Akibat Hukum Pemecahan Sertipikat (Tanda Bukti Hak) Atas Tanah Yang Sedang Terikat Hak Tanggungan

(1)

Tesis

Oleh

AFNIDA NOVRIANI

097011028/MKn.

FAKULTAS HUKUM

MAGISTER KENOTARIATAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


(2)

TESIS

Diajukan Untuk Memperoleh Gelar Magister Kenotariatan Pada Program Studi Magister Keno tariatan Fakultas Hukum

Universitas Sumatera Utara

Oleh

AFNIDA NOVRIANI

097011028/MKn.

FAKULTAS HUKUM MAGISTER KENOTARIATAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


(3)

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Prof. Dr. Muhammad Yamin, SH. MS, CN . Anggota : 1. Notaris Dr. Syahril Sofyan , SH, MKn.

2. Notaris Syafnil Gani, SH, MHum.

3. Dr. T. Keizerina Devi A zwar, SH., CN., MHum. 4. Dr. Pendastaren Tarigan, SH., MS.


(4)

hubungannya dengan hak -hak atas tanah yang dijadikan jaminan. Untuk kepentingan pengembalian dana bank, maka oleh bank hak atas tanah tersebut dipasang hak tanggungan. Sebaliknya untuk kepentingan pengembang, adakalanya hak -hak atas tanah tersebut yang diatasnya dibangun bangunan -bangunan perumahan diperlukan pemecahan hak atas tanahnya sesuai dengan luas tanah yang diatasnya terdapat bangunan. Kendala yang dialami dalam p rakteknya terhadap Hak Tanggungan harus dipasang kembali sebagai konsekuensi pemecahan Sertipikat, yang seharusnya secara otomatis Hak Tanggungan yang sudah tercatat dalam buku tanah dan Sertipikat asal tetap mengikuti dan terpasang Hak Tanggungannya pada Sertipikat yang baru (Sertipikat yang telah dipecah), sebagaimana berdasarkan Pasal 133 angka 4 Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 3 Tahun 1997 tentang ketentuan pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang pendaftaran tanah, yaitu Catatan mengenai adanya Hak Tanggungan dan beban lain yang ada pada buku tanah dan sertipikat asal dicatat pada buku tanah dan sertipikat baru.

Secara spesifik tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah untuk untuk mengetahui pengaturan hukum tentang pemecahan sertipikat yang sedang terikat Hak Tanggungan , untuk mengetahui perlindungan hukum terhadap Bank akibat pemecahan sertipikat yang sedang terikat tanggungan dan untuk mengetahui apa sajakah yang menjadi akibat h ukum dari pemecahan tanda bukti hak (sertipikat) atas tanah yang sedang terikat hak tanggungan . Metode pendekatan yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah penelitian hukum yuridis normatif. Secara yuridis penelitian ini bertitik tolak dengan menggunakan kaidah hukum dengan didukung wawancara dengan narasumber maupun informan yang bertujuan untuk memperoleh data mengenai Akibat Hukum Pemecahan Sertipikat (Tanda Bukti Hak) Atas Tanah Yang Sedang Terikat Hak Tanggungan. Dalam penelitian ini studi dokumen, digunakan untuk memperoleh data sekunder dengan membaca, mempelajari, meneliti, mengidentifikasi dan menganalisis data sekunder yang berkaitan dengan materi penelitian. Sedangkan wawancara dilakukan secara langsung dengan dengan informan atau narasumber y ang terkait dengan pemecahan sertipikat dan hak tanggungan, selaku narasumber dalam penelitian ini yaitu kepala seksi pengukuran dan pemetaan tanah dari kantor pertanahan kota Medan dan informan dari pihak bank yaitu Legal Officer PT. Bank Mutiara Cabang M edan.

Berdasarkan hasil penelitian, maka dapat diperoleh kesimpulan bahwa pelaksanaan Roya Partial Hak Tanggungan dalam praktek yang terjadi di Kota Medan setelah berlakunya Peraturan Menteri Negara Agraria Nomor 3 Tahun 1997 dapat berjalan dengan baik da n lancar, namun kenyataan tersebut hanya berlangsung sebentar karena adanya Surat Edaran Deputi bidang Pengukuran dan Pendaftaran


(5)

peraturan yang saling bertentangan satu sama lain. Untuk itu Kantor Pertanahan K ota Medan melakukan upaya-upaya dengan cara menyarankan kepada pihak bank selaku pemegang Hak Tanggungan untuk meroya semua hak tanggungan yang ada dan selanjutnya mengajukan pendaf taran Hak Tanggungan baru dengan membuat APHT terhadap sebagian obyek Hak Tanggungan yang belum bisa dibebaskan dari pelunasan hutang debitor.


(6)

Puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Tesis ini sebagai salah satu persyaratan untuk memperolah gelar Magister Kenotariatan di Universitas Sumatera Utara Medan. Didalam memenuhi tugas inilah maka penulis menyusun dan memilih judul : “Akibat Hukum Pemecahan Sertipikat (Tanda Bukti Hak) Atas Tanah Yang Sedang Terikat Hak Tanggungan”. Penulis menyadari bahwa masih banyak terdapat kekurangan didalam penulisan Tesis ini, untuk itu dengan hati terbuka, saya menerima saran dan kritik dari semua pihak, agar dapat menjadi pendoman dimasa yang akan datang.

Didalam penulisan dan penyusunan Tesis ini, penulis mendapat bimbingan dan pengarahan serta saran-saran dari berbagai pihak. Oleh karena itu pada kesempatan ini penulis mengucapkan terimakasih dan penghargaan yang tidak ternilai harganya secara kusus kepada Bapak Prof. Dr. Muhammad Yamin, SH., MS., CN., selaku Ketua Komisi Pe mbimbing dan Bapak Notaris Dr. Syahril Sofyan, SH., MKn., serta Bapak Notaris Syafnil Gani, SH., MHum., masing-masing selaku anggota komisi pembimbing kepada penulis selama dalam penulisan tesis ini dan kepada Ibu Dr. T. Keizerina Devi A zwar, SH., CN., MHum., dan

Bapak Dr. Pendastaren Tarigan, SH., MS., selaku dosen penguji dalam penulisan tesis ini.


(7)

2. Bapak Prof. Dr. Muhammad Yamin, SH. MS. CN. Selaku Ketua Program Studi Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

3. Ibu Dr. T. Keizerina Devi A, SH. CN. MHum. Selaku Sekretaris Program Studi Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

4. Bapak-Bapak dan Ibu-ibu Guru Besar dan Staf Pengajar dan juga para karyawan pada Program Studi Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

Secara khusus penulis menghaturkan terimakasih yang tak terhingga kepada Ayahanda tercinta, yang selalu memberikan dukungan moril maupun materiil, sehingga saya dapat melanjutkan dan menyelesaikan pendidikan di Program Studi Magister Kenotariatan Fakul tas Hukum Universitas Sumatera Utara. Dan dan Ibunda tercinta yang telah bersusah payah melahirkan dan membesarkan dengan penuh pengorbanan, kesabaran, dan kasih sayang dan doa restu.

Ucapan terima kasih juga saya ucapkan kepada kawan -kawan seperjuangan dan sahabat saya, Olifia Banurea, Syahraini, Donny Kartien, SH., Buchler Tarigan, SH., Rahmat Setiadi, SH., Rudi Pulungan, SH., Zuwina Putri, SH., Agustina L., SH., Pudio Yunanto, SH., Roy Verson, SH., serta seluruh kawan-kawan angkatan 2009 yang namanya tidak dapat penulis sebutkan satu persatu yang terus memberikan


(8)

Saya berharap semoga semua bantuan dan kebaikan yang telah diberikan kepada penulis, mendapat balasan yang setimpal dari Tuhan Yang Maha Esa, agar selalu dilimpahkan kebaikan, kesehatan, kesejahteraan dan rejeki yang melimpah.

Akhirnya, semoga Tesis ini dapat berguna bagi diri dan juga semua pihak dan kalangan yang mengembangkan ilmu hukum, khususnya dalam bidang ilmu Kenotariatan.

Medan, Januari 2012


(9)

BAB I PENDAHULUAN --- 1

A. Latar Belakang --- 1

B. Permasalahan --- 12

C. Tujuan Penelitian --- 12

D. Manfaat Penelitian --- 13

E. Keaslian Penelitian --- 13

F. Kerangka Teori dan Konsepsi --- 15

1. Kerangka Teori --- 15

2. Konsepsi --- 18

G. Metode Penelitian --- 20

1. Spesifikasi Penelitian --- 20

2. Metode Pendekatan --- 21

3. Sumber Data --- 21

4. Alat Pengumpulan Data ---23

5. Analisis Data --- 23

BAB II KETENTUAN HUKUM TENTANG PEMECAHAN SERTIPIKAT YANG SEDANG TERIKAT HAK TANGGUNGAN --- 25


(10)

ii

B. Ketentuan Hukum Tentang Pemecahan Sertipikat Hak Atas Tanah --- 42 1. Pengertian Sertipikat Hak Atas Tanah --- 42 2. Pemecahan Sertipikat Secara Prosedural Terhadap Tanah Yang Masih

Terikat Hak Tanggungan --- 46 3. Lembaga Roya Dalam Undang-Undang Hak Tanggungan --- 53

BAB III UPAYA PERLINDUNGAN BANK TERHADAP AKIBAT

PEMECAHAN SERTIPIKAT YANG SEDANG TERIKAT HAK

TANGGUNGAN --- 56 A. Fungsi Hak Tanggungan Untuk Memberikan Perlindungan --- 56 1. Subyek Dan Obyek Hak Tanggungan --- 56 2. Pembebanan Hak Tanggungan Mengutamakan Perlindungan Hukum

Kepada Kreditor --- 60 B. Upaya Perlindungan Hukum Kreditor Pemegang Hak Tanggungan Dalam

Permohonan Pemecahan Sertipikat --- 64 1. Mengenai Bank --- 64 2. Perjanjian Kredit Konstruksi --- 71 3. Pembuatan Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan Sebelum


(11)

A. Alasan Pemecahan Sertipikat Dalam Kredit Konstruksi --- 85

B. Hapusnya Hak Tanggungan --- 90

C. Pencoretan Hak Tanggungan --- 93

D. Pencoretan Sebagian / Roya Partial --- 95

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN--- 102

A. Kesimpulan --- 102

B. Saran --- 104


(12)

hubungannya dengan hak -hak atas tanah yang dijadikan jaminan. Untuk kepentingan pengembalian dana bank, maka oleh bank hak atas tanah tersebut dipasang hak tanggungan. Sebaliknya untuk kepentingan pengembang, adakalanya hak -hak atas tanah tersebut yang diatasnya dibangun bangunan -bangunan perumahan diperlukan pemecahan hak atas tanahnya sesuai dengan luas tanah yang diatasnya terdapat bangunan. Kendala yang dialami dalam p rakteknya terhadap Hak Tanggungan harus dipasang kembali sebagai konsekuensi pemecahan Sertipikat, yang seharusnya secara otomatis Hak Tanggungan yang sudah tercatat dalam buku tanah dan Sertipikat asal tetap mengikuti dan terpasang Hak Tanggungannya pada Sertipikat yang baru (Sertipikat yang telah dipecah), sebagaimana berdasarkan Pasal 133 angka 4 Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 3 Tahun 1997 tentang ketentuan pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang pendaftaran tanah, yaitu Catatan mengenai adanya Hak Tanggungan dan beban lain yang ada pada buku tanah dan sertipikat asal dicatat pada buku tanah dan sertipikat baru.

