Praktik Jurnalisme Lingkungan oleh Harian Jawa Pos
Praktik Jurnalisme Lingkungan oleh Harian Jawa Pos
Putri Aisyiyah Rachma Dewi
Universitas Muhammadiyah Malang, Jl. Raya Tlogomas No. 246, Malang e-mail: putri_ard@yahoo.com
Abstract
The main responsibility of environmental journalism is to ensure that the mass media as the primary source of public information do its duty to publish their environmental issues so the public can clearly understand and realize the condition of their environ- ment. When there is an environmental issue, either natural disasters and environmental damage caused by human activities, media is also required to have foresight in focusing on the main cause of the disasters, environmental mitigation, and rehabilitation that can
be pursued. By taking the case of published investigation of Jawa Pos about the environ- mental disasters of hot mud flow in Brantas Block, East Java, this article explores how the practice of environmental news coverage should be done by the mass media in Indonesia. Using the methods of textual analysis, the author tries to gain an insight of how the Jawa Pos journalists comprehend and process the news of the hot mud flow.
Key Words:
environmental journalism; mud volcano; textual analysis
Abstrak
Tuntutan utama dari jurnalisme lingkungan adalah bagaimana media massa sebagai sumber informasi utama publik berkewajiban untuk menyuarakan isu-isu lingkungan sehingga publik dapat secara jelas memahami dan menyadari bahaya yang ada di lingkungan mereka. Ketika terjadi persoalan lingkungan, baik yang berupa bencana alam maupun kerusakan lingkungan akibat ulah manusia, media juga dituntut untuk memiliki kejelian dalam memfokuskan diri pada akar utama penyebab bencana, tindakan mitigasi lingkungan, dan rehabilitasi yang dapat diupayakan. Dengan mengambil kasus Jawa Pos dalam meliput bencana lingkungan semburan lumpur di penambangan Blok Brantas Jawa Timur, artikel ini mengeksplorasi bagaimana praktik liputan berita lingkungan dilakukan oleh media massa di Indonesia. Menggunakan metode textual analysis, penulis mencoba mendapatkan pemahaman bagaimana jurnalis Jawa Pos memahami dan mengemas berita semburan lumpur panas tersebut.
Kata Kunci:
jurnalisme lingkungan; lumpur vulkano; analisis tekstual
Pendahuluan Barat. Pada saat itu bencana lingkungan Jurnalisme lingkungan berkembang dalam skala besar terjadi di berbagai pada tahun 1980-an, ketika insiden belahan dunia, limbah merkuri di perairan lingkungan banyak terjadi di negara-negara Ontario, hujan asam, rusaknya habitat
Jurnal Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Vol. 15, Nomor 2, November 2011
burung akibat penggunaan pestisida, kan ribuan korban jiwa. Mulai dari hingga insiden nuklir di kota Chernobyl, pengerukan pasir, perburuan satwa liar, Ukraina yang menyebabkan lebih dari lima kebakaran hutan, hingga penambangan. juta orang terpapar radiasi zat radioaktif Namun, masalah-masalah tersebut penyebab kanker. Sejak itu, kesadaran akan menahun karena kurangnya perhatian pentingnya menyajikan liputan yang dapat masyarakat pada isu-isu lingkungan. menggugah kesadaran terhadap bahaya
Salah satu masalah yang muncul adalah lingkungan mulai muncul di kalangan me- semburan lumpur panas Sidoarjo pada 2006 dia massa
yang menenggelamkan tiga kecamatan di Dalam membuat liputan peristiwa- Sidoarjo. Hingga sekarang, bencana ini telah peristiwa diatas, media dibanjiri informasi membuat ribuan warga dievakuasi. dari seluruh aspek yang berkait dengan Puluhan ribu unit rumah dan berbagai persoalan tersebut, mulai dari aspek sosial, infrastruktur terendam lumpur. Belum lagi hukum, ekonomi, maupun politik. Akan ancaman kesehatan dari berbagai materi tetapi, aspek lingkungan yang menjadi akar yang terkandung di lumpur, diantaranya persoalan justru tidak banyak disentuh gas Hidrogen Sulfida, fenol, Kadmium (Cd), karena ketidakmampuan jurnalis memaha- Timbal (Pb), dan besi (Fe) yang melebihi mi persoalan lingkungan secara kom- ambang baku mutu. prehensif.
Disinilah peran jurnalis untuk mema- Keadaan ini mengundang keprihatinan hami kompleksnya permasalahan, kemu- dari para praktisi media, sehingga pada dian memberi pemahaman kepada tahun 1990-an berdiri The Society of Envi- khalayak tentang apa yang terjadi dengan ronmental Journalists (SEJ) yang dipelopori lingkungan mereka, bahaya apa yang The Philadelphia Inquirer, USA Today, sedang mengintai, dan bagaimana Turner Broadcasting, Minnesota Public Ra- mengatasi persoalan tersebut. Dengan kata dio, dan National Geographic. Misi dari lain, etika jurnalisme lingkungan menjadi organisasi ini adalah untuk menguatkan sebuah tuntutan yang tak terelakkan. kualitas, capaian, dan viabilitas dari jurnalisme dalam memberikan informasi Rumusan Masalah kepada publik untuk memahami isu
Tulisan ini berfokus pada analisis lingkungan (Rademakers, Tesis, 2004: 4).
pemberitaan bencana lumpur panas Terbentuknya SEJ diikuti oleh pendirian Sidoarjo ditinjau dari perspektif jurnalisme organisasi-organisasi professional yang juga lingkungan (environmental journalism). concern terhadap persoalan lingkungan, juga Peneliti bermaksud melihat bagaimana lembaga-lembaga kajian maupun institusi harian Jawa Pos sebagai salah satu media akademis. Misalkan The Environmental Jour- massa terbesar di Indonesia memberitakan nalism Center of The Radio – TV News Direc- insiden-insiden lingkungan, dengan mene- tor Association and Foundation (1991), Cen- rapkan prinsip-prinsip jurnalisme ter for Environmental Journalism – Univer- lingkungan yang informatif, edukatif, dan sity of Colorado (1992), International Federa- preventif. tion of Environmental Journalists (1993),
Jawa Pos dipilih sebab selain sebagai Knight Center for Environmental Journalism koran dengan jumlah pembaca terbesar di – Michigan State University (1994), Earth Indonesia (Survey Nielsen Media Research, Journalism Network (2004).
2009), juga memiliki kedekatan geografis Di Indonesia sendiri, kerusakan dan psikografis dengan lokasi bencana lingkungan acapkali muncul dan menimbul- semburan lumpur.
Putri Aisyiyah Rachma Dewi, Praktik Jurnalisme Lingkungan oleh Harian Jawa Pos
Metode Jurnalisme lingkungan merupakan Metode yang digunakan untuk pengejawantahan dari konsep DE dalam mengkaji persoalan di atas adalah analisis lingkup jurnalistik. Pada saat gerakan- tekstual, sebab penelitian ini tak hendak gerakan lingkungan sebagai wujud etika DE mencari apakah berita-berita lumpur muncul, di kalangan industri media juga Sidoarjo benar atau tidak (quantitative con- sedang terjadi booming isu-isu lingkungan tent analysis ), atau hanya sekedar melihat yang besar, diantaranya ancaman limbah bingkai yang digunakan oleh media massa beracun merkuri di perairan Ontario, dan dalam mengemas berita lumpur Sidoarjo juga hujan asam yang terjadi di pertengahan (framing analysis). Akan tetapi, penulis ingin tahun 1970. melakukan pengamatan yang lebih
Pada 26 April 1986 terjadi insiden mendalam dari sebuah teks dan men- Chernobyl, yaitu ledakan pembangkit listrik dapatkan intepretasi komprehensif tenaga nuklir di kota Chernobyl, Ukraina. mengenai bagaimana media memahami dan Peristiwa ini menyebabkan 600.000 orang mengolah informasi berkait dengan terkena radiasi tingkat tinggi, dan lima juta lingkungan dan menyampaikan kepada orang terpapar low radiation. Akibat radiasi khalayaknya.
