Kepatuhan Cuci Tangan Petugas Kesehatan di Ruang Rawat Inap RSUP Haji Adam Malik Medan

(1)

KEPATUHAN CUCI TANGAN PETUGAS KESEHATANDI RUANG RAWAT INAP RSUP HAJI ADAM MALIKMEDAN

SKRIPSI Oleh

Indah Lestari Napitupulu 101101071

FAKULTAS KEPERAWATAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

2014


(2)

(3)

Judul : Kepatuhan Cuci Tangan Petugas Kesehatan di Ruang Rawat Inap RSUP Haji Adam Malik Medan

Nama Mahasiswa : Indah Lestari Napitupu lu

NIM : 101101071

Jurusan : Sarjana Keperawatan (S.Kep)

Tahun : 2014

ABSTRAK

Infeksi nosokomial adalah infeksi yang didapat oleh pasien di rumah sakit. Angka kejadian infeksi nosokomial di dunia 9% dari 1,4 juta pasien rawat inap. Salah satu cara mencegah infeksi nosokomial adalah dengan mencuci tangan. Pengendalian infeksi tersebut dilakukan oleh seluruh petugas kesehatan yang ada di rumah sakit Data RISKESDAS 2007 mengatakan bahwa masih ada 76.8% petugas kesehatan yang tidak mencuci tangan. Tujuan penelitian ini adalah untuk memaparkan kepatuhan cuci tangan petugas kesehatan sesuai prosedur 5 momen dan 6 langkah di ruang rawat inap RSUP Haji Adam Malik Medan. Pada penelitian ini populasinya adalah seluruh tindakan cuci tangan yang dilakukan petugas kesehatan (perawat, bidan, dokter, dan petugas lab) di Instalasi Rindu B. Jumlah sampel tindakan ditentukan berdasarkan batasan waktu 20 sesi setiap ruangan dengan menggunakan teknik aksidental sampling. Penelitian ini dilakukan bulan Maret-Mei 2014. Hasil penelitian menunjukkan kepatuhan perawat (44,31%), bidan (46,60%), dokter (25,24%) dan petugas lab (19,27%). Berdasarkan kepatuhan per indikasi sebelum kontak dengan pasien (37,21%), sebelum tindakan aseptik (30,47%), setelah terpapar cairan tubuh pasien (46,53%), setelah kontak dengan pasien (45,60%), dan setelah bersentuhan dengan lingkungan sekitar pasien (21,27%). Kesimpulan pada penelitian ini menunjukkan bahwa kepatuhan cuci tangan petugas kesehatan paling tinggi dilakukan oleh bidan dan perawat. Kepatuhan tertinggi berdasarkan indikasi cuci tangan yang dilakukan petugas kesehatan pada momen setelah terpapar cairan tubuh pasien. Petugas kesehatan diharapkan mampu meningkatkan motivasi dan kesadaran dalam kepatuhan cuci tangan perlu ditingkatkan lagi agar pelaksanaan cuci tangan menjadi budaya kerja yang diterapkan dengan baik sehingga dapat mengurangi terjadinya infeksi nosokomial.

Kata Kunci: Kepatuhan Cuci Tangan, Petugas Kesehatan


(4)

Title : Hand Hygiene Compliance of Health Care Workers in the Hospitalization Room in Haji Adam Malik Hospital Name : Indah Lestari Napitupu lu

NIM : 101101071

Major : Bachelor of Nursing

Year : 2014

ABSTRACT

Nosocomialinfectionsareinfections acquiredbypatientsin hospitals. The incidence ofnosocomial infectionsinthe world9% of the1.4millionhospitalized patients. One way to preventnosocomialinfectionis hand hygiene. Infection controliscarried outby allhealth care workersin thehospital.DataRISKESDAS2007saidthatthere are still76.8% of health care workers whodo notwash their hands. The purpose ofthis study was todescribehand hygienecomplianceof health care workersaccording to the proceduremoment5and 6stepinpatient unitHajiAdamMalikHospitalMedan. Inthis researchpopulationareall actionsperformedhand hygiene by health care workers(nurses, midwives, doctors, andlab assistant) inInstallationRinduB.The

numberof samples action set based on time limit

20sessionseachroombyusingaccidentalsamplingtechnique. This researchwas conducted fromMarch to May2014results showedcomplianceof nurses(44.31%), midwives(46.60%), doctors(25.24%) andlabpersonnel(19.27%). Based oncomplianceperindicationbeforecontactwithpatients(37.21%),

beforeasepticmeasures(30.47%), after body fluid exposure risk(46.53%), aftercontactwithpatients(45.60%), andaftercontact with patient surrounding(21.27%). The conclusionof this researchshowsthathand

hygienecompliancehighesthealth care workersmost high performedbymidwivesandnurses. The highest compliancebased onindicationsthathand washingis doneatthe moment after health care workersexposed tobody fluids of patients. Health care workers areexpected

toincreasemotivationandawarenessinhandhygienecomplianceshould be increasedagaintothe implementation ofhand hygieneinto awork culturethat

isappliedproperlyso as toreducethe occurrence ofnosocomial infections.

Keywords: Hand Hygiene Compliance, Health Care Workers


(5)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena atas kasih karuniaNya penulis dapat menyelesaikan proposal penelitian ini dengan judul “Kepatuhan Cuci Tangan Petugas Kesehatan di Ruang Rawat Inap RSUP Haji Adam Malik Medan”. Adapun tujuan penulisan skripsi ini adalah untuk syarat mendapat gelar sarjana.

Proses penulisan skripsi ini tidak terlepas dari dukungan, bimbingan dan bantuan dari berbagai pihak, dalam kesempatan ini izinkan penulis untuk mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada yang terhomat:

1. dr. Dedi Ardinata M.Kes selaku dekan Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara.

2. Direktur RSUP HAM yang telah memberikan ijin untuk melakukan pengambilan data.

3. Erniyati S.Kp, MNS selaku Pembantu Dekan I Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara.

4. Salbiah S.Kp, M.Kep selaku pembimbing dalam proposal ini, terimakasih yang sebesar-besarnya atas pengorbanan waktu dan bimbingan yang telah diberikan sehingga skripsi ini dapat diselesaikan.

5. Achmad Fathi S.Kep, Ns, MNS sebagai penguji I dan sebagai penguji validitas instrumen yang digunakan peneliti, terimaksah atas masukan serta waktu yang dimiliki untuk melakukan validitas pada instrument saya. 6. Ellyta Aizar S.Kep, Ns sebagai penguji II yang telah memberikan banyak

masukan untuk perbaikan skripsi ini.

7. Anna Kasfi S.Kep, Ns, M.Kep sebagai penguji validitas instrument, terimakasih atas waktu dan masukan yang diberikan untuk memvalidasi instrumen penelitian ini.

8. Seluruh kepala ruangan Instalasi Rindu B atas semua bantuan yang telah diberikan untuk peneliti selama pengumplan data.


(6)

9. Kepada kedua orang tua tersayang yang selalu mendoakan, mendukung penulis dalam bentuk perhatian maupun materil serta senantiasa memberikan semangat dan segala hal yang terbaik bagi penulis.

10.Kakak dan Abang yang telah mendukung penulis menyelesaikan skripsi ini. Terimakasih untuk semangat dan materil yang telah diberikan.

11.Teman-teman tersayangku Priska, Mahda, Widya, Sartika, Senova, Sri, Ruth, Febe, dan Elza.

12.Kepada seluruh pihak-pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu, penulis ucapkan terima kasih atas dukungan dan bantuannya dalam menyelesaikan skripsi ini.

Penulis menyadari bahwa tulisan ini masih jauh dari kesempurnaan, sehingga saran dan kritik yang membangun dari berbagai pihak sangat di harapkan dan diucapkan terimakasih.

Medan, Juni 2013

Penulis


(7)

DAFTAR ISI

Halaman Judul………..….…… i

Persetujuan………. ii

Prakata ……… iii

Daftar Isi ………. iv

Daftar Tabel……… viii

Daftar Skema……….. ix

Bab 1. Pendahuluan……… 1

1.1. Latar Belakang………. 1

1.2. Rumusan Masalah……… 5

1.3. Tujuan Penelitian………. 6

1.4. Manfaat Penelitian………... 7

Bab 2. Tinjauan Pustaka………. 8

2.1. Kepatuhan….………... . 8

2.1.1. Definisi Kepatuhan………... 8

2.2. Konsep Cuci Tangan……… 8

2.2.1. Definisi Cuci Tangan……….. 8

2.2.2. Tujuan Cuci Tangan……… … 9

2.2.3. Indikasi Cuci Tangan………... 10

2.2.4. Teknik dan Prosedur Cuci Tanga…………. 11

2.2.5. Prinsip Cuci Tangan……… 16

2.3. Petugas Kesehatan………. 18

2.3.1. Definisi Petugas Kesehatan……… 18

2.3.2. Jenis Profesi Petugas Kesehatan…………. 19

Bab 3. Kerangka Penelitian……….. 21

3.1. Kerangka Konsep……….. 22

3.2. Definisi Operasional……….. 23

Bab 4. Metode Penelitian……… …. 25

4.1. Desain Penelitian……….. 25

4.2. Populasi dan Sampel Penelitian………... 25

4.2.1. Populasi Penelitian……… 25

4.2.2. Sampel Penelitian……….. 25

4.3. Lokasi dan Waktu Penelitian……… 26

4.4. Pertimbangan Etik……… 27

4.5. Instrumen Penelitian………. 27

4.5.2. Lembar Observasi Cuci Tangan 5 Momen … 27

4.6. Pegukuran Validitas dan Reliabilitas………. 29

4.7. Proses Pengumpulan Data………... 29

4.8. Analisa Data……… 30

Bab 5. Hasil dan Pembahasan………. 32


(8)

5.1. Hasil……… 32

5.1.1. Kepatuhan Cuci Tangan Petugas Kesehatan Berdasarkan Kategori Profesi………. 32

5.1.2. Kepatuhan pada Setiap Momen Indikasi Cuci Tangan Oleh Petugas Kesehatan………. 38

5.1.3. Tindakan Cuci Tangan Petugas Kesehatan…. 40 5.2. Pembahasan………. 41

5.2.1. Kepatuhan Cuci Tangan Petugas Kesehatan Berdasarkan Kategori Profesi………. 41

5.2.2. Kepatuhan pada Setiap Momen Indikasi Cuci Tangan Oleh Petugas Kesehatan……… 46

5.1.3. Tindakan Cuci Tangan Petugas Kesehatan……….. 50

Bab 6. Kesimpulan dan Rekomendasi……… 52

6.1. Kesimpulan……….. 52

6.2. Rekomendasi……….. 52

6.2.1. Bagi Praktek Pelayanan Kesehatan………. 52

6.2.2. Bagi Pendidikan Keperawatan………. 53

6.2.3. Bagi Penelitian Selanjutnya………. 53

6.2.4. Bagi Pihak Rumah Sakit……….. 53

Daftar Pustaka……… … 54 Lampiran-lampiran

1. Indikator Variabel 2. Lembar Observasi

3. Data Mentah Observasi Kepatuhan 4. Data Mentah Tindakan Cuci Tangan 5. Jadwal Tentatif Penelitian

6. Taksasi Dana 7. Riwayat Hidup


(9)

DAFTAR TABEL

Tabel 3.1. Definisi Operasional……… 23 Tabel 5.1. Distribusi Frekuensi dan Presentase Tindakan Cuci Tangan

Petugas Kesehatan Berdasarkan Kategori Profesi……… 33 Tabel 5.2. Kepatuhan Cuci Tangan Petugas Kesehatan Berdasarkan

Kategori Profesi……… 36

Tabel 5.3. Kepatuhan pada Setiap Momen Indikasi Cuci Tangan oleh

Petugas Kesehatan ……… 38 Tabel 5.4. Kepatuhan Cuci Tangan pada 5 Momen oleh Petugas

Kesehatan………... 40 Tabel 5.5. Distribusi Frekuensi dan Presentase Tindakan Cuci Tangan

Petugas Kesehatan………40


(10)

DAFTAR SKEMA

Skema 3.1. Kerangka Penelitian ……….. 22


(11)

Judul : Kepatuhan Cuci Tangan Petugas Kesehatan di Ruang Rawat Inap RSUP Haji Adam Malik Medan

Nama Mahasiswa : Indah Lestari Napitupu lu

NIM : 101101071

Jurusan : Sarjana Keperawatan (S.Kep)