Secara spesifik tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah untuk untuk mengetahui pengaturan hukum tentang pemecahan sertipikat yang sedang terikat Hak Tanggungan , untuk mengetahui perlindungan hukum terhadap Bank akibat pemecahan sertipikat yang sedang terikat tanggungan dan untuk mengetahui apa sajakah yang menjadi akibat h ukum dari pemecahan tanda bukti hak (sertipikat) atas tanah yang sedang terikat hak tanggungan . Metode pendekatan yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah penelitian hukum yuridis normatif. Secara yuridis penelitian ini bertitik tolak dengan menggunakan kaidah hukum dengan didukung wawancara dengan narasumber maupun informan yang bertujuan untuk memperoleh data mengenai Akibat Hukum Pemecahan Sertipikat (Tanda Bukti Hak) Atas Tanah Yang Sedang Terikat Hak Tanggungan. Dalam penelitian ini studi dokumen, digunakan untuk memperoleh data sekunder dengan membaca, mempelajari, meneliti, mengidentifikasi dan menganalisis data sekunder yang berkaitan dengan materi penelitian. Sedangkan wawancara dilakukan secara langsung dengan dengan informan atau narasumber y ang terkait dengan pemecahan sertipikat dan hak tanggungan, selaku narasumber dalam penelitian ini yaitu kepala seksi pengukuran dan pemetaan tanah dari kantor pertanahan kota Medan dan informan dari pihak bank yaitu Legal Officer PT. Bank Mutiara Cabang M edan.

Berdasarkan hasil penelitian, maka dapat diperoleh kesimpulan bahwa pelaksanaan Roya Partial Hak Tanggungan dalam praktek yang terjadi di Kota Medan setelah berlakunya Peraturan Menteri Negara Agraria Nomor 3 Tahun 1997 dapat berjalan dengan baik da n lancar, namun kenyataan tersebut hanya berlangsung sebentar karena adanya Surat Edaran Deputi bidang Pengukuran dan Pendaftaran


(13)

peraturan yang saling bertentangan satu sama lain. Untuk itu Kantor Pertanahan K ota Medan melakukan upaya-upaya dengan cara menyarankan kepada pihak bank selaku pemegang Hak Tanggungan untuk meroya semua hak tanggungan yang ada dan selanjutnya mengajukan pendaf taran Hak Tanggungan baru dengan membuat APHT terhadap sebagian obyek Hak Tanggungan yang belum bisa dibebaskan dari pelunasan hutang debitor.


(14)

A. Latar Belakang

Dalam rangka mencapai tujuan pembangunan nasional Indonesia untuk mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan Undang -Undang Dasar 1945, kiranya perlu dilaksanakan pembangunan di segala bidang, termasuk dalam hal ini adalah pembangunan dalam bidang ekonomi. Dalam melaksanakan pembangunan di bidang ekonomi ini, faktor permodalan merupakan syarat yang mempunyai peranan yang sangat penting. Masyarakat turut berperan dan berusaha menunjang pembangunan d engan cara mengembangkan berbagai usaha untuk meningkatkan kesejahteraan hidupnya.1

Pembangunan ekonomi sebagai bagian dari pembangunan nasional, merupakan salah satu upaya untuk mewujudkan kesejahteraan rakyat yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila d an Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Dalam rangka bertambah meningkatnya pembangunan nasional yang bertitik berat pada bidang ekonomi, yang para pelakunya meliputi Pemerintah maupun masyarakat sebagai orang -perseorangan dan badan hu kum, sangat diperlukan dana dalam jumlah yang sangat besar, sehingga dengan meningkatnya kegiatan pembangunan tersebut, maka meningkat pula keperluan akan tersedianya dana yang sebagian besar diperoleh melalui perkreditan.

1


(15)

Kegiatan pinjam-meminjam dalam lembaga perbankan yang lebih dikenal dengan istilah kredit dalam praktek kehidupan sehari -hari bukanlah merupakan sesuatu yang asing lagi, bahkan istilah kredit ini tidak hanya dikenal oleh masyarakat perkotaan, tetapi juga sampai pada masyarakat di pedesaa n.2 Kredit umumnya berfungsi untuk memperlancar suatu kegiatan usaha, dan khususnya bagi kegiatan perekonomian di Indonesia sangat berperan penting dalam kedudukannya, baik untuk usaha produksi maupun usaha swasta yang dikembangkan secara mandiri karena bertujuan meningkatkan taraf kehidupan bermasyarakat.

Salah satu sarana yang mempunyai peran strategis dalam pengadaan dana adalah lembaga perbankan, yang telah membantu pemenuhan kebutuhan dana bagi kegiatan perekonomian dengan memberikan pinjaman uang ant ara lain melalui kredit perbankan, yaitu berupa perjanjian kredit antara kreditor sebagai pihak pemberi pinjaman atau fasilitas kredit dengan debitor sebagai pihak yang berhutang. Pasal 3 dan 4 UndanUndang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan Atas Undan g-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan menyebutkan bahwa fungsi utama perbankan Indonesia yaitu sebagai penghimpun dan penyalur dana dari masyarakat yang bertujuan menunjang pelaksanaan pembangunan nasional kearah peningkatan kesejahteraan rakyat. Dalam melakukan usahanya tersebut, bank menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan giro, deposito berjangka, sertipikat deposito, tabungan, dan atau dalam bentuk lain yang dipersamakan dengan itu. Dalam hal ini,

2

M. Bahsan,Hukum Jaminan dan Jaminan Kredit Perbankan Indonesia, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2007, hal. 73


(16)

bank juga menyalurkan dana dari ma syarakat dengan cara memberikan kredit dalam bentuk usaha kredit perbankan.

Dalam pemberian fasilitas kredit yang tertuang dalam suatu perjanjian kredit oleh bank kepada debitor bukanlah tanpa resiko, karena resiko mungkin saja terjadi khususnya karena debitor tidak wajib membayar utangnya secara lunas atau tunai, melainkan debitor diberi kepercayaan oleh Undang -Undang dalam perjanjian kredit untuk membayar belakangan secara bertahap atau men cicil. Resiko yang umumnya terjadi adalah kegagalan atau kemaceta n dalam pelunasan kredit (resiko kredit), resiko yang timbul karena pergerakan pasar (resiko pasar), resiko karena bank tidak mampu memenuhi kewajibannya yang telah jatuh tempo (resiko likuiditas), serta resiko karena adanya kelemahan aspek yuridis yang di sebabkan adanya tuntutan hukum, ketiadaan peraturan perundang -undangan yang mendukung (resiko hukum).3

Resiko-resiko yang umumnya merugikan kreditor tersebut perlu diperhatikan secara seksama oleh pihak bank, sehingga dalam proses pemberian k redit diperlukan keyakinan bank atas kemampuan dan kesanggupan debitor untuk membayar hutangnya serta memperhatikan asas -asas perkreditan bank yang sehat. Untuk memperoleh keyakinan atas kemampuan debitor tersebut, maka sebelum memberikan kredit bank harus melakukan pe nilaian secara seksama terhadap 7 (tujuh) hal yang dikenal dengan istilah 7 P (Party, Purpose, Payment, Profitability, Protection,

3

Badriyah Harun,Penyelesaian Sengketa Kredit Bermasalah, Pustaka Yustisia, Jakarta, 2010, hal. 2


(17)

Personality, and Prospect ).4Salah satu hal yang dipersyaratkan bank sebagai kreditor dalam pemberian kredit yaitu adanya protection atau perlindungan berupa jaminan yang harus diberikan debitor guna menjamin pelunasan utangnya demi keamanan dan kepastian hukum, khususnya apabila setelah jangka waktu yang diperjanjikan, debitor tidak melunasi hutangnya atau melakukan wanprestasi .

Sesuai dengan tujuannya, barang jaminan baik berupa benda bergerak maupun benda tidak bergerak tersebut bukan untuk dimiliki secara pribadi oleh kreditor, karena perjanjian utang-piutang atau perjanjian kredit bukanlah merupakan suatu perjanjian jual beli yang mengakibatkan perpindahan hak milik atas suatu barang, akan tetapi barang jaminan tersebut dipergunakan untuk melunasi utang dengan cara sebagaimana diatur dalam peraturan yang berlaku, yaitu barang dijual secara lelang dimana hasilnya untuk meluna si utang debitor, dan apabila terdapat sisa maka hasilnya akan dikembalikan kepada Debitor.5

Dalam praktek perbankan, dapat diperhatikan bahwa penjualan (pencairan) objek atau jaminan kredit dilakukan guna melunasi kredit dari debitor. Penjualan jaminan kredit tersebut merupakan suatu tindakan yang perlu dilakukan bank untuk memperoleh kembali pelunasan dana yang dipinjamkannya karena pihak debitor tidak memenuhi kewajibannya kepada bank sesuai dengan perjanjian kredit, serta hasil penjualan jaminan terseb ut untuk meminimalkan kerugian yang akan diderita pihak bank nantinya. Agar penjualan jaminan kredit dapat mencapai tujuan yang

4

Ibid, hal. 13

5

Gatot Supramono,Perbankan dan Masalah Kredit Suatu Tinjauan Yuridis, Djambatan, Jakarta, 1996, hal. 75


(18)

diinginkan bank, perlu dilakukan upaya -upaya pengamanan antara lain dengan mengikat objek jaminan kredit secara sempurna melalui ketentuan-ketentuan hukum yang mengatur tentang lembaga jaminan.6

Fungsi lain jaminan kredit dalam rangka pemberian kredit berkaitan dengan kesungguhan pihak debitor untuk memenuhi kewajibannya untuk melunasi kredit sesuai yang diperjanjikan dan mengguna kan dana yang dimilikinya secara baik dan hati-hati, dimana hal tersebut diharapkan akan mendorong pihak debitor untuk melunasi hutangnya sehingga dapat mencegah terjadinya pencairan jaminan kredit yang mungkin saja tidak diinginkan karena memiliki nilai ( harga) yang lebih tinggi bila dibandingkan dengan utang debitor kepada bank.

Dalam praktik perbankan, umumnya nilai jaminan kredit lebih besar dari jumlah kredit yang disetujui oleh bank, sehingga pihak debitor diharapkan segera melunasi hutangnya kepada bank agar nantinya tidak kehilangan harta (asset) yang diserahkan sebagai jaminan kredit dalam hal kredit tersebut ditetapkan sebagai kredit macet. Hal ini sejalan dengan ketentuan Pasal 1131 Kitab Undang -Undang Hukum Perdata, dimana ketentuan dalam Pasal ini sering dicantumkan sebagai salah satu klausul dalam perjanjian kredit perbankan, yang berbunyi : “Segala kebendaan si

berutang, baik yang bergerak maupun yang tak bergerak, baik yang sudah ada maupun yang baru akan ada di kemudian hari, menjadi tanggungan untuk segala

perikatan perseorangan”, serta ketentuan dalam Pasal 1132 Kitab Undang-Undang

6


(19)

Hukum Perdata yang berbunyi : “Kebendaan tersebut menjadi jaminan bersama -sama bagi semua masyarakat yang mengutangkan padanya; pendapatan penjualan benda -benda itu dibagi-bagi menurut keseimbangan, yaitu menurut besar -kecilnya piutang masing-masing, kecuali apabila di antara para berpiutang itu ada alasan -alasan yang sah untukdidahulukan”.7

Bentuk jaminan yang paling banyak digunakan sebagai agunan dalam perjanjian kredit bank adalah hak atas tanah, baik dengan status hak milik, hak guna usaha, hak guna bangunan maupun hak pakai.8 Karena pada umumnya memiliki nilai atau harga yang tinggi dan terus meningkat, sehingga dalam hal ini sudah selayaknya apabila debitor sebagai penerima kredit dan kreditor sebagai pemberi fasilitas kredit serta pihak lain terkait memperoleh perlindungan melalui suatu lembaga hak jaminan yang kuat dan dapat memberikan kepastian hukum bagi semua pihak yang berkepentingan.

Atas dasar hak menguasai dari negara sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 2 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok -Pokok Agraria, ditentukan adanya macam -macam hak atas permukaan bumi, yang disebut tanah yang dapat diberikan kepada dan dipunyai o leh perseorangan baik warga negara Indonesia atau orang asing yang berkedudukan di Indonesia, sekelompok orang secara bersama -sama, dan badan hukum yang didirikan menurut hukum Indonesia dan berkedudukan di Indonesia atau badan hukum asing yang mempunya i

7

Subekti dan Tjitrosudibio,Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, Pradnya Paramita, Jakarta, 2006, hal. 291

8


(20)

perwakilan di Indonesia, badan hukum privat atau badan hukum publik. Akan tetapi terhadap hak atas tanah berupa hak milik sesuai dengan Pasal 21 angka 2 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok -Pokok Agraria, badan-badan hukum yang dapat mempunyai hak milik harus ditetapkan atau ditunjuk oleh Pemerintah.

Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok -Pokok Agraria, Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 1996 tentang Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan dan Hak Pakai Atas Ta nah, dan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah menetapkan bahwa hak atas tanah harus didaftarkan. Kegiatan pendaftaran tanah ini untuk pertama kalinya melalui pendaftaran tanah secara sporadik dan pendaftaran tanah secara siste matik menghasilkan surat tanda bukti hak berupa sertipikat.

Maksud diterbitkan sertipikat dalam kegiatan pendaftaran tanah untuk pertama kalinya adalah agar pemegang hak dengan mudah dapat membuktikan bahwa dirinya sebagai pemegang haknya, memberikan jaminan kepastian hukum dan perlindungan hukum bagi pemegang hak yang bersangkutan.9 Jaminan kepastian hukum dalam pendaftaran tanah meliputi status hak, subjek hak, dan objek hak. Jaminan perlindungan hukum dalam pendaftaran tanah adalah pemilik sertipikat tidak mudah mendapatkan gangguan atau gugatan dari pihak lain, dengan kata lain pemilik sertipikat dapat mempertahankan haknya dari ganguan atau gugatan pihak lain.

9

S. Chandra,Perlindungan Hukum Terhadap Pemegang Sertipikat Hak Atas Tanah, Pustaka Bangsa Press, Medan, 2006, hal. 120


(21)

Berdasarkan ketentuan dalam Pasal 51 Undang -Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasa r Pokok-Pokok Agraria, disebutkan bahwa sudah disediakan lembaga hak jaminan yang kuat dan dapat dibebankan pada hak atas tanah yang telah didaftarkan berupa sertipikat, yaitu Hak Tanggungan sebagai pengganti lembaga hypotheekdancredietverband.10

Selama 30 tahun lebih sejak mulai berlakunya Undang -Undang Pokok Agraria tersebut, lembaga Hak Tanggungan diatas belum dapat berfungsi sebagaimana mestinya, karena belum ada undang -undang yang mengaturnya secara lengkap, serta ketentuan dalam peraturan tersebut s udah tidak sesuai dengan asas Hukum Tanah Nasional dan kurang memenuhi kebutuhan ekonomi di bidang perkreditan.

Lembaga Jaminan Hak Tanggungan ini kemudian diakui eksistensinya melalui Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan Atas Tanah Beserta Benda-Benda yang Berkaitan dengan Tanah dan menjadikan kepentingan debitor maupun kreditor mendapatkan perlindungan hukum dari pemerintah. Tujuan utama diundangkannya Undang-Undang Hak Tanggungan ini, khususnya memberikan perlindungan hukum bagi pihak kreditor apabila debitor melakukan perbuatan melawan hukum berupa wanprestasi. Menurut Undang -Undang Nomor 4 Tahun 1996, Hak Tanggungan adalah hak jaminan yang dibebankan pada hak atas tanah sebagaimana dimaksud dalam Undang -Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria, berikut atau tidak berikut benda -benda lain

10


(22)

yang merupakan satu kesatuan dengan tanah itu, untuk pelunasan utang tertentu, yang memberikan kedudukan yang diutamakan kepada kreditor tertentu kepada kreditor-kreditor lain. Untuk memberikan suatu kepastian hukum sebagai bentuk perlindungan hukum, maka pembebanan jaminan Hak Tanggungan ini wajib didaftarkan di Kantor Pertanahan, guna memenuhi unsur publisitas atas barang jaminan, dan mempermudah pihak ketiga mengontrol a pabila terjadi pengalihan benda jaminan.

Dalam proses pemberian kredit, sering terjadi bahwa pihak kreditor dirugikan ketika pihak debitor melakukan wanprestasi, sehingga diperlukan suatu aturan hukum dalam pelaksanaan pembebanan Hak Tanggungan yang tertu ang dalam suatu perjanjian kredit, yang bertujuan untuk memberikan kepastian dan perlindungan hukum bagi pihak-pihak terkait, khususnya bagi pihak kreditor apabila debitor wanprestasi atau tidak memenuhi kewajibannya.

Sebagaimana telah diketahui bahwa mas yarakat secara individu ataupun secara berkelompok juga turut berperan dalam pembangunan Nasional di segala bidang dengan berbagai variasi kegiatan. Di sektor perbankan individu yang bergerak di bidang properti juga berperan meningkatkan pendapatan Negara.

Sejalan dengan kegiatan properti tersebut , bagi pengembang erat sekali hubungannya dengan hak-hak atas tanah yang dijadikan jaminan. Untuk kepentingan pengembalian dana bank, maka oleh bank hak atas tanah tersebut dipasang hak tanggungan. Sebaliknya untuk kepentingan pengembang, adakalanya hak -hak atas tanah tersebut


(23)

yang diatasnya dibangun bangunan -bangunan perumahan diperlukan pemecahan hak atas tanahnya sesuai dengan luas tanah yang diatasnya terdapat bangunan.

Pemecahan hak atas tanah yang sudah berst atus Sertipikat bagi pengembang adalah untuk mendapatkan hasil dari kegiatan properti dengan cara penjualan dan pembelian bangunan berikut tanah pekarangannya.

Bertalian dengan pemecahan yang dimaksud di atas pada hakekatnya Sertipikat induk dipecah dari satu menjadi beberapa bagian, yang proses dan prosedurnya dilakukan melalui Kantor Badan Pertanahan di wilayah tanah berada. Menurut asas pemisahan horizontal dalam hukum pertanahan, antara tanah dan bangunan bukan merupakan satu kesatuan yang tidak terpis ahkan. Maka hak atas tanah tidak dengan sendirinya meliputi pemilikan bangunan yang ada diatasnya. Namun demikian dalam praktek dimungkinkan suatu perbuatan hukum mengenai tanah meliputi juga bangunan diatasnya, asalkan bangunan tersebut secara fisik merupakan satu kesatuan dengan tanah yang bersangkutan dan keikutsertaannya dijadikan jaminan secara tegas disebutkan dalam Akta Pemberian Hak Tanggungan . Hal tersebut berarti bahwa Hak Tanggungan tetap membebani secara utuh seluruh bidang tanah selama kredit k onstruksinya belum lunas.11

Ketentuan tersebut menyulitkan bagi penjualan unit -unit rumah yang telah selesai dibangun oleh pengembang Oleh karenanya bagi pengembang yang bergerak

11

Boedi Harsono,Hukum Agraria Indonesia, Sejarah Pembentukan UUPA, Isi dan Pelaksanaannya,Djambatan, Jakarta, 2005, hal.410 -413


(24)

di bidang properti dan memiliki lahan atas tanah yang luas untuk dijadikan perumahan harus melakukan pemecahan sertipikat induknya.

Sebagai konsekuensi pemecahan, terhadap Sertipikat asal menjadi tidak berlaku lagi, sebagaimana berdasarkan Pasal 133 angka 5 Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Petanahan Nasional Nomor 3 Tahun 1997 tentang ketentuan pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang pendaftaran tanah, sedangkan terhadap Hak Tanggungan sec ara tegas dan tertulis tidak diatur ketidak berlakuannya dalam pasal ini.

Kendala yang dialami dalam prakte knya terhadap Hak Tanggungan harus dipasang kembali sebagai konsekuensi p emecahan Sertipikat, yang seharusnya secara otomatis Hak Tanggungan yang sudah tercatat dalam buku tanah dan Sertipikat asal tetap mengikuti dan terpasang Hak Tanggungannya pada Sertipikat yang baru (Sertipikat yang telah dipecah), sebagaimana berdasarkan Pasal 133 angka 4 Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pe rtanahan Nasional Nomor 3 Tahun 1997 tentang ketentuan pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang pendaftaran tanah, yaitu Catatan mengenai adanya Hak Tanggungan dan beban lain yang ada pada buku tanah dan sertipikat asal dicatat pada buku tanah dan sertipikat baru.

Dari uraian-uraian tersebut di atas mengenai kendala yang terjadi dalam praktek pertanahan dalam hal pemecahan Sertipikat dikaitkan dengan pemasangan Hak Tanggungan pada bank, sangat relevan untuk dilakukan penelitian lebih lanjut.


(25)

B. Perumusan Masalah

Berdasarkan uraian pada latar belakang tersebut diatas, maka dapat dirumusakan permasalahanya sebagai berikut :

1. Bagaimanakah pengaturan hukum tentang pemecahan sertipikat yang sedang terikat Hak Tanggungan ?

2. Bagaimanakah upaya perlindungan yang dilakukan oleh pihak Bank untuk mengantisipasi akibat pemecahan sertipikat yang sedang terikat hak t anggungan? 3. Apakah akibat hukum pemecahan tanda bukti (sertip ikat) hak atas tanah yang

sedang terikat hak tanggungan tersebut ?

C. Tujuan Penelitian

Mengacu kepada perumusan masalah tersebut diatas, maka tujuan dari penelitian ini adalah :

1. Untuk mengetahui pengaturan hukum tentang pemecahan sertipikat yang sedang terikat Hak Tanggungan.

2. Untuk mengetahui perlindungan hukum terhadap Bank akibat pemecahan sertipikat yang sedang terikat tanggungan.

3. Untuk mengetahui apa sajakah yang menjadi akibat hukum dari pemecaha n tanda bukti hak (sertipikat) atas tanah yang sedang terikat hak tanggungan.

D. Manfaat Penelitian

Dalam setiap penelitian diharapkan adanya suatu manfaat dan kegunaan yang dapat diambil dari penelitian yang dilakukan, sebab besar kecilnya manfaat penelitia n


(26)

akan menentukan nilai-nilai dari penelitian tersebut. Adapun yang menjadi manfaat dari penelitian ini adalah :

1. Secara teoritis

a. Untuk memenuhi salah satu persyaratan dalam menempuh ujian untuk meraih gelar Magister Kenotariatan pada Sekolah Pasca Sarjana, Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

b. Untuk menambah ilmu pengetahuan dan cakrawala berpikir dalam bidang Pertanahan, khususnya dalam bidang Pemecahan Sertipikat.

c. Untuk memberikan gambaran yang jelas dalam kaitannya dengan bentuk perlindungan hukum terhadap kreditor dalam perjanjian kredit dengan jaminan Hak Tanggungan.

2. Secara praktis

Diharapkan agar penulisan yang dilakukan dapat memberikan kontribusi kepada pihak yang berkepentingan, khusus pada m asyarakat instansi-instansi yang terkait, Perbankan dan Praktisi Kenotariatan.

E. Keaslian Penelitian

Berdasarkan informasi dan data yang dimiliki serta penelusuran yang dilakukan di kepustakaan di Sekolah Pasca Sarjana Magister Kenotariatan Universitas Sumatera Utara Medan , judul yang diangkat ini belum ada yang melakukan penelitian terhadap masalah tersebut sebelumnya , oleh karena itu penelitian ini adalah asli dan untuk itu dapat dipertanggung jawabkan secara


(27)

akademik. Namun demikian terdapat beberapa judul yang membahas mengenai hak tanggungan, antara lain :

1. Rini Widiastuti, NIM 057005042, mahasiswi Program Studi Ilmu Hukum Program Pascasarjana USU, dengan judul “Kedudukan Jaminan Hak Atas Tanah Sebagai Objek Hak Tanggungan Dalam Pemberian Kredit”, dengan

permasalahan yang diteliti adalah :

a. Bagaimana kedudukan hak atas tanah sebagai objek jaminan Hak Tanggungan?

b. Bagaimana kekuatan eksekutorial grosse yang terdapat pada sertfikat Hak Tanggungan dan proses eksekusinya jika terjadi kredit macet?

