

Sejak dilakukan regrouping, semua bentuk laporan keuangan menjadi tanggjawab sekolah induk. Dana BOS dari pemerintah yang semua cair di dua sekolah digabung menjadi satu atas nama SD Negeri Tukang 02, begitu pula dengan penggunaan dan laporan SPJ pengelolaan dana BOS.


(36)

116

”Setelah regrouping, dana bos bertambah banyak

jumlahnya. Sehingga dapat dimanfaatkan untuk peningkatan fasilitas dan kebutuhan sekolah lainnya. Semua SPJ dan pelaporan BOS menjadi tanggungjawab SD Negeri Tukang 02.”

Demikian pernyataan Kepala Sekolah SD Negeri Tukang 02 ketika menjelaskan tentang efisiensi pengelolaan dana BOS setelah regrouping sekolah.

4.3.

Pembahasan Hasil Penelitian

4.3.1. Implmentasi Program Regrouping Sekolah Dua atau lebih sekolah mengalami regrouping

karena terjadi permasalahan, khususnya karena letak sekolah yang berada pada satu wilayah dan sekolah tersebut tidak mengalami perkembangan yang signifikan. Terjadi persaingan tidak sehat antara warga sekolah dan pemangku kepentingan sekolah tersebut juga akan menjadi salah satu penyebab regrouping

sekolah. Selain itu pemerintah memandang sekolah-sekolah tersebut kurang efektif dan efisien jika terus dibiarkan berdiri. Dengan mengadakan sosialisasi secara bertahap, maka implementasi program

regrouping sekolah dipandang perlu untuk dilakukan. Sesuai dengan ketetapan pemerintah dalam keputusan Mendagri Nomor 421.2/2501/Bangda/1998 tentang Pedoman Pelaksanaan Penggabungan (Regrouping) Sekolah Dasar, sangat jelas ditunjukan syarat-syarat sekolah yang harus diregrouping, yaitu:


(37)

117 “1) Penggabungan (regrouping) SD adalah usaha penyatuan dua unit SD atau lebih menjadi satu kelembagaan (institusi) SD dan diselenggarakan dalam satu pengelolaan; 2) Lingkup penggabungan SD meliputi SD yang terdapat antar desa/kelurahan yang sama dan atau di desa/kelurahan yang berbatasan dan atau antar kecamatan yang berbatasan; 3) Sekolah Dasar kemudian disingkat SD adalah bentuk satuan pendidikan dasar milik pemerintah yang menyelenggarakan program pendidikan enam tahun; 4) SD inti adalah SD yang terpilih antara beberapa SD dalam satu gugus sekolah yang berfungsi sebagai pusat pengembangan di dalam gugus SD tersebut; 5) SD imbas adalah anggota satu gugus sekolah yang menjadi binaan SD inti; 6) SD kecil adalah SD di daerah terpencil yang belum memenuhi syarat pembakuan”.

Peraturan pemerintah tersebut, dijadikan pedoman implementasi regrouping sekolah di SD Negeri Tukang 01 dan SD Negeri tukang 02 Kec. Pabelan Kab. Semarang. Implementasi regrouping sekolah di SD Negeri Tukang 01 dan 02 terjadi sesuai dengan peratuan pemerintah. Sebelum dilakukannya

regrouping, stakeholder dari kedua belah pihak sekolah melakukan pertemuan. Mereka membahas permasalahan yang terjadi pada kedua sekolah tersebut. Kurangnya tenaga pengajar di SD Negeri Tukang 01, sedikitnya jumlah siswa dari tahun ke tahun, persaingan tidak sehat antara kedua sekolah dalam mencari peserta didik baru serta letak sekolah yang berada pada satu kampus, kedua stakeholder

memutuskan untuk melakukan penggabungan sekolah. Kesepakatan tersebut disosialisasikan kepada warga sekolah dan dilaporkan kepada Kepala UPTD Kec. Pabelan serta diajukan ke pemerintah kabupaten,


(38)

118

supaya kedua sekolah tersebut digabung menjadi satu sekolah. Berdasarkan penelitian di SD Negeri Tukang 02 yang sekarang menjadi SD Negeri Tukang, sudah sesuai dengan peraturan yang barlaku.