Tahun : 2014

ABSTRAK

Infeksi nosokomial adalah infeksi yang didapat oleh pasien di rumah sakit. Angka kejadian infeksi nosokomial di dunia 9% dari 1,4 juta pasien rawat inap. Salah satu cara mencegah infeksi nosokomial adalah dengan mencuci tangan. Pengendalian infeksi tersebut dilakukan oleh seluruh petugas kesehatan yang ada di rumah sakit Data RISKESDAS 2007 mengatakan bahwa masih ada 76.8% petugas kesehatan yang tidak mencuci tangan. Tujuan penelitian ini adalah untuk memaparkan kepatuhan cuci tangan petugas kesehatan sesuai prosedur 5 momen dan 6 langkah di ruang rawat inap RSUP Haji Adam Malik Medan. Pada penelitian ini populasinya adalah seluruh tindakan cuci tangan yang dilakukan petugas kesehatan (perawat, bidan, dokter, dan petugas lab) di Instalasi Rindu B. Jumlah sampel tindakan ditentukan berdasarkan batasan waktu 20 sesi setiap ruangan dengan menggunakan teknik aksidental sampling. Penelitian ini dilakukan bulan Maret-Mei 2014. Hasil penelitian menunjukkan kepatuhan perawat (44,31%), bidan (46,60%), dokter (25,24%) dan petugas lab (19,27%). Berdasarkan kepatuhan per indikasi sebelum kontak dengan pasien (37,21%), sebelum tindakan aseptik (30,47%), setelah terpapar cairan tubuh pasien (46,53%), setelah kontak dengan pasien (45,60%), dan setelah bersentuhan dengan lingkungan sekitar pasien (21,27%). Kesimpulan pada penelitian ini menunjukkan bahwa kepatuhan cuci tangan petugas kesehatan paling tinggi dilakukan oleh bidan dan perawat. Kepatuhan tertinggi berdasarkan indikasi cuci tangan yang dilakukan petugas kesehatan pada momen setelah terpapar cairan tubuh pasien. Petugas kesehatan diharapkan mampu meningkatkan motivasi dan kesadaran dalam kepatuhan cuci tangan perlu ditingkatkan lagi agar pelaksanaan cuci tangan menjadi budaya kerja yang diterapkan dengan baik sehingga dapat mengurangi terjadinya infeksi nosokomial.


(12)

Title : Hand Hygiene Compliance of Health Care Workers in the Hospitalization Room in Haji Adam Malik Hospital Name : Indah Lestari Napitupu lu

NIM : 101101071

Major : Bachelor of Nursing

Year : 2014

ABSTRACT

Nosocomialinfectionsareinfections acquiredbypatientsin hospitals. The incidence ofnosocomial infectionsinthe world9% of the1.4millionhospitalized patients. One way to preventnosocomialinfectionis hand hygiene. Infection controliscarried outby allhealth care workersin thehospital.DataRISKESDAS2007saidthatthere are still76.8% of health care workers whodo notwash their hands. The purpose ofthis study was todescribehand hygienecomplianceof health care workersaccording to the proceduremoment5and 6stepinpatient unitHajiAdamMalikHospitalMedan. Inthis researchpopulationareall actionsperformedhand hygiene by health care workers(nurses, midwives, doctors, andlab assistant) inInstallationRinduB.The

numberof samples action set based on time limit

20sessionseachroombyusingaccidentalsamplingtechnique. This researchwas conducted fromMarch to May2014results showedcomplianceof nurses(44.31%), midwives(46.60%), doctors(25.24%) andlabpersonnel(19.27%). Based oncomplianceperindicationbeforecontactwithpatients(37.21%),

beforeasepticmeasures(30.47%), after body fluid exposure risk(46.53%), aftercontactwithpatients(45.60%), andaftercontact with patient surrounding(21.27%). The conclusionof this researchshowsthathand

hygienecompliancehighesthealth care workersmost high performedbymidwivesandnurses. The highest compliancebased onindicationsthathand washingis doneatthe moment after health care workersexposed tobody fluids of patients. Health care workers areexpected

toincreasemotivationandawarenessinhandhygienecomplianceshould be increasedagaintothe implementation ofhand hygieneinto awork culturethat

isappliedproperlyso as toreducethe occurrence ofnosocomial infections.


(13)

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Keselamatan pasien (Patient Safety) adalah isu global dan nasional bagi rumah sakit, komponen penting dari mutu layanan kesehatan, prinsip dasar dari pelayanan pasien dan komponen kritis dari manajemen mutu (WHO, 2004 dalam Depkes RI 2011). Patient safety adalah suatu upaya dari petugas kesehatan dalam memberikan pelayanan kesehatan yang aman untuk pasien. Standar Akreditasi Rumah Sakit tahun 2011 dan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 1691/Menkes/Per/VIII/2011 pasal 8 tentang sasaran keselamatan pasien rumah sakit pada ayat 1 dan 2 menyebutkan bahwa setiap rumah sakit wajib mengupayakan pemenuhan sasaran keselamatan pasien. Sasaran keselamatan pasien tersebut meliputi tercapainya hal-hal sebagai berikut: ketepatan identifikasi pasien; peningkatan komunikasi yang efektif; peningkatan keamanan obat yang perlu diwaspadai; kepastian tepat-lokasi, tepat-prosedur, tepat-pasien operasi; pengurangan risiko infeksi terkait pelayanan kesehatan; dan pengurangan resiko pasien jatuh (Depkes RI, 2011).

Salah satu sasaran keselamatan pasien adalah tercapainya pengurangan risiko infeksi terkait pelayanan kesehatan. Infeksi adalah invasi tubuh oleh patogen atau mikroorganisme yang mampu menyebabkan sakit. Rumah sakit merupakan salah satu tempat yang paling mungkin mendapat infeksi karena


(14)

mengandung populasi mikroorganisme yang sangat tinggi dengan jenis virulen yang mungkin telah resisten terhadap antibiotik (Potter & Perry, 2005).

Darmadi (2008) menyatakan bahwa infeksi nosokomial adalah infeksi yang didapat oleh pasien ketika dalam proses asuhan keperawatan atau dirawat di rumah sakit. Suatu infeksi dikatakan didapat dari rumah sakit apabila sebelum dirawat tidak ada tanda-tanda klinik terjadi infeksi namun selama dirawat muncul tanda-tanda infeksi yang timbul sekurang-kurangnya setelah 3x24 jam sejak mulai perawatan (Darmadi, 2008). Jumlah tenaga pelayanan kesehatan yang kontak langsung dengan pasien, prosedur invasif, terapi yang di terima dan lamanya perawatan mempengaruhi resiko terinfeksi.

Risiko infeksi di rumah sakit atau yang biasa dikenal dengan infeksi nosokomial merupakan masalah penting di seluruh dunia. Kasus infeksi nosokomial di dunia 9% dari 1,4 juta pasien rawat inap di dunia. Infeksi ini terus meningkat dari 1% di beberapa negara Eropa dan Amerika, sampai lebih dari 40% di Asia, Amerika Latin dan Afrika (Kemenkes RI, 2011). Hasil survey pada beberapa negara terutama di Amerika Serikat dan Eropa menunjukkan bahwa infeksi nosokomial yang prevalensinya tinggi adalah infeksi saluran kemih 42%, infeksi luka operasi 24%, dan infeksi saluran nafas 11% (Nasronudin, dkk., 2007).

Di Indonesia kasus infeksi nosokomial tidak diketahui keakuratannya, namun data pada beberapa rumah sakit seperti: Rumah Sakit DKI Jakarta 9,8% pasien rawat inap mendapat infeksi baru, di RSUP Dr.Sardjito Surabaya 7,3% (Napitupulu, 2009 dalam Puspitasari, 2012). Hasil penelitian yang dilakukan oleh


(15)

Jeyamohan (2010) di RSUP Haji Adam Malik, memaparkan dari 534 pasien pasca operasi diperoleh prevalensi sebanyak 5,6% pasien mengalami infeksi nosokomial luka operasi kelas bersih. Data ini menunjukkan bahwa angka kejadian infeksi nosokomial sangat memprihatinkan. Infeksi nosokomial berdampak menambahkan ketidakberdayaan fungsional, tekanan emosional, dan ada beberapa kasus yang mengakibatkan kecacatan sehingga menurunkan kualitas hidup (Tietjen, dkk, 2004). Infeksi nosokomial juga menyebabkan peningkatan biaya pelayanan kesehatan karena meningkatnya lama rawat inap di rumah sakit dan terapi dengan obat-obat mahal (Tietjen, dkk, 2004). Menurut Ponce-de-Leon yang dikutip dalam Tietjen (2004) infeksi nosokomial sekarang juga merupakan salah satu penyebab kematian.

Sangat banyak dampak yang merugikan pasien akibat infeksi nosokomial bila tidak dilakukan penanganan terhadap masalah tersebut. Hal ini dapat dicegah dengan memperhatikan tiga sikap pokok berikut: kesadaran dan tanggung jawab para petugas bahwa dirinya dapat menjadi sumber penularan atau media perantara dalam setiap prosedur dan tindakan medis (diagnosis dan terapi), sehingga dapat menimbulkan terjadinya infeksi nososkomial; selalu ingat akan metode mengeliminasi mikroba patogen melalui tindakan aseptik, disinfeksi, dan sterilisasi; di setiap unit pelayanan perawatan dan unit tindakan medis, khususnya kamar operasi dan kamar bersalin harus terjaga mutu sanitasinya (Darmadi, 2008).

Salah satu cara mencegah infeksi nosokomial adalah dengan mengeliminasi mikroba patogen melalui tindakan aseptik, disinfeksi, dan


(16)

sterilisasi. Teknik dasar yang paling penting dalam mencegah dan penularan infeksi adalah dengan mencuci tangan (Potter & Perry, 2005). Bakteri yang mungkin ada pada tangan petugas kesehatan adalah Staphylococcus epidermidis,Enterobacter aerogenes,Klebsiella pneumoniae, Salmonella paratyphosa B, Streptococcus, Escherichia coli, dan kuman aerob berspora. Jenis bakteri dapat berbeda-beda pada setiap ruangan.

Pengendalian infeksi tersebut dilakukan oleh seluruh petugas kesehatan yang ada di rumah sakit. Karena setiap orang yang berada di sekitar pasien dapat menjadi sumber penyebab terjadinya infeksi. Petugas kesehatan yang berhubungan langsung dengan pasien lebih tinggi perannya dalam mencegah infeksi nosokomial. Petugas kesehatan tersebut haruslah mencuci tangan untuk mengurangi transmisi patogen. Adapun petugas kesehatan yang harus mencuci tangan adalah dokter, perawat, bidan, tenaga laboratorium, dan sebagainya (Darmadi, 2008).

Menurut data Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) tahun 2007, prevalensi nasional berperilaku benar dalam cuci tangan masih masih dalam taraf yang sangat memprihatinkan. Masih ada 76,8% petugas kesehatan yang tidak melakukan cuci tangan. Padahal cuci tangan adalah langkah yang paling mudah dan sangat penting yang dapat dilakukan untuk pengendalian infeksi di rumah sakit. Sementara itu, standar akreditasi rumah sakit tahun 2011 sudah menetapkan bahwa setiap rumah sakit mengadopsi atau mengadaptasi pedoman hand


(17)

hygieneyang di terbitkan dan diterima secara umum serta menerapkan program

hand hygiene yang efektif.

Salah satu komponen standar kewaspadaan dan usaha menurunkan infeksi nosokomial adalah menggunakan panduan kebersihan tangan yang benar dan mengimplementasikan secara efektif. Pada tahun 2009,WHO mencetuskan global patient safety challenge dengan clean care is safe care, yaitu merumuskan inovasi strategi penerapan hand hygiene untuk petugas kesehatan dengan five moments for hand hygiene.Five Moments for Hand Hygiene adalah 5 momen krusial mencuci tangan pada petugas kesehatan untuk mengoptimalkan kebersihan tangan dengan mencuci tangan disaat: sebelum kontak/ bersentuhan dengan pasien, sebelum melakukan prosedur bersih/ steril, setelah bersentuhan dengan cairan tubuh pasien dan setelah melepas sarung tangan, setelah kontak/ bersentuhan dengan pasien, dan setelah kontak/ bersentuhan dengan benda dan lingkungan pasien (WHO, 2006).

Dari pemaparan di atas, maka perlu dilakukan penelitian tentang kepatuhan cuci tangan pada petugas kesehatan di ruang rawat inap RSUP Haji Adam Malik Medan.

1.2 Rumusan Masalah

Bagaimana kepatuhan cuci tangan pada petugas kesehatan sesuai prinsip 5 momen 6 langkah di ruang rawat inap RSUP Haji Adam Malik Medan?


