Persepsi risiko remaja dalam proses pengambilan keputusan untuk merokok.
PERSEPSI RISIKO REMAJA DALAM PROSES PENGAMBILAN KEPUTUSAN UNTUK MEROKOK
Skripsi
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi Program Studi Psikologi
Disusun oleh:
Luh Putu Tri Yulianti Ardana 129114062
PROGRAM STUDI PSIKOLOGI JURUSAN PSIKOLOGI UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA 2017
(2)
HALAMAN PER.SETUJI}AN I}OSE,N PPMBIMBING
SKRIPSI
PERSSP$ Rf,STKO REMAJA
}ALAM
PROSES PENGAMBILAN KEPUTU$AN UNTUKMEROKOKDosenPembimbing
:)
,ry',i
!F! J;
p.2
i{i ill',
71 i l. !,
l[!, 'A
Yiri:r ' En li.
Ratri Sunar Astuti, M.Si.
(3)
HALAMAN PSNGESAHAN SKRIPSI
PERSEPSI RISIKO REMAJA DALAM PROSES PENGAMBILAN KEPUTUSAN UNTUKMEROKOK
Dipersiapkan dan Ditulis oleh: Luh Putu Tri Yulianti Ardana
129r14062
Teiah dipertahankan dan dipertanggungjawabkan di depan Panitia Penguji Pada tanggal
i3
Januan 201,7Dan dinyatakan telah memenuhi syarat
Penguji 1
Penguji 2 Penguji 3
Susunan Panitia Nama Lengkap
Ratri Sunar Astuti, M.Si. YB. Cahya Widiyantq Ph.D. C. Siswa Widyatmoko, M.Psi.
Yog3,akarta,
"j
it
lfril
;[ii
Fakultas Psikologi(4)
iv HALAMAN MOTTO
Untuk bisa bertahan, majulah satu langkah lebih jauh dari yang
lain
-seorang Ayah-Untuk maju atau tidak, dirimulah yang memutuskan
-LPTYA-(5)
v
HALAMAN PERSEMBAHAN
Karya ini saya persembahkan untuk Ida Sang Hyang Widhi Wasa, Tuhan yang Maha Baik Untuk Papa, Mama, Tari Untuk Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma
Untuk para teman-teman yang luarbiasa Untuk para remaja yang masih sulit dalam mengambil keputusan, terima kasih telah mengispirasi saya untuk menulis karya ini. Semoga dapat membantu dan bermanfaat.
(6)
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA
saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang saya tulis
ini
tidak mernuat karya atau bagian karyaorang lain, kecuali yangtelah disebutkan dalam kutipan dandaft ar pustak a, s eb agaim an a lay akrry a karya ilmi ah'
Yogyakarta ,20 }l.4:ar.et 2017 Penulis
Luh Putu Tri Yulianti Ardana
(7)
vii
PERSEPSI RISIKO REMAJA DALAM PROSES PENGAMBILAN KEPUTUSAN UNTUK MEROKOK
Luh Putu Tri Yulianti Ardana
ABSTRAK
Remaja perokok menjadi salah satu kekhawatiran bagi bangsa Indonesia. Data Global Youth Tobacco Survey menyebutkan Indonesia merupakan negara dengan jumlah remaja perokok terbesar di Asia. Peringatan terhadap bahaya merokok telah dicantumkan pada sebagian besar produk rokok yang beredar di Indonesia. Namun, adanya cantuman peringatan risiko merokok tidak menurunkan jumlah perokok melainkan menambah jumlah perokok. Oleh sebab itu peneliti hendak mendalami persepsi risiko remaja dalam proses pengambilan keputusan untuk merokok. Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif dengan metode analisis isi induktif. Pengambilan data dilakukan lewat wawancara semi terstruktur terhadap tiga orang subjek perokok remaja berjenis kelamin laki-laki yang mulai merokok diusia remaja awal (12-16 tahun). Verifikasi data dilakukan dengan pengecekan sejawat, pengecekan anggota serta menyertakan rekaman wawancara sebagai bukti pendukung. Penelitian ini menemukan bahwa remaja mengalami beberapa tahapan selama proses pengambilan keputusan diantaranya, adanya dorongan untuk mengubah perilaku, munculnya konflik, menimbang konsekuensi, memutuskan untuk merokok, mendapat feedback negative, merasakan dampak dari merokok dan mempertahankan perilaku merokok. Para remaja tidak peduli terhadap risiko dari merokok. Ketidakpedulian remaja terhadap risiko merokok dilatarbelakangi oleh penilaian remaja terhadap risiko merokok. Para remaja menilai rokok tidak akan berdampak besar karena mereka memiliki antisipasi terhadap risiko merokok. Ketidakpastian dari konsekuensi merokok juga menyebabkan remaja bertahan dengan perilaku merokok hingga saat ini.
(8)
viii
ADOLESCENTS’ RISK PERCEPTION IN THE DECISION-MAKING PROCESS TO SMOKE
Luh Putu Tri Yulianti Ardana
ABSTRACT
Adolescent smokers become one of concern in Indonesia. The Global Youth Tobacco Survey data mentioned that Indonesia is the country with the largest number of adolescent smokers in Asia. The warnings of the dangers of smoking have been written on the most cigarette products in Indonesia. The warnings of the dangers of smoking do not decrease the number of smokers, but surprisingly the number of smokers increase. Therefore, the researcher conducted
the study to go deeper to adolescents’ risk perception in the decision-making process to smoke. This research is a qualitative study which was conducted by inductive content analysis method. Data retrieval were conducted by semi-structured interview to three boys as the participations who started smoking since 12-16 years. Data verification were done by peer-checking, member-checking and included the interview recording as evidence to support the study. The finding is the adolescents experienced several stages during the processes of decision-making; those are the motivation to change their behavior, the conflicts, the consideration of the consequences, the decision to smoke, getting negative feedback, experiencing the effects of smoking and continuing to smoke. The adolescent smokers did not care about the risks of smoking and it was influenced by their assumption towards the risks of smoking. The adolescent smokers assumed that smoking does not have any major impact because they had anticipation to the risks of smoking. The uncertain consequences of smoking also cause adolescent smokers still continue to smoke up to now.
(9)
PUBLIKASI KARYA
ILMIAH
UNTUK KEPENTINGAN AKADEMISYang bertanda tangan dibawah ini, saya mahasiswa Universitas Sanata Dharma
Nama
: Luh Putu Tri Yulianti ArdanaNomor
Mahasiswa
:129114062Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul:
PERSEPSI RISIKO REMAJA DALAM PROSES PENGAMBILAN KEPUTUSAN UNTUK MEROKOK
beserta perangkat yang diperlukan (bila ada). Dengan demikian, saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan, mengalihkan dalam bentuk media lain, mengelolanya diinternet atau media lain untuk kepentingan akademik, tanpa perlu meminta rzin dari saya maupun memberikan royalti kepada saya, selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis.
Demikian pemyataan ini yang saya buat dengan sebenarnya. Dibuat di Yogyakarta
Pada tanggal: 20 Maret 2017 Yang menyatakan,
lx Luh Putu Tri Yulianti Ardana
(10)
x
KATA PENGANTAR
Berkesempatan menjadi seorang mahasiswa dan menyelesaikan skripsi menjadi pengalaman yang tidak akan dilupakan. Pegalaman adalah guru yang paling berharga yang nantinya menjadi bekal saya berproses dikehidupan kedepannya. Dalam prosesnya banyak hal yang memang tidak mudah, namun, setiap orang punya kesempatan untuk dapat menyelesaikannya. Begitu banyak pihak yang membantu, mendoakan, dan mendukung. Oleh karena itu, saya mengucapkan terima kasih kepada
1. Ida Sang Hyang Widhi Wasa, Tuhan Yang Maha Esa, Maha Pengasih, Pelindung, dan Penyayang. Tanpa lindungan-Nya, penulis tidak akan bisa apa-apa.
2. Bapak Dr. Priyo Widiyanto, M.Si., Dekan Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma.
3. Bapak P. Eddy Suhartanto, M.Si., Kepala Program Studi Psikologi Universitas Sanata Dharma.
4. Ibu Ratri Sunar Astuti, M.Si selaku dosen pembimbing akademik sekaligus dosen pembimbing skripsi.
5. Para dosen penguji yang telah bersedia meluangkan waktu untuk menguji hasil kerja saya.
(11)
xi
6. Para dosen Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma yang telah banyak memberikan bekal berupa pengalaman dan pengetahuan yang tidak ternilai harganya.
7. Seluruh staff Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma. Terima kasih telah banyak membantu selama berproses di Fakultas Psikologi tercinta. 8. Terima kasih untuk perpustakaan Universitas Sanata Dharma terutama
untuk fasilitas komputer dan internet pada ruangan Workstation. Tanpa para komputer penelitian ini tidak akan bisa sempurna.
