Pengembangan Kawasan Perbatasan

9.3.8 Pengembangan Kawasan Perbatasan

Dengan memperhatikan sasaran pembangunan kawasan perbatasan, arah kebijakan pengembangan kawasan perbatasan periode 2010 —2014 adalah mempercepat pembangunan kawasan perbatasan di berbagai bidang sebagai beranda depan negara dan sebagai pintu gerbang aktivitas ekonomi dan perdagangan dengan negara tetangga secara terintegrasi dan berwawasan lingkungan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan menjamin pertahanan keamanan nasional. Dalam prioritas bidang ini, arah kebijakan tersebut dijabarkan melalui strategi sebagai berikut.

1. Penyelesaian penetapan dan penegasan batas wilayah Negara;

2. Peningkatan upaya pertahanan, keamanan, serta penegakan hukum;

3. Peningkatan pertumbuhan ekonomi kawasan perbatasan;

4. Peningkatan pelayanan sosial dasar;

5. Penguatan kapasitas kelembagaan dalam pengembangan kawasan perbatasan secara terintegrasi.

Strategi penyelesaian penetapan dan penegasan batas wilayah Negara

merupakan salah satu langkah strategis untuk menjamin kedaulatan wilayah dan hak berdaulat (yurisdiksi) di perbatasan darat dan perbatasan laut. Upaya penetapan batas merupakan salah satu langkah strategis untuk menjamin kedaulatan wilayah dan hak berdaulat (yurisdiksi) di perbatasan darat dan perbatasan laut. Upaya penetapan batas

VII, dan Bidang Sumberdaya Alam dan Lingkungan Hidup Bab X, dalam rangka mendukung pengembangan kawasan perbatasan.

Upaya pengembangan perkonomian kawasan perbatasan diwujudkan melalui Strategi Peningkatan Pertumbuhan Ekonomi Kawasan Perbatasan, yang dilaksanakan melalui beberapa pendekatan, antara lain: (a) pengembangan kutub

pertumbuhan; (b) pengisian dan pengembangan “ruang-ruang kosong”; (c) penguatan keterkaitan kota-desa khususnya PKSN dengan wilayah sekitarnya; (d) promosi

pengembangan ekonomi lokal; (e) peningkatan kemandirian perekonomian desa-desa yang berbatasan langsung, termasuk yang berada di wilayah pesisir dan pulau kecil terdepan (terluar); serta (f) penciptaan interaksi ekonomi yang positif dan saling menguntungkan dengan negara tetangga. Berbagai pendekatan ini dimaksudkan untuk mengembangkan daya saing perekonomian kawasan perbatasan dengan berbasis kepada pengembangan keunggulan komparatif wilayah, misalnya potensi pertanian tanaman pangan, peternakan, perkebunan, perikanan dan kelautan, kerajinan, dan pariwisata, yang diselenggarakan secara terintegrasi antarsektor dan antarwilayah. Upaya-upaya yang dilaksanakan dalam strategi ini meliputi: (a) penyediaan sarana dan

tunjangan khusus bagi guru; penyediaan sarana dan prasarana sekolah, serta peningkatan kompetensi dan profesionalisme guru. Dalam aspek kesehatan, upaya yang dilakukan terutama melalui penyediaan puskesmas perawatan di perbatasan dan pulau- pulau kecil terdepan (terluar) berpenduduk; penyediaan RS bergerak yang memberikan pelayanan kesehatan rujukan; pemerataan distribusi tenaga kesehatan; pemberian insentif khusus bagi tenaga kesehatan; serta pelayanan kesehatan dasar bagi masyarakat miskin (Jamkesmas) di perbatasan. Dalam aspek kesejahteraan sosial, upaya yang dilakukan terutama melalui penanggulangan kemiskinan; pemberdayaan Komunitas Adat Terpencil (KAT); serta peningkatan pelayanan sosial dasar bagi penyandang masalah kesejahteraan sosial (PMKS) termasuk lansia dan penyandang cacat. Dalam aspek permukiman, upaya yang dilakukan terutama melalui pemberian bantuan stimulan peningkatan kualitas perumahan swadaya di kawasan perbatasan; fasilitasi penyediaan prasarana, sarana, utilitas perumahan swadaya bagi masyarakat berpenghasilan rendah di kawasan perbatasan; serta penataan kawasan perumahan di daerah tertinggal, perbatasan, dan pulau kecil terluar. Kegiatan-kegiatan tersebut merupakan koridor dalam rangka operasionalisasi arah kebijakan dan strategi terkait dalam Bidang Pembangunan Sosial Budaya dan Kehidupan Beragama pada Bab II dan Bidang Sarana dan Prasarana pada Bab V, dalam rangka mendukung pengembangan kawasan perbatasan.

