Profil Penggunaan Obat Pada Pasien Rawat Jalan Jaminan Kesehatan Nasional (Jkn) Di Rsup H. Adam Malik Periode Oktober-Desember 2014

(1)

PROFIL PENGGUNAAN OBAT PADA PASIEN

RAWAT JALAN JAMINAN KESEHATAN NASIONAL

(JKN) DI RSUP H. ADAM MALIK PERIODE

OKTOBER-DESEMBER 2014

SKRIPSI

OLEH :

SITI FATIMAH

131524016

PROGRAM EKSTENSI SARJANA FARMASI

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(2)

PROFIL PENGGUNAAN OBAT PADA PASIEN

RAWAT JALAN JAMINAN KESEHATAN NASIONAL

(JKN) DI RSUP H. ADAM MALIK PERIODE

OKTOBER-DESEMBER 2014

SKRIPSI

Diajukan Sebagai Salah Satu SyaratUntukMemperoleh Gelar Sarjana Farmasi Pada Fakultas Farmasi

Universitas Sumatera Utara

OLEH :

SITI FATIMAH

131524016

PROGRAM EKSTENSI SARJANA FARMASI

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(3)

PENGESAHAN SKRIPSI

PROFIL PENGGUNAAN OBAT PADA PASIEN RAWAT

JALAN JAMINAN KESEHATAN NASIONAL (JKN)

DI RSUP H. ADAM MALIK PERIODE

OKTOBER-DESEMBER 2014

OLEH: SITI FATIMAH

NIM 131524016

Dipertahankan di Hadapan Panitia Penguji Skripsi Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara

Pada Tanggal: 6 Oktober 2015

Pembimbing I, Panitia Penguji:

Drs. Saiful Bahri, M.S., Apt. Dr. Wiryanto, M.S., Apt. NIP 195208241983031001 NIP 195110251980021001

Pembimbing II, Drs. Saiful Bahri, M.S., Apt. NIP 1952082411983031001

Dra. Nurminda Silalahi, M.Si., Apt. Khairunnisa, S.Si.,M.Pharm.,Ph.D., Apt. NIP 196206101992032001 NIP 197802152008122001

Hari Ronaldo Tanjung, S.Si, M.Sc., Apt. NIP 197803142005011002

Medan, Oktober 2015 Fakultas Farmasi

Universitas Sumatera Utara Pejabat Dekan,

Dr. Masfria, M.S., Apt. NIP 195707231986012001


(4)

iv

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan karuniaNya sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penulisan skripsi ini.

Skripsi ini disusun untuk melengkapi salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Farmasi di Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara denganjudul: “Profil Penggunaan Obat Pada Pasien Rawat Jalan Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) di RSUP H. Adam Malik Periode Oktober-Desember 2014”.

Pada kesempatan ini dengan segala kerendahan hati, peneliti menyampaikan rasa terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Ibu Dr. Masfria, M.S., Apt selaku Pejabat Dekan Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara Terimakasih kepada Bapak Drs. Saiful Bahri, M.S., Apt. dan Ibu Dra. Nurminda Silalahi, M.Si., Apt. selaku dosen pembimbing yang telah memberikan waktu, bimbingan dan nasehat selama penelitian hingga selesainya penyusunan skripsi ini. Terima kasih kepada Bapak Dr. Wiryanto, M.S., Apt.,Ibu Khairunnisa, S.Si.,M.Pharm.,Ph.D., Apt., dan Bapak Hari Ronaldo Tanjung, S.Si, M.Sc., Apt. selaku Penguji yang telah menguji dan memberikan saran, arahan, kritik serta masukan kepada penulis dalam penyusunan skripsi ini. Ucapan Terima kasih juga penulis sampaikan kepada Bapak Hari Ronaldo Tanjung, S.Si, M.Sc., Apt. selaku penasehat akademik yang telah memberikan arahan dan bimbingan kepada penulis selama ini serta Bapak dan Ibu staf pengajar Fakultas Farmasi USU yang telah mendidik penulis selama masa perkuliahan.


(5)

v

Ucapan terimakasih dan penghargaan yang sebesar-besarnya kepada Ayahanda tercinta Supangat dan Ibunda Siti Juliani, Adik tercinta, Nurlaily dan Ahmed Sutoyo. Serta ucapan terima kasih penulis kepada Syariwijaya Suci E., Eva Akhdes Butar-butar, Puji Riyanto, Mahya Ulfa, ZuhraAlailiBerutu, S. Farm.,SeptiaAndrina S. Farm., dan teman-teman lainnya yang selalu mendoakan, memberi saran, menyayangi dan memotivasi penulis. Terimakasih atas semua doa, kasih sayang, keikhlasan, semangat dan pengorbanan baik moril maupun materil.

Ucapan terimakasih juga penulis sampaikan kepada Bapak Dadang Irfan Husori, S. Si., M.Sc., Apt., Bang Jupatman Menak Nababan, S. Farm., Apt., Kak Sanah dan Bang Dedi, yang telah banyak membantu dan memberikan ilmu, saran dan dorongan selama penelitian dan penyusunan skripsi ini.

Semoga Allah SWT memberikan balasan kebaikan yang berlipat ganda dan pahala serta keberkahan yang sebaik-baiknya kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyelesaian skripsi ini. Penulis menyadari bahwa tulisan ini masih jauh dari kesempurnaan, untuk itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari semua pihak guna perbaikan skripsi ini. Akhir kata penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi ilmu pengetahuan khususnya di bidang Farmasi.

.

Medan, Oktober 2015 Penulis


(6)

vi

PROFIL PENGGUNAAN OBAT PADA PASIEN RAWAT JALAN JAMINAN KESEHATAN NASIONAL (JKN)

DI RSUP H. ADAM MALIK PERIODE OKTOBER-DESEMBER 2014

ABSTRAK

Penggunaan obat berpengaruh terhadap kualitas pengobatan, pelayanan kesehatan, dan biaya pengobatan. Pengggunaan obat dikatakan belum rasional apabila memberikan manfaat sangat kecil atau sama sekali tidak bermanfaat, sehingga dapat menimbulkan dampak negatif berupa peningkatan biaya kesehatan, efek samping berupa resistensi dan interaksi obat yang berbahaya yang dapat menurunkan mutu pengobatan dan pelayanan kesehatan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran penggunaan obat pada pasien rawat jalan di RSUP H. Adam Malik.

Penelitian ini dilakukan dengan metode deskriptif retrospective, menggunakan resep pasien rawat jalan Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) di RSUP H. Adam Malik periode Oktober-Desember 2014. Data yang diperoleh disajikan dalam bentuk persentase, nilai rata–rata, tabel dan diagram.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari 400 resep pasien rawat jalan Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) yang memenuhi kriteria inklusi yang dianalisis yakni pasien paling banyak berjenis kelamin perempuan (53,5%), kebanyakan pasien berusia 56 – 65 tahun (33,75%), diagnosa penyakit paling banyak adalah penyakit sirkulasi sistemik (29,75%). Rerata jumlah item obat per lembar resep adalah sebanyak 4,34R/. Jumlah peresepan obat paling banyak pada pasien perempuan 903R/ (51,99%) dan peresepan obat per pasien yang paling banyak pada laki-laki dengan 4,48 R/. Peresepan obat paling banyak pada kelompok usia 56-65 tahun sebanyak 653 R/ (37,59%) dan peresepan obat per pasien yang paling banyak pada usia >65 tahun sebanyak 4,56R/. Peresepan antibiotik sebanyak 119R/ (6,85%), obat generik sebanyak 1.268R/ (74,04%), dan jenis sediaan tablet/kapsul sebanyak 1.554 R/ (89,46%). Peresepan obat berdasarkan formularium adalah sebesar 98,68%. Golongan obat yang paling banyak digunakan adalah obat kardiovaskular (44,33%). Interaksi yang paling banyak terjadi adalah obat-obat kardiovaskular yaitu antara bisoprolol dan asetosal (35,27%).

Kata kunci: Penggunaan obat, Resep, Pasien Rawat JalanJaminan Kesehatan Nasional (JKN), RSUP H. Adam Malik


(7)

vii

THE DRUG USING PROFILOF JAMINAN KESEHATAN NASIONAL (JKN) TOWARD OUT PATIENT IN RSUP H. ADAM MALIK FOR

OCTOBER-DECEMBER 2014 PERIOD ABSTRACT

The drug usinghave been suffering the quality of medication, service dan cost of medications. The drug using could beirrasional if it given little benefit or nothing at all.It could cause the negative effects as increasing cost of medication, side effect as resistention and drug interactions, which could decrease quality and health service of medication. The purpose of studi was describing the drug using of Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) toward out patient in RSUP H. Adam Malik.

This research was doneby retrospective descriptive method, it has used recipe from Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) toward out patients in RSUP H. Adam Malik for October to December 2014 period. The data was presented in the percentage, averaged, tables and diagramsform.

The results showed that of the 400 recipes which have been inclusion analyzed were found the female (53.5%)and patient in 56-65 years old (33.75%). Most of Toward out patients hospitalized in RSUP H. Adam Malik was diagnosed of circular sistemic diseases (29.75%). The average number of drug per encounter of the toward out patientswas4.34 R/. The using drug on female was 903R/(51.99%) and the most drug using per patient on male patients are 4.48R/. Drug using on patient in 56-65 years old was 653R/ (37.59%) and drug’s using per patient on >65 years old are 4.56 R/ widely. Prescription of antibiotic was 119 R/ (6,85%), generic drugs was 1268 R/ (74.04%) and tablet/capsul was 1554 R/ (89.46%). Using drug based on formularium was 98.68%. Classes of drugs used widely was cardiovascular drugs (44.33%). Based on the study, the most drug’s interaction was the cardiovascular which bisoprolol and asetosal (35.27%).

Keywords: The drug usings, Jaminan Kesehatan Nasional (JKN)Toward out patient, Recipes, RSUP H. Adam Malik.


(8)

viii DAFTAR ISI

JUDUL ... i

LEMBAR PENGESAHAN ... iii

KATA PENGANTAR ... iv

ABSTRAK ... vi

ABSTRACT ... vii

DAFTAR ISI ... viii

DAFTAR TABEL ... xii

DAFTAR GAMBAR ... xiii

DAFTAR LAMPIRAN ... xiv

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Kerangka Pikir Penelitian ... 3

1.3 Perumusan Masalah ... 4

1.4 Hipotesis Penelitian ... 4

1.5 Tujuan Penelitian ... 5

1.6 Manfaat Penelitian ... 5

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 6

2.1 Obat ... 6

2.1.1 Antibiotik ... 6

2.1.1.1 Klasifikasi Antibiotik ... 7

2.1.1.2 Penggunaan Antibiotik ... 8

2.1.2 Obat Generik ... 8 Halaman


(9)

ix

2.1.3 Bentuk Sediaan Obat ... 9

2.1.3.1 Sediaan Cair ... 10

2.1.3.2 Sediaan Setengah Padat ... 10

2.1.3.3 Sediaan Padat ... 10

2.2 Penggunaan Obat(Drug Utilization) ... 10

2.2.1 Tujuan Penelitian Penggunaan Obat ... 11

2.2.2 Jenis Informasi Pengunaan Obat ... 13

2.2.2.1 Dasar penggunaan Obat ... 13

2.2.2.2 Masalah Informasi Dasar ... 14

2.2.2.3 Informasi Pasien ... 14

2.2.2.4 Informasi Prescriber ... 14

2.2.3 Data Peresepan ... 15

2.3 Interaksi Obat ... 16

2.3.1 Interaksi Farmakokinetika ... 18

2.3.1.1 Interaksi pada Proses Absorbsi ... 19

2.3.1.2 Interaksi pada Proses Distribusi ... 19

2.3.1.3 Interaksi pada Proses Metabolisme ... 19

2.3.1.4 Interaksi pada Proses Eksresi ... 20

2.3.2 Interaksi Farmakodinamika ... 20

2.4 Resep ... 20

2.4.1 Pengertian Resep ... 20

2.4.2 Tujuan Penulisan Resep ... 22

2.4.3 Penulisan Resep yang Tidak Tepat ... 22

2.5 Jaminan Kesehatan Nasional ... 23


(10)

x

2.5.2 Manfaat Jaminan Kesehatan Nasional ... 25

2.6International Statistical Classification of Disease and Health Related Problem (ICD-10) ... 26

