Umum Penelitian Penggunaan Abu Boiler Yang Sudah Ada

40

BAB III METODE PENELITIAN

3.1 Umum

Pelaksanaan penelitian dilakukan secara eksperimental, yang dilakukan di Laboratorium Teknologi Bahan Konstruksi, Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Sumatera Utara. Objek dalam penelitian ini adalah beton mutu 25 MPa yang menggunakan Abu Boiler sebagai pengganti terhadap berat semen dengan varian campuran 0, 10, 15, 20, 25, dan 30,. Sedangkan pengujian kuat tekan, modulus elastisitas, dan modulus patahan dilakukan setelah beton berumur 7, 14 dan 28 hari. Agar diharapkan hasil penelitian yang memuaskan maka digunakan metode penelitian dalam pelaksanaannya. Pelaksanaan metode penelitian yang dilakukan meliputi hal-hal sebagai berikut : a. Penyediaan bahan penyusun beton. b. Pemeriksaan bahan. c. Perencanaan campuran beton Mix Design. d. Pembuatan benda uji. e. Pemeriksaan nilai slump. f. Pengujian kuat tekan beton umur 7, 14 dan 28 hari. g. Pengujian elastisitas beton umur 7, 14 dan 28 hari. h. Pengujian Flexure beton umur 7, 14 dan 28 hari. Universitas Sumatera Utara 41 Diagram Alir Pembuatan Beton Normal dan Beton Abu Boiler Gambar 3. 1. Diagram Alir Pembuatan Beton Normal dan Beton Abu Boiler Mulai Persiapan Bahan dan Alat Pemeriksaan Bahan Uji Pendahuluan Perencanaan Campuran Beton Pembuatan Adukan Beton Pencetakan Beton Slump Pengecekan Nilai Slump Perawatan Beton Perendaman Pengujian Analisa Data Penguji Selesai Universitas Sumatera Utara 42

3.2 Bahan-bahan penyusun beton

Bahan penyusun beton terdiri dari semen portland, agregat halus, agregat kasar dan air. Sering pula ditambah bahan campuran tambahan yang sangat bervariasi untuk mendapatkan sifat-sifat beton yang diinginkan. Biasanya perbandingan campuran yang digunakan adalah perbandingan jumlah bahan penyusun beton yang lebih ekonomis dan efektif.

3.2.1 Semen Portland

Semen Portland termasuk semen yang dihasilkan degan cara menghaluskan clinker yang terutama terdiri dari silika – silika kalsium yang bersifat hidrolis dengan gips sebagai bahan tambahan. Semen Portland yang dipakai untuk struktur harus mempunyai kualitas tertentu yang telah ditetapkan agar dapat berfungsi secara efektif. Sifat-sifat fisik semen yaitu : a. Kehalusan Butir Kehalusan semen mempengaruhi waktu pengerasan pada semen. Secara umum, semen berbutir halus meningkatkan kohesi pada beton segar dan dapat mengurangi bleeding kelebihan air yang bersama dengan semen bergerak ke permukaan adukan beton segar, akan tetapi menambah kecendrungan beton untuk menyusut lebih banyak dan mempermudah terjadinya retak susut. b. Waktu ikatan Waktu ikatan adalah waktu yang dibutuhkan untuk mencapai sutu tahap dimana pasta semen cukup kaku untuk menahan tekanan. Waktu tersebut Universitas Sumatera Utara 43 terhitung sejak air tercampur dengan semen. Waktu dari pencampuran semen dengan air sampai saat kehilangan sifat keplastisannya disebut waktu ikat awal, dan pada waktu sampai pastanya menjadi massa yang keras disebut waktu ikat akhir. Pada semen portrland biasanya batasan waktu ikaran semen adalah :  Waktu ikat awal 60 menit  Waktu ikat akhir 480 menit Waktu ikatan awal yang cukup awal diperlukan untuk pekerjaan beton, yaitu waktu transportasi, penuanga, pemadatan, dan perataan permukaan. c. Panas hidrasi Silikat dan aluminat pada semen bereaksi dengan air menjadi media perekat yang memadat lalu membentuk massa yang keras. Reaksi membentuk media perekat ini disebut hidrasi. d. Pengembangan volume lechathelier Pengembangan semen dapat menyebabkan kerusakan dari suatu beon, karena itu pengembangan beton dibatasi sebesar ± 0,8 A.M Neville, 1995. Akibat perbesaran volume tersebut , ruang antar partikel terdesak dan akan timnul retak – retak. Sesuai dengan kebutuhan pemakaian semen yang disebabkan oleh kondisi lokasi ataupun konisi tertentu yang dibutuhkan pada pelaksanaan konstruksi, dalam perkembangannya dikenal berbagai jenis semen portland, antaralain : 1. Tipe I digunakan pada konstruksi beton secara umum yang tidak memerlukan persyaratan khusus lainnya. Universitas Sumatera Utara 44 2. Tipe II digunakan pada konstruksi yang memerlukan ketahanan terhadap sulfat atau panas hidrasi yang sedang. 3. Tipe III digunakan jika menuntut persyaratan kekuatan awal yang tinggi setelah pengikatan terjadi. 4. Tipe IV digunakan jika ingin panas hidrasi yang rendah. 5. Tipe V jika menginginkan daya tahan terhadap sulfat yang tinggi . Semen yang dipakai dalam penelitian ini adalah semen tipe I yang diproduksi oleh PT. SEMEN PADANG dalam kemasan 1 zak 50 kg.

