Bentuk dan Karakteristik Perjanjian Baku Standar

keuntungan. Pengertian konsumen yang dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen adalah konsumen akhir. Seperti pengertian yang telah disampaikan diatas, konsumen umumnya diartikan sebagai pemakai terakhir dari produk yang diserahkan kepada mereka oleh pengusaha 41 , yaitu setiap orang yang mendapatkan barang untuk dipakai dan tidak untuk diperdagangkan atau diperjualbelikan lagi. Namun dalam hal ini PT. Victory International Futures yang merupakan perusahaan yang bergerak di bidang investasi dengan fokus produk investasi di forex, index futures, dan precious metal ini menggunakan istilah nasabah bagi sesorang yang menggunakan produk atau jasa pada perusahaan. Apabila dikaitkan dengan konsumen dan nasabah, maka pengertian nasabah yang ada di dalam hal ini merupakan pengguna produkjasa pada perusahaan dapat dikatakan sebagai konsumen. Hal tersebut disebabkan karena pengertian mengenai konsumen tersebut meskipun secara umum dikatakan sebagai pengguna produkjasa akhir namun nasabah juga merupakan seseorang yang menggunakan produkjasa yang ditawarkan oleh perusahaan tersebut.

2.3.2 Bentuk dan Karakteristik Perjanjian Baku Standar

Rumusan mengenai pengertian perjanjian baku seperti yang telah dikemukakan di atas, dimana sebelum perjanjian baku tersebut ditawarkan kepada konsumen yang dalam hal ini adalah nasabah, para pelaku usaha yang dalam hal ini 41 Mariam Darus Badrulzaman, 1980, Perlindungan Terhadap Konsumen Ditinjau dari Segi Standar Kontrak Baku, Binacipta, Jakarta, H. 57. adalah perusahaan terlebih dahulu menentukan mengenai isi dan ketentuan- ketentuan yang berlaku terhadap perjanjian tersebut. Perjanjian tersebut tidak dibuat berdasarkan kesepakatan para pihak, melainkan hanya pihak pelaku usaha saja yang membuat perjanjian tersebut dengan adanya klausula baku dalam perjanjian. Dengan melihat kenyataan yang terjadi dalam masyarakat, Mariam Daruz Badrulzaman membedakan bentuk-bentuk perjanjian baku berdasarkan perbedaan pihak-pihak yang menyusun perjanjian baku tersebut atas 4 empat bentuk, yaitu 42 : 1. Perjanjian baku sepihak Perjanjian baku sepihak adalah perjanjian yang dibuat secara sepihak oleh satu pihak yang mempunyai kedudukannya paling kuat dalam perjanjian tersebut. Pihak yang kuat disini adalah pihak kreditor pelaku usaha dibandingkan dengan pihak debitor. Dalam perjanjian yang sepihak ini, kondisi atau ketentuan-ketentuan perjanjian ditetapkan secara sepihak oleh pihak kreditor, tanpa melalui proses tawar- menawar terlebih dahulu kepada pihak konsumen, sedangkan pihak debitor hanya bersifat menerima atau menolak isi perjanjian. Perjanjian baku bentuk ini dalam bahasa Prancis disebut dengan Contract d’adhesion. Artinya perjanjian baku yang dengan sengaja dipersiapkan dengan tujuan semata-mata untuk memenuhi keinginan ataupun kebutuhan masyarakat selaku konsumen. 