Implementasi menurut Riant Nugroho pada prinsipnya adalah cara yang dilakukan agar dapat mencapai tujuan yang dinginkan (Nugroho, 2003:158). Implementasi merupakan prinsip dalam sebuah tindakan atau cara yang dilakukan oleh individu atau kelompok orang untuk pencapaian tujuan yang telah dirumuskan. Hal ini terlihat jelas dalam implementasi program regrouping sekolah di SD Negeri Tukang 01 dan SD Negeri Tukang 02 Kec. Pabelan Kab. Semarang. Jadi program regrouping sekolah di SD Negeri Tukang ini bertujuan untuk mengatasi permasalahan yang ada.

Suparlan dalam “Merger sekolah dasar, begitu

perlukah?” yang ditayangkan pada 21 November 2006

menjelaskan langkah-langkah regrouping antara lain sebagai berikut; (1) Mengadakan sosialisasi kebijakan merger sekolah kepada semua pemangku kepentingan (stakeholders). Langkah pertama ini dilakukan agar para pemangku kepentingan memiliki pemahaman mendalam tentang manfaat regrouping bagi semua pihak, terutama bagi peserta didik. Benar-benar untuk meningkatkan pemahaman secara kritis tentang manfaat kebijakan regrouping sekolah sebagai strategi


(39)

119 untuk meningkatkan mutu pendidikan; (2) Membentuk tim atau kepanitiaan, dengan melibatkan komponen yang terkait. Pembentukan tim atau kepanitiaan ini terdiri dari pengawas sekolah, kepala desa, komite sekolah, kepala sekolah dan dewan guru kedua belah sekolah yang bersangkutan; (3) Mengajukan atau memasukkan program regrouping sekolah ke dalam program dan kegiatan dinas pendidikan, untuk disetujui oleh pemerintah dan legislatif; (4) Pelaksanaan program dan monitoring pelaksanaan program melibatkan semua stakeholder yang sejak awal dilibatkan dalam program ini.; (5) Pelaporan dan pertanggungjawaban jika program itu telah dapat diselesaikan. Kelima langkah tersebut sudah dijalankan oleh SD Negeri Tukang Kec. Pabelan Kab. Semarang sesuai aturan yang berlaku.

Penggabungan sekolah di SD Negeri Tukang 01 dan SD Negeri Tukang 02 Kec. Pabelan Kab. Semarang sudah dilaksanakan sejak tahun 2011, dengan hasil keputusan bahwa sekolah yang tetap berdiri adalah SD Negeri Tukang 02, sedangkan SD Negeri Tukang 01 ditutup. Berdasarkan usulan dari stakeholder kedua belah pihak, mengajukan usulan kepada pemerintah untuk dilakukan regrouping sekolah. Namun dari permohonan yang diajukan oleh panitia regrouping


(40)

120

baru turun pada tahun 2014 dengan nama sekolah yang baru yaitu SD Negeri Tukang.

4.3.2. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Regrouping Sekolah

Ada beberapa faktor yang mempengaruhi

regrouping sekolah. Namun kali ini di SD Negeri Tukang 01 dan SD Negeri Tukang 02 Kec. Pabelan Kab. Semarang hanya dipengaruhi oleh empat faktor, yaitu kekurangan tenaga pengajar, kekurangan siswa, letak sekolah dalam satu kampus dan persaingan yang tidak sehat serta peraturan Mendagri tentang regrouping