3.2.2 Agregat Halus

Agregat halus adalah agregat yang semua butirannya lolos dari ayakan diameter 5 mm dan tertahan di ayakan diameter 0.15 mm yang merupakan pasir alam sebagai disintegrasi alami dari batu-batuan. Pasir alam dapat dijumpai sebagai gundukan-gundukan di sepanjang sungai, sering disebut pasir sungai dan memiliki bentuk butiran bulat. Selain itu pasir alam juga dapat berupa bahan galian dari gunung, disebut dengan pasir gunung dan memiliki butiran yang tajam. Agregat halus yang digunakan sebagai bahan pengisi beton harus memiliki persyaratan-persyaratan sebagai berikut: 1. Susunan butiran gradasi Agregat halus yang digunakan harus mempunyai gradasi yang baik, karena akan mengisi ruang-ruang kosong yang tidak dapat diisi oleh material lain sehingga menghasilkan beton yang padat disamping untuk mengurangi penyusutan. Agregat halus harus mempunyai susunan besar butiran dalam batas-batas seperti yang diperlihatkan pada tabel 3.1. Agregat halus tidak Universitas Sumatera Utara 45 boleh mengandung bagian yang lolos 45 pada suatu ayakan dan tertahan pada ayakan berikutnya. Modulus kehalusannya tidak boleh kurang dari 2,2 dan tidak lebih dari 3,2. Tabel 3.1 Susunan Besar Butiran Agregat Halus ASTM, 1991 Ukuran Lubang Ayakan mm Persentase Lolos Kumulatif 9,50 100 4,75 95 – 100 2,36 80 – 100 1,18 50 – 85 0,60 25 – 60 0,30 10 – 30 0,15 2 – 10 2. Kadar lumpur atau bagian yang lebih kecil dari 75 mikron ayakan no.200, tidak boleh melebihi 5 terhadap berat kering. Apabila kadar lumpur melebihi 5 maka agregat halus harus dicuci. 3. Kadar gumpalan tanah liat tidak boleh melebihi 1 terhadap berat kering. 4. Agregat halus harus bebas dari pengotoran zat organik yang akan merugikan beton, atau kadar organik jika diuji di laboratorium tidak menghasilkan warna yang lebih gelap dari standar percobaan Abrams- Harder. Universitas Sumatera Utara 46 5. Agregat halus yang digunakan untuk pembuatan beton dan akan mengalami basah dan lembab terus menerus atau yang berhubungan dengan tanah basah, tidak boleh mengandung bahan yang bersifat reaktif terhadap alkali dalam semen, yang jumlahnya cukup dapat menimbulkan pemuaian yang berklebihan di dalam mortar atau beton dengan semen kadar alkalinya lebih dari 0,06 atau dengan penambahan yang bahannya dapat mencegah pemuaian. 6. Sifat kekal keawetan diuji dengan larutan garam sulfat :  Jika dipakai Natrium – Sulfat, bagian yang hancur maksimum 10.  Jika dipakai Magnesium – Sulfat, bagian ynag hancur maksimum 15. Agregat halus pasir yang dipakai dalam campuran beton diperoleh dari quarry Sei Wampu , Binjai. Pemeriksaan yang dilakukan terhadap agregat halus meliputi :  Analisa ayakan pasir  Pemeriksaan kadar lumpur pencucian pasir lewat ayakan no.200  Pemeriksaan kandungan organik colometric test  Pemeriksaan kadar liat clay lump  Pemeriksaan berat isi, berat jenis dan absorbsi pasir Analisa Ayakan Pasir ASTM C 136 - 84a a. Tujuan : Untuk memeriksa penyebaran butiran gradasi dan menentukan nilai modulus