2. Perjanjian baku timbal balik 42 Mariam Darus Badrulzaman, 1980 selanjutnya disingkat Mariam Darus Badrulzaman III, Perjanjian Baku Standard Perkembangannya di Indonesia , Alumni, Bandung, h. 77 Perjanjian baku timbal balik adalah perjanjian baku yang isinya terlebih dahulu ditentukan oleh kedua belah pihak yang isinya dituangkan dalam suatu perjanjian tertulis dalam bentuk formulir yang digunakan oleh anggotanya. Perjanjian baku jenis ini umumnya digunakan dalam bidang organisasi. Secara formal debitor ikut serta untuk menetapkan isi perjanjian tersebut, tetapi secara material debitor hanya mengikatkan diri sebagai anggota dari perkumpulan tersebut. Perjanjian baku yang timbal balik ini adalah bersifat relatif, karena apabila perkataan timbal balik diartikan secara absolut atau murni, maka seolah-olah isi perjanjian tersebut ditetapkan dan disepakati oleh kehendak bebas dari para pihak yang terkait dalam perjanjian. Apabila diartikan secara umum, maka salah satu sifat perjanjian baku yaitu tidak terdapat kehendak bebas dari para pihak dalam menentukan isi perjanjian, dimana perjanjian hanya ditetapkan berdasarkan kehendak bebas pihak yang posisinya kuat dalam perjanjian tersebut. 3. Perjanjian baku yang ditetapkan oleh pemerintah Perjanjian baku yang ditetapkan oleh pemerintah yaitu perjanjian baku yang isinya ditentukan oleh pemerintah terhadap perbuatan-perbuatan tertentu. Keterlibatan pemerintah dalam perjanjian baku ini adalah hanya sebagai undang- undang atau peraturan-peraturan terhadap warga negara yang menyangkut kepentingan umum. 4. Perjanjian baku yang isi perjanjiannya ditetapkan oleh pihak ketiga yang bertindak sebagai orang yang ahli Perjanjian baku yang isinya ditetapkan oleh pihak ketiga ini, biasanya paling banyak ditemui dalam lingkungan advokad dan notaris, yaitu perjanjian yang pertama konsepnya sudah disediakan untuk memenuhi permintaan dari masyarakat yang meminta bantuan notaris atau advokad yang bersangkutan Misalnya seorang notaris yang menyediakan berbagai jenis formulir perjanjian yang dapat dipakai para pihak yang ingin menggunakan jasa mereka. Perjanjian baku tidak hanya ada pada lingkungan advokad atau notaris saja tetapi dalam semua lingkungan profesi yaitu dokter, akuntan swasta, dan lain-lain. Bentuk-bentuk perjanjian dengan klausula-klausula baku ini umumnya dapat terdiri atas 43 : a. Dalam Bentuk Dokumen Perjanjian ini dapat pula dalam bentuk-bentuk lain, yaitu syarat-syarat khusus yang termuat dalam berbagai kuitansi, tanda penerimaan atau tanda penjualan, kartu- kartu tertentu, pada papan-papan pengumuman yang diletakkan di ruang penerimaan tamu atau di lapangan, atau secarik kertas tertentu yang termuat di dalam kemasan atau pada wadah produk bersangkutan. Dalam bentuk termuat pada secarik kuitansi, bon, selembar kertas tertentu, tanda penerimaan atau penyerahan barang lainnya, ia berbentuk tulisan dengan kalimat-kalimat antara lain: “Barang yang sudah dibeli tidak dapat dikembalikan” biasanya termuat pada bonkuitansi pembelian barang-barang dari toko danatau 43 Az. Nasution, 2007 Selanjutnya disingkat Az. Nasution I, Hukum Perlindungan Konsumen Suatu Pengantar , Diadit Media, Jakarta, h. 109-111. kedai, “ganti rugi maksimum 10 x ongkos pengiriman” pada bon atau kuitansi dari perusahaan transportasi pengangkut barang atau orang, “ganti rugi dalam bentuk penggantian satu rol film baru” biasanya pada toko pencuci dan pembuat foto atau foto-foto studio, “barang-barang dalam mobil yang diparkir dana tau mobil hilang di luar tanggung jawab kami” biasanya pada penyedia tempat-tempat parkir kendaraan bermotor, “barang-barang yang dicuci tidak dijamin apabila terjadi hal-hal