sekolah. Faktor-faktor pemicu terjadinya regrouping

tersebut sesuai dengan pedoman pelasanaan regrouping

sekolah. Jumlah tenaga pendidik di SD Negeri Tukang 01 yang kurang, yaitu kekosongan pada jabatan kepala sekolah dan mapel olahraga menjadikan proses pembelajaran tidak berjalan dengan maksimal. Sperti yang dikatakan oleh Ibu Dewi Kepala Dinas Pendidikan Kab. Semarang menjelaskan bahwa hal ini terjadi karena pemerintah Kab. Semarang jumlah guru PNS mulai berkurang karena banyaknya jumlah guru yang pensiun, sementara pengangkatan PNS tidak memenuhi kuota yang dibutuhkan. Sehingga oleh dinas UPTD Kec. Pabelan dan Dinas Pendidikan Kab. Semarang memutuskan untuk memberikan mandate


(41)

121 kepada Kepala Sekolah SD Negeri Tukang 02 untuk mengampu dua sekolah sekaligus.

Permasalahan kedua adalah sedikitnya jumlah siswa dari tahun ke tahun yang hanya berkisar 70-80 siswa, dipandang tidaklah efektif dan efisien apabila ditambah dengan guru baru. Untuk mengatasinya jam pelajaran olahraga diampu oleh guru kelas masing-masing. Sementara tugas kepala sekolah sebelum diampu oleh Kepala Sekolah SD Negeri Tukang 02, semua bentuk pelaporan ditanda tangani atas nama guru senior di sekolah tersebut. Selang beberapa bulan dinas pendidikan memberikan SK kepada Kepala Sekolah SD Negeri Tukang 02 untuk mengampu dua sekolah.

Perebutan siswa seringkali terjadi. Kedua sekolah bersaing secara tidak sehat untuk mendapatkan siswa baru. Oleh karena itu masyarakat menjadi kebingungan dalam menentukan pilihan. Walaupun pada akhirnya kedua sekolah mendapatkan jumlah siswa baru yang seimbang, karena tiap tahun hanya selisih 1-3 anak. Kebingunan masyarakat ini dikarenakan letak sekolah yang berada pada satu lokasi, namun didalamnya terdapat dua lembaga pendidikan. Sesuai dengan keputusan Menteri Pendidikan Dan Kebudayaan tentang jumlah minimal siswa dalam 1 rombongan belajar (rombel) minimal 20 siswa tidak terpenuhi pada kedua sekolah tersebut.


(42)

122

Setiap guru kelas rata-rata hanya memegang 10-15 siswa, mulai dari kelas I sampai kelas VI.

Faktor-faktor tersebut sudah sesuai dengan pedoman pelaksanaan regrouping yang tertulis dalam peraturan Mendagri tahun 1998 tersebut. Oleh karena itu sangat dimungkinkan jika kedua sekolah tersebut digabung menjadi satu induk.

4.3.3. Dampak Program Regrouping Sekolah

Program regrouping sekolah tentu saja akan menimbulkan dampak bagi pihak-pihak yang berkepentingan. Dampak tersebut bisa berupa dampak positif dan negatif. Dampak positif dari regrouping

sekolah di SD Negeri Tukang 01 dan SD Negeri Tukang 02 adalah 1) mengatasi kekurangan guru; 2) mengatasi jumlah siswa yang sedikit/kurus; 3) terjadi efisiensi pembiayaan BOS; 4) meningkatkan mutu pendidikan di sekolah.

Dampak regrouping sekolah dilihat dari segi positif, kekurangan tenaga pendidik dapat teratasi. Pemerintah tidak perlu lagi menempatkan guru dan kepala sekolah untuk mengatasi kekurangan guru di SD Negeri Tukang 01. Karena dengan adanya

regrouping sekolah, otomatis guru olahraga dan kedudukan Kepala Sekolah sudah terisi dari SD Negeri Tukang 02. Sedikitnya jumlah siswa pada kedua sekolah tersebut, dengan sendirinya ketika sekolah


(43)

123 digabung jumlah siswa akan bertambah menjadi dua kali lipat. Jumlah siswa yang banyak sangat menguntungkan sekolah karena juga mendapatkan bantuan dana BOS yang besar. Dengan dana yang besar, maka semua kegiatan peningkatan mutu pendidikan sekolahpun dapat tercapai. Peningkatan mutu pendidikan membawa pengaruh terhadap prestasi sekolah yang semakin meningkat pula. Banyak kejuaraan yang diraih oleh SD Negeri Tukang.

