Asas-asas Hukum Perjanjian PENERAPAN PASAL-PASAL KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA PADA JUAL BELI BANGUNAN RUMAH DALAM AKTA NOTARIS - Diponegoro University | Institutional Repository (UNDIP-IR)

keberatan maka perjanjian itu tetap dianggap sah. Syarat ketiga dan keempat apabila tidak terpenuhi maka perjanjian itu batal demi hukum, artinya dari semula perjanjian itu dianggap tidak pernah ada.

3. Asas-asas Hukum Perjanjian

Didalam hukum perjanjian dikenal lima asas yaitu: 25 1. Asas kebebasan berkontrak Asas kebebasan berkontrak dapat dianalisa dari ketentuan Pasal 1338 Kitab Undang-undang Hukum Perdata, yaitu semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya. Jadi asas ini memberikan kebebasan kepada para pihak untuk: a. Membuat atau tidak membuat perjanjian. b. Mengadakan perjanjian dengan siapapun. c. Menentukan isi perjanjian, pelaksanaan, dan persyaratannya. d. Menentukan bentuknya perjanjian, yaitu tertulis atau lisan. Asas kebebasan berkontrak ini juga dibatasi bahwa perjanjian yang dibuat oleh para pihak tidak dilarang oleh undang-undang, tidak bertentangan dengan ketertiban umum dan tidak bertentangan dengan kesusilaan Pasal 1337 Kitab Undang-undang Hukum Perdata. 2. Asas Konsensualisme 25 Salim HS, Ibid, Hal.9-13. Asas ini dapat diketahui dari Pasal 1320 ayat 1 Kitab Undang-undang Hukum Perdata. Dalam pasal ini ditentukan bahwa salah satu syarat sahnya perjanjian yaitu adanya kesepakatan kedua belah pihak. Asas konsensualisme merupakan asas yang menyatakan bahwa perjanjian pada umumnya tidak diadakan secara formal, tetapi cukup dengan adanya kesepakatan kedua belah pihak lisan. Kesepakatan merupakan persesuaian antara kehendak dan pernyataan yang dibuat oleh kedua belah pihak. 3. Asas Pacta Sunt Servanda. Asas ini disebut juga sebagai asas kepastian hukum, asas ini berhubungan dengan akibat perjanjian, Asas Pacta Sunt Servanda merupakan asas bahwa hakim atau pihak ketiga harus menghormati substansi kontrak yang dibuat oleh para pihak, sebagaimana layaknya sebuah undang-undang, mereka tidak boleh melakukan intervensi terhadap substansi perjanjian yang dibuat oleh para pihak. Asas ini dapat diketahui dari Pasal 1338 ayat 1 Kitab Undang-undang Hukum Perdata bahwa perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang. 4. Asas Itikad Baik Asas itikad baik dapat diketahui dari Pasal 1338 ayat 3 Kitab Undang- undang Hukum Perdata, yaitu perjanjian harus dilaksanakan dengan itikad baik. Asas itikad baik merupakan asas bahwa para pihak yaitu pihak kreditur dan debitur, harus melaksanakan substansi perjanjian berdasarkan kepercayaan dan keyakinan yang teguh atau kemauan baik dari para pihak. Asas itikad baik baik ini terbagi menjadi dua yaitu: a. Itikad baik nisbi subjektif biasanya orang memperhatikan sikap dan tingkah laku yang nyata dari subjek. b. Itikad baik mutlak merupakan penilaian terletak pada akal sehat dan keadilan, dibuat ukuran yang objektif untuk menilai keadilan penilaian tidak memihak menurut norma-norma yang objektif. 5. Asas Kepribadian personalitas Merupakan asas yang menentukan bahwa seseorang yang akan melakukan dan atau membuat perjanjian hanya untuk kepentingan perseorangan saja. Hal ini dapat diketahui dalam Pasal 1315 dan Pasal 1340 Kitab Undang-undang Hukum Perdata. Pasal 1315 Kitab Undang- undang Hukum Perdata menyebutkan pada umumnya seseorang tidak dapat mengadakan perikatan atau perjanjian selain untuk dirinya sendiri. Inti ketentuan ini bahwa seseorang yang mengadakan perjanjian hanya untuk kepentingan diri sendiri. Lebih lanjut Pasal 1350 Kitab Undang- undang Hukum Perdata menyebutkan perjanjian hanya berlaku antara pihak yang membuatnya. Ini berarti bahwa perjanjian yang dibuat oleh para pihak hanya berlaku bagi mereka yang membuatnya, namun ketentuan ini ada pengecualian sebagaimana diintrodusir dalam Pasal 1317 Kitab Undang-undang Hukum Perdata, yang menyebutkan bahwa dapat pula perjanjian diadakan untuk kepentingan pihak ketiga, bila suatu perjanjian yang dibuat untuk diri sendiri, atau suatu pemberian kepada orang lain, mengandung suatu syarat semacam itu. Pasal ini mengkonstruksikan bahwa seseorang dapat mengadakan perjanjian untuk kepentingan pihak ketiga dengan suatu syarat yang ditentukan.

4. Jenis-jenis Perjanjian