kehalusan pasir FM b. Hasil pemeriksaan : Modulus kehalusan pasir FM : 2.72 Universitas Sumatera Utara 47 Pasir dapat dikategorikan pasir halus. c. Pedoman : 100 mm 0.15 ayakan hingga tertahan Komulatif FM  Berdasarkan nilai modulus kehalusan FM, agregat halus dibagi dalam beberapa kelas, yaitu :  Pasir halus : 2.20 FM 2.60  Pasir sedang : 2.60 FM 2.90  Pasir kasar : 2.90 FM 3.20 Pencucian Pasir Lewat Ayakan no.200 ASTM C 117 – 90 a. Tujuan : Untuk memeriksa kandungan lumpur pada pasir. b. Hasil pemeriksaan : Kandungan lumpur : 1,8 5 , memenuhi persyaratan. c. Pedoman : Kandungan Lumpur yang terdapat pada agregat halus tidak dibenarkan melebihi 5 dari berat kering. Apabila kadar lumpur melebihi 5 maka pasir harus dicuci. Pemeriksaan Kandungan Organik a. Tujuan : Untuk memeriksa kadar bahan organik yang terkandung di dalam pasir. b. Hasil pemeriksaan : Warna kuning terang standar warna no.3, memenuhi persyaratan. c. Pedoman : Universitas Sumatera Utara 48 Standar warna no.3 adalah batas yang menentukan apakah kadar bahan organik pada pasir lebih kurang dari yang disyaratkan. Pemeriksaan Clay Lump Pada Pasir ASTM C 33 a. Tujuan : Untuk memerisa kandungan liat pada pasir. b. Hasil pemeriksaan : Kandungan liat 0,5 1 , memenuhi persyaratan. c. Pedoman : Kandungan liat yang terdapat pada agregat halus tidak boleh melebihi 1 dari berat kering. Apabila kadar liat melebihi 1 maka pasir harus dicuci. Pemeriksaan Berat Isi Pasir ASTM C 29C 29M – 90 a. Tujuan : Untuk menentukan berat isi unit weight pasir dalam keadaan padat dan longgar. b. Hasil pemeriksaan : Berat isi keadaan rojok padat : 1891,67 kgm 3 . Berat isi keadaan longgar : 1693,42 kgm 3 . c. Pedoman : Dari hasil pemeriksaan diketahui bahwa berat isi pasir dengan cara merojok lebih besar daripada berat isi pasir dengan cara menyiram, hal ini berarti bahwa pasir akan lebih padat bila dirojok daripada disiram. Dengan mengetahui berat isi pasir maka kita dapat mengetahui berat pasir dengan hanya mengetahui volumenya saja. Universitas Sumatera Utara 49 Pemeriksaan Berat Jenis dan Absorbsi Pasir ASTM C 128 - 88 a. Tujuan : Untuk menetukan berat jenis specific grafity dan penyerapan air absorbsi pasir. b. Hasil pemeriksaan :  Berat jenis SSD : 2.63 tonm 3 .  Berat jenis kering : 2.55 tonm 3 .  Berat jenis semu : 2.77 tonm 3 .  Absorbsi : 3.09 c. Pedoman : Berat jenis SSD merupakan perbandingan antara berat pasir dalam keadaan SSD dengan volume pasir dalam keadaan SSD. Keadaan SSD Saturated Surface Dry dimana permukaan pasir jenuh dengan uap air sedangkan dalamnya kering, keadaan pasir kering dimana pori-pori pasir berisikan udara tanpa air dengan kandungan air sama dengan nol, sedangkan keadaan semu dimana pasir basah total dengan pori-pori penuh air. Absorbsi atau penyerapan air adalah persentase dari berat pasir yang hilang terhadap berat pasir kering dimana absorbsi terjadi dari keadaan SSD sampai kering. Hasil pengujian harus memenuhi : Berat jenis kering berat jenis SSD berat jenis semu.