2.7 Formularium Nasional ... 28

2.8 Rumah Sakit ... 29

BAB III METODE PENELITIAN ... 31

3.1 Jenis Penelitian ... 31

3.2 Tempat dan Waktu Penelitian ... 31

3.2.1 Tempat ... 31

3.2.2 Waktu ... 31

3.3 Populasi dan Sampel ... 31

3.3.1 Populasi ... 31

3.3.2 Sampel ... 31

3.4 Kriteria Inklusi dan Ekslusi ... 32

3.4.1 KriteriaInklusi ... 32

3.4.2 KriteriaEkslusi ... 33

3.5 DefenisiOperasional ... 33

3.6 InstrumenPenelitian ... 34

3.6.1 Sumber Data ... 34

3.6.2 Teknik Pengumpulan Data ... 34

3.6.3 Seleksi Data ... 35

3.7 Analisis Data ... 35

3.8 BaganAlurPenelitian ... 35


(11)

xi

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 37

4.1 KarakterisasiPasienRawatJalan di RSUP H. Adam Malik ... 37

4.1.1 JenisKelamin ... 37

4.1.2 Usia ... 38

4.1.3 DiagnosaPenyakit ... 40

4.2 Persentase Peresepan Obat Pada Pasein Rawat Jalan Di RSUP H. Adam Malik ... 41

4.2.1 Rata-Rata Jumlah Item ObatPer LembarResep ... 41

4.2.2 Jeniskelamin ... 41

4.2.3 Usia... 42

4.3 Persentase Peresepan Berdasarkan Terapi Antibiotik pada Pasien Rawat Jalan di RSUP H. Adam Malik ... 44

4.4 Persentase Peresepan Berdasarkan Jenis Obat pada Pasien Rawat Jalan di RSUP H. Adam Malik ... 46

4.5 Persentase Peresepan Berdasarkan Bentuk Sediaan PadaPasien Rawat Jalan di RSUP H. Adam Malik ... 47

4.6 Persentase Peresepan Obat Berdasarkan Formularium Pada Pasien Rawat Jalan di RSUP H. Adam Malik ... 48

4.7 Persentase Peresepan Obat Berdasarkan Golongan Obat Pada Pasien Rawat Jalan di RSUP H. Adam Malik ... 49

4.8 Persentase Peresepan Obat Berdasarkan Interaksi Obat Pada Pasien RawatJalan di RSUP H. Adam Malik ... 51

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 53

5.1 Kesimpulan ... 53

5.2 Saran ... 53

DAFTAR PUSTAKA ... 55


(12)

xii DAFTAR TABEL Tabel

4.1 Karakteristik Diagnosa Penyakit Pada Pasien Rawat Jalan Di RSUP

H. Adam Malik PeriodeOktober-Desember 2014 ... 40 4.2 Persentase Peresepan Obat Berdasarkan Jenis kelamin Pada Pasien

Rawat Jalan Di RSUP H. Adam Malik Periode Oktober-Desember

2014 ... 41 4.3 Persentase Peresepan Obat BerdasarkanUsiaPada Pasien Rawat

Jalan Di RSUP H. Adam Malik Periode Oktober-Desember 2014 .. 43 4.4 Persentase Peresepan Terapi Antibiotik Pada Pasien Rawat Jalan Di

RSUP H. Adam Malik PeriodeOktober-Desember 2014 ... 45 4.5 Persentase Peresepan Golongan Antibiotik Pada Pasien Rawat

Jalan di RSUP H. Adam Malik periode Oktober-Desember 2014 ... 45 4.6 Persentase Peresepan Jenis Obat Pada Pasien Rawat Jalan Di RSUP

H. Adam Malik PeriodeOktober-Desember 2014 ... 46 4.7 Persentase Peresepan Berdasarkan Bentuk Sediaan Pada Pasien

Rawat Jalan Di RSUP H. Adam Malik Periode Oktober-Desember

2014 ... 47 4.8 Persentase Peresepan Obat BerdasarkanFormulariumPada Pasien

Rawat Jalan Di RSUP H. Adam Malik Periode Oktober-Desember

2014 ... 48 4.9 Persentase Peresepan Obat BerdasarkanGolongan ObatPada Pasien

Rawat Jalan Di RSUP H. Adam Malik Periode Oktober-Desember

2014 ... 50 4.10 Potensial Interaksi Pada Peresepan Obat Pasien Rawat Jalan Di

RSUP H. Adam Malik Periode Oktober-Desember 2014 ... 51 Halaman


(13)

xiii DAFTAR GAMBAR Gambar

1.1 SkemaKerangkaPikirPenelitian ... 4 3.1 BaganAlurPenelitian ... 36

4.1 Diagram Karakteristik Jenis Kelamin Pada Pasien Rawat Jalan Di RSUP H. Adam Malik Periode Oktober- Desember 2014 ... 37 4.2 Diagram Karakteristik Usia Pada Pasien Rawat Jalan di RSUP H.

Adam Malik Periode Oktober-Desember 2014 ... 39 4.3 Diagram Penggunaan Obat Per Pasien Berdasarkan Usia Pada

Pasien Rawat Jalan di RSUP H. Adam Malik Periode Oktober-Desember 2014 ... 44


(14)

xiv

DAFTAR LAMPIRAN Lampiran

1 Data Pasien Rawat Jalan Di RSUP H. Adam Malik Periode Oktober-Desember 2014 ... 59 2 Data Penggunaan Obat Pasien Rawat Jalan Di RSUP H. Adam

Malik Periode Oktober-Desember 2014 ... 78 3 Potensial Interaksi Pada Peresepan Obat Pada Pasien Rawat

Jalan di RSUP H. Adam Malik Periode Oktober-Desember 2014 82 4 Surat Permohonan Izin Penelitian/Pengambilan Data Penelitian 85 5 Surat Izin Penelitian ... 86 6 SuratSelesaiPenelitian ... 87


(15)

vi

PROFIL PENGGUNAAN OBAT PADA PASIEN RAWAT JALAN JAMINAN KESEHATAN NASIONAL (JKN)

DI RSUP H. ADAM MALIK PERIODE OKTOBER-DESEMBER 2014

ABSTRAK

Penggunaan obat berpengaruh terhadap kualitas pengobatan, pelayanan kesehatan, dan biaya pengobatan. Pengggunaan obat dikatakan belum rasional apabila memberikan manfaat sangat kecil atau sama sekali tidak bermanfaat, sehingga dapat menimbulkan dampak negatif berupa peningkatan biaya kesehatan, efek samping berupa resistensi dan interaksi obat yang berbahaya yang dapat menurunkan mutu pengobatan dan pelayanan kesehatan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran penggunaan obat pada pasien rawat jalan di RSUP H. Adam Malik.

Penelitian ini dilakukan dengan metode deskriptif retrospective, menggunakan resep pasien rawat jalan Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) di RSUP H. Adam Malik periode Oktober-Desember 2014. Data yang diperoleh disajikan dalam bentuk persentase, nilai rata–rata, tabel dan diagram.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari 400 resep pasien rawat jalan Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) yang memenuhi kriteria inklusi yang dianalisis yakni pasien paling banyak berjenis kelamin perempuan (53,5%), kebanyakan pasien berusia 56 – 65 tahun (33,75%), diagnosa penyakit paling banyak adalah penyakit sirkulasi sistemik (29,75%). Rerata jumlah item obat per lembar resep adalah sebanyak 4,34R/. Jumlah peresepan obat paling banyak pada pasien perempuan 903R/ (51,99%) dan peresepan obat per pasien yang paling banyak pada laki-laki dengan 4,48 R/. Peresepan obat paling banyak pada kelompok usia 56-65 tahun sebanyak 653 R/ (37,59%) dan peresepan obat per pasien yang paling banyak pada usia >65 tahun sebanyak 4,56R/. Peresepan antibiotik sebanyak 119R/ (6,85%), obat generik sebanyak 1.268R/ (74,04%), dan jenis sediaan tablet/kapsul sebanyak 1.554 R/ (89,46%). Peresepan obat berdasarkan formularium adalah sebesar 98,68%. Golongan obat yang paling banyak digunakan adalah obat kardiovaskular (44,33%). Interaksi yang paling banyak terjadi adalah obat-obat kardiovaskular yaitu antara bisoprolol dan asetosal (35,27%).

Kata kunci: Penggunaan obat, Resep, Pasien Rawat JalanJaminan Kesehatan Nasional (JKN), RSUP H. Adam Malik


(16)

vii

THE DRUG USING PROFILOF JAMINAN KESEHATAN NASIONAL (JKN) TOWARD OUT PATIENT IN RSUP H. ADAM MALIK FOR

OCTOBER-DECEMBER 2014 PERIOD ABSTRACT

The drug usinghave been suffering the quality of medication, service dan cost of medications. The drug using could beirrasional if it given little benefit or nothing at all.It could cause the negative effects as increasing cost of medication, side effect as resistention and drug interactions, which could decrease quality and health service of medication. The purpose of studi was describing the drug using of Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) toward out patient in RSUP H. Adam Malik.

This research was doneby retrospective descriptive method, it has used recipe from Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) toward out patients in RSUP H. Adam Malik for October to December 2014 period. The data was presented in the percentage, averaged, tables and diagramsform.

The results showed that of the 400 recipes which have been inclusion analyzed were found the female (53.5%)and patient in 56-65 years old (33.75%). Most of Toward out patients hospitalized in RSUP H. Adam Malik was diagnosed of circular sistemic diseases (29.75%). The average number of drug per encounter of the toward out patientswas4.34 R/. The using drug on female was 903R/(51.99%) and the most drug using per patient on male patients are 4.48R/. Drug using on patient in 56-65 years old was 653R/ (37.59%) and drug’s using per patient on >65 years old are 4.56 R/ widely. Prescription of antibiotic was 119 R/ (6,85%), generic drugs was 1268 R/ (74.04%) and tablet/capsul was 1554 R/ (89.46%). Using drug based on formularium was 98.68%. Classes of drugs used widely was cardiovascular drugs (44.33%). Based on the study, the most drug’s interaction was the cardiovascular which bisoprolol and asetosal (35.27%).

Keywords: The drug usings, Jaminan Kesehatan Nasional (JKN)Toward out patient, Recipes, RSUP H. Adam Malik.


(17)

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang

Pada era globalisasi dituntut adanya perubahan berbagai aspek, termasuk perubahan dalam dunia kesehatan. Adanya ketimpangan kualitas di negara maju dan negara berkembang memicu evaluasi kualitas pelayanan kesehatan di negara berkembang. Indonesia sebagai salah satu negara berkembang dituntut harus siap dengan perubahan-perubahan menuju perbaikan kualitas kesehatan (Sudarmono, dkk., 2011).

Salah satu unsur dari pelayanan kesehatan adalah pemberian obat sebagai konsekuensi terutama dalam proses penyembuhan penyakit atau kuratif (Isnaini, 2007). Obat adalah bahan atau paduan bahan yang digunakan untuk mempengaruhi atau menyelidiki sistem fisiologis atau keadaan patologi dalam rangka penetapan diagnosis, pencegahan, penyembuhan, pemulihan, peningkatan kesehatan dan kontrasepsi termasuk produk biologi (Isnaini, 2007).

Penggunaan obat berpengaruh terhadap kualitas pengobatan, pelayanan kesehatan, dan biaya pengobatan. Evaluasi penggunaan obat sangat penting, dan evaluasi kriteria penggunaan obat menjelaskan tentang penggunaan obat dengan benar dengan mengamati berbagai macam komponen (Menkes RI., 2005).

Penggunaan obat secara rasional merupakan kunci dalam pembangunan pelayanan kesehatan. Pelaksanaan pengobatan yang belum rasional selama ini telah memberikan dampak negatif berupa pemborosan dana masyarakat, efek


(18)

2

samping yang berupa resistensi, interaksi obat yang berbahaya yang dapat menurunkan mutu pengobatan dan mutu pelayanan kesehatan (Yuliastuti, 2013).

Ketidak-rasionalan penggunaan obat yang sering terjadi antara lain polifarmasi, penggunaan antimikroba yang tidak tepat (misalnya dalam dosis yang tidak rasional atau untuk penyakit yang tidak memerlukan antimikroba), penggunaan injeksi secara berlebihan, penulisan resep yang tidak sesuai dengan pedoman klinis, dan pengobatan sendiri secara tidak tepat (Depkes RI., 2005).