9. Keluarga saya, Papa terganteng, Komang Ardana, Mama terkece, Ni Made Trisna Kumala Dewi, dan gembel, Ni Made Santri Yusantari Ardana, beruntungnya saya lahir dalam keluarga ini dan terima kasih sudah mau membesarkan saya.
10.Terima kasih untuk para subjek yang dengan sukarela bersedia menjadi narasumber dan membatu proses penelitian ini.
11.Teman-teman yang membantu mempertemukanku dengan para subjek, Clara, Banya, Vita, Sekkar, dan semua yang sudah direpotkan untuk pencarian subjek penelitian.
12.Teman hidupku sekaligus sahabat, para kutukan, Anty, Cik Desi, Ira Yoshida, Ave, Tiara, dan Flo, terima kasih untuk apapun, karena semuanya sepertinya selalu dilakukan bersama kalian haha.
13.Teman berwaham sekaligus sahabat, Kaka Rini, Kak Gue, Pipi, Nikur, Sekkar, Gege, Mbak Dep, Stefi, Ochik, Maureen, terima kasih sudah mau
(12)
xii
berimaginasi bersama, selalu menghadirkan tawa dan mau direpotkan. Semoga tidak ada yang berhenti berwaham.
14.Nyameku, Gayatri dan Mayun, terima kasih selalu mengingatkan untuk cepat wisuda dan pulang.
15.Teman-teman seperjuangan skripsi, Sekkar, Audrey, Eny, Teteh, Ema, Lona, Dimas, GM, Cintya, Mb. Retha, Wulan, dan teman-teman lainnya. Semangat terus sampai acc!
16.Keluarga KU 40, terutama Pa Om dan Ma Tante yang selalu mampir ke Yogyakarta dengan modus menjenguk padahal mau jalan-jalan dan selalu tanya kapan tanggal wisuda.
17.Keluarga K36 yang selalu prihatin dengan asupan gizi saya.
18.Sepupu tanpa belas kasih, Wi Tude, Wi Adhit yang selalu curiga, sensitif dan berkhayal tentang pacar adiknya di Jogja. Tapi meski begitu, sebenarnya kalian inspirasi saya untuk menulis skripsi. Terima kasih. 19.Adik-adik manis, Dekna, Kintya, Oming, Dede, Nyanya terima kasih
karena terus menerus meminta saya cepat pulang.
20.Teman-teman psikologi angkatan 2012, terima kasih banyak sudah menjadi keluarga dan diijinkan untuk berdinamika bersama teruntuk kelas B semester 1 dan kelas C semester 2 hingga seterusnya. See u on top guys. 21.Keluarga Clara yang sudah menganggap saya layaknya keluarga sendiri. 22.Temen-temen Aditara Angels yang selalu tanya kapan sidang.
(13)
xiii
23.Untuk idola penulis yang senantiasa membuat penulis berimajinasi, memotivasi (dia bisa sukses kenapa saya tidak), dan (lagunya) menemani penulis mengerjakan penelitian ini.
Akhir kata, penulis berharap bahwa skripsi ini dapat bermanfaat dan memberikan kontribusi bagi perkembangan ilmu psikologi. Penulis penyadari skripsi ini masih memiliki banyak keterbatasan. Oleh karenanya, penulis menerima kritik maupun saran yang dapat membangun skripsi ini menjadi lebih baik.
Yogyakarta, 30 November 2016 Penulis, Luh Putu Tri Yulianti Ardana
(14)
xiv
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ... i
HALAMAN PERSETUJUAN DOSEN PEMBIMBING ... ii
HALAMAN PENGESAHAN ... iii
HALAMAN MOTTO ... iv
HALAMAN PERSEMBAHAN ... v
HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... vi
ABSTRAK ... vii
ABSTRACT ... viii
HALAMAN PERSETUJUAN PUBLIKASI ILMIAH ... ix
KATA PENGANTAR ... x
DAFTAR ISI ... xiv
DAFTAR TABEL ... xvii
DAFTAR GAMBAR ... xvii
BAB I. PENDAHULUAN ... 1
A. Latarbelakang ... 1
B. Rumusan Masalah ... 7
C. Tujuan Penelitian ... 7
D. Manfaat Penelitian ... 8
a. Manfaat Praktis ... 8
(15)
xv
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA ... 9
A. Merokok sebagai Perilaku Berisiko ... 9
B. Merokok ... 11
1. Definisi dan Proses menjadi Perokok ... 11
2. Faktor Penyebab Perilaku Merokok ... 12
3. Dampak Perilaku Merokok... 14
C. Remaja dan Perilaku Merokok ... 15
1. Definisi Remaja ... 15
2. Perilaku Merokok Remaja ... 17
D. Pengambilan Keputusan ... 18
1. Definisi Pengambilan Keputusan ... 18
2. Proses Pengambilan Keputusan ... 19
3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pengambilan Keputusan... 22
4. Pengambilan Keputusan Remaja ... 22
E. Persepsi Risiko ... 25
F. Persepsi Risiko dalam Proses Pengambilan Keputusan ... 28
G. Pendekatanm Analisis Isi Induktif ... 29
BAB III. METODE PENELITIAN ... 30
A. Strategi Penelitian ... 30
B. Fokus Penelitian ... 31
C. Informan Penelitian ... 32
(16)
xvi
E. Metode Analisis Data ... 34
F. Kredibilitas Penelitian ... 37
BAB IV. PELAKSANAAN PENELITIAN, HASIL PENELITIAN, ANALISIS DAN PEMBAHASAN ... 39
A. Pelaksanaan Penelitian ... 39
B. Hasil Penelitian ... 40
C. Analisis ... 51
D. Pembahasan ... 62
BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN ... 70
A. Kesimpulan ... 70
B. Saran ... 72
(17)
xvii
DAFTAR TABEL
Tabel 1. Daftar Pertanyaan Wawancara ... 33
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1. Skema Persepsi Risiko dalam Proses Pengambilan Keputusan ... 29
(18)
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
“Bagiku ngerokok tu bukan hal yang aneh lagi, ya namanya Indonesia juga kan.” (Informan FG, 19 tahun) “Temen kelas kebanyakan pada merokok.” (Informan CIP, 19 tahun) Pernyataan tersebut seolah menggambarkan merokok bukan hal yang baru dan
langka bagi kebanyakan masyarakat Indonesia. Merokok adalah menghisap asap
tembakau yang dibakar kedalam tubuh dan menghembuskannya kembali keluar
(Kemala, 2007). Usia dan jenis kelamin tidak menjadi batasan seseorang untuk
merokok. Tak hanya kaum dewasa, remajapun telah banyak menjadi perokok
aktif. Merokok merupakan salah satu aktivitas yang dilakukan sedari remaja.
Hasil penelitian Global Youth Tobacco Survey (GYTS) tahun 2014, memaparkan
bahwa sebanyak 18,3% pelajar Indonesia usia 13-15 tahun sudah mempunyai
kebiasaan merokok dengan rincian adalah 33,9% pelajar laki-laki dan 2,5 %
pelajar perempuan (Kompas, 30 Mei 2015).
Memasuki usia remaja, seseorang mengalami tugas perkembangan yang oleh
Erikson disebut menghadapi krisis identitas versus kekacauan identitas. Seorang
remaja yang tidak berhasil mengatasi situasi-situasi krisis dalam rangka konflik
peran kemungkinan besar akan terperangkap masuk ke jalan yang salah (Sarwono
dan Wirawan, 2005). Bagi remaja, perilaku merokok merupakan perilaku
simbolisasi. Merokok merupakan simbol dari kematangan, kekuatan,
(19)
dilakukan oleh Cahyo, Wigati dan Shaluhiyah (2012) menunjukkan bahwa remaja
memiliki persepsi bahwa teman yang merokok memiliki fisik yang hebat.
Pada masa remaja, individu cenderung memisahkan diri dari orangtua dan
mulai bergabung dengan teman sebaya (Komasari dan Helmi, 2000). Kebutuhan
untuk diterima seringkali membuat remaja berbuat apa saja agar dapat diterima
kelompoknya. Oleh sebab itu, seorang remaja memutuskan untuk merokok
dengan alasan ingin mengikuti temannya, ada rasa gengsi diantara teman, serta
dalih ingin menghargai teman.
Merokok menjadi suatu bentuk perilaku berisiko yang banyak dilakukan
remaja. Merokok dapat menjadi gerbang awal dari perilaku berisiko lain yang
mungkin saja dilakukan oleh remaja. Remaja yang mulai merokok diusia 11 tahun
dua kali lebih mungkin untuk melakukan perilaku berisiko, seperti naik kendaraan
dengan pengemudi yang mabuk, membawa senjata api ke sekolah, menggunakan
inhalant, mariyuana, atau kokain, dan membuat rencana bunuh diri dibandingkan
remaja lain (DuRant, Smith, Kreiter, dan Krowchuk, 1999 dalam Papalia et al.,
2009).