2. Yenni, NIM : 067011107, mahasiswi Program Studi Ilmu Hukum Progra m

Pascasarjana USU, dengan judul “Analisis Perlindungan Hukum Terhadap

Kreditor Menurut Undang -Undang Nomor 4 Tahun 1996 Tentang Hak Tanggungan Atas Tanah Beserta Benda -Benda Yang Berkaitan Dengan Tanah”,

dengan permasalahan yang diteliti adalah :

a. Apakah pengikatan hak tanggungan atas tanah beserta benda -benda yang berkaitan dengan tanah telah sesuai dengan prosedur yang berlaku?

b. Adakah perlindungan terhadap kreditor dalam hal kredit yang diberikan dijamin dengan hak tanggungan atas tanah, sehubungan dengan keberadaan Undang-Undang Hak Tanggungan?


(28)

c. Apakah eksekusi hak tanggungan atas tanah dapat dilakukan sesuai dengan undang-undang yaitu pelaksanaan eksekusi hak tanggungan apabila debitor wanprestasi?

F. Kerangka Teori dan Konsepsi

1. Kerangka Teori

Teori adalah untuk menerangkan atau menjelaskan mengapa gejala spesifik atau proses tertentu terjadi.12 Landasan teori merupakan cir i penting bagi penelitian ilmiah untuk mendapatkan data. Teori merupakan alur penalaran atau logika yang terdiri dari seperangkat konsep atau variabel, definisi dan proposisi yang disusun secara sistematis.13 Kerangka teori adalah kerangka pemikiran atau butir -butir pendapat, teori, tesis mengenai sesuatu kasus atau permasalahan (problem) yang menjadi bahan perbandingan, pegangan teoritis.14

Penelitian ini bertujuan memberikan kepastian hukum dan perlindungan hukum hak atas tanah. Oleh karena itu teori yang dipakai adalah teori kepastian hukum. Dalam pengertian teori kepastian hukum yang oleh Roscue Pound dikatakan bahwa adanya kepastian hukum memungkinkan adanya “Predictability”.15 Dengan demikian kepastian hukum mengandung 2 (dua) pengertian, yang pertama adanya aturan yang bersifat umum membuat individu mengetahui apa yang boleh dan tidak boleh dilakukan, dan kedua berupa keamanan bagi indivi du dari kesewenangan

12

M. Solly Lubis,Filsafat Ilmu dan Penelitian, CV. Mandar Maju, Bandung, 1994, hal.80

13

J. Supranto,Metode Penelitian Hukum dan Statistik, Rineka Cipta, Jakarta, 2003, hal. 194

14

M. Solly Lubis,Loc.cit..

15

Pieter Mahmud Marzuki,Pengantar Ilmu Hukum, Kencana Prenada Media Group, Jakarta, 2009, hal.158


(29)

pemerintah karena dengan adanya aturan yang bersifat umum itu individu dapat mengetahui apa saja yang boleh dibebankan atau dilakukan oleh Negara terhadap individu.

Bertalian dengan judul penelitian, bahwa teori ini sejalan dengan ma ksud dan tujuan dari ketentuan-ketentuan/peraturan-peraturan tentang pertanahan, yaitu untuk memberikan keamanan bagi setiap individu yang memiliki hak -hak atas tanah.

Sedangkan Van Kant mengatakan bahwa hukum bertujuan menjaga kepentingan tiap -tiap manusia agar kepentingan-kepentingan itu tidak diganggu. Bahwa hukum mempunyai tugas untuk menjamin adanya kepastian hukum dalam masyarakat. 16

Dalam rangka memberikan kepastian hukum dan perlindungan hukum hak atas tanah, sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah, pemerintah wajib mendaftar seluruh bidang tanah di wilayah Indonesia baik dengan pendekatan sistematis maupun sporadis.

Melalui program pendaftaran tanah tersebut, masyarakat baik perorangan maupun badan hukum dap at memperoleh sertipikat hak atas tanah. Masyarakat yang telah memperoleh sertipikat hak atas tanah dapat berpartisipasi secara aktif dalam memanfaatkan tanahnya secara optimal. Selain itu, tanah yang ber sertipikat dapat digunakan untuk mengurangi potensi sengketa kepemilikan tanah dan dapat digunakan sebagai jaminan kredit.

16

C.S.T. Kansil,Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Indonesia, Balai Pustaka, Jakarta, 2002, hal. 44


(30)

Peranan sertipikat hak atas tanah bagi masyarakat secara khusus dan terhadap pembangunan ekonomi daerah secara umum dapat dilihat dari kegiatan pendaftaran pembebanan hak tanggungan un tuk kredit usaha di Kantor Pertanahan Kabupaten/Kota. Pada umumnya semakin berkembang perekonomian suatu wilayah, semakin besar pula volume hak tanggungan tersebut.

Masyarakat secara individu ataupun secara berkelompok juga turut berperan dalam pembangunan Nasional di segala bidang dengan berbagai variasi kegiatan. Di bidang properti juga banyak memberikan peranan untuk meningkatkan pendapatan Negara dan erat sekali kaitannya dengan hak atas tanah yang dijadikan jaminan dalam melakukan kegiatan membangun nya. Pengembang (Developer) dapat menjadikan hak atas tanah yang telah didaftarkan atau sertipikat untuk dijadikan jaminan dalam hal mengambil dana untuk kegiatan pembangunan pada Bank. Untuk kepentingan pengembalian dana bank, maka oleh bank hak atas tana h tersebut dipasang hak tanggungan. Sebaliknya pengembang (Developer), terhadap hak atas tanah tersebut yang diatasnya dibangun bangunan -bangunan perumahan adakalanya diperlukan pemecahan hak atas tanahnya atau pemecahan sertipikatnya sesuai dengan luas ta nah yang diatasnya terdapat bangunan.

Oleh karena itu fungsi dari teori tersebut dipakai dalam penelitian ini selain memberikan kepastian hukum terhadap hak atas tanah yang dijadikan jaminan dalam pembebanan hak tanggungan juga memberikan perlindungan ter hadap pihak Bank


(31)

sebagai pemberi dana kepada masyarakat dalam melaksanakan kegiatan pengembangan pembangunan.

2. Konsepsi

Suatu konsep bukan merupakan gejala yang akan diteliti, akan tetapi merupakan suatu abstraksi dari gejala tersebut. Gejala itu sendiri d inamakan fakta, sedangkan konsep merupakan suatu uraian mengenai hubungan -hubungan dalam fakta tersebut.17Konsep merupakan bagian terpenting dari pada teori. Peranan konsep dalam penelitian adalah untuk menghubungkan dunia teori dan observasi, antara abstraksi dan realita.18

Samadi Surya Brata memberikan arti khusus mengenai pengertian konsep, yaitu sebuah konsep berkaitan dengan defenisi operasional. Defenisi operasional perlu disusun, untuk memberi pengertian yang jelas atas masalah, tidak boleh memiliki makna ganda.19

Selain itu, konsepsi juga digunakan untuk memberikan pegangan pada proses penelitian. Oleh karena itu, dalam penelitian perlu dirumuskan serangkaian definisi operasional atas beberapa variabel yang digunakan. Selanjutnya untuk menghindari terjadinya salah pengertian dan pemahaman yang berbeda tentang tujuan yang akan dicapai dalam penelitian ini, maka kemudian konsepsi dalam bentuk definisi operasional sebagai berikut :

17

Soerjono Soekanto,Pengantar Penelitian Hukum, Universitas Indonesia Press, Jakarta, 1986, hal. 132

18

Masri Singarimbun dkk.Metode Penelitian Survey, LP3ES, Jakarta, 1989, hal.34

19


(32)

a. Sertipikat

Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1961, memberikan pengerti an tentang sertipikat, sertipikat adalah surat tanda bukti hak yang terdiri dari salinan Buku Tanah dan Surat ukur, diberi sampul dijilid menjadi satu, yan g bentuknya ditetapkan Menteri Agraria.20

Sedangkan menurut Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997, Sertipikat adalah surat tanda bukti hak sebagaiman a dimaksud dalam Pasal 19 ayat (2) huruf c UUPA untuk hak atas tanah, hak pengelolaan, tanah wakaf, hak milik atas satuan rumah susun dan hak tanggungan yang masing -masing sudah dibukukan dalam buku tanah yang bersangkutan.21

b. Pemecahan

Pemecahan adalah sebuah proses, cara atau perbuatan memecah atau memecahkan.22 Pengertian pemecahan dalam judul ini ialah proses, cara atau perbuatan memecah atau memecahkan suatu surat tanda bukti hak yang sudah dibukukan menjadi beberapa bagian yang masing -masing merupakan satuan bidang baru dengan status hukum yang sama dengan bidang tanah semula.

c. Hak Tanggungan

Hak tanggungan, menurut ketentuan Pasal 1 angka 1 Undang -Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan Atas T anah Beserta Benda-benda yang

20

H.Ali Achmad Chomzah,Hukum Pertanahan, Prestasi Pustaka, Jakarta, 2002, hal123

21

Gunardi & Markus Gunawan, Himpunan Peraturan tentang Kenotariatan, PT. RajaGrafindo Persada, Jakarta, 2007, hal. 133

22


(33)

berkaitan dengan tanah, adalah hak jaminan yang dibebankan pada hak atas tanah sebagaimana dimaksud dalam Undang -Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria, berikut atau tidak berikut benda -benda lain yang merupakan satu kesatuan dengan tanah itu, untuk pelunasan utang tertentu, yang memberikan kedudukan yang diutamakan kepada kreditor tertentu terhadap kreditor-kreditor lain.23

Dari rumusan tersebut dapat diketahui bahwa pada dasarnya suatu hak tanggungan adalah suatu bentuk jaminan pelunan utang, dengan hak mendahulu, dengan objek jaminannya berupa hak hak atas tanah yang diatur dalam Undang -Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok -Pokok Agraria.

G. Metode Penelitian 1. Spesifikasi Penelitian

Penelitian ini bersifat deskriptif, dimana penelitian ini bertujuan untuk menggambarkan atau melukiskan tentang suatu hal pada tempat dan suatu hal tertentu.24 bersifat analisis deskriptif maksudnya dari penelitian ini diharapkan diperoleh gambaran secar a rinci dan sistematis tentang permasalahan yang akan diteliti. Analisis dimaksudkan berdasarkan gambaran, fakta yang diperoleh akan dilakukan analisis secara cermat untuk menjawab permasalahan.25

23

Kartini Muljadi & Gunawan Widjaja, Hak Tanggungan,Prenada Media, Jakarta, 2005, hal. 13

24

Bambang Sunggono, Metodologi Penelitian Hukum, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2007, hal. 83

25

Sunaryati Hartono,Penelitian Hukum Indonesia Pada Akhir Abad ke -20, Alumni, Bandung, 1994, hal. 101


(34)

2. Metode Pendekatan

Dalam penelitian ini menggunakan jenis pe nelitian hukum dengan metode pendekatan yuridis normatif, yang disebabkan karena penelitian ini merupakan penelitian hukum doktriner yang disebut juga penelitian kepustakaan atau studi dokumen yang dilakukan atau ditujukan hanya pada peraturan -peraturan yang tertulis atau bahan hukum yang lain.26 Meliputi penelitian terhadap asas -asas hukum, sumber-sumber hukum, peraturan perundang -undangan yang bersifat teoritis ilmiah serta dapat menganalisis permasalahan yang dibahas.27

3. Sumber Data

Sumber data yang diper gunakan dalam penelitian ini adalah terdiri dari data sekunder dan data primer.

a. Data Sekunder

Data sekunder adalah data yang diperoleh dari studi kepustakaan dengan mempelajari :

1). Bahan hukum primer yaitu bahan hukum berupa peraturan perundang -undangan yang berkaitan dengan permasalahan, yaitu Undang -Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria, Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan Atas Tanah Beserta Benda -Benda yang Berkaitan

26

Bambang Waluyo,Metode Penelitian Hukum, PT. Ghalia Indonesia, Semarang, 1996, hal. 13

27

Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan Singkat, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 1995, hal. 13


(35)

dengan Tanah, Peraturan Pemerintah Nomor 24 tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah, Peraturan Mentri Negara Agraria/ Kepala BPN Nomor 3 Tahun 1997 tentang Ketentuan Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997.

2). Bahan hukum sekunder yaitu bahan-bahan hukum yang merupakan publikasi dokumen tidak resmi meliputi buku -buku, karya ilmiah.