ini adala thyroid cancer (Chernobyl Legacy: Health, Environmental & Socio-Economic Im-
Jurnalisme Lingkungan Sebagai pacts and Recommendations to The Govern- Sebuah Praktik
ment of Belarus, The Russian Federation and Akar dari jurnalisme lingkungan adalah Ukraine , The Chernobyl Forum, 2005: 103). komunikasi lingkungan, yang mengkaji
Peristiwa tersebut merupakan bencana bagaimana individu, lembaga, masyarakat lingkungan terburuk yang diakibatkan oleh serta budaya menerima, memahami, faktor manusia. Pada saat itu media massa membentuk, menyampaikan dan me- dibanjiri oleh informasi dari seluruh aspek nggunakan pesan tentang lingkungan itu yang berkaitan dengan peristiwa tersebut sendiri, serta hubungan timbal-balik antara (politik, ekonomi, hukum), namun aspek manusia dengan lingkungan (Cox, 2010: 6). lingkungan sendiri tidak banyak disentuh
Jurnalisme lingkungan (environmental oleh jurnalis karena mereka tidak mampu journalism ) adalah konsep yang berkembang memahami persoalan lingkungan secara sci- pada akhir 1980-an, ketika peristiwa entific. kerusakan lingkungan mulai muncul dengan
Pada tahun 1990, berdiri The Society of berbagai skala kerusakan. Istilah ini merujuk Environmental Journalists (SEJ) yang pada pemberitaan jurnalis yang berkait dipelopori oleh The Philadelphia Inquirer, dengan isu-isu lingkungan. Beberapa sebutan USA Today, Turner Broadcasting, Minnesota lain yang sejenis adalah green press, eco-jour- Publik Radio, dan National Geographic. Misi nalism , liputan lingkungan (environmental re- dari organisasi ini adalah untuk porting ), atau science reporting.
menguatkan kualitas, capaian, dan viabilitas Menurut Frome, jurnalisme lingkungan dari jurnalisme pada seluruh media massa adalah menulis dengan sebuah tujuan, yaitu dalam memberikan advokasi kepada publik untuk menyuarakan isu lingkungan kepada untuk memahami isu-isu lingkungan publik dengan menyajikan data-data (Rademakers, 2004: 4) akurat, sehingga dapat memberikan peran
Selain SEJ, masih banyak lagi pada proses pengambilan keputusan organisasi yang didirikan, juga lembaga- kebijakan publik berkait dengan isu lembaga kajian maupun institusi akademis. lingkungan (Rademakers, 2004: 15).
Misalkan The Environmental Journalism Cen-
Jurnal Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Vol. 15, Nomor 2, November 2011
ter of The Radio – TV News Director Associa- Dalam persoalan lingkungan, media tion and Foundation (1991), Center for Envi- juga dipandang sebagai pihak yang memiliki ronmental Journalism – University of Colo- tanggung jawab besar untuk memberikan rado (1992), International Federation of En- enlightment bagi masyarakat mengenai vironmental Journalists (1993), Knight Cen- bahaya yang sedang mengancam ter for Environmental Journalism – Michigan lingkungan mereka. Patel (2006), State University (1994), Earth Journalism mengatakan bahwa jika seorang ilmuwan Network (2004)
dapat mengidentifikasi potensi masalah Di Indonesia, beberapa organisasi pro- lingkungan jauh sebelum seorang pun dapat fessional untuk jurnalis lingkungan juga mengatakan efek riilnya, maka jurnalis harus telah didirikan, diantaranya adalah berusaha untuk memahami isu tersebut, dan Masyarakat Jurnalis Lingkungan Indonesia menemukan titik keseimbangan antara resiko atau Society of Environmental Journalism yang tampak maupun yang laten. (SIEJ), Kelompok Jurnalis Peduli Lingkungan
Ketika Center of Journalism dibentuk di (KJPL), dan Sahabat Alam.
University of Colorado pada tahun 1992, para Dalam praktiknya, jurnalis lingkungan akademisi dan praktisi media memiliki dituntut mampu menguasai persoalan kesadaran akan perlunya sebuah standar etik lingkungan secara komprehensif, sehingga khusus bagi jurnalisme lingkungan. Enam dapat memberikan informasi yang jelas, tahun kemudian, dilakukan ratifikasi code of solusi-solusi, memberikan prediksi berkait ethics dalam event 6th World Congress of En- dengan potensi resiko baik yang berskala vironmental Journalism yang kecil maupun besar, berkait dengan sebuah diselenggarakan di Colombo, Sri Lanka. isu lingkungan.
Adapun poin-poin yang diratifikasi: Jurnalis tidak lagi hanya bersandar
1. Jurnalis lingkungan harus menginfo- kepada informasi dari kelompok-kelompok
rmasikan kepada publik tentang hal-hal tertentu seperti pemerintah, pelaku industri,
yang menjadi ancaman bagi lingkungan bahkan para aktivis lingkungan, dalam
mereka, baik yang berskala global, re- memahami sebuah isu lingkungan (Keating, gional, maupun lokal. 2. Tugas para jurnalis adalah untuk
1993). meningkatkan kesadaran publik akan
Dalam kode etik yang ditulis American isu-isu lingkungan. Jurnalis harus Society of News Editors (ASNE) disebutkan
berusaha untuk melaporkan dari bahwa “tujuan utama dari membagi dan
berbagai sudut padang berkait dengan mendistribusikan berita adalah untuk
lingkungan
menjaga kesejahteraan bersama dengan cara 3. Tugas jurnalis tidak hanya membangun memberikan informasi kepada masyarakat
kewaspadaan orang akan hal-hal yang dan menjadikan mereka mampu membuat
mengancam lingkungan mereka, tetapi penilaian-penilaian mereka sendiri terhadap
juga menempatkan hal tersebut sebagai isu-isu yang berkembang”.
pembangunan. Jurnalis harus berusaha Ketika media mengambil bagian dalam untuk menuliskan solusi-solusi untuk persoalan lingkungan
mengawal isu dan memberikan literasi 4. Jurnalis harus mampu memelihara jarak kepada masyarakat terhadap hal tersebut, dan tidak memasukkan kepentingan
maka tak cukup hanya dengan memberikan mereka. Sebagai aturan, jurnalis harus informasi belaka, akan tetapi penyusunan
melaporkan sebuah isu dari berbagai alur cerita dan sudut pandang yang
sudut pandang, terutama isu digunakan juga menjadi unsur penting
lingkungan yang mengandung dalam pemberitaan.
kontroversi
Putri Aisyiyah Rachma Dewi, Praktik Jurnalisme Lingkungan oleh Harian Jawa Pos
5. Jurnalis harus menghindar sejauh berita dengan beat lingkungan dan non mungkin dari informasi yang sifatnya lingkungan. spekulatif/ dugaan dan komentar-
Beat menurut Potter dalam Buku komentar tendensius. Ia harus men-cek Pegangan Jurnalis Independen (2006) adalah
otentisitas narasumber, baik dari bidang-bidang khusus dalam pemberitaan, kalangan industri, aparat pemerintah,
baik kekhususan dalam hal geografi atau dari aktivis lingkungan
6. Jurnalis lingkungan harus mengem- maupun topik. Jurnalis dengan beat-beat bangkan keadilan akses informasi dan tertentu harus menguasai benar wilayah membantu pihak-pihak, baik institusi mereka dan orang-orang yang berkecim- maupun perorangan untuk mendapat- pung didalamnya, sehingga mereka tidak kan informasi tersebut.