“Sebelum coba rokok, ya aku berpikir”-CIP “Ya sempet (berpikir sebelum merokok). Ya aku ki kalo merokok jadi kayak gondes. Citranya jelek ”-S “Iya pertimbangan, ini kan baru pertama kali nih. Kalo aku ga bias berhenti nih gimana yah? Terus aku ketahuan gimana yah?-FG Petikan tiga pernyataan diatas merupakan pernyataan yang mewakili para remaja
(20)
merokok. Merokok merupakan salah satu perilaku berisiko, dimana keputusan
untuk terlibat dalam perilaku berisiko tidak terjadi secara spontan tetapi melalui
proses kognitif (Puspita, 2014). Secara kognitif, menurut Piaget, remaja telah
memasuki tingkat perkembangan kognitif tertinggi yaitu operasional formal
(Papalia et al, 2009). Pada tingkat perkembangan kognitif ini remaja dapat
berpikir tentang hal yang mungkin terjadi, membayangkan kemungkinan serta
menguji hipotesis atau dugaan. Menurut Kuhn (dalam Santrock, 2011) kognitif
remaja mengalami peningkatan didalam fungsi eksekutif, yang melibatkan
kognitif yang lebih tinggi seperti penalaran, mengambil keputusan, memonitor
cara berpikir kritis dan memonitor perkembangan kognitif seseorang.
Peningkatan fungsi eksekutif membuat remaja lebih efektif dan mampu
mengambil keputusan.
Namun, faktanya remaja masih kerap kali mengambil keputusan secara tidak
rasional. Emosi seringkali menghambat kemampuan pengambilan keputusan
remaja (Santrock, 2011). Masa remaja adalah masa penuh emosi yang
meledak-ledak dan sulit untuk dikendalikan (Sarwono, 2011). Sebagian besar orang
mengambil keputusan dengan lebih baik pada saat mereka berada dalam kondisi
tenang dibandingkan ketika sedang emosi. Secara khusus hal ini, berlaku pada
remaja yang cenderung memiliki emosi yang kuat (Santrock, 2011). Akan
menjadi permasalahan bila remaja mengambil keputusan berdasarkan emosi
terkait dengan perilaku berisiko.
Merokok adalah keputusan dari hasil akhir dari proses pengambilan
(21)
keputusan adalah suatu proses pemilihan terhadap alternatif yang dianggap terbaik
oleh individu. Untuk memperoleh suatu keputusan, individu menjalani beberapa
tahapan dalam proses pengambilan keputusan. Berdasarkan teori Janis dan Mann
terdapat lima tahapan dalam proses pengambilan keputusan. Kelima tahap
tersebut diantaranya, menilai masalah, mencari alternatif, menimbang alternatif,
menyatakan komitmen dan bertahan dari feedback negatif. Hal ini lah yang ingin
diperdalam oleh peneliti terkait dengan perokok remaja. Teori proses pengambilan
keputusan oleh Janis dan Mann akan digunakan peneliti sebagai acuan untuk
melihat proses pengambilan keputusan remaja untuk merokok. Peneliti ingin
melihat gambaran proses pengambilan keputusan hingga akhirnya remaja
mencapai keputusan untuk merokok. Mengingat kemampuan kognitif yang
dimiliki remaja secara teori dikatakan telah mampu membantu remaja dalam
membuat keputusan.
Penelitian sebelumnya mengenai proses pengambilan keputusan dilakukan
oleh Mayasari, Pratiwi dan Supriyono (2013). Penelitian tersebut membahas
mengenai proses pengambilan keputusan remaja untuk bergabung dengan
komunitas Crust Punk. Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa remaja
mengalami proses pengambilan keputusan tetapi tidak menjalani keseluruhan
tahapannya. Namun, penelitian tersebut belum dapat digeneralisasikan pada
konteks perilaku berisiko, seperti halnya merokok. Peneliti berasumsi bahwa
perilaku merokok remaja merupakan keputusan dari hasil proses pengambilan
(22)
dengan tujuan untuk melihat gambaran tahapan yang dilalui remaja sebelum
akhirnya memutuskan untuk merokok.
Memutuskan untuk merokok bukanlah suatu hal yang mudah, dimana perilaku
tersebut merupakan perilaku berisiko khususnya dari segi kesehatan. Pengaruh
bahan-bahan yang dikandung rokok seperti nikotin, karbonmonoksida dan tar
memacu kerja dari susunan syaraf pusat dan susunan saraf simpatis sehingga
mengakibatkan tekanan darah meningkat dan detak jantung bertambah cepat,
menstimulasi penyakit kanker dan berbagai penyakit yang lain seperti
penyempitan pembuluh darah, tekanan darah tinggi, jantung, paru-paru, dan
bronchitis kronis (Kaplan, 1993, dalam Komasari dan Helmi, 2000). Dari sisi
ekonomi, merokok pada dasarnya ‘membakar uang’ terlebih lagi hal tersebut
dilakukan oleh remaja yang notabene belum memiliki penghasilan sendiri.
Pada bungkus rokok telah tercantum peringatan kesehatan dalam bentuk
gambar dan tulisan (Kompasiana, 31 Mei 2013). Secara tak langsung remaja telah
mendapat informasi tentang bahaya merokok dari produk rokok yang dijual
dipasaran. Tetapi hal tersebut seakan tidak membuat remaja menghindari
mengkonsumsi rokok. Jumlah konsumsi rokok masih meningkat 20 persen setiap
tahunnya dan perharinya terdapat 45 ribu perokok baru di Indonesia (Republika,
19 Juni 2015; Tribunlampung, 27 Januari 2016).
Informasi bahaya merokok telah dicantumkan tetapi remaja masih tetap
memilih merokok. Slovic dan Severson (dalam Puspita, 2014) menyebutkan
bahwa remaja yang terlibat dalam perilaku berisiko memiliki pengetahuan
(23)
Puspita (2014), perilaku berisiko dipengaruhi oleh persepsi risiko. Namun,
berbeda halnya dengan penelitian yang dilakukan oleh Budiastomo (2007),
menyebutkan bahwa perilaku berisiko tidak disebabkan oleh persepsi risiko.
Adanya kontradiksi antara dua penelitian tersebut membuat peneliti ingin meneliti
kembali tentang persepsi risiko. Peneliti berasumsi bahwa keputusan remaja untuk
merokok dan tetap merokok dipengaruhi oleh bagaimana persepsi remaja terhadap
risiko dari merokok. Oleh sebab itu, peneliti hendak mendalami persepsi risiko
remaja terhadap rokok.
Persepsi individu merupakan salah satu faktor internal yang mempengaruhi
proses pengambilan keputusan (Moordiningsih, 2005). Persepsi risiko merupakan
penilaian subjektif dari probabilitas suatu kejadian dan sejauh apa individu peduli
terhadap konsekuensinya (Sjoberg, Bjorg-Elin, dan Rundmo, 2004). Peneliti
berasumsi bahwa bagaimana remaja menilai risiko terhadap rokok
melatarbelakangi proses pengambilan keputusan. Remaja mungkin menimbang
keuntungan dan kerugian yang didapatkan, namun bagaimana remaja menilai
konsekuensi tersebut juga dapat mempengaruhi keputusannya. Hal ini membuat
proses pengambilan keputusan penting untuk diteliti. Mengingat didalam proses
pengambilan keputusan terdapat beberapa tahapan serta diharapkan mampu
memberikan gambaran faktor yang mempengaruhi pengambilan keputusan
sepertihalnya persepsi risiko. Penelitian ini penting dilakukan mengingat semakin
meningkatnya angka perokok remaja tetapi hingga saat ini belum diketahui secara
(24)
Tujuan penelitian ini adalah untuk melihat gambaran proses pengambilan
keputusan remaja serta bagaimana remaja mempersepsikan risiko dari merokok.
Oleh sebab itu, peneliti memilih metode analasis isi kualitatif sebagai metode
penelitian. Analisis isi kualitatif adalah metode untuk menganalisis pesan-pesan
komunikasi yang bersifat tertulis, lisan atau visual (Supratiknya, 2015). Penelitian
ini akan menggunakan analisis isi dengan pendekatan induktif. Pendekatan ini
dinilai cocok digunakan mengingat hasil penelitian mengenai proses pengambilan
keputusan remaja untuk merokok dan persepsi remaja terhadap risiko merokok
belum banyak dilakukan. Analisis isi merupakan salah satu metode analisis data
secara mendetail. Konsep dalam analisis isi kualitatif terdiri dari isi manifest, isi
laten, satuan analisis, satuan makna, meringkas teks, abstraksi, konten area,
kategori dan tema (Elo & Kyngas, 2007). Langkah-langkah pengolahan data dari
analisis isi yang mendetail dapat memandu peneliti dalam merumuskan tema-tema
berdasarkan hasil penelitian. Hal tersebut menjadi bahan pertimbangan mengingat
peneliti tergolong masih pemula dalam melakukan penelitian.