3.2.3 Agregat Kasar

Agregat kasar yang digunakan untuk beton merupakan kerikil hasil disintegrasi dari batu-batuan atau berupa batu pecah split yang diperoleh dari alat Universitas Sumatera Utara 50 pemecah batu, dengan syarat ukuran butirannya lolos ayakan 38,1 mm dan tertahan di ayakan 4,76 mm. Agregat kasar yang digunakan pada campuran beton harus memenuhi persyaratan- persyaratan sebagai berikut : 1. Susunan butiran gradasi Agregat harus mempunyai gradasi yang baik, artinya harus tediri dari butiran yang beragam besarnya, sehingga dapat mengisi rongga-rongga akibat ukuran yang besar, sehingga akan mengurangi penggunaan semen atau penggunaan semen yang minimal. Agregat kasar harus mempunyai susunan butiran dalam batas-batas seperti yang terlihat pada tabel 3.2. Tabel 3.2 Susunan Besar Butiran Agregat Kasar ASTM, 1991 Ukuran Lubang Ayakan mm Persentase Lolos Kumulatif 38,10 95 – 100 19,10 35 – 70 9,52 10 – 30 4,75 – 5 2. Agregat kasar yang digunakan untuk pembuatan beton dan akan mengalami basah dan lembab terus menerus atau yang akan berhubungan dengan tanah basah, tidak boleh mengandung bahan yang reaktif terhadap alkali dalam semen, yang jumlahnya cukup dapat menimbulkan pemuaian yang berklebihan di dalam mortar atau beton. Agregat yang Universitas Sumatera Utara 51 reaktif terhadap alkali dapat dipakai untuk pembuatan beton dengan semen yang kadar alkalinya tidak lebih dari 0,06 atau dengan penambahan bahan yang dapat mencegah terjadinya pemuaian. 3. Agregat kasar harus terdiri dari butiran-butiran yang keras dan tidak berpori atau tidak akan pecah atau hancur oleh pengaruk cuaca seperti terik matahari atau hujan. 4. Kadar lumpur atau bagian yang lebih kecil dari 75 mikron ayakan no.200, tidak boleh melebihi 1 terhadap berat kering. Apabila kadar lumpur melebihi 1 maka agregat harus dicuci. 5. Kekerasan butiran agregat diperiksa dengan bejana Rudellof dengan beban penguji 20 ton dimana harus dipenuhi syarat berikut:  Tidak terjadi pembubukan sampai fraksi 9,5 - 19,1 mm lebih dari 24 berat.  Tidak terjadi pembubukan sampai fraksi 19,1 - 30 mm lebih dari 22 berat. 6. Kekerasan butiran agregat kasar jika diperiksa dengan mesin Los Angeles dimana tingkat kehilangan berat lebih kecil dari 50. Agregat kasar batu pecah yang dipakai dalam campuran beton diperoleh dari quarry sei Wampu, Binjai. Pemeriksaan yang dilakukan pada agregat kasar meliputi :  Analisa ayakan batu pecah  Pemeriksaan kadar lumpur pencucian lewat ayakan no.200  Pemeriksaan keausan menggunakan mesin pengaus Los Angeles  Pemeriksaan berat isi, berat jenis dan absorbsi batu pecah Universitas Sumatera Utara 52 Analisa Ayakan Batu Pecah ASTM C136-84a ASTM D 448-86 a. Tujuan : Untuk memeriksa penyebaran butiran gradasi dan menentukan nilai modulus kehalusanfineness modulus FM kerikil. b. Hasil pemeriksaan : 7.04 5.5 7.04 7.5 , memenuhi persyaratan. c. Pedoman : 1. 