(18)

1.3 Tujuan Penelitian 1.3.1 Tujuan Umum

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui gambaran kepatuhan cuci tangan pada petugas kesehatan sesuai prinsip 5 momen 6 langkah menurut WHO di ruang rawat inap RSUP Haji Adam Malik Medan.

1.3.2 Tujuan Khusus

Adapun tujuan khusus dari penelitian ini adalah:

1. Mengetahui bagaimana kepatuhan cuci tangan petugas kesehatan sebelum kontak/ bersentuhan dengan pasien, sebelum tindakan aseptik, setelah terpapar cairan tubuh pasien yang berisiko, setelah kontak/ bersentuhan dengan pasien, dan setelah menyentuh lingkungan sekitar pasien dengan teknik 6 langkah cuci tangan.

2. Mengetahui bagaimana kepatuhan pada setiap momen indikasi cuci tangan dalam konsep cuci tangan 5 momen oleh petugas kesehatan.

1.4 Manfaat penelitian

Dari hasil penelitian ini diharapkan bisa memberikan manfaat bagi pihak-pihak bersangkutan, yaitu:

1.4.1 Pelayanan keperawatan

Diharapkan dapat memberikan informasi bagi pelayanan keperawatan maupun pelayanan kesehatan tentang kepatuhan cuci tangan 5 momen sehingga dapat menjadi evaluasi pada setiap unit kerja di rumah sakit.


(19)

1.4.2 Pendidikan keperawatan

Diharapkan dapat memberikan informasi tentang kepatuhan cuci tangan 5 momen sehingga dapat mengaplikasikan dengan baik pada saat praktek langsung ke rumah sakit.

1.4.3 Penelitian Keperawatan

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan pengetahuan dan informasi bagi peneliti lanjutan di masa yang akan datang tentang kepatuhan 5 momen mencuci tangan di setiap unit kesehatan.


(20)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kepatuhan

2.1.1. Definisi Kepatuhan

Kamus Umum Bahasa Indonesia mendeksripsikan bahwa patuh adalah suka menurut perintah, taat pada perintah, sedangkan kepatuhan adalah perilaku sesuai aturan dan berdisiplin.

Sedangkan menurut Ali (1999) dalam Slamet (2007), kepatuhan berasal dari kata dasar patuh, yang berarti disiplin dan taat. Patuh adalah suka menurut perintah, taat pada perintah atau aturan. Sedangkan kepatuhan adalah perilaku

sesuai aturan dan berdisiplin.

Kepatuhan petugas profesional (petugas kesehatan) adalah sejauh mana perilaku seorang petugas kesehatan sesuai dengan ketentuan yang telah diberikan pimpinan petugas kesehatan ataupun pihak rumah sakit (Niven, 2002).

2.2. Konsep Cuci Tangan 2.2.1. Definisi Cuci Tangan

Menurut Depkes (2007) mencuci tangan adalah proses yang secara mekanis melepaskan kotoran dan debris dari kulit tangan dengan menggunakan sabun biasa dan air. Cuci tangan adalah proses membuang kotoran dan debu secara mekanis dari kulit kedua belah tangan dengan memakai sabun dan air


(21)

(Tietjen, dkk., 2004). Sementara itu menurut Larson seperti yang dikutip dalam Potter & Perry (2005) mengatakan bahwa mencuci tangan adalah menggosok dengan sabun secara bersama seluruh kulit permukaan tangan dengan kuat dan ringkas yang kemudian dibilas di bawah air.

Mencuci tangan adalah membasahi tangan dengan air mengalir untuk menghindari penyakit, agar kuman yang menempel pada tangan benar-benar hilang. Mencuci tangan juga mengurangi pemindahan mikroba ke pasien dan menghambat pertumbuhan mikroorganisme yang berada pada kuku, tangan dan lengan (Schaffer, dkk, 2000). Teknik dasar yang paling penting dalam pencegahan dan pengontrolan penularan infeksi adalah mencuci tangan (Potter & Perry, 2005). Mencuci tangan adalah prosedur kesehatan yang paling penting yang dapat dilakukan oleh semua orang untuk mencegah penyebaran kuman. Mencuci tangan adalah tindakan aktif dan singkat menggosok tangan dengan sabun dibawah air hangat yang mengalir (Depkes, 2003).

Jadi, cuci tangan adalah tindakan membersihkan kedua tangan dari mikoorganisme, debu, dan kotoran dengan cara menggosok kedua tangan dengan menggunakan air dan sabun secara bersamaan kemudian dibilas dengan air mengalir.

2.2.2 Tujuan Cuci Tangan

Menurut Tietjen (2004) tujuan cuci tangan adalah menghilangkan kotoran dan debu secara mekanis dari permukaan kulit dan mengurangi mikroorganisme sementara. Sedangkan menurut Gould (2003) mengatakan bahwa tujuan dari cuci tangan adalah untuk membersihkan mikroorganisme transien sebelum berpindah


(22)

ke pasien yang rentan. Infeksi silang dapat terjadi sewaktu perawat berpindah dari satu pasien ke pasien yang lain atau memegang bagian yang berbeda pada satu pasien (Gould & Brooker, 2003).

Tujuan mencuci tangan adalah untuk membuang kotoran dan organisme yang menempel dari tangan dan untuk mengurangi jumlah mikroba total pada saat itu. Tangan yang terkontaminasi merupakan penyebab utama perpindahan infeksi (Potter & Perry, 2005).

2.2.3. Indikasi Cuci Tangan

Menurut Tietjien (2004) cuci tangan sebaiknya dilakukan sebelum :

a. Memeriksa (kontak langsung) dengan pasien; dan

b. Memakai sarung tangan bedah steril atau DTT sebelum pembedahan atau sarung tangan pemerikasaan untuk tindakan rutin .

Cuci tangan sebaiknya dilakukan setelah :

a. Situasi tertentu dimana kedua tangan dapat terkontaminasi, seperti: memegang instrument yang kotor dan alat-alat lainnya; menyentuh selaput lendir, darah, atau duh tubuh lainnya (sekresi atau eksresi); kontak yang lama dan intensif dengan pasien


(23)

WHO (2009) mengindikasikan cuci tangan sebagai berikut :

a. Cuci tangan dengan air dan sabun ketika terlihat kotor atau terpapar dengan darah atau cairan tubuh lainnya atau setelah menggunakan toilet. b. Sebelum dan sesudah menyentuh pasien

c. Sebelum melakukan prosedur invasif dengan atau tanpa menggunakan sarung tangan

d. Setelah bersentuhan dengan kulit yang tidak intact , membrane mukosa, atau balutan luka

e. Bila berpindah dari satu bagian tubuh yang terkontaminasi ke bagian tubuh yang lainnya dalam satu perawatan pada pasien yang sama

f. Setelah kontak dengan peralatan medis

g. Setelah melepaskan sarung tangan steril dan non steril

h. Sebelum pemberian medikasi atau mempersiapakan makanan cuci tangan menggunakan alcohol handrub atau cuci tangan dengan sabun anti bacterial dengan air mengalir

2.2.4. Teknik dan Prosedur Mencuci Tangan

2.2.4.1. Teknik Mencuci Tangan

Tangan adalah vector utama infeksi di ruang rawat di rumah sakit, dimana strain yang mengkoloni pasien sama dengan mengoloni tangan perawat. Maka di perlukan teknik mencuci tangan yang benar bagi petugas kesehatan yang kontak dengan pasien.


(24)

Gould & Brooker (2003) mengatakan teknik mencuci tangan yang efektif mencakup hal berikut :

a. Menggunakan keran yang dikendalikan dengan siku atau kaki untuk menghindari perpindahan organisme baik ke tangan yang bersih saat keran dimatikan atau ke orang berikutnya

b. Meggunakan produk dari dispenser karena sabun batangan dapat tercemar berat oleh batang gram negative. Dispenser jangan di topped-up karena hal ini dapat menimbulkan resiko pencemaran

c. Melembabkan tangan sebelum bahan pembersih ditambahkan. Hal ini dapat membantu mengurangi kontak dengan bahan kimia keras yang dapat merusak kulit

d. Menggosok dengan kuat semua permukaan tangan punggung, telapak, dan sela jari) dengan busa paling sedikit 10 detik.

e. Mengeringkan tangan dengan benar karena tangan yang lembab lebih mudah memindahkan bakteri daripada yang kering

f. Pembuangan handuk kertas ke wadah tanpa menyentuhnya, untuk menghindari rekontaminasi.

2.2.4.2. Prosedur Mencuci Tangan

Prosedur langkah-langkah mencuci tangan menurut Potter & Perry (2005) adalah sebagai berikut:

1. Gunakan wastafel yang mudah digapai dengan air mengalir , sabun biasa atau sabun antimikrobial, lap tangan kertas atau pengering.


(25)

2. Lepaskan jam tangan dan gulung lengan panjang ke atas pergelangan tangan. Hindari memakai cincin, lepaskan selama mencuci tangan.

3. Jaga supaya kuku tetap pendek dan datar

4. Inspeksi permukaan tangan dan jari akan adanya luka atau sayatan pada kulit kutikula.

5. Berdiri di depan wastafel. Jaga agar tangan dan seragam tidak menyentuh wastafel

6. Alirkan air. Tekan pedal dengan kaki untuk mengatur aliran air atau dorong pedal lutut secara lateral

7. Hindari percikan air mengenai seragam 8. Atur aliran air

9. Basahi tangan dan lengan bawah dengan seksama. Pertahankan supaya lengan bawah lebih rendah daripada siku selama mencuci tangan

10.Taruh sedikit sabun biasa atau sabun antimicrobial cair pada tangan, sabuni dengan seksama. Dapat digunakan butran sabun siap pakai.

11.Gosok kedua tangan dengan cepat paling sedikit 10-15 detik. Jalin jari-jari tangan dan gosok telapak dan bagian punggung tangan dengan gerakan sirkulasi masing-masing 5 kali. Pertahankan supaya ujung jari berada di bawah untuk memungkinkan pemusnahan mikroorganisme.

12.Jika daerah di bawah kuku kotor, bersihkan dengan kuku jari tangan yang satunya dan tambahkan sabun

13.Bilas tangan dengan pergelangan tangan dengan seksama, pertahankan supaya letak tangan dibawah siku


(26)

14.Keringkan tangan dengan seksama dari jari tangan ke pergelangan tangan dan lengan bawah dengan handuk kertas atau pengering.

15.Jika menggunakan handuk kertas, buang pada tempat yang tepat.

16.Tutup air dengan kaki dan pedal lutut. Untuk menutup keran yang mengunakan tangan, pakai handuk kertas yang kering.

Tietjen, dkk., (2004) mengklasifikasikan prosedur atau langkah-langkah mencuci tangan berdasarkan jenis cuci tangan, yaitu:

a. Cuci tangan rutin

Cuci tangan rutin adalah membersihkan tangan dari kotoran dan mikroorganisme dengan cara menggosok menggunakan air dan sabun biasa. Hal ini dilakukan pada kondisi pasien yang tidak terlalu rentan.

Langkah-langkah untuk cuci tangan rutin adalah:

1. Basahi kedua belah tangan

2. Gunakan sabun biasa (bahan antiseptic tidak perlu)

3. Gosok dengan keras seluruh bidang permukaan tangan dan jari-jari bersama sekurang-kurangnya selama 10 hingga 15 detik, dengan memperhatikan bidang di bawah kuku tangan dan diantara jari

4. Bilas kedua tangan selurunya dengan air bersih

5. Keringkan tangan dengan lap kertas atau pengering dan gunakan lap untuk mematikan keran.


(27)

b. Penggosok Cuci tangan bedah

Tujuan cuci tangan bedah adalah untuk menghilangkan kotoran, debu, dan organism sementara mekanikal dan mengurangi flora tetap selama pembedahan yang bertujuan untuk mencegah kontaminasi luka oleh mikroorganisme dari kedua tangan dan lengan dokter bedah dan asistennya.

Langkah-langkah untuk cuci tangan bedah adalah sebagai berikut:

1. Lepaskan cincin, jam tangan, dan gelang.

2. Basahi kedua belah tangan dan lengan bawah hingga sikut dengan sabun dan air bersih

3. Bersihkan kuku dengan pembersih kuku dengan pembersih kuku 4. Bilaslah tangan dan lengan bawah dengan air

5. Gunakan bahan antiseptic pada seluruh tangan dan lengan sampai bawah siku dan gosok tangan dan lengan bawah dengan kuat sekurang-kurangnya 2 menit.