3). Bahan hukum tertier yaitu bahan penunjang untuk memperjelas bahan primer dan bahan sekunder, berupa kamus umum, kamus hukum, jurnal ilmiah, majalah, surat kabar, dan internet yang relevan dengan penelitian ini.

b. Data Primer

Data primer diperoleh langsung dari sumber pertama di lapangan melalui penelitian, yaitu dari hasil wawancara dengan informan yang terkait dengan pemecahan sertipikat dan hak tanggungan yang telah ditetapkan sebelumnya. Tipe wawancara yang dilakukan adalah wawancara tidak berstruktur, yaitu wawancara yang dilakukan dengan tidak dibatasi oleh waktu dan daftar urutan pertanyaan, tetapi berpegang pada pokok penting permasalahan yang ses uai dengan tujuan wawancara. Wawancara tidak berstruktur ini dimaksudkan agar memperoleh jawaban spontan dan gambaran yang lugas tentang masalah yang diteliti.

Sifat wawancara yang dilakukan adalah wawancara terbuka, artinya wawancara yang subjeknya meng etahui bahwa mereka sedang diwawancarai dan mengetahui maksud dan tujuan wawancara tersebut.


(36)

4. Alat Pengumpulan Data

Alat pengumpulan data akan sangat menentukan hasil dari penelitian. Dalam penelitian ini dipergunakan alat pengumpulan data sebagai berik ut :

a. Studi Dokumen, digunakan untuk memperoleh data sekunder dengan membaca, mempelajari, meneliti, mengidentifikasi dan menganalisis data sekunder yang berkaitan dengan materi penelitian.

b. Wawancara secara langsung dengan dengan informan atau narasumber yang terkait dengan pemecahan sertipikat dan hak tanggungan, selaku narasumber dalam penelitian ini yaitu kepala seksi pengukuran dan pemetaan tanah dari kantor pertanahan kota Medan dan informan dari pihak bank yaitu Legal Officer PT. Bank Mutiara Cabang Me dan.

5. Analisis Data

Metode yang digunakan untuk menarik ke simpulan dari hasil penelitian yang telah terkumpul akan dipergunakan metode analisis data secara kualitatif, yaitu data yang diperoleh kemudian disusun secara sistematis untuk selanjutnya dianalisa secara kualitatif untuk mendeskripsikan mengenai akibat hukum pemecahan tanda bukti hak (sertipikat) atas tanah yang sedang Dalam suatu penelitian sangat diperlukan suatu analisis data yang berguna untuk memberikan jawaban terhadap permasalahan yang diteliti. Analisis data dalam penelitian ini menggunakan metode kualitatif. Penelitian dengan menggunakan metode kualitatif bertolak dari asumsi tentang realitas atau


(37)

fenomena sosial yang bersifat unik dan kompleks. Padanya terdapat regularitas atau pola tertentu, namun penuh dengan variasi (keragaman).28

Analisis data adalah proses mengatur urutan data, mengorganisasikannya ke dalam suatu pola, kategori dan satuan uraian dasar.29 Sedangkan metode kualitatif merupakan prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis maupun lisan dari orang -orang dan perilaku yang dapat diamati.30

Data sekunder yang diperoleh dari penelitian kepustakaan (library research) dan data primer yang diperoleh dari penelitian lapangan (field research) kemudian disusun secara berurutan dan sistematis dan selanjutnya dianalisis dengan menggunakan metode kualitatif, yaitu untuk memperoleh gambaran tentang pokok permasalahan dengan menggunakan metode berpikir deduktif, yaitu cara berpikir yang dimulai dari hal yang umum untuk selanjutnya menarik hal -hal yang khusus.

28

Burhan Bungi,Analisa Data Penelitian Kualitatif, Pemahaman Filosofis dan Metodologis Kearah Penguasaan Modal Aplikasi, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2003, hal. 53

29

Lexy J. Moleong,Metode Kualitatif, Remaja Rosdakarya, Bandung, 2004, hal. 103

30


(38)

A. Ketentuan Hukum Tentang Hak Tanggungan 1. Ketentuan Umum Hak Tanggungan

Dalam perkembangan sekarang ini peranan masyarakat dalam pembiayaan pembangunan sangat penti ng untuk mewujudkan potensi pembiayaan pembangun an tersebut dan menjamin penyalurannya sehingga menjadi pembiayaan yang riil, dana perkreditan merupakan sarana yang mutlak diperlukan d an untuk itu perlu diatur suatu kelembagaan jaminan kredit yang mampu me mberikan kepastian hukum dan perlindungan hukum baik kepada penyedia kredit maupun kepada penerima kredit. Penggunaan hak atas tanah sebagai agunan dipraktekkan dalam kredit untuk berbagai keperluan termasuk untuk keperluan pembangunan, karena tanah diangg ap paling aman untuk dijadikan jaminan.

Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok -pokok Agraria menentukan bahwa hak milik, hak guna usaha, dan hak guna bangunan dapat dijadikan jaminan utang dengan dibebani Hak Tanggungan. Menurut Pasal 51 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 pembebanan jaminan hutang dengan Hak Tanggungan akan diatur dengan Undang -Undang.

Dalam rangka mengadakan unifikasi Hukum Tanah Nasional, Undang -Undang Pokok Agraria menyediakan lembaga jaminan atas tanah yang baru , yang


(39)

diberi nama lembaga hak jaminan atas tanah dalam h ukum tanah yang baru, sehubungan dengan itu sejak berlakunya Undang -Undang Pokok Agraria, Hak Tanggungan menggantikan Hipotik dan Creditverband, yang merupakan lembaga -lembaga hak jaminan atas tanah dalam Hak Tanggungan yang lama.

Sejak berlakunya Undang -Undang Pokok Agraria, Hak Tanggungan merupakan satu-satunya lembaga jaminan atas tanah yang ketentuannya diatur dalam hukum tertulis, tetapi mengenai Hak Tanggungan tersebut Undang -Undang Pokok Agraria baru menetapkan obyeknya yaitu Hak Milik, Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan, ketentuan-ketentuan lebih lanjut menurut Pasal 51 Undang -Undang Pokok Agraria masih akan diatur dalam undang -undang. Di dalam perkembangannya menurut Peraturan Menteri Agraria Nomor 1 Tahun 1966, Hak Pakai atas Tanah Negara juga wajib didaftarkan, sehingga Hak Pakai tersebut dapat dialihkan. Oleh karena itu sesuai dengan perkembangan dan kebutuhan masyarakat, Hak Pakai atas Tanah Negara tertentu yang telah terdaftar dan karena s ifatnya dapat dipindahtangankan tersebut dapat dijadikan obyek Hak Tanggungan.31 Dalam Pasal 57 Undang-Undang Pokok Agraria menyatakan bahwa selama undang-undang mengenai Hak Tanggungan belum terbentuk maka yang berlaku ialah ketentuan -ketentuan mengenai hi potik dan creditverband. Dengan adanya ketentuan dalam Pasal Peralihan tersebut, sejak berlakunya Undang -Undang Pokok Agraria, kecuali mengenai obyeknya yang sudah ditunjuk sendiri oleh Undang -Undang Pokok Agraria, terhadap Hak Tanggungan diberlakukan kete ntuan-ketentuan hipotik dan

31


(40)

creditverband. Ketentuan -ketentuan tersebut baik mengenai hukum materialnya maupun tata cara pembebanan serta penerbitan surat tanda bukti haknya.

Dalam perkembangannya ketentuan Hak Tanggungan menjadi bertambah dengan diselenggarakannya pendaftaran tanah menurut Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1961 tentang Pendaftaran Tanah jo Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah. Dengan adanya ketentuan baru tersebut pembebanan Hak Tanggungan dan penerbitan su rat tanda bukti haknya tidak lagi dilakukan menurut peraturan hipotik dan creditverband.

Sebagai tindak lanjut dari Pasal 51 Undang -Undang Pokok Agraria maka pada tanggal 9 April 1996 Pemerintah mengeluarkan Undang -Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan Atas Tanah Berserta Benda -Benda Yang Berkaitan Dengan Tanah. Yang lebih dikenal dengan Undang -Undang Hak Tanggungan.

Terbitnya Undang-Undang Hak Tanggungan amat berarti didalam menciptakan unifikasi Hukum Tanah Nasional, khususnya dibidang hak ja minan atas tanah. Undang-Undang Hak Tanggungan bertujuan memberikan landasan untuk dapat berlakunya lembaga Hak Tanggungan yang kuat yang di dalamnya antara lain menegaskan atau meluruskan persepsi yang kurang tepat di waktu lalu.

Sampai saat ini ada beberapa peraturan pemerintah yang dikeluarkan sebagai pelaksanaan dari Undang -Undang Hak Tanggunga n, diantaranya adalah :32

1. Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah. (Pasal 44, 45, 53, 54)

32


(41)

2. Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepa la BPN Nomor 3 Tahun 1997 tentang Ketentuan Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah

3. Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala BPN Nomor 3 Tahun 1996 tentang bentuk Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan, Akta Pemberi an Hak Tanggungan, Buku-tanah Hak Tanggungan dan Sertipikat Hak Tanggungan.

4. Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala BPN Nomor 4 Tahun 1996 tentang Penetapan Batas Waktu Penggunaan Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan Untuk Menjamin Pelunasan Kredit -kredit Tertentu.

5. Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala BPN Nomor 5 Tahun 1996 tentang Pendaftaran Hak Tanggungan.

6. Surat Menteri Negara Agraria/Kepala BPN Nomor 630.1 -1826 tanggal 26 Juni 1996.

Dalam Pasal 1 UUHT disebutkan pengertian dari Hak Tangg ungan, adapun yang dimaksud dengan Hak Tanggungan atas tanah beserta benda -benda yang berkaitan dengan tanah, yang selanjutnya disebut Hak Tanggungan adalah jaminan yang dibebankan pada hak atas tanah sebagaimana yang dimaksud dalam Undang -Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok -pokok Agraria, berikut atau tidak berikut benda-benda lain yang merupakan kesatuan dengan tanah itu, untuk pelunasan utang tertentu, yang memberikan kedudukan yang diutamakan kepada Kreditor tertentu terhadap kredito r-kreditor lain.


(42)

Hak Tanggungan yang diatur dalam undang -undang ini pada dasarnya adalah Hak Tanggungan yang dibebankan pada hak atas tanah. Namun kenyataannya seringkali terdapat adanya benda -benda berupa bangunan, tanaman dan hasil karya, yang secara tetap merupakan kesatuan dengan tanah yang dijadikan jaminan tersebut. Sebagaimana diketahui Hukum Tanah Nasional didasarkan pada hukum adat, yang menggunakan asas pemisahan horizontal.33

Sehubungan dengan itu maka dalam kaitannya dengan bangunan, tanaman dan hasil karya tersebut, Hukum Tanah Nasional menggunakan juga asas pemisahan horizontal. Namun demikian penerapan asas -asas hukum adat tidaklah mutlak, melainkan selalu memperhatikan dan disesuaikan dengan perkembangan kenyataan dan kebutuhan dalam masyara kat yang dihadapinya.

Dalam penjelasan umum dikemukakan bahwa Hak Tanggungan sebagai lembaga hak jaminan atas tanah yang kuat harus mengandung ciri -ciri:34

a. memberikan kedudukan yang diutamakan atau mendahulu kepada pemegangnya (droit de preference). Hal ini ditegaskan dalam Pasal 1 angka 1 dan Pasal 20 ayat (1).

b. Selalu mengikuti obyek yang dijaminkan dalam tangan siapapun obyek itu berada (droit de suite). Ditegaskan dalam Pasal 7.

33

Ibid, hal. 411

34

Kashadi,Hak Tanggungan dan Jaminan Fidusia, Badan Penerbit Universitas Diponegoro, Semarang, 2000, hal.10.


(43)

c. Memenuhi asas spesialitas dan publisitas, sehingga dapat mengikat p ihak ketiga dan memberikan kepastian hukum kepada pihak yang berkepentingan.

d. Mudah dan pasti pelaksanaan eksekusinya.