Sebaliknya, regrouping sekolah juga menimbulkan dampak negatif yang dirasakan oleh guru yang dimutasi. Perasaan guru-guru senior yang sudah lama mengajar di kedua sekolah tersebut dan yang harus dimutasi, merasa kecewa karena harus mutasi ke sekolah yang jaraknya lebih jauh. Bagi guru honorer sekolah, walaupun masih dipertahankan di sekolah tersebut, namun mereka tidak mempunyai jam mengajar seperti waktu sebelum regrouping dilakukan. Peraturan baru pemerintah dalam peningkatan mutu pendidikan dan tuntutan sertifikasi guru, menyatakan bahwa sekolah parallel apabila jumlah siswa lebih dari 34 anak. Sementara guru yang mendapat tunjangan sertifikasi harus mengampu minimal 20 siswa dalam satu kelas. Apabila tidak memenuhi syarat tersebut maka data yang dientri lewat dapodik tidak valid. Oleh karena itu para guru honorer harus mencari sekolah lain yang bisa memenuhi jam secara linier.


(44)

124

Dampak lain yang sangat merugikan bagi alumni sebelum sekolah diregrouping adalah hal yang berhubungan dengan legalisasi ijazah sekolah. Para alumni merasa dirugikan karena sekolah yang mengeluarkan ijazah mereka sudah ditutup, walaupun sebenarnya data induk siswa masih ada di arsip sekolah baru. Sekolahpun tidak bisa memberikan surat keterangan untuk melegalisasi ijazah dari para alumni sekolah sebelum regrouping. Para alumni harus meluangkan waktu dan mengeluarkan dana yang lebih karena harus melegalisir ijazah mereka ke Dinas Kabupaten.

Dampak negatif yang timbul dalam melakukan

regrouping sekolah tersebut, pemerintah pembuat kebijakan program regrouping sekolah perlu melakukan antisipasi terhadap permasalahan yang ada. Sehingga program regrouping sekolah tetap bisa dilaksanakan untuk mencapai tujuan yang diharapkan.

4.3.4. Tujuan Regrouping Sekolah (Efektifitas Dan Efisensi dari Regrouping)

Bupati Kabupaten Semarang Nomor 28 Tahun 2014 juga menerbitkan Peraturan Bupati tentang Pedoman Teknis Penggabungan Sekolah Dasar Negeri dan ditandaklanjuti dengan Keputusan Bupati Nomor 900/0413/2014 tentang Penggabungan Sekolah Dasar Negeri. Penggabungan sekolah tersebut sebagai langkah


(45)

125 efisiensi anggaran dan SDM. Guru dari sekolah yang digabungkan bisa dialihkan untuk sekolah-sekolah yang saat ini kekurangan guru. Berdasarkan dasar hukum yang digunakan tersebut, tujuan regrouping

sudah jelas yaitu: a) pemenuhan jumlah tenaga pendidik; b) peningkatan mutu pendidikan; c) peningkatan efisiensi biaya pendidikan; d) efektivitas penyelenggaraan pendidikan; dan e) pembukaan/pendirian SMP kecil/SMP kelas jauh untuk memanfaatkan sekolah yang ditinggalkan.

