Hak Atas Tanah Sebagai Objek Hak Tanggungan

Tuhan Yang Maha Esa adalah bumi, air, dan ruang angkasa bangsa Indonesia dan merupakan kekayaan nasional. Atas dasar hak menguasai dari Negara itu, ditentukan adanya macam- macam hak atas permukaan bumi, yang disebut tanah, yang dapat diberikan kepada dan dipunyai oleh orang-orang, baik sendiri maupun bersama-sama dengan orang-orang lain serta badan hukum Pasal 4 ayat 1 UUPA. Selanjutnya dalam Pasal 4 ayat 2 UUPA menyebutkan bahwa hak atas tanah memberikan wewenang kepada yang berhak untuk menggunakan atau mengambil manfaat dari tanah yang dihakinya. Hak penguasaan atas tanah berisi serangkaian wewenang, kewajiban, dan atau larangan bagi pemegang haknya untuk berbuat sesuatu mengenai tanah yang dihaki. Sesuatu yang boleh, wajib, atau dilarang untuk diperbuat, yang merupakan isi hak penguasaan itulah yang menjadi kriteria atau tolak ukur pembedaan diantara hak-hak penguasaan atas tanah yang diatur dalam hukum tanah. 35

B. Hak Atas Tanah Sebagai Objek Hak Tanggungan

Dengan bertambah meningkatnya pembangunan nasional yang bertitik berat pada bidang ekonomi, yang membutuhkan penyediaan dana yang cukup besar, untuk itu diperlukan lembaga hak jaminan yang kuat serta mampu memberikan perlindungan dan kepastian hukum bagi pihak-pihak yang berkepentingan, yang dapat mendorong peningkatan partIsipasi masyarakat dalam pembangunan untuk mewujudkan masyarakat yang sejahtera, adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945. Walaupun di dalam Pasal 1131 KUH Perdata dikatakan bahwa segala kebendaan orang yang berutang baik yang bergerak maupun yang tidak bergerak, baik yang sudah ada maupun yang 35 Ibid, hal. 25. Universitas Sumatera Utara akan ada dikemudian hari menjadi tanggungan untuk segala perikatan perorangan, namun sering orang tidak merasa puas dengan jaminan yang dirumuskan secara umum. Oleh karena itu, bank perlu meminta supaya benda tertentu dapat dijadikan jaminan yang diikat secara yuridis. Dengan demikian, apabila debitur tidak menepati janjinya, bank dapat melaksanakan haknya dengan mendapatkan kedudukan yang lebih tinggi dari kreditur lainnya untuk mendapatkan pelunasan piutangnya. Tanah merupakan barang jaminan untuk pembayaran utang yang paling disukai oleh lembaga keuangan yang memberikan fasilitas kredit. Sebab tanah, pada umumnya, mudah dijual, harganya terus meningkat, mempunyai tanda bukti hak, sulit digelapkan dan dapat dibebani Hak Tanggungan yang memberikan hak istimewa kepada kreditur. 36 Didalam UUPA, hak jaminan atas tanah yang dinamakan Hak Tanggungan mendapat pengaturan dalam Pasal 25, Pasal 33, Pasal 39, Pasal 51 dan Pasal 57. Di dalam Pasal 25, Pasal 33 dan Pasal 39 UUPA, ditetapkan mengenai hak-hak atas tanah yang dapat dijadikan jaminan utang dengan dibebani Hak Tanggungan, yaitu tanah dengan status hak milik, hak guna usaha serta hak guna bangunan. Menurut Pasal 51 UUPA, Hak Tanggungan itu akan diatur dengan undang-undang dan dalam Pasal 57 UUPA, dinyatakan bahwa selama undang- undang tersebut belum terbentuk maka yang berlaku adalah ketentuan-ketentuan mengenai Hipotik dan Creditverband. Dengan dikeluarkannya Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan Atas Tanah Beserta Benda-Benda yang Berkaitan dengan Tanah, ketentuan-ketentuan mengenai hipotik atas tanah yang terdapat dalam Buku II KUH Perdata dan ketentuan-ketentuan mengenai 36 Effendi Perangin, Praktek Penggunaan Tanah Sebagai Jaminan Kredit, Jakarta: Rajawali Pers, 1991, hal. ix Universitas Sumatera Utara Creditverband yang terdapat dalam Staatsblad 1908 Nomor 542 dinyatakan sudah tidak berlaku lagi, karena dipandang tidak sesuai lagi dengan kebutuhan kegiatan perkreditan, sehubungan dengan perkembangan tata ekonomi Indonesia. 