tertentu” biasanya pada tokoperusahaan pencuci pakaian atau laundry, “barang-barang yang dijamin sesuai dengan ketentuan-ketentuan tercantum pada suratkartu garansi ini”, dan sebagainya. Biasanya huruf yang digunakan kecil-kecil dan halus, sehingga sulit diketahui, kecuali mereka yang telah memahami tentang persoalannya. b. Dalam Bentuk Perjanjian Dalam bentuk perjanjian, ia memang merupakan suatu perjanjian yang konsep atau draftnya telah dipersiapkan terlebih dahulu oleh salah satu pihak; biasanya penjual danatau produsen. Perjanjian ini di samping memuat aturan-aturan yang umumnya biasa tercantum dalam suatu perjanjian, memuat pula persyaratan- persyaratan khusus baik berkenaan dengan pelaksanaan perjanjian, menyangkut hal- hal tertentu danatau berakhirnya perjanjian itu. Dalam bentuk suatu perjanjian tertentu ia memang merupakan suatu perjanjian, dalam bentuk formulir atau lain-lain, dengan materi syarat-syarat tertentu dalam perjanjian tersebut. Misalnya, memuat ketentuan tentang syarat berlakunya kontrak baku, syarat-syarat berakhirnya, syarat-syarat tentang resiko tertentu, hal-hal tertentu yang tidak ditanggung danatau berbagai persyaratan lain yang pada umumnya menyimpang dari ketentuan yang umum berlaku. Berkaitan dengan masalah berlakunya ketentuan syarat-syarat umum yang telah ditentukan atau ditunjuk oleh perusahaan tertentu, termuat pula ketentuan tentang ganti rugi, dan jaminan-jaminan tertentu dari suatu produk. Contoh-contoh perjanjian dengan syarat-syarat baku antara lain perjanjian perusahaan pialang, perjanjian kredit perbankan, perjanjian asuransi, perjanjian pembelian perumahan, perjanjian pembelian kendaraan bermotor, dan sebagainya. Seiring berkembangnya perjanjian baku mengikuti kebutuhan dan tuntutan masyarakat, maka berkembang pula ciri-ciri perjanjian baku dalam kehidupan masyarakat mengikuti perkembangan kebutuhan dan tuntutan masyarakat tersebut. Hal utama yang sangat menonjol terhadap perkembangan ciri-ciri ini yaitu mencerminkan dan mengutamakan prinsip ekonomi dan kepastian hukum. Dengan pembakuan syarat-syarat perjanjian, kepentingan ekonomi pengusaha lebih terjamin karena konsumen hanya menyetujui syarat-syarat yang ditawarkan oleh pengusaha. Sedangkan dari ciri kepastian hukum, ketika terdapat konflik dalam pelaksanaan perjanjian, pihak yang posisinya lebih kuat dapat terlebih dahulu menentukan jenis penyelesaian sengketa manakah yang akan digunakan. Mariam Darus Badrulzaman mendefinisikan ciri-ciri perjanjian baku secara lebih rinci, yang mana perjanjian baku memiliki ciri-ciri sebagai berikut 44 : 1. Isinya ditetapkan secara sepihak oleh pihak yang posisi ekonominya kuat; 44 Mariam Darus Badrulzaman III, op.cit, h. 11 2. Masyarakat konsumen sama sekali tidak ikut bersama-sama menentukan isi perjanjian; 3. Terdorong oleh kebutuhannya debitur terpaksa menerima perjanjian itu; 4. Bentuk tertentu tertulis; 5. Dipersiapkan secara massal dan kolektif. Dari ciri-ciri yang telah disebutkan diatas, berikut penjelasan dari kelima ciri, sebagai berikut 45 : 1. Isinya ditetapkan secara sepihak oleh pihak yang posisi ekonominya kuat Dalam suatu perjanjian baku, khususnya dalam perdagangan, pihak yang posisinya lebih kuat adalah pihak pengusaha. Dalam suatu perjanjian baku syarat- syarat perjanjian yang merupakan pernyataan kehendak ditentukan sendiri secara sepihak oleh pengusaha atau organisasi pengusaha. Karena syarat-syarat perjanjian itu dimonopoli oleh pengusaha, maka sifatnya cenderung lebih menguntungkan pengusaha dari pada konsumen. Penentuan secara sepihak oleh pengusaha dapat diketahui melalui format perjanjian yang sudah siap pakai, jika konsumen setuju, maka di tanda tangani perjanjian tersebut. 