Sejak tahun 1985 melalui konferensi yang diadakan di Nairobi, WHO telah berupaya meningkatkan praktek penggunaan obat rasional. Berdasarkan komitmen itu WHO melalui International Network For The Rational Use of Drugs (INRUD) telah mengembangkan indikator tambahan yang kemudian pada tahun 1993, ditetapkan sebagai metode dasar untuk penggunaan obat pada unit rawat jalan di fasilitas kesehatan karena berkaitan dengan rasionalitas penggunaan obat di fasilitas kesehatan tersebut (Sudarmono, dkk., 2011).

Indikator utama penggunaan obat WHO 1993 digunakan untuk mengukur tiga area umum yang berkaitan erat dengan tingkat rasionalitas penggunaan obat di suatu fasilitas kesehatan, yaitu praktek peresepan oleh pemberi pelayanan (providers) atau secara khusus dokter (prescribers), pelayanan pasien yang baik konsultasi klinis maupun dispensing kefarmasian, ketersediaan fasilitas kesehatan yang mendukung penggunaan obat secara rasional, sehingga dapat dikatakan indikator utama penggunaan obat WHO 1993 terdiri dari indikator peresepan, indikator pelayanan pasien dan indikator fasilitas kesehatan (Sudarmono, dkk., 2011).


(19)

3

Jenis penyakit juga akan mempengaruhi peresepan yang rasional. Menurut Timmerman (2009) penulisan resep yang rasional, salah satunya adalah tidak memberikan obat dengan cara “shotgun prescription” yaitu memberikan banyak jenis obat (6-10 jenis) dalam satu resep berdasarkan keluhan-keluhan dari pasien, karena dapat meningkatkan interaksi obat. Hal ini disebabkan jumlah item obat berhubungan langsung dengan interaksi obat. Bila obat yang diberikan banyak, maka kemungkinan untuk terjadinya interaksi obat juga meningkat (Rahmi,dkk., 2010).

Berdasarkan hal-hal yang diuraikan di atas, maka peneliti tertarik melakukan penelitian mengenai profil pengunaan obat pada pasien rawat jalan Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) RSUP H. Adam Malik periode Oktober-Desember 2014 untuk mengetahui gambaran penggunaan obat pada pasien rawat jalan di RSUP H. Adam Malik.

1.2Kerangka Pikir Penelitian

Penelitian ini mengkaji tentang profil penggunaan obat pada pasien rawat jalan Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) di RSUP H. Adam Malik, meliputi periode, jenis kelamin, usia, diagnosa, rerata jumlah item obat, terapi antibiotika, jenis obat, bentuk sediaan, formularium, golongan obat dan interaksi obat sebagai parameter dengan profil penggunaan obat ada pasien rawat jalan JKN sebagai variabel pengamatan.

Adapun gambaran tentang kerangka penelitian selengkapnya ditunjukan pada Gambar 1.1.


(20)

4

Parameter Variabel pengamatan

Gambar 1.1 Skema Kerangka Pikir Penelitian.

1.3Rumusan Masalah

Sesuai dengan pemasalahan di atas, maka rumusan masalah pada penelitian ini adalah bagaimana profil penggunaan obat pada pasien rawat jalan di RSUP H. Adam Malik berdasarkan periode, jenis kelamin, usia, rerata jumlah item obat, terapi antibiotika, jenis obat, bentuk sediaan, formularium, golongan obat dan interaksi obat?

1.4Hipotesis

Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka hipotesis penelitian ini adalah: profil penggunaan obat pasien rawat jalan Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) di RSUP H. Adam Malik berdasarkan periode, jenis kelamin, usia, rerata jumlah item obat, terapi antibiotika, jenis obat, dan bentuk sediaan, formularium, golongan obat dan interaksi obat adalah tidak sama.

Periode Jeniskelamin Usia

Diagnosa

Rerata jumlah item obat Terapi antibiotika Jenis obat

Bentuk sediaan Formularium Golongan obat Interaksi obat

Profil penggunaan obat pada pasien rawat jalan Jaminan Kesehatan Nasional


(21)

5 1.5Tujuan Penelitian

Berdasarkan hipotesis penelitian di atas, maka tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui profil penggunaan obat pada pasien rawat jalan Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) di RSUP H. Adam Malik berdasarkan periode, jenis kelamin, usia, diagnosa penyakit, rerata jumlah item obat, terapi antibiotika, jenis obat, bentuk sediaan, formularium, golongan obat dan interaksi obat.

1.6Manfaat Penelitian

Penelitian ini dilakukan guna memberikan manfaat sebagai berikut:

a. Sebagai gambaran mengenai penggunaan obat pada pasien rawat jalan Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) di RSUP H. Adam Malik.

b. Untuk menambah pengetahuan bagi peneliti tentang penggunaan obat pada pasien rawat jalanJaminan Kesehatan Nasional (JKN).

c. Sebagai masukan dan evaluasi bagi RSUP H. Adam Malik pada peresepan selanjutnya guna meningkatkan mutu pelayanan kesehatan kepada pasien. d. Sebagai bahan kajian bagi pemberi jasa kesehatan terutama dokter agar

memberikan obat yang tepat dan rasional sehingga dapat mendukung keberhasilan pengobatan pada pasien.

e. Sebagai informasi kepada pihak terkait agar penggunaan obat yang dapat menyebabkan interaksi obat yang merugikan secara berlebihan pada pasien rawat jalan dapat dicegah.


(22)

6 BAB II

TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Obat

Obat adalah bahan atau paduan bahan, termasuk produk biologi yang digunakan untuk mempengaruhi atau menyelidiki sistem fisiologi atau keadaan patologi dalam rangka penetapan diagnosis, pencegahan, penyembuhan, pemulihan, peningkatan kesehatan dan kontrasepsi untuk manusia (Menkes RI., 2014).

Obat berperan sangat penting dalam pelayanan kesehatan. Berbagai pilihan obat saat ini telah tersedia, sehingga diperlukan pertimbangan-pertimbangan yang cermat dalam memilih obat untuk suatu penyakit. penggunaan obat harus tepat agar memberikan manfaat klinik yang optimal (Anief, 2004).

Dalam penggunaannya, obat akan bersifat sebagai obat apabila tepat digunakan dalam pengobatan suatu penyakit dengan dosis dan waktu yang tepat dan obat akan bersifat racun apabila digunakan salah dalam pengobatan atau dengan dosis yang berlebih, namun bila dosisnya kurang juga tidak memperoleh penyembuhan (Anief, 2004).

2.1.1 Antibiotika

Menurut defenisi Waksman, antibiotika adalah zat yang dibentuk oleh mikroorganisme yang dapat menghambat atau membunuh pertumbuhan mikroorganisme lain. Defenisi ini diperluas karena zat yang bersifat antibiotik ini dapat pula dibentuk oleh beberapa hewan dan tanaman tinggi. Di samping itu berdasarkan antibiotika alam, dapat pula dibuat antibiotika baru secara sintestis parsial yang sebagian memiliki sifat yang lebih baik (Mutschler, 2007).


(23)

7 2.1.1.1 Klasifikasi antibiotika

a. Berdasarkan mekanisme kerja antibiotika

i. Menghambat biosintesis dinding sel (contohnya: penicillin, sefalosporin, sikloserin, basitrasin).

ii. Meninggikan permeabilitas membran sitoplasma (contohnya: sefalosporin, sikloserin, basitrasin)

iii. Mengganggu sintesis protein bakteri (contohnya: tetrasiklin, kloramfenikol, eritromisin, novobiosin, dan antibiotika golongan aminoglikosida) (Mutschler, 2007).

b. Berdasarkan daya kerja antibiotika

i. Zat-zat bakterisida, yang pada dosis biasa berkhasiat mematikan kuman. Obat-obat ini dapat dibagi dalam dua kelompok yaitu :

1. Zat-zat yang bekerja terhadap fase tumbuh, misalnya: penisilin, sefalosporin, polipeptida, rifampisin dan golongan kuinolon.

2. Zat-zat yang bekerja terhadap fase istirahat, misalnya: aminoglikosida, nitrofurantoin, INH, kotrimoksazol, dan polipeptida.

ii. Zat-zat bakteriostatik, yang pada dosis biasa terutama berkhasiat menghentikan pertumbuhan dan perbanyakan kuman. Contohnya adalah kloramfenikol, tetrasiklin, makrolida dan linkomisin (Tan, 2007).

c. Berdasarkan luas aktivitas antibakteri

i. Antibiotika narrow-spectrum (spektrum sempit). Obat-obat ini terutama aktif terhadap beberapa jenis kuman saja, misalnya Penisilin G, PenisilinV, eritromisin, dan klindamisin yang hanya bekerja terhadap bakteri gram


(24)

8

positif sedangkan streptomisin, gentamisin, polimiksin-B, dan asam nalidiskat yang aktif khusus hanya pada kuman gram-negatif.

ii. Antibiotika broad-spectrum (spektrum luas) bekerja terhadap lebih banyak kuman baik gram-positif maupun gram-negatif antara lain sulfonamida, ampisilin, sefalosporin, kloramfenikol, tetrasiklin dan rifampisin (Tan, 2007).

2.1.1.2 Penggunaan Antibiotik

Antibiotika digunakan untuk mengobati berbagai jenis infeksi akibat kuman atau juga untuk prevensi infeksi, misalnya pada pembedahan yang besar. Secara profilaktis juga diberikan pada pasien dengan sendi dan klep jantung buatan, juga sebelum cabut gigi (Tan, 2007).

Menurut (Nastiti, 2011), Frekuensi penggunaan antibiotik yang tinggi tetapi tidak diimbangi dengan ketentuan yang sesuai atau tidak rasional dapat menimbulkan efek yang negatif, salah satunya adalah resistensi. Resistensi antibiotik dapat memperpanjang masa infeksi, memperburuk kondisi klinis dan beresiko perlunya penggunaan antibiotik tingkat lanjut yang lebih mahal dan efektivitas serta toksisitasnya lebih besar (Nastiti, 2011).

2.1.2 Obat Generik

Defenisi obat generik menurut Permenkes No.02/02/Menkes/068/I/2010 adalah obat dengan nama resmi International Non Proprietary Names (INN) yang ditetapkan dalam Farmakope Indonesia atau buku standar lainnya untuk zat berkhasiat yang dikandungnya (Menkes RI., 2010).

Obat Generik tidak memiliki nama dagang atau merek, hanya menggunakan nama zat aktif obat yang dikandungnya sebagai namanya, contoh:


(25)

9

Amoksisilin, Ampisilin, Asam mefenamat, dan lain-lain. Nama obat generik biasanya kurang kompleks dibandingkan nama kimianya, misal: asetaminofen menjadi parasetamol sebagai nama generiknya, hal ini dimaksudkan mempermudah dalam berkomunikasi baik dalam mengingat nama obat maupun penulisannya dalam resep dokter. Penulisan nama obat generik biasanya dijumpai pada pembungkus atau labelisasi dari obat (Sitepu, 2007).

Penulisan resep dengan menggunakan nama generik memberikan keleluasaan bagi ahli farmasi dalam memilih produk obat tertentu untuk memenuhi permintaan dalam resep serta memberikan penghematan biaya bagi pasien apabila terdapat persaingan harga (Katzung, 2004).

Sedangkan obat bermerek/bernama dagang didefenisikan sebagai obat dengan nama dagang yang menggunakan nama milik produsen obat yang bersangkutan (Menkes RI., 2010).

Nama obat generik biasanya lebih kompleks dibandingkan obat dengan nama dagang. Biasanya nama dagang obat yang diproduksi memiliki nama yang mudah diingat, terkadang berkaitan dengan perusahaannya atau nama pemiliknya. Contoh obat dengan nama dagang antara lain: Panadol, Tempra, Tylenol dan sebagainya (Sitepu, 2007).

2.1.3 Bentuk Sediaan Obat

Bentuk sediaan obat adalah bentuk sediaan farmasi yang mengandung zat/bahan berkhasiat, bahan tambahan, dengan dosis serta volume dan bentuk sediaan tertentu, langsung dapat digunakan untuk terapi (Joenoes, 2001).


(26)

10 2.1.3.1 Sediaan Cair

Sediaan cair dapat diberikan untuk obat luar, obat suntik, obat minum dan obat tetes seperti larutan, suspensi, emulsi, sirup dan injeksi (Joenoes, 2001). 2.1.3.2 Sediaan Setengah Padat

Sediaan setengah padat pada umumnya hanya digunakan sebagai obat luar, dioleskan pada kulit untuk keperluan terapi atau berfungsi sebagai pelindung kulit seperti salep, krim dan pasta (Joenoes, 2001).

