Efektivitas Pemungutan Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) dan Kontribusinya Terhadap Pendapatan Asli Daerah Dengan Jumlah Penduduk Sebagai Variabel Moderating di Kabupaten Aceh Barat Daya

(1)

EFEKTIVITAS PEMUNGUTAN BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN (BPHTB) DAN KONTRIBUSINYA TERHADAP

PENDAPATAN ASLI DAERAH DENGAN JUMLAH PENDUDUK SEBAGAI VARIABEL MODERATING DI KABUPATEN

ACEH BARAT DAYA

TESIS

Oleh

MIFTHA RIZKINA 117017034/Akt

SEKOLAH PASCASARJANA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2013


(2)

EFEKTIVITAS PEMUNGUTAN BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN (BPHTB) DAN KONTRIBUSINYA TERHADAP

PENDAPATAN ASLI DAERAH DENGAN JUMLAH PENDUDUK SEBAGAI VARIABEL MODERATING DI KABUPATEN

ACEH BARAT DAYA

TESIS

Untuk Memperoleh Gelar Magister Sains dalam Program Studi Ilmu Akuntansi

pada Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara

Oleh

MIFTHA RIZKINA 117017034/AKT

SEKOLAH PASCASARJANA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2013


(3)

Judul Penelitian : EFEKTIVITAS PEMUNGUTAN BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN (BPHTB) DAN KONTRIBUSINYA TERHADAP PENDAPATAN ASLI DAERAH DENGAN JUMLAH PENDUDUK SEBAGAI VARIABEL MODERATING DI KABUPATEN ACEH BARAT DAYA

Nama Mahasiswa : MIFTHA RIZKINA Nomor Pokok : 117017034

Program Studi : Akuntansi

Menyetujui Komisi Pembimbing,

(Prof. Dr. Azhar Maksum, M.Ec., Ac., CA) (

Ketua Anggota

Drs. Arifin Akhmad, M.Si.,Ak., CA)

Ketua Program Studi, Direktur,

(Prof. Dr. Ade Fatma Lubis, MAFIS., MBA., CPA., Ak., CA)(Prof. Dr. Erman Munir, M.Sc)


(4)

Telah Diuji Pada Tanggal: 30 Juli 2013

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Prof. Dr. Azhar Maksum, M.Ec., Ac,. CA. Anggota : 1. Drs. Arifin Akhmad, M.Si., Ak., CA.

2. Prof. Dr. Ade Fatma Lubis, MAFIS., MBA., Ak., CA. 3. Drs. Zainul Bahri Torong, M.Si., Ak.

4. Dra. Tapi Anda Sari Lubis, M.Si., Ak.


(5)

PERNYATAAN

“EFEKTIVITAS PEMUNGUTAN BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN (BPHTB) DAN KONTRIBUSINYA TERHADAP

PENDAPATAN ASLI DAERAH DENGAN JUMLAH PENDUDUK SEBAGAI VARIABEL MODERATING DI KABUPATEN

ACEH BARAT DAYA”

Dengan ini peneliti menyatakan bahwa tesis ini disusun sebagai syarat untuk memperoleh gelar Magister Ilmu Sains pada Program Studi Akuntansi Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara adalah benar merupakan hasil peneliti sendiri.

Adapun pengutipan-pengutipan yang peneliti lakukan pada bagian-bagian tertentu dari hasil karya orang lain dalam penulisan tesis ini, telah peneliti cantumkan sumbernya secara jelas sesuai dengan norma, kaidah, dan etika penulisan ilmiah.

Apabila di kemudian hari ternyata ditemukan seluruh atau sebagian tesis ini bukan hasil karya peneliti sendiri atau adanya plagiat dalam bagian-bagian tertentu, peneliti bersedia menerima sanksi pencabutan gelar akademik yang peneliti sandang dan sanksi-sanksi lainnya sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku.

Medan, 30 Juli 2013 Peneliti,


(6)

KATA PENGANTAR

Puji syukur ke hadirat Allah SWT, yang telah memberikan rahmat, karunia dan ridhonya kepada peneliti sehingga dapat memberikan kekuatan bagi peneliti untuk dapat menyesaikan tesis yang berjudul “Efektivitas Pemungutan Bea Perolehan Hak Atas Tanah Dan Bangunan (BPHTB) Dan Kontribusinya Terhadap Pendapatan Asli Daerah Dengan Jumlah Penduduk Sebagai Variabel Moderating Di Kabupaten Aceh Barat Daya”. Shalawat beriring salam senantiasa tercurah ke haribaan Baginda Rasulullah SAW, keluarga dan para sahabatnya. Adapun penulisan tesis ini merupakan tugas akhir untuk menyelesaikan derajat Strata Dua (S2) pada Program Studi Magister Akuntansi Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara.

Dalam penulisan tesis ini peneliti banyak mengalami kesulitan dan kendala namun semuanya dapat terselesaikan berkat doa, bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak, baik moril maupun materi, untuk itu pada kesempatan ini dengan segala kerendahan hati peneliti mengucapkan terima kasih yang sedalam-dalamnya kepada:

1. Bapak Prof. Dr. dr. Syafril Pasaribu, DTM&H., MSc., (CTM)., Sp.A(K)., selaku Rektor Universitas Sumatera Utara;

2. Bapak Prof. Dr. Erman Munir, M.Sc, selaku Direktur Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara;

3. Ibu Prof. Dr. Ade Fatma Lubis, MAFIS., MBA., CPA., Ak., CA, selaku Ketua Program Studi Magister Akuntansi, Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara, yang juga bertindak sebagai Dosen Pembanding yang telah memberikan saran dan masukan untuk kesempurnaan tesis ini;


(7)

4. Ibu Dra. Tapi Anda Sari Lubis, M.Si, Ak, selaku Sekretaris Program Studi Magister Akuntansi Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara, yang juga bertindak sebagai Dosen Pembanding yang telah memberikan masukan yang konstruktif untuk kesempurnaan tesis ini;

5. Bapak Prof. Dr. Azhar Maksum, M.Ec., Ac., CA, selaku Ketua Komisi Pembimbing yang telah banyak meluangkan waktunya bagi penulis untuk membantu, membimbing dan memotivasi hingga selesainya tesis ini;

6. Bapak Drs. Arifin Akhmad, M.Si., Ak., CA, selaku Anggota Komisi Pembimbing yang telah banyak membantu dan membimbing penulis dalam penyelesaian tesis ini;

7. Bapak Drs. Zainul Bahri Torong, M.Si, Ak, selaku Dosen Pembanding yang telah memberikan saran dan masukan yang konstruktif untuk kesempurnaan tesis ini;

8. Dosen Pengajar, Pengelola dan Staf Sekretariat Magister Akuntansi yang telah banyak membantu penulis selama mengikuti perkuliahan;

9. Ayahanda M. Ridhwan M.Din dan Ibunda Nurmala, yang tidak pernah berhenti dan senantiasa memberikan dorongan, motivasi dan do’anya selama ini kepada penulis;

10. Kakanda Eri Kuswanto, yang tidak pernah berhenti dan senantiasa memberikan dorongan, motivasi dan do’anya selama ini kepada penulis;

11. Seluruh rekan-rekan mahasiswa Program Studi Magister Akuntansi yang penuh dengan rasa persahabatan dan kekeluargaan dalam memberikan masukan dan sumbangan pikiran selama perkuliahan hingga menjadi kenangan yang tak terlupakan;


(8)

Akhirnya peneliti menyadari dengan kemampuan dan pengetahuan yang sangat terbatas, penulisan tesis ini masih jauh dari kesempurnaan. Untuk itu peneliti sangat mengharapkan saran dan masukan yang konstruktif demi kesempurnaan tesis ini, dan semoga dapat bermamfaat bagi peneliti serta berbagai pihak yang membutuhkannya.

Medan, 30 Juli 2013 Peneliti


(9)

RIWAYAT HIDUP 1. Nama : Miftha Rizkina 2. Tempat, tanggal lahir : Susoh, 25 Maret 1988 3. Jenis Kelamin : Perempuan

4. Agama : Islam 5. Orangtua

a. Ayah : M. Rihdwan M.Din b. Ibu : Nurmala

6. Anak : ke 2 dari 2 bersaudara

7. Alamat : Jl. Letkol BB. Djalal No. 13, Susoh, Kabupaten Aceh Barat Daya, Nanggroe Aceh Darussalam. 8. Pendidikan

a. Tahun 1994 - 2000 : Lulus dari SDN kampong Pinang Aceh b. Tahun 2000 – 2003 : Lulus dari MTsN Unggul Susoh Aceh c. Tahun 2003 – 2006 : Lulus dari SMA Harapan Persada Aceh d. Tahun 2006 – 2010 : Strata - 1 Universitas Islam Sumatera Utara e. Tahun 2010 – 2011 : PPAK Universitas Sumatera Utara


(10)

EFEKTIVITAS PEMUNGUTAN BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN (BPHTB) DAN KONTRIBUSINYA TERHADAP

PENDAPATAN ASLI DAERAH DENGAN JUMLAH PENDUDUK SEBAGAI VARIABEL MODERATING DI KABUPATEN

ACEH BARAT DAYA ABSTRAK

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh Efektivitas Pemungutan BPHTB dan Kontribusi Penerimaan BPHTB terhadap Pendapatan Asli Daerah dan untuk mengetahui pengaruh Jumlah Penduduk terhadap hubungan antara Efektivitas Pemungutan BPHTB dan Kontribusi Penerimaan BPHTB dengan Pendapatan Asli Daerah. Jenis penelitian ini adalah penelitian kausal yang mencari hubungan sebab akibat. Jumlah observasi pada penelitian ini adalah 36 unit analisis dengan 9 Kecamatan yang berada di wilayah Kabupaten Aceh Barat Daya yang menerbitkan laporan BPHTB, PAD serta Jumlah Penduduk yang diambil yaitu jumlah kepala keluarga dengan menggunakan Cross Section untuk data time series selama 4 semester (2011-2012). Data diolah menggunakan Analisis Regresi Berganda dan Analisis Regresi Berganda model interaksi (Moderating Regresion Analysis). Hasil penelitian hipotesis yang pertama menunjukkan bahwa Efektivitas Pemungutan BPHTB dan Kontribusi Penerimaan BPHTB berpengaruh secara simultan terhadap PAD, secara parsial efektivitas pemungutan BPHTB berpengaruh positif terhadap PAD dan kontribusi penerimaan BPHTB berpengaruh negatif signifikan terhadap Pendapatan Asli Daerah, hasil penelitian untuk hipotesis kedua, Efektivitas Pemungutan BPHTB, Jumlah Penduduk, dan interaksi Kontribusi Penerimaan BPHTB dengan Jumlah Penduduk berpengaruh secara simultan, secara parsial Efektivitas Pemungutan BPHTB dan Jumlah Penduduk berpengaruh signifikan terhadap PAD, dan interaksi Kontribusi Penerimaan BPHTB dengan Jumlah Penduduk berpengaruh negatif signifikan. Jumlah Penduduk bukan variabel moderating.

Kata Kunci : Pendapatan Asli Daerah, Efektivitas Pemungutan BPHTB, Kontribusi Penerimaan BPHTB, Jumlah Penduduk.


(11)

THE EFFECTIVENESS OF THE COLLECTION OF LAND AND BUILDING ACQUISITION FEE AND ITS CONTRIBUTION

TO THE ORIGINAL LOCALLY-GENERATED INCOME WITH POPULATIONNUMBER AS MODERATING

VARIABLE IN ACEH BARAT DAYA DISTRICT

ABSTRACT

The purpose of this study was to find out the influence the effectiveness of the collection of land and building acquisition fee and its contribution to the original locally-generated income and to find out the influence of the number of population on the relationship between the effectiveness of the collection of land and building acquisition fee and its contribution to the original locally-generated income. This causal study looked at the relationship between cause and effect. The population of this study was 36 analysis units from 9 (nine) subdistricts in the jurisdiction of Aceh Barat Daya District that published their reports of land and building acquisition fee and original locally-generated income and a number of heads of families for the time series data for 4 (four) semesters (2011 – 2012) using cross-sectional technique. The data obtained were processed through Multiple Regression Analysis and Interaction-Model Multiple Regression Analysis (Moderating Regression Analysis). The result of the first hypothesis showed that simultaneously the effectiveness of land and building acquisition fee collection and its contribution had influence on the original locally-generated income. Partially, the effectiveness of land and building acquisition fee collection had a positive on the original locally-generated income and the contribution of land and building acquisition fee collection had a negative significant influence on the original locally-generated income. The result of the second analysis showed that the effectiveness of land and building acquisition fee collection and the interaction between the contribution of land and building acquisition fee collection simultaneously had influence on the number of population. Partially, the effectiveness of land and building acquisition fee collection and the number of populationhad significant influence on the original locally-generated income and the interaction between the contribution of land and building acquisition fee collection and number of population had negative significant influence. The number of population is not the moderating variable.