Upaya untuk memperkuat kelembagaan pengelolaan kawasan perbatasan diwujudkan melalui strategi penguatan kapasitas kelembagaan dalam upaya pengembangan kawasan perbatasan secara terintegrasi. Strategi ini diarahkan untuk memperkuat koordinasi antarsektor dan antardaerah serta antartingkatan pemerintahan (pusat dan daerah) melalui pembentukan lembaga khusus yang menangani pengelolaan kawasan perbatasan; meningkatkan partisipasi masyarakat

1. Pengembangan ekonomi lokal di daerah tertinggal;

2. Penguatan kelembagaan masyarakat dan pemerintah daerah dalam pengelolaan sumberdaya lokal di daerah tertinggal;

3. Peningkatan pelayanan kesehatan yang berkualitas dan terjangkau di daerah tertinggal;

4. Peningkatan pelayanan pendidikan yang berkualitas di daerah tertinggal;

5. Peningkatan sarana dan prasarana infrastruktur daerah tertinggal serta peningkatan aksesibilitas daerah tertinggal dengan pusat-pusat pertumbuhan.

Strategi pengembangan ekonomi lokal di daerah tertinggal ditujukan untuk mengoptimalkan pemanfaatan potensi sumber daya alam secara berkelanjutan dengan menekankan pada pengembangan daerah pusat pertumbuhan, pusat produksi, serta meningkatkan pertumbuhan usaha mikro kecil menengah dan koperasi. Untuk mengakselerasi pertumbuhan ekonomi lokal di daerah tertinggal, dibutuhkan dukungan penguatan sentra produksi/klaster usaha skala mikro dan kecil; dan pengembangan kawasan transmigrasi yang berada di daerah tertinggal, baik dari segi kualitas sumber daya manusia, maupun sarana dan prasarana kawasan transmigrasi. Upaya lain yang juga diperlukan dalam rangka meningkatkan kualitas dan kuantitas produk unggulan lokal, melalui dukungan pengembangan dan pendayagunaan. Kegiatan tersebut merupakan koridor dalam rangka operasionalisasi arah kebijakan dan strategi pembangunan yang terdapat dalam Bidang Ekonomi pada Bab III, serta Bidang Ilmu Pengetahuan dan Teknologi pada Bab IV, dalam rangka percepatan pembangunan daerah tertinggal.

Strategi penguatan kelembagaan masyarakat dan pemerintah daerah dalam

Strategi peningkatan pelayanan pendidikan yang berkualitas di daerah tertinggal berorientasi pada upaya mengatasi permasalahan rendahnya tingkat pendidikan dan keterampilan angkatan kerja di daerah tertinggal. Peningkatan pelayanan pendidikan ini tidak hanya difokuskan pada pendidikan dasar, menengah dan kejuruan, tetapi terutama pada pendidikan luar sekolah berupa pendidikan ketrampilan hidup (life-skill) melalui lembaga kursus dan pelatihan lainnya yang berorientasi untuk meningkatkan kemampuan ketrampilan ekonomi produktif. Untuk mendukung pemerataan tenaga pendidik, diperlukan keberpihakan kepada daerah tertinggal melalui adanya pemberian insentif khusus terhadap tenaga pendidik yang berada di daerah tertinggal, serta adanya peningkatan kompetensi dan profesionalisme tenaga pendidik di daerah tertinggal. Kegiatan tersebut merupakan koridor dalam rangka operasionalisasi arah kebijakan dan strategi pembangunan yang terdapat dalam Bidang Pembangunan Sosial Budaya dan Kehidupan Beragama pada Bab II, dalam rangka percepatan pembangunan daerah tertinggal.

Strategi peningkatan sarana dan prasarana di daerah tertinggal ditujukan untuk mendorong pertumbuhan ekonomi dan perbaikan kondisi perekonomian masyarakat. Dukungan terhadap sarana dan prasarana yang diperlukan diantaranya melalui pembangunan pasar tradisional, pembangunan jalan dan jembatan, transportasi keperintisan, permukiman, serta pembangunan sarana dan prasarana informatika di daerah tertinggal. Pengembangan sektor transportasi keperintisan, diharapkan dapat meningkatkan aksesibilitas daerah tertinggal dengan pusat-pusat pertumbuhan, sehingga terjadi keterkaitan pembangunan antara kawasan tertinggal dengan pusat pertumbuhan kawasan. Kegiatan tersebut merupakan koridor dalam rangka operasionalisasi arah kebijakan dan strategi pembangunan yang terdapat dalam Bidang Pembangunan Sosial Budaya dan Kehidupan Beragama pada Bab II, dalam rangka

1. Pengurangan risiko bencana sebagai prioritas nasional dan daerah serta penguatan kelembagaan penanggulangan bencana, dengan fokus prioritas untuk pengurangan risiko bencana sebagai prioritas nasional dan daerah, serta penguatan kelembagaan penanggulangan bencana.