hanya sekedar menyampaikan informasi,
7. Jurnalis harus menghargai hak dari akan tetapi juga menjadi penerjemah dan individu yang terkena dampak penafsir bagi pembacanya kerusakan lingkungan, bencana alam,
Untuk beat lingkungan, isu yang dan sejenisnya
muncul adalah persoalan mitigasi bencana,
8. Jurnalis lingkungan tidak boleh rehabilitasi lingkungan, pencemaran menyembunyikan informasi yang ia
lingkungan, dan aspek hukum dari yakini sebagai sebuah kebenaran, atau
membangun opini publik dengan kejahatan lingkungan. hanya menganalisis satu sisi saja
Di Indonesia sendiri, peran masyarakat A.1. Pengaburan fakta dalam Berita telah diatur dalam Undang-undang Lingku-
Mitigasi Bencana ngan Hidup Nomor 32 Tahun 2009 pasal 70
Pemberitaan Jawa Pos, sebagian besar (1), “Masyarakat memiliki hak dan didominasi oleh tema mitigasi yang
kesempatan yang sama dan seluas-luasnya dilakukan oleh Badan Penanggulangan untuk berperan aktif dalam perlindungan Lumpur Sidoarjo (BPLS), sebuah lembaga dan pengelolaan lingkungan hidup”.
yang dibentuk oleh Presiden berdasarkan Media massa dalam konteks ini Peraturan Presiden No. 14 Tahun 2007.
dianggapsebagai bagian dari masyarakat, Tugas lembaga ini adalah mengadakan jelas memiliki kewajiban untuk menye- berbagai upaya penanggulan lumpur, diakan informasi yang memungkinkan penanggulangan semburan lumpur, dan masyarakat untuk berperan dalam menjaga penanganan masalah sosial dan lingkungan hidupnya, selain tanggung infrastruktur pasca semburan lumpur. jawab media itu sendiri untuk melakukan
Dari analisis teks yang dilakukan pengawasan dan kontrol terhadap berbagai peneliti, tampak bahwa Jawa Pos dalam pemberitaannya mengambil angle atau sudut
kegiatan yang membahayakan bagi pandang kerja keras BPLS dalam menangani
lingkungan hidup. permasalahan berkait lumpur panas
Sidoarjo, misalkan dari pemilihan kata-kata A. Berita Lingkungan Jawa Pos
yang digunakan dalam judul berita: Antisipasi Dari hasil inventarisasi yang dilakukan, Tanggul Jebol Lagi: BPLS Optimalkan Pompa
diketahui bahwa pada tahun 2010 dan Saluran Air (15/01), Kolam Penuh, BPLS pemberitaan yang berkait dengan lumpur Alirkan ke Lahan Warga (18/ 01), BPLS Sidoarjo di Jawa Pos muncul sebanyak 256 Bangun Tanggul untuk Tampung Air Lumpur item berita. Akan tetapi, tidak semua berita (19/01), Antisipasi Banjir: Manfaatkan yang dimuat adalah berita lingkungan. Drainase (22/01), BPLS Siapkan Kapal Keruk Secara garis besar, ada dua jenis berita, yaitu (25/01), Kapal Keruk Sudah Tiba (01/02),
Jurnal Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Vol. 15, Nomor 2, November 2011
Musim Hujan Tanggul Aman (25/02), Normalkan drainase (02/08), BPLS Siapkan Tanggul Baru: Pasca Melubernya Lumpur (09/ 08).
Dari judul-judul diatas, konotasi yang didapatkan oleh penulis adalah kesigapan BPLS dalam menangani permasalahan yang muncul di lapangan. Dari invetarisir yang dilakukan oleh penulis, terdapat tiga persoalan yang menonjol berkait dengan mitigasi, yaitu: persoalan penanggulan, drainase, pengawasan terhadap bubbles baru.
Pada berita-berita penanggulan – problem yang selalu menjadi tema utama ketika musim hujan tiba, karena tanggul sering jebol akibat air hujan menambah debit air di dalam tanggul- Jawa Pos cenderung melihat peristiwa tersebut dari sudut pandang keberhasilan BPLS menangani permasalahan tanggul. Sebagai representasi pemerintah, BPLS dianggap telah mengambil langkah tepat dan efektif dalam mengantisipasi tanggul jebol. Misalkan, berita “Antisipasi Tanggul Jebol Lagi: BPLS Optimalkan Pompa dan Saluran Air” (15/01).
Tabel 4.1. Elemen Berita tentang Kesigapan BPLS Menghadapi Musim Hujan
Pemilihan judul “Antisipasi Tanggul Jebol Lagi: BPLS Optimalkan Pompa dan Saluran Air”, memberikan penekanan pada kata “antisipasi” dan “optimalkan”. Antisipasi, menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia merujuk pada perhitungan tentang hal-hal yang akan (belum) terjadi. Ketika kata tersebut masuk menjadi klausa “antisipasi tanggul jebol lagi” hal ini menjadikan kerancuan, karena tanggul jebol telah terjadi. Kata “antisipasi” memiliki konotasi kesigapan pemerintah melakukan tindakan preventif. Kata itu sendiri sebenarnya memiliki hubungan paradigmatik dengan kata “cegah”, yang memiliki arti menahan agar sesuatu tidak terjadi. Kata cegah tidak mensyaratkan adanya sebuah kondisi “pra” atau belum, sementara kata antisipasi digunakan untuk menggambarkan keadaan yang belum terjadi. Tanggul jebol adalah yang
Putri Aisyiyah Rachma Dewi, Praktik Jurnalisme Lingkungan oleh Harian Jawa Pos
kesekian kalinya terjadi di Porong, dan itu kemudian jebol. Dengan menjadikannya ditegaskan dengan kata “lagi” dalam kalimat sebagai kalimat pembuka lead, menunjukkan tersebut.
bahwa fokus berita bukan pada kondisi Seperti yang dicontohkan Barthes (2006) tanggul yang memprihatinkan itu sendiri, untuk menjelaskan hubungan paradigmatik, tetapi lebih difokuskan pada penyebab, yaitu yaitu sebuah hubungan eksternal suatu tanda musim hujan. dengan tanda lain. Tanda lain yang bisa
Momok mengindikasikan sesuatu yang berhubungan secara paradigmatik adalah menyeramkan dan keberadaannya diluar tanda-tanda satu kelas atau satu sistem. kontrol manusia (uncontrolled). Musim hujan Contoh sebuah gambar “supermarket” dalam disejajarkan dengan momok, sebagai iklan dapat mempunyai hubungan fenomena alam yang menyeramkan dan tidak paradigmatik dengan; pasar dan mal. Super- dapat dikontrol oleh manusia kejadiannya. market, pasar, mal adalah tanda-tanda dari Maka, ini menjadi apologi tersendiri bagi kelas tempat belanja. Lampu merah pemerintah apabila suatu saat tanggul jebol mempunyai hubungan paradigmatik dengan akibat hujan. lampu hijau dan lampu kuning (bahkan juga
Tanda-tanda konotatif yang ketika lampu hijau dan kuning mati), karena menunjukkan mitos kesigapan pemerintah ketiganya termasuk dalam tanda-tanda traf- juga tampak pada elemen uraian berita (ex- fic light.
emplar ).
Kata “optimalkan” berasal dari kata
“…BPLS terus memperbaiki tanggul yang
dasar “optimal” dan imbuhan “kan”. Opti-
terkikis hujan. Sedikitnya, 200 dump truck
mal adalah kata sifat atau adjektif yang
berisi pasir dan batu (sirtu) dipasok setiap
memiliki arti terbaik dan tertinggi, dan
hari. Material itu digunakan untuk
imbuhan “kan” menjadikannya sebagai kata memperkuat sisi luar tanggul agar lebih
kokoh.”
kerja (aktif). Sehingga, arti kata “optimalkan” adalah menjadikan paling baik atau
“Agar tidak mudah terkikis, BPLS juga
mengusahakan cara yang paling baik. menanami rumput di dinding luar tanggul” Penulis melihat penggunaan kata
“Penguatan tanggul itu terus dilakukan,
antisipasi dan optimalkan pada judul berita meski kondisi jalan licin. Alat berat juga
terlihat beroperasi di sekitar tanggul itu”
sebagai signs yang menandakan kesigapan pemerintah (dalam hal ini adalah BPLS)
“Kemudian, di bagian dalam, BPLS
dalam melakukan upaya mitigasi bencana. mencegah genangan air yang berlebihan.