B. RUMUSAN MASALAH
Dalam penelitian ini, masalah umum yang ingin diangkat oleh peneliti adalah
“Bagaimana persepsi risiko remaja dalam proses pengambilan keputusan untuk
merokok?”
C. TUJUAN PENELITIAN
Penelitian ini bertujuan untuk melihat gambaran proses pengambilan
(25)
D. MANFAAT PENELITIAN
1. Manfaat Teoritis
Penelitian ini dapat memberikan informasi bagi ilmu psikologi, khususnya
terkait dengan persepsi remaja mengenai risiko merokok dan studi
mengenai proses pengambilan keputusan remaja untuk menjadi perokok.
2. Manfaat Praktis
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran pada orang
tua mengenai bagaimana persepsi remaja terhadap risiko merokok serta
gambaran proses yang dilalui remaja hingga menjadi seorang perokok.
Penelitian ini diharapkan mampu membantu para orangtua untuk melihat
apa yang menyebabkan para remaja memutuskan untuk merokok. Hasil
penelitian ini juga diharapkan dapat membantu orang tua dan guru sebagai
figur otoritas dalam mencegah remaja untuk merokok.
Bagi para remaja, penelitian diharapkan mampu memberikan
gambaran nyata mengenai konsekuensi yang terjadi apabila mereka
(26)
9
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Pada bagian ini, peneliti akan memberikan gambaran mengenai merokok sebagai perilaku berisiko, perilaku merokok sebagai hasil proses pengambilan keputusan dan hal-hal yang mempengaruhi pengambilan keputusan remaja untuk merokok. Pembahasan akan dimulai dengan penjelasan singkat tentang merokok sebagai perilaku remaja yang berisiko, diikuti dengan definisi perilaku merokok, faktor penyebab perilaku merokok, serta tahapan dari perilaku merokok. Kemudian, peneliti akan memaparkan perilaku merokok sebagai hasil dari proses pengambilan keputusan remaja serta persepsi risiko remaja terhadap bahaya merokok. Diakhir, peneliti juga akan memaparkan mengenai analisis isi induktif sebagai metode dalam menganalisis hasil penelitian ini.
A. Merokok sebagai Perilaku Berisiko
Perilaku dan konsekuensi adalah hal yang tidak bisa dipisahkan. Setiap perilaku yang dimunculkan oleh individu diikuti oleh sebuah konsekuensi baik yang bersifat menguntungkan maupun merugikan. Namun, risiko seringkali dikaitkan dengan kehilangan (Oppe 1988, Yates,1990;1992 dalam Triompop 1994). Risiko memiliki makna yang berbeda pada setiap individu (Brun, 1994 dalam Sjoberg, 2004), dan pemahaman mengenai risiko dipelajari melalui konsep struktur sosial dan budaya serta evaluasi terhadap lingkungan, seperti, bagaimana seharusnya dan tidak seharusnya(Boholm, 1998, dalam Sjoberg, 2004).
(27)
Risk appears to mean different things to different people (see Brun, 1994, for a more extensive discussion of the term), and actions and understandings about risks are learned by socially and culturally structured conceptions and evaluations of the world, what it looks like, what it should or should not be (Boholm, 1998, in Sjoberg, 2004).
Meskipun demikian, berdasarkan berbagai sumber, perilaku berisiko lebih banyak dikaitkan dengan munculnya kerugian. Perilaku berisiko di artikan sebagai perilaku dengan konsekuensi yang tidak diinginkan dimana berkaitan dengan kemungkinan mendapatkan kerugian atau kehilangan (Cairns & Cairns 1994, Reese & Silbereisen 2001, Raithel 2004, Hurrelmann 2007, dalam Richter, 2010). Menurut Resnick, perilaku berisiko adalah perilaku yang meningkatkan kemungkinan kerugian pada fisik, sosial atau konsekuensi psikososial (Carr, 2003).
Perilaku berisiko secara langsung atau tidak langsung berhubungan dengan kesehatan dan kesejahteraan individu (Jessor 1988, Hurrelmann & Richter, 2006 dalam Richter 2010). Merokok, minum alkohol, mengendarai kendaraan tanpa sabuk pengaman, seks bebas dikatakan sebagai perilaku berisiko yang dinilai dapat mengundang kecacatan dan kematian dini (Fawzani, 2015). Centers for Disease Control and Prevention (2013), memantau perilaku berisiko yang menyebabkan terjadinya morbiditas dan mortalitas pada pemuda, yaitu perilaku yang menyebabkan cendera yang bersifat tidak sengaja dan kekerasan, perilaku seksual yang berkontribusi terhadap infeksi HIV, penyakit menular seksual, serta kehamilan yang tidak diinginkan, konsumsi tembakau, alkohol dan penggunaan obat-obatan, perilaku diet tak sehat, dan gaya hidup bebas. Konsumsi tembakau merupakan salah satu perilaku yang dianggap berisiko. Risiko yang ditimbulkan
(28)
dari merokok dapat menimbulkan gangguan kesehatan seperti bronchitis, kanker mulut, tenggorokan, pankreas, bahkan kematian (Wulan, 2012). Selain itu, merokok juga dapat menjadi batu loncatan bagi terbentuknya penyalahgunaan narkoba, karena pada umumnya penyalahgunaan narkoba diawali dari merokok, disusul merokok ganja dan berlanjut pada konsumsi narkoba (Damayanti, dalam Lestary 2011). Adanya risiko yang ditimbulkan dari mengkonsumsi rokok, khususnya dari segi kesehatan dapat menjadi alasan bahwa merokok merupakan salah satu perilaku berisiko.
B. Merokok
1. Definisi dan Proses menjadi Perokok
Merokok adalah menghisap asap tembakau yang dibakar ke dalam tubuh dan menghembuskannya kembali keluar (Amstrong dalam Kemala, 2007). Individu yang mencoba untuk merokok tidaklah langsung dapat dikatakan sebagai perokok. Leventhal & Clearly (1980; Komasari, 2000)
menggambarkan proses yang terjadi dalam tahap menjadi perokok yaitu: a. Tahap prepatory
Pada tahap ini individu mendapatkan dorongan untuk mencoba merokok. Tekanan sosial seperti dorongan teman sebaya dan saudara yang lebih tua dapat menjadi inisiator untuk mencoba merokok. Pada tahap ini individu memiliki persepsi dari keterlibatan merokok dan fungsi dari merokok. Pada tahap prepatory, individu terlihat tidak menyadari akan masalah adiksi atau ketergantungan dari merokok. Tahap prepatory untuk
(29)
mencoba merokok merupakan tahap awal, tahap selanjutnya adalah mencoba rokok untuk pertamakalinya.
b. Tahap Initiation
Percobaan awal merupakan langkah kritis untuk menjadi perokok. Pada tahap inin individu memutuskan untuk meneruskan atau tidak meneruskan perilaku merokok.
c. Tahap Becoming a Smoker
Individu yang telah mengkonsumsi rokok sebanyak 4 batang perhari maka mempunyai kecenderungan menjadi perokok.
d. Tahap Maintenance of Smoking
Pada tahap ini merokok sudah menjadi salah satu bagian dari regulasi diri. Merokok dilakukan untuk memperoleh efek fisiologis yang menyenangkan.
2. Faktor penyebab perilaku merokok
Terdapat berbagai faktor yang menyebabkan perilaku merokok, diantaranya: a. Kepuasan Psikologis
Kepuasan psikologis memberikan sumbangan yang sangat tinggi terhadap perilaku merokok (Komasari, 2000). Perilaku merokok dianggap memberikan kenikmatan dan menyenangkan. Rokok diyakini dapat mendatangkan efek-efek yang menyenangkan. Kepuasan psikologis yang didapatkan berkaitan dengan aspek emosi, dimana individu merasakan kenikmatan, kepuasan dan ketenangan setelah merokok.
(30)
b. Lingkungan
Keluarga menjadi salah satu faktor yang mempengaruhi perilaku merokok. Berdasarkan penelitian yang dilakukan Komasari (2000), diketahui sikap permisif orang tua terhadap perilaku merokok memuncul perilaku merokok. Sikap permisif orangtua diartikan sebagai penerimaan keluarga terhadap perilaku merokok. Selain itu, berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Carolyn (2005), menyebutkan bahwa sebagian besar perokok memiliki keluarga dan teman yang merupakan perokok. Seseorang yang melihat orangtua ataupun saudara kandung yang merokok dapat memicu munculnya keinginan untuk ikut merokok (Wulan, 2012).