2.1.3.3 Sediaan Padat

Sediaan padat merupakan sediaan dengan sistem unit/dose mengandung dosis tertentu dari satu atau beberapa komponen obat seperti tablet, kapsul, pulvis, pulveres atau puyer dan pil (Joenoes, 2001).

2.2 Penggunaan Obat (Drug Utilization)

Pemanfaatan obat didefinisikan oleh World Health Organization (WHO) sebagai pemasaran, distribusi, resep dan penggunaan obat-obatan dalam masyarakat, dengan penekanan khusus pada hasil medis, sosial dan konsekuensi ekonomi (WHO, 2003).

Penelitian tentang penggunaan obat digunakan untuk menilai aspek penggunaan obat dan peresepan obat, antara lain:

a. Pola pengunaan obat

Hal ini mencakup penggunaan obat secara luas, kecenderungan penggunaan obat dan biayanya dari waktu ke waktu.

b. Kualitas penggunaan obat

Kualitas penggunaan obat ditentukan dengan membandingkan penggunaan obat berdasarkan pedoman peresepan nasional dan formularium. Indeks


(27)

11

kualitas penggunan obat meliputi: pemilihan obat, biaya obat, dosis obat, kemungkinan interaksi obat dan efek samping obat yang merugikan, dan pengetahuan pasien tentang rasio manfaat-biaya yang diperoleh dari terapi yang dilakukan.

c. Penentuan penggunaan obat

Hal ini meliputi karakteristik pengguna obat (sosiodemografi pasien dan kepatuhan menggunakan obat), karakteristik peresepan (khususnya pengetahuan dan faktor yang mendasari penentuan terapi), dan karaktristik obat (efek terapi dan keterjangkauannya).

d. Outcome penggunaan obat

Outcome panggunaan obat meliputi manfaat dan efek samping pengobatan, dan konsekunsi ekonomi (WHO, 2003).

2.2.1 Tujuan Penelitian Penggunaan Obat

Tujuan utama dari penelitian penggunaan obat adalah untuk memfasilitasi penggunaan obat rasional dalam populasi. Penggunaan obat yang rasional menggambarkan peresepan yang baik yakni dosis yang optimal, pelayanan informasi obat dan harga yang terjangkau. Tanpa mengetahui bagaimana obat diresepkan dan digunakan akan sulit menentukan penggunaan obat yang rasional dan menyarankan langkah-langkah peresepan yang baik.

a. Deskripsi Penggunaan Obat

Deskripsi penggunaan obat ini dapat digunakan untuk memperkirakan jumlah pasien yang mengkonsumsi obat dalam periode tertentu. Hal ini juga dapat menggambarkan bagaimana penggunaan obat di suatu daerah (misalnya: negara, masyarakat tertentu), mengetahui epidemiologi penyakit tertentu terkait


(28)

12

dengan bagaimana penggunaan obat untuk mengatasi penyakit tersebut, dan menjadi indikator kulitas dari pola penggunaan obat. Penggunaan obat dapat menilai peresepan yang baik dan mendeteksi masalah penggunaan obat pada distribusi usia dan dosis tertentu, sehingga informasi indikasi, kontraindikasi dan dosis yang optimal dapat meningkatkan penggunaan obat yang lebih baik. b. Tanda Awal Penggunaan Obat Irrasional

Perbedaan geografis dan perubahan penggunaan obat dari waktu ke waktu memiliki implikasi baik kesehatan, sosial dan ekonomi bagi pasien dan masyarakat. Selain itu, dengan membandingkan penggunaan obat berdasarkan obat yang direkomdasikan dan pedoman pengobatan penyakit tertentu dapat menentukan apakah praktek dan pengetahuan tersebut kurang optimal. Pedoman yang dapat menyebabkan obat yang subterapi dan penggunaan obat yang berlebihan juga perlu ditinjau ulang.

c. Intervensi Untuk Meningkatkan Penggunaan Obat (Follow Up)

Penelitian tentang penggunaan obat dapat digunakan untuk menilai apakah intevensi peningkatan penggunaan obat memberikan dampak yang diinginkan. Hal-hal yang dapat dilakukan untuk memperbaiki efek penggunaan obat yang tidak diinginkan antara lain:

1. menetapkan formularium nasional, memberikan informasi obat dan penentuan kebijakan penggunaan obat yang terus menerus dievaluasi. 2. melakukan survei lebih lanjut terhadap penggantian kebijakan sistem

kesehatan atau asuransi yang akan berdampak pada biaya pengobatan pasien.


(29)

13

3. Menilai sejauh mana kegiatan promosi industri farmasi dan pengetahuan masyarakat tentang penggunaan obat.

d. Kontrol Kualitas Penggunaan Obat

Penggunaan obat harus dikontrol untuk meningkatkan kualitas penggunaanobat itu sendiri. Kontrol kualitas dapat diterapkan pada berbagai tingkatan kelompok yang terdiri dari dokter, farmasis/apoteker dan tenaga kesehatan lainnya. Perbedaan substansial dapat mengidentifikasi dan menentuan promosi penggunaan obat yang terbaik (WHO, 2003).

2.2.2 Jenis Informasi Penggunaan Obat

Penelitian penggunaan obat berkaitan dengan jenis informasi yang mendasari penggunaan obat. Berbagai jenis informasi penggunaan obat sangat diperlukan, meliputi: keseluruhan penggunaan obat, kelompok obat, produk generik, kondisi pasien dan prescriber. Selain itu, biaya obat juga penting untuk memastikan bahwa obat yang digunakan sudah efisien dan ekonomis (WHO, 2003).

2.2.2.1 Dasar Penggunaan Obat

Pengetahuan tentang kecenderungan penggunaan obat total cukup bermanfaat, tetapi untuk informasi yang lebih detail meliputi agregat penggunaan obat pada tingkat yang berbeda misalnya penggunaan obat untuk terapi hipertensi maka agregat yang sesuai adalah golongan diuretik, Beta-Blocker dan Angiotensin Converting Enzym Inhibitor (ACEI); informasi indikasi obat yang memungkinkan interpretasi yang benar dari kecenderungan penggunaan obat secara keseluruhan, misalnyapenggunaan relatif suatu kelompok obat dalam mengobati hipertensi, contoh penggunaan captopril lebih banyak dibandingkan dengan penggunaan


(30)

Ca-14

Channel Blocker; dosis dan peresepan dosis perhari dapat membandingkan respon peggunaan obat pada pasien, etnis tertentu, daerah atau fasilitas kesehatan di suatu negara yang sama, juga pada indikasi yang berbeda pada obat yang sama sehingga dapat menginterpretasikan pengunaan secara keseluruhan (WHO, 2003).

2.2.2.2 Masalah Informasi Dasar

Adapun beberapa masalah yang mungkin timbul pada penggunaan obat antara lain: masalah terapi obat dan non-obat, masalah keamanan obat yang mungkin saja muncul, lamanya konsultasi, bagaimana obat untuk terapi diresepkan, bagaimana obat disuplai dan peresepan obat lainnya (WHO, 2003). 2.2.2.3 Informasi Pasien

Informasi tentang faktor demografi dan rincian lainnya tentang pasien meliputi jenis kelamin, usia juga merupakan hal yang penting untuk mengetahui menentukan jenis terapi yang terbaik dan mengurangi efek samping yang merugikan dari obat. Misalnya pada penggunaan obat antiinflamasi non-steroid dan managemen terapi yang baik pada diagnosa penyakit seperti hipertensi, asma dan gagal jantung (WHO, 2003).

2.2.2.4 Informasi Prescriber

Prescriber mempunyai peranan yang penting dalam penggunaan obat. Oleh karena itu, prescriber harus benar-benar memahami bagaimana dan mengapa obat diresepkan. Informasi demografi prescriber berupa usia, jenis kelamin, pendidikan, lamanya praktek, jenis praktek (apakah spesialis atau umum, pedesaan atau perkotaan), ukuran praktek, hubungan dengan pasien, pengetahuan tentang obat merupakan faktor penting yang mempengaruhi kebiasaan peresepan obat (WHO, 2003).


(31)

15 2.2.3 Data Peresepan

Data dari fasilitas kesehatan dapat digunakan untuk mengevaluasi aspek-aspek tertentu dari penyedia pelayanan kesehatan, penggunaan obat dan penetapan indikator yang yang memberikan informasi kegiatan peresepan dan aspek pemeliharaan kesehatan pasien. Indikator ini dapat digunakan untuk menentukan penyebab masalah kesehatan muncul, menyediakan informasi untuk monitoring, mengawasi dan memotivasi penyedia pelayanan kesehatan untuk mematuhi standart kesehatan yang telah ditetapkan (WHO, 2003).

Data resep dapat diperoleh dari pasien rawat jalan dan pasien rawat inap. Informasi juga dapat diperoleh dari peresepan meliputi: demografi pasien, nama obat, bentuk sediaan, kekuatan dan dosis obat, frekuensi pemberian dan lama pengobatan. Pada resep, biasanya juga tertera diagnosa penyakit yang akan memudahkan untuk menentukan indikasi yang sesuai dan pemberian antibiotika empiris sebelum hasil laboratorium diketahui (WHO, 2003).

Salah satu dasar metode untuk menilai kerasionalan penggunaan obat adalah dengan indikator peresepan yang direkomedasikan oleh WHO (1993), meliputi:

a. Rerata jumlah item obat per lembar resep

Rerata jumlah item obat per lembar resep bertujuan untuk mengukur derajat polifarmasi. Pedoman diperlukan untuk menilai adanya ambigu pada praktek peresepan. Rata-rata diperoleh dengan membagikan jumlah obat dengan jumlah resep yang disurvei. Sebagai contoh, rerata jumlah item obat per lembar resep di pusat kesehatan di Indonesia adalah sebesar 3,3 R/.


(32)

16 b. Persentase peresepan obat generik

Persentase peresepan obat generik bertujuan untuk mengukur kecenderungan peresepan obat generik. Penghitungan harus berdasarkan peresepan bukan hanya melihat pada label obat yang diberikan. Sebagai contoh peresepan obat denagan nama generik di Nepal adalah sebesar 44%.

c. Persentase peresepan antibiotik

Persentase peresepan antibiotik bertujuan untuk mengukur penggunaan antibiotik, karena obat tersebut sering digunakan secara berlebihan sehingga dapat menyebabkan resistensi dan pemborosan biaya terapi.

d. Persentase persepan sediaan injeksi

Persentase persepan sediaan injeksi ditujukan untuk mengukur secara keseluruhan dua hal yang penting yakni penggunaan obat yang berlebihan dan pemborosan biaya.

e. Persentase peresepan obat berdasarkan formularium

Persentase peresepan obat berdasarkan formularium bertujuan untuk mengukur derajat kesesuaian peresepan berdasarkan ketentuan obat nasional, sebagai indikasi peresepan obat berdasarkan daftar obat nasional atau daftra obat yang tersedia di fasilitas tersebut (WHO, 1993).

2.3 Interaksi Obat

Interaksi obat dapat didefinisikan sebagai fenomena yang terjadi ketika efek suatu obat diubah saat sebelum atau sesudah pemberian obat yang lain. Interaksi obat-obat dapat pula didefinisikan sebagai respon farmakologis atau klinis terhadap kombinasi obat yang berbeda dibandingkan ketika obat-obat


(33)

17

tersebut diberikan tunggal. Hasil klinis interaksi obat-obat dapat dikategorikan sebagai antagonisme (yaitu, 1 + 1 < 2), sinergis (yaitu, 1 + 1 > 2) (Tatro, 2009).

Kesadaran yang tinggi dari profesional kesehatan tentang obat-obat yang sering diberikan untuk terapi, serta pengetahuan dokter tentang mekanisme interaksi obat akan sangat membantu untuk mengurangi/menghindari kemungkinan terjadinya interaksi, ketika obat-obat tertentu diberikan secara bersamaan atau diminum oleh penderita pada waktu yang bersamaan, karena hal ini dapat mengakibatkan kerugian bagi penderita.

Faktor-faktor penderita yang berpengaruh terhadap Interaksi Obat: 1.Umur Penderita

a.Bayi dan balita

Proses metabolik belum sempurna, maka efek obat dapat lain. b.Orang Lanjut usia

Orang lanjut usia relatif lebih sering berobat, lebih sering menderita penyakit kronis seperti hipertensi, kardiovaskuler, diabetes, arthritis. Kebanyakan pada orang lanjut usia fungsi ginjal menurun, sehingga ekskresi obat terganggu, kemungkinan fungsi hati juga terganggu. Selain itu, diet pada lanjut usia juga sering tidak memadai.

