Proses Pengambilan Keputusan Pada Seorang Suami yang

Ketika seseorang telah membuat keputusan dan telah merasa keputusannya adalah sesuatu yang tepat, terkadang seseorang mendapat responfeedback negatif dari orang lain mengenai keputusannya. Dalam tahap ini seseorang diharapkan mampu bertahan, karena jika tidak dia akan merasa tidak nyaman terhadap keputusan yang dijalaninya, dan akan mencari alternatif penyelesaian dan dia akan kembali ke tahap pertama.

C. Proses Pengambilan Keputusan Pada Seorang Suami yang

Melakukan Poligami Banyak alasan mengapa seorang suami melakukan poligami, dari mulai karena ingin memiliki keturunan hingga karena dalih untuk menghindari zinah, tentunya masing-masing pelaku poligami akan memliki alasan yang berbeda-beda antara satu dengan yang lainnya. Namun sebelum melakukan poligami mereka hendaknya sudah memiliki berbagai kesiapan. Berbagai kesiapan tersebut antara lain adalah kesiapan ilmu, materi dan kemampuan bertindak adil bagi istri-istri dan anak- anaknya, agar nantinya dapat lebih terhindar dari konflik Yulianti, Abidin, dan Setyaningsih, 2008. Kenyataannya saat ini justru banyak pelaku poligami belum memiliki berbagai kesiapan tersebut namun sudah memutuskan untuk melakukan poligami. Hal ini terbukti dengan peningkatan praktik nikah siri yang kebanyakan dilakukan oleh para pelaku poligami republika.co.id , 2012, jika mengingat bahwa poligami secara siri tidak memerlukan ijin dari istri sebelumnya, maka dapat disimpulkan orang yang akan poligami memiliki anggapan bahwa istri mereka tidak akan menyetujui keputusan mereka untuk melakukan poligami. Kertamuda 2009 juga pernah menyatakan bahwa tidak semua perempuan bersedia untuk membagi suami berikut cintanya dengan wanita lain. Sehingga tindakan meminta ijin kepada istri dianggap sebagai tindakan “beresiko” yang dapat mengancam tidak terwujudnya keinginan mereka untuk melakukan poligami. Padahal ketidakterbukaan suami nantinya hanya akan menimbulkan konflik dalam kehidupan rumah tangga Kertamuda, 2009. Konflik tersebut sebagai dampak atau konsekuensi dari keputusan seorang suami yang melakukan poligami. Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya bahwa poligami memang sebuah keputusan yang berpotensi menuai berbagai dampak kedepannya, dampak bagi istri, anak maupun dirinya sendiri Kertamuda, 2009. Berdasarkan penelitian sebelumnya terdapat beberapa dampak- dampak yang timbul dalam kehidupan rumah tangga sebagai akibat dari tindakan suami yang melakukan poligami, dampak-dampak tersebut antara lain adalah munculnya perasaan-perasaan cemburu, dikhianati dan rasa amarah yang dirasakan oleh istri Nevo Krenawi, 2006 bahkan sang suami sendiri juga tak luput dari berbagai perasaan negative yang muncul aki bat keputusannya sendiri Haryadi, 2009. Selain itu, juga timbul berbagai persepsi yang buruk bagi pelakunya dimata anak mereka Alawiyah Kumolohadi R, 2007. Sehingga dapat dikatakan keputusan untuk melakukan poligami adalah keputusan yang mengancam kehidupan rumah tangga mereka sendiri. Padahal penuturan Janis and Mann 1977 mengenai pengambilan keputusan adalah sebuah proses dimana seseorang melakukan pemilihan berbagai alternatif yang dianggap terbaik nantinya dan ditetapkan menjadi pilihan guna mencapai tujuan yang diharapkan. Sehingga mengkaji proses pengambilan keputusan poligami dengan menggunakan teori Janis and Mann menjadi menarik bagi peneliti. Secara teoritis keputusan yang diambil seseorang adalah pilihan yang dianggap terbaik namun kenyataannya dalam poligami justru terkesan sebaliknya, pilihannya ini justru membawa berbagai perasaan negatif bagi para pengambil keputusan poligami Haryadi, 2009. Proses pengambilan keputusan dibagi oleh Janis Mann 1977 menjadi beberapa tahapan-tahapan. membagi pengambilan keputusan menjadi 5 tahapan, yaitu menilai masalah, meninjau alternatif, menimbang alternatif, mempertimbangkan komitmen dan menerima feedback. Berdasarkan kelima tahapan tersebut peneliti ingin mengungkap berbagai dinamika psikologis yang dialami oleh seseorang yang hendak melakukan pernikahan poligami. Penelitian dari Tuapattinaya dan Hartati 2014 menemukan bahwa keputusan untuk menikah terjadi karena adanya faktor internal dan eksternal, faktor internal meliputi motif, kognisi, sikap dan harapan, sedangkan faktor eksternal adalah dukungan sosial, lebih PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI khusus dukungan dari orangtua. Hal ini menjadi penguat bahwa dalam melakukan pengambilan keputusan untuk menikah, seseorang mengalami proses psikologis yang sangat kompleks ketika memutuskan untuk melakukan sebuah pernikahan, terlebih lagi dalam hal ini pernikahan poligami yang dianggap sebagai cukup beresiko menimbulkan berbagai masalah dalam kehidupan rumah tangga.

D. Gambar 2.1