Keywords: Original Locally-Generated Income, Effectiveness, Land and Building Acquisition Fee, Contribution, Population Number


(12)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK ... i

ABSTRACT ... ii

KATA PENGANTAR... ... iii

RIWAYAT HIDUP ... vi

DAFTAR ISI ... vii

DAFTAR TABEL ... x

DAFTAR GAMBAR ... xi

DAFTAR LAMPIRAN ... xii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Perumusan Masalah ... 7

1.3. Tujuan Penelitian ... 7

1.4. Manfaat Penelitian ... 8

1.5. Originalitas Penelitian ... 9

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 10

2.1. Landasan Teori ... 10

2.1.1. Pendapatan Asli Daerah ... 10

2.1.1.1. Pajak Daerah ... 14

2.1.1.2. Retribusi Daerah ... 16

2.1.1.3. Hasil Pengelolaan Kekayaan Yang dipisahkan ... 17

2.1.1.4. Lain-lain PAD Yang Sah ... 18

2.1.2. Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan 19 2.1.2.1. Pengertian BPHTB ... 19

2.1.2.2. Dasar Hukum BPHTB ... 19

2.1.2.3. Pelaksanaan Pemungutan BPHTB .... 21

2.1.2.4. Dasar Pengenaan Pajak ... 23

2.1.2.5. Saat Terutangnya BPHTB Dan Tempat Pembayaran ... 25

2.1.2.6. Surat Ketetapan BPHTB Kurang Bayar (SKBKB) ... 26

2.1.2.7. Surat Ketetapan BPHTB Kurang Bayar Tambahan (SKBKBT) ... 27

2.1.2.8. Surat Tagihan BPHTB Kurang Bayar Tambahan (STB) ... 27

2.1.2.9. Pengembalian Kelebihan Pembayaran BPHTB ... 28

2.1.2.10. Pejabat Yang Berwenang Dalam Pemenuhan Ketentuan BPHTB ... 28


(13)

Halaman 2.1.4. Kontribusi BPHTB Terhadap Pendapatan Asli

Daerah ... 35

2.1.5. Pengaruh Jumlah Pe nduduk Terhadap Pendapatan Asli Daerah ... 36

2.2. Tinjauan Penelitian Terdahulu ... 38

BAB III KERANGKA KONSEP DAN HIPOTESIS ... 44

3.1. Kerangka Konsep ... 44

3.2. Hipotesis Penelitian ... 47

BAB IV METODE PENELITIAN ... 49

4.1. Jenis Penelitian ... 49

4.2. Lokasi Dan Waktu Penelitian ... 49

4.3. Populasi Dan Sampel Penelitian ... 49

4.4. Metode Pengumpulan Data ... 50

4.5. Definisi Operasional Dan Pengukuran variabel ... 51

4.5.1. Variabel Independen ... 51

4.5.2. Variabel Moderating ... 52

4.5.3. Variabel Dependen ... 52

4.6. Motode Analisis Data ... 54

4.6.1. Analisis Deskriptif ... 54

4.6.2. Pengujian Asumsi Klasik ... 55

4.6.2.1. Uji Multikolinearitas ... 55

4.6.2.2. Uji Autokorelasi ... 56

4.6.2.3. Uji Heteroskedastisitas ... 56

4.6.2.4. Uji Normalitas ... 57

4.6.3. Analisis Regresi ... 58

4.6.4. Pengujian Hipotesis ... 59

4.6.4.1. Koefisien Determinasi R² ... 59

4.6.4.2. Uji Statistik F ... 60

4.6.4.3. Uji Statistik t ... 60

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 61

5.1. Hasil Penelitian ... 61

5.1.1. Deskriptif Sampel Penelitian ... 61

5.1.2. Deskriptif Statistik Data Penelitian ... 61

5.1.2.1. Realisasi PAD ... 62

5.1.2.2. Realisasi Efektivitas BPHTB ... 63

5.1.2.3. Realisasi Kontribusi BPHTB ... 64

5.1.2.4. Jumlah Penduduk ... 65

5.1.3. Pengujian Asumsi Klasik... 66

5.1.3.1. Uji Mulitikolonieritas ... 66

5.1.3.2. Uji Autokorelasi ... 68

5.1.3.3. Uji Heterokedastisitas ... 68


(14)

Halaman

5.1.4. Analisis Regresi ... ... 72

5.1.4.1. Analisis Regresi Berganda Pengujian Hipotesis Pertama (H1) ... 72

5.1.4.1.1. Koefisien Determinasi (R2) . 73 5.1.4.1.2. Statistik Uji F ... 74

5.1.4.1.3. Statistik Uji t ... 75

5.1.5.1. Analisis Regresi Berganda Pengujian Hipotesis Kedua (H2) dengan MRA .. 76

5.1.5.1.1. Koefisien Determinasi ... 79

5.1.5.1.2. Statistik Uji F ... 81

5.1.5.2.1. Statistik Uji t. ... 82

5.2. Pembahasan... ... 85

5.2.1. Efektivitas Pemungutan BPHTB dan Kontribusi Penerimaan BPHTB Berpengaruh terhadap PAD 86 5.2.2. Jumlah Penduduk Sebagai Variabel Moderating Mampu Memperkuat/Memperlemah Hubungan Antara Efektifitas Pemungutan BPHTB dan Kon Tribusi Penerimaan BPHTB dengan PAD ... 94

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN ... 97

6.1. Kesimpulan ... 97

6.2. Keterbatasan Penelitian ... 98

6.3. Saran ... 99


(15)

DAFTAR TABEL

Nomor Judul Halaman

Tabel 2.1. Interprestasi Nilai Efektivitas... 34

Tabel 2.2. Klasifikasi Kriteria Kontribusi... . 36

Tabel 2.3. Tinjauan Penelitian Terdahulu... . 42

Tabel 4.1. Definisi Operasional Variabel Dan Pengukuran... . 53

Tabel 4.2 Tabel Interprestasi Nilai Efektivitas... . 54

Tabel 4.3 Tabel Klasifikasi Kriteria Kontribusi... . 55

Tabel 5.1. Statistik Deskriptif ... . 62

Tabel 5.2. Data PAD... . 63

Tabel 5.3. Efektivitas BPHTB... . 64

Tabel 5.4. Kontribusi BPHTB... . 65

Tabel 5.5. Data Jumlah Penduduk ... . 66

Tabel 5.6. Hasil Uji Multikolonieritas... . 67

Tabel 5.7. Hasil Uji Autokorelasi... . 68

Tabel 5.8. Hasil Uji Glejser... . 70

Tabel 5.9. Hasil Uji Normalitas... . 71

Tabel 5.10. Hasil Uji Hipotesis Pertama (H1)... . 72

Tabel 5.11. Koefisisen Determinasi... . 73

Tabel 5.12. Uji Statistik F... . 74

Tabel 5.13. Uji Statistik t... . 75

Tabel 5.14. Hasil Uji Hipotesis Kedua (H2) dengan MRA Model I... . 76

Tabel 5.15. Hasil Uji Hipotesis Kedua (H2) dengan MRA Model II... . 78

Tabel 5.16. Hasil Uji Koefisien Determinasi Model I... . 80

Tabel 5.17. Hasil Uji Koefisien Determinasi Model II... . 80

Tabel 5.18. Uji Statistik F Model I... . 81

Tabel 5.19. Uji Statistik F Model II... . 82


(16)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Judul Halaman Gambar 3.1. Kerangka Konseptual... . 44 Gambar 5.1. Hasil Uji Scatterplot Heterokedastisitas... . 69


(17)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Judul Halaman

Lampiran – 1 Data Efektivitas BPHTB... 104

Lampiran – 2 Data Kontribusi BPHTB... 105

Lampiran – 3 Statistik Desriptif... 106

Lampiran – 4 Analisis Regresi Berganda HI... 107

Lampiran – 5 Hasil Uji Glejser HI... 111

Lampiran – 6 Analisis Regresi Berganda H2 Model I Dengan MRA 112 Lampiran – 7 Hasil Uji Glejser H2 Model I Dengan MRA... 116

Lampiran – 8 Analisis Regresi Berganda H2 Model II dengan MRA 117 Lampiran – 9 Hasil Uji Glejser H2 Model II dengan MRA... 124


(18)

EFEKTIVITAS PEMUNGUTAN BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN (BPHTB) DAN KONTRIBUSINYA TERHADAP

PENDAPATAN ASLI DAERAH DENGAN JUMLAH PENDUDUK SEBAGAI VARIABEL MODERATING DI KABUPATEN

ACEH BARAT DAYA ABSTRAK

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh Efektivitas Pemungutan BPHTB dan Kontribusi Penerimaan BPHTB terhadap Pendapatan Asli Daerah dan untuk mengetahui pengaruh Jumlah Penduduk terhadap hubungan antara Efektivitas Pemungutan BPHTB dan Kontribusi Penerimaan BPHTB dengan Pendapatan Asli Daerah. Jenis penelitian ini adalah penelitian kausal yang mencari hubungan sebab akibat. Jumlah observasi pada penelitian ini adalah 36 unit analisis dengan 9 Kecamatan yang berada di wilayah Kabupaten Aceh Barat Daya yang menerbitkan laporan BPHTB, PAD serta Jumlah Penduduk yang diambil yaitu jumlah kepala keluarga dengan menggunakan Cross Section untuk data time series selama 4 semester (2011-2012). Data diolah menggunakan Analisis Regresi Berganda dan Analisis Regresi Berganda model interaksi (Moderating Regresion Analysis). Hasil penelitian hipotesis yang pertama menunjukkan bahwa Efektivitas Pemungutan BPHTB dan Kontribusi Penerimaan BPHTB berpengaruh secara simultan terhadap PAD, secara parsial efektivitas pemungutan BPHTB berpengaruh positif terhadap PAD dan kontribusi penerimaan BPHTB berpengaruh negatif signifikan terhadap Pendapatan Asli Daerah, hasil penelitian untuk hipotesis kedua, Efektivitas Pemungutan BPHTB, Jumlah Penduduk, dan interaksi Kontribusi Penerimaan BPHTB dengan Jumlah Penduduk berpengaruh secara simultan, secara parsial Efektivitas Pemungutan BPHTB dan Jumlah Penduduk berpengaruh signifikan terhadap PAD, dan interaksi Kontribusi Penerimaan BPHTB dengan Jumlah Penduduk berpengaruh negatif signifikan. Jumlah Penduduk bukan variabel moderating.

Kata Kunci : Pendapatan Asli Daerah, Efektivitas Pemungutan BPHTB, Kontribusi Penerimaan BPHTB, Jumlah Penduduk.


(19)

THE EFFECTIVENESS OF THE COLLECTION OF LAND AND BUILDING ACQUISITION FEE AND ITS CONTRIBUTION

TO THE ORIGINAL LOCALLY-GENERATED INCOME WITH POPULATIONNUMBER AS MODERATING

VARIABLE IN ACEH BARAT DAYA DISTRICT

ABSTRACT

The purpose of this study was to find out the influence the effectiveness of the collection of land and building acquisition fee and its contribution to the original locally-generated income and to find out the influence of the number of population on the relationship between the effectiveness of the collection of land and building acquisition fee and its contribution to the original locally-generated income. This causal study looked at the relationship between cause and effect. The population of this study was 36 analysis units from 9 (nine) subdistricts in the jurisdiction of Aceh Barat Daya District that published their reports of land and building acquisition fee and original locally-generated income and a number of heads of families for the time series data for 4 (four) semesters (2011 – 2012) using cross-sectional technique. The data obtained were processed through Multiple Regression Analysis and Interaction-Model Multiple Regression Analysis (Moderating Regression Analysis). The result of the first hypothesis showed that simultaneously the effectiveness of land and building acquisition fee collection and its contribution had influence on the original locally-generated income. Partially, the effectiveness of land and building acquisition fee collection had a positive on the original locally-generated income and the contribution of land and building acquisition fee collection had a negative significant influence on the original locally-generated income. The result of the second analysis showed that the effectiveness of land and building acquisition fee collection and the interaction between the contribution of land and building acquisition fee collection simultaneously had influence on the number of population. Partially, the effectiveness of land and building acquisition fee collection and the number of populationhad significant influence on the original locally-generated income and the interaction between the contribution of land and building acquisition fee collection and number of population had negative significant influence. The number of population is not the moderating variable.