Hak Tanggungan adalah hak jaminan atas tanah untuk pelunasan utang tertentu, yang memberikan kedudukan diutamakan kepada kreditor tert entu terhadap kreditor lain. Dalam arti, bahwa debitor cidera janji (wanprestasi) maka kreditor pemegang Hak Tanggungan berhak menjual melalui pelelangan umum tanah yang dijadikan obyek Hak Tanggungan menurut ketentuan ketentuan peraturan perundang -undangan yang bersangkutan dengan hak mendahulu dari pada kreditor -kreditor yang lain.

Sesuai dengan sifat accessoir dari Hak Tanggungan, pemberiannya haruslah merupakan ikutan dari perjanjian pokok yaitu perjanjian yang menimbulkan hubungan hukum utang -piutang yang dijamin pelunasannya. Perjanjian yang menimbulkan hubungan utang -piutang ini dapat dibuat dengan akta di bawah tangan atau dengan akta otentik, tergantung pada ketentuan hukum yang mengatur materi perjanjian tersebut. Oleh karena Hak Tanggungan menuru t sifatnya merupakan accessoir pada suatu piutang tertentu, yang didasarkan pada suatu perjanjian utang -piutang atau perjanjian lain, maka kelahiran dan keberadaannya ditentukan oleh adanya piutang yang dijamin pelunasannya.

Asas-asas dari Hak Tanggungan meliputi :35 1. Asas Publisitas

35


(44)

Asas publisitas ini dapat diketahui dari Pasal 13 ayat (1) yang menyatakan bahwa pemberian Hak Tanggungan wajib didaftarkan pada Kantor Pertanahan. Oleh karena itu dengan didaftarkannya Hak Tanggungan merupakan syarat mutlak untuk lahirnya Hak Tanggungan tersebut dan mengikatnya Hak Tanggungan terhadap pihak ketiga

2. Asas Spesialitas

Asas spesialitas dapat diketahui dari penjelasan Pasal 11 ayat (1) yang menyatakan bahwa ketentuan ini menetapkan isi yang sifatya wajib untuk sahnya Akta Pemberian Hak Tanggungan (APHT). Tidak dicantumkannya secara lengkap hal-hal yang disebut pada ayat ini dalam APHT mengakibatkan akta yang bersangkutan batal demi hukum. Ketentuan ini dimaksudkan untuk memenuhi asas spesialitas dari Hak Tanggu ngan, baik mengenai subyek, obyek maupun utang yang dijamin.

3. Asas Tidak Dapat Dibagi -bagi

Asas tidak apat dibagi-bagi ini ditegaskan dalam Pasal 2 ayat (1), bahwa Hak Tanggungan mempunyai sifat yang tidak dapat dibagi -bagi, kecuali jika diperjanjikan dalam APHT sebagaimana yang dimaksud dalam ayat (2).

Dalam penjelasan ayat (1) dinyatakan bahwa yang dimaksud dengan sifat tidak dapat dibagi-bagi dari Hak Tanggungan adalah bahwa Hak Tanggungan membebani secara utuh obyek Hak Tanggungan dan setiap bagian daripadanya.


(45)

Telah dilunasinya sebagian dari utang yang dijamin tidak berarti terbebasnya sebagian obyek Hak Tanggungan, melainkan Hak Tanggungan itu tetap membebani seluruh obyek Hak Tanggungan untuk sisa utang yang belum dilunasi.

Sedangkan pengecualian dari asas tidak dapat dibagi -bagi ini terdapat pada ayat (2) yang menyatakan bahwa apabila Hak Tanggungan dibebankan pada beberapa hak atas tanah, yang dapat diperjanjikan dalam APHT yang bersangkutan, bahwa pelunasan utang yang dijamin dapat dilakukan d engan cara angsuran yang besarnya sama dengan nilai masing-masing hak atas tanah yang merupakan bagian dari obyek Hak Tanggungan, yang akan dibebaskan dari Hak Tanggungan tersebut, sehingga kemudian Hak Tanggungan itu hanya membebani sisa obyek Hak Tanggun gan untuk menjamin sisa utang yang belum dilunasi.

Penjelasan ayat (2) ini dikatakan bahwa ketentuan ini merupakan pengecualian dari asas tidak dapat dibagi -bagi, untuk menampung kebutuhan perkembangan dunia perkreditan antara lain untuk mengakomodasi kep erluan pendanaan pembangunan komplek perumahan yang semula menggunakan kredit untuk pembangunan seluruh komplek dan kemudian akan dijual kepada pemakai satu persatu, sedangkan untuk membayarnya pemakai akhir ini juga menggunakan kredit dengan jaminan rumah yang bersangkutan.

Sesuai dengan ketentuan dalam ayat (2) ini, apabila Hak Tanggungan itu dibebankan pada beberapa hak atas tanah yang terdiri dari beberapa bagian yang masing-masing merupakan suatu kesatuan yang berdiri sendiri dan dapat dinilai


(46)

tersendiri, asas tidak dapat dibagi -bagi ini dapat dikesampingkan asal hal itu diperjanjikan secara tegas dalam APHT yang bersangkutan.

2. Prosedur Pembebanan Hak Tanggungan

Hak Tanggungan merupakan perjanjian ikutan (accessory) pada perjanjian yang menimbulkan hubungan hukum hutang -piutang (perjanjian kredit). Dengan demikian, hapusnya Hak Tanggungan tergantung pada perjanjian pokoknya, yaitu utang yang dijamin pelunasan tersebut.36

Demikian pula ditegaskan dalam Pasal 10 Ayat (1) U ndang-undang Hak Tanggungan, bahwa pemberian hak tanggungan didahului dengan janji untuk memberikan hak tanggungan sebagai jaminan pelunasan utang tertentu. Janji ini dituangkan didalam dan merupakan bagian dari perjanjian utang piutang atau perjanjian lainnya yang menimbulkan utang te rsebut. Karena hak tanggungan bersifat accessoir, maka kelahiran, pengalihan eksekusi dan hapusnya tergantung pada perjanjian utang piutangnya.

Hak Tanggungan dapat dibebankan lebih dari satu kali terhadap objek yang sama untuk menjamin pelunasan lebih da ri satu hutang dan untuk beberapa Kreditor. Hal ini menimbulkan adanya tingkatan -tingkatan bagi pemegang Hak Tanggungan. Peringkat Hak Tanggungan tersebut ditentukan menurut tanggal pendaftarannya pada Kantor Pertanahan.37

36

Adrian Sutedi,Op.cit, hal. 56

37 Ibid


(47)

Proses pembebanan Hak Tanggungan dilaksanakan melalui 2 tahap kegiatan, yaitu :

a. Tahap pemberian Hak Tanggungan, dengan dibuatnya APHT oleh PPAT, yang didahului dengan perjanjian utang -piutang yang dijamin.

Dalam Pasal 10 disebutkan bahwa Pemberian Hak Tanggungan didahului dengan janji untuk memberikan Hak Tanggungan sebagai jaminan pelunasan utang tertentu, yang dituangkan didalam dan merupakan bagian tak terpisahkan dari perjanjian utang-piutang yang bersangkutan atau perjanjian lainnya yang menimbulkan utang tersebut.

Apabila obyek Hak Tanggungan berupa hak atas tanah yang berasal dari konversi hak lama yang telah memenuhi syarat untuk didaftarkan akan tetapi pendaftarannya belum dilakukan, pemberian Hak Tanggungan dilakukan bersamaan dengan permohonan pendaftaran hak atas tanah ya ng bersangkutan.

b. Tahap pendaftaran oleh kantor Pertanahan, yang merupakan saat lahirnya Hak Tanggungan yang dibebankan.

Menurut Pasal 13, pemberian Hak Tanggungan wajib didaftarkan pada kantor Pertanahan selambat-lambatnya 7 (tujuh) hari kerja setelah penandatanganan APHT.

Pendaftaran Hak Tanggungan dilakukan oleh kantor Pertanahan dengan membuatkan buku-tanah Hak Tanggungan dan mencatatnya dalam buku tanah hak atas tanah yang menjadi obyek Hak Tanggungan serta menyalin catatan tersebut pada sertipikat hak atas tanah yang bersangkutan.


(48)

Tanggal buku-tanah Hak Tanggungan adalah tanggal hari ketujuh setelah penerimaan secara lengkap surat -surat yang diperlukan bagi pendaftarannya dan jika hari ketujuh jatuh pada hari libur, buku -tanah yang bersangkutan di beri tanggal hari kerja berikutnya. Dengan adanya hari tanggal buku -tanah Hak Tanggungan maka Hak Tanggungan lahir dan asas publisitas terpenuhi.

Tahapan Pemberian Hak Tanggungan m enurut Pasal 10 ayat (1) bahwa awal dari tahap pemberian Hak Tanggungan did ahului dengan janji akan memberikan Hak Tanggungan sebagai jaminan pelunasan utang tertentu, yang dituangkan di dalam perjanjian utang piutang dan merupakan bagian tak terpisahkan dari perjanjian utang piutang yang bersangkutan atau perjanjian lainnya yang menimbulkan hutang tersebut.

Sesuai dengan sifat accesoir dari Hak Tanggungan maka pemberian Hak Tanggungan harus merupakan ikutan dari perjanjian utang pokoknya, yaitu perjanjian utang piutang maupun perjanjian lainnya, misalnya perjanjian kredit kontruksi yang diikuti dengan pembebanan Hak Tanggungan terhadap obyek jaminan perjanjian kredit tersebut. Pada waktu pemberian Hak Tanggungan maka calon pemberi Hak Tanggungan dan calon penerima Hak Tanggungan harus hadir di hadapan PPAT.

Menurut Pasal 8 ayat (1) UUHT pemberi Hak Tanggungan adalah: a. Perseorangan, atau

b. Badan Hukum

Baik perorangan ataupun badan hukum harus mempunyai kewenangan untuk melakukan perbuatan hukum terhadap objek Hak Tanggungan yang bersangkutan.


(49)

Kewenangan tersebut harus ada pad a pemberi Hak Tanggungan pada saat pendaftaran Hak Tanggungan dilakukan.38

Sedangkan pemegang Hak Tanggungan menurut pasal 9 Undang -undang Hak Tanggungan adalah:

a. Perseorangan

b. Badan Hukum, yang berkedudukan sebagai pihak yang berpiutang.

Sebelum dilaksanakan pemberian Hak Tanggungan salah satu syarat yang harus dipenuhi adalah bahwa pemberian Hak Tanggungan wajib diperjanjikan terlebih dahulu oleh kreditor dan debitor untuk menjamin pinjaman atas kredit tertentu yang menjadi bagian tidak terpisahkan d ari perjanjian kredit antara kreditor dan debitor.

Bentuk perjanjian kredit itu dapat tertulis, dibawah tangan yang merupakan perjanjian baku atau dalam bentuk akta otentik yang dibuat oleh dan di hadapan Notaris dan ditandatangani oleh kreditor dan debi tornya.

Pada dasarnya pemberi Hak Tanggungan dan kreditor sebagai penerima Hak Tanggungan wajib hadir di kantor PPAT yang berwenang membuat APHT menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku yaitu berdasarkan daerah kerjanya. Apabila benar-benar diperlukan dalam hal pemberi Hak Tanggungan tidak dapat hadir di hadapan PPAT, diperkenankan menggunakan Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan (SKMHT).

38


(50)

Hal ini karena hadirnya pemberi Hak Tanggungan merupakan suatu hal yang wajib dilakukan oleh pihak yang mem punyai objek Hak Tanggungan, hanya jika dalam keadaan tertentu calon pemberi Hak Tanggungan tidak dapat hadir sendiri maka diperkenankan untuk menguasakannya kepada pihak lain. Pemberi kuasa ini sifatnya wajib jika calon pemberi Hak Tanggungan tidak dapat hadir sendiri dihadapan PPAT dengan akta otentik yang disebut dengan Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan (SKMHT).

Pemberian APHT dilakukan dihadapan PPAT yang mempunyai wilayah kerja dimana tanah yang dijadikan jaminan berada. Akta tersebut secara resm i disebut dengan Akta Pemberian Hak Tanggungan.