Teman sebaya juga dapat menjadi prediktor perilaku merokok. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Wulan (2012), diketahui bahwa teman sebaya mempengaruhi perilaku merokok khususnya pada remaja. Perilaku remaja merokok sebagian besar disebabkan mengikuti teman dekatnya yang merokok.
c. Rasa ingin tahu
Rasa ingin tahu merupakan salah satu faktor yang memicu perilaku merokok (Wulan, 2012). Rasa ingin tahu terhadap rasa rokok mendorong individu untuk mencoba rokok (Dijk, 2006).
(31)
3. Dampak perilaku merokok
Perilaku merokok menimbulkan dampak yang bersifat menguntungkan dan merugikan bagi para perokok.
a. Dampak negatif
Dari segi kesehatan, konsumsi rokok menjadi salah satu penyebab kematian didunia (Fawzani, 2015). Sebatang rokok mengandung bahan kimia seperti nikotin, tar, dan karbon monoksida (CO). Karbonmonoksida adalah zat yang mengikat hemoglobin dalam darah dan membuat darah tidak mampu mengikat oksigen. Nikotin merupakan salah satu stimulan yang memberikan rangsangan ketagihan, perasaan senang sekaligus menenangkan. Tar adalah substansi hidrokarbon yang bersifat lengket dan menempel pada paru-paru. Akibat mengkonsumsi zat tersebut maka rokok dapat memacu kerja dari susunan syaraf simpatis sehingga mengakibatkan tekanan darah meningkat dan detak jantung bertambah cepat (Kendal & Hammen, dalam Komasari, 2000). Mengkonsumsi rokok juga dapat menstimuli penyakit seperti penyempitan pembuluh darah, tekanan darah tinggi, jantung, paru-paru, dan bronchitis kronis (Kaplan dkk,1993 dalam Komasari 2000). Selain itu, perokok juga memiliki kemungkinan untuk menjadi ketagihan akibat dari kadar nikotin yang ada pada rokok.
Dari segi keuangan, perokok juga merasakan kerugian secara materi akibat mengkonsumsi rokok. Perokok banyak menghabiskan uang semata-mata hanya untuk membeli rokok (Cahyo, Wigati, Shaluhiyah, 2012).
(32)
b. Dampak positif
Nikotin merupakan sebuah obat psikoaktif (Subanada, 2010). Dengan menghisap rokok, kadar puncak nikotin dalam otak dapat tercapai hanya dalam waktu 10 detik, mengaktifasi sirkuit otak yang mengatur kesenangan dan meningkatkan dopamin. Dampak positif yang dirasakan oleh perokok (Cahyo, Wigati dan Shaluhiyah, 2012) adalah sebagian besar dari perokok dapat menghilangkan rasa stress atau pikiran-pikiran yang mengganggu mereka. Selain itu, perokok juga merasakan keuntungan pada relasi sosialnya seperti memiliki banyak teman.
C. Remaja dan Perilaku Merokok
1. Definisi Remaja
Remaja didefinisikan sebagai masa perkembangan transisi dari masa kanak-kanak menuju ke masa dewasa awal (Santrock, 2007). Masa perkembangan remaja dimulai kira-kira pada usia 10-12 tahun. Di negara-negara Barat, istilah remaja dikenal dengan “adolescence” yang berasal dari
bahasa Latin “adolescere” yang berarti tumbuh menjadi dewasa atau dalam perkembangan menjadi dewasa (Desmita, 2007).
Hurlock (dalam Jahja, 2011) membagi masa remaja menjadi masa remaja awal dan remaja akhir. Remaja awal berusia 13 hingga 16 atau 17 tahun. Sedangkan, remaja akhir berusia 16 atau 17 tahun hingga 18 tahun. Garis pemisah antara awal dan akhir remaja terletak kira-kira disekitar usia 17 tahun. Hal yang berbeda diungkapka oleh Mappiare mengenai garis pemisah
(33)
usia remaja. Masa remaja menurut Mappiare (Ali, 2009) berlangsung antara umur 12-21 tahun untuk wanita dan 13-22 tahun bagi pria. Rentang usia ini dapat dibagi menjadi dua bagian yaitu usia 12-17 tahun sebagai remaja awal. Usia 18-22 tahun sebagai remaja akhir. Meskipun memiliki pendapat yang berbeda mengenai pembagian usia remaja, kedua ahli tersebut sama-sama membagi usia remaja dalam usia remaja awal dan remaja akhir.
Adanya perbedaan garis pemisah usia pada remaja, membuat peneliti menyimpulkan sendiri definisi remaja dan pengkategorian usia remaja untuk kepentingan penelitian. Peneliti menyimpulkan bahwa remaja adalah masa peralihan anak-anak menuju dewasa yang dimulai pada usia 12 tahun dan berakhir pada usia 22 tahun. Masa remaja dibagi menjadi dua bagian yaitu remaja awal pada rentang usia 12-17 tahun dan remaja akhir berusia 18-22 tahun.
Memasuki usia remaja, remaja menghadapi tugas perkembangan yang oleh Erikson disebut menghadapi krisis identitas verseus kekacauan identitas. Seorang remaja yang tidak berhasil mengatasi situasi-situasi krisis dalam rangka konflik peran kemungkinan besar akan terperangkap masuk kejalan yang salah (Sarwono dan Wirawan, 2005).
Menurut Ali (2009), terdapat sejumlah sikap yang ditunjukkan oleh remaja, seperti kegelisahan, pertentangan, mengkhayal, melakukan aktivitas berkelompok, dan mencoba segala sesuatu yang baru. Pada umumnya, remaja memiliki rasa ingin tahu yang tinggi, remaja cenderung ingin bertualang, menjelajah segala sesuatu, dan mencoba segala sesuatu yang belum pernah
(34)
dialaminya. Dorongan keinginan untuk menjadi seperti orang dewasa menyebabkan remaja ingin mencoba melakukan apa yang sering dilakukan orang dewasa, salah satu diantaranya dengan mencoba merokok.
2. Perilaku Merokok Remaja
Pada masa remaja, bagaimana mereka dipandang oleh teman sebaya merupakan aspek yang penting dalam kehidupan mereka (Santrock, 2007). Beberapa remaja akan melakukan apapun agar dapat dimasukkan sebagai anggota kelompok pertemanan. Merokok digunakan untuk mendapatkan penerimaan sosial dan menjadi bagian dari suatu kelompok (Lavental, 1987). Remaja melakukan suatu perilaku juga dapat dikaitan dengan konformitas. Konformitas muncul ketika individu meniru sikap atau tingkah laku oranglain dikarenakan tekanan yang nyata maupun yang meraka bayangkan. Merokok dalam penelitian Cahyo, Wigati dan Shaluhiyah(2012) merupakan bentuk perasaan gengsi yang timbul diantara teman serta merupakan dalih ingin menghargai teman. Gejala merokok dikalangan remaja disebabkan oleh keinginan untuk diterima oleh kelompoknya atau pengaruh panutannya, misalnya teman sebaya, orang tua, atau saudara yang merokok.
Perilaku merokok bagi remaja merupakan perilaku simbolisasi. Merokok merupakan simbol dari kematangan, kekuatan, kepemimpinan dan daya tarik (Komasari dan Helmi, 2000). Berdasarkan pernyataan tersebut, remaja menjadikan rokok sebagai media untuk memberikan cerminan diri yang matang, kuat, serta memiliki jiwa pemimpin. Adanya persepsi bahwa teman
(35)
yang merokok memiliki fisik yang hebat memicu perilaku merokok remaja (Cahyo, Wigati, Shaluhiyah, 2012).
Pada umumnya, remaja memiliki rasa ingin tahu yang tinggi, oleh sebab itu remaja ingin mencoba sesuatu yang belum pernah dialaminya (Ali, 2009). Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Dijk (2006), menyebutkan bahwa untuk memuaskan rasa keingintahuan terhadap rasa dari rokok menyebabkan para remaja mencoba merokok.
D. Pengambilan keputusan
1. Definisi Pengambilan Keputusan
Siagian (dalam Mayasari, 2013) menyatakan bahwa pengambilan keputusan adalah pengumpulan fakta-fakta dan data, penentuan yang matang dari alternatif yang dihadapi dan mengambil tindakan yang menurut perhitungan merupakan tindakan yang paling tepat. Menurut Suharman (2005), pengambilan keputusan ialah proses memilih atau menentukan berbagai kemungkinan diantara situasi-situasi yang tidak pasti. Pembuatan keputusan terjadi dalam situasi-situasi yang meminta individu untuk membuat prediksi kedepan, memilih salah satu dari dua pilihan atau lebih, atau membuat prakiraan mengenai frekuensi kejadian berdasarkan bukti-bukti.