6. Angkat tangan lebih tinggi dari siku, bilas tangan dan lengan bawah seluruhnya dengan air bersih.

7. Tegakkan kedua tangan ke atas dan jauhkan dari badan, jangan sentuh permukaaan atau benda apapun dan keringkan kedua tangan dengan lap bersih dan kering atau keringkan dengan diangin-anginkan.


(28)

2.2.5. Prinsip Cuci Tangan

Cuci tangan menjadi salah satu langkah yang efektif untuk memutuskan rantai transmisi infeksi, sehingga insidensi nosokomial dapat berkurang. Pencegahan dan pengendalian infeksi mutlak harus dilakukan oleh perawat, dokter dan seluruh orang yang terlibat dalam perawatan pasien. Salah satu komponen standar kewaspadaan dan usaha menurunkan infeksi nosokomial adalah menggunakan panduan kebersihan tangan yang benar dan mengimplementasikan secara efektif.

Hand hygiene adalah istilah yang digunakan untuk membersihkan tangan dari mikroorganisme dengan cara menggosok kedua tangan menggunakan air dan sabun antiseptic ataupun menggunakan alcohol handrub. WHO (2009) mencetuskan promosi global patient safety challenge dengan clean care is safecare, yang artinya adalah perawatan yang bersih maupun higienis adalah perawatan yang aman untuk keselamatan pasien (patient safety) dengan merumuskan inovasi strategi penerapan hand hygiene atau kebersihan tangan untuk petugas kesehatan dengan five moments for hand hygiene atau 5 momen mencuci tangan, yaitu mencuci tangan di 5 momen krusial.

2.2.5.1. 5 Momen Cuci Tangan

Menurut WHO (2006) 5 momen mencuci tangan adalah sebagai berikut:

1. Sebelum kontak dengan pasien

Mencuci tangan sebelum menyentuh pasien ketika mendekati pasien dalam situasi

seperti berjabat tangan, membantu pasien bergeser ataupun berpindah posisi, dan


(29)

2. Sebelum melakukan tindakan aseptik

Mencuci tangan segera sebelum tindakan aseptik dalam situasi seperti perawatan

gigi dan mulut, aspirasi sekresi, pembalutan dan perawatan luka, insersi kateter,

mempersiapkan makanan, dan pemberian obat.

3. Setelah bersentuhan dengan cairan tubuh pasien risiko tinggi

Mencuci tangan segera setelah terpapar dengan cairan tubuh pasien yang beresiko tinggi atau setelah melepaskan sarung tangan dalam situasi seperti perawatan gigi dan mulut, aspirasi sekresi, pengambilan dan memeriksa darah, membersihkan urin, feses, dan penanganan limbah.

4. Setelah kontak dengan pasien

Mencuci tangan setelah menyentuh pasien dan lingkungan sekitarnya dan ketika

meninggalkan pasien dalam situasi seperti berjabat tangan, membantu pasien merubah

posisi dan pemeriksaan klinik.

5. Setelah bersentuhan dengan lingkungan sekitar pasien

Mencuci tangan setelah menyentuh benda atau peralatan pasien di lingkungan sekitarnya dan ketika meninggalkan ruangan pasien bahkan bila tidak menyentuh pasien dalam situasi mengganti linen tempat tidur pasien dan penyetelan kecepatan perfusi.

2.2.5.2. Enam Langkah Mencuci Tangan (Protap RSUP HAM)

RSUP Haji Adam Malik membuat peraturan tetap enam langkah mencuci tangan yang berlaku bagi seluruh petugas kesehatan yang bekerja di RSUP Haji Adam Malik. Enam langkah tersebut adalah sebagai berikut:


(30)

1. Langkah pertama, menggosok tangan dengan mempertemukan telapak tangan dengan telapak tangan

2. Langkah kedua, menggosok telapak tangan ke punggung tangan 3. Langkah ketiga, kedua telapak tangan mengatup dan jari terjalin

4. Langkah keempat, letakkan bagian belakang jari ke telapak tangan dengan jari terkunci

5. Langkah kelima, gosok dan putar ibu jari tangan kanan dan sebaliknya

6. Langkah keenam, letakkan kelima jari tangan kiri di atas telapak tangan kanan putar maju dan mundur, dan lakukan sebaliknya

2.3. Petugas Kesehatan

2.3.1. Definisi Petugas Kesehatan

Dalam UU Nomor 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan yang dimaksud tenaga kesehatan adalah setiap orang yang mengabdikan diri dalam bidang kesehatan, memiliki pengetahuan dan atau keterampilan melalui pendidikan di bidang kesehatan yang memerlukan kewenangan dalam menjalankan pelayanan kesehatan (Presiden RI, 1992).

Tenaga kesehatan adalah seseorang yang bertanggung jawab dalam memberikan pelayanan kesehatan kepada individu, keluarga dan masyarakat. Tenaga kesehatan berdasarkan pekerjaannya adalah tenaga medis dan tenaga paramedis seperti: tenaga keperawatan, tenaga kebidanan, tenaga penunjang medis lainnya (Azwar, 1996).


(31)

2.3.2. Jenis Profesi Petugas Kesehatan

Tenaga kesehatan yang diatur dalam Pasal 2 ayat (2) sampai dengan ayat (8) Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1996 tentang Tenaga Kesehatan terdiri dari :

1. Tenaga medis terdiri dari dokter dan dokter gigi; 2. Tenaga keperawatan terdiri dari perawat dan bidan;

3. Tenaga kefarmasian terdiri dari apoteker, analis farmasi dan asisten apoteker;

4. Tenaga kesehatan masyarakat meliputi epidemiolog kesehatan, entomolog kesehatan, mikrobiolog kesehatan, penyuluh kesehatan, administrator kesehatan dan sanitarian;

5. Tenaga gizi meliputi nutrisionis dan dietisien;

6. Tenaga keterapian fisik meliputi fisioterapis, okupasiterapis dan terapis wicara;

7. Tenaga keteknisian medis meliputi radiografer, radioterapis, teknisi gigi, teknisi elektromedis, analis kesehatan, refraksionis optisien, othotik prostetik, teknisi tranfusi dan perekam medis (Presiden RI, 1996).

Dalam UU Praktik Kedokteran yang dimaksud dengan ”Petugas” adalah dokter, dokter gigi atau tenaga kesehatan lain yang memberikan pelayanan langsung kepada pasien. Menurut PP No. 32 Tahun 1996, maka yang dimaksud petugas dalam kaitannya dengan tenaga kesehatan adalah dokter, dokter gigi, perawat, bidan, dan keteknisian medis (Sugengmedika, 2012).


(32)

Tenaga kesehatan yang disebutkan diatas harus memenuhi syarat sebagai pemberi layanan kesehatan seperti yang tercantum dalam PP Nomor 32 tahun 1996 tentang Tenaga Kesehatan pasal 3 sampai pasal 5, sebagai tenaga kesehatan harus memenuhi syarat yaitu:

1. Tenaga kesehatan wajib memilki pengetahuan dan keterampilan di bidang kesehatan yang dinyatakan dengan ijazah dari lembaga pendidikan.

2. Tenaga kesehatan hanya dapat melakukan upaya kesehatan setelah tenega kesehatan yang bersangkutan memperoleh ijin dari Menteri.

3. Dikecualikan dari kepemilikan ijin sebagaimana yang dimaksud, bagi tenaga kesehatan masyarakat. Ketentuan lebih lanjut mengenai perijinan diatur oleh Menteri.

4. Selain ijin sebagaimana yang dimaksud, tenaga medis dan tenaga kefarmasian lulusan dari lembaga pendidikan luar negeri hanya dapat melakuakn upaaya kesehatan setelah yang bersangkutan melakukan adaptasi. Ketentuan lebih lanjut mengenai adaptasi diatur oleh Menteri (Presiden RI, 1996).


(33)

BAB 3

KERANGKA PENELITIAN 3.1. Kerangka Konsep

Kerangka penelitian ini bertujuan untuk melihat gambaran kepatuhan cuci tangan pada petugas kesehatan sesuai prinsip 5 momen di ruang rawat inap RSUP Haji Adam Malik Medan. Pada penelitian ini fokus yang akan diteliti mencakup variabel kepatuhan cuci tangan petugas kesehatan sesuai prinsip 5 momen. Kepatuhan cuci tangan petugas kesehatan juga dinilai dari langkah mencuci tangan sesuai protap yang berlaku di RSUP Haji Adam Malik Medan. Hasil dari kepatuhan tersebut akan dikategorikan: dilakukan dengan benar, dilakukan tetapi tidak benar, dan tidak dilakukan.


(34)

Kepatuhan Cuci Tangan 5 Momen: 1. Sebelum kontak dengan pasien 2. Sebelum melakukan tindakan aseptik 3. Setelah bersentuhan dengan cairan tubuh

pasien yang berisiko

4. Setelah kontak dengan pasien

5. Setelah bersentuhan dengan lingkungan sekitar pasien

Dari penjelasan tersebut dapat digambarkan dalam skema berikut ini.

Skema 3.1 Kerangka penelitian Kepatuhan Cuci Tangan Petugas Kesehatan di Ruang Rawat Inap RSUP Haji Adam Malik Medan

1. Dilakukan dengan benar 2. Dilakukan tetapi

tidak benar 3. Tidak dilakukan 6 Langkah Mencuci Tangan:

1. Menggosok tangan dengan

mempertemukan telapak tangan dengan telapak tangan

2. Menggosok telapak tangan ke punggung tangan

3. Kedua telapak tangan mengatup dan jari terjalin

4. Letakkan bagian belakang jari ke telapak tangan dengan jari terkunci

5. Gosok dan putar ibu jari tangan kanan dan sebaliknya

6. Letakkan kelima jaritangan kiri di atas telapak tangan kanan putar maju dan mundur, dan lakukan sebaliknya


(35)

3.2.Definisi Operasional

Definisi operasional adalah mendefinisikan variabel secara operasional berdasarkan karakteristik yang diamati, sehingga memungkinkan peneliti untuk melakukan observasi atau pengukuran secara cermat terhadap suatu objek atau fenomena (Hidayat, 2011).

Tabel 3.1. Definisi Operasional Kepatuhan Cuci Tangan Petugas Kesehatan di Ruang Rawat Inap RSUP Haji Adam Malik Medan

Variabel Definisi Operasional Alat Ukur Hasil Ukur Skala Kepatuhan cuci tangan petugas kesehatan Perilaku atau tindakan petugas kesehatan yaitu perawat, bidan, dokter dan petugas lab membersihkan tangan dengan cara menggosok kedua tangan

menggunakan sabun dan air atau dengan

alcohol handrub

sesuai dengan prinsip 5 momen 6 langkah di instalasi Rindu B RSUP Haji Adam Malik Medan.

1. Dilakukan dengan benar. Bila tindakan cuci tangan yang dilakukan setiap momen dengan teknik 6 langkah mencuci tangan secara benar.

2. Dilakukan

tetapi tidak benar.

Bila tindakan cuci tangan yang dilakukan pada setiap momen, namun teknik cuci tangan tersebut tidak sesuai dengan 6 langkah mencuci tangan. 3. Tidak dilakukan. Tindakan cuci tangan tidak dilakukan sama sekali. Ordinal a. Sebelum kontak Membersihkan kedua tangan dengan

Lembar observasi


(36)

dengan pasien

cara cuci tangan sebelum bersentuhan dengan pasien di Rindu B kepatuhan cuci tangan 5 momen dari WHO tahun 2009 b. Sebelum melakukan tindakan aseptik Membersihkan kedua tangan dengan cara cuci tangan sebelum melakukan tindakan aseptik di Rindu B Lembar observasi kepatuhan cuci tangan 5 momen dari WHO tahun 2009 c. Setelah terpapar tengan cairan tubuh pasien yang berisiko Membersihkan kedua tangan dengan cara cuci tangan sesudah mealkukna tindakan yang terpapar atau bersentuhan dengan sputum, darah, urin, feses, saliva, dan cairan tubuh pasien yang berisiko lainnya di Rindu B

Lembar observasi kepatuhan cuci tangan 5 momen dari WHO tahun 2009 d. Setelah kontak dengan pasien Membersihkan kedua tangan dengan cara cuci tangan setelah bersentuhan dengan pasien di Rindu B Lembar observasi kepatuhan cuci tangan 5 momen dari WHO tahun 2009 e. Setelah bersentuhan dengan lingkungan sekitar pasien Membersihkan kedua tangan dengan cara cuci tangan setelah kontak dengan furniture yang ada di

lingkungan sekitar pasien di Rindu B

Lembar observasi kepatuhan cuci tangan 5 momen dari WHO tahun 2009 f. 6 langkah

cuci tangan

Mencuci tangan sesuai lagkah-langkah mencuci tangan yang berlaku di RSUP Haji Adam Malik Medan Lembar observasi 6 langkah cuci tangan sesuai protap RS


(37)

BAB 4

METODE PENELITIAN 4.1. Desain Penelitian

Desain yang digunakan dalam penelitian ini adalah desain deskriptif observasi, rancangan dalam penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana kepatuhan cuci tangan petugas kesehatan sesuai prinsip 5 momen 6 langkah yang direkomendasikan oleh WHO di ruang rawat inap RSUP Haji Adam Malik Medan.