Keywords: Original Locally-Generated Income, Effectiveness, Land and Building Acquisition Fee, Contribution, Population Number


(20)

BAB I PENDAHULUAN

1.1.Latar Belakang

Sesuai petimbangan pada Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah, tujuan pemberian otonomi kepada Pemerintah Daerah adalah” untuk membentuk pemerintahan daerah yang mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan menurut asas otonomi dan tugas pembantuan, diarahkan untuk mempercepat terwujudnya kesejahteraan masyarakat melalui peningkatan, pelayanan, pemberdayaan, dan peran serta masyarakat, serta peningkatan daya saing daerah dengan memperhatikan prinsip demokrasi, pemerataan, keadilan, keistimewaan dan kekhususan suatu daerah dalam sistem Negara Republik Indonesia.” Selain itu juga dipandang perlu untuk meningkatkan efektifitas dan efisiensi dari penyelenggaraan pemerintahan daerah. Untuk meningkatkan efisiensi dan efektifitas pemerintah daerah perlu dilakukan desentralisasi fiskal untuk lebih memberikan otonomi kepada Pemerintah Daerah dalam mengelola keuangannya.

Otonomi daerah merupakan pembangunan daerah dengan pendekatan desentralisasi yang erat kaitannya dengan Pendapatan Asli Daerah (PAD). Salah satu tujuan utama desentralisasi adalah menciptakan kemandirian daerah. dalam perspektif ini, pemerintah provinsi (pemprov) diharapkan mampu menggali sumber-sumber keuangan lokal, khususnya melalui Pendapatan Asli Daerah (Sidik, 2002).


(21)

Untuk mendukung pelaksanaan otonomi yang maksimal pemerintah mengeluarkan kebijaksanaan dibidang pemerintah daerah yang berorientasi pada peningkatan kemampuan daerah untuk membiayai urusan rumah tangganya sendiri dan diprioritaskan pada penggalian dana mobilisasi sumber-sumber daerah. Sumber pendapatan daerah menurut Undang-Undang nomor 33 Tahun 2004, adalah:

1. Pendapatan Asli Daerah (PAD), terdiri dari: a. Hasil Pajak Daerah;

b. Hasil Retribusi Daerah;

c. Hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan; d. Lain-lain Pendapatan Asli Daerah yang sah.

2. Dana Perimbangan; 3. Lain-lain Pendapatan.

Pendapatan Asli Daerah (PAD) sebagai salah satu sumber penerimaan daerah mempunyai peranan penting dalam pembangunan. Hal ini dapat dilihat dalam pelaksanaan Otonomi Daerah dimana peranan PAD diharapkan dan diupayakan dapat menjadi penyangga utama dalam membiayai kegiatan pembangunan di daerah dan untuk mengurangi ketergantungan pemerintah daerah terhadap pemerintah pusat dalam pembiayaan pembangunan daerah. Oleh karena itu pemerintah daerah harus dapat mengupayakan peningkatan penerimaan yang berasal dari daerah sendiri.

Dengan demikian akan memperbesar tersedianya keuangan daerah yang dapat digunakan untuk berbagai kegiatan pembangunan yang bersifat mandiri, tapi pada kenyataannya kontribusi PAD terhadap pendapatan dan belanja daerah


(22)

masih kecil. Selama ini dominasi sumbangan pemerintah pusat kepada daerah masih besar, maka untuk mengurangi ketergantungan kepada pemerintah pusat, pemerintah daerah perlu berusaha meningkatkan PAD yang salah satunya dengan penggalian potensi daerah.

Guna meningkatkan kemampuan dalam bidang pendanaan untuk pembangunan, pemerintah kabupaten Aceh Barat daya berusaha meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD) melalui pajak daerah. Jenis-jenis pajak daerah menurut Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2000 adalah: Pajak Hotel, Pajak restoran , Pajak Hiburan, Pajak Reklame, Pajak Penerangan Jalan, Pajak Parkir, Pajak Pengambilan Bahan Galian Golongan C. Dan kemudian adanya pembaharuan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah adanya pergantian jenis pajak yaitu: Pajak Pengambilan Bahan Galian Golongan C diperbaharui menjadi Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan (perubahan nomenklatur), Pajak Air Tanah (Pengalihan dari provinsi), dan adanya penambahan jenis pajak baru yaitu: Pajak Sarang Burung Walet, PBB Pedesaan dan Perkotaan, dan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan.

Menurut Kuncoro (2004 : 15), ketergantungan fiskal terlihat dari relatif rendahnya PAD dan dominannya transfer dari pusat. Permasalahannya adalah, pajak dan retribusi daerah hingga saat ini merupakan sumber utama PAD. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, salah satu jenis pajak pusat yang dialihkan menjadi pajak daerah adalah BPHTB. Dengan berlakunya Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah terhitung 1 januari 2011 pengelolaan BPHTB diserahkan dan menjadi wewenang sepenuhnya


(23)

masing-masing Kabupaten/Kota. Setelah berlakunya Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009, BPHTB dikategorikan sebagai penerimaan Pajak Daerah yang secara keseluruhan penerimaan masuk dalam komponen PAD. Dalam hal ini diharapkan dengan adanya pengalihan pajak BPHTB dari pajak pusat menjadi pajak daerah mampu memberikan kontribusi yang besar dalam meningkatkan Pendapatan Asli Daerah dan bertujuan meningkatkan local taxing power Kabupaten/Kota. Hal ini membuat Pemerintah daerah lebih otonom bukan hanya pada sisi pengeluaran, tetapi juga pada sisi pengelolaan penerimaan.

Menurut Wahyudi (2010), adapun tujuan penyempurnaan dari Undang-Undang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah adalah : a) memperbaiki Sistem Pemungutan Pajak dan Retribusi Daerah; b) meningkatkan lokal taxing power

melalui : 1) perluasan objek pajak daerah dan retribusi daerah; 2) penambahan jenis pajak daerah dan retribusi daerah (termasuk pengalihan PBB dan BPHTB menjadi Pajak Daerah); 3) menaikkan tarif maksimum beberapa jenis pajak daerah; 4) memberikan diskresi penetapan tarif pajak kepada daerah; b) meningkatkan Efektifitas Sistem Pengawasan dengan cara : 1) mengubah sistem pengawasan; 2) mengenakan sanksi bagi yang melanggar ketentuan PDRD; c) meningkatkan Sistem Pengelolaan melalui penyempurnaan : 1) sistem bagi hasil pajak Provinsi; 2) pengembangan sistem earmarking ; 3) memberikan insentif pemungutan.

Penetapan BPHTB sebagai pajak daerah diharapkan akan meningkatkan pendapatan yang bersumber dari daerah itu sendiri yaitu Pendapatan Asli Daerah. Hal ini berbeda dengan penerimaan BPHTB sebagai pajak pusat, meskipun pendapatan BPHTB kemudian diserahkan kepada daerah, penerimaan ini tidak


(24)

dimasukkan ke dalam kelompok pendapatan asli daerah, melainkan sebagai dana perimbangan.

Sutrisno (2004) membedakan 2 (dua) faktor yang mempengaruhi Pendapatan Asli Daerah suatu daerah yaitu Faktor Eksternal dan Faktor Internal. Faktor eksternal terdiri dari investasi, inflasi PDRB dan jumlah penduduk, sedangkan faktor internal terdiri dari sarana dan prasarana, insentif, penerimaan subsidi, penerimaan pembangunan, sumber daya manusia, peraturan daerah, sistem dan pelaporan.

Selain pajak BPHTB yang diharapkan dapat meningkatkan PAD, ada faktor lain yg juga dapat meningkatkan PAD yaitu jumlah penduduk. Adam Smith berpendapat bahwa dengan didukung bukti empiris bahwa pertumbuhan penduduk tinggi akan dapat menaikkan output melalui penambahan tingkat dan ekspansi pasar baik pasar dalam negeri maupun luar negeri. Penambahan penduduk tinggi yang diiringi dengan perubahan teknologi akan mendorong tabungan dan juga penggunaan skala ekonomi di dalam produksi. Penambahan penduduk merupakan satu hal yang dibutuhkan dan bukan suatu masalah, melainkan sebagai unsur penting yang dapat memacu pembangunan dan pertumbuhan ekonomi. Besarnya pendapatan dapat mempengaruhi penduduk. Jika jumlah penduduk meningkat maka pendapatan yang dapat ditarik juga meningkat.

Beberapa peneliti mencoba mengkonfirmasi teori Sutrisno (2004), diantaranya: Cahyono (2006) menemukan bahwa baik secara individu maupun secara bersama-sama besarnya PDRB, investasi, jumlah penduduk, pendapatan perkapita masyarakat berpengaruh signifikan terhadap besarnya PAD Kabupaten Karanganyar dan penelitian Berutu (2011) dalam penelitiannya juga menemukan


(25)

belanja daerah, pendapatan per kapita masyarakat dan jumlah penduduk berpengaruh secara simultan dan parsial terhadap PAD,sedangkan investasi hanya berpengaruh secara simultan terhadap PAD, secara parsial investasi tidak berpengaruh terhadap PAD daerah Kabupaten/kota se-Provinsi Sumatera Utara. Sedangkan dalam penelitian Andriany dan Handayani (2008) dalam penelitiannya menemukan bahwa secara parsial PDRB berpengaruh positif dan signifikan terhadap PAD, sedangkan jumlah penduduk mempunyai pengaruh negatif dan tidak signifikan terhadap PAD, dan dalam Penelitian Suwarno (2008) menemukan bahwa faktor eksternal dan internal berpengaruh terhadap kemampuan keuangan daerah Pemerintah Kota Surabaya. Faktor eksternal dan internal yang signifikan: investasi, inflasi, PDRB, penerimaan subsidi, penerimaan pembangunan, sumber daya manusia, peraturan daerah, sistem dan pelaporan, sedangkan untuk faktor internal dan eksternal yang tidak signifikan: jumlah penduduk, sarana dan prasarana, dan insentif.

Keempat penelitian di atas memberikan kesimpulan untuk jumlah penduduk temuan Cahyono (2006) dan, Berutu (2011) berkontradiktif dengan temuan Andriany dan Handayani (2008) dan Suwarno (2008). Cahyono (2006) dan, Berutu (2011) menemukan jumlah penduduk berpengaruh terhadap PAD, sedangkan Andriany dan Handayani (2008) dan, Suwarno (2008) menemukan jumlah penduduk tidak berpengaruh atau berpengaruh negatif tidak signifikan terhadap PAD.

Fenomena kontradiktif temuan jumlah penduduk didalam mendeterminasi PAD merupakan ide yang mendasari dilakukannya pengujian kembali penelitian ini dengan topik Efektivitas Pemungutan Bea Perolehan hak Atas Tanah Dan


(26)

Bangunan (BPHTB) Dan Kontribusinya Terhadap Pendapatan Asli Daerah Dengan Jumlah Penduduk Sebagai Variabel Moderating Di Kabupaten Aceh Barat Daya.

1.2.Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan sebelumnya, maka rumusan masalah dalam penelitian ini, adalah :

1. Apakah Efektifitas Pemungutan BPHTB dan Kontribusi Penerimaan BPHTB berpengaruh terhadap Pendapatan Asli Daerah pada Kabupaten Aceh Barat Daya ?

2. Apakah Jumlah Penduduk sebagai variabel moderating dapat memperkuat/memperlemah hubungan antara Efektivitas Pemungutan dan Kontribusi Penerimaan BPHTB dengan Pendapatan Asli Daerah pada Kabupaten Aceh Barat Daya?

1.3.Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah diatas, maka tujuan penelitian ini adalah: 1. Untuk mengetahui pengaruh Efektivitas Pemungutan BPHTB dan Kontribusi

Penerimaan BPHTB terhadap Pendapatan Asli Daerah pada Kabupaten Aceh Barat Daya.

2. Untuk mengetahui apakah Jumlah Penduduk sebagai variabel moderating dapat memperkuat/memperlemah hubungan antara Efektivitas Pemungutan dan Kontribusi Penerimaan BPHTB dengan Pendapatan Asli Daerah pada Kabupaten Aceh Barat Daya.