Sebab, hal itu bisa mengancam kekuatan
Pada elemen tanda berikutnya, yaitu
tangul. Untuk itu, saluran air dipasang di
lead atau teras berita, wacana kesigapan
delapan titik. Tujuannya, air di dalam kolam
pemerintah ini semakin diperkuat dengan
bisa lancar mengalir keluar”
keberadaan tanda-tanda konotatif didalam
“Upaya itu masih ditambah pengoperasian
lead .
lima pompa disekitar tanggul. Pompa tersebut berguna untuk mengalirkan air
Musim hujan selalu menjadi momok bagi BPLS.
dari kolam”
Sebab, saat itulah kolam lumpur sering dipenuhi air hujan. Yang dikhawatirkan, tekanan air lebih
Keseluruhan uraian menyebutkan
kencang daripada lumpur, sehingga bisa
tindakan yang telah dilakukan oleh BPLS.
Berbagai kalimat yang digunakan dalam Tibanya musim hujan diibaratkan berita tersebut mengindikasikan kesigapan sebagai momok atau hantu yang menakutkan pemerintah (BPLS) dalam menghadapi karena dapat membuat tanggul tidak kuat musim hujan, yang selama ini menjadi menahan tekanan dari kolam lumpur dan ancaman serius terhadap tanggul. Media
mengancam tanggul
Jurnal Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Vol. 15, Nomor 2, November 2011
memilih menyajikan uraian mengenai Kehadiran tanda-tanda visual dalam langkah-langkah BPLS dalam memperkuat berita ini dan tanda verbal berupa caption tanggul, tetapi data mengenai debit hujan, foto memperkuat mitos tersebut: kekuatan tanggul, tekanan air maksimal yang dapat dibendung, tidak disajikan
Gambar 4.a. Aktivitas Penguatan Tanggul
dalam berita. Penyajian yang demikian dapat dimaknai sebagai upaya mendukung ide kesigapan pemerintah dalam mitigasi bencana, yaitu pemerintah telah meng- usahakan hal-hal yang terbaik dalam mencegah terjadinya bencana tanggul jebol.
Kini, elemen berikutnya adalah pemilihan (diksi) kata, frase, klausa, maupun kalimat, yang menjadikannya menonjol. Penulis menemukan kata dan frase yang menonjol dalam teks berita ini, yaitu, “tekanan air lebih kencang”, “terkikis air hujan”, “tekanan air dalam kolam sangat kuat”, “tanggul jebol dan tidak kuat
Tampak para pekerja dan dua alat berat menahan tekanan air tersebut”, “kondisi (ekskavator) yang bekerja di tanggul
jalan licin”, “tergerus air hujan”. lumpur, yang menandakan usaha Jika diamati, tanda-tanda diatas pemerintah untuk memperkuat tanggul.
membangun ide fenomena alam (hujan) Latar foto yang menampakkan bagian yang mengakibatkan tanggul jebol. kanan tanggul adalah kolam lumpur, dan Kehadiran liyan (the other) yaitu musim sebelah kiri tanggul adalah jalan Raya kemarau, tentu tidak akan mengakibatkan Porong yang dilalui oleh kendaraan- tanggul jebol. Bahwa tidak ada seorangpun kendaraan, seolah menunjukkan bahwa apa manusia yang memiliki daya melawan yang dilakukan oleh pemerintah adalah kehendak alam dalam menurunkan hujan tindakan patriotik yang mencegah bencana yang deras dan menakutkan. Ini adalah (lumpur panas) agar jangan sampai bentuk sikap permisif terhadap kejadian mengenai kehidupan manusia (Jalan Raya jebolnya tanggul.
Porong). Untuk itu, pemerintah bekerja Namun, ending berita kembali keras memperkuat tanggul.
menegaskan mitos kehadiran pemerintah Permasalahan lain yang muncul sebagai super hero dalam setiap peristiwa berkait dengan mitigasi adalah penanganan
genting, sehingga masyarakat tidak perlu terhadap semburan-semburan gas (bubbles) khawatir akan bahaya yang mengancam. yang muncul secara sporadis di kawasan Kutipan dari Humas BPLS menutup berita sekitar Porong. Semburan ini dijumpai di ini:
rumah-rumah warga, di rel kereta, jalan
“Secara keseluruhan tanggul aman.
Raya Porong, maupun di tempat-tempat
Perbaikan dan perawatan terus dilakukan.
lain. Munculnya bubbles ini menjadi
Alat berat juga dioptimalkan” Humas BPLS,
ancaman tersendiri karena sifatnya flameable
Achmad Zulkarnain”
atau mduah terbakar, meskipun dengan
“Tanggul yang tergerus air hujan langsung
kadar yang berbeda-beda.
diperbaiki, sehingga tetap kokoh” humas
Lagi-lagi, media melihat musim hujan
BPLS, Achmad Zulkarnain”
(gejala alam) sebagai pemicu munculnya
Putri Aisyiyah Rachma Dewi, Praktik Jurnalisme Lingkungan oleh Harian Jawa Pos
bubbles. Berikut adalah signs yang ada dalam keterangan Kepala Humas Badan Pe- berita tentang bubbles:
nanggulangan Lumpur Sidoarjo (BPLS), Achmad Zulkarnain, baik yang berupa
Tabel 4.4. Elemen Berita tentang Munculnya
kutipan langsung maupun tidak langsungl,
bubbles
yang terangkai menjadi sebuah paragraf.
Humas Badan Penanggulangan Lumpur Sidoarjo (BPLS) Achmad Zulkarnain membenarkan kondisi tersebut. Dia menjelaskan, tren itu biasa terjadi. Utamanya di musim hujan. Sebab, air di bawah tanah meningkat. “Air itu terdorong tekanan udara hingga menjadi semburan,” ucapnya.
Tanda-tanda yang menarik lain adalah penggunaan kata dan frase. Penulis melihat bahwa ada tanda-tanda konotatif yang dimunculkan. Frase “Musim hujan”, “rekahan tanah”, dan “air di bawah tanah” memunculkan interpretasi bahwa apa yang menyembur dari dalam tanah melalui rekahan-rekahan tanah ketika terjadi musim hujan adalah air tanah (ground water).
Kata “air bawah tanah” seolah mengindikasikan bahwa semburan tidaklah mengandung materi berbahaya. Bahkan, dengan menyebut “air bawah tanah yang menyembur ke permukaan”, memberikan gambaran kepada pembaca akan kesegaran air yang memancar dari rekahan tanah.
Kata “didominasi” (berasal dari kata “dominan”, artinya paling atau menguasai).
Lead yang digunakan, kembali memfokuskan
mengindikasikan bahwa materi semburan
diri pada musim hujan sebagai penyebab
bukanlah terdiri dari satu jenis belaka,
dari seluruh kekacauan yang ada di Porong.