Tahap pemberian Hak Tanggungan didahului dengan janji akan memberikan Hak Tanggungan sebagai jaminan pelunasan hutang tertentu, yang dituangkan dalam perjanjian utang piutang dan merupakan bagian yang tak te rpisahkan dari perjanjian lainnya yang menimbulkan hutang tersebut. Sesuai dengan sifat accesoir dari hak tanggungan mana pemberian Hak Tanggungan harus merupakan ikutan dari perjanjian utang pokoknya, yaitu perjanjian utang piutang maupun perjanjian lainn ya, misalnya perjanjian pengelolaan harta kekayaan orang yang belum dewasa atau yang berada dibawah pengampunya, yang diikuti dengan pemberian Hak Tanggungan oleh pihak pengelola.

Bentuk dan isi APHT telah ditentukan, dalam kaitan ini perlu diperhatikan muatan wajib APHT, hal ini dalam rangka memenuhi asas spesialitas berdasarkan Pasal 11 ayat (1) bahwa dalam hal APHT wajib mencantumkan:


(51)

a. nama dan identitas pemberi dan penerima Hak Tanggungan

b. domisili pihak-pihak pemberi dan penerima Hak Tanggungan da n apabila di antara mereka ada yang berdomisili di luar Indonesia, dan dalam hal domisili tidak dicantumkan di Indonesia, kantor PPAT tempat pembuatan APHT dianggap sebagai domisili yang dipilih.

c. Penunjukkan secara jelas utang atau utang -utang yang dijaminkan. d. Nilai tanggungan.

e. Uraian secara jelas mengenai objek Hak Tanggungan.39

Dalam APHT dapat dicantumkan janji -janji yang diberikan oleh kedua belah pihak, sebagaimana tersebut dalam Pasal 11 ayat (2). Berbeda dengan yang disebut dalam ayat (1) yang merupakan muatan wajib APHT, muatan ayat (2) berupa janji -janji yang sifatnya fakultatif, artinya dapat diper-janjikan atau tidak diper-janjikan oleh para pihak tergantung kesepakatan para pihak. Dengan dicantumkannya janji -janji tersebut dalam APHT, yang kemudian diikuti dengan pendaftaran Hak Tanggungan di kantor pertanahan, maka terpenuhilah asas publisitas dengan demikian janji -janji tersebut mempunyai kedudukan yang mengikat terhadap pihak ketiga.

Suatu APHT memuat substansi yang bersifat wajib, yait u berkenaan dengan nama dan identitas pemegang dan pemberi Hak Tanggungan, domisili pihak -pihak yang bersangkutan, penunjukan secara jelas hutang atau utang -utang yang dijamin, nilai tanggungan dan uraian yang jelas tentang objek Hak Tanggungan. Selain it u

39

Ketentuan Pasal 11 ayat (1) sifatnya wajib untuk sahnya Hak Tanggungan yang di berikan. Jika hal tersebut tidak dicantumkan secara lengkap, maka APHT yang bersangkutan batal demi hukum (Penjelasan Pasal 11 ayat (1)).


(52)

didalam akta pemberian Hak Tanggungan tersebut, para pihak juga dapat mencantumkan janji-janji yang bersifat fakultatif, yang bertujuan untuk melindungi kepentingan Kreditor sebagai pemegang Hak Tanggungan. Walaupun janji -janji tersebut bersifat fakultatif, namun hal itu selalu dicantumkan didalam APHT.40

Pihak-pihak bebas menentukan untuk menyebutkan atau tidak menyebutkan janji-janji ini dalam APHT. Dengan dimuatnya janji -janji dalam APHT yang kemudian didaftar pada kantor Pertanahan, maka janji -janji tersebut mempunyai kekuatan mengikat terhadap pihak ketiga. Adapun janji -janji yang disebutkan dalam APHT dapat diketahui dalam Pasal 11 ayat (2), antara lain :41

1. janji yang membatasi kewenangan memberi Hak Tanggungan untuk menyewakan obyek Hak Tanggungan da n/atau menentukan/mengubah jangka waktu sewa dan/atau menerima uang sewa dimuka, kecuali dengan persetujuan tertulis dari pemegang Hak Tanggungan.

2. janji yang membatasi kewenangan pemberi Hak Tanggungan untuk mengubah bentuk/atau susunan obyek Hak Tanggunga n, kecuali dengan persetujuan tertulis dari pemegang Hak Tanggungan.

3. janji yang memberikan kewenangan kepada pemegang Hak Tanggungan untuk mengelola obyek Hak Tanggungan berdasarkan penetapan Ketua Pengadilan Negeri, apabila debitor wanprestasi.

40

Adrian Sutedi,Op.cit, hal. 72.

41


(53)

4. janji yang memberikan kewenangan kepada pemegang Hak Tanggungan untuk menyelamatkan obyek Hak Tanggungan, jika hal itu diperlukan untuk pelaksanaan eksekusi/untuk mencegah menjadi hapusnya/dibatalkanya hak yang menjadi obyek Hak Tanggungan karena tidak dipenuhi/dila nggarnya ketentuan undang-undang.

5. janji bahwa pemegang Hak Tanggungan pertama mempunyai hak untuk untuk menjual atas kekuasaan sendiri obyek Hak Tanggungan jika debitor wanprestasi. 6. janji yang diberikan oleh pemegang Hak Tanggungan pertama bahwa obyek Hak

Tanggungan tidak akan dibersihkan dari Hak Tanggungan. Janji ini dimaksudkan untuk melindungi kepentingan pemegang Hak Tanggungan kedua dan seterusnya. Dengan adanya janji ini, tanpa persetujuan pembersihan dari pemegang Hak Tanggungan kedua dan seterusnya , Hak Tanggungan kedua dan seterusnya tetap membebani obyek Hak Tanggungan , walaupun obyek itu sudah dieksekusi untuk pelunasan piutang pemegang Hak Tanggungan pertama.

7. janji bahwa pemberi Hak Tanggungan tidak akan melepaskan haknya atas obyek Hak Tanggungan tanpa persetujuan tertulis dari pemegang Hak Tanggungan. 8. janji bahwa pemegang Hak Tanggungan akan memperoleh seluruh/sebagian dari

ganti rugi yang diterima pemberi Hak Tanggungan untuk pelunasan piutangnya jika obyek Hak Tanggungan dilepaskan haknya ol eh pemberi Hak tanggungan/dicabut haknya untuk kepentingan umum.


(54)

9. janji bahwa pemegang Hak Tanggungan akan memperoleh seluruh/sebagian dari uang asuransi yang diterima pemberi Hak Tanggungan untuk pelunasan piutangnya, jika obyek Hak Tanggungan diasuransika n.

10. janji bahwa pemberi Hak Tanggungan akan mengosongkan obyek Hak Tanggungan pada waktu eksekusi Hak Tanggungan. Janji ini penting untuk dapat memperoleh harga yang tinggi dalam penjualan obyek Hak Tanggungan.

11. janji bahwa sertipikat hak atas tanah yang di bebani Hak Tanggungan diserahkan kepada pemegang Hak Tanggungan.

Menurut Pasal 12 UUHT, dilarang melakukan janji dalam hal member i kewenangan kepada kreditor untuk memiliki objek Hak Tanggungan apabila debitor cidera janji. Maksud larangan ini untuk melin dungi debitor dan pemberi Hak Tanggungan lainnya, terutama jika nilai objek Hak Tanggungan melebihi besarnya hutang yang dijamin atau kemungkinan juga objek Hak Tanggungan berada pada tempat yang strategis dan mempunyai prospek baik. Meskipun demikian tida k dilarang bagi kreditor untuk menjadi pembeli objek Hak Tanggungan asalkan melalui prosedur yang diatur dalam Pasal 20 UUHT.

Tahap Pendaftaran Hak Tanggungan , APHT dibuat rangkap 2 (dua) yang semuanya ditandatangani oleh pemberi Hak Tanggungan dan peneri ma Hak Tanggungan, para saksi serta PPAT. Satu lembar disimpan di Kantor PPAT, lembar lainnya disampaikan kepada kantor Pertanahan untuk keperluan pendaftaran Hak Tanggungan.


(55)

Syarat publisitas dipenuhi dengan didaftarkannya Hak Tanggungan yang bersangkutan di Kantor Pertanahan. Pendaftaran tersebut wajib dilaksanakan (Pasal 13 ayat (1) UUHT), karena pendaftaran akan menentukan saat lahirnya Hak Tanggungan yang bersangkutan. Apabila APHT dan warkah lainnya diterima oleh Kantor Pertanahan, maka proses pendaf taran dilakukan dengan dibuatnya buku tanah untuk Hak Tanggungan yang didaftar dan dicatat adanya Hak Tanggungan tersebut pada buku tanah dan sertipikat hak atas tanah yang bersangkutan.

Hak Tanggungan lahir pada saat dibuatnya buku tanah. Hal ini berarti sejak hari dan tanggal tersebut kreditor resmi menjadi pemegang Hak Tanggungan dengan kedudukan istimewa (droit de preference) dengan kata lain kreditorlah yang berhak atas objek Hak Tanggungan yang dijadikan jaminan yang dapat dibuktikan dengan adanya sertipikat Hak Tanggungan dan tertulisnya nama Kreditor dalam sertipikat tanah yang bersangkutan sebagai pemegang Hak Tanggungan.

B. Ketentuan Hukum Tentang Pemecahan Sertipikat Hak ATas Tanah 1. Pengertian Sertipikat Hak Atas Tanah

Secara etimologi sertipikat berasal dari bahasa Belanda yaitu “certificat” yang artinya adalah surat bukti atau surat keterangan yang membuktikan tentang sesuatu. Dalam ketentuan pasal 19 ayat (2) UUPA hanya disebutkan mengenai surat tanda bukti hak, sedangkan pengertian sehari -hari surat tanda bukti hak ini sering ditafsirkan sebagai sertipikat tanah, sehingga dapat diartikan bahwa sertipikat tanah adalah surat keterangan yang membuktikan hak seseorang atas sebidang tanah, atau dengan kata lain keadaan tersebut menyatakan bahwa a da seseorang yang memiliki


(56)

bidang-bidang tanah tertentu dan pemilikan tersebut mempunyai bukti yang kuat berupa surat yang dibuat oleh instansi yang berwenang.42

Sertipikat adalah merupakan surat tanda bukti hak, yang berfungsi sebagai alat bukti. Alat bukti yang menyatakan bahwa tanah ini telah diadministrasi oleh Negara. Dengan dilakukan administrasi lalu diberikan buktinya kepada orang yang mengadministrasikan tersebut. Bukti atau sertipikat adalah milik seseorang sesuai dengan yang tertera dalam tulisan di dalam sertipikat tadi. Bagi pemilik tanah, sertipikat adalah merupakan pegangan yang kuat dalam hal pembuktian hak miliknya, sebab dikeluarkan oleh instansi yang sah dan berwenang secara hukum. Hukum melindungi pemegang sertipikat tersebut dan lebih kokoh bila pemegang itu adalah namanya yang tersebut dalam sertipikat. Sehingga bila yang memegang sertipikat itu belum namanya maka perlu dilakukan balik namanya kepada yang memegangnya sehingga terhindar lagi dari gangguan pihak lain.43

Selain sebagai alat bukti sertipikat juga berguna sebagai jaminan akan eksistensi hak. Jaminan ini adalah jaminan hukum, sehingga karena ada jaminan hukum atas kepemilikan tanah tersebut, lalu seseorang dapat menerimanya sebagai surat berharga. Surat berharga yang nilai ekon omisnya tinggi, maka pemilik dapat menggunakannya sebagai jaminan hutang. Baik sebagai jaminan hutang kepada orang lain maupun jaminan hutang kepada Bank.44

42

Mhd. Yamin Lubis dan Abd. Rahim Lubis, Hukum Pendaftaran Tanah, CV. Mandar Maju, Bandung, 2010, hal. 203 -204

43

Ibid., hal. 204.