2. Masyarakat konsumen sama sekali tidak ikut bersama-sama menentukan isi perjanjian Saat ini untuk menjamin kepastian hukum trend pembuatan perjanjian dibuat dalam bentuk tertulis. Hal inilah yang mendorong pengusaha lebih kuat 45 Op.cit, h. 12-14 kedudukannya untuk merumuskan perjanjian tertulis tanpa ada masukan atau campur tangan dari konsumen. Dalam hal ini syarat kesepakatan sebagai syarat perjanjian diwujudkan dalam bentuk tanda tangan dari konsumen walaupun konsumen tidak ikut serta menetukan isi perjanjian. Dengan demikian, dapat diketahui bahwa perjanjian baku yang dirancang secara sepihak oleh pengusaha akan menguntungkan pengusaha berupa: a. Efisiensi biaya, waktu dan tenaga b. Praktis karena sudah tersedia naskah yang dicetak berupa formulir atau blanko yang siap diisi dan ditandatangani c. Penyelesaian cepat karena konsumen hanya menyetujui danatau menandatangani perjanjian yang disodorkan kepadanya d. Homogenitas perjanjian yang dibuat dalam jumlah yang banyak. 3. Terdorong oleh kebutuhannya debitur terpaksa menerima perjanjian itu. Sebagi pihak yang mempunyai posisi yang lemah maka konsumen tidak dapat mengajukan tawaran dan perubahan terhadap isi perjanjian baku tersebut. Apabila, konsumen bersedia menerima syarat-syarat perjanjian yang diberikan kepadanya, maka konsumen tersebut menandatangani perjanjian yang diberikan kepadanya. Penandatanganan tersebut menunjukkan bahwa konsumen bersedia menerima beban tanggung jawab walaupun kemungkinan pihak konsumen tidak bersalah dan pihak konsumen tidak terlibat untuk merumuskan perjanjian itu. Apabila konsumen tidak menyetujui dengan syarat-syarat perjanjian yang diberikan tersebut, pihak konsumen tidak dapat menolak substansi dari perjanjian tersebut. 46 4. Bentuk tertulis Suatu perjanjian standarbaku pada umumnya dibuat secara tertulis dengan tujuan untuk menjamin adanya suatu kepastian hukum. Bentuk tertulis dari perjanjian baku tersebut memudahkan pengusaha untuk membuktikan persetujuan dari konsumen. Melalui bentuk tertulis kesepakatan konsumen hanya perlu dibuktikan dari tanda tangan dalam perjanjian sdtandar tersebut. Perjanjian secara tertulis ini dapat berbentuk akta otentik maupun akta dibawah tangan. Perjanjian yang dibuat secara tertulis memiliki arti bahwa perjanjian tersebut memuat syarat-syarat baku itu menggunakan katakata atau susunan kalimat yang teratur dan rapi. Apabila huruf yang dipakai kecil-kecil, kelihatan isinya sangat padat dan sulit dibaca dalam waktu singkat. Hal seperti inilah yang umumnya merugikan konsumen, kesalahan membaca syarat perjanjian baku yang ditulis kecil-kecil akhirnya menjadi sumber konflik yang merugikan konsumen di masa mendatang. 