2.Penyakit yang sedang diderita

Pemberian obat dapat menjadi kontraindikasi untuk penyakit tertentu. 3.Fungsi Hati Penderita

Fungsi hati yang terganggu akan menyebabkan metabolisme obat terganggu karena biotransformasi obat sebagian besar terjadi di hati.


(34)

18 4.Fungsi ginjal penderita

Fungsi ginjal terganggu akan mengakibatkan ekskresi obat terganggu. Ini akan mempengaruhi kadar obat dalam darah, juga dapat memperpanjang waktu paruh biologik (t½) obat. Dalam hal ini ada 3 hal yang dapat dilakukan, yaitu:

a.Dosis obat dikurangi

b.Interval waktu antara pemberian obat diperpanjang, atau c.Kombinasi dari kedua hal diatas.

5.Kadar protein dalam darah/serum penderita

Bila kadar protein dalam darah penderita dibawah normal, maka akan berbahaya terhadap pemberian obat yang ikatan proteinnya tinggi.

6.pH urin penderita

pHurine dapat mempengaruhi ekskresi obat di dalam tubuh. 7.Diet penderita

Diet dapat mempengaruhi absorpsi dan efek obat (Joenoes, 2001). 2.3.1 Interaksi Farmakokinetika

Interaksi farmakokinetikadalah ketika obat yang diberi bersamaan, satu obatdapat mengubahtingkat absorbsi, distribusi, metabolisme atauekskresiobatlain. Hal ini paling seringdiukur denganperubahan dalamsatu atau lebih parameterkinetik, seperti konsentrasiserum puncak, area di bawah kurva,konsentrasiwaktu paruh, jumlah total obatdiekskresikandalam urin (Tatro, 2009).

Berbeda dengan interaksi farmakodinamika, peramalan interfensi farmakokinetika lebih sulit karena proses-proses farmakokinetika hanya spesifik terhadap obat-obat tertentu (Mutschler, 2007).


(35)

19 2.3.1.1 Interaksi pada Proses Absorbsi

Interaksi pada proses absorbsi dapat terjadi akibat perubahan harga pH obat pertama. Misalnya, apabila antasida diberikan bersamaan dengan obat yang bersifat asam atau basa, maka jumlah absorbsinya akan berubah akibat meningkatnya pH dalam saluran lambung bagian atas. Selain itu, pengaruh absorbsi pada obat kedua mungkin terjadi akibat perpanjangan atau pengurangan waktu paruh obat di dalam saluran cerna atau akibat pembentukan kompleks (Mutschler, 2007).

2.3.1.2 Interaksi pada Proses Distribusi

Jika dalam darah pada saat yang bersamaan terdapat obat yang berbeda, maka terdapat kemungkinan persaingan terhadap tempat ikatan protein. Persaingan tempat ikatan protein merupakan proses yang biasa terjadi pada obat dengan rentang terapi sempit dan volume distribusi yang relatif kecil (Mutschler, 2007).

2.3.1.3 Interaksi pada Proses Metabolisme

Dengan cara yang sama seperti pada albumin plasma, mungkin terjadi persaingan trerhadap enzim yang berfungsi untuk biotransformasi obat, misalnya sitokromP-450 dan dengan demikian terjadi metabolisme yang diperlambat. Metabolisme obat kedua dapat diperlambat atau dipercepat berdasarkan penghambatan enzim atau induksi enzim oleh obat pertama. Seperti misalnya penguraian fenitoin atau tolbutamida yang dihambat oleh isoniazid, kloramfenikol atau antikoagulan. Kadar fenilhidantoin dapat meningkat sampai daerah toksis. Induktor enzim, misalnya kelompok barbiturat, sebaliknya dapat menyebabkan metabolisme yang lebih cepat pada sebagian besar obat. Jika induktor enzim


(36)

20

dihentikan dan dosis obat kedua tidak dikurangi, maka kadang-kadang terdapat bahaya kelebihan dosis karena efek induksi ditiadakan (Mutschler, 2007).

2.3.1.4 Interaksi pada Proses Eksresi

Interaksi pada proses eksresi melalui ginjal dapat terjadi akibat perubahan pH dalam urin atau karena persaingan tempat ikatan pada sistem transport yang berfungsi untuk sekresi atau reabsorbsi aktif. Senyawa-senyawa yang dapat menurunkan pHakan memperbesar eksresi basa lemah karena senyawa-senyawa ini dalam keadaan terionisasi dan dengan cara yang sama senyawa-senyawa yang menaikkan pH urin dapat meningkatkan eksresi asam-asam lemah (Mutschler, 2007).

2.3.2 Interaksi Farmakodinamika

Interaksi farmakodinamik adalah interaksi yang satu obat menginduksi perubahan respon pasien terhadap obat tanpa mengubah farmakokinetik obat objek. Artinya, perubahan kerja obat dapat terjadi tanpa diikuti perubahan konsentrasi plasma. Interaksi farmakologis, yaitu penggunaan bersamaan dari dua atau lebih obat dengan tindakan farmakologis yang sama atau berlawanan (Tatro, 2009).

Interaksi farmakodinamika diharapkan jika zat berkhasiat yang saling mempengaruhi bekerja secara sinergis atau antagonis pada suatu reseptor atau pada suatu organ sasaran. Interaksi farmakodinamika dapat berguna secara terapeutik apabila menguntungkan dan dapat dicegah apabila tidak diinginkan (Mutschler, 2007).


(37)

21 2.4 Resep

2.4.1 Pengertian Resep

Secara definisi dan teknis, resep artinya pemberian obat secara tidak langsung, ditulis jelas dengan tinta, tulisan tangan pada kop resmi kepada pasien, format dan kaidah penulisan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku yang mana permintaan tersebut disampaikan kepada farmasi atau apoteker di apotek agar diberikan obat dalam bentuk sediaan dan jumlah tertentu sesuai permintaan kepada pasien yang berhak (Jas, 2009).

Menurut Permenkes (2014), resep adalah permintaan tertulis dokter atau dokter gigi, kepada apoteker, baik dalam bentuk paper atau electronic untuk menyediakan dan menyerahkan obat bagi pasien sesuai dengan peraturan yang berlaku (Menkes RI., 2014).

Resep dituliskan pada suatu kertas resep yang umumnya berbentuk empat persegi panjang, dengan ukuran yang ideal adalah lebar 10-12 cm dan panjang 15-18 cm. Resep merupakan perwujudan akhir dari kompetensi, pengetahuan, dan keahlian dokter dalam menerapkan pengetahuannya dalam bidang farmakologi dan terapi. Selain menerapkan sifat-sifat obat yang diberikan dan dikaitkan dengan variabel dari penderita, maka dokter yang menulis resep idealnya perlu pula mengetahui nasib obat didalam tubuh: penyerapan, distribusi, metabolisme dan eksresi obat; toksikologi serta penentuan regimen yang rasional bagi setiap penderita secara individual (Joenoes, 2001).

Demi keamanan penggunaan, obat dibagi dalam beberapa golongan. Secara garis besar dapat dibagi dalam dua golongan, yaitu obat bebasOver of the counter (OTC) dan Ethical, harus dilayani dengan resep dokter. Jadi sebagian obat


(38)

22

tidak bisa diserahkan langsung pada pasien atau masyarakat tetapi harus melalui resep dokter. Dalam sistem distribusi obat nasional, peran dokter sebagai medical care dan alat kesehatan ikut mengawasi penggunaan obat oleh masyarakat, apotek sebagai organ distributor terdepan yang berhadapan langsung dengan masyarakat atau pasien, dan apoteker berperan sebagai pharmaceutical care dan informan obat, serta melakukan pekerjaan kefarmasian di apotek. Di dalam sistem pelayanan kesehatan masyarakat, kedua profesi ini harus berada dalam satu tim yang solid dengan tujuan yang sama yaitu melayani kesehatan dan menyembuhkan pasien (Jas, 2009).

2.4.2 Tujuan Penulisan Resep

Penulisan resep bertujuan untuk memudahkan dokter dalam pelayanan kesehatan di bidang farmasi sekaligus meminimalkan kesalahan dalam pemberian obat. Umumnya, rentang waktu buka instalasi farmasi/apotek dalam pelayanan farmasi jauh lebih panjang daripada praktik dokter, sehingga dengan penulisan resep diharapkan akan memudahkan pasien dalam mengakses obat-obatan yang diperlukan sesuai dengan penyakitnya. Melalui penulisan resep pula, peran dan tanggung jawab dokter dalam pengawasan distribusi obat kepada masyarakat dapat ditingkatkan karena tidak semua golongan obat dapat diserahkan kepada masyarakat secara bebas. Selain itu, dengan adanya penulisan resep, pemberian obat lebih rasional dibandingkan dispensing (obat diberikan sendiri oleh dokter), dokter bebas memilih obat secara tepat, ilmiah, dan selektif. Penulisan resep juga dapat membentuk pelayanan berorientasi kepada pasien (patient oriented). Resep itu sendiri dapat menjadi medical record yang dapat dipertanggungjawabkan, sifatnya rahasia (Jas, 2009).


(39)

23 2.4.3 Penulisan Resep yang Tidak Tepat

Penulisan resep adalah tindakan terakhir dari dokter untuk penderitanya, yaitu setelah menentukan anamnesis, diagnosis, dan prognosis serta terapi yang akan diberikan berupa profilaktik, simtomatik atau kausal. Terapi ini diwujudkan dalam bentuk resep. Penulisan resep yang tepat dan rasional merupakan penerapan berbagai ilmu, karena itu banyak variabel-variabel yang harus diperhatikan, maupun variabel unsur obat dan kemungkinan kombinasi obat, ataupun variabel penderitanya secara individual (Joenoes, 2001).

Meresepkan obat yang tidak tepat untuk pasien tertentu merupakan akibat dari kegagalan mengenali kontraindikasi yang disebabkan oleh terdapatnya penyakit lain yang diderita pasien; kegagalan mendapat informasi mengenai obat lain yang digunakan pasien, atau kegagalan dalam memperhitungkan kemungkinan terjadinya ketidakcocokan secara fisikokimia antar obat yang dapat bereaksi terhadap satu sama lain dan kontraindikasi obat dalam kondisi terdapatnya penyakit lain atau sifat khas farmakokinetikanya (Katzung, 2004).

Kurangnya pengetahuan dari ilmu mengenai obat dapat mengakibatkan: a. Bertambahnya kemungkinan toksisitas obat yang diberikan,

b. Terjadi interaksi antara obat satu dengan obat yang lain,

c. Terjadi interaksi antara obat dengan makanan/minuman tertentu, d. Tidak tercapai efektivitas obat yang dikehendaki,

e. Meningkatkan biaya pengobatan bagi penderita yang sebenarnya dapat dihindarkan (Joenoes, 2001).


(40)

24 2.5Jaminan Kesehatan Nasional

Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) adalah merupakan bagian dari Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) yang diselenggarakan melalui mekanisme Asuransi Kesehatan Nasional yang bersifat wajib (mandatory) berdasarkan Undang-Undang No. 40 tahun 2004. Tujuannya adalah agar seluruh penduduk Indonesia terlindungi dalam sistem asuransi, sehingga mereka dapat memenuhi kebutuhan dasar kesehatan masyarakat yang layak (Menkes RI., 2014).

Undang-Undang No. 24 tahun 2011 juga menetapkan, Jaminan Kesehatan Nasional akan diselenggarakan oleh Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS), BPJS adalah badan hukum publik yang dibentuk untuk menyelenggarakan program jaminan sosial, yang terdiri dari BPJS kesehatan dan BPJS ketenagakerjaan. Khusus untuk JKN akan diselenggarakan oleh BPJS kesehatan yang implementasinya mulai 1 Januari 2014 (Menkes RI., 2014).