4.2. Populasi dan Sampel Penelitian 4.2.1. Populasi Penelitian

Populasi pada penelitian ini adalah seluruh tindakan cuci tangan yang dilakukan oleh petugas kesehatan dimana subjeknya adalah perawat, bidan, dokter, dan petugas lab. Objek yang diamati dalam penelitian ini adalah seluruh tindakan cuci tangan yang dilakukan oleh petugas kesehatan di Instalasi Rindu B RSUP Haji Adam Malik Medan.

4.2.2. Sampel Penelitian

Sampel adalah sebagian atau wakil populasi yang diteliti (Arikunto, 2010). Teknik pengambilan sampel pada penelitian ini dilakukan secara aksidental sampling yaitu cara menentukan sampel karena kebetulan, siapa saja yang kebetulan bertemu dengan peneliti dapat digunakan sebagai sampel bila orang yang kebetulan bertemu tersebut cocok sebagai sumber data (Setiadi, 2007).


(38)

Proses pengambilan sampel aksidental pada penelitian ini dengan mengobservasi aktivitas kegiatan petugas kesehatan di Instalasi Rindu B, jadi siapa saja yang sedang melakukan tindakan cuci tangan maka tindakan yang dilakukan menjadi sampel dalam penelitian ini.

Penentuan jumlah sampel dalam pengambilan data secara observasi yang melihat tindakan dapat ditentukan dengan batasan waktu (Polit & Hungler, 1995). Dalam penelitian ini batasan waktu yang digunakan peneliti adalah setiap ruangan rawat inap yang diobservasi dilakukan selama 20 kali sesi, dimana setiap sesi berlangsung selama ±20 menit. Pengambilan batasan waktu ini merujuk pada instrumen lembar observasi.

4.3. Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini akan dilakukan di RSUP Haji Adam Malik Medan yang berada di jalan Bunga Lau No. 17 Medan. Alasan peneliti memilih RSUP Haji Adam Malik sebagai tempat penelitian karena rumah sakit ini merupakan rumah sakit pendidikan yang ada di Sumatera Utara dan rumah sakit ini sedang dalam proses akreditasi standar internasional yang dimana sudah mengaplikasikan prinsip cuci tangan 5 momen 6 langkah yang menjadi objek penelitian ini. Penelitian ini dilakukan di instalasi Rindu B. Alasan peneliti mengambil instalasi rawat inap Rindu B karena mencakup sampel yang akan diteliti oleh peneliti yaitu dokter, perawat, bidan dan petugas laboratorium. Pengumpulan data pada penelitian ini dilakukan pada Maret-Mei 2014.


(39)

4.4.Pertimbangan Etik

Penelitian ini dilakukan setelah mendapat ijin dari komite etik Fakultas Keperawatan USU dan ijin dari Dekan Fakultas Keperawatan USU. Setelah mendapat ijin dari Fakultas Keperawatan USU, maka peneliti meminta ijin dari Direktur RSUP Haji Adam Malik Medan. Setelah mendapat ijin dari Direktur, maka peneliti meminta ijin dari Kepala Instalasi Rindu B. Setelah mendapat ijin dari Kepala Instalasi Rindu B, peneliti meminta ijin ke kepala ruangan untuk melakukan penelitian dengan cara mengobservasi langsung pada petugas kesehatan di ruang rawat inap.

4.5.Instrumen Penelitian

Data keterangan profesi petugas kesehatan terlihat jelas pada seragan yang mereka gunakan sehingga memudahkan peneliti untuk melengkapi keterangan yang ada di lembar observasi. Instrumen yang akan digunakan adalah lembar observasi kepatuhan cuci tangan 5 momen dari WHO (2009) dan lembar observasi 6 langkah mencuci tangan sesuai protap RSUP Haji Adam Malik Medan.

4.5.1. Lembar Observasi Cuci Tangan 5 Momen

Lembar observasi yang akan digunakan dalam penelitian ini diadopsi dari lembar observasi WHO dengan menerjemahkan instrument ke dalam bahasa Indonesia.

Lembar observasi ini berisikan dalam 1 sesi pengamatan yang mana dilakukan dalam 20 menit, terdapat berapa kali kesempatan responden melakukan tindakan cuci tangan dan kemudian dicheck list ke dalam kolom yang sesuai


(40)

indikasi kesempatan cuci tangan petugas kesehatan. Setiap tindakan cuci tangan yang dilakukan oleh petugas kesehatan dalam satu sesi dikategorikan menurut profesi masing-masing. Sebelum memulai observasi, data yang ada pada bagian atas lembar observasi harus dilengkapi terlebih dahulu, yang terdiri dari ruangan, fasilitas, periode, durasi sesi, nomor sesi, dan kolom observasi pada setiap profesi petugas kesehatan. Penggunaan sarung tangan dicatat pada kolom bila petugas kesehatan menggunakan sarung tangan dengan cara yang benar.

Dalam kolom observasi kebersihan tangan atau cuci tangan tindakan cuci tangan yang dilakukan handwash maupun handrub bernilai positif, sedangkan bila tidak dilakukan maka bernilai negatif. Penilaian cuci tangan dianggap benar bila melakukan tindakan handwash atau handrub sesuai dengan 6 langkah mencuci tangan sesuai degan peraturan tetap yang ada di RSUP H. Adam Malik Medan. Dikatakan benar cuci tangan 6 langkah apabila melakukan 100% langkah cuci tangan yang ada diperaturan. Bila tidak 100% maka dianggap cuci tangan tidak benar.

Setelah mendapat data observasi, hitung kepatuhan cuci tangan yang dilakukan kalkulasi kepatuhan. Cara mengukur hasil dari lembar observasi tersebut dengan menggunakan perhitungan yaitu jumlah tindakan cuci tangan dari setiap momen dijumlahkan dan dibagi dengan jumlah tiap momen indikasi cuci tangan kemudian dikalikan 100%.

Hasil ukur dikategorikan menjadi tindakan cuci tangan dilakukan dengan benar bila melakukan tindakan cuci tangan pada setiap indikasi cuci tangan 5 momen sesuai dengan prinsip 6 langkah cuci tangan, dilakukan tetapi tidak benar


(41)

bila tindakan cuci tangan pada setiap indikasi dilakukan namun tidak sesuai dengan cara 6 langkah mencuci tangan, dan tidak dilakukan sama sekali bila tidak adanya tindakan cuci tangan walaupun ada kesempatan pada tiap indikasi cuci tangan. Lembar observasi dapat dilihat lebih jelas pada lampiran 2.

4.6. Pengkuran Validitas dan Reliabilitas

Uji validitas dan reliabilitas pada penelitian ini tidak dilakukan karena menurut Setiadi (2007) alat pengumpul data berupa pedoman wawancara terbuka, pedoman observasi, format penjaringan data dan seterusnya tidak perlu diuji validitas dan reliabilitasnya. Penelitian ini akan menggunakan pedoman observasi, sehingga uji validitas dan reliabilitasnya tidak perlu dilakukan.

Pada penelitian ini, instrument berasal dari WHO dengan bahasa inggris yang harus diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia sehingga memerlukan 3 orang ahli yaitu 2 orang yang ahli di bidang kesehatan dan 1 orang alih bahasa. Instrumen terlebih dahulu diterjemahkan oleh peneliti menggunakan aplikasi terjemahan yang kemudian diperiksa dan diperbaiki redaksi kalimat dalam instrumen menjadi lebih baik lagi dan bahasa yang digunakan sesuai dengan bahasa kesehatan. Instrumen yang diterjemahkan oleh alih bahasa diterjemahkan langsung dari versi bahasa inggris. Terdapat versi yang berbeda-beda dari setiap ahli, namun peneliti mengambil pendapat yang sama oleh 2 ahli sehingga menghasilkan instrumen seperti yang ada pada lampiran 2.

4.7.Proses Pengumpulan Data

Adapun prosedur yang dilakukan dalam pengumpulan data, yaitu mengajukan permohonan izin kepada Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara.


(42)

Kemudian mengajukan permohonan izin kepada direktur RSUP H. Adam Malik Medan, setelah mendapatkan surat ijin dari direktur peneliti melapor ke kepala instalasi Rindu B dan meminta tanda tangan kepala instalasi sebagai persetujuan melakukan penelitian di instalasi Rindu B dengan ketentuan tidak melakukan penelitian di ruang VIP. Selanjutnya peneliti mendatangi setiap kepala ruangan untuk memberikan surat ijin dan menjelaskan prosedur penelitian yang akan dilakukan dengan meminta kerja sama kepala ruangan agar tidak memberitahukan aspek penilaian ataupun topik yang sedang diteliti, sehingga tidak terjadi perubahan sikap yang tidak wajar pada petugas kesehatan.

Sebelum melakukan observasi, peneliti terlebih dahulu melengkapi kolom yang harus diisi pada lembar observasi. Ketika melakukan pengumpulan data, peneliti mengobservasi kegiatan yang dilakukan di setiap ruang rawat inap pada pagi hari sampai siang hari ±4 jam pengamatan. Frekuensi waktu pengumpulan data menyesuaikan dengan jadwal kuliah peneliti, sehingga tidak semua ruangan dilakukan observasi setiap hari berturut-turut. Selama pengamatan bila dijumpai tindakan cuci tangan yang dilakukan oleh petugas kesehatan segera diamati oleh peneliti untuk diisi ke lembar observasi. Setelah mendapatkan hasil observasi, kemudian data yang terkumpul dianalisis.

4.8. Analisa Data

Analisa data dilakukan setelah semua data terkumpul maka dilakukan analisa data melalui beberapa tahap dimulai dengan editing yaitu memeriksa kelengkapan lembar observasi telah diisi sesuai keperluan, kemudian coding yaitu memberi kode atau angka tertentu pada lembar observasi untuk memudahkan peneliti


(43)

dalam melakukan tabulasi dan analisa data. Selanjutnya processing yaitu memasukkan data dari lembar observasi kedalam program komputer dan dilakukan pengolahan data dengan menggunakan teknik komputerisasi yaitu program Ms. Excel.

Selanjutnya data disajikan dalam bentuk distribusi frekuensi dan persentase untuk mendeskripsikan data kepatuhan cuci tangan petugas kesehatan di Instalasi Rindu B.


(44)

BAB 5

HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Hasil

Pada bab ini akan diuraikan tentang hasil penelitian dan pembahasan mengenai kepatuhan cuci tangan petugas kesehatan di ruang rawat inap RSUP Haji Adam Malik Medan dari observasi tindakan yang dilakukan pada petugas kesehatan yang ada di ruang rawat inap tanpa melihat siapa yang melakukan, karena yang dilihat hanya tindakan cuci tangan petugas kesehatan saja.

Penelitian ini telah dilaksanakan mulai bulan Maret – Mei 2014. Penelitian ini melibatkan seluruh tindakan mencuci tangan oleh petugas kesehatan di instalasi Rindu B dengan waktu 20 sesi pada setiap ruangan, dimana setiap sesi memiliki durasi tidak lebih dari 20 menit.

Hasil penelitian ini memaparkan kepatuhan cuci tangan petugas kesehatan sesuai indikasi cuci tangan 5 momen 6 langkah sesuai prosedur tetap RSUP Haji Adam Malik Medan.

5.1.1. Kepatuhan Cuci Tangan Petugas Kesehatan Berdasarkan Kategori Profesi

Tindakan cuci tangan yang dilakukan oleh petugas kesehatan dengan tiga kategori yaitu dilakukan dengan benar, dilakukan tetapi tidak benar dan tidak dilakukan.


