Makna Mati Menurut Agama Shinto Makna Mati Menurut Agama Buddha

Maksudnya adalah Negara tidak mencantumkan agama dalam tanda pengenal penduduk atau surat resmi lainnya bahkan dalam dunia pendidikanpun agama tidak dicantumkan dalam kurikulum pembelajaran. Agama bagi orang Jepang adalah sebagai kebudayan orang Jepang. Orang Jepang tidak mempercayai adanya Tuhan, melainkan kepada dewa- dewa. Orang Jepang juga memiliki kepercayaan terhadap dewa-dewa yang menghuni alam ini dan leluhur akan menjadi kamisama serta mengunjungi kuil-kuil untuk memohon keselamatan, kesehatan, dan lain sebagainya. Oleh karena itu fungsi agama bagi orang Jepang berbeda maka makna kematian bagi orang Jepangpun berbeda. Makna kematian bagi orang Jepang dilihat berdasarkan 2 agama terbesar di Jepang yaitu Shinto 神道 dan Buddha .

a. Makna Mati Menurut Agama Shinto

神道 Shintou 神 道 memiliki arti “jalan dewa” dan merupakan hasil perkembangan dari kepercayaan kuno masyarakat Jepang yang memuja alam semesta, karena itu Shinto 神道 disebut sebagai agama asli di Jepang. Kami (紙) adalah jiwa atau roh yang disucikan, dihormati, dan dimuliakan. Bahkan orang yang sudah meninggal juga disebut Kami 紙 . Mereka dihormati karena menurut kepercayaan orang Jepang bahwa orang yang sudah meninggal akan menjadi roh dan pada saat-saat tertentu akan kembali ke dunia bersama dengan Kami 紙 untuk menerima pemujaan dari orang yang masih hidup dan sebagai balasannya mereka akan memberkati orang hidup. Dengan adanya keyakinan bahwa Kami 紙 dan roh orang yang telah meninggal akan melindungi dan memberkati kehidupan orang yang masih hidup atau keturunan dari roh orang meninggal tersebut selama keturunan mereka tersebut secara terus menerus melakukan ritual penyembahan terhadap roh orang meninggal tersebut. Dari uraian tersebut dapat dikatakan bahwa agama Shintou 神道 semua hal yang ada di dunia ini memiliki Kami 紙 -nya dan leluhur serta keluarga yang telah meninggal, bagaimanapun cara ia meninggal akan menjadi roh dan bersama- sama dengan Kami 紙 akan melanjutkan kehidupannya dan akan kembali ke dunia untuk menerima pemujaan dan memberikan perlindungan dan pemberkatan kepada keturunan dari roh orang yang telah meninggal. Karena kematian bukanlah sekedar hal berhenti hidup dan terpisahnya jiwa dari raga, tetapi kematian merupakan perubahan wujud dan hubungan antar orang yang hidup dan mati terus berlanjut. Dengan adanya pemahaman yang demikian maka orang Jepang tidak takut mati dan tidak takut melakukan jisatsu (自殺) karena roh mereka yang telah mati akan tetap bersama keluarga yang masih hidup dan memberikan pemberkatan agar keluarga yang masih hidup sejahtera.

b. Makna Mati Menurut Agama Buddha

Buddha merupakan agama yang beraasal dari India dan masuk ke Jepang pada abad ke 6 masehi. Nilai-nilai yang terkandung dalam agama asli India tersebut diinterpretasikan dengan cara pola piker masyarakat Jepang. Tidak berbeda dengan agama Shintou 神道 , agama Buddha juga memiliki keyakinan bahwa yang telah mati akan tetap dapat berhubungan dengan yang masih hidup. Dalam ajaran agama Buddha, orang yang telah mati tidak berarti hilang. Kematian tidak diartikan sebagai putusnya hubungan antara yang hidup dengan yang mati. Kematian dalam ajaran agama ini hanya dianggap sebagai perpindahan tempat saja. Arwah orang mati tidak akan jauh pergi dari dunianya dan akan dapat melakukan komunikasi dengan orang- orang yang masih hidup. Komunikasi antara roh yang telah meninggal dengan orang yang masih hidup tersebut dimaksudkan ialah komunikasi yang dilakukan pada saat tertentu seperti dalam upacara pemujaan arwah orang meninggal. Dalam agama Buddha juga mempercayai adanya reinkarnasi atau kembalinya roh orang mati. Dengan adanya penjelasan akan makna kematian dari agama Shintou 神 道 dan agama Buddha dapat disimpulkan bahwa orang Jepang tidak takut akan kematian. Kematian bagi orang Jepang bukanlah menghilangnya seseorang dari kehidupan ini melainkan suatu fase hidup merubah wujud dan memindahkan tempat lalu kemudian melanjutkan hidup dengan tetap dapat berhubungan dengan orang yang masi hidup. Oleh karena itu, kegiatan atau tindakan jisatsu 自 殺 bagi masyarakat Jepang yang melakukannya bukanlah dianggap sebagai sebuah dosa yang menakutkan akan tetapi jisatsu 自殺 dapat mudah dilakukan karena masyarakat Jepang tidak takut akan kematian.

2.2 Sejarah Bunuh Diri Di Jepang