44


(57)

Sertipikat atau surat tanda bukti hak dapat berfungsi menciptakan tertib hukum pertanahan serta mem bantu mengaktifkan kegiatan perekonomian rakyat. Sebab yang namanya sertipikat hak adalah tanda bukti atas tanah yang telah terdaftar dan didaftar oleh badan resmi yang sah dilakukan oleh Negara atas dasar Udang -undang.45

Jenis sertipikat kepemilikan hak atas tanah yang dapat dimohonkan di kantor pertanahan ditentukan oleh subyek hak atas tanah dan tujuan penggunaan objek hak atas tanah sepanjang dibolehkan Undang -undang, sehingga dapat dipunyai dengan suatu hak atas tanah sesuai ketentuan Pasal 16 Undang -undang Pokok Agraria, sebagai berikut:46

a. Hak Milik b. Hak Guna Usaha c. Hak Guna Bangunan d. Hak Pakai

Sertipikat Hak Milik merupakan tanda bukti hak atas tanah bagi pemegangnya untuk memiliki, menggunakan, mengambil manfaat lahan tanahnya secara turun temurun, terkuat dan terpenuh. Khusus terhadap hak milik ini mempunyai unsur turunan, terkuat dan terpenuh dibandingkan hak lainnya, selain itu juga dapat dialihkan kepada pihak lain serta dijadikan jaminan hutang melalui pembebanan hak tanggungan.

45 Ibid.

46

S.Chandra,Sertipikat Kepemilikan Hak Atas Tanah , persyaratan permoh onan di kantor pertanahan, Gramedia Widia Sarana Indonesia, Jakarta, 2005, hal.21


(58)

Sertipikat Hak Guna Usaha merupakan tanda bukti hak atas tanah bagi pemegangnya guna mengusahakan tanah disektor pertanian, peternakan, atau perikanan atas tanah yang dikuasai langsung oleh Negara. Sertipikat terhadap hak ini hanya dapat diberikan atas tanah yang dikuasai langsung oleh Negara.

Sertipikat Hak Guna Bangunan merupakan tanda bukti hak atas tanah bagi pemegangnya guna membangun dan menggunakan bangunan yang berdiri diatas tanah kepunyaan pihak lain guna tempat tinggal atau tempat usaha. Hak Guna Bangunan dapat beralih dan dialihkan kepada pihak lain serta dijadikan jaminan hutang melalui pembebanan Hak Tanggungan.

Sertipikat Hak Pakai merupakan tanda bukti pemilikan hak atas tanah untuk memungut hasil atas tanah yang bukan kepunyaan pemegangnya. Sertipikat hak pakai dapat diperoleh atas tanah hak milik, tanah hak pengelolaan atau tanah Negara. Sertipikat hak pakai ini juga dapat dijadikan jaminan hutang melalui pembebanan hak tanggungan, dengan ketentuan berakhirnya jangka waktu hak pakai menyebabkan hapusnya hak pakai dan mengakibatkan hapusnya hak tanggungan.

Selain sertipikat kepemilikan hak atas tanah yang diatur oleh pasal 16 Undang-undang Pokok Agraria ada juga dikenal jenis -jenis sertipikat lainnya yaitu sertipikat hak milik tanah wakaf, hak mil ik satuan rumah susun dan hak pengelolaan.47

Bermacam jenis sertipikat kepemilikan hak atas tanah yang diatur didalam pasal 16 Undangundang Pokok Agraria telah sejalan dengan Pasal 4 ayat 1 Undang

-47


(1)

Akta Pemberian Hak Tanggungan sebagaimana ditentukan oleh Pasal 2 ayat (1) UUHT.

B. SARAN

Berdasarkan kesimpulan -kesimpulan di atas, maka dapat disarankan hal-hal sebagai berikut :

1. Terhadap Akta Pemberian Hak Tanggungan (APHT) yang didalamnya terdapat beberapa obyek Hak Tanggungan yang dijaminkan, maka dalam akta tersebut perlu dicantumkan pula kausula roya partial obyek Hak Tanggungan yang telah dilunasi pembayaran hutangnya. Karena apabila tidak diperjanjikan maka yang akan berlaku adalah ketentuan pelaksanaan roya secara keseluruhan, sebagaimana diatur dalam Pasal 2 ayat (1) Undang -Undang Hak Tanggungan, yang menyebutkan bahwa Hak Tanggungan mempunyai sifat tidak dapat dibagi-bagi, kecuali jika diperjanjikan dalam Akta Pemberian Hak Tanggungan sebagaimana dimaksud pada ayat (2).

2. Pihak bank selaku kreditor pemegang Hak Tanggungan, sebelum pelaksanaan permohonan pemecahan sertipik at induk oleh pengembang perlu mengantisipasi kemungkinan hambatan yang mungkin timbul pasca pemecahan sertipikat tersebut, misalnya dengan membuat suatu surat pernyataan dari debitor, perjanjian atau kuasa khusus yang melindungi kepentingan pihak bank. Pembuatan pernyataan, perjanjian maupun kuasa khusus tersebut lebih baik dilakukan pada saat penandatanganan perjanjian kredit kontruksi. Karena biasanya dalam keadaan


(2)

demikian debitor lebih mudah diajak bernegoisasi dan bersedia menandatangani surat pernyataan, perjanjian maupun kuasa khusus tersebut.

3. Sebelum pelaksanaan perjanjian konstruksi yang melibatkan pihak bank dan pengembang, sebaiknya dilakukan pengukuran dan pemecahan secara seksama terlebih dahulu pada obyek hak atas tanah yang akan dibebani Hak Tangungan, agar dalam pembebanan Hak Tanggungannya telah jelas atas obyek Hak Tanggungan yang terdiri dari beberapa hak atas tanah dan Kemungkinan hapusnya sebagian Hak Tanggungan karena pelunasan sebagian utang tersebut diperjanjikan dalam APHT.


(3)

DAFTAR PUSTAKA

A. Buku-Buku

Andasasmita, Komar, Notaris II, Contoh Akta Otentik dan Penjelasannya, Ikatan Notaris Indonesia, 1990.

Badrulzaman, Mariam Darus, Buku II Kompilasi Hukum Jaminan, Mandar Maju, Bandung, 2004.

Bahsan, M., Hukum Jaminan dan Jaminan Kredit Perbankan Indonesia,PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2007.

Bungi, Burhan, Analisa Data Penelitian Kualitatif, Pemahaman Filosofis dan Metodologis Kearah Penguasaan Modal Aplikasi, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2003.

Chandra, S., Perlindungan Hukum Terhadap Pemegang Sertipikat Hak Atas Tanah, Pustaka Bangsa Press, Medan, 2006.

__________, Sertipikat Kepemilikan Hak Atas Tanah, Persyaratan Pemohonan di Kantor Pertanahan, Gramedia Widiasarana Indonesia, Jakarta, 2005.

Chomzah, H. Ali Achmad,Hukum Pertanahan, Prestasi Pustaka, Jakarta, 2002. Djumhana, Muhammad, Hukum Perbankan di Indonesia, PT. Citra Aditya Bakti,

Bandung, 2000.

Fuady, Munir,Jaminan Fidusia, Citra Aditya Bhakti, Bandung, 2000.

Gazali, Djoni S. & Rachmadi Usman, Hukum Perbankan, Sinar Grafika, Jakarta, 2010.

Gunardi & Markus Gunawan, Himpunan Peraturan tentang Kenotariatan, PT. RajaGrafindo Persada, Jakarta, 2007.

Harsono Boedi, Hukum Agraria Indonesia, Sejarah Pembentukan UUPA, Isi dan Pelaksanaannya, Djambatan, Jakarta, 2005.

Hartono, Sri Redjeki, Hukum Ekonomi Indonesia, Bayumedia Publishing, Malang, 2007.


(4)

Harun, Badriyah, Penyelesaian Sengketa Kredit Bermasalah, Pustaka Yustisia, Jakarta, 2010.

Hasbullah, Frieda Husni, Hukum Kebendaan Perdata, Hak-Hak Yang Memberi Jaminan,CV. Inhill Co, Jakarta, 2009.

Herlien, Budiono, Hukum Perjanjian dan Penerapannya di Bidang Kenotariatan, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, 2009.

Hermansyah,Hukum Perbankan Nasional Indonesia,Kencana, Jakarta, 2008. Kansil, C.S.T.,Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Indonesia,Balai Pustaka,

Jakarta, 2002.

Kashadi, Hak Tanggungan dan Jaminan Fidusia, Badan Penerbit Universitas Diponegoro, Semarang, 2000.

Lubis, M.Solly,Filsafat Ilmu dan Penelitian, CV. Mandar Maju, Bandung, 1994. Lubis, Mhd. Yamin dan Abd. Rahim Lubis, Hukum Pendaftaran Tanah, CV.

Mandar Maju, Bandung, 2010.

Marzuki, Pieter Mahmud, Pengantar Ilmu Hukum, Kencana Prenada Media Group, Jakarta, 2010.

Meliala, Djaja S., Pemberian Kuasa Menurut Kitab Undang-Undang Hukum Perdata,Tarsito, Bandung, 1982.

Moleong, Lexy J.,Metode Kualitatif,Remaja Rosdakarya, Bandung, 2004. Mudjiono,Hukum Agraria, Liberty Yogyakarta, Yogyakarta,1992.

Muljadi, Kartini & Widjaja, Gunawan, Hak-Hak atas Tanah, Prenada Media, Jakarta, 2008.

___________, Hak Tanggungan,Prenada Media, Jakarta, 2005.

Naja, H.R. Daeng, Hukum Kredit dan Bank Garansi, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, 2005.

Sangsun, Florianus SP., Tata Cara Mengurus Sertipikat Tanah, Transmedia Pustaka, Jakarta, 2008.

Santoso, Urip, Pendaftaran dan Peralihan Hak atas Tanah, Kencana Prenada Media Group, Jakarta, 2009.


(5)

___________, Hukum Agraria & Hak-Hak Atas Tanah,Kencana Prenada Media Group, Jakarta, 2010.

Satrio, J., Hukum Jaminan, Hak Jaminan Kebendaan, Hak Tanggungan,PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, 2002.

Singarimbun, Masri dkk.,Metode Penelitian Survey, Jakarta, LP3ES,1989.

Sjahdeini, Sutan Remy, Hak Tanggungan Asas-Asas, Ketentuan-Ketentuan Pokok Dan Masalah Yang Dihadapi Oleh Perbankan (Suatu Kajian Mengenai Undang-Undang Hak Tanggungan), Penerbit Alumni, Bandung, 1999.

Soekanto, Soerjono, Pengantar Penelitian Hukum, Universitas Indonesia Press, Jakarta, 1986.

_________________, dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan Singkat, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 1995.

Sofwan, Sri Soedewi Masjchoen, Hukum Jaminan Di Indonesia, Pokok-Pokok Hukum Jaminan Dan Jaminan Kebendaan, Liberty Offset, Yogyakarta, 2007.

Subekti dan Tjitrosudibio, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, Pradnya Paramita, Jakarta, 2006.

Subekti, R., Aneka Hukum Perjanjian, cetakan kesepuluh,PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, 1995.

Sunggono, Bambang, Metodologi Penelitian Hukum,PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2007.

Supramono, Gatot, Perbankan dan Masalah Kredit Suatu Tinjauan Yuridis, Djambatan, Jakarta, 1996.

Supranto, J.,Metode Penelitian Hukum dan Statistik, Rineka Cipta, Jakarta, 2003. Sutedi, Adrian,Hukum Hak Tanggungan, Sinar Grafika, Jakarta, 2010.

Usman, Rachmadi, Aspek-Aspek Hukum Perbankan Di Indonesia, PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 2001.

_______________,Hak Jaminan Kebendaan,Sinar Grafika, Jakarta, 2008.

Waluyo, Bambang, Metode Penelitian Hukum, PT. Ghalia Indonesia, Semarang, 1996.


(6)

Widjanarko, Aspek Hukum Pemberian Kredit Perbankan, Infoarta Pratama, Jakarta, 1998.

B. Peraturan Perundang-Undangan

Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 Tentang Pendaftaran Tanah

Peraturan Menteri/Kepala BPN Nomor 3 Tahun 1997 Tentang Ketentuan Pelaksanaan

Subekti dan Tjitrosudibio, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, Pradnya Paramita, Jakarta, 2006.

Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1961 tentang Pendaftaran Tanah

Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan

C. Ensiklopedia