(27)

1.4.Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan mamfaat bagi pihak-pihak sebagai berikut :

1. Peneliti

Penelitian ini diharapakan dapat berguna sebagai media untuk mengembangkan wawasan dan pengetahuan yang berkaitan dengan sektor publik, dan disisi lain berguna untuk pemahaman metode penelitian,

2. Praktisi

Penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai bahan masukan dan pertimbangan bagi Pemerintah Daerah Kabupaten Aceh Barat Daya dalam menentukan arah kebijakan keuangan daerah yang berkaitan dengan peningkatan Pendapatan Asli Daerah guna meningkatkan kemandiriin fiskal daerah,

3. Akademisi

Hasil penelitian ini diharapkan dapat berguna bagi pengembangan ilmu pengetahuan yang dapat dijadikan sebagai bahan masukan dan referensi untuk penelitian lebih lanjut oleh peneliti berikutnya.


(28)

1.5.Originalitas Penelitian

Penelitian ini replikasi dari peneliti terdahulu yakni penelitian Fauzan dan Ardiyanto (2011), dengan topik “Akuntansi dan Efektivitas Pemungutan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) dan Kontribusinya terhadap Pendapatan Daerah Di Kota Semarang Periode Tahun 2008-2011”. Penelitian terdahulu menggunakan efektifitas dan kontribusi penerimaan BPHTB sebagai variabel independen, dan Pendapatan Asli Daerah sebagai variabel dependen. Perbedaan penelitian ini dengan penelitian terdahulu, peneliti mempergunakan tambahan variabel yaitu jumlah penduduk sebagai variabel moderating untuk mengetahui dan menganalisis jumlah penduduk sebagai variabel moderating apakah dapat memperkuat/memperlemah hubungan antara efektivitas dan kontribusi BPHTB terhadap Pendapatan Asli Daerah pada pemerintah daerah Kabupaten Aceh Barat Daya.


(29)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Landasan Teori

2.1.1. Pendapatan Asli Daerah

Pendapatan Asli Daerah, selanjutnya disebut PAD adalah pendapatan yang diperoleh daerah yang dipungut berdasarkan Peraturan Daerah sesuai dengan Peraturan Perundang-undangan ( UU Nomor : 33 Tahun 2004 pasal 1, ayat-18). Sumber Pendapatan Asli Daerah, diperoleh dari :a. Pajak Daerah; b. Retribusi Daerah; c. Hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan; dan d. Lain-lain PAD yang sah. Pendapatan Asli Daerah bertujuan memberikan kewenangan kepada pemerintah daerah untuk mendanai pelaksanaan otonomi daerah sesuai dengan potensi daerah sebagai perwujudan desentralisasi. Sidik et. al. ( 2004 : 77 ) menegaskan, secara utuh desentralisasi fiskal mengandung pengertian bahwa untuk mendukung penyelenggaraan otonomi daerah yang luas, nyata, dan bertanggung jawab, kepada daerah diberikan kewenangan untuk memberdayakan sumber keuangan sendiri dan didukung dengan perimbangan keuangan pusat dan daerah. Kewenangan untuk memberdayakan sumber keuangan sendiri dilakukan dalam wadah PAD yang sumber utamanya adalah pajak daerah dan retribusi daerah. Idealnya suatu perimbangan keuangan pusat dan daerah terjadi apabila setiap tingkat pemerintahan independen dalam bidang keuangan untuk membiayai pelaksanaan tugas dan wewenang masing-masing. Artinya PAD menjadi sumber pendapatan utama atau dominan, sementara subsidi atau transfer dari tingkat pemerintah pusat merupakan sumber penerimaan pendukung atau tambahan yang


(30)

peranannya tidak dominan. PAD merupakan salah satu sumber pembiayaan pemerintahan daerah yang peranannya sangat tergantung kemampuan dan kemauan daerah dalam menggali potensi yang ada di daerah.

Menurut Kaho ( 2007 : 136 ), salah satu kriteria penting untuk mengetahui secara nyata kemampuan daerah dalam mengatur dan mengurus rumah tangganya adalah self supporting dalam bidang keuangan. Faktor keuangan merupakan faktor esensial dalam mengukur tingkat kemampuan daerah dalam melaksanakan otonomi daerahnya.

Menurut Halim (2007 : 197), pemerintah daerah menghadapi dilema, disatu sisi mereka harus meningkatkan terus jumlah PAD-nya untuk mengimbangi semakin meningkatnya kebutuhan biaya penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan, disisi lain potensi di daerah yang bisa dijadikan sebagai sumber pendapatan daerah relatif kecil. Sidik et. al. (2004 : 77) juga mengatakan, sebagai rangkaian dari pengalihan kewenangan sebagai wujud pelaksanaan otonomi daerah, dukungan pembiayaan yang memadai akan menjadi syarat utama guna mencapai hasil optimal. Ketergantungan yang tinggi terhadap penerimaan dari pemerintah pusat disatu sisi dan rendahnya peranan PAD dalam penerimaan daerah disatu sisi membawa konsekuensi terhadap rendahnya kemampuan PAD dalam membiayai pengeluaran daerah. Kondisi ini tentu saja sangat menyulitkan pemerintah daerah untuk melaksanakan otonomi secara nyata. Tim Asistensi Menteri Keuangan Bidang Desentralisasi Fiskal (2008 : 44) menjelaskan, rendahnya penerimaan pajak dan retribusi daerah ditunjukkan oleh data tahun 2001 sampai dengan tahun 2005 bahwa kontribusi PAD terhadap APBD hanya kurang dari 10%. Peranan PAD yang relatif kecil menyebabkan penerimaan


(31)

pemerintah daerah baik secara langsung maupun tidak langsung sangat tergantung pada transfer dari pemerintah pusat.

Menurut Kuncoro (2004 : 13), setidaknya ada lima penyebab utama rendahnya PAD yang pada gilirannya menyebabkan tingginya ketergantungan terhadap subsidi dari pusat, yaitu : 1) kurang berperannya perusahaan daerah sebagai sumber pendapatan daerah; 2) tingginya derajat sentralisasi dalam bidang perpajakan. Semua pajak utama yang paling produktif dan buoyant baik pajak langsung dan tak langsung, ditarik oleh pusat; 3) kendati pajak daerah cukup beragam ternyata hanya sedikit yang bisa diandalkan sebagai sumber penerimaan; 4) bersifat politis, adanya kekhawatiran apabila daerah mempunyai sumber keuangan yang tinggi maka ada kecendrungan terjadi disintegrasi dan separatisme; 5) kelemahan dalam pemberian subsidi dari pemerintah pusat kepada pemerintah daerah.

Sidik et. al. (2004 : 75) mengatakan, selama ini rendahnya PAD dalam struktur penerimaan daerah disebabkan karena sumber-sumber yang masuk dalam kategori PAD umunya bukan merupakan sumber potensial bagi daerah. Sumber-sumber potensial di daerah sudah diambil sebagai Sumber-sumber penerimaan bagi pemerintah pusat, sehingga yang tersisa di daerah hanya sumber-sumber penerimaan yang kurang potensial. Dalam hal yang sama Kumorotomo (2008 : 364) mengatakan, karena pajak-pajak yang memberi hasil tinggi tidak didesentralisasikan, kontinuitas kebijakan yang lain ialah bahwa ketergantungan daerah kepada bantuan pemerintah pusat masih tetap tinggi seperti ditunjukan oleh besarnya persentase DAU didalam anggaran pemerintah daerah.


(32)

Sedangkan Bird dan Vaillancourt (2000 : 165) berpendapat, sentralisasi perpajakan juga didorong oleh tujuan untuk mengurangi kesenjangan antar daerah akibat perbedaan pada besarnya sumber-sumber pajak. Walaupun tujuan-tujuan ini cukup beralasan dan penting, perlu juga untuk mempertimbangkan upaya-upaya memperluas pilihan-pilihan pajak daerah, yang sesuai dengan tujuan-tujuan tersebut. Sistem perpajakan yang sangat sentralistis ini merupakan alasan mengapa pemerintah daerah tidak dapat melakukan pembiayaan sendiri, dan demikian kecilnya porsi penerimaan sendiri dalam struktur pengeluaran mereka.

Sidik et. al. (2004 : 79) menegaskan, ketimpangan perbandingan antara PAD sebagai pendapatan lokal dengan pendapatan luar daerah berupa dana perimbangan sebagai transfer dari pusat dalam komponen pendapatan APBD menjadi masalah yang kritis. Jika pemerintah daerah terjebak untuk segera meningkatkan PAD secara drastis maka upaya peningkatan pajak daerah dan retribusi daerah menjadi pilihan, dan hal tersebut berarti akan mengurangi peluang daerah untuk meraih investasi dan semakin menambah beban masyarakat dan para investor. Namun, apabila pemerintah daerah terlambat untuk meningkatkan PAD maka semakin jauh harapan kemandirian daerah akan tercapai.

Menurut Mardiasmo (2004 : 146), pemerintah diharapkan dapat meningkatkan PAD untuk mengurangi ketergantungan terhadap pembiayaan dari pusat, sehingga meningkatkan otonomi dan keleluasaan daerah (local discretion).

Menurut Halim (2012 : 101) Pendapatan Asli Daerah dipisahkan menjadi empat jenis pendapatan, yaitu: a. Pajak Daerah; b. Retribusi Daerah; c. Hasil Pengelolaan kekayaan milik daerah yang dipisahkan; d. Lain-lain PAD yang sah.


(33)

2.1.1.1. Pajak Daerah

Pajak daerah, yang selanjutnya disebut pajak, adalah kontribusi wajib kepada Daerah yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan Daerah bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat (UU Nomor : 28 tahun 2009, pasal 1 ayat-10).

Tim Asistensi Menteri Keuangan Bidang Desentralisasi Fiskal (2008 : 44) mengatakan, pajak sebagai sumber pendapatan adalah salah satu instrumen yang sangat penting dalam desentralisasi fiskal, karena mencerminkan seberapa besar otoritas pendapatan yang dimiliki suatu tingkat pemerintahan. Dalam kaitannya dengan pelaksanaan otonomi daerah, pemberian kewenangan untuk mengadakan pemungutan pajak selain mempertimbangkan kriteria-kriteria perpajakan yang berlaku secara umum, juga harus mempertimbangkan kriteria-kriteria perpajakan yang berlaku secara umum, juga harus mempertimbangkan ketepatan suatu pajak sebagai pajak daerah.

Pajak daerah merupakan pendapatan daerah yang berasal dari pajak. Terkait dengan pendapatan pajak yang berbeda bagi provinsi dan kabupaten/kota sesuai dengan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang perubahan Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2000 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah. Ada 2 jenis pendapatan pajak yaitu: pajak untuk provinsi dan pajak untuk untuk kabupaten/kota menurut Halim (2012 : 101).

Jenis Pajak Provinsi Terdiri Dari: a. Pajak Kendaraan Bermotor;


(34)

c. Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor; d. Bea balik nama kendaraan di air;

e. Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor; f. Pajak Air Permukaan; dan

g. Pajak Rokok.

Jenis Pajak Kabupaten/Kota terdiri atas: a. Pajak Hotel;

b. Pajak Restoran; c. Pajak Hiburan; d. Pajak Reklame;

e. Pajak Penerangan Jalan;

f. Pajak pengambilan bahan galian golongan C; g. Pajak lingkungan;

h. Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan; i. Pajak Parkir;

j. Pajak Sarang Burung Walet; k. Pajak Bumi dan Bangunan; dan

l. Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan.

Berdasarkan Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang perimbangan keuangan antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah, pendapatan BPHTB dibagikan ke daerah dengan pola distribusi sebagai berikut: 1) 80% merupakan bagian daerah yang dibagikan kepada daerah provinsi dan kabupaten/kota dengan porsi: a) 16% untuk daerah provinsi yang bersangkutan, dan b) 64% untuk daerah kabupaten/kota penghasil. 2) 20% merupakan bagian pemerintah pusat dan


(35)

dibagikan kepada seluruh kabupaten/kota dengan porsi yang sama. Dengan demikian, seluruh pendapatan BPHTB yang dipungut oleh pemerintah pusat pada dasarnya diserahkan kepada daerah melalui mekanisme Dana Bagi Hasil.

Dengan diberlakukannya Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 Tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, Pajak BPHTB akan sepenuhnya menjadi pajak daerah. Dengan pengalihan ini diharapkan BPHTB akan menjadi salah satu sumber PAD yang cukup potensial bagi daerah.

2.1.1.2. Retribusi Daerah

Retribusi daerah, yang selanjutnya disebut retribusi adalah pungutan daerah sebagai pembayaran atas jasa atau pemberian izin tertentu yang khusus disediakan dan/atau diberikan oleh pemerintah daerah untuk kepentingan orang pribadi atau badan (UU Nomor : 28 Tahun 2009, Pasal 1 ayat-64). Retribusi daerah sebagaimana halnya pajak daerah merupakan salah satu sumber penerimaan PAD diharapkan dapat dijadikan sumber pembiayaan yang penting dalam penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan daerah yang tujuannya untuk meningkatkan dan memeratakan kesejahteraan masyarakat.