melainkan lebih dari satu material, dimana
Hal ini dapat diamati dari kalimat pembuka lead :
persentasi paling besar (dominan) adalah gas mudah terbakar. Namun, gas apa yang
Musim hujan, semburan baru (bubble) mulai muncul. Utamanya di Kawasan Siring dan
dimaksud dan bagaimana sifat-sifatnya, apa
Ketapang. Semburan kali ini didominasi gas
pengaruhnya bagi lingkungan dan
mudah terbakar. Tapi, semburan tidak
kesehatan manusia, kadar mudah terbakar,
berlangsung lama
semua pertanyaan tersebut tidak terjawab Penyebutan musim hujan menjadi frase dalam berita. Juga ketika dikatakan
pembuka kalimat menunjukkan bahwa semburan tidak berlangsung lama, tidak ada yang menjadi titik fokus dalam berita ini satupun data penunjang yang dapat adalah datangnya musim hujan, bukan diverifikasi mengenai berapa lama munculnya bubbles itu sendiri. Ini diperkuat semburan berlangsung, apakah waktu dengan kutipan narasumber, yaitu menyembur satu bubble dengan bubble lain
bervariatif ataukah sama (karena saat berita
Jurnal Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Vol. 15, Nomor 2, November 2011
ini dimuat semburan yang terjadi ada 153 Pengamatan pertama dari elemen judul semburan di sekitar Siring dan Ketapang). berita. Judul yang dipilih oleh Jawa Pos adalah, “Percepat Relokasi rel KA”. Penulis
A.2. Berita Rehabilitasi Pasca Bencana memhami bahwa kata kunci dari judul ini Terdapat dua isu utama berkait dengan ada pada kata “percepat”. rehabilitasi bencana semburan lumpur
“Percepat” berasal dari kata dasar panas Sidoarjo, yaitu rehabilitasi sosial dan “cepat” yang memiliki arti cekatan; tangkas rehabilitasi infrastuktur. Selain karena (Kamus Besar Bahasa Indonesia Daring ancaman banjir lumpur, rehabilitasi ini juga dalam laman www.pusatbahasa.diknas.- mendesak karena terjadi penurunan tanah go.id). Dengan imbuhan per-, kata ini atau land subsidence.
menjadi kata kerja yang artinya adalah Pada berita tentang rehabilitasi upaya melakukan sesuatu menjadi lebih infrastruktur, penulis mengambil sebuah cepat. berita sebagai obyek yang diteliti, yaitu
Dalam judul tersebut, upaya yang berita mengenai relokasi rel kereta api yang dimaksud adalah melakukan relokasi rel berada tepat di samping tanggul. Berikut kereta api di daerah Porong yang sudah tak adalah tanda-tanda yang terdapat dalam layak pakai akibat semburan lumpur panas. elemen berita:
Kalimat aktif “percepat” memiliki
hubungan paradigmatik dengan segera;
Tabel 4.5. Elemen Berita tentang Rehabilitasi
Jalur Kereta Api
lekas. Kata “cepat” digunakan apabila berkaitan dengan peralihan waktu. Atau, dengan kata lain, percepat relokasi berkonotasi relokasi rel kereta api telah dilakukan dengan cepat, namun perlu waktu yang lebih cepat lagi untuk melakukannya. Mitos yang kembali muncul adalah kesigapan pemerintah dalam rehabilitasi bencana.
Kehadiran elemen-elemen tanda lain dalam berita memperkuat mitos tersebut, mulai dari pemilihan kata “diprioritaskan” yang mengindikasikan seolah relokasi rel kereta api menjadi program pemerintah yang utama daripada program-program yang lain. Ini tampak pada diksi “diprioritaskan”. Kemudian, pada kutipan narasumber yang dimuat:
“kami terus mendorong pembebasan tanah di jalur relokasi bisa dituntaskan tahun ini agar pembangunannya bisa dimulai 2012,” ungkap Wakil Menteri Perhubungan Bambang Susanto.
Kutipan yang diucapkan oleh wakil menteri perhubungan sebagai representasi pemerintah, mengindikasikan bahwa pemerintah terus melakukan upaya-upaya
Putri Aisyiyah Rachma Dewi, Praktik Jurnalisme Lingkungan oleh Harian Jawa Pos
agar relokasi bisa segera dilakukan. Seolah, Foto sebenarnya adalah bagian dari tahun 2012 ketika pembangungan berita yang fungsinya adalah untuk (rencananya) dimulai, adalah waktu yang memperteguh cerita yang terdapat dalam jaraknya singkat dengan waktu kejadian berita. Namun, pada perkembangannya pertama kali lumpur menyembur, yaitu 28 foto juga bisa memiliki ceritanya sendiri, dan Mei 2006.
dia menjadi sebuah berita yang berdiri Padahal, yang terjadi adalah, pada sendiri tanpa bersandar pada teks verbal bulan April 2010 telah dilakukan pantauan berita. Dalam berita foto ini, elemen berita oleh petugas dari PT. KAI, dan ditemukan hanya terdiri dari dua, yaitu visual image bahwa telah terjadi amblesan rel kereta api atau foto itu sendiri dan keterangan foto (cap- sedalam 60 sentimeter (Rel KA Ambles 60 tion ) yang menjadi isi berita, atau uraian Sentimeter , Jawa Pos 27 April 2010).
singkat yang bercerita tentang kejadian Grafis yang disajikan untuk yang terpotret dalam gambar. melengkapi berita menjadi tanda bahwa
Tabel 4.6. Elemen Berita Foto tentang
jalur kereta porong adalah jalur yang
Rehabilitasi Jalur Kereta Api
penting bagi perpindahan penduduk (transportasi warga). Porong sebagai wilayah suburban atau faubourgh yang mendukung kota-kota disekitarnya, sehingga relokasi rel kereta api menjadi mutlak dilakukan. Dan, dalam hal ini pemerintah telah menjadikannya sebagai program prioritas.
Gambar 4.c. Grafis kereta yang melintasi Porong
Tubuh berita dalam sebuah berita foto ada pada caption atau keterangan foto yang disertakan untuk mendampingi sebuah karya fotografi. Dalam teks ini caption yang
Penulis juga mengamati sebuah berita
diamati berbunyi:
foto yang meng-capture kondisi rel kereta api di daerah Porong, sebagai berikut:
Rel Bergelombang: Tampak kereta api melintas di rel yang bergelombang di sekitar
Gambar 4.d. Berita Foto Kondisi Rel tanggul semburan lumpur Lapindo. Bentuk rel itu tidak lagi lurus karena adanya penurunan tanah di daerah tersebut. Untung, sejauh ini rel itu masih bisa dilalui meski laju kereta juga sedikit bergoyang- goyang
Meskipun berita ini menyatakan bahwa kondisi rel disekitar tanggul telah bergelombang karena adanya land subsid- ence atau penurunan tanah di wilayah Porong, namun bentuk kalimat penging- karan yang ditandai denga kata ‘untung’
Jurnal Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Vol. 15, Nomor 2, November 2011
dan ‘meski’, adalah bentuk praktik yang
Tabel 4.7. Elemen Berita tentang Rehabilitasi
menggambarkan bagaimana produsen teks
Permukiman Warga
menyembunyikan apa yang ingin diekspresikan secara implisit.
Bagi van Dijk, pengingkaran adalah sebuah elemen di mana kita bisa mem- bongkar sikap atau ekspresi produsen teks secara tersembunyi. Bahwa sebenarnya jurnalis menganggap kondisi rel Porong tidaklah berbahaya meskipun bergelombang dan mengalami penurunan tanah. Kesan ini diperkuat dengan gambar visual kereta api yang melintas, yang mengindikasikan bahwa rel tersebut masih dapat dioperasionalkan seperti biasa, sebelum ada bencana lumpur panas Sidoarjo.
Isu kedua adalah rehabilitasi sosial atau perbaikan yang berkaitan dengan kehidupan sosial warga Porong. Peneliti menemukan rehabilitasi sosial terrepresen- tasikan dalam berita-berita yang mengulas permukiman warga Porong pasca tenggelamnya wilayah Porong. Berikut adalah elemen-elemen tanda yang ditemukan oleh peneliti dalam berita rehabilitasi permukiman warga.