2.5.1 Prinsip Jaminan Kesehatan Nasional

JKN mengacu pada prinsip-prinsip Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN), sebagai berikut:

a. Prinsip Gotong Royong

Dalam SJSN, prinsip gotong royong berarti peserta yang mampu membantu peserta yang kurang mampu, peserta yang sehat membantu peserta yang sakit atau beresiko tinggi terhadap suatu penyakit.

b. Prinsip Nirlaba

Pengelolaan dana amanat adalah nirlaba bukan untuk mencari laba. Sebaliknya tujuan utama adalah untuk memenuhi sebsar-besarnya kepentingan peserta. Prinsip keterbukaan, kehati-hatian, akuntabilitas, efisiensi dan


(41)

25

efektivitas juga mendasari seluruh pengelolaan dana yang berasal dari iuran peserta dan hasil pengembangannya.

c. Prinsip Portabilitas

Prinsip portabilitas dimaksudkan untuk memberikan jaminan yang berkelanjutan kepada peserta sekalipun peserta berpindah pekerjaan atau tempat tinggal dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.

d. Prinsip Kepesertaan Bersifat Wajib

Kepesertaan wajib dimaksudkan agar seluruh rakyat menjadi peserta sehingga dapat terlindungi. Meskipun kepesertaan bersifat wajib, penerapannya tetap disesuaikan dengan kemampuan ekonomi rakyat dan pemerintah serta kelayakan penyelenggaraan program.

e. Prinsip Dana Amanat

Dana yang terkumpul dari iuran peserta merupakan dana titipan kepada badan-badan penyelenggara untuk dikelola sebaik-baiknya dalam rangka mengoptimalkan dana tersebut untuk kesejahteraan peserta.

f. Prinsip Hasil Pengelolaan Dana Jaminan Sosial

Dipergunakan seluruhnya untuk pengembangan program dan untuk sebesar-besarnya kepentingan peserta (Menkes RI., 2014).

2.5.2 Manfaat Jaminan Kesehatan Nasional

Manfaat JKN mencakup pelayanan promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif termasuk pelayanan obat dan bahan medis habis pakai sesuai dengan kebutuhan medis (Menkes RI., 2014).


(42)

26

a. Penyuluhan kesehatan perseorangan, meliputi paling sedikit penyuluhan mengenai pengelolaan faktor resiko penyakit dan perilaku hidup bersih dan sehat.

b. Imunisasi dasar, meliputi Bacille Calmett Guerin (BCG), Difteri Pertusis Tetanus dan Hepatitis B (DPTHB), polio dan campak.

c. Keluarga Berencana, meliputi konseling, kontrasepsi dasar, vasektomi, dan tubektomi, bekerjasama dengan lembaga yang membidangi Keluarga Berencana. Vaksin untuk imunisasi dasar dan alat kontrasepsi dasar disediakan oleh Pemerintah dan/atau pemerintah Daerah.

d. Skrining kesehatan, diberikan secara selektif yang ditujukan untuk mendeteksi resiko penyakit dan mencegah dampak lanjutan dari resiko penyakit tertentu (Menkes RI., 2014).

2.6International Statistical Classification of Diseases and Health Related Problem (ICD-10)

Klasifikasi penyakit dapat didefenisikan sebagai sistem kategori penyakit yang dikelompokkan berdasarkan kriteria yang telah ditetapkan. Ada banyak kemungkinan acuan klasifikasi dan yang dipilih harus berdasarkan penggunaan statistik yang tersusun secara teratur. Klasifikasi penyakit harus mencakup seluruh kondisi penyakit yang disusun dalam suatu kategori (WHO, 2005).

Suatu klasifikasi penyakit berisi kategori-kategori yang berbeda, sehingga bisa mencakup berbagai jenis penyakit. Kategori harus dipilih untuk memudahkan diagnosa penyakit. Penyakit yang penting dalam kesehatan masyarakat atau sering terjadi hendaknya berada di dalam kategori tersendiri dan jika tidak bisa disatukan


(43)

27

dalam suatu kategori, maka penyakit diletakkan pada kelompok-kelompok kondisi berbeda namun masih berhubungan (Erkadius, 2012).

negara-negara anggota WHO sejak tahun 1994 (Krisna, 2014).

ICD-10 telah berkembang sebagai klasifikasi praktis, bukan klasifikasi yang murni teori. Di dalamnya terdapat susunan klasifikasi berdasarkan etiologi, situs anatomi, hal-hal yang terjadi di awal timbulnya penyakit, dan sebagainya. Juga terdapat beberapa penyesuaian yang merupakan sebab dibentuknya ICD-10, misalnya kematian, sakit, keamanan sosial, dan survei kesehatan (Erkadius, 2012). ICD-10 bertujuan untuk memudahkan pencatatan data mortalitas dan morbiditas, serta analisis, interpretasi dan pembandingan sistematis data tersebut antara berbagai wilayah dan jangka waktu. ICD-10 dipakai untuk mengubah diagnosis penyakit dan masalah kesehatan lain menjadi kode alfa-numerik, sehingga penyimpanan, pengambilan dan analisis data dapat dilakukan dengan mudah(Erkadius, 2012).

Di dalam praktek, ICD-10 telah menjadi klasifikasi diagnosis standard internasional untuk semua tujuan epidemiologi umum dan berbagai tujuan manajemen kesehatan. Hal ini mencakup analisis situasi kesehatan masyarakat, pemantauan insiden dan prevalensi penyakit dan masalah kesehatan lain, dan hubungannya dengan variabel lain seperti ciri-ciri orang yang terlibat dan situasi yang dihadapinya. ICD tidak dimaksudkan untuk mengindeks entitas klinis yang lebih detil, atau aspek finansial seperti penagihan dan alokasi sumber daya (Erkadius, 2012).


(44)

28

Keberadaan ICD-10 penting karena menyediakan bahasa umum untuk pelaporan dan pemantauan penyakit. Hal ini memungkinkan dunia untuk membandingkan dan berbagi data dengan cara yang konsisten dan standar antar rumah sakit, daerah dan negara dan selama periode waktu. Hal ini juga memfasilitasi pengumpulan dan penyimpanan data untuk analisis dan berbasis bukti pengambilan keputusan (Krisna, 2014).

2.7 Formularium Nasional

Formularium Nasional adalah daftar obat yang disusun oleh komite nasional yang ditetapkan oleh Menteri Kesehatan, didasarkan pada bukti ilmiah mutakhir berkhasiat, aman, dan dengan harga yang terjangkau yang disediakan serta digunakan sebagai acuan penggunaan obat dalam jaminan kesehatan nasional (Menkes RI., 2013).

Fornas adalah bagian dari Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN). Oleh karena itu, perlu disusun suatu daftar obat yang digunakan sebagai acuan nasional penggunaan obat dalam pelayanan kesehatan SJSN untuk menjamin aksesibilitas keterjangkauan dan penggunaan obat secara nasional dalam Formularium Nasional (Menkes RI., 2013).

Tujuan utama pengaturan obat dalam Fornas adalah meningkatkan mutu pelayanan kesehatan, melalui peningkatan efektifitas dan efisiensi pengobatan sehingga tercapai penggunaan obat rasional. Bagi tenaga kesehatan, Fornas bermanfaat sebagai acuan bagi penulis resep, mengoptimalkan pelayanan kepada pasien, memudahkan perencanaan, dan penyediaan obat di fasilitas pelayanan kesehatan. Dengan adanya Fornas maka pasien akan mendapatkan obat terpilih yang tepat, berkhasiat, bermutu, aman dan terjangkau, sehingga akan tercapai


(45)

29

derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya. Oleh karena itu obat yang tercantum dalam Fornas harus dijamin ketersediaan dan keterjangkauannya (Menkes RI., 2014).

Penerapan Formularium Nasional dimaksudkan untuk dapat memberikan manfaat bagi pemerintah maupun fasilitas kesehatan dalam:

1. Menetapkan penggunaan obat yang aman, berkhasiat, bermutu, terjangkau, dan berbasis bukti ilmiah pada peserta Jaminan Kesehatan Nasional.

2. Meningkatkan penggunaan obat rasional. 3. Mengendalikan biaya dan mutu pengobatan.

4. Mengoptimalkan pelayanan kesehatan kepada pasien.

5. Menjamin ketersediaan obat yang dibutuhkan untuk pelayanan kesehatan. 6. Meningkatkan efisiensi anggaran pelayanan kesehatan (Menkes RI., 2014). 2.8 Rumah Sakit

Rumah sakit adalah institusi pelayanan kesehatan bagi masyarakat dengan karateristik tersendiri yang dipengaruhi oleh perkembangan ilmu pengetahuan kesehatan, kemajuan teknologi, dan kehidupan sosial ekonomi masyarakat yang harustetap mampu meningkatkan pelayanan yang lebih bermutu dan terjangkau oleh masyarakat agar terwujud derajat kesehatan yang setinggi-tingginya.

Tujuan penyelenggaraan Rumah Sakit:

a.mempermudah akses masyarakat untuk mendapatkan pelayanan kesehatan,

b. memberikan perlindungan terhadap keselamatan pasien, masyarakat, lingkungan rumah sakit dan sumber daya manusia di rumah sakit,


(46)

30

d. memberikan kepastian hukum kepada pasien, masyarakat, sumber daya manusia rumah sakit dan rumah sakit.

Pada hakikatnya Rumah Sakit berfungsi sebagai tempat penyembuhan penyakit dan pemulihan kesehatan dan fungsi dimaksud memiliki makna tanggung jawab yang seyogyanya merupakan tanggung jawab pemerintah dalam meningkatkan taraf kesejahteraan masyarakat.

Menurut Undang-Undang No. 44 tahun 2009, rumah sakit diklasifikasikan menjadi:

a. Rumah Sakit kelas A

Rumah sakit kelas A yaitu rumah sakit umum yang mempunyai fasilitas dan kemampuan pelayanan medis spesalistik luas dan sub spesialistik yang luas. b. Rumah Sakit kelas B

Rumah sakit kelas B yaitu rumah sakit umum yang mempunyai fasilitas dan pelayanan medis sekurang-kurangnya 11 spesialistik luas dan sub spesialistik yang terbatas.

c. Rumah Sakit kelas C

Rumah sakit kelas C yaitu rumah sakit umum yang mempunyai fasilitas dan kemampuan pelayanan medis spesialstik dasar.

d. Rumah Sakit kelas D

Rumah sakit kelas D yaitu rumah sakit yang mempunyai fasilitas dan kemampuan medis dasar (Presiden RI., 2009).

Berdasarkan Keputusan Menkes No. 335/ Menkes/ SK/VII/1990, RSUP H. Adam Malik ditetapkan sebagai rumah sakit kelas A yang mempunyai tugas menyelenggarakan upaya penyembuhan dan pemulihan secara paripurna, pendidikan dan pelatihan, penelitian dan pengembangan secara serasi, terpadu dan berkesinambungan dengan upaya peningkatan kesehatan lainnya serta melaksanakan upaya rujukan (Menkes RI., 1990).


(47)

31

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian

Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif non-eksperimental menggunakan desain pendekatan retrospective yaitu penelitian yang berusaha melihat kebelakang (Notoatmodjo, 2010).

3.2Tempat dan Waktu Penelitian 3.2.1 Tempat penelitian

Penelitian dilaksanakan di apotek rawat jalan RSUP H. Adam Malik Medan. 3.2.2 Waktu

Waktu pengambilan data adalah selama 1 bulan (Mei 2015).

3.3 Populasi dan Sampel 3.3.1 Populasi

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh lembar resep pasien rawat jalan di apotek rawat jalan Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) RSUP H. Adam Malik periode Oktober-Desember 2014. Adapun diperoleh populasi resep pasien rawat jalan di RSUP H. Adam Malik pada periode Oktober-Desember 2014 adalah sebanyak 36.631 resep.

3.3.2 Sampel

Sampel dalam penelitian ini adalah sebagian lembar resep pasien rawat jalanJaminan Kesehatan Nasional (JKN) di apotek rawat jalan RSUP H. Adam Malik periode Oktober-Desember 2014. Sampel diambil secara acak sederhana


(48)

32

yang dihitung berdasarkan rumus sampel minimal Slovin. Rumus minimal sampel Slovin merupakan salah satu metode yang digunakan untuk menentukan jumlah sampel minimal yang dapat diambil bila populasinya diketahui (Sevila, 2007). Rumus minimal sampel slovin sebagai berikut:

n = N 1+Ne2

n = 36631

1+ 36631 (0,05)2

=

36631

1+ 36631 (0,0025 )

=

36631 1+ 91,5775

=

36631

1+ 91,5775

=

395,68 Keterangan :

n : Besar sampel N : Besar Populasi

e : Batas Toleransi Kesalahan (error tolerance) 5% = 0,05

Dengan jumlah populasi 36631 dan batas kesalahan = 0,05 maka diperoleh besar sampel minimal sebanyak 395,68. Data yang diambil adalah sebanyak 400 sampel.