Janis dan Mann (dalam Imelda, 2014) menyatakan bahwa pengambilan keputusan adalah suatu proses pemilihan terhadap alternatif yang dianggap terbaik oleh individu. Dalam pengambilan keputusan terdapat beberapa tahap yang harus dilalui. Individu juga dihadapkan pada berbagai macam alternatif
(36)
yang harus dipilihnya untuk mencapai tujuan yang diharapkan. Pengambilan keputusan (decision making) merupakan salah satu bentuk aktivitas berpikir dan hasil dari aktivitas itu disebut keputusan (Desmita, 2007). Merokok merupakan salah satu bentuk keputusan yang merupakan hasil dari proses pengambilan keputusan.
2. Proses Pengambilan Keputusan
Janis dan Mann (1977; Imelda, 2014) mengemukakan tahap pengambilan keputusan yaitu, sebagai berikut:
1) Tahap menilai informasi atau masalah (appraising the challenge)
Ketika individu menerima informasi yang tidak atau informasi yang menurutnya jauh dari harapan, maka ia akan mempertahankan sikap mengenai tindakan yang ingin ia lakukan. Adanya informasi yang belum jelas membuat individu cenderung mengalami konflik sementara (personal temporary crisis) dan mulai ragu dengan apa yang dipercayai selama ini. Jika individu menyadari adanya konsekuensi negatif yang akan ia terima, maka biasanya individu merasa kehilangan harga diri dimata teman-teman dan kerabat akibat dari kebodohan yang ia lakukan selama ini. Individu juga akan merasa sangat kaku apabila menolak untuk mengubah perilakunya sesuai kebutuhan.
2) Mencari alternatif (surveying alternative)
Setelah kepercayaan individu diguncang oleh informasi baru yang dirasa memiliki konsekuensi, maka individu mulai memfokuskan pada satu alternatif atau lebih. Individu haus akan informasi sehingga mulai
(37)
mencari berbagai alternatif dan meminta saran atau informasi dari oranglain untuk menghadapi konflik yang dialaminya.
3) Menimbang alternatif (weighting alternative)
Individu pada tahap ini menuju pada analisis dan evaluasi yang lebih dalam pada keuntungan dan kerugian pada tiap alternatif yang tersedia. Hal tersebut dilakukan hingga individu tersebut merasa yakin terhadap satu alternatif yang sesuai dengan tujuannya. Ketika individu menyadari kemungkinan adanya penyesalan dimasa depan, pembuat keputusan menjadi sangat berhati-hati dalam menilai alternatif. Tindakan yang saat ini individu lakukan biasanya berfungsi sebagai dasar untuk membandingkan setiap alternatif baru. Individu terkadang merasa tidak puas terhadap setiap alternatif setelah melalui berbagai pertimbangan. Individu dapat kembali menuju tahap 2 untuk menemukan alternatif baru yang mungkin lebih baik dari pada alternatif yang ada selama ini. Secara umum, pada tahap 3 individu cenderung merasa ragu terhadap tindakan terdahulu. Individu juga belum dapat berkomitmen dengan alternatif baru, meskipun individu memiliki pilihan yang terbaik yang bisa diambil. Individu akan semakin responsif terhadap informasi baru yang membuatnya mempertimbangkan pilihannya kembali.
4) Menyatakan komitmen (deliberating about commitment)
Setelah secara internal memutuskan, maka individu mulai membicarakan niat dan penerapan keputusannya terhadap oranglain secara hati-hati. Sebagai pembuat keputusan yang waspada, ia menjadi lebih
(38)
khawatir terhadap kemungkinan penolakan dari orang lain yang sebelumnya tidak ia pikirkan. Individu cenderung memikirkan banyak cara untuk menghindari penolakan dari oranglain sebelum memberitahukan pilihan yang akan diambilnya. Pengambil keputusan mungkin membicarakan pilihannya pada orang yang dianggap mampu menerima dan menahan informasi untuk sementara dari siapapun yang diduga akan tidak setuju terhadap pilihannya.
5) Bertahan dari feedback negatif
Banyak individu yang merasa senang dan nyaman dengan keputusan baru yang diambil. Namun, seringkali keadaan tersebut terganggu oleh munculnya feedback negatif dari pihak lain. Kemudian, tahap 5 akan setara dengan tahap 1 dalam artian bahwa munculnya peristiwa yang tidak menguntungkan atau munculnya feedback negatif merupakan untuk mengadopsi kebijakan baru. Namun, tahap 5 berbeda dengan tahap 1, ketika tantangan muncul, pembuat keputusan hanya terguncang sementara dan mengambil keputusan sementara meskipun sebenarnya ia lebih suka untuk tetap pada keputusan aslinya. Tahap 5 akan tetap berlangsung sepanjang semua tantangan diabaikan, dibantah, ditiadakan, yang memungkinkan pengambil keputusan untuk tetap menjalani tindakan yang dipilih. Pengambil keputusan akan tetap pada tahap 5 tanpa batas waktu tertentu, hingga pengambil keputusan menemukan tantangan bersifat kuat yang mampu membuat pengambil keputusan tidakpuas terhadap tindakannya selama ini.
(39)
Janis dan Mann (dalam Schvandelt, 1983) percaya bahwa semakin adekuat seseorang menggunakan setiap langkah-langkah maka semakin teliti dan efisien proses pengambilan keputusannya.
3. Faktor-faktor dalam Pengambilan Keputusan
Faktor-faktor yang berpengaruh dari pengambilan keputusan individual dapat dibedakan menjadi dua faktor utama yaitu faktor internal, yang berasal dari dalam individu dan faktor eksternal, yang berasal dari luar individu (Moordiningsih, 2005).
Faktor internal meliputi kreativitas individu, persepsi, nilai-nilai yang dimiliki individu, motivasi dan kemampuan analisis permasalahan. Faktor eksternal meliputi rentang waktu dalam membuat keputusan, informasi dan komunitas individu saat mengambil keputusan, peran pengaruh sosial maupun peran kelompok.
4. Pengambilan Keputusan Remaja
Konteks sosial berperan penting dalam pengambilan keputusan remaja. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Steinberg (dalam Santrock, 2011) mengungkapkan bahwa kehadiran rekan sebaya dalam situasi berisiko meningkatkan kecenderungan remaja dalam mengambil keputusan berisiko.
Salah satu usulan yang menjelaskan mengenai pengambilan keputusan remaja adalah model proses-ganda (dual-process model). Model proses-ganda ini menekankan bahwa sistem pengalamanlah yang bermanfaat dalam pengambilan keputusan remaja, bukan sistem analitis (Santrock, 2011). Selain itu, dalam pengambilan keputusan sehari-hari, remaja kerap kali tidak berpikir
(40)
rasional. Berpikir rasional mencakup mengidentifikasi pro-kontra mengenai setiap alternatif, menilai kemungkinan berbagai hasil, mengevaluasi pilihan mereka berdasarkan pertimbangan tujuan dan belajar dari kesalahan dan mengambil keputusan yang lebih baik di masa depan (Berk, 2012). Dalam mengambil keputusan, remaja lebih sering beralih pada intuitif (Jacob & Klaczynski, dalam Berk, 2012). Kebanyakan remaja membuat pilihan berdasarkan argumen sampel kecil, yang mirip dengan pendapat informal yang mereka andalkan dalam kehidupan sehari-hari.
Selain itu, emosi seringkali menghambat kemampuan pengambilan keputusan remaja (Santrock, 2011). Masa remaja adalah masa yang penuh emosi yang meledak-ledak dan sulit untuk dikendalikan (Sarwono, 2011). Sebagian besar orang mengambil keputusan dengan lebih baik pada saat mereka tenang dibandingkan ketika sedang emosi. Secara khusus hal ini, berlaku pada remaja yang memiliki emosi yang kuat (Santrock, 2011). Remaja akan dapat mengambil keputusan secara lebih bijaksana apabila dalam kondisi emosi yang tenang.
Dari segi perkembangan kognitif, remaja telah memiliki kemampuan yang baik dalam pengambilan keputusan. Menurut Piaget, remaja memasuki tingkat perkembangan kognitif tertinggi yaitu operasional formal (Papalia et al., 2009). Pada tahap operasional formal, remaja mampu bernalar secara lebih abstrak, idealis dan logis (Santrock, 2007). Pada tahap perkembangan ini, remaja dapat berpikir tentang hal yang mungkin terjadi, membentuk serta menguji hipotesis.