Dilihat dari tujuan awal program kebijakan

regrouping sekolah, yaitu pencapaian efisiensi dan efektifitas tenaga pendidik, keuangan dan sarana prasarana sekolah. Di SD Negeri Tukang 01 dan SD Negeri Tukang 02 Kec. Pabelan Kab. Semarang,

regrouping sekolah mencapai efektifitas dan efisiensi dalam pengelolaan tenaga pendidikan dan pengelolaan keuangan BOS. Kebutuhan akan tenaga kependidikan terpenuhi dengan sendirinya. Pemerintah tidak perlu lagi memboroskan uang untuk menggaji guru baru. Keuangan sekolah meningkat dengan cairnya dana BOS yang bisa dipergunakan untuk proses pembelajaran yang lebih bermutu, seperti penambahan alat peraga.

Sementara dalam hal pengelolaan sarana prasarana belum mencapai efektifitas yang diharapkan. Pengelolaan gedung sekolah, terutama kelebihan ruang


(46)

126

kelas oleh sekolah dijadikan ruang keseniaan, olah raga, keterampilan, dan gudang. Pemanfaatannyapun tidak setiap hari digunakan. Hanya dipakai pada saat-saat tertentu. Jadi terkesan ruang kelas tersebut tidak dimanfaatkan. Oleh karena itu bisa dikatakan ada pemborosan ruang gedung sekolah. Oleh karena itu pihak sekolah perlu bijak dan kreatif lagi dalam pemanfaatan ruang kelas yang masih kosong, supaya efektifitasnya dapat terlaksana sesuai tujuan yang diharapkan.


(1)

121 kepada Kepala Sekolah SD Negeri Tukang 02 untuk mengampu dua sekolah sekaligus.

Permasalahan kedua adalah sedikitnya jumlah siswa dari tahun ke tahun yang hanya berkisar 70-80 siswa, dipandang tidaklah efektif dan efisien apabila ditambah dengan guru baru. Untuk mengatasinya jam pelajaran olahraga diampu oleh guru kelas masing-masing. Sementara tugas kepala sekolah sebelum diampu oleh Kepala Sekolah SD Negeri Tukang 02, semua bentuk pelaporan ditanda tangani atas nama guru senior di sekolah tersebut. Selang beberapa bulan dinas pendidikan memberikan SK kepada Kepala Sekolah SD Negeri Tukang 02 untuk mengampu dua sekolah.

Perebutan siswa seringkali terjadi. Kedua sekolah bersaing secara tidak sehat untuk mendapatkan siswa baru. Oleh karena itu masyarakat menjadi kebingungan dalam menentukan pilihan. Walaupun pada akhirnya kedua sekolah mendapatkan jumlah siswa baru yang seimbang, karena tiap tahun hanya selisih 1-3 anak. Kebingunan masyarakat ini dikarenakan letak sekolah yang berada pada satu lokasi, namun didalamnya terdapat dua lembaga pendidikan. Sesuai dengan keputusan Menteri Pendidikan Dan Kebudayaan tentang jumlah minimal siswa dalam 1 rombongan belajar (rombel) minimal 20 siswa tidak terpenuhi pada kedua sekolah tersebut.


(2)

122

Setiap guru kelas rata-rata hanya memegang 10-15 siswa, mulai dari kelas I sampai kelas VI.

Faktor-faktor tersebut sudah sesuai dengan pedoman pelaksanaan regrouping yang tertulis dalam peraturan Mendagri tahun 1998 tersebut. Oleh karena itu sangat dimungkinkan jika kedua sekolah tersebut digabung menjadi satu induk.

4.3.3. Dampak Program Regrouping Sekolah

Program regrouping sekolah tentu saja akan menimbulkan dampak bagi pihak-pihak yang berkepentingan. Dampak tersebut bisa berupa dampak positif dan negatif. Dampak positif dari regrouping sekolah di SD Negeri Tukang 01 dan SD Negeri Tukang 02 adalah 1) mengatasi kekurangan guru; 2) mengatasi jumlah siswa yang sedikit/kurus; 3) terjadi efisiensi pembiayaan BOS; 4) meningkatkan mutu pendidikan di sekolah.