(45)

Tabel 5.1. Distribusi Frekuensi dan Persentase Tindakan Cuci Tangan Petugas Kesehatan Berdasarka Kategori Profesi

Tindakan Cuci Tangan Dilakukan dengan Benar Dilakukan Tetapi Tidak Benar Tidak Dilakukan Total

F % F % F % F %

Perawat a. Sebelum

kontak dengan pasien

45 26,79 32 19,04 91 54,17 168 100

b. Sebelum tindakan aseptik

27 25,23 10 9,35 70 65,42 107 100

c. Setelah eksposure/ terpapar cairan tubuh pasien yang berisiko

37 42,53 12 13,79 38 43,68 87 100

d. Setelah kontak dengan pasien

51 30,18 46 27,22 72 42,60 169 100 e. Setelah

menyentuh lingkungan sekitar pasien

32 15,46 35 16,91 140 67,63 207 100

Sub Total 192 26,02 135 18,29 411 55,69 738 100 Bidan

a. Sebelum

kontak dengan pasien

17 32,69 7 13,46 28 53,85 52 100

b. Sebelum tindakan aseptik

12 37,5 4 12,5 16 50 32 100

c. Setelah eksposure/ terpapar cairan tubuh pasien yang berisiko

16 61,54 6 23,08 4 15,38 26 100

d. Setelah kontak dengan pasien

10 28,57 7 20,00 18 51,43 35 100 e. Setelah

menyentuh lingkungan sekitar pasien

7 15,21 3 6,52 36 78,26 46 100


(46)

Tindakan Cuci Tangan Dilakukan dengan benar Dilakukan tetapi tidak benar Tidak dilakukan Total

F % F % F % F %

Dokter a. Sebelum

kontak dengan pasien

27 13,11 31 15,05 148 71,36 206 100

b. Sebelum tindakan aseptik

7 15,91 8 18,18 29 65,91 44 100

c. Setelah eksposure/ terpapar cairan tubuh pasien yang berisiko

13 27,08 7 14,58 28 58,33 48 100

d. Setelah kontak dengan pasien

24 15 28 17,5 108 67,5 160 100 e. Setelah

menyentuh lingkungan sekitar pasien

3 1,67 13 7,22 164 91,11 180 100

Sub Total 74 11,60 87 13,64 477 74,76 638 100 Petugas Lab

a. Sebelum

kontak dengan pasien

2 15,38 2 15,38 9 69,24 13 100

b. Sebelum tindakan aseptik

12 12,5 5 5,21 79 82,29 96 100

c. Setelah eksposure/ terpapar cairan tubuh pasien yang berisiko

13 13 7 7 80 80 100 100

d. Setelah kontak dengan pasien

0 0 0 0 0 0 0 100

e. Setelah menyentuh lingkungan sekitar pasien

1 11,11 0 0 8 88,89 9 100


(47)

Berdasarkan tabel 5.1 tindakan cuci tangan yang dilakukan perawat ada lebih dari 50% pada 3 indikasi cuci tangan yang tidak dilakukan, yaitu sebelum kontak dengan pasien (54,17%), sebelum tindakan aseptik (65,42%), setelah kontak dengan pasien (67,63%). Hanya sepertiga tindakan cuci tangan pada indikasi setelah kontak dengan pasien (30,18%) dilakukan dengan benar oleh perawat. Sedangkan pada indikasi setelah eksposure cairan tubuh pasien persentase tindakan yang dilakukan dengan benar dan tidak dilakukan mempunyai proporsi yang hampir sama.

Tindakan cuci tangan yang dilakukan oleh bidan lebih dari 50% tindakan cuci tangan tidak dilakukan pada mayoritas indikasi. Indikasi tersebut adalah sebelum kontak dengan pasien (53,85%), sebelum tindakan aseptik (50%), setelah kontak dengan pasien (51,43%), dan setelah menyentuh lingkungan sekitar pasien (78,26%). Hanya sedikit tindakan cuci tangan yang tidak dilakukan pada indikasi setelah eksposure cairan tubuh pasien (15,38%).

Tindakan cuci tangan yang dilakukan oleh dokter pada seluruh indikasi cuci tangan tidak dilakukan lebih dari 50% pada indikasi sebelum kontak dengan pasien (71,36%), sebelum tindakan aseptik (65,91%), setelah eksposure cairan tubuh pasien (58,33%), setelah kontak dengan pasien (67,5%) bahkan mencapai 91,11% pada indikasi setelah menyentuh lingkungan sekitar pasien.

Tindakan cuci tangan yang dilakukan oleh petugas laboratorium ≥80% tidak dilakukan pada mayoritas indikasi cuci tangan, yaitu pada indikasi sebelum tindakan aseptik (82,29%), setelah eksposure cairan tubuh pasien (80%) dan


(48)

setelah menyentuh lingkungan sekitar pasien (88,89%). Pada indikasi sebelum kontak dengan pasien 69,24% tidak dilakukan tindakan cuci tangan. Selama pengamatan tidak dijumpai tindakan cuci tangan oleh petugas lab pada indikasi setelah kontak dengan pasien.

Tabel 5.2. Kepatuhan Cuci Tangan Petugas Kesehatan Berdasarkan Kategori Profesi

Tindakan Cuci Tangan Patuh Tidak Patuh

F % F %

Perawat

a. Sebelum kontak dengan pasien 77 45,83 91 54,17 b. Sebelum tindakan aseptik 37 34,58 70 65,42 c. Setelah terpapar cairan tubuh pasien yang

berisiko

49 59,32 38 43,68 d. Setelah kontak dengan pasien 97 57,40 72 42,60 e. Setelah menyentuh lingkungan sekitar pasien 67 32,37 140 67,63

Total Kepatuhan 327 44,31 411 55,69

Bidan

a. Sebelum kontak dengan pasien 24 46,51 28 53,58

b. Sebelum tindakan aseptik 16 50 16 50

c. Setelah terpapar cairan tubuh pasien yang berisiko

22 84,62 4 15,38 d. Setelah kontak dengan pasien 17 48,57 18 51,43 e. Setelah menyentuh lingkungan sekitar pasien 10 15,21 36 78,26

Total Kepatuhan 89 46,60 102 53,40

Dokter

a. Sebelum kontak dengan pasien 58 28,16 148 71,36 b. Sebelum tindakan aseptik 15 34,09 29 65,91 c. Setelah terpapar cairan tubuh pasien yang

berisiko

20 41,66 28 58,33 d. Setelah kontak dengan pasien 52 32,5 108 67,5 e. Setelah menyentuh lingkungan sekitar pasien 16 8,89 164 91,11

Total Kepatuhan 161 25,24 477 74,76

Petugas Lab

a. Sebelum kontak dengan pasien 4 30,76 9 69,24 b. Sebelum tindakan aseptik 17 17,71 79 82,29 c. Setelah terpapar cairan tubuh pasien yang

berisiko

20 20 80 80

d. Setelah kontak dengan pasien 0 - 0 -

e. Setelah menyentuh lingkungan sekitar pasien 1 11,11 8 88,89


(49)

Berdasarkan hasil dari tabel 5.2 kepatuhan cuci tangan perawat, bidan, dokter, dan petugas lab paling rendah dari seluruh momen adalah pada indikasi setelah menyentuh lingkungan sekitar pasien, yaitu 32,37% pada perawat, 21,73% pada bidan, 8,89% pada dokter, dan 11,11% pada petugas lab. Angka kepatuhan tertinggi oleh perawat, bidan dan dokter pada indikasi setelah terpapar cairan tubuh pasien yang berisiko, yaitu 59,32% pada perawat, 82,62% pada bidan, dan 41,66% pada dokter. Sedangkan pada petugas lab anngka kepatuhan tertingga pada indikasi sebelum kontak dengan pasien 30,76%. Secara keseluruhan kepatuhan cuci tangan perawat adalah 44,31%, bidan 46,40%, dokter 25,24% dan petugas lab 19,27%.

5.1.2. Kepatuhan pada Setiap Momen Indikasi Cuci Tangan oleh Petugas Kesehatan

Tabel 5.3. Distribusi dan Frekuensi Cuci Tangan Berdasarkan Setiap Momen Indikasi

Variabel Dilakukan

dengan Benar Dilakukan tetapi tidak benar Tidak dilakukan Total

F % F % F % F %

1. Sebelum Kontak dengan Pasien

a. Perawat 45 26,79 32 19,04 91 54,17 168 100 b. Bidan 17 32,69 7 13,46 28 53,84 52 100 c. Dokter 27 13,11 31 15,04 147 71,35 206 100 d. Petugas Lab 2 15,38 2 15,38 9 69,24 13 100 Sub Total 91 20,78 72 16,44 275 62,79 438 100 2. Sebelum

Tindakan Aseptik

a. Perawat 27 25,23 10 9,35 70 65,42 107 100 b. Bidan 12 37,5 4 12,5 16 50 32 100 c. Dokter 7 15,90 8 18,18 29 65,90 44 100 d. Petugas Lab 12 12,5 5 5,20 79 82,30 96 100 Sub Total 58 20,79 27 9,68 194 69,53 279 100


(50)

Variabel Dilakukan dengan benar Dilakukan tetapi tidak benar Tidak dilakukan Total

F % F % F % F %

3. Setelah

Terpapar Cairan Tubuh Pasien yang Berisiko

a. Perawat 37 42,52 12 13,79 38 43,67 87 100 b. Bidan 16 61,53 6 23,07 4 15,38 26 100 c. Dokter 13 27,08 7 14,58 28 58,3 48 100 d. Petugas Lab 13 13 7 7 80 80 100 100 Sub Total 79 30,27 32 12,26 150 57,47 261 100 4. Setelah Kontak

dengan Pasien

a. Perawat 51 30,18 46 27,22 72 42,60 169 100 b. Bidan 10 28,57 7 20 18 51,43 35 100 c. Dokter 24 15 28 17,5 108 67,5 160 100

d. Petugas Lab 0 0 0 0 0 0 0 100

Sub Total 85 23,35 81 22,25 198 54,40 364 100 5. Setelah

Menyentuh Lingkungan Sekitar Pasien

a. Perawat 32 15,45 35 16,91 140 67,63 207 100 b. Bidan 7 15,21 3 6,25 36 78,26 46 100 c. Dokter 3 1,67 13 7,22 164 91,11 180 100 d. Petugas Lab 1 11,11 0 0 8 88,89 9 100 Sub Total 43 9,73 51 11,54 348 78,73 442 100 Berdasarkan tabel 5.3 tindakan cuci tangan petugas kesehatan sebelum kontak dengan pasien hanya sedikit yang dilakukan dengan benar (20,78%). Pada indikasi sebelum tindakan aseptik hanya sedikit tindakan cuci tangan yang dilakukan dengan benar (20,79%). Lebih dari 50% tindakan cuci tangan pada indikasi setelah eksposure cairan tubuh pasien (57,47%) dan setelah kontak dengan pasien (54,40%) yang tidak dilakukan oleh petugas kesehatan. Mayoritas petugas kesehatan tidak mencuci tangan setelah bersentuhan dengan lingkungan


(51)

sekitar pasien (78,73%). Untuk lebih rinci, dapat dilihat pada histogram berikut.

Berdasarkan histogram di atas, dapat dilihat bahwa tindakan cuci tangan pada setiap momen masih rendah dan bahkan minim.

Tabel 5.4. Kepatuhan Cuci Tangan pada 5 Momen oleh Petugas Kesehatan

Indikasi Patuh Tidak Patuh

F % F %

1. Sebelum kontak dengan pasien 163 37,21 275 62,79 2. Sebelum tindakan aseptik 85 30,47 194 69,53 3. Setelah terpapar cairan tubuh pasien yang

berisiko

111 46,53 150 57,47 4. Setelah kontak dengan pasien 166 45,60 198 54,40 5. Setelah menyentuh lingkungan sekitar pasien 94 21,27 348 78,73

Berdasarkan tabel 5.4 dapat dipaparkan bahwa kepatuhan cuci tangan petugas kesehatan pada setiap indkasi masih dibawah 50%, bahkan hanya sedikit yang patuh.

20,78 20,79 30,27 23,35

9,73 16,44

9,68 12,26

22,25

11,54

62,79 69,53 57,47

54,4 78,73 0 20 40 60 80 100

Momen 1 Momen 2 Momen 3 Momen 4 Momen 5

Benar Tdk Benar Tdk Dilakukan

37,21 30,47 46,53 45,6

21,27

62,79 69,53 57,47

54,4 78,73 0 20 40 60 80 100

Momen 1 Momen 2 Momen 3 Momen 4 Momen 5

Patuh Tidak Patuh


(52)

5.1.3. Tindakan Cuci Tangan Petugas Kesehatan

Fasilitas cuci tangan yang ada di tempat observasi ada 2 sarana, wastafel yang dilengkapi dengan sabun anti mikrobial dan alcohol handrub.