5. Dipersiapkan secara massal dan kolektif Pada umumnya perjanjian standar digunakan dalam perbuatan hukum yang dilakukan oleh banyak orang. Seperti contohnya jual-beli kendaraan bermotor, perjanjian kredit pada bank dan lain-lain. Karena alasan ini seringkali dipersiapkan secara massal dalam jumlah yang besar. Perjanjian standar umunya juga digunakan 46 Abdulkadir Muhammad, 1992, Perjanjian Baku Dalam Praktek Perusahaan Perdagangan, Cet. 1, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, h. 7. oleh perusahaan dibidang perdagangan dan dibuat dalam bentuk yang sama. Format ini dibakukan artinya sudah ditentukan model, rumusan dan ukurannya, sehingga tidak dapat diganti, diubah atau dibuat dengan cara lain karena sudah dicetak. Model perjanjian dapat berupa naskah perjanjian lengkap, atau blanko formulir yang dilampiri dengan naskah syarat-syarat perjanjian, atau dokumen bukti perjanjian yang memuat syarat- syarat baku. Perjanjian baku merupakan perjanjian yang isinya telah ditetapkan oleh salah satu pihak dalam hal ini pelaku usahaperusahaan tanpa membicarakannya terlebih dahulu dengan pihak lain dalam hal ini konsumennasabah yang memiliki keterkaitan dengan perjanjian tersebut. Isi dari perjanjian tersebut dapat berupa syarat-syarat maupun ketentuan-ketentuan tertentu yang seluruhnya dibuat secara sepihak oleh pelaku usaha. Syarat-syarat yang telah dipersiapkan dan ditetapkan terlebih dahulu secara sepihak oleh pelaku usaha di dalam perjanjian itulah yang disebut dengan klausula baku. Klausula baku yang dituangkan dalam suatu dokumen danatau perjanjian tersebut bersifat mengikat dan wajib dipenuhi oleh konsumen yang telah menyetujui perjanjian tersebut. Orang atau pihak lain itu, dan umumnya mereka adalah konsumen, dapat menerimanya atau tidak menerimanya sebagai suatu perjanjian take it or leave it . 47 Sudaryatmo mengungkapkan karakteristik klausula baku sebagai berikut: 48 47 Az. Nasution I, op.cit, h. 109 48 Sudaryatmo, 1999, Hukum dan Advokasi Konsumen, Citra Aditya Bakti, Bandung, h. 93. 1. Perjanjian dibuat secara sepihak oleh mereka yang posisinya relatif lebih kuat dari konsumen. 2. Konsumen sama sekali tidak dilibatkan dalam menentukan isi perjanjian. 3. Dibuat dalam bentuk tertulis dan massal. 4. Konsumen terpaksa menerima isi perjanjian karena didorong oleh faktor kebutuhan. Perjanjian dengan klausula baku terjadi dengan beberapa cara, hingga saat ini pemberlakuan perjanjian baku tersebut antara lain dengan cara-cara 49 : 1. Pencantuman butir-butir perjanjian yang konsepnya telah dipersiapkan terlebih dahulu oleh salah satu pihak, biasanya oleh kalangan pengusaha, produsen, distributor, atau pedagang produk tersebut. Perhatikan kontrak jual beli atau sewa beli kendaraan bermotor, perumahan, alat-alat elektronik, dan lain sebagainya. 2. Pencantuman klausula baku dalam lembaran kertas yang berupa tabel, bon, kuitansi, tanda terima, atau lembaran dalam bentuk serah terima barang. Seperti lembaran bon, kuitansi, atau tanda terima barang dari toko, kedai, supermarket. 3. Pencantuman klausula baku dalam bentuk pengumuman tentang berlakunya syarat-syarat baku di tempat tertentu, seperti di area parkir, 49 Az. Nasution, 2002, Hukum Perlindungan Konsumen Suatu Pengantar, Diadit Media, Jakarta, h. 97, dikutip dari Zulham, 2013, Hukum Perlindungan Konsumen, Cetakan ke-1, Kencana Prenada Media Group, Jakarta, h. 76. hotel, dan penginapan dengan meletakkan atau menempelkan pengumuman klausula baku.

2.4 Klausula Eksonerasi