2.4 Kriteria Inklusi dan Ekslusi

Sampel yang dipilih pada penelitian ini harus memenuhi kriteria inklusi dan tidak memenuhi kriteria eksklusi.

2.4.1 Kriteria inklusi

Kriteria inklusi dalam penelitian ini adalah:

a. Lembar resep pasien rawat jalan Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) di apotek RSUP H. Adam Malik periode Oktober-Desember 2014.

b. Memenuhi kriteria resep lengkap (memuat informasi yang dibutuhkan dalam penelitian berupa nama, jenis kelamin, usia, diagnosa penyakit, nama obat dan dosis obat).


(49)

33 2.4.2 Kriteria eksklusi

Kriteria ekslusi dalam penelitian ini adalah:

a. Lembar resep yang tidak lengkap (tidak memuat informasi yang dibutuhkan dalam penelitian).

b. Lembar resep pasien rawat jalan di luar periode Oktober-Desember 2014.

2.5 Defenisi operasional

a. Usia adalah lama waktu hidup objek sejak tanggal kelahiran hingga saat dilakukan pemeriksaan dan menerima obat di rumah sakit yang dikelompokkan menjadi 0-5 tahun, 5-11 tahun, 12-16 tahun, 17-25 tahun, 26-35 tahun, 36-45 tahun, 45-55 tahun, 45-55 tahun, > 65 tahun .

b. Diagnosa penyakit adalah diagnosa penyakit dari pasien rawat jalan yang dikelompokkan menjadi gangguan sirkulasi sistemik, gangguan endokrin, gangguan sistem muskuloskletal, gangguan sistem genitourinaria, penyakit infeksi, gangguan saraf, gangguan saluran cerna, gangguan pernafasan, gangguan kejiwaan, gangguan optik, dan lain-lain.

c. Obat per pasien adalah jumlah obat yang diresepkan pada setiap pasien rawat jalan berdasarkan jenis kelamin dan usia.

d. Peresepan obat pada berdasarkan terapi antibiotik adalah penggunaan obat pada pasien rawat jalan berdasarkan terapi antibiotik dan non-antibiotik. e. Peresepan obat berdasarkan jenis obat adalah penggunaan pasien rawat

jalan berdasarkan obat generik dan non-generik.

f. Peresepan obat berdasarkan bentuk sediaan adalah penggunaan obat pasien rawat jalan berdasarkan bentuk sediaan yang digolongan menjadi:


(50)

34

tablet/kapsul, injeksi, inhaler, sediaan cair, tetes mata, salep/cream, suppositoria, dan serbuk.

g. Formularium Nasional adalah daftar obat terpilih yang dibutuhkan dan harus tersedia di fasilitas pelayanan kesehatan sebagai acuan dalam pelaksanaan Jaminan Kesehatan Nasional.

h. Penggunaan obat berdasarkan kelompok terapi adalah peresepan obat pada pasien rawat jalan berdasarkan terapi farmakologi yang dikelompokkan menjadi obat kardiovaskular dan pembuluh darah, analgetik, antipiretik, antiinflamasi dan antipirai, antidiabetik, obat saluran cerna, psikofarmaka, antibiotik, vitamin dan mineral, antifungi, obat saluran nafas, antihistamin, obat mata, dan lain-lain.

i. Interaksi obat adalah potensi aksi suatu obat diubah atau dipengaruhi oleh obat lain yang diberikan bersamaan.

2.5 Instrumen Penelitian 2.5.1 Sumber data

Sumber data dalam penelitian ini yaitu data sekunder berupa lembar resep pasien rawat jalan JKN dan data pendukung Sistem Informasi Rumah Sakit (SIRS) di Apotek rawat jalan RSUP H. Adam Malik periode Oktober-Desember 2014.

2.5.1 Teknik Pengumpulan Data

Pengambilan data dilakukan dengan mengumpulkan lembar resep pasien rawat jalan di apotek rawat jalan RSUP H. Adam Malik dan melengkapi data


(51)

35

dengan menggunakan data pendukung dari SIRS. Adapun data yang dikumpulkan dalam penelitian ini adalah:

a. data lembar resep pasien dan data pendukung SIRS penggunaan obat pada pasien rawat jalan berdasarkan kriteria inklusi.

b. data penggunaan obat pada pasien rawat jalan Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) berdasarkan periode, jenis kelamin, usia, diagnosa penyakit, jumlah obat per pasien, terapi antibiotik, jenis obat, bentuk sediaan, formularium, golongan obatdan kemungkinan interaksi obat di RSUP H. Adam Malik.

2.5.3 Seleksi Data

Memilah data yang memenuhi kriteria inklusi dan tidak memenuhi kriteria eksklusi.

2.6 Analisis Data

Data yang diperoleh dari penelitian ini dianalisis secara deskriptif. Data kuantitatif disajikan dalam bentuk tabel dan grafik, sedangkan data kualitatif akan disajikan dalam bentuk uraian. Data yang diperoleh diolah dengan menggunakan program Microsoft Excel. Data interaksi obat dievaluasi secara teoritik dan berurutan berdasarkan studi literatur Drug Interaction Fact, Stockley’s Drug Interaction, serta digunakan juga situs internet terpercaya

2.7 Bagan Alur Penelitian

Selengkapannya mengenai gambaran pelaksanaan penelitian dapat dilihat pada Gambar 2.1


(52)

36 Gambar 2.1 Gambaran pelaksanaan penelitian

2.8 Langkah Penelitian

Penelitian dilaksanakan dengan langkah-langkah sebagai berikut:

a. meminta rekomendasi Dekan Fakultas Farmasi USU untuk dapat melakukan penelitian di RSUP H. Adam Malik Medan.

b. menghubungi Direktur Utama RSUP H. Adam Malik Medan untuk mendapat izin penelitian dan pengambilan data, dengan membawa surat rekomendasi dari fakultas.

c. mengumpulkan data berupa lembar resep di RSUP H. Adam Malik periode Oktober-Desember 2014.

d. menganalisis data yang diperoleh sehingga didapatkan kesimpulan dari penelitian yang telah dilakukan.

Pasien Rawat Jalan

Pasien yang mendapat obat

Pengambilan data : - Lembar Resep - Data dari SIRS Profil Penggunaan obat

Interaksi obat Formularium

Nasional Kelas

terapi Bentuk

sediaan Jenis

Obat Terapi

antibiotik diagnosa

penyakit usia

Jenis kelamin

Analisa Data

Gambaran Penggunaaan obat Penarikan kesimpulan


(53)

37

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Karakterisasi Pasien Rawat Jalan di RSUP H. Adam Malik

Penelitian ini dilakukan di RSUP H. Adam Malik untuk mengetahui proporsi penggunaan obat pasien rawat jalan Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) periode Oktober hingga Desember 2014.Adapun populasi target dari data resep pasien rawat jalanyang diperoleh sebanyak 36.631 lembar data resep. Sampel diambil secara acak sebanyak 400 data pasien rawat jalan yang memenuhi kriteria inklusi sebagai objek penelitian yang meliputi penggunaan obat berdasarkan jenis kelamin, usia, diagnosa penyakit, jumlah obat perpasien, terapi antibiotik, jenis obat, bentuk sediaan, formularium, golongan obat dan interaksi obat.

4.1.1 Jenis Kelamin

Dari Gambar 4.1 dapat diketahui penggunaan obat berdasarkan jenis kelamin pada pasien rawat jalan di RSUP H. Adam Malik.

Gambar4.1 Diagram Karakteristik Jenis Kelamin Pada Pasien Rawat Jalan di RSUP H. Adam Malik Periode Oktober-Desember 2014

46.5% 53.5%


(54)

38

Berdasarkan hasil dari 400 data lembar resep pasien rawat jalan yang diteliti diperoleh sebanyak 186 (46,50%) adalah laki-laki dan 214 (53,50%) adalah perempuan dengan berbagai diagnosa penyakit. Hal ini dikarenakan populasi perempuan saat ini lebih banyak dibandingkan laki-laki. Faktor aktivitas dan gaya hidup sehari-hari juga mempengaruhi kejadian suatu penyakit (Jelantik, 2014).

Menurut Health United State (HUS) (2013), Beberapa faktor diduga dapat memicu timbulnya penyakit pada perempuan, seperti pengaruh obesitas dan kebiasaan merokok yang semakin meningkat. Hal ini, sesuai dengan data Kemenkes RI (2013) yang menyatakan bahwa prevalensi merokok dan kebiasaan mengunyah tembakau pada wanita cenderung meningkat. Selain itu, aktivitas fisik tidak aktif yang lebih banyak pada wanita dapat menjadi faktor timbulnya berbagai jenis penyakit penyumbatan darah dan penyakit jantung (Menkes RI., 2013).

Menurunnya produksi hormon estrogen dan endogen pada wanita juga dapat menyebabkan meningkatnya resiko penyakit seperti kardiovaskular, diabetes mellitus, hiperlipidemia dan lain sebagainya (Coylewright, et al., 2008). 3.1.2 Usia

Pembagian usia pada penelitian ini berdasarkan Kemenkes RI (2009) yang terdiri dari: balita (0-5 tahun), anak-anak (5-11 tahun), remaja awal (12-16 tahun), remaja akhir (17-25 tahun), dewasa awal (26-35 tahun), dewasa akhir (36 – 45 tahun), lansia awal (46 – 55 tahun), lansia akhir (56 – 65 tahun) dan manula (65 tahun sampai ke atas).


(55)

39

Dari Gambar 4.2 dapat diketahui penggunaan obat berdasarkan usia pada pasien rawat jalan di RSUP H. Adam Malik.

Gambar4.2 Diagram Karakteristik Usia Pada Pasien Rawat Jalan di RSUP H. Adam Malik Periode Oktober hingga Desember 2014.

Berdasarkan data 400 lembar data resep yang diteliti diketahui pasien rawat jalan paling banyak adalah kelompok lansia akhir (56 – 65 tahun) dengan persentase sebesar 35,25%.

Usia lanjut merupakan suatu periode dari rentang kehidupan yang ditandai dengan perubahan atau penurunan fungi tubuh. Usia lanjut membawa penurunan fisik yang lebih besar dibandingkan dengan usia-usia sebelumnya, semakin tua usia seseorang, kemungkinan akan memiliki penyakit atau dalam keadaan sakit meningkat (Zuraidah, dkk., 2012).

Pada usia 55 sampai 65 tahun merupakan kelompok usia yang mencapai tahap pranesium dimana pada tahap ini akan terjadi penurunan daya tahan tubuh/kesehatan dan berbagai tekanan psikologis sehingga kemungkinan untuk timbulnya penyakit menjadi lebih besar (Oktaviani, 2012).

0.5% 0.25% 1.25%

3.5% 5.25%

8.25%

26.5%

35.25%

19.25%

0-5 tahun 5-11

tahun

12-16 tahun

17-25 tahun

26 – 35 tahun

36 – 45 tahun

46 – 55 tahun

56 – 65 tahun

> 65 tahun


(56)

40 4.1.3Diagnosa Penyakit

Pengelompokan diagnosa penyakit berdasarkan ICD-10 (International Statistical Classification Diseases and Health Related Problem). ICD-10 digunakan untuk pengelompokan diagnosa peyakit pada peserta JKN (Menkes RI, 2014).

Dari Tabel 4.1 dapat diketahui penggunaan obat berdasarkan diagnosa penyakit pada pasien rawat jalan di RSUP H. Adam Malik.

Tabel 4.1 Karakteristik Diagnosa Penyakit Pada Pasien Rawat Jalan di RSUP H. Adam Malik Periode Oktober-Desember 2014

No Jenis Penyakit Jumlah

Resep

Persentase (%) 1 Gangguan Sistem Sirkulasi Sistemik 119 29,75

2 Gangguan Endokrin 65 16,25

3 Gangguan Sistem Muskuloskletal 42 10,75

4 Gangguan Sistem Genitourinaria 33 8,25

5 Infeksi dan Parasit 28 7,00

6 Gangguan Saraf 24 6,00

7 Gangguan Saluran Cerna 21 5,25

8 Gangguan Pernafasan 21 5,25

9 Gangguan Kejiwaan 13 3,25

10 Gangguan Optik 7 1,75

11 Lain-Lain 27 6,75

Total 400 100

Dari Tabel di atas diketahui diagnosa penyakit paling banyak adalah gangguan sistem sirkulasi sistemik dengan persentase rata-rata sebesar 29,75%. Penyakit kardiovaskular saat ini merupakan salah satu penyebab utama dan pertama kematian di negara maju dan berkembang, termasuk Indonesia. Pada tahun 2010, secara global penyakit ini menjadi penyebab kematian pertama di negara berkembang, menggantikan kematian akibat infeksi. Diperkirakan bahwa diseluruh dunia, Penyakit jantung pada tahun 2020 menjadi pembunuh pertama


(57)

41

tersering yakni sebesar 36% dari seluruh kematian, angka ini dua kali lebih tinggi dari angka kematian akibat kanker (Menkes RI., 2006).