2. Peningkatan kapasitas penanganan kedaruratan dan penanganan korban yang terkena dampak bencana, melalui fokus prioritas untuk pelaksanaan tanggap darurat dan penanganan korban bencana alam dan kerusuhan sosial yang terkoordinasi, efektif dan terpadu melalui pembentukan satuan reaksi cepat, yang merupakan unit khusus penanganan bencana dengan dukungan moda transportasi udara yang memadai, dengan basis 2 (dua) lokasi strategis di Jakarta dan Malang, guna dapat segera menjangkau seluruh wilayah Indonesia.

3. Percepatan pemulihan wilayah terkena bencana dengan fokus prioritas untuk pelaksanaan rehabiltasi dan rekonstruksi di wilayah pascabencana, khususnya di Provinsi Jawa Barat dan Provinsi Sumatera Barat, serta wilayah pascabencana lainnya.

Strategi pembangunan bidang dalam upaya pengurangan risiko bencana dan penanggulangan bencana, merupakan pengejawantahan fungsi serta peran yang didasarkan pada sistem penanggulangan bencana dalam UU No 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan bencana yang meliputi subsistem prabencana, subsistem tanggap darurat, dan subsistem pascabencana (pemulihan). Kebijakan tersebut merupakan koridor dalam rangka operasionalisasi kebijakan dan strategi pembangunan yang memiliki keterkaitan baik secara langsung maupun tidak langsung dengan bidang lainnya dalam Buku II RPJMN 2010-2014. Adapun strategi pembangunan yang menjiwai prioritas bidang pengurangan risiko bencana dan penanggulangan bencana, antara lain, adalah sebagai berikut.

peramalan dan peringatan dini banjir; pengembangan materi pendidikan kebencanaan; pembuatan “greenbelt” untuk mitigasi bencana tsunami; penyusunan pedoman penataan ruang untuk mitigasi dan adaptasi perubahan iklim; serta pengembangan

aplikasi teknologi informasi dan komunikasi untuk pengurangan risiko dan mitigasi bencana alam. Upaya pengurangan risiko bencana dan penanggulangan bencana tersebut banyak terkait dengan Bidang Ilmu Pengetahuan dan Teknologi pada Bab IV, Bidang Sarana dan Prasarana pada Bab V serta Bidang Sumber Daya Alam dan Lingkungan Hidup pada Bab X dalam rangka operasionalisasi kebijakan dan strategi penanggulangan bencana dan pengurangan risiko bencana yang lebih sinergis dan terintegrasi.

Strategi peningkatan kapasitas penanganan kedaruratan dan penanganan korban yang terkena dampak bencana melalui fokus prioritas pelaksanaan tanggap darurat dan penanganan korban bencana alam dan kerusuhan sosial yang terkoordinasi, efektif dan terpadu melalui pembentukan satuan reaksi cepat (SRC) yang merupakan unit khusus penanganan bencana yang didukung moda transportasi udara yang memadai dengan basis 2 (dua) lokasi strategis di Jakarta dan Malang sehingga segera dapat menjangkau seluruh wilayah Indonesia. Strategi ini juga merupakan salah satu prioritas nasional tentang Lingkungan Hidup dan Pengelolaan Bencana. Strategi ini diarahkan pada terciptanya penanganan kedaruratan yang efektif, dengan kegiatan utama meliputi penyusunan rencana kontijensi, pembentukan Satuan Reaksi Cepat Penanggulangan Bencana (SRC-PB) dengan melibatkan berbagai komponen baik pemerintah maupun masyarakat seperti TNI/Polri, kementerian/lembaga, Palang Merah Indonesia (PMI) dan masyarakat. Dalam kondisi pasca terjadinya bencana, kecepatan penanganan dan evakuasi korban yang terkena bencana merupakan prioritas utama dalam penanganan kedaruratan yang kemudian diikuti dengan penanganan

Budaya dan Kehidupan Beragama pada Bab II; (d) pemulihan bidang ekonomi melalui pemulihan sarana dan prasarana serta kegiatan ekonomi di daerah dan masyarakat di wilayah terkena bencana, yang secara rinci terintegrasi di dalam Bidang Ekonomi pada Bab III. Dalam rangka mendukung konsep pemulihan wilayah pascabencana menjadi lebih baik (build back better) maka setiap kegiatan pemulihan wilayah pascabencana dilakukan melalui kegiatan rehabilitasi dan rekonstruksi yang berdimensi pengurangan risiko bencana.