Objek retribusi menurut Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009, pasal 108 ayat 1 terdiri dari: a. Jasa Umum; b. Jasa Usaha; dan c. Perizinan Tertentu.

Devas et. al (1989 : 91) mengatakan, retribusi merupakan sumber pendapatan yang sangat penting, hasil retribusi hampir mencapai setengah dari seluruh pendapatan daerah. Menurut Davey (1988 : 132), beberapa jasa (pelayanan) umum dibiayai oleh pajak umum, dan lain-lain melalui pungutan retribusi langsung kepada konsumen. Pengenaan retribusi terhadap pelayanan


(36)

yang diterima dari pemerintah daerah ditujukan untuk meningkatkan penerimaan dan meningkatkan efisiensi. Retribusi hal terpenting pada tingkat daerah, karena lebih dekatnya dengan pengguna jasa, pelayanan-pelayanan daerah lebih dapat diterima untuk pungutan-pungutan tersebut daripada pelayanan-pelayanan yang disediakan pemerintah pusat.

Dalam hal yang sama Bird dan Vaillancourt (2000 : 168) mengatakan di Indonesia, retribusi memberikan sumbangan yang cukup besar terhadap total penerimaan daerah, namun demikian pemanfaatan retribusi ini masih dibawah potensi yang ada. Ketergantungan yang tinggi terhadap transfer pemerintah pusat telah menyebabkan kurangnya intensif pencarian sumber-sumber retribusi untuk menutupi biaya daerah.

2.1.1.3. Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah Yang Dipisahkan

Sumber penerimaan Pendapatan Asli Daerah lainnya yang menduduki peran penting setelah pajak daerah dan retribusi daerah adalah bagian pemerintah atas laba Badan Usaha Milik Daerah. Mardiasmo (2004 : 154) mengatakan, Pemerintah daerah juga dapat melakukan upaya peningkatan PAD melalui optimalisasi peran Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) dan Badan Usaha Milik Negara (BUMN).

Peranan investasi swasta dan perusahaan milik negara/daerah diharapkan dapat berfungsi sebagai pemicu utama pertumbuhan dan pembangunan ekonomi daerah (engine of growth dan sebagai center of economic activity). Dari sisi eksternal, daerah dituntut untuk menarik investasi asing agar bersama-sama swasta domestic mampu mendorong pertumbuhan ekonomi daerah serta


(37)

menimbulkan multiplier effect yang besar, dan di sisi lain pemerintah daerah harus mampu memberikan iklim/suasana yang kondusif untuk berinvestasi dan berusaha.

Penyertaan modal pada BUMN dan/atau pada perusahaan swasta maupun kepemilikan BUMD merupakan kekayaan daerah yang dipisahkan, yang artinya pengelolaannya diluar dari pengelolaan pemerintah daerah dan bertujuan untuk memperoleh bagian laba atas kepemilikan atau penyertaan modal dari hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan.

Sidik et. al. (2004 : 85) mengatakan, BUMD sebenarnya juga merupakan salah satu potensi sumber keuangan daerah yang perlu terus ditingkatkan guna mendukung pelaksanaan otonomi daerah. Besarnya kontribusi laba BUMD dalam PAD dapat menjadi indikator kuat atau lemahnya BUMD dalam suatu daerah. Selama ini BUMD yang ada di daerah tidak produktif, sebagian besar BUMD belum mampu untuk memberikan kontribusi yang siknifikan bagi PAD, bahkan beberapa BUMD mengalami kerugian dan memikul beban hutang yang sangat besar.

2.1.1.4. Lain-Lain PAD Yang Sah

Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor : 13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah, pasal 25 ayat 4 menjelaskan bahwa : jenis lain-lain pendapatan asli daerah yang sah, disediakan untuk menganggarkan penerimaan daerah yang tidak termasuk dalam jenis pajak daerah, retribusi daerah dan hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan.


(38)

2.1.2. Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) 2.1.2.1. Pengertian BPHTB

Berdasarkan Undang-Undang Nomor 21 Tahun 1997 yang telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2000 tentang Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB), bahwa yang dimaksud dengan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) adalah pajak yang dikenakan atas perolehan hak atas tanah dan atau bangunan

Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan merupakan pajak yang harus dibayar sebagai akibat dari diperolehnya hak atas tanah atau bangunan yang meliputi hak milik, hak guna usaha, hak guna bangunan, hak pakai, hak milik atas satuan rumah susun dan hak pengelolaan dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2000. Perolehan hak atas tanah dan/atau bangunan adalah perbuatan hukum atau peristiwa hukum yang mengakibatkan diperolehnya hak atas tanah atau bangunan oleh pribadi atau badan (Mardiasmo, 2006 : 324).

Hak atas tanah dan atau bangunan adalah hak atas tanah, termasuk hak pengelolaan beserta bangunan diatasnya sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria dan ketentuan perundang-undangan lainnya (Mardiasmo, 2006 : 324).

2.1.2.2. Dasar Hukum BPHTB

Undang-Undang Nomor 21 Tahun 1997 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2000 tentang Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan. Undang-Undang ini menggantikan Ordonansi Bea Balik Nama Staatsblad 1924 Nomor 291;


(39)

a. Peraturan Pemerintah Nomor 111 Tahun 2000 tentang Pengenaan BPHTB karena Waris dan Hibah;

b. Peraturan Pemerintah Nomor 112 Tahun 2000 tentang Pengenaan BPHTB karena Pemberian Hak Pengelolaan;

c. Peraturan Pemerintah Nomor 113 Tahun 2000 tentang Besarnya Nilai Perolehan Objek Pajak Tidak Kena Pajak Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan.

Prinsip-prinsip yang diatur dalam Undang-Undang BPHTB menurut Mardiasmo (2006 : 324) adalah:

a. Pemenuhan kewajiban BPHTB adalah berdasarkan sistem Self Assessment,

yaitu wajib pajak menghitung dan membayar sendiri utang pajaknya;

b. Besarnya tarif ditetapkan sebesar 5% (lima persen) dari Nilai Perolehan Objek Pajak Kena Pajak;

c. Agar Pelaksanaan Undang-Undang BPHTB dapat berlaku secara efektif, maka baik kepada Wajib Pajak maupun kepada pejabat-pejabat umum yang melanggar ketentuan atau tidak melaksanakan kewajibannya, dikenakan sanksi menurut peraturan Perundang-undangan yang berlaku;

d. Hasil penerimaan BPHTB merupakan penerimaan Negara yang sebagian besar diserahkan kepada Pemerintah Daerah, untuk meningkatkan pendapatan daerah guna membiayai pembangunan daerah dan dalam rangka memantapkan otonomi daerah;

e. Semua pungutan atas perolehan hak atas tanah dan atau bangunan di luar ketentuan ini tidak diperkenankan.


(40)

Berdasarkan prinsip diatas, pemenuhan kewajiban Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan adalah menggunakan sistem Self Assesment yaitu sistem pemungutan di mana Wajib Pajak harus menghitung, membayar, dan melaporkan jumlah pajak yang terutang. Aparat Pajak (fiskus) hanya bertugas melakukan penyuluhan dan pengawasan untuk mengetahui kepatuhan Wajib Pajak.

Dasar hukum pelaksanaan Self Assesment System dalam pemungutan BPHTB. Hal ini didukung dengan apa yang termuat dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2000 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 21 Tahun 1997 tentang BPHTB dalam penjelasan Pasal 10 ayat (1) yang berbunyi sebagai berikut:

“Sistem pemungutan BPHTB adalah Self Assesment, dimana Wajib Pajak diberi kepercayaan untuk menghitung dan membayar sendiri pajak yang terutang dengan menggunakan Surat Setoran BPHTB (SSB) dan melaporkannya tanpa mendasarkan diterbitkannya surat ketetepan pajak”.

2.1.2.3. Pelaksanaan Pemungutan BPHTB a. Objek Pajak

Menurut Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2000 Objek BPHTB adalah perolehan hak atas tanah dan/atau bangunan meliputi:

1) Pemindahan Hak karena: a) Jual beli;

b) Tukar menukar; c) Hibah;


(41)

e) Waris;

f) Pemasukan dalam perseroan atau badan hukum lainnya; g) Pemisahan hak yang mengakibatkan peralihan;

h) Penunjukan pembeli dalam lelang;

i) Pelaksanaan putusan hakim yang mempunyai kekuatan hukum tetap; j) Penggabungan usaha;

k) Peleburan usaha; l) Pemekaran usaha; m) Hadiah.

2) Pemberian Hak Baru karena: a) Kelanjutan pelepasan hak; b) Diluar pelepasan hak.

b. Tidak Termasuk Objek Pajak

Menurut Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2000 Objek pajak yang tidak dikenakan BPHTB adalah objek pajak yang diperoleh:

1) Perwakilan diplomatik, konsulat berdasarkan asas perlakuan timbal balik;

2) Negara untuk penyelenggaraan pemerintahan dan atau pelaksanaan pembangunan guna kepentingan umum;

3) Badan atau perwakilan organisasi internasional yang ditetapkan oleh Menteri dengan syarat tidak menjalankan usaha atau melakukan kegiatan lain di luar fungsi dan tugas badan usaha atau perwakilan organisasi tersebut;


(42)

4) Orang pribadi atau badan karena konversi hak dan perbuatan hukum lain dengan tidak adanya perubahan nama;

5) Orang pribadi atau badan karena wakaf;

6) Orang pribadi atau badan digunakan untuk kepentingan ibadah.

c. Subjek Pajak

Menurut Mardiasmo (2006 : 326) yang menjadi subjek pajak adalah orang pribadi atau badan yang memperoleh hak atas tanah dan bangunan. Subjek pajak yang dikenakan kewajiban membayar pajak menjadi Wajib Pajak BPHTB menurut Undang-Undang BPHTB.

2.1.2.4. Dasar Pengenaan Pajak

Menurut Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2000 yang menjadi dasar pengenaan pajak adalah Nilai Perolehan Objek Pajak (NPOP) yaitu ditentukan sebesar:

a. Jual beli adalah harga transaksi b. Tukar-menukar adalah nilai pasar: c. Hibah adalah nilai pasar:

d. Hibah wasiat adalah nilai pasar; e. Waris adalah nilai pasar;

f. Pemasukan dalam perseroan atau badan hukum lainnya adalah nilai pasar; g. Pemisahan hak yang mengakibatkan peralihan adalah nilai pasar;

h. Peralihan hak karena pelaksanaan putusan hakim yang mempunyai kekuatan hukum tetap adalah nilai pasar;


(43)

i. Pemberian hak baru atas tanah sebagai kelanjutan dari pelepasan hak adalah nilai pasar;

j. Pemberian hak baru atas tanah di luar pelepasan hak adalah nilai pasar; k. Penggabungan usaha adalah nilai pasar;

l. Peleburan usaha adalah nilai pasar; m. Pemekaran usaha adalah nilai pasar; n. Hadiah adalah nilai pasar;

o. Penunjukan pembeli dalam lelang adalah harga transaksi yang tercantum dalam risalah lelang.

Jika Nilai Perolehan Objek Pajak (NPOP) tidak diketahui atau lebih rendah daripada NJOP yang digunakan dalam pengenaan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) pada tahun terjadinya perolehan, dasar pengenaan yang dipakai adalah NJOP Pajak Bumi dan Bangunan.

Besarnya Nilai Perolehan Objek Pajak Tidak Kena Pajak (NPOPTKP) ditetapkan secara regional paling banyak Rp 60.000.000,00- (enam puluh juta rupiah), kecuali dalam hal perolehan hak karena waris, atau hibah wasiat yang diterima orang pribadi yang masih dalam hubungan keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus satu derajat ke atas atau saru derajat ke bawah dengan pemberi hibah wasiat, termasuk suami/istri, NPOPTKP ditetapkan secar regional paling banyak Rp 300.000.000,00- (tiga ratus juta rupiah). Besarnya NPOPTKP dapat diubah dengan Peraturan Pemerintah dengan mempertimbangkan perkembangan ekonomi dan moneter serta perkembangan harga umum tanah dan atau bangunan.


(44)

Sesuai dengan pasal Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2000 tarif pajak ditetapkan sebesar 5% (lima persen). Sebagai dasar pengenaan pajak BPHTB adalah NPOP.