37 Terbitnya UUHT ini sangat berarti terutama didalam menciptakan unifikasi hukum tanah nasional, khususnya di bidang hak jaminan atas tanah. 38 Dalam Pasal 1 ayat 1 UUHT, disebutkan bahwa Hak Tanggungan adalah hak jaminan yang dibebankan pada hak atas tanah, sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960, berikut atau tidak berikut benda-benda lain yang merupakan satu kesatuan dengan tanah itu, untuk pelunasan utang tertentu, yang memberikan kedudukan diutamakan kepada kreditur tertentu terhadap kreditur-kreditur lain. Hak Tanggungan ini merupakan lembaga hak jaminan yang kuat atas benda tidak bergerak berupa tanah yang dijadikan jaminan, karena memberikan kedudukan yang lebih tinggi didahulukan bagi kreditur pemegang Hak Tanggungan dibandingkan dengan kreditur lainnya. 39 Lembaga Hak Tanggungan sebagai perwujudan amanat Pasal 51 juncto Pasal 57 UUPA, berlandaskan pada hukum adat yang menganut asas pemisahan horizontal yang menyatakan bahwa tanah terpisah dengan segala sesuatu yang berada diatasnya. Berdasarkan hal tersebut dapat dipahami bila hukum adat tidak mengenal hak kebendaan sebagaimana dalam hukum perdata barat. Searah dengan hal itu, apabila Hak Tanggungan mendasarkan diri secara konsisten pada hukum Dengan demikian, dari uraian diatas dapat dirasakan bahwa masalah jaminan ini sangat penting dalam rangka pelaksanaan pemberian kredit. 37 A.P Parlindungan II, Op. cit, hal.13 38 Naning Indratni, UUHT Menciptakan Unifikasi Hukum Tanah Nasional, Suara Pembaruan 31 Maret 1996 39 Sutan Remy Sjahdeni, Op. cit, hal.15 Universitas Sumatera Utara adat maka ia tidak mempunyai ciri-ciri khusus sebagaimana yang dimiliki oleh hypotheek yang dilekati hak kebendaan. Ciri-ciri yang menonjol dari Hak Tanggungan yang menyebabkan memberikan jaminan kepastian bagi pihak-pihak yang berkepentingan khususnya bagi bank sebagai lembaga keuangan yang mengelola dana masyarakat baik melalui simpanan giro, tabungan dan menyalurkan dalam bentuk pinjaman kepada masyarakat berupa pinjaman kredit: 40 1. Memberikan kedudukan yang diutamakan atau mendahulu kepada pemegangnya droit de preference; 2. Selalu mengikuti objek yang dijaminkan dalam tangan siapapun objek itu berada droit de suite; 3. Hak Tanggungan bersifat mutlak; 4. Mudah dan pasti eksekusinya; Khusus untuk Hak Guna Bangunan atau Hak Pakai untuk rumah tinggal yang sedang dibebani Hak Tanggungan dan pemiliknya bermaksud untuk meningkatkan statusnya menjadi Hak Milik berdasarkan ketentuan Peraturan Menteri Agraria Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 5 Tahun 1998 tentang Perubahan Hak Guna Bangunan atau Hak Pakai Atas Tanah untuk Rumah Tinggal yang dibebani Hak Tanggungan menjadi Hak Milik, berlaku ketentuan sebagaimana dibawah ini: 41 1. Perubahan hak tersebut dimohonkan oleh pemegang hak atas tanah dengan persetujuan dari pemegang Hak Tanggungan. 2. Perubahan hak tersebut mengakibatkan Hak Tanggungan dihapus. 40 Adrian Sutedi, Hukum Hak Tanggungan, Jakarta: Sinar Grafika, 2010, hal. 18 41 Sutan Remi Sjahdeini, Op. cit, hal. 157-158 Universitas Sumatera Utara 3. Kepala Kantor Pertanahan karena jabatannya, mendaftar hapusnya Hak Tanggungan yang membebani Hak Guna Bangunan atau Hak Pakai yang diubah menjadi Hak Milik, bersamaan dengan pendaftaran Hak Milik yang bersangkutan. 