Judul dengan bentuk kalimat pengingkaran kembali digunakan dalam berita ini, “Meski kecil, Kerinduan Memiliki Rumah Terobati”. Kata “kecil” yang sebenarnya menunjukkan adanya perubahan dari yang dahulu memiliki rumah besar, dan kini menjadi rumah kecil. Ukuran rumah besar dijelaskan dalam exemplaar atau uraian berita, yaitu rumah yang memiliki luas 10x12, plus pekarangan dan garasi untuk dua mobil. Implikasi penggunaan kata ‘meski” adalah mengingkari kata “kecil” itu sendiri, apalagi kemudian diikuti dengan kalimat
Putri Aisyiyah Rachma Dewi, Praktik Jurnalisme Lingkungan oleh Harian Jawa Pos
“Kerinduan Memiliki Rumah Terobati”,
A.3. Berita Pencemaran Lingkungan sehingga fokus dari judul ini bergeser pada Porong “kebahagiaan” yang tengah dialami warga
Penyebab pencemaran di area Porong korban lumpur.
selama ini adalah semburan lumpur yang Dalam level sintaksis, pemilihan terdiri dari bermacam materi, termasuk gas beberapa frase, seperti, “Mewujudkan yang dapat mencemari lingkungan. impian”, “kehidupan baru”, “mengobati Namun, dalam berita ini media menoleransi penderitaan”, adalah frase-frase yang hal tersebut. Dari tanda-tanda yang diamati berkonotasi adanya kehidupan yang lebih oleh penulis pada berita berkait pencemaran baik. Jika diukur dari kehidupan warga lingkungan, penulis melihat bahwa Jawa Pos pada saat tinggal di pengungsian, memang dalam pemberitaannya menyepelekan fakta apa yang didapatkan warga dengan adanya bahwa lingkungan Porong telah tercemar permukiman baru tersebut adalah sebuah dan berbahaya bagi kehidupan manusia. peningkatan taraf hidup, atau dengan kata Jawa Pos melihat fakta adanya semburan lain perbaikan (rehabilitasi) sosial berhasil. adalah sesuatu yang sudah terjadi dan Namun, apabila ditinjau dari segi kehidupan masyarakat Porong pun harus warga sebelum wilayah mereka tenggelam membiasakan diri dengan hal tersebut. oleh lumpur, maka lingkungan yang
Berikut elemen-elemen tanda yang sekarang adalah degradasi taraf hidup.
diamati oleh peneliti:
Mitos keberhasilan rehabilitasi juga
Tabel 4.8. Elemen Berita tentang Pencemaran
muncul dalam elemen visual berita atau foto.
Lingkungan
Foto yang menampilkan gambar rumah- rumah yang hampir jadi dan beberapa or- ang yang sedang mengerjakan proses pembangunannya, mengindikasikan bahwa upaya perbaikan masih terus dilakukan. Ini diperkuat dengan caption, “Kebut: Warga korban lumpur membenahi rumah yang sudah mereka tempati”. Kata “sudah” dalam keterangan tersebut mengaburkan fakta bahwa warga baru saja mendapatkan rumah tersebut, setelah rumah mereka tergenang lumpur empat tahun lalu.
Gambar 4.d. Permukiman baru warga korban lumpur
Jurnal Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Vol. 15, Nomor 2, November 2011
Dalam judul ini anak-anak
Gambar 4.f. Anak-anak Menyulut Gas
disandingkan dengan kata “akrab” yang menandakan hubungan kedekatan dan persahabatan. Dengan kata lain, akrab menandakan sebuah relasi yang positif antara satu hal dengan yang lain. Misalkan pada kalimat “Mereka telah akrab sejak di bangku kuliah” atau “Akrab dengan saudara”.
Penggunaan kata ‘akrab’ dalam judul berita diatas mereduksi nilai positif itu sendiri karena obyek yang mengikuti adalah gas (sesuatu yang berbahaya). Atau bisa jadi reduksi tersebut tidak terjadi pada nilai
kekariban, namun pada “gas” sebagai obyek.
Lead berita yang menggunakan kiasan, alah bisa karena biasa, yang memiliki Berita tentang Kejahatan Lingkungan arti “segala kesukaran dan sebagainya tidak
Menjelang peringatan empat tahun akan terasa lagi sesudah terbiasa” (Kamus semburan lumpur panas Sidoarjo, media
Besar Bahasa Indonesia Daring, massa kembali menengok akar w w w. p u s a t b a h a s a . d i k n a s . g o . i d ) , permasalahan kasus ini, yaitu sebuah kasus menandakan permafhuman pada kondisi lingkungan. Wacana mengenai berbagai sekitar. Hal ini diperkuat dengan kehadiran permasalahan yang hingga kini belum elemen frase “dengan santai” dan “tanpa terselesaikan pun muncul pada periode rasa takut”, Jawa Pos berfokus pada April-Mei. Misalkan sebuah berita: “keberanian” masyarakat sekitar Porong, “Memegang Janji Selicin Lumpur: Empat tanpa ada penjelasan lain di dalam berita Tahun Berlalu, Banyak komitmen Belum mengenai bahaya besar yang mereka hadapi Terpenuhi” (27/05) atau berita Empat Tahun, akibat lingkungan yang tercemar.
Kasus Makin kelam (29/05). Pernyataan Humas BPLS yang dikutip
Dalam dua berita tersebut, media massa dalam berita, bahwa pelaku pembakaran mencoba bersikap kritis terhadap
gas adalah orang iseng, juga menunjukkan penyelesaian kasus hukum Lapindo ketidakpekaan terhadap bahaya Brantas. Akan tetapi, media terjebak pada pencemaran.
perdebatan apakah ini sebagai sebuah bencana alam ataukah kesalahan manusia yang mengakibatkan bencana lumpur ini.
Pada berita-berita empat tahun ini, para aktivis lingkungan baru mendapatkan tempat untuk bersuara, dan untuk sementara BPLS sebagai sumber informasi ditinggal oleh media. Para aktivis tentu memiliki frame bahwa Lapindo adalah satu-
Putri Aisyiyah Rachma Dewi, Praktik Jurnalisme Lingkungan oleh Harian Jawa Pos
satunya pihak yang bertanggung jawab
Tabel 4.10. Elemen Berita 2 tentang Kasus
terhadap bencana ini. Dan, ketika aparat
Hukum Lingkungan
hukum menerbitkan SP3 (Surat Perintah Penghentian Penyidikan), maka Jawa Posmenjadi corong environmentalis yang ikut mencurigai ada apa dibalik penerbitan SP3 tersebut. Namun, yang disayangkan adalah media massa masih terjebak pada perdebatan asal-muasal semburan, apakah kesalahan pengeboran yang dilakukan oleh PT. Lapindo atau faktor alam (natural disas- ter ).
Tabel 4.9. Elemen Berita 1 tentang Kasus Hukum Lingkungan
Jurnal Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Vol. 15, Nomor 2, November 2011
Media massa kembali tidak melakukan mengganggu upaya pengawetan air, fungsi investigating dan menjadi advokat
dan/ atau mengakibakan pencema- lingkungan, karena mereka terjebak pada
ran air sebagaimana dimaksud dalam diskursus bencana alam dan kesalahan
pasal 24; atau
Lapindo tersebut. Media menutup mata b. Setiap orang yang karena kelalaian- nya melakukan kegiatan yang dapat
terhadap jerat-jerat pasal lain yang dapat mengakibatkan terjadinya daya dikenakan terhadap Lapindo Brantas, - rusak air sebagaimana dimaksud
bahkan- meskipun bencana lumpur dalam pasal 52.” dianggap sebagai bencana alam. Karena, dengan kesengajaan Lapindo tidak - Pasal 188 Kitab Undang-undang
menggunakan casing dalam mengebor
Hukum Pidana
menjadi salah satu pemicu (trigger) “Barang siapa karena kesalahan (kealpaan) menyebabkan kebakaran,
terjadinya bencana dan berdampak pada ledakan atau banjir, diancam dengan kerusakan fasilitas umum. pidana penjara paling lama lima tahun
Setidaknya ada 5 pasal pidana yang atau pidana kurungan paling lama satu dapat dikenakan pada Lapindo Brantas Inc.