Dampak regrouping sekolah dilihat dari segi positif, kekurangan tenaga pendidik dapat teratasi. Pemerintah tidak perlu lagi menempatkan guru dan kepala sekolah untuk mengatasi kekurangan guru di SD Negeri Tukang 01. Karena dengan adanya regrouping sekolah, otomatis guru olahraga dan kedudukan Kepala Sekolah sudah terisi dari SD Negeri Tukang 02. Sedikitnya jumlah siswa pada kedua sekolah tersebut, dengan sendirinya ketika sekolah


(3)

123 digabung jumlah siswa akan bertambah menjadi dua kali lipat. Jumlah siswa yang banyak sangat menguntungkan sekolah karena juga mendapatkan bantuan dana BOS yang besar. Dengan dana yang besar, maka semua kegiatan peningkatan mutu pendidikan sekolahpun dapat tercapai. Peningkatan mutu pendidikan membawa pengaruh terhadap prestasi sekolah yang semakin meningkat pula. Banyak kejuaraan yang diraih oleh SD Negeri Tukang.

Sebaliknya, regrouping sekolah juga menimbulkan dampak negatif yang dirasakan oleh guru yang dimutasi. Perasaan guru-guru senior yang sudah lama mengajar di kedua sekolah tersebut dan yang harus dimutasi, merasa kecewa karena harus mutasi ke sekolah yang jaraknya lebih jauh. Bagi guru honorer sekolah, walaupun masih dipertahankan di sekolah tersebut, namun mereka tidak mempunyai jam mengajar seperti waktu sebelum regrouping dilakukan. Peraturan baru pemerintah dalam peningkatan mutu pendidikan dan tuntutan sertifikasi guru, menyatakan bahwa sekolah parallel apabila jumlah siswa lebih dari 34 anak. Sementara guru yang mendapat tunjangan sertifikasi harus mengampu minimal 20 siswa dalam satu kelas. Apabila tidak memenuhi syarat tersebut maka data yang dientri lewat dapodik tidak valid. Oleh karena itu para guru honorer harus mencari sekolah lain yang bisa memenuhi jam secara linier.


(4)

124

Dampak lain yang sangat merugikan bagi alumni sebelum sekolah diregrouping adalah hal yang berhubungan dengan legalisasi ijazah sekolah. Para alumni merasa dirugikan karena sekolah yang mengeluarkan ijazah mereka sudah ditutup, walaupun sebenarnya data induk siswa masih ada di arsip sekolah baru. Sekolahpun tidak bisa memberikan surat keterangan untuk melegalisasi ijazah dari para alumni sekolah sebelum regrouping. Para alumni harus meluangkan waktu dan mengeluarkan dana yang lebih karena harus melegalisir ijazah mereka ke Dinas Kabupaten.

Dampak negatif yang timbul dalam melakukan regrouping sekolah tersebut, pemerintah pembuat kebijakan program regrouping sekolah perlu melakukan antisipasi terhadap permasalahan yang ada. Sehingga program regrouping sekolah tetap bisa dilaksanakan untuk mencapai tujuan yang diharapkan.

4.3.4. Tujuan Regrouping Sekolah (Efektifitas Dan Efisensi dari Regrouping)

Bupati Kabupaten Semarang Nomor 28 Tahun 2014 juga menerbitkan Peraturan Bupati tentang Pedoman Teknis Penggabungan Sekolah Dasar Negeri dan ditandaklanjuti dengan Keputusan Bupati Nomor 900/0413/2014 tentang Penggabungan Sekolah Dasar Negeri. Penggabungan sekolah tersebut sebagai langkah


(5)

125 efisiensi anggaran dan SDM. Guru dari sekolah yang digabungkan bisa dialihkan untuk sekolah-sekolah yang saat ini kekurangan guru. Berdasarkan dasar hukum yang digunakan tersebut, tujuan regrouping sudah jelas yaitu: a) pemenuhan jumlah tenaga pendidik; b) peningkatan mutu pendidikan; c) peningkatan efisiensi biaya pendidikan; d) efektivitas penyelenggaraan pendidikan; dan e) pembukaan/pendirian SMP kecil/SMP kelas jauh untuk memanfaatkan sekolah yang ditinggalkan.