4.2 Persentase Peresepan Obat Pada Pasien Rawat Jalandi RSUP H. Adam Malik

4.2.1 Rata-Rata Jumlah Item Obat Per Lembar Resep

Berdasarkan data yang diperoleh, diketahui rata-rata jumlah item obat per lembar resep adalah 4,34R/ yang diperoleh dari rasio jumlah item obat sebanyak 1737 dengan jumlah resep sebanyak 400 lembar resep. Menurut WHO (1993) untuk rata-rata jumlah item obat yang digunakan per lembar resep dikategorikan baik jika terdapat paling banyak 2 R/ untuk satu diagnosis dengan kisaran 1,8-2,2. Hasil ini relatif tinggi, yang dikarenakan kebanyakan pasien memiliki lebih dari satu diagnosis penyakit.

4.2.2 Jenis Kelamin

Dari Tabel 4.2 dapat diketahui persentase peresepan obat pasien rawat jalan berdasarkan jenis kelamin antara laki-laki dan perempuan di apotek RSUP H. Adam Malik.

Tabel 4.2 Persentase Peresepan Obat Berdasarkan Jenis Kelamin Pada Pasien Rawat Jalan Di RSUP H. Adam Malik Periode Oktober-Desember 2014.

No. Jenis Kelamin

Jumlah Pasien

Jumlah R/

Rata-Rata Per Pasien

Persentase (%)

1 Laki-Laki 186 834 4,48 48,01

2 Perempuan 214 903 4,22 51,99

Total 400 1737 4,34 100

Berdasarkan hasil yang diperoleh, peresepan obat diberikan pada pasien perempuan sebanyak 903R/ (51,99%) dan 834R/ (48,01%) diberikan pada pasien


(58)

42

laki-laki. Dengan demikian total keseluruhan penggunaan obat pada 400 pasien rawat jalan di apotek RSUP H. Adam Malik periode oktober-desember 2014 adalah 1.737 data resep.

Faktor jenis kelamin berpengaruh pada terjadinya penyakit tidak menular tertentu. Menurut data Kemenkes RI (2013), prevalensi penyakit diabetes mellitus, hipertiroid, dan hipertensi pada perempuan cenderung lebih tinggi daripada laki-laki (Menkes RI., 2013).

Pada Tabel 4.2 dapat diketahui, penggunaan obat perpasien pada laki-laki sebesar 4,48R/ dan pada perempuan sebesar 4,22 R/. Penggunaan obat per pasien pada laki-laki lebih besar dibandingkan perempuan. Hal ini dimungkinkan adanya komplikasi penyakit yang dapat disebabkan oleh kebiasaan merokok, hubungannya dengan lingkungan kerja seperti resiko pekerjaan, perasaan tidak nyaman terhadap pekerjaan dan pengangguran, lebih banyak terjadi pada laki-laki (Zuraidah, dkk., 2012).

Menurut Timmerman (2009), dengan berbagai variasi dalam praktek sehari-hari dokter sering dihadapkan pada kondisi dimana pasien mengalami berbagai keluhan dari komplikasi penyakitnya. Hal ini akan memungkinkan terjadinya shotgun prescription menjadi lebih sering (Timmerman, 2009).

4.2.3 Usia

Dari Tabel 4.3 dapat diketahui persentase penggunaan obat pasien rawat jalan berdasarkan usia di RSUP H. Adam Malik.


(59)

43

Tabel 4.3 Persentase Peresepan Obat Berdasarkan Usia Pada Pasien Rawat Jalan Di RSUP H. Adam Malik Periode Oktober-Desember 2014

No. Usia Jumlah

Pasien

Jumlah R/

Rata-Rata Per

Pasien

Persentase (%)

1 0-5 tahun 2 5 2,5 0.29

2 5-11 tahun 1 3 3,00 0.17

3 12-16 tahun 5 17 3,4 0.98

4 17-25 tahun 14 51 3,64 2.94

5 26 – 35 tahun 21 77 3,67 4.43

6 36 – 45 tahun 33 121 3,67 6.97

7 46 – 55 tahun 106 452 4,26 26.02

8 56 – 65 tahun 141 653 4,63 37.59

9 > 65 tahun 77 358 4,65 20.61

Total 400 1737 4,34 100

Berdasarkan hasil yang diperoleh total peresepan obat yang paling banyak pada pasien usia 56 – 65 tahun sebanyak 653R/ (37,59%). Penyakit tidak menular tertentu seperti penyakit kardiovaskular, diabetes mellitus dan lain-lain erat kaitannya dengan umur. Semakin tua seseorang, maka semakin besar resiko terkena penyakit tersebut. Umur lebih dari 40 tahun bersiko terserang hipertensi dan diabetes mellitus (Zuraidah, dkk., 2012).

Dari data yang diperoleh diketahui terjadi peningkatan rata-rata jumlah obat seiring dengan peningkatan usia, lebih lengkapnya dapat dilihat pada Gambar 4.3.


(60)

44

Gambar 4.3 Diagram Penggunaan Obat Per Pasien Berdasarkan Usia Pada Pasien Rawat Jalan di RSUP H. Adam Malik Periode Oktober-Desember 2014

Rata-rata penggunaan obat per pasien yang paling banyak terdapat pada usia >65 tahun dengan jumlah obat per pasiennya sebanyak 4,65R/, yang diikuti dengan kelompok usia 56-65 tahun dengan jumlah obat per pasien sebanyak 4,63R/ sebagai terbanyak kedua. Hal ini sesuai dengan Andrina (2015) bahwa peningkatan rata-rata jumlah penggunaan obat seiring dengan peningkatan usia (Andrina, 2015).

Kecenderungan meningkatnya usia yang diikuti dengan timbulnya berbagai jenis penyakit menyebabkan peningkatan penggunaan obat. Dimana prevalensi penyakit jantung koroner, gagal jantung, dan stroke terlihat meningkat seiring peningkatan umur (Menkes RI., 2013).

4.3 Persentase PeresepanBerdasarkan Terapi Antibiotik Pada Pasien Rawat Jalan di RSUP H. Adam Malik

Dari Tabel 4.4 dapat diketahui persentase peresepan obat pasien rawat jalan berdasarkan terapi antibiotik di apotek RSUP H. Adam Malik.

2,5 3

3,4 3,64 3,67 3,67

4,26 4,63 4,65

0-5 tahun 5-11 tahun

12-16 tahun

17-25 tahun

26 – 35 tahun

36 – 45 tahun

46 – 55 tahun

56 – 65 tahun

> 65 tahun


(61)

45

Tabel 4.4 Persentase Peresepan Terapi Antibiotik Pada Pasien Rawat Jalan Di RSUP H. Adam Malik Periode Oktober-Desember 2014

Antibiotik Non-Antibiotik

Jumlah R/ Persentase ( % ) Jumlah R/ Persentase ( % )

119 6,85 1.618 93,15

Evaluasi penggunaan antibiotik bertujuan untuk mengukur penggunaan antibiotik, karena obat tersebut sering digunakan secara berlebihan sehingga dapat menyebabkan resistensi dan pemborosan biaya terapi (WHO, 1993). Berdasarkan hasil yang diperoleh, peresepan obat antibiotik adalah sebanyak 119R/ dengan persentase 6,85%. Hasil menunjukkan penggunaan antibiotik di RSUP H. Adam Malik cukup rendah. Hal ini kemungkinan menunjukkan insidensi infeksi pada pasien rawat jalan yang juga relatif rendah dibandingkan dengan penyakit lainnya yang lebih banyak menggunakan obat non-antibiotik.

Tabel 4.5 Persentase Peresepan Golongan Antibiotik pada Pasien Rawat Jalan di RSUP H. Adam Malik periode Oktober-Desember 2014

No Golongan Antibiotik Jumlah R/ Persentase (%)

1 Quinolon 49 41,18

2 Antimikobakteri (Anti tuberkulosis) 28 23,53

3 Penisilin 16 13,45

4 Sefalosporin 11 9,24

5 Makrolida 8 6,72

6 Tetrasiklin 4 3,36

7 Sulfonamida 2 1,68

8 Aminoglikosida 1 0,84

Total 119 100

Golongan antibiotik yang paling banyak digunakan pada pasien rawat jalan di RSUP H. Adam Malik adalah golongan Quinolon sebesar 41,18%. Hasil yang diperoleh sesuai dengan Mercola (2010) yang mengemukakan bahwa


(62)

46

fluoroquinolon merupakan kelas antibiotik yang paling sering diresepkan di United States untuk pengobatan seperti sinus, infeksi saluran kemih, dan infeksi pada telinga (Mercola, 2010).

Quinolon bersifat bakterisida. Quinolon ini sangat aktif terhadap bakteri gram-positif dan gram-negatif. Quinolon menghalangi sintesa DNA bakteri dengan menghambat topoisomerase II bakteri (DNA Grayse) dan topoisomerase IV bakteri (Katzung, 2007).

4.4 Persentase PeresepanBerdasarkan Jenis Obat Pada Pasien Rawat Jalan di RSUP H. Adam Malik

Dari Tabel 4.6 dapat diketahui persentase peresepan obat pasien rawat jalan berdasarkan jenis obat yakni generik dan non-generik di RSUP H. Adam Malik.

Tabel 4.6 Persentase PeresepanBerdasarkan Jenis Obat Pada Pasien Rawat Jalan Di RSUP H. Adam Malik Periode Oktober-Desember 2014

Regulasi mengenai Obat generik merupakan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 02/MENKES/068/I/2010 tentang kewajiban menggunakan obat generik di fasilitas kesehatan, yang bertujuan untuk mencapai pemerataan dan keterjangkauan pelayanan kesehatan bagi semua masyarakat Indonesia.

Berdasarkan hasil yang diperoleh menunjukkan peresepan obat generik adalah sebanyak 1.286R/ (74,04%) dan obat non-generik 451R/ (25,96%). Dari hasil penelitian diperoleh bahwa penggunaan obat di RSUP H. Adam Malik lebih banyak menggunakan obat generik dari pada menggunakan obat non-generik, hal

Obat Generik Obat Non-Generik

Jumlah R/ Persentase ( % ) Jumlah R/ Persentase ( % )


(1)

84

tidak signifikan

(Lanjutan)

No Nama Obat Jumlah Kejadian

Mekanisme Interaksi

Managemen

6 Ciprofloxacin-Paracetamol

15 Ciprofloxacin, paracetamol meningkatkan efek toksisitas dengan cara yag tidak diketahui. Interaksi kecil atau tidak signifikan. Lakukan pemantauan, jika terjadi konvulsi dipertimbangkan untuk mengganti NSAIDs jenis lainnya.

7 Na.diclofenac-amitriphyllin

13 Amitriphyllin dapat menurunkan efek NSAIDs secara farmakokinetika antagonisme. potensi interaksi sangat mungkin.

Tidak ada managemen khusus.

8 Ciprofloxacin-Ranitidin

9 Ranitidin akan meningkatkan efek ciprofloxacin secara antagonis farmakodinamik. Interaksi signifikan mungkin.

Perlu pemantauan efek antibiotik dan disarankan untuk menggunakan

antibiotik jenis lainnya.

9 Valsartan-Furosemida

7 Valsartan dapat meningkatkan efek Furosemida secara farmakokinetik antagonis. interaksi signifikan mungkin. Resiko hipotensi. Pasien yang mengkonsumsi Angiotensin II

Receptor Blocker dan diberikan terapi bersamaan dengan Loop-diuretik, tekanan darah dan kadar kalium harus dipantausecara periodik


(2)

85 10

Valsartan-Amlodipin

6 Valsartan dan amlodipin berefek meningkatkan efek

Tidak ada

managemen khusus.

(Lanjutan)

No Nama Obat Jumlah Kejadian

Mekanisme

Interaksi Managemen

antihipertensi. Potensial berinteraksi. Lakukan pemantauan.


(3)

86


(4)

87 Lampiran 5. Surat Izin Penelitian


(5)

88 Lampiran 6. Surat Izin Selesai Penelitian


(6)