tahun atau pidana denda paling banyak dalam kasus ini, yaitu:
empat ribu lima ratus, jika karena - perbuatan itu timbul bahaya umum Pasal 42 ayat (1) Undang-undang No. bagi barang, jika karena perbuatan itu
23 Tahun 1997 Pengelolaan Ling- timbul bahaya bagi nyawa orang lain,
kungan Hidup atau jika karena perbuatan itu “Barangsiapa yang karena kealpaannya
mengakibatkan orang mati” melakukan perbuatan yang
mengakibatkan pencemaran dan atau - Pasal 40 Undang-undang No. 13 Tahun perusakan lingkungan hidup, diancam
1992 tentang Perkeretaapian dengan pidana penjara paling lama 3
“Barangsiapa melakukan perbuatan (tiga) tahun dan denda paling banyak
yang mengakibatkan rusaknya, mengu- Rp. 100.000.000,00 (seratus juta ru-
rangi nilai atau tidak tidak dapat piah)”
berfungsinya atau tidak dapat berfung- sinya secara sempurna sarana dan atau
- Pasal 64 Ayat (1) Undang-undang No. prasarana kereta api, dipidana dengan
38 Tahun 2004 tentang Jalan pidana kurungan paling lama 3 (tiga)
“Setiap orang yang karena kelalaiannya bulan atau denda setinggi-tingginya Rp. mengakibatkan terganggunya fungsi
3.000.000,00 (tiga juta rupiah) dan jalan di dalam ruang manfaat jalan,
diwajibkan membayar ganti rugi sebagaimana dimaksud dalam pasal 12
kepada badan penyelenggara” ayat (1), dipidana dengan pidana
kurungan paling lama 3 (tiga) bulan - Pasal 33 Undang-undang No. 11 Tahun atau denda paling banyak Rp.
1967 tentang Ketentuan-ketentuan 300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah)” Pokok Pertambangan - Pasal 95 ayat (1) Undang-undang No. “Dihukum dengan hukuman kurungan
7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air selama-lamanya tiga bulan dan atau
“Dipidana dengan pidana penjara pal- dengan denda setinggi-tingginya
ing lama 18 (delapan belas) bulan dan sepuluh ribu rupiah: denda paling banyak Rp. 300.000.000
a. Pemegang kuasa pertambangan (tiga ratus juta rupiah):
yang tidak memenuhi atau tidak a. Setiap orang yang karena kelalaian-
melaksanakan syarat-syarat yang nya mengakibatkan kerusakan
berlaku menurut undang-undang sumber daya air dan prasarananya,
ini dan/atau undang-undang ter-
Putri Aisyiyah Rachma Dewi, Praktik Jurnalisme Lingkungan oleh Harian Jawa Pos
maksud dalam keputusan menteri atau amblesnya rel kereta api yang dalam yang diberikan berdasarkan undang- selang satu hari setelah berita yang undang ini dan/atau undang-undang menyatakan aman ternyata ambles- ternyata yang termaksud dalam pasal 13
tidak muncul.
b. Pemegang kuasa pertambangan Dari hasil pengamat, peneliti yang tidak melakukan perintah- menyimpulkan telah terjadi pengaburan perintah dan atau petunjuk- petunjuk yang berwajib berdasar fakta-fakta empiris, diantaranya mengenai
undnag-undang ini. mitigasi lingkungan yang dilakukan oleh pemerintah, gagalnya media massa melihat
Penutup andil aktivitas pengeboran tanpa casing yang Jurnalisme lingkungan adalah kegiatan dilakukan Lapindo dalam memicu bencana
menulis dengan sebuah tujuan, lumpur Sidoarjo, masalah rehabilitasi menyuarakan kepada publik, menyajikan lingkungan, dan lain-lain. Yang mana, hal ini data akurat, dan sebagai basis dari membawa implikasi legal terhadap partisipasi informasi dalam proses perusahaan milik Aburizal Bakrie itu. Namun, pengambilan keputusan berkait isu-isu media gagal melihat persoalan tersebut. lingkungan. Ada tiga tuntutan dari
Dalam persoalan pencemaran lingku- jurnalisme lingkungan terhadap produk ngan pun, media massa masih belum
berita lingkungan, yaitu informatif, menyediakan informasi yang memadai, edukatif, dan preventif.
bahkan terkesan mengecilkan dampak Dari analisis dan pembahasan yang semburan lumpur terhadap degradasi
telah dilakukan, kesimpulan yang dapat lingkungan. diambil adalah dalam berita-berita insiden
Berdasarkan temuan-temuan diatas, semburan lumpur panas Sidoarjo, Jawa Pos maka media massa juga gagal memberikan
memunculkan beberapa isu lingkungan, informasi yang edukatif dan prefentiv. Karena, yaitu: mitigasi lingkungan yang meliputi informasi yang diberikan hanya berangkat penanganan tanggul ketika musim hujan, dari peristiwa, namun belum merupakan drainase, dan persoalan penanganan bubbles; analisis kondisi yang sifatnya kritis, sehingga kemudian, isu kedua adalah upaya dapat memberikan prediksi-prediksi apa yang rehabilitasi yang meliputi rehabilitasi sosial akan terjadi pada Porong di masa mendatang. dan lingkungan fisik atau infrastruktur di
Peneliti melihat ketidakmampuan Jawa wilayah Porong; Ketiga, masalah Pos dalam menyajikan informasi karena me-
pencemaran wilayah Porong; Dan terakhir, dia tersebut cenderung mencari kemudahan masalah pelanggaran hukum lingkungan. dalam proses pengumpulan fakta sebuah
Koran Jawa Pos dalam pemberitaan berita. Inilah yang kemudian disebut sebagai kasus lingkungan semburan Lumpur Panas jurnalisme paket atau pack journalism. Sidoarjo belum dapat menghasilkan produk
Jawa Pos masih menuruti selera pasar jurnalisme lingkungan yang informatif. Jawa akan berita-berita yang sifatnya ringan dan
Pos cenderung menerima dan memahami tidak menjenuhkan. Sementara, beat pesan lingkungan berdasarkan press release lingkungan adalah persoalan yang cukup dari pihak pemerintah (BPLS) maupun berat (karena sifatnya hampir sama dengan korporat (PT. Lapindo Brantas Inc.). scientific ), bukan berangkat dari persoalan Sehingga, beberapa fakta di lapangan yang yang ada tetapi diharapkan mapu melihat seharusnya muncul dalam pemberitaan - sebuah potensi persoalan, dan lebih misalkan tentang material yang menyembur menekankan pada perspektif lingkungan. dari bubbles dan kadar yang diperbolehkan,
Jurnal Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Vol. 15, Nomor 2, November 2011
Tulisan ini diharapkan dapat menjadi Potter, Deborah. (2006). Buku Pegangan pembuka wacana untuk mendiskusikan
Jurnalis Independen . Biro Program praktik jurnalisme lingkungan lebih lanjut.
Informasi Internasional Departemen Apalagi, saat ini insiden-insiden lingkungan
Luar Negeri Amerika Serikat secara sporadis terjadi di banyak tempat di Rademakers, Lisa. (2004). Examining The berbagai negara. Selain itu, diperlukan
Handbooks of Environmental Journalism: upaya yang berkelanjutan untuk
A Qualitative Documents Analysis & merumuskan sebuah pedoman etik
Response to the Literature , University of bagaimana sebuah liputan lingkungan
South Florida
seharusnya dilakukan oleh media. Irawan, Andri. (2007). Pertanggungjawaban
Pidana atas Semburan Lumpur Panas PT. Lapindo Brantas . Fakultas Hukum Uni-
Daftar Pustaka
versitas Airlangga Patel, Samir S. (2006). ‘Island Understand-
ing’: Environmental Journalism in The Barthes, Roland. (2004). Mitologi (terj). Kreasi
South Pacific , Pacific Journalism Review Wacana: Jogjakarta
Whitney, Daisy. “Environmental Journalism’s Chernobyl Legacy: Health, Environmental &
New Focus ”, Television Week. Vol. 26 Socio-Economic Impacts and Recommen-
September 2005
dations to The Government of Belarus, www.greenpressnetwork.wordpress.com
The Russian Federation and Ukraine , diterbitkan oleh The Chernobyl Forum, Chameides, Bill. “The Sorry State of Environ- 2005
mental Journalism”, www.huffing- tonpost.com . 11 Maret 2009
Cox, Robert. (2010). Environmental Commu- nication And The Public Sphere (2nd ed.) . www.wwf.org Thousand Oaks, CA: Sage Publications www.nau.edu
Ida, Rachmah. (2010). Metode Penelitian www.siej.org Studi Media dan Budaya . Departemen Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan www.pucsr.br Ilmu Politik Universitas Airlangga
Keating, Michael. (1993). Covering The En- vironment: A Handbook of Environmen- tal Journalism . The University of West- ern Ontario
PERSYARATAN NASKAH UNTUK JURNAL ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK (JSP)
1. Naskah yang ditulis untuk JSP meliputi hasil penelitian, baik penelitian lapangan maupun penelitian pustaka dan artikel refleksi anaisis fenomena sosial politik.