Tabel 5.5. Distribusi Frekuensi dan Persentase Tindakan Cuci Tangan Petugas Kesehatan

Profesi Handwash Handrub Total

F % F % F %

1. Perawat 147 44,95 180 55,05 327 100

2. Bidan 67 75,28 22 24,72 89 100

3. Dokter 69 42,86 92 57,14 161 100

4. Petugas Lab 11 26,19 31 73,81 42 100 Sub Total 294 47,50 325 52,50 619 100

Berdasarkan tabel 5.5 hasil observasi menunjukkan pelaksanaan prosedur mencuci tangan yang dilakukan oleh dokter dan perawat hampir sama pada

handwash dan handrub. Bidan dominan menggunakan air dan sabun atau

handwash sedangkan petugas lab lebih dominan menggunakan alcohol handrub. Bila secara keseluruhan penggunaan handwash dan handrub dapat dilihat lebih rinci pada diagram di bawah ini.

Berdasarkan diagram di atas penggunaan handrub paling dominan (52,5%) dilakukan oleh seluruh petugas kesehatan.

47,5

52,5

40

50

60

Petugas Kesehatan

Handwash

Handrub


(53)

5.2. Pembahasan

Penelitian ini merupakan deskriptif observasional yang bertujuan untuk mengetahui kepatuhan cuci tangan petugas kesehatan di ruang rawat inap RSUP Haji Adam Malik Medan. Penelitian ini dilakukan dengan metode observasi langsung yang mengguakan formulir observasi dari WHO. Pembahasan angka kepatuhan ini dikelompokkan berdasarkan kategori profesi dan setiap indikasi cuci tangan 5 momen dapat dijelaskan sebagai berikut.

5.2.1. Kepatuhan Cuci Tangan Petugas Kesehatan Berdasarkan Kategori Profesi

Berdasarkan hasil observasi, kepatuhan cuci tangan petugas kesehatan bila dilihat dari kategori profesi dapat dilihat bahwa perawat yang mencuci tangan dengan benar sebesar 26,02% padahal poster cara mencuci tangan dengan benar berada di setiap wastafel dan di setiap dinding sebelum masuk ke ruangan pasien. Perawat sebagai petugas kesehatan yang selalu berada 24 jam di sekitar pasien harusnya dapat mengaplikasikan prosedur cuci tangan yang benar agar dapat mengeliminasi mikroba yang ada pada tangan secara efektif dan mengurangi kontaminasi silang dari perawat ke pasien demi mencegah terjadinya infeksi nosokomial (Schaffer, dkk, 2000).

Tindakan cuci tangan yang tidak dilakukan oleh perawat paling tinggi pada indikasi setelah menyentuh lingkungan pasien dan sebelum tindakan aseptik. Perawat sering mengabaikan cuci tangan sebelum menggunakan sarung tangan serta pemakaian sarung tangan yang berulang dari satu pasien ke pasien yang lain (Potter & Perry, 2005). Dengan penggunaan sarung tangan, perawat beranggapan


(54)

tidak perlu melakukan cuci tangan dengan terlihatnya hasil dari penelitian ini yang memaparkan sebelum tindakan aseptic tindakan tidak cuci tangan lebih tinggi dibanding indikasi lainnya (Alvarado, 2000 dalam Tietjen, dkk, 2004). Namun hasil penelitian ini tidak sejalan dengan hasil penelitian Puspitasari (2012) yang memaparkan bahwa perilaku perawat mencuci tangan dalam kategori baik yaitu 86,1% padahal hasil yang didapatkan dari penelitian ini tindakan cuci tangan perawat yang dilakukan dengan benar hanya sebesar 26,02%.

Bidan merupakan salah satu dari tenaga keperawatan menurut PP No. 32 tahun 1996 tentang tenaga kesehatan (Presiden RI, 1996). Hal yang sama dengan perawat, bidan juga selalu berada di sekitar pasien. Kepatuhan cuci tangan bidan >50% pada indikasi setelah terpapar cairan tubuh pasien yang berisiko, selama pengamatan yang dilakukan bidan sering mencuci tangan karena terpapar langsung oleh darah ataupun cairan tubuh pasien yang lainnya tanpa menggunakan sarung tangan, misalnya membuang infuse set yang sudah terkontaminasi, kantong darah kosong yang jarum infusnya masih melekat darah dan terpegang oleh bidan.

Salah satu perilaku professional bidan adalah menggunakan cara pencegahan universal untuk penyakit, penularan dan strategi pengendalian infeksi (Hidayat & Mufdlilah, 2008). Seharusnya bidan menggunakan sarung tangan bila akan menyentuh darah ataupun airan tubuh pasien lainnya sesuai dengan kewaspadaan universal. Menurut Notoatmodjo (2007), sebelum seseorang mengadopsi perilaku (berperilaku baru) ia harus tahu terlebih dahulu apa arti atau manfaat perilaku tersebut bagi dirinya. Apabila penerimaan perilaku baru didasari


(55)

oleh pengetahuan, kesadaran dan sikap yang positif, maka perilaku tersebut akan bersifat lebih langgeng (long lasting). Selain itu perilaku dan sikap positif juga berfungsi sebagai pertahanan diri dalam menghadapi lingkungannya. Artinya, dengan perilakunya, dengan tindakan-tindakannya, manusia dapat melindungi diri terhadap ancaman yang datang dari luar. Misalnya seseorang dapat mencegah atau menghindari penyakit, karena penyakit merupakan ancaman baginya. Sama halnya dengan bidan yang mencuci tangan ketika terpapar langsung dengan cairan tubuh pasien tanpa menggunakan sarung tangan, tindakan ini dilakukan untuk melindungi diri dari kontaminasi penyakit yang ada dari cairan tubuh pasien.

Dokter adalah salah satu praktisi kesehatan, namun dokter hampir tidak pernah melakukan tindakan cuci tangan setelah menyentuh lingkungan sekitar pasien (91,11%). Kegiatan dokter yang sering hanya melakukan visite ke pasien sadar maupun tidak sadar tangan mereka sudah menyentuh tempat tidur pasien, tiang infuse, atau selimut pasien. Sama halnya dengan pernyataan dari WHO (2009) mengenai hasil observasi minimnya pelaksanaan kebersihan tangan yaitu setelah kontak dengan lingkungan pasien, misalnya peralatan. Namun, mereka selalu mengabaikan untuk mencuci tangan setelah menyentuh lingkungan sekitar pasien tersebut. Mereka mungkin beranggapan tidak harus mencuci tangan karena tidak terlihat kotor, padahal kuman bisa saja berpindah dari pasien ke lingkungan dan benda yang ada di sekitarnya. Saat menyentuh benda yang ada disekitar pasien, tangan dokter mungkin sudah terkontaminasi. Bila sudah terkontaminasi tentu saja dapat mengakibatkan kontaminasi silang ke pasien lain saat dokter melakukan pemeriksaan tanpa mencuci tangan terlebih dahulu, berdasarkan hasil


(56)

penelitian ini tindakan dokter yang tidak mencuci tangan sebelum kontak dengan pasien 71,35%, tentu saja kontaminasi dari tidak mencuci tangan dapat menimbulkan infeksi, padahal dengan mencuci tangan infeksi dapat dicegah (Potter & Perry, 2005).

Selama pengamatan, tindakan cuci tangan yang paling sering peneliti amati adalah tindakan cuci tangan yang dilakukan oleh PPDS. Pada indikasi sebelum tindakan aseptik, penggunaan sarung tangan juga menjadi masalah. Ketika akan melakukan tindakan pelepasan ataupun pemasangan kateter, tidak ada dilakukan cuci tangan karena menggunakan sarung tangan. Padahal sarung tangan yang digunakan untuk lebih dari satu pasien yang akan dilakukan pelepasan atau pemasangan kateter. Selama proses pelepasan ataupun pemasangan kateter, sarung tangan yang digunakan menyentuh benda-benda lain yang ada di sekitar pasien. Kondisi seperti ini akan menimbulkan infeksi nosokomial pada saluran kemih, pantas saja jika angka prevalensi infeksi saluran kemih menjadi infeksi nosokomial yang terbanyak di Indonesia maupun di Negara lain (Nasronudin, dkk., 2007).

Pendidikan yang dimiliki oleh dokter dalam hal kepatuhan cuci tangan tidak memiliki pengaruh yang bermakna, hal ini dapat dibuktikan dengan hasil pengamatan yang telah dilakukan oleh peneliti yang menunjukkan angka kepatuhan cuci tangan dokter yang masih rendah.

Petugas laboratorium berbeda dengan perawat, dokter dan bidan yang memberikan asuhan. Petugas lab di ruang rawat inap hanya mengambil sampel


(57)

untuk uji lab pasien, sehingga selama pengamatan tidak dijumpai indikasi cuci tangan setelah kontak dengan pasien. Indikasi yang paling sering muncul adalah sebelum tindakan aseptik dan setelah terpapar cairan tubuh pasien yang berisiko. Walaupun demikian, 82,29% tidak cuci tangan sebelum tindakan aseptik dan 80% tidak cuci tangan setelah terpapar cairan tubuh pasien. Penggunaan sarung tangan sama halnya dengan petugas kesehatan lain, tidak adanya tindakan mencuci tangan sebelum dan sesudah melepaskan sarung tangan, serta pemakaian sarung tangan yang berulang dari satu pasien ke pasien yang lain.

Hanya sebagian kecil petugas lab yang mencuci tangan dengan benar sebelum dan sesudah melepaskan sarung tangan. Tindakan cuci tangan yang dilakukan oleh petugas lab lainnya dengan mencuci tangan setelah selesai mengambil sampel pada satu ruangan dan dengan penggunaan sarung tangan berulang. Sebagian besar tindakan cuci tangan tidak dilakukan sama sekali walaupun telah selesai melakukan tindakan pada satu ruangan. Pemakaian sarung tangan seolah-olah hanya untuk kewaspadaan pada diri sendiri tetapi tidak memikirkan dampaknya pada pasien. Padahal setiap trolly yang dibawa oleh petugas kesehatan dilengkapi dengan cairan alcohol handrub untuk mempermudah petugas lab mencuci tangan. Berdasarkan data dari WHO (2009) mengenai faktor yang mempengaruhi minimnya kesadaran akan kebersihan tangan salah satunya mencuci tangan memerlukan banyak waktu dan penggunaan sarung tangan sudah menggantikan pentingnya cuci tangan.

Berdasarkan kategori profesi, kepatuhan cuci tangan tertinggi adalah perawat dan bidan (>40%) hasil studi serupa dengan yang dilakukan di RSUP Dr.


(58)

Kariadi tahun 2011 yang menyatakan angka kepatuhan perawat dan bidan lebih tinggi dibanding dengan petugas kesehatan yang lainnya, disebabkan oleh perawat dan bidan lebih banyak kontak dan melakukan intervensi terhadap pasien, maka kesempatan atau indikasi cuci tangan ini lebih banyak dijumpai (Suryoputri, 2011).

5.2.2. Kepatuhan pada Setiap Momen Indikasi Cuci Tangan oleh Petugas Kesehatan

Cuci tangan merupakan langkah yang sederhana namun teknik dasar yang paling penting dalam mencegah penularan infeksi (Potter & Perry, 2005). Pihak RSUP Haji Adam Malik Medan telah mengupayakan untuk menumbuhkan kepatuhan petugas kesehatan terhadap kebersihan tangan dengan cara menempel poster 5 momen 6 langkah cuci tangan serta menyediakan alcohol handrub di setiap pintu ruangan pasien maupun di dalam ruang rawat pasien dan penempelan poster juga ada di setiap wastafel beserta sabun anti microbial. Di setiap lorong rumah sakit juga terdapat poster besar tentang cara mencuci tangan 6 langkah beserta gambar cara melakukan cuci tangan yang benar. Pihak tim pengendali infeksi RSUP HAM juga melakukan audit setiap awal bulan di setiap ruang rawat inap untuk mengobservasi kepatuhan cuci tangan petugas kesehatan.

Hasil observasi yang dilakukan di instalasi Rindu B memaparkan bahwa masih ada 62,79% petugas kesehatan yang tidak melakukan tindakan kebersihan tangan sebelum kontak dengan pasien, hal ini menunjukkan masih kurangnya kesadaran petugas kesehatan melakukan cuci tangan sebelum memulai


(59)

aktivitasnya ataupun saat perpindahan dari satu pasien ke pasien yang lain. Padahal dengan melakukan cuci tangan pasien dapat terlindung dari pathogen yang dibawa oleh petugas kesehatan (Katowa, Ngoma, Maimbolwa, 2007 dalam Suryoputri, 2011).