4. Untuk melindungi kepentingan kreditur bank yang semula dijamin dengan Hak Tanggungan atas Hak Guna Bangunan atau Hak Pakai yang menjadi hapus, sebelum perubahan hak didaftar, pemegang hak atas tanah dapat memberikan Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan selanjutnya disebut dengan SKMHT dengan objek Hak Milik yang diperolehnya sebagai perubahan dari Hak Guna Bangunan atau Hak Pakai tersebut. 5. Setelah perubahan hak dilakukan, pemegang hak atas tanah dapat membuat Akta Pemberian Hak Tanggungan selanjutnya disebut APHT atas Hak Milik yang bersangkutan sesuai dengan ketentuan yang berlaku dengan hadir sendiri atau melalui SKMHT. Berdasarkan ketentuan Peraturan Menteri Negara Agraria Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 5 Tahun 1998, saat hapusnya Hak Tanggungan adalah pada saat pendaftaran Hak Milik. Oleh karena itu, sebelum perubahan hak didaftar, pemegang hak atas tanah sebaiknya memberikan SKMHT dengan objek Hak Milik yang diperolehnya, karena setelah Hak Milik terdaftar, Hak Tanggungan tersebut menjadi hapus. Pada saat hapusnya Hak Tanggungan itu kreditur menjadi kreditur konkuren yang hanya dijamin dengan SKMHT. Namun, kemudian kreditur dapat membuat APHT berdasarkan SKMHT itu. Universitas Sumatera Utara Terhadap ketentuan Peraturan Menteri Negara Agraria Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 5 Tahun 1998 terdapat beberapa hal yang perlu diperhatikan, yaitu: 42 1. Jangka waktu SKMHT berdasarkan Pasal 3 ayat 2 Peraturan Menteri Negara Agraria Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 5 Tahun 1998 jangka waktu SKMHT terbatas yaitu sebagaimana termuat dalam Pasal 15 ayat 4 dan ayat 5 UUHT 2. Peringkat SKMHT tidak diatur mengenai peringkat apabila ada beberapa SKMHT. Akan tetapi, mengingat bahwa SKMHT dibuat untuk objek tanah Hak Milik yang bidang tanahnya adalah sama dengan bidang tanah Hak Guna Bangunan atau Hak Pakai sebelumnya dan utang yang dijamin dengan Hak Tanggungan adalah sama dengan hutang yang dijamin sebelumnya dan krediturnya adalah tetap, peringkat Hak Tanggungan pada saat dibuat SKMHT, seyogianya adalah sesuai dengan peringkat yang termuat dalam sertifikat Hak Tanggungan yang semula membebani tanah Hak Guna Bangunan atau Hak Pakai. Kreditur pemegang SKMHT ini haruslah kreditur yang semula pemegang Hak Tanggungan, sebab ketentuan Peraturan Menteri Negara Agraria Kepala Badan Pertanahan Nasional ini dibuat untuk memberikan kepastian hukum bagi pemegang Hak Tanggungan yang tanahnya sedang dimohonkan perubahan hak atas tanah. 3. Atas perubahan hak, bagi kreditur perlu memperhatikan bahwa terdapat periode dimana kreditur tidak lagi menjadi kreditur preferen, yaitu sejak Hak Tanggungan hapus pada saat Hak Milik terdaftar sampai saat Hak 42 Ibid, hal.158 Universitas Sumatera Utara Tanggungan terdaftar. Pada periode tersebut, kreditur hanya berkedudukan sebagai kreditur pemegang SKMHT. Mengingat bahwa APHT hanya dapat dibuat setelah Hak Milik terdaftar, periode tersebut memakan waktu sesuai dengan ketentuan lahirnya Hak Tanggungan, yaitu tanggal hari ketujuh setelah penerimaan secara lengkap surat-surat yang diperlukan bagi pendaftarannya. 4. Ketentuan ini hanya berlaku khusus untuk tanah Hak Guna Bangunan atau Hak Pakai untuk rumah tinggal yang sedang dibebani Hak Tanggungan.

C. Hapusnya Objek Hak Tanggungan