Cara menghitung BPHTB menurut Mardiasmo (2006 : 327) adalah sebagai berikut:

BPHTB = Nilai Perolehan Objek pajak Kena Pajak x Tarif = (NPOP – NPOPTKP) x 5 %

2.1.2.5. Saat Terutangnya BPHTB dan Tempat Pembayaran

Menurut Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2000 saat yang menentukan terutangnya pajak adalah:

a. Jual beli adalah sejak tanggal dibuat dan ditandatanganinya akta;

b. Tukar menukar adalah sejak tanggal dibuat dan ditandatanganinya akta; c. Hibah adalah sejak tanggal dibuat dan ditandatanganinya akta;

d. Hibah Wasiat adalah sejak tanggal dibuat dan ditandatanganinya akta;

e. Waris adalah sejak tanggal yang bersangkutan mendaftarkan peralihan haknya ke kantor bidang pertanahan;

f. Pemasukan dalam perseroan atau badan hukum lainnya adalah sejak tanggal dibuat dan ditandatanganinya akta;

g. Pemisahan hak yang mengakibatkan peralihan adalah sejak tanggal dibuat dan ditandatanganinya akta;

h. Putusan hakim adalah sejak tanggal putusan pengadilan yang mempunyai kekuatan hukum yang tetap;


(45)

i. Pemberian hak baru atas tanah sebagai kelanjutan dari pelepasan hak adalah sejak tanggal diterbitkannya surat keputusan pemberian hak;

j. Pemberian hak baru diluar pelepasan hak adalah sejak tanggal diterbitkannya surat keputusan pemberian hak;

k. Penggabungan usaha adalah sejak tanggal dibuat dan ditandatanganinya akta; l. Peleburan usaha adalah sejak tanggal dibuat dan ditandatanganinya akta; m. Pemekaran usaha adalah sejak tanggal dibuat dan ditandatanganinya akta; n. Hadiah adalah sejak tanggal dibuat dan ditandatanganinya akta;

o. Lelang adalah sejak tanggal penunjukkan pemenang lelang;

Tempat pajak terutang adalah di wilayah: a. Kabupaten; b. Kota, atau; c. Provinsi. Tempat tersebut meliputi letak tanah dan atau bangunan.

Tempat pembayaran pajak yang terutang di bayar ke kas negara melalui: a. kantor pos dan giro; b. bank badan usaha milik negara atau bank badan usaha milik daerah; c. tempat pembayaran lain yang ditunjuk oleh Menteri Keuangan.

2.1.2.6. Surat Ketetapan BPHTB Kurang Bayar (SKBKB)

Menurut Mardiasmo (2006 : 329) SKBKB adalah surat ketetapan yang menentukan besarnya jumlah pajak yang terutang, jumlah kekurangan pembayaran pokok pajak, besarnya sanksi administrasi, dan jumlah yang masih harus dibayar.

SKBKB diterbitkan apabila berdasarkan hasil pemeriksaan atau keterangan lain ternyata jumlah pajak yang terutang kurang bayar. SKBKB dapat diterbitkan oleh Direktur Jenderal Pajak dalam jangka waktu 5 (lima) tahun sesudah saat terutangnya pajak. Jumlah kekurangan pajak yng terutang dalam


(46)

SKBKB ditambah dengan sanksi administrasi berupa bunga sebesar 2% sebulan (maksimal 24 bulan) dihitung mulai saat terutangnya pajak sampai dengan diterbitkannya SKBKB.

2.1.2.7. Surat Ketetapan BPHTB Kurang Bayar Tambahan (SKBKBT) Menurut Mardiasmo (2006 : 330) SKBKBT adalah surat ketetapan yang menetukan tambahan atas jumlah pajak yang telah ditetapkan. SKBKBT diterbitkan apabila ditemukan data baru dan atau data yang semula belum terungkap yang menyebabkan penambahan jumlah pajak yang terutang setelah diterbitkannya SKBKB. SKBKBT dapat diterbitkan oleh Direktur Jenderal Pajak dalam jangka waktu 5 tahun sesudah saat terutangnya pajak.

Jumlah kekurangan pajak yang terutang dalam SKBKBT ditambah dengan sanksi administrasi berupa kenaikan sebesar 100% (seratus persen) dari jumlah kekurangan pajak tersebut.

2.1.2.8. Surat Tagihan BPHTB Kurang Bayar Tambahan (STB)

Menurut Mardiasmo (2006 : 331) STB adalah surat untuk melakukan tagihan pajak dan atau sanksi administrasi berupa bunga dan atau denda. STB diterbitkan apabila: a. Pajak yang terutang tidak atau kurang bayar; b. Dari hasil pemeriksaan Surat Setoran BPHTB (SSB) terdapat kekurangan pembayaran pajak sebagai akibat salah tulis dan atau salah hitung; c. Wajib pajak dikenakan sanksi administrasi berupa bunga dan atau denda.

Jumlah pajak yang terutang yang tidak atau kurang dibayar dalam STB sebagaimana dimaksud dalam poin a dan b ditambah sanksi administrasi berupa


(47)

bunga sebesar 2% (dua persen) sebulan untuk jangka waktu paling lama 24 (dua puluh empat) bulan sejak saat terutangnya pajak. Sedangkan untuk poin c tidak ditambah sanksi karena tidak ada sanksi atas sanksi.

2.1.2.9. Pengembalian Kelebihan Pembayaran BPHTB

Wajib Pajak dapat mengajukan permohonan pengembalian atas kelebihan pembayaran pajak kepada Direktur Jenderal Pajak, antara lain dalam hal; a. Pajak yang dibayar lebih besar daripada yang seharusnya terutang; b. Pajak yang terutang sudah dibayar oleh Wajib Pajak sebelum akta ditandatangani, namun perolehan hak atas tanah dan atau bangunan tersebut batal.

2.1.2.10. Pejabat Yang Berwenang Dalam Pemenuhan Ketentuan BPHTB Undang-Undang Bea perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) menentukan beberapa Pejabat yang berwenang dalam pemenuhan ketentuan BPHTB atas suatu perolehan hak atas tanah dan bangunan. Para pejabat ini diberi kewenangan untuk memeriksa apakah Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) terutang sudah disetorkan ke Kas Negara oleh Pihak yang memperoleh hak sebelum pejabat yang berwenang menandatangani dokumen yang berkenaan dengan perolehan dimaksud.

Pejabat yang dimaksud tersebut ditunjuk karena kewenangannya dalam pembuatan akta dan pengesahan terjadinya perolehan hak. Pejabat tersebut adalah Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT), Pejabat Lelang, Pejabat Pertanahan. Pejabat yang berwenang sebagaimana yang dimaksud oleh Undang-Undang BPHTB, dalam pelaksanaannnya mempunyai tugas pokok dan fungsi sebagaimana yang


(48)

diatur dalam Pasal 24 ayat (3) dan Pasal 25 ayat (1) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1997 dan Pasal 24 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2000 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 21 Tahun 1997 tentang BPHTB tentang Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan.

Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) dalam pelaksanaan Undang-Undang tentang BPHTB mempunyai tugas pokok dan fungsi membuat serta menanda tangani akta peralihan hak atas tanah dan atau bangunan setelah subjek/wajib pajak BPHTB menyerahkan bukti penyetoran biaya pajak ke Kas Negara. Kemudian Pejabat Pembuat Akta Tanah melaporkan pembuatan akta Perolehan Hak atas Tanah dan atau Bangunan tersebut kepada Direktorat Jenderal Pajak selambat-lambatnya pada tanggal 10 (sepuluh) bulan berikutnya.

Ada beberapa PPAT, yaitu sebagaimana yang dinyatakan dalam Pasal 1 Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 1998 tentang Peraturan Jabatan Pembuat Akta Tanah, bahwa yang dimaksud :

a. Pejabat Pembuat Akta Tanah selanjutnya disebut PPAT adalah Pejabat Umum yang diberikan kewenangan unutk membuat akta-akta Otentik mengenai Perbuatan Hukum tertentu mengenai Hak atas Tanah atau Hak Milik atas Satuan Rumah Susun.

b. PPAT Sementara adalah Pejabat Pemerintah yang ditunjuk karena jabatannya untuk melanjutkan tugas PPAT dengan membuat akta PPAT di daerah yang belum cukup terdapat PPAT.

c. PPAT Khusus adalah Pejabat Badan Pertanahan Nasional yang ditunjuk karena jabatanya untuk melaksanakan tugas PPAT dengan membuat Akta


(49)

PPAT Tertentu Khusus Dalam Rangka Pelaksanaan Program atau Tugas Pemerintah Tertentu.

d. Akta PPAT adalah akta yang dibuat oleh PPAT sebagai bukti telah dilaksanakan Perbuatan Hukum tertentu mengenai Hak Atas Tanah atau Hak Milik Atas Satuan Rumah Susun.

Pejabat Lelang Negara dalam pelaksanaan Undang-Undang tentang BPHTB mempunyai tugas pokok dan fungsi membuat dan menanda tangani Risalah Lelang Perolehan hak atas tanah dan atau bangunan setelah Subyek Pajak/Wajib Pajak BPHTB menyerahkan bukti penyetoran biaya pajak ke kas Negara, dan melaporkan pembuatan Risalah Lelang tersebut kepada Direktorat Jenderal Pajak selambat-lambatnya pada tanggal 10 (sepuluh) bulan berikutnya.

Pejabat Kantor Pertanahan Kabupaten/Kota dalam bentuk pelaksanaan Undang-Undang tentang BPHTB mempunyai tugas dan fungsi menerbitkan serta menanda tangani surat keputusan pemberian hak atas tanah dan bangunan baik perolehan hak atas tanah dan bangunan, perolehan hak atas tanah dan bangunan akibat pemberian hak maupun akibat pemindahan hak, setelah Subyek Pajak/Wajib Pajak BPHTB menyerahkan bukti setoran pajak ke kas Negara.

Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten/Kota menyampaikan pemberitahuan bulanan dalam hal terjadi pendaftaran hak atau pendaftaran peralihan hak berdasarkan perolehan hak atas tanah karena pemberian hak baru dan hibah wasiat serta karena waris. Pendaftaran tanah diselenggarakan antara lain untuk menyediakan informasi kepada Pihak-pihak yang berkepentingan, agar dengan mudah dapat memperoleh data yang diperlukan dalam rangka melakukan


(50)

perbuatan hukum mengenai bidang-bidang tanah atau satuan-satuan Rumah Susun yang sudah didaftar.

Penyediaan data tersebut oleh Kantor Pertanahan Kabupaten/Kota pada Seksi Pengukuran dan Pendaftaran Tanah, yang dikenal sebagai daftar umum yang terdiri atas : a) Peta Pendaftaran, yaitu peta yang menggambarkan bidang atau bidang-bidang tanah untuk keperluan pembukuan tanah; b) Daftar tanah, yaitu dokumen dalam bentuk daftar yang memuat identitas bidang tanah dengan suatu sistem penomoran; c) Surat Ukur, yaitu dokumen yang memuat data fisik suatu bidang tanah dalam bentuk peta dan uraian yang diambil datanya dari peta pendaftaran; d) Buku Tanah, yaitu dokumen dalam bentuk daftar yang memuat data yuridis, data fisik suatu obyek pendaftaran tanah yang sudah ada haknya; e) Daftar Nama, yaitu dokumen yang dalam bentuk daftar yang memuat keterangan mengenai penguasaan tanah dengan suatu hak atas tanah, atau Hak Pengelolaan, dan mengenai pemilikan Hak Milik Atas Satuan Rumah Susun oleh orang perseorangan atau badan hukum tertetu.

Pokok penyelenggaraan pendaftaran tanah diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah Juncto Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 3 Tahun 1997 tentang Ketentuan Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah. Secara garis besar, tujuan pendaftaran tanah seperti yang dinyatakan dalam Pasal 3 Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah, yaitu : a) Untuk memberikan kepastian hukum dan perlindungan hukum kepada pemegang hak atas suatu bidang tanah, satuan rumah susun dan hak-hak lain yang terdaftar, agar dengan mudah dapat membuktikan


(51)

dirinya sebagai pemegang hak yang bersangkutan, dengan diberikan sertifikat sebagai surat tanda bukti haknya; b) Untuk menyediakan informasi kepada pihak-pihak yang berkepentingan termasuk Pemerintah, agar dengan mudah dapat memperoleh data yang diperlukan dalam melakukan perbuatan hukum mengenai bidang-bidang tanah dan satuan-satuan rumah susun yang sudah terdaftar; c) Untuk terselenggaranya tertib administrasi pertanahan.