2. Agregat kasar untuk campuran beton adalah agregat kasar dengan modulus kehalusan FM antara 5.5 sampai 7.5. Pemeriksaan Kadar Lumpur Ayakan no.200 ASTM C 117-90 a. Tujuan : Untuk memeriksa kandungan lumpur pada kerikil. b. Hasil pemeriksaan : Kandungan lumpur : 1.1 1 , memenuhi persyaratan. c. Pedoman : Kandungan Lumpur yang terdapat pada agregat kasar tidak dibenarkan melebihi 1 ditentukan dari berat kering. Apabila kadar lumpur melebihi 1 maka kerikil harus dicuci. Pemeriksaan Keausan Dengan Mesin Los Angeles ASTM C 131 - 89 ASTM C 535 - 89 a. Tujuan : Untuk memeriksa ketahanan aus agregat kasar. 100 mm 0.150 ayakan hingga tertahan kumulatif FM  Universitas Sumatera Utara 53 b. Hasil pemeriksaan : Persentase keausan : 24.70 50 c. Pedoman : 1. 100 x awal berat akhir berat awal berat keausan   2. Pada pengujian keausan dengan mesin pengaus Los Angeles, persentase keausan tidak boleh lebih dari 50. Pemeriksaan Berat Isi Batu Pecah ASTM C 29C 29M – 90 a. Tujuan : Untuk memeriksaan berat isi unit weight agregat kasar dalam keadaan padat dan longgar. b. Hasil pemeriksaan : Berat isi keadaan rojok padat : 1572.54 kgm 3 Berat isi keadaan longgar : 1383.84 kgm 3 c. Pedoman : Dari hasil pemeriksaan diketahui bahwa berat isi batu pecah dengan cara merojok lebih besar daripada berat isi dengan cara menyiram, hal ini berarti bahwa kerikil akan lebih padat bila dirojok daripada disiram. Dengan mengetahui berat isi batu pecah maka kita dapat mengetahui berat batu becah dengan hanya mengetahui volumenya saja. Pemeriksaan Berat Jenis dan Absorbsi Batu Pecah ASTM C 127 - 88 a. Tujuan : Universitas Sumatera Utara 54 Untuk menentukan berat jenis specific gravity dan penyerapan air absorbsi batu pecah. b. Hasil pemeriksaan :  Berat jenis SSD : 2.57 tonm 3  Berat jenis kering : 2.53 ton m 3  Berat jenis semu : 2.63 ton m 3  Absorbsi : 1.50 c. Pedoman : Berat jenis SSD merupakan perbandingan antara berat batu pecah dalam keadaan SSD dengan volume batu pecah dalam keadaan SSD. Keadaan SSD Saturated Surface Dry dimana permukaan batu pecah jenuh dengan uap air, keadaan batu pecah kering dimana pori batu pecah berisikan udara tanpa air dengan kandungan air sama dengan nol, sedangkan keadaan semu dimana pasir basah total dengan pori penuh air. Absorbsi atau penyerapan air adalah persentase dari berat batu pecah yang hilang terhadap berat batu pecah kering, dimana absorbsi terjadi dari keadaan SSD sampai kering. Hasil pengujian harus memenuhi : Berat jenis kering berat jenis SSD berat jenis semu.