(41)
Menurut Kuhn (dalam Santrock, 2011) kognitif remaja mengalami peningkatan didalam fungsi eksekutif, yang melibatkan kognitif yang lebih tinggi seperti penalaran, mengambil keputusan, memonitor cara berpikir kritis dan memonitor perkembangan kogitif seseorang. Penalaran adalah pemikiran logis yang menggunakan induksi dan deduksi untuk meraih kesimpulan. Penalaran induktif merupakan penalaran yang dimulai dari hal-hal yang khusus ke hal-hal yang umum, yakni mengambil kesimpulan mengenai semua anggota dari sebuah kategori yang didasarkan pada observasi terhadap beberapa anggotanya (Santrock, 2011). Berlawanan dengan penalaran induktif, penalaran deduktif adalah penalaran yang dimulai dari hal-hal umum ke hal-hal khusus. Berkembangnya penalaran deduktif memunculkan pemikiran hipotesis atau biasa disebut berpikir “jika-maka”. Pemikiran hipotesis membantu remaja berpikir selangkah lebih maju dari pada saat ini. Berpikir hipotesis juga berperan penting dalam kemampuan membuat keputusan karena memungkinkan remaja untuk membuat rencana dan menafsirkan konsekuensi dari memilih sebuah alternatif (Steinberg, 2011).
Peningkatan fungsi eksekutif membuat remaja lebih efektif dan mampu mengambil keputusan. Berdasarkan hasil riset diketahui bahwa remaja yang lebih muda lebih kompeten dibandingkan dengan anak-anak. Namun, pengambilan keputusan oleh remaja muda tidak lebih kompeten dibandingkan dengan remaja yang lebih tua (Keating, 2009, dalam Santrock, 2011).
Penelitian sebelumnya mengenai proses pengambilan keputusan dilakukan oleh Mayasari, Pratiwi dan Supriyono (2013). Penelitian tersebut membahas mengenai proses pengambilan keputusan remaja untuk bergabung dengan
(42)
komunitas Crust Punk. Penelitian ini memberikan gambaran bahwa keputusan yang dibuat remaja telah melalui beberapa tahapan dalam proses pengambilam keputusan. Namun, hasil penelitian belum dapat digeneralisasikan pada permasalahan dan subjek yang beragam. Oleh sebab itu, peneliti ingin mendalami proses pengambilan keputusan remaja untuk merokok yang sebelumnya belum diteliti. Peneliti juga hendak mendalami mengenai persepsi risiko remaja terhadap rokok. Dimana peneliti berasumsi bahwa persepsi risiko berhubungan dengan perilaku berisiko dan menjadi salah satu faktor yang mempengaruhi proses pengambilan keputusan.
E. Persepsi Risiko
Persepsi risko (Sjoberg, Bjorg-Elin, dan Rundmo, 2004), diartikan sebagai penilaian subjektif dari probabilitas suatu kejadian dan sejauh apa individu peduli terhadap konsekuensinya. Untuk mempersepsikan risiko individu membutuhkan evaluasi terhadap probabilitas juga terhadap konsekuensi negatif yang muncul.
Menurut Williams (2007), persepsi risiko berhubugan dengan adekuasi informasi risiko yang diperoleh individu. Wiliams mendefinisikan persepsi risiko sebagai dugaan terhadap risiko serta adekuasi dari berbagai risiko berdasar pada adekuasi informasi yang didapatkan. Persepsi risiko yang terbentuk dipengaruhi oleh bagaimana informasi disampaikan kepada individu dan bagaimana individu mengolah informasi tersebut (Yim dan Vaganov, dalam Williams, 2007). Slovic dan Severson (dalam Puspita, 2014) menyebutkan bahwa remaja yang terlibat dalam perilaku berisiko memiliki pengetahuan terhadap risiko atas perilaku
(43)
tersebut. Ketika remaja terlibat dalam dalam perilaku berisiko maka mereka telah menganalisis manfaat dan harga yang harus dibayar dari perilaku tersebut.
Penilaian terhadap risiko juga melalui pertimbangan afek (Slovic, 2006). Bila suatu kegiatan menimbulkan perasaan yang menyenangkan maka risiko dinilai rendah dan banyak keuntungan yang akan diperoleh. Jika dirasa tidak menimbulkan kesenangan maka risiko dinilai menimbulkan kerugian dan keuntungan yang akan diperoleh tidaklah banyak.
Selain itu, persepsi risiko juga dipengaruhi oleh pengaruh sosial, konstruk budaya dan ideologi yang dipegang oleh individu (Sjoberg, Bjorg-Elin dan Rundmo, 2004). Pernyataan tersebut menjelaskan bahwa persepsi risiko tidak hanya dipengaruhi oleh penilaian individu secara personal, tetapi juga mendapatkan pengaruh dari nilai-nilai budaya dan lingkungan sosial yang ada disekitar individu.
Faktor-faktor yang mempengaruhi persepsi risiko (Ropeik & Slovic, 2003): 1. Ketakutan atau kengerian
Meninggal akibat kecelakaan atau terkena penyakit kanker akibat merokok. Keduanya memunculkan rasa ketakutan atau kengerian bagi individu. Peristiwa mana yang dianggap lebih mengerikan tergantung dari penilalian individu. Kengerian adalah sebuah contoh yang jelas dari bagaimana individu berpikir tentang risiko dalam perasaan intuitif, sebuah proses yang dilabel sebagai heuristik afek.
(44)
2. Kontrol
Kontrol individu sangat berpengaruh dalam mempersepsikan risiko dimana individu yang memegang kendali atas penentuan risiko akan melihat risiko tidak sebesar saat dirinya tidak memegang kendali.
3. Asal risiko
Peristiwa alam memiliki risiko lebih besar tetapi hanya menimbulkan sedikit kekhawatiran karena bersifat natural. Berbeda halnya dengan risiko yang berasal dari perbuatan manusia.
4. Pilihan
Risiko yang dipilih terlihat kurang berisiko daripada risiko yang dikenakan pada individu.
5. Apakah risikonya baru.
Risiko yang baru diketahui terlihat menakutkan daripada risiko yang telah dihidupi untuk sementara dan pengalaman membantu individu dalam memandang risiko.
6. Kesadaran
Semakin individu menyadari risiko, semakin risiko ada dalam kesadaran dan semakin individu peduli terhadap kemungkinan risiko.
7. Dapatkah itu terjadi pada saya.
Risiko terlihat lebih besar jika individu berpikir atau orang terdekat menjadi koban.
(45)
8. Pertukaran risiko-keuntungan
Jika individu menilai keuntungan dari perilaku atau pilihan, risiko terkait perilaku atau pilihan dipandang lebih kecil. Jika tidak ada penilaian keuntungan, risiko akan dipandang lebih besar.
9. Kepercayaan
Semakin sedikit individu mempercayai orang yang melindunginya, seseorang atau pemerintah atau institusi menempatkan individu pada risiko ditempat utama, atau orang yang menghubungkan kita pada risiko, semakin kita merasa takut. Semakin kita percaya, semakin kita merasa perhatian terhadap risiko berkurang.
F. Persepsi Risiko Remaja dalam Proses Pengambilan Keputusan
Berdasarkan uraian diatas, keputusan untuk merokok merupakan hasil dari proses pengambilan keputusan. Dalam prosesnya remaja mengalami berbagai tahapan hingga akhirnya sampai pada keputusan akhir yaitu merokok. Keputusan untuk merokok tidak lepas dari adanya faktor yang memberikan pengaruh besar. Adapun faktor yang mempengaruhi para remaja dalam mengambil keputusan merokok, sepertihalnya faktor dari dalam maupun luar diri. Dari dalam diri, persepsi merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi pengambilan keputusan. Persepsi risiko merupakan penilaian terhadap kemungkinan konsekuensi negatif yang diperoleh dan kepedulian individu terhadap konekuensi negatif tersebut. Persepsi risiko dapat dikatakan sebagai faktor yang mempengaruhi proses pengambilan keputusan, dimana keputusan untuk terlibat dengan perilaku merokok didasari pada penilaian terhadap konsekuensi negatif
(46)
dari merokok yang mungkin terjadi. Namun, bagaimana seorang remaja menilai risiko atau konsekuensi negatif dari merokok masih menjadi suatu pertanyaan. Oleh sebab itu, peneliti hendak mendalami persepsi risiko remaja dalam proses pengambilan keputusan untuk merokok. Hal tersebut dilakukan guna mengetahui bagaimana penilaian remaja terhadap risiko yang melatarbelakangi pengambilan keputusan untuk merokok.
G. Pendekatan Analisis Isi Induktif
Penelitian ini bertujuan untuk mendalami proses pengambilan keputusan remaja serta persepsi risiko remaja terhadap merokok. Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif dengan metode analisis isi induktif. Analisis isi merupakan metode untuk menganalisis pesan-pesan komunikasi yang yang bersifat tertulis, lisan, atau visual (Elo & Kyngas, 2008). Dalam penelitian ini, peneliti akan menggunakan analisis isi pendekatan induktif. Dimana tujuan dari analisi isi induktif sesuai dengan penelitian yang akan dilakukan yaitu mendeskripsikan sebuah fenomena bertolak dari fakta-fakta spesifik yang ada.