Dalam melaksanakan pendaftaran tanah dimaksud, Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten/Kota dibantu oleh Pejabat Pembuat Akta Tanah dan Pejabat lain yang ditugaskan untuk melaksanakan kegiatan-kegiatan tertentu yaitu membuat akta dan risalah lelang sebagai bukti telah dilakukannya perbuatan hukum tertentu mengenai hak atas tanah atau Hak Milik Atas Satuan Rumah Susun yang akan dijadikan dasar bagi pendaftaran perubahan data pendaftaran tanah yang diakibatkan oleh perbuatan hukum itu.

2.1.3. Efektivitas Pemungutan BPHTB Terhadap PAD

Di dalam organisasi efektivitas sering dihubungkan dengan efisiensi. Efisiensi seringkali tidak selaras dengan efektif. Efisien lebih menekankan pada penggunaan sumber daya dengan tepat. Efektif lebih menekankan pada tepat sasaran. Menurut Sedarmayanti (2001 : 59), efektivitas merupakan suatu ukuran yang memberikan gambaran seberapa jauh target dapat tercapai. Pengertian efektivitas ini lebih berorientasi kepada keluaran sedangkan masalah penggunaan masukan kurang menjadi perhatian utama. Apabila efisiensi dikaitkan dengan efektivitas maka walaupun terjadi peningkatan efektivitas belum tentu efisiensi meningkat.


(52)

Lebih lanjut, pengertian efektivitas secara umum menunjukkan sampai seberapa jauh tercapainya suatu tujuan yang terlebih dahulu ditentukan. Hal tersebut sesuai dengan pengertian efektifitas bahwa efektivitas adalah suatu ukuran yang menyatakan seberapa jauh target (kuantitas, kualitas, dan waktu) telah tercapai. Dimana makin besar presentase target yang dicapai, makin tinggi efektifitasny

Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa efektivitas bertujuan untuk mengukur rasio keberhasilan. Rasio di bawah standar minimal keberhasilan dapat dikatakan tidak efektif. Ukuran efektivitas biasanya dinyatakan dalam bentuk pernyataan. Menurut Riady (2010) tingkat efektivitas dapat digolongkan kedalam beberapa katergori yaitu: 1) Hasil perbandingan pencapaian lebih dari 100 persen berarti sangat efektif; 2) hasil perbandingan pencapaian 100 persen berarti efektif; 3) hasil perbandingan pencapaian kurang dari 100 persen berarti tidak efektif.

Untuk menganalisis efektivitas pemungutan BPHTB yaitu perbandingan antara penerimaan dan potensi BPHTB pada tahun 2009 – 2011, menurut Halim (200 : 164) Rumus yang digunakan dalam menghitung tingkat efektivitas BPHTB adalah :

Efektivitas BPHTB = Realisasi Penerimaan BPHTB Potensi BPHTB


(53)

Dengan asumsi sebagai berikut :

Tabel 2.1.

Tabel Interprestasi Nilai Efektivitas

Persentase Kriteria

>100% Sangat Efektif

90-100% Efektif

80-90% Cukup Efektif 60-80% Kurang Efektif

<60% Tidak Efektif

Sumber : Depdagri, Kepmendagri No.690.900.327 Tahun 1996 Dalam penelitian ini, efektivitas berarti perbandingan antara realisasi penerimaan BPHTB dengan potensi/target penerimaan BPHTB yang telah ditetapkan. Jika tingkat efektivitas penerimaan BPHTB tinggi, maka kontribusinya terhadap Pendapatan Daerah semakin tinggi.

Pengertian efektivitas yang umum menunjukkan pada taraf tercapainya hasil, dalam bahasa sederhana hal tersebut dapat dijelaskan bahwa : efektivitas dari pemerintah daerah adalah bila tujuan pemerintah daerah tersebut dapat dicapai sesuai dengan kebutuhan yang direncanakan. Sesuai dengan Permendagri Nomor 13 Tahun 2006, efektivitas adalah pencapaian hasil program dengan target yang telah ditetapkan, yaitu dengan cara membandingkan keluaran dengan hasil

Dari pengertian-pengertian efektivitas tersebut dapat disimpulkan bahwa efektivitas adalah suatu ukuran yang menyatakan seberapa jauh target (kuantitas, kualitas dan waktu) yang telah dicapai oleh manajemen, yang mana target tersebut sudah ditentukan terlebih dahulu.


(54)

2.1.4. Kontribusi BPHTB Terhadap Pendapatan Asli Daerah

Kontribusi berasal dari bahasa inggris yaitu contribute, contribution,

maknanya adalah keikutsertaan, keterlibatan, melibatkan diri maupun sumbangan. Berarti dalam hal ini kontribusi dapat berupa materi atau tindakan. Hal yang bersifat materi misalnya seorang individu memberikan pinjaman terhadap pihak lain demi kebaikan bersama (Fauzan & Ardiyanto, 2012).

Sedangkan menurut kamus ekonomi (Guritno, 1992 : 76) kontribusi adalah sesuatu yang diberikan bersama-sama dengan pihak lain untuk tujuan biaya atau kerugian tertentu atau bersama. Sehingga kontribusi yang dimaksud dapat diartikan sebagai sumbangan yang diberikan oleh pendapatan pajak Bea Perolehan Hak atas Tanah Dan Bangunan terhadap besarnya Pendapatan Daerah.

Jika potensi penerimaan Bea Perolehan Hak atas Tanah Dan Bangunan semakin besar dan pemerintah daerah dapat mengoptimalkan sumber penerimaannya dengan meningkatkan target dan realisasi pajak Bea Perolehan Hak atas Tanah Dan Bangunan yang berlandaskan potensi sesungguhnya, hal ini dapat meningkatkan Pendapatan Asli Daerah. Sehingga akan mengurangi rasio ketergantungan pemerintah daerah kepada pemerintah pusat.

Dalam penelitian ini, konteks kontribusi merupakan seberapa besar sumbangan penerimaan Bea Perolehan Hak atas Tanah Dan Bangunan (BPHTB) dalam pos Pendapatan Asli Daerah. Diharapkan dengan semakin tinggi kontribusi penerimaan BPHTB maka akan semakin besar pula PAD Kabupaten Aceh Barat Daya.


(55)

Untuk menganalisis kontribusi realisasi BPHTB terhadap Pendapatan Daerah digunakan rumus sebagai berikut :

Kontribusi BPHTB = Realisasi Penerimaan BPHTB Realisasi Penerimaan PAD

x 100% ( Halim, 2007 : 163)

Dengan asumsi sebagai berikut :

Tabel 2.2.

Klasifikasi Kriteria Kontribusi

Persentase Kriteria

0,00%-10% Sangat Kurang

10,10%-20% Kurang

20,10%-30% Sedang

30,10%-40% Cukup Baik

40,10%-50% Baik

Diatas 50% Sangat Baik Sumber : Tim Litbang Depdagri-Fisipol UGM 1991

2.1.5. Pengaruh Jumlah Penduduk Terhadap Pendapatan Asli Daerah

Di negara sedang berkembang yang mengalami ledakan jumlah penduduk termasuk Indonesia akan selalu mengaitkan antara kependudukan dengan pembangunan ekonomi. Akan tetapi hubungan antara keduanya tergantung pada sifat dan masalah kependudukan yang dihadapi oleh setiap negara, dengan demikian tiap negara atau daerah akan mempunyai masalah kependudukan yang khas dan potensi serta tantangan yang khas pula (Wirosardjono,1998).

Jumlah penduduk yang besar bagi Indonesia oleh para perencana pembangunan di pandang sebagai asset modal dasar pembangunan tetapi sekaligus juga sebagai beban pembangunan. Sebagai asset apabila dapat meningkatkan kualitas maupun keahlian atau keterampilannya sehingga akan


(56)

meningkatkan produksi nasional. Jumlah penduduk yang besar akan menjadi beban jika struktur, persebaran dan mutunya sedemikian rupa sehingga hanya menuntut pelayanan sosial dan tingkat produksinya rendah sehingga menjadi tanggungan penduduk yang bekerja secara efektif (Widarjono, 1999).

Jumlah penduduk yang besar bagi indonesia oleh para perencana pembangunan dipandang sebagai aset modal dasar pembangunan tetapi sekaligus juga sebagai beban pembangunan. Sebagai aset apabila dapat meningkatkan kualitas maupun keahlian atau keterampilannya sehingga akan meningkatkan produksi nasional. Jumlah penduduk yang besar akan menjadi beban jika struktur, persebaran dan mutunya sedemikian rupa sehingga hanya menuntut pelayanan sosial dan tingkat produksinya rendah sehingga tanggungan penduduk yang bekerja secara efektif (Widarjono, 1999).

Penduduk merupakan orang yang bertempat tinggal menetap dalam suatu wilayah. Todaro (2003) mengemukakan bahwa pertumbuhan penduduk bukanlah suatu masalah. Pengaruh jumlah penduduk pada tingkat moderat pada dasarnya positif dan bermamfaat bagi pembangunan ekonomi, baik bagi negara-negara maju, maupun yang sedang berkembang. Semakin banyak orang, maka semakin banyak ide, semakin banyak orang yang mempunyai bakat dan kreativitas, semakin banyak tenaga ahli dan dengan demikian akan semakin berkembang teknologi. Selanjutnya dalam jangka panjang penduduk merupakan suatu keuntungan. Todaro (2003) juga mencatat bahwa pertumbuhan penduduk juga merangsang pertumbuhan ekonomi. Semakin besar jumlah penduduk akan mengakibatkan meningkatnya permintaan terhadap barang-barang konsumsi, selanjutnya akan mendorong economic of scale dalam berproduksi, sehingga akan


(57)

menurunkan biaya produksi, dan pada akhirnya akan mempengaruhi Pendapatan Asli Daerah. Dengan meningkatnya jumlah penduduk akan meningkatkan permintaan terhadap barang-barang konsumsi. Hal ini selanjutnya dapat mendorong peningkatan produksi sehingga akan mengakibatkan adanya perluasan dan pendirian usaha baru pada sektor produksi. Pendirian usaha baru akan menambah angkatan kerja yang bekerja, sehingga pendapatan perkapita masyarakat akan cenderung meningkat. Dengan adanya kecenderungan pertambahan penduduk pada gilirannya akan meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (Sukirno, 2003)

2.2. Tinjauan Penelitian Terdahulu

Penelitian terdahulu yang berkaitan dengan Pendapatan Asli Daerah, Efektivitas dan Kontribusi Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB), dan Jumlah Penduduk, dijelaskan berikut ini:

Fauzan dan Ardiyanto (2012), meneliti tentang : Akuntansi dan Efektifitas Pemungutan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) dan Kontribusinya terhadap Pendapatan Daerah Di Kota Semarang Periode Tahun 2008-2011. Hasil penelitian menunjukkan bahwa : Tingkat efektivitas pemungutan BPHTB pada tahun 2008-2011 didapatkan nilai tertinggi pada tahun 2011 dengan kriteria sangat efektif. Efektivitas terendah terjadi pada tahun 2009 dengan kriteria cukup efektif. Laju pertumbuhan penerimaan BPHTB tertinggi terjadi tahun 2010 sebesar 26,2477% dan laju pertumbuhan penerimaan BPHTB terendah terjadi pada tahun 2011 sebesar 0,0050%. Rata-rata kontribusi BPHTB terhadap Pendapatan Daerah 2008-2011 sebesar 9,18% yang berarti sangat kurang


(58)

atau rendah. Dengan demikian sumbangan atau mamfaat yang diberikan oleh penerimaan BPHTB terhadap pendapatan daerah kota Semarang pada tahun 2008-2011 sangat kurang. Akan tetapi pendapatan daerah tidak hanya dipengaruhi oleh penerimaan BPHTB saja, karena masih terdapat penerimaan pendapatan lainnya yang dapat mempengaruhi pendapatan daerah.

Gomies dan Pattiasina (2011), meneliti tentang: Analisis Kontribusi Pajak Daerah dan Retribusi Daerah Terhadap Pendapatan Asli Daerah di Kabupaten Maluku Tenggara. Hasil penelitian menunjukkan bahwa: Pajak Daerah dan Retribusi Daerah berpengaruh secara simultan dan parsial terhadap Pendapatan Asli Daerah, dan kontribusi yang paling baik diberikan oleh Retribusi Daerah.

Rahmani (2008), meneliti tentang: Analisis Efektivitas Pemungutan Pajak dan Retribusi Daerah Terhadap Pendapatan Asli Daerah Pada Dinas Pendapatan Asli Daerah Provinsi DKI Jakarta. Hasil penelitian menunjukkan Efektivitas pemungutan Pajak berpengruh secara parsial terhadap PAD, sedangkan Efektivitas Retribusi Daerah tidak berpengaruh terhadap PAD. Secara simultan Efektivitas Pemungutan Pajak dan Retribusi secara bersama-sama berpengaruh terhadap PAD.