Dilihat dari tujuan awal program kebijakan regrouping sekolah, yaitu pencapaian efisiensi dan efektifitas tenaga pendidik, keuangan dan sarana prasarana sekolah. Di SD Negeri Tukang 01 dan SD Negeri Tukang 02 Kec. Pabelan Kab. Semarang, regrouping sekolah mencapai efektifitas dan efisiensi dalam pengelolaan tenaga pendidikan dan pengelolaan keuangan BOS. Kebutuhan akan tenaga kependidikan terpenuhi dengan sendirinya. Pemerintah tidak perlu lagi memboroskan uang untuk menggaji guru baru. Keuangan sekolah meningkat dengan cairnya dana BOS yang bisa dipergunakan untuk proses pembelajaran yang lebih bermutu, seperti penambahan alat peraga.

Sementara dalam hal pengelolaan sarana prasarana belum mencapai efektifitas yang diharapkan. Pengelolaan gedung sekolah, terutama kelebihan ruang


(6)

126

kelas oleh sekolah dijadikan ruang keseniaan, olah raga, keterampilan, dan gudang. Pemanfaatannyapun tidak setiap hari digunakan. Hanya dipakai pada saat-saat tertentu. Jadi terkesan ruang kelas tersebut tidak dimanfaatkan. Oleh karena itu bisa dikatakan ada pemborosan ruang gedung sekolah. Oleh karena itu pihak sekolah perlu bijak dan kreatif lagi dalam pemanfaatan ruang kelas yang masih kosong, supaya efektifitasnya dapat terlaksana sesuai tujuan yang diharapkan.


Dokumen yang terkait

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Evaluasi Pelaksanaan Program Inklusi SD Negeri Klero 02 Kecamatan Tengaran Kabupaten Semarang T2 942013001 BAB I

0 0 6

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Evaluasi Pelaksanaan Program Inklusi SD Negeri Klero 02 Kecamatan Tengaran Kabupaten Semarang T2 942013001 BAB IV

0 0 46

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Perencanaan Sekolah Ramah Anak (SRA) di SD Negeri Gebugan 01 Kecamatan Bergas Kabupaten Semarang T2 942012068 BAB IV

0 0 38

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Evaluasi Program Regrouping SD Negeri Tukang 01 dan SD Negeri Tukang O2 Kecamatan Pabelan Kabupaten Semarang

0 0 14

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Evaluasi Program Regrouping SD Negeri Tukang 01 dan SD Negeri Tukang O2 Kecamatan Pabelan Kabupaten Semarang T2 942015029 BAB V

0 0 4

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Evaluasi Program Regrouping SD Negeri Tukang 01 dan SD Negeri Tukang O2 Kecamatan Pabelan Kabupaten Semarang

3 5 95

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Evaluasi Program Regrouping SD Negeri Tukang 01 dan SD Negeri Tukang O2 Kecamatan Pabelan Kabupaten Semarang T2 942015029 BAB II

3 51 55

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Evaluasi Program Regrouping SD Negeri Tukang 01 dan SD Negeri Tukang O2 Kecamatan Pabelan Kabupaten Semarang T2 942015029 BAB I

0 0 15

T2__BAB IV Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Evaluasi Manajemen Berbasis Sekolah Di SD Negeri Genuk 01 Ungaran Baratabupaten Semarang T2 BAB IV

0 0 48

T2__BAB IV Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Dampak Regrouping Sekolah Dalam Peningkatkan Mutu Pendidikan Di SD Negeri Kuncir ecamatan Wonosalam Kabupaten Demak T2 BAB IV

0 0 21