2. Naskah ditulis dalam Bahasa Indonesia atau Inggris. Sistematika naskah hasil penelitian adalah judul, nama penulis, abstrak disertai kata kunci, pendahuluan, metode, pembahasan atau analisis, simpulan, serta daftar rujukan.
3. Naskah diketik dengan program Microsoft Word di atas kertas HVS Kuarto sekitar 5000-6000 kata dengan huruf Times New Roman ukuran 12 pts.
4. Naskah diserahkan langsung kepada redaksi atau juga dapat melalui attachment e- mail ke alamat: jspugm@gmail.com.
5. Judul artikel dalam Bahasa Indonesia tidak boleh lebih dari 14 kata, sedangkan judul dalam Bahasa Inggris tidak boleh lebih dari 12 kata. Judul dicetak dengan huruf kapital di tengah-tengah dengan ukuran huruf 14 poin.
6. Nama penulis artikel dicantumkan tanpa gelar akademik, disertai lembaga asal, dan ditempatkan di bawah judul artikel. Dalam hal naskah ditulis oleh tim, penyunting hanya berhubungan dengan penulis utama atau penulis yang namanya tercantum dalam urutan pertama. Penulis utama harus mencantumkan alamat korespodensi atau e-mail.
7. Abstrak dan kata kunci ditulis dalam dua bahasa (Indonesia dan Inggris). Panjang masing-masing abstrak 75-100 kata, sedangkan jumlah kata kunci 3-5 kata. Abstrak minimal berisi tujuan, metode, dan hasil penelitian.
8. Tabel dan gambar harus diberi judul, berspasi tunggal, nomor dan sumber harus jelas. Jika terdapat foto atau gambar, sebaiknya dalam format hitam putih.
9. Daftar rujukan hanya memuat sumber-sumber yang dirujuk, dan semua sumber yang dirujuk harus tercantum dalam daftar rujukan. Sumber rujukan minimal 80% berupa pustaka terbitan 10 tahun terakhir. Rujukan yang digunakan adalah sumber-sumber berupa artikel-artikel penelitian dalam jurnal atau laporan penelitian (termasuk skripsi, tesis, disertasi, buku, dab publikasi lainnya yang relevan). Artikel yang dimuat di JSP disarankan untuk digunakan sebagai rujukan.
10. Perujukan dan pengutipan menggunakan teknik rujukan berkurung (nama akhir, tahun). Pencantuman sumber pada kutipan langsung hendaknya disertai keterangan tentang nomor halaman tempat asal kutipan. Contoh: (Laclau, 1989: 81).
11. Cek setiap rujukan artikel untuk akurasi dan pastikan setiap karya yang dikutip dalam artikel ditulis dalam Daftar Pustaka atau Rujukan. Karya-karya yang tidak dikutip, tetapi tercantum dalam Daftar Pustaka atau Rujukan akan dihilangkan oleh penyunting.
12. Daftar rujukan disusun dengan tata cara seperti contoh berikut ini dan diurutkan secara alfabetis dan kronologis.
Jurnal Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Vol. 15, Nomor 2, November 2011
Buku: Anderson, B. (1983). Imagined Communities. London: Verso.
Buku kumpulan artikel: Saukah, A. & Waseso, M.G. (Eds)/ 2002. Menulis Artikel untuk Jurnal Ilmiah (Edisi ke-
4, cetakan ke-1). Malang: UM Press Artikel dalam buku kumpulan artikel:
Curran, J. (1991). Rethinking the Media as a Public Sphere 4. Artikel dalam jurnal atau majalah:
Haryanto, Ignatius. (2008). Industri media membesar, bagus untuk bisnis, tapi untuk demokrasi?. Jurnal Sosial Demokrasi. Vol. 3 No. 1 Edisi Juli-September.
Artikel dalam Koran: Pramono, Sidik. 12 Desember 2011. Menagih Hanji (De)sentralisasi. Kompas, hlm. 6.
Tulisan/berita dalam Koran (tanpa nama pengarang): Kompas. 8 Desember, 2011. Pemilihan Pimpinan KPK: Antara Pakta Integritas dan
Independensi, hlm. 3. Dokumen resmi:
Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa. 1978. Pedoman Penulisan Laporan Penelitian . Jakarta: Depdikbud. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 2 tentang Sistem Pendidikan Nasional. 1990. Jakarta: PT. Armas Duta Jaya.
Buku terjemahan: Hennesssy, Bernard. (1989). Pendapat Umum. Edisi keempat, terjemahan Amiruddin
Nasution. Jakarta: Penerbit Erlangga. Makalah, Skripsi, Tesis, Disertasi, Laporan Penelitian:
Dhakidae, D. (1991). The State, The Rise of Capital and the fall of Political Journalism: Political Economy of Indonesia News Industry. Disertasi PhD tidak diterbitkan, Ithaca, New York: Cornell University.
Suwannathat-Pian, K. (2004, 5-7 Februari). Question of Identity of the Muslims in South ern Thailand, A Comparative Examination of Responses of the Sam-Sams in Satun and of the Thai Malay Muslim in the Three Provinces of Yala, Narathiwat, and Pattani to Thailand’s Quest for National Identity. Paper presented at the A Plural Peninsula: Historical Interaction among the Thai, Malays, Chinese and Others, Nakhon Si Thammarat.
Internet (karya individual): Clancy, Robert. (2011). Etnics of Democracy. (Online). (http://www.cooperativeindividua
lism.org/clancy-robert_ethics-of-democracy.html, diakses 14 Juni 2011). Internet (artikel dalam jurnal online):
Kuncoro, Mudrajad. (2011). The Global Economic Crisis and Its Impact on Indonesia’s Education. Journal of Indonesian Economy and Business (Online), Volume 26, No.1, 2011 (http://jebi.feb.ugm.ac.id/, diakses 29 Desember 2011).
Internet (bahan diskusi): Wilson, D. 20 November 2005. Summary of Citing Internet Sites. NETTRAIN Discus
sion List. (Online), (NETRAIN@ubvm.cc.buffalo.edu, diakses 22 November 1995)
13. Semua naskah ditelaah secara anonim oleh mitra bebestari (reviewers) yang ditunjuk oleh penyunting menurut bidang kepakarannya. Penulis diberi kesempatan untuk melakukan perbaikan (revisi) naskah atas dasar rekomendasi/saran dari mitra bebestari atau penyunting. Kepastian pemuatan atau penolakan akan diberitahu melalui alamat e-mail Penulis.
14. Penyunting mempunyai hak untuk mengubah dan memperbaiki ejaan, tata tulis, dan tata bahasa naskah yang dimuat.
15. Segala sesuatu yang menyangkut perizinan pengutipan atau penggunaan software komputer untuk pembuatan naskah atau ihwal lain yang terkait dengan HaKI yang dilakukan oleh penulis, berikut konsekuensi hukum yang mungkin timbul karenanya, menjadi tanggung jawab penuh penulis.
16. Penulis yang artikelnya dimuat akan mendapatkan honorarium dan bukti pemuatan sebanyak 3 (tiga) eksemplar dan cetak lepas sebanyak 5 (lima) eksemplar. Artikel yang tidak dimuat tidak akan dikembalikan, kecuali atas permintaan pe
Jurnal Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Vol. 15, Nomor 2, November 2011
Tampak Depan
Tampak Belakang