3.2.4 Air

Air yang digunakan dalam pembuatan sampel adalah air yang berasal dari sumber air yang bersih. Secara pengamatan visual air yang dapat pembuatan beton yaitu air yang jernih, tidak berwarna dan tidak mengandung kotoran-kotoran seperti minyak dan zat organik lainnya. Dalam penelitian ini air yang dipakai adalah berasal dari PDAM Tirtanadi, di Laboratorium Bahan Rekayasa Departemen Teknik Sipil Fakultas Teknik USU. Universitas Sumatera Utara 55

3.2.5 Abu Boiler

Berat jenis Abu Boiler yang berasal dari PTPN IV adalah sebesar 2,1780 grcm 3 . Menurut penelitian Clarke 1992, berat jenis abu berkisar antara 1,90 grcm 3 s d 2,72 grcrn 3Jurnal Sains dan Teknologi . Dari hasil penelitian, berat jenis abu boiler PTPN IV mernenuhi standar penelitian yang pernah dilakukan oleh Clarke terhadap fly ash. Abu Boiler yang dipakai dalam penelitian ini adalah sisa salah satu limbah dari pengolahan kelapa sawit. Abu Boiler merupakan sisa dari pembakaran cangkang dan serabut buah kelapa sawit didalam dapur atau tungku pembakaran yang disebut boiler dengan suhu 700 C-800 C. Abu Boiler berasal dari unit pengolahan kelapa sawit yang mana penanganan limbah tersebut belum ditangani secara baik Laksmi, 1999. Secara umum abu boiler dapat didefinisikan sebagai materi sisa yang tidak habis terbakar dan berfungsi dalam proses pembakaran karbon, hidrogen, sulfur, oksigen dan penguapan air yang terkandung dalam Tandan Buah Sawit dan Cangkang Buah Sawit. Abu boiler tersebut berwarna gelap hitam keabu-abuan dan ukuran butirnya bervariasi dari ukuran pasir hingga kerakal pebble. Penggunaan abu boiler ini dalam campuran beton didasarkan atas sifat pozolanik yang terkandung dalam abu boiler, yaitu mampu bereaksi dengan kalsium hidroksida dan air untuk membentuk suatu bahan yang dapat mengeras sementasi. Sama halnya seperti fly ash batu bara yang merupakan pozolanik yang memiliki senyawa kimia aluminosilikat dan senyawa lainnya, abu terbang dapat digunakan sebagai bahan campuran semen untuk menghasilkan beton. Komposisi kimia abu boiler didominasi oleh SiO 2, Al 2 O 3, CaO dan lainnya. Pada dasarnya abu boiler Universitas Sumatera Utara 56 mempunyai komposisi kimia yang menyerupai aluminosilikat lainnya, seperti lempung. Tabel 3. 3 Perbandingan Kadar Kimiawi Semen dengan Abu Boiler Nama Oksida Nama Umum Berat Semen Abu boiler CaO Kapur 63 3,58 SiO 2 Silika 22 40,61 Al 2 O 3 Alumina 6 4,89 Fe2O3 Ferrit oksida 2,5 0,66 MgO Magnesia 2,6 2,23 K 2 O Alkalis 0,6 2,12 Na 2 O Disodium oksida 0,3 - SO 2 Sulfur dioksida 2 - CO 2 Karbon dioksida - - Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa kandungan SiO 2 dalam Abu Boiler sangat banyak. Karena nilai unsur SiO 2 pada abu boiler akan bereaksi dengan kapur mati CaOH 2 hasil hidrasi antara air dan semen. Dengan demikian akan terbentuk kapur hidrolis sebagai perekat yang menambah kekuatan dan kepadatan beton. Sedangkan pemakaian abu boiler dalam jumlah yang banyak akan berpengaruh buruk terhadap kekuatan beton, karena nilai kuat tekan beton yang diperoleh akan menjadi lebih rendah. Hal ini disebabkan karena SiO 2 yang terdapat pada abu boiler tidak mampu bereaksi terhadap kapur bebas CaO maupun kapur mati CaOH. Universitas Sumatera Utara 57 Gambar 3. 2 Abu Boiler