Tindakan cuci tangan yang dilakukan petugas kesehatan pada indikasi sebelum tindakan aseptik 69,53% tidak dilakukan. Pada indikasi sebelum tindakan aseptik petugas kesehatan selalu menggunakan sarung tangan dan tidak melakukan cuci tangan sebelum menggunakan sarung tangan, hal ini bila dikaitkan dengan alasan mengapa tidak mencuci tangan sejalan dengan pendapat Alvarado (2000) yang dikutip oleh Tietjen (2004) mengenai “mengapa petugas kesehatan tidak mencuci tangan mereka” salah satu alasannya adalah tindakan cuci tangan tidak perlu ketika sarung tangan dipakai. Bagaimanapun, sarung tangan tidak memberikan perlindungan penuh terhadap kontaminasi tangan dan sarung tangan tidak dapat menggantikan perlunya cuci tangan, maka petugas kesehatan harus mencuci tangan sebelum memakai sarung tangan dan sesudah melepasnya (Tietjen, dkk, 2004), sarung tangan juga harus diganti untuk setiap pasien (Nicholls & Wilson, 2001).

Tindakan cuci tangan petugas kesehatan pada indikasi setelah terpapar cairan tubuh pasien yang berisiko 57,47% tidak dilakukan, angka ini lebih rendah dibanding dengan indikasi lainnya dengan kata lain pada indikasi ini tingkat kepatuhan lebih tinggi dari pada indikasi yang lain. Hasil ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Suryoputri (2011) dan berasumsi bahwa kepatuhan cuci tangan tinggi saat ada kekhawatiran tertular penyakit. Walaupun


(60)

kepatuhannya lebih tinggi daripada yang lain, namun angka ini masih belum memenuhi standar WHO yang mengatakan kepatuhan harus lebih dari 50% (Jamaluddin, dkk, 2012). Banyak petugas kesehatan yang tidak mencuci tangan setelah melepas sarung tangan, sesuai teori harusnya dilakukan cuci tangan setelah melepaskan sarung tangan (Tietjen, 2004). Kenyataan yang ditemukan peneliti saat melakukan observasi petugas kesehatan kebanyakan melakukan cuci tangan hanya ketika tangan mereka bersentuhan langsung dengan cairan tubuh pasien ketika tidak menggunakan sarung tangan. Hal yang sama sejalan dengan indikasi setelah menyentuh pasien, angka petugas kesehatan yang tidak melakukan tindakan cuci tangan sebanyak 54,40% hampir sama dengan indikasi setelah terpapar cairan tubuh pasien. Hasil yang sejalan ini juga dipengaruhi oleh adanya kekhawatiran petugas kesehatan terkena kontaminasi dari pasien tetapi tidak terlalu menghiraukan keadaan yang sebaliknya yaitu kontaminasi dari petugas ke pasien.

Kepatuhan terendah atau angka tidak cuci tangan paling tinggi pada indikasi setelah menyentuh lingkungan ataupun benda sekitar pasien adalah 78,73%. Hasil ini tidak sejalan dengan penelitian Suryoputri (2011) yang memaparkan bahwa kepatuhan cuci tangan terendah terjadi pada indikasi sebelum kontak dengan pasien, pada penelitian ini kepatuhan terendah pada indikasi setelah menyentuh lingkungan sekitar pasien yaitu 21,27%. Hal ini disebabkan mungkin petugas kesehatan menganggap tidak adanya kuman berbahaya karena tidak menyentuh pasien ataupun terkena cairan tubuh pasien. Padahal kuman juga


(61)

melekat di lingkungan pasien seperti tempat tidur, laken, tiang infus, linen kotor, dsb.

Hasil penelitian ini sejalan dengan data RISKESDAS (2007) yang mengatakan bahwa perilaku benar mencuci tangan oleh petugas kesehatan masih berkisar 23,2% atau berkisar masih rendah. Prosedur perawatan pasien mengakibatkan kuman terkolonisasi pada tangan petugas kesehatan sehingga muncul indikasi untuk mencuci tangan. Pentingnya cuci tangan tidak dapat dilalaikan karena agen-agen infeksi dengan mudah dan cepat ditularkan melalui tangan dan segala sesuatu yang disentuh tangan. Mencuci tangan adalah metode yan tertua, sederhana, dan paling konsisten untuk mencegah penyebaran agen-agen infeksi dari satu orang ke orang lain (Schaffer, dkk, 2000).

Banyak faktor yang dapat mempengaruhi kepatuhan cuci tangan petugas kesehatan, salah satunya adalah kurangnya pengetahuan akan pentingnya melakukan hand hygiene dalam mengurangi penyebaran bakteri dan terjadinya kontaminasi pada tangan dan kurang mengerti teknik melakukan hand hygiene

yang benar (Pitted & Boyce, 2001 dalam Damanik, 2012). Pihak rumah sakit RSUP Haji Adam Malik sendiri telah menghimbau petugas kesehatan untuk melakukan praktek kebersihan tangan dengan poster yang ada di setiap pintu masuk ruangan pasien dan di setiap wastafel yang ada di ruangan. Setiap Senin petugas kesehatan selalu melakukan demonstrasi cuci tangan 5 momen 6 langkah. Bila dilihat dari segi pengetahuan mengenai cara melakukan cuci tangan sudah tentu tidak perlu diragukan lagi pengetahuan para petugas, namun dari hasil penelitian yang menunjukkan masih rendahnya kepatuhan cuci tangan yang


(62)

dilakukan oleh petugas kesehatan perlu dikaji kembali pengetahuan tentang pentingnya mencuci tangan. Bukan hanya sekedar tahu cara melakukannya tetapi juga manfaatnya. Maka, pihak RSUP Haji Adam Malik Medan masih perlu memberikan pengetahuan pentingnya hand hygiene pada petugas kesehatan walaupun RSUP Haji Adam Malik telah menghimbau petugas dari poster-poster yang ada di setiap ruangan dan mempraktekan cuci tangan 5 momen 6 langkah setiap hari senin serta menumbuhkan kesadaran diri pada setiap individu untuk melakukan praktek kebersihan tangan untuk mengurangi infeksi nosokomial.

Angka kejadian infeksi nosokomial yang diteliti oleh Jeyamohan (2011) 5,6% dari 534 pasien menderita infeksi nosokomial luka operasi. Bila dikaji dari standar rumah sakit yang menuju satandar internasional, kepatuhan cuci tangan para petugas kesehatan masih perlu ditingkatkan demi memenuhi standar internasional. Salah satu standar yang paling terkait adalah keselamatan pasien, dimana salah satu unsur keselamatan pasien adalah pencegahan terjadinya infeksi nosokomial dan dapat dicegah dengan mencuci tangan.

5.2.3. Tindakan Cuci Tangan Petugas Kesehatan

Fasilitas yang disediakan pihak rumah sakit Adam Malik untuk melakukan cuci tangan dengan dua cara, yakni menggunakan air dan sabun antimikrobial dan

alcohol handrub. Untuk mencuci tangan menggunakan air dan sabun telah tersedia wastafel beserta sabun antimikrobial, tissue, dan tong sampah di bawah wastafel. Cuci tangan menggunakan air dan sabun dilakukan bila tangan terlihat kotor (WHO, 2006).


(63)

Penggunaan alcohol handrub untuk mencuci tangan dapat digunakan bila tangan tidak terlihat kotor (WHO, 2006). Menggosok tangan dengan alkohol akan cukup jika tangan tidak tercemar, namun tangan harus dibilas seksama sebelum dan setelah menggunakan sarung tangan (Nicholls & Wilson, 2001). Fasilitas cairan alcohol handrub tersedia di samping pintu masuk setiap ruangan pasien dan ada juga yang di dinding dalam ruangan pasien. Pada penelitian ini didapat hasil bahwa penggunaan alcohol handrub lebih tinggi dibanding dengan cuci tangan menggunakan sabun dan air (52,50%).

Penggunaan alcohol handrub maupun handwash berbeda pada setiap kategori profesi. Perawat dan dokter hampir sama penggunaan handwash maupun

handrub. Hal ini disebabkan tersedianya wastafel setiap ujung lorong ruangan, sehingga untuk menghemat waktu dalam melakukan hand hygine dokter dan perawat menggunakan alcohol handrub. Namun mengingat aktivitas dokter dan perawat yang sering juga kontak langsung dengan pasien, mengakibatkan tangan terlihat kotor sehingga mengharuskan perawat dan dokter mencuci tangan menggunakan sabun dan air.

Bidan paling sering melakukan hand hygiene dengan handwash. Ruangan tempat bidan bertugas memiliki ruang tindakan yang berbeda-beda fungsinya. Dalam ruang tindakan terdapat sarana wastafel dan sabun antimicrobial sehingga bidan lebih sering mencuci tangan dengan sabun dan air. Sedangkan pada petugas lab yang hanya datang ke ruangan untuk pengambilan sampel, mempunyai fasilitas alcohol handrub pada trolly alat yang selalu mereka bawa. Sehingga


(64)

mengakibatkan petugas lab lebih sering menggunakan alcohol handrub saat melakukan hand hygiene.

Produk sejenis alcohol handrub ini dinilai lebih praktis karena tidak memerlukan wastafel dan air mengalir, waktu yang dibutuhkan lebih sedikit dan kecil kemungkinan iritasi pada kulit (Tietjen, dkk, 2004). Penggosok tangan antiseptik ini akan segera menggantikan cuci tangan dengan sabun dan sebagai langkah awal peningkatan kepatuhan ( Larson, dkk, 2000; Pittet, dkk, 2000 dalam Tietjen, dkk, 2004). Namun, penyediaan penggosok pencuci tangan bagi petugas tanpa disertai pembelajaran dan motivasi berkesinambungan tidak akan meningkatkan praktik kesehatan dan kebersihan tangan jangka panjang. Tidak memadai dengan hanya memasang dispenser penggosok tangan antiseptik (Muto, dkk, 2000 dalam Tietjen, dkk, 2004).

Hal ini sejalan dengan penelitian, yang mendapatkan hasil masih ada lebih dari 50% bahkan mencapai 90% tindakan cuci tangan yang tidak dilakukan sama sekali. Petugas kesehatan masih mengeluhkan masalah sarana untuk mencuci tangan, mereka berpendapat bahwa sarana dan prasarana masih kurang memadai. Tetapi menurut asumsi peneliti, sarana dan prasarana yang ada sudah cukup memenuhi dengan tersedianya wastafel di setiap ruang rawat dan ruang tindakan serta alcohol handrub yang ada di setiap pintu masuk ruangan pasien, di dalam ruangan pasien serta di trolly yang dibawa petugas bila akan melakukan tindakan.

Walaupun demikian, pihak Adam Malik sendiri masih perlu membenahi sarana dan prasarana untuk melakukan praktek kebersihan tangan dengan


(65)

menambahkan wastafel, penyediaan sabun dan kertas tissue yang memadai, serta alcohol handrub yang tersedia di setiap tempat tidur pasien untuk lebih memudahkan petugas kesehatan dalam melakukan praktek kebersihan tangan.


(66)

BAB 6

KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan pada bab 5, dapat diambil kesimpulan dan rekomendasi mengenai kepatuhan cuci tangan petugas kesehatan di ruang rawat inap RSUP Haji Adam Malik Medan.

6.1. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian ini memaparkan bahwa kepatuhan cuci tangan yang dilakukan oleh petugas kesehatan bila diurutkan dari yang terbesar adalah bidan, perawat, dokter, kemudian disusul oleh petugas lab. Berdasarkan tiap indikasi cuci tangan kepatuhan petugas kesehatan pada momen sebelum kontak dengan pasien 37,21%, sebelum tindakan aseptik 30,47%, setelah terpapar cairan tubuh pasien yang berisiko 46,53%, setelah kontak dengan pasien 45,60% dan setelah menyentuh lingkungan sekitar pasien 21,27%.

6.2. Rekomendasi

6.2.1. Bagi Praktek Pelayanan Kesehatan

Berdasarkan hasil penelitian ini, peningkatan motivasi dan kesadaran dalam kepatuhan melakukan cuci tangan perlu ditingkatkan agar pelaksanaan cuci tangan menjadi budaya kerja yang diterapkan baik. Menyadari pentingnya mencuci tangan 5 momen 6 langkah untuk mengurangi resiko terjadinya infeksi nosokomial pada pasien demi meningkatkan mutu pelayanan dan mengurangi masa rawat pasien yang mungkin bertambah bila terjadi infeksi nosokomial.


(1)

(2)

(3)

(4)

(5)

(6)