Berutu (2011), meneliti tentang: Pengaruh Belanja Daerah, Investasi, Pendapatan Perkapita Dan Jumlah Penduduk Terhadap Pendapatan Asli Daerah Kabupaten/Kota Se Provinsi Sumatera Utara. Hasil penelitian menunjukkan bahwa : Dijustifikasi bahwa Belanja Daerah, Investasi, Pendapatan per Kapita Masyarakat dan Jumlah Penduduk secara simultan berpengaruh terhadap Pendapatan Asli Daerah Kabupaten/Kota se-Sumatera Utara. Belanja Daerah, pendapatan per kapita dan jumlah penduduk yang berpengaruh secara parsial


(59)

terhadap Pendapatan Asli Daerah Kabupaten/Kota se-Provinsi Sumatera Utara, sedangkan Investasi secara parsial tidak berpengaruh terhadap Pendapatan Asli Daerah Kabupaten/Kota se-Provinsi Sumatera Utara.

Andriani dan handayani (2008), meneliti tentang : Pengaruh PDRB dan Jumlah Penduduk Terhadap Pendapatan Asli Daerah Kabupaten Merangin. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa PDRB berpengaruh positif dan signifikan terhadap PAD sedangkan Jumlah penduduk mempunyai hubungan negatif dan pengaruhnya tidak signifikan secara parsial terhadap PAD. Tetapi secara simultan kedua variabel tersebut berpengaruh signifikan. PDRB dan Jumlah Penduduk mempunyai hubungan sangat kuat dengan PAD dan model yang diestimasi adalah tepat.

Suwarno (2008) meneliti tentang : Analisis Faktor – Faktor yang Mempengaruhi Peningkatan Pendapatan Asli Daerah (PAD) sebagai Sumber Pembiayaan Pembangunan Daerah (Studi Kasus di Kota Surabaya). Hasil penelitian menunjukkan bahwa faktor eksternal dan faktor internal berpengaruh terhadap kemampuan keuangan daerah Pemerintah Kota Surabaya. Faktor eksternal berpengaruh dominan terhadap kemampuan keuangan daerah Pemerintah Kota Surabaya. Faktor eksternal dan internal yang signifikan; investasi, inflasi, PDRB, penerimaan subsidi, penerimaan pembangunan, sumber daya manusia, peraturan daerah, sistem dan pelaporan. Sedangkan untuk faktor internal dan eksternal yang tidak signifikan; jumlah penduduk, sarana dan prasarana, dan insentif.

Cahyono (2006) meneliti tentang : Analisis Faktor – Faktor yang mempengaruhi PAD Kabupaten Karanganyar Periode 1990-2002. Hasil penelitian


(60)

menunjukkan bahwa baik secara individu maupun secara bersama – sama besarnya PDRB, Investasi, Jumlah Penduduk, Pendapatan Per Kapita masyarakat berpengaruh signifikan terhadap besarnya PAD Kabupaten Karanganyar.

Santoso dan Rahayu (2005), meneliti tentang : Analisis Pendapatan Asli Daerah (PAD) Dan Faktor-Faktor yang mempengaruhinya Dalam Upaya Pelaksanaan Otonomi Daerah Di Kabupaten Kediri. Hasil penelitian menunjukkan bahwa : faktor-faktor yang diduga mempengaruhi presentasi perubahan PAD adalah total pengeluaran pembangunan, penduduk dan PDRB sangat kuat, hal ini didukung dengan tingkat koefisien determinasi (R²) sebesar 0.971. Ketiga variabel independen (Pengeluaran Pembangunan, Penduduk, PBRD), yang mempunyai pengaruh paling besar yaitu penduduk sebesar 8,049.

Hasil penelitian terdahulu di atas di rangkum dalam matriks Theoretical Mapping pada tabel 2.3.


(1)

(2)

ANALISIS REGRESI BERGANDA H2 MODEL II DENGAN MRA LN COMPUTE LNX1=LN(X1). EXECUTE. COMPUTE LNX2=LN(X2). EXECUTE. COMPUTE LNZ=LN(Z). EXECUTE. COMPUTE LNX1Z=LN(X1Z). EXECUTE. COMPUTE LNX2Z=LN(X2Z). EXECUTE. REGRESSION

/DESCRIPTIVES MEAN STDDEV CORR SIG N /MISSING LISTWISE

/STATISTICS COEFF OUTS R ANOVA COLLIN TOL /CRITERIA=PIN(.05) POUT(.10)

/NOORIGIN /DEPENDENT Y

/METHOD=ENTER LNX1 LNX2 LNZ LNX1Z LNX2Z /SCATTERPLOT=(*SRESID ,*ZPRED)

/RESIDUALS DURBIN HIST(ZRESID) NORM(ZRESID) /SAVE RESID.

Regression

[DataSet5]

Descriptive Statistics

Mean Std. Deviation N

Y 1.1004E3 1083.63400 36

LNX1 3.3847 .66214 36

LNX2 .2552 .63123 36

LNZ 8.3427 .32251 36

LNX1Z 11.7274 .93799 36

LNX2Z 8.5979 .78482 36

Correlations

Y LNX1 LNX2 LNZ LNX1Z LNX2Z

Pearson Correlation Y 1.000 .419 -.317 .633 .513 .005

LNX1 .419 1.000 .581 .790 .978 .792

LNX2 -.317 .581 1.000 .279 .506 .919

LNZ .633 .790 .279 1.000 .901 .635

LNX1Z .513 .978 .506 .901 1.000 .778 LNX2Z .005 .792 .919 .635 .778 1.000

Sig. (1-tailed) Y . .006 .030 .000 .001 .488

LNX1 .006 . .000 .000 .000 .000

LNX2 .030 .000 . .050 .001 .000

LNZ .000 .000 .050 . .000 .000

LNX1Z .001 .000 .001 .000 . .000

LNX2Z .488 .000 .000 .000 .000 .

N Y 36 36 36 36 36 36

LNX1 36 36 36 36 36 36

LNX2 36 36 36 36 36 36

LNZ 36 36 36 36 36 36

LNX1Z 36 36 36 36 36 36


(3)

Variables Entered/Removedb

Model Variables Entered Variables Removed Method

1 LNX2Z, LNZ, LNX1a . Enter

a. Tolerance = ,000 limits reached. b. Dependent Variable: Y

Model Summaryb

Model R R Square Adjusted R Square

Std. Error of the

Estimate Durbin-Watson

1 .847a

.718 .691 601.98109 2.119

a. Predictors: (Constant), LNX2Z, LNZ, LNX1 b. Dependent Variable: Y

ANOVAb

Model Sum of Squares df Mean Square F Sig.

1 Regression 2.950E7 3 9834330.896 27.138 .000a

Residual 1.160E7 32 362381.238

Total 4.110E7 35

a. Predictors: (Constant), LNX2Z, LNZ, LNX1 b. Dependent Variable: Y

Coefficientsa

Model

Unstandardized Standardized

T Sig.

Collinearity Statistics

B Std. Error Beta Tolerance VIF

1 (Constant) - 3812.322 -3.688 .001

LNX1 779.398 317.366 .476 2.456 .020 .234 4.265 LNZ 2777.095 514.729 .827 5.395 .000 .376 2.662 LNX2Z -1238.386 212.542 -.897 -5.827 .000 .372 2.687 a. Dependent Variable: Y

Excluded Variablesb

Model Beta In t Sig. Partial Correlation

Collinearity Statistics

Tolerance VIF Minimum

1 LNX2 .a

. . . .000 . .000

LNX1Z .a

. . . .000 . .000

a. Predictors in the Model: (Constant), LNX2Z, LNZ, LNX1 b. Dependent Variable: Y

Residuals Statisticsa

Minimum Maximum Mean Std. Deviation N

Predicted Value -1.0100E3 3.3798E3 1.1004E3 918.11908 36

Std. Predicted Value -2.299 2.483 .000 1.000 36

Standard Error of Predicted Value 104.828 380.043 192.230 58.367 36

Adjusted Predicted Value -1.8265E3 2.8021E3 1.0573E3 961.90377 36

Residual -8.27194E2 1.92618E3 .00000 575.60402 36

Std. Residual -1.374 3.200 .000 .956 36

Stud. Residual -1.402 3.648 .032 1.070 36

Deleted Residual -8.61532E2 2.50386E3 4.30911E1 728.22153 36

Stud. Deleted Residual -1.425 4.698 .074 1.204 36

Mahal. Distance .089 12.978 2.917 2.553 36

Cook's Distance .000 1.154 .078 .249 36

Centered Leverage Value .003 .371 .083 .073 36


(4)

(5)

HASIL UJI NORMALITAS H2 MODEL II DENGAN MRA

NPAR TESTS

/K-S(NORMAL)=RES_4 /MISSING ANALYSIS.

NPar Tests

[DataSet5]

One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test

Unstandardized Residual

N 36

Normal Parametersa Mean .0000000

Std. Deviation 5.75604021E2

Most Extreme Differences Absolute .173

Positive .173

Negative -.123

Kolmogorov-Smirnov Z 1.036

Asymp. Sig. (2-tailed) .233


(6)

LAMPIRAN - 9

HASIL UJI GLEJSER H2 MODEL II DENGAN MRA

COMPUTE AbsUii=ABS(RES_4). EXECUTE.

REGRESSION

/DESCRIPTIVES MEAN STDDEV CORR SIG N /MISSING LISTWISE

/STATISTICS COEFF OUTS R ANOVA COLLIN TOL /CRITERIA=PIN(.05) POUT(.10)

/NOORIGIN /DEPENDENT AbsUii

/METHOD=ENTER LNX1 LNX2 LNZ LNX1Z LNX2Z /SCATTERPLOT=(*SRESID ,*ZPRED)

/RESIDUALS DURBIN HIST(ZRESID) NORM(ZRESID) /SAVE RESID.

Regression

[DataSet5]

Coefficientsa

Model

Unstandardized Standardized

T Sig.

Collinearity Statistics

B Std. Error Beta Tolerance VIF

1 (Constant) -3112.904 2248.285 -1.385 .176

LNX1 -291.161 187.164 -.515 -1.556 .130 .234 4.265 LNZ 635.471 303.557 .547 2.019 .074 .376 2.662 LNX2Z -89.790 125.345 -.188 -.716 .479 .372 2.687 a. Dependent Variable:


Dokumen yang terkait

Kajian Aspek Legal Pengenaan PPH Final Pengalihan Hak Atas Tanah dan Bangunan Dan BPHTB Terhadap Transaksi Leasing Tanah Dan Bangunan”

6 67 188

Prosedur Pengenaan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan di Dinas Pendapatan Kota Medan

1 77 71

Mekanisme Pemungutan Bea Perolehan Hak Atas Tanah Dan Bangunan Dalam Kaitannya Dengan Pendaftaran Hak Atas Tanah Atau Pendaftaran Peralihan Hak Atas Tanah Oleh Badan Pertanahan Nasional Kota Binjai

3 77 78

Analisis Efektivitas Penerimaan Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan Serta Kontribusinya terhadap Pendapatan asli Daerah.

0 0 2

Analisis Efektivitas Penerimaan Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan Serta Kontribusinya terhadap Pendapatan asli Daerah - Repositori Universitas Andalas

0 0 1

Efektivitas Dan Elastisitas Pemungutan Bea Perolehan Hak Atas Tanah Dan Bangunan (Bphtb) Di Kabupaten Ngawi Tahun 2006 - 2011

0 0 73

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Landasan Teori 2.1.1. Pendapatan Asli Daerah - Efektivitas Pemungutan Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) dan Kontribusinya Terhadap Pendapatan Asli Daerah Dengan Jumlah Penduduk Sebagai Variabel Moderating di Ka

0 0 34

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang - Efektivitas Pemungutan Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) dan Kontribusinya Terhadap Pendapatan Asli Daerah Dengan Jumlah Penduduk Sebagai Variabel Moderating di Kabupaten Aceh Barat Daya

0 0 9

Efektivitas Pemungutan Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) dan Kontribusinya Terhadap Pendapatan Asli Daerah Dengan Jumlah Penduduk Sebagai Variabel Moderating di Kabupaten Aceh Barat Daya

0 1 17

EFEKTIVITAS PENERIMAAN BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN (BPHTB) DAN KONTRIBUSINYA TERHADAP PENDAPATAN ASLI DAERAH DI KABUPATEN KARANGANYAR TAHUN 2013-2017 - UNS Institutional Repository

0 0 16