3.3 Penelitian Penggunaan Abu Boiler Yang Sudah Ada

Belum banyak penelitian yang dilakukan dalam pemanfaatan abu boiler dalam teknologi beton. Saat ini masih digunakan sebagai bahan tambah maupun pemanfaatan dalam pembuatan beton dan mortar. Diantara kumpulan artikel, skripsi dan tesis penelitian yang sudah ada yaitu : a. R Juni Indrawan, Budi Indrawan, Damon, Monita Olivia,dan Ovan Rachmadano,Reseacrh Club jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Riau, Pekanbaru, Pemanfaatan Abu Sawit Sebagai Bahan Tambah Pada Beton. Pengujian material pembuatan beton dilakukan hanya untuk mendapatkan data - data yang diperlukan dalam perencanaan beton. Metode pembuatan campuran beton pada penelitian ini adalah metode DEO Departement of Environment menggunakan pertolongan tabel dan grafik. Universitas Sumatera Utara 58 b. Samijo, Program Pasca Sarjana FMIPA Universitas Sumatera Utara, Pembuatan Paving Block dengan menggunakan Limbah Abu Boiler PKS Gunung Bayu sebagai Bahan Pengisi dengan Alternatif Limbah Fly Ash PLTU Sibolga. Pembuatan Paving Block dalam penelitian ini ada dua tahapan , tahapan pertama campurannya dari material semen, fly ash, pasir, dan air. Vareabel pada pembuatan paving block ini adalah komposisi fly ash : semen : 0 : 100; 10 : 90; 20 : 80; 30 : 70; 40 : 60; 50 : 50. Dari karakteristiknya diambil dua nilai optimumnya yaitu; semen : fly ash = 80 : 20 dan 70 : 30. Tahapan kedua campurannya dari material semen, fly ash, pasir, abu boiler, dan air. Variabel pada pembuatan paving block ini adalah komposisi abu boiler terhadap berat pasir yaitu : 2,5; 5; 7,5; 10; 12,5.dengan komponen semen : fly ash = 80 : 20 dan 70 :30. Tahapan kedua inilah pembuatan paving block yang diteliti dan didapat karakteristik optimumnya pada komposisi semen 80, fly ash 20, abu boiler 7,5 dari berat pasir diperoleh hasil pengukuran : densitas = 2,11 grcm3; serapan air = 5,32; kuat tekan = 8,35 MPa; kuat patah = 3,0 MPa; kekerasan = 116 HB . Hasil pengamatan dengan menggunakan mikroskop optik terlihat jelas butiran abu boiler berwarna kebiruan dan butiran fly ash berwarna kecoklatan dan kedua butiran tersebut terlihat semakin membesar setelah sampel direndam dengan air, yang berarti bila sampel direndam dengan air kekuatannya makin berkurang. Universitas Sumatera Utara 59 c. Ermiyati,Program Studi Teknik Sipil, Fakultas Teknik Universitas Riau, Pekanbaru, Abu Kelapa Sawit sebagai pengganti Semen terhadap Kuat Tekan dan Resapan Air pada Mortar. Mortar mortar semen merupakan bahan bangunan yang terbuat dari campuran pasir, semen Portland, dan air, dalam perbandingan antara volume semen dan volume pasir berkisar antara 1 : 2 dan 1 : 8 atau lebih besar. Kuat tekan mortar umumnya berkisar antara 3 MPa sampai 17 Mpa dengan berat jenis antara 1,80 – 2,20. Mortar biasa dipakai untuk tembok, pilar, kolom atau bagian bangunan lain yang menahan beban, karena semen ini lebih rapat air dibanding dari mortar kapur dan mortar lumpur Tjokrodimuljo, 1998. Menurut hasil penelitian Muhardi, Iskandar, dan Rinaldo 2004, bahwa penambahan abu kelapa sawit terhadap mortar sebagai bahan pozolan dapat meningkatkan kuat tekan pada campuran abu kelapa sawit 15 , dengan nilai kuat tekan 26 MPa atau naik 21,88 dari mortar normal yaitu 21,3 MPa.

3.4 Perencanaan Campuran Beton Mix Design