Gambar 1. Skema Persepsi Risiko dalam Proses Pengambilan Keputusan
Persepsi risiko
Proses pengambilan
keputusan
Perilaku merokok remaja
(47)
30
BAB III
METODE PENELITIAN
A. STRATEGI PENELITIAN
Jenis penelitian ini adalah penelitian kualitatif dengan metode analisis isi kualitatif. Menurut Creswell (2013), penelitian kualitatif merupakan metode untuk mengeksplorasi dan memahami makna yang dianggap berasal dari masalah sosial atau kemanusiaan. Penelitian ini sesuai dengan penelitian kualitatif yang bersifat eksploratik. Dimana peneliti akan lebih berusaha mendengarkan opini informan dan membangun pemahaman berdasarkan apa yang didengar.
Dalam menganalisis data hasil penelitian, peneliti menggunakan analisis isi kualitatif. Analisis isi kualitatif adalah metode untuk menganalisis pesan-pesan komunikasi yang yang bersifat tertulis, lisan, atau visual (Elo & Kyngas, 2008). Secara umum, terdapat dua pendekatan analisis isi kualitatif, yaitu pendekatan induktif dan pendekatan deduktif (Elo & Kyngas, dalam Supratiknya, 2015). Penelitian ini akan menggunakan pendekatan induktif, dimana pendekatan induktif bertujuan mendeskripsikan sebuah fenomena bertolak dari fakta-fakta spesifik yang ada. Pendekatan ini sesuai digunakan apabila belum ada atau hanya tersedia sedikit teori dan hasil-hasil penelitian sehingga belum tersedia pengetahuan yang cukup utuh tentang fenomena yang belum diteliti. Peneliti hendak mendalami proses pengambilan keputusan para remaja
(48)
untuk merokok yang pada penelitian sebelumnya belum dilakukan. Peneliti berharap penelitian ini dapat memberi sumbangan teoritis khususnya mengenai gambaran proses pengambilan keputusan remaja dalam mengambil keputusan berisiko.
Analisis isi merupakan salah satu metode analisis data yang melihat data secara mendetail. Tujuannya untuk meringkas dan memberi gambaran umum dari fenomena, dan hasil dari analisis adalah konsep atau kategori yang menggambarkan fenomena (Elo & Kyngas, 2007). Konsep dalam analisis isi kualitatif terdiri dari isi manifes, isi laten, satuan analisis, satuan makna, meringkas teks, abstraksi, konten area, kode, kategori dan tema. Langkah-langkah yang mendetail dalam analisis isi dapat membantu peneliti dalam merumuskan tema-tema berdasarkan hasil data penelitian. Menurut Graneheim dan Lundman (2004), salah satu dasar ketika menggunakan analissi isi adalah dengan memilih satuan analisis. Pada penelitian ini, peneliti menggunakan transkripsi wawancara sebagai satuan analisis dan kalimat sebagai satuan makna.
B. FOKUS PENELITIAN
Fokus dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana proses yang dilalui dalam pengambilan keputusan remaja untuk merokok serta persepsi risiko remaja terhadap merokok. Peneliti memfokuskan penelitian pada tahapan-tahapan yang dilalui oleh remaja dalam mengambil keputusan untuk merokok berdasarkan persepsi risiko mereka terhadap bahaya merokok. Selain itu, peneliti juga hendak menggali faktor
(49)
yang mempengaruhi pengambilan keputusan serta pertimbangan pada remaja terhadap keuntungan dan kerugian merokok. Dari proses pengambilan keputusan peneliti juga ingin melihat bagaimana persepsi risiko remaja terhadap rokok serta faktor yang melatarbelakanginya.
C. INFORMAN PENELITIAN
Informan penelitian ini merupakan remaja yang tergolong usia remaja akhir yaitu 18-22 tahun. Informan penelitian merupakan perokok aktif, berjenis kelamin laki-laki, dan mulai merokok pada usia remaja awal (12-17 tahun). Hal tersebut dikarenakan berdasarkan data Departemen Kesehatan tahun 2014 diketahui bahwa sebagian besar perokok remaja di Indonesia berjenis kelamin laki-laki.
D. PROSEDUR PENGUMPULAN DATA
Metode pengumpulan data penelitian menggunakan wawancara semi-terstruktur. Wawancara semi-terstruktur memfasilitasi terbentuknya hubungan atau empati, memungkinkan keluwesan yang lebih besar dalam peliputan dan memungkinkan wawancara untuk memasuki daerah-daerah baru dan cenderung untuk menghasilkan data yang lebih subur (Smith, 2013). Wawancara semi-terstruktur memberikan peneliti kebebasan dalam bertanya dan memiliki kebebasan dalam mengatur alur dan setting wawancara (Herdiansyah, 2013). Pada wawancara semi-terstruktur peneliti merancang serangkaian pertanyaan yang disusun dalam suatu daftar wawancara, akan tetapi daftar tersebut digunakan untuk menuntun dan mendikte wawancara tersebut (Smith, 2013).
(50)
Tabel 1 : Daftar Pertanyaan Wawancara
No. Pertanyaan Tujuan
Pertanyaan Pembuka
1. Silahkan perkenalkan dirimu
secara singkat. Data pribadi subjek
Pertanyaan Inti
2. Menurutmu apa itu rokok? Untuk mengetahui persepsi
tentang rokok
3. Coba ceritakan awal mula anda
merokok.
Untuk mengetahui permulaan subjek merokok dan
penyebabnya.
4.
Coba ceritakan perubahan apa yang anda rasakan setelah merokok.
Untuk mengetahui perbedaan yang dialami subjek sebelum dan sesudah merokok.
5.
Kapan anda mulai
mengkonsumsi rokok secara intens?
Mengetahui seberapa lama subjek telah menjadi perokok.
6. Berapa puntung rokok yang
dikonsumsi saat ini?
Untuk menggolongkan subjek kedalam tahapan dalam perilaku merokok.
7. Kapan anda merasa
membutuhkan rokok?
Mengetahui tipe perilaku merokok subjek berdasarkan
management of affected theory.
8. Coba ceritakan apa yang anda
rasakan setelah merokok.
Mengetahui dampak yang dirasakan oleh subjek.
9. Apakah ada anggota keluarga
yang menjadi perokok?
Mengetahui faktor yang mempengaruhi perilaku merokok subjek.
10. Mengapa anda memilih untuk
menjadi perokok?
Mengetahui gambaran proses pengambilan keputusan subjek
(51)
untuk merokok.
11. Coba ceritakan bagaimana
akhirnya anda menjadi perokok?
Mengetahui gambaran proses pengambilan keputusan subjek untuk merokok.
12.
Bagaimana pendapat anda mengenai tulisan dan gambar yang tertera pada bungkus rokok?
Mengetahui penilaian subjek terhadap risiko bahaya merokok.
13.
Apakah tulisan dan gambar yang tertera pada bungkus rokok mempengaruhi pandangan anda tentang rokok?
Mengetahui penilaian subjek terhadap risiko bahaya merokok.
Pertanyaan Penutup
14. Apakah masih ada yang mau
diceritakan?
Mengakhiri sesi wawancara
E. METODE ANALISIS DATA
Metode analisis data pada penelitian ini menggunakan metode analisis isi kualitatif dengan pendekatan induktif. Dalam metode analisis isi kualitatif ini, data yang telah diperoleh melalui wawancara akan menjalani proses analisis data. Supratiknya (2015), menjabarkan proses analisis data akan mengikuti langkah-langkah yaitu:
1. Langkah Pertama
Langkah awal dari analisis isi konvensional atau analisis isi induktif adalah menentukan satuan analisis (Elo dan Kyngas, 2008). Pada penelitian ini, peneliti menggunakan kalimat dalam transkripsi wawancara sebagai satuan analisis.
(52)
2. Langkah Kedua
Mengikuti Granaheim dan Lundman (2004), peneliti hendak menemukan aneka satuan makna dan aneka kawasan isi. Oleh karena itu, peneliti membaca keseluruhan data secara cermat dan berulangkali, menandai dengan garis bawah atau warna bagian-bagian transkripsi berupa frase-frase yang merupakan satuan makna atau kawasan isi.
3. Langkah Ketiga
Langkah ketiga adalah melakukan open coding atau
pengodean atau menciptakan aneka kode secara terbuka dalam arti secara agak bebas berdasarkan apa yang muncul dari data. Peneliti membaca kembali secara keseluruhan transkripsi wawancara dan membuat atau memberikan catatan-catatan atau judul-judul khusus terhadap aneka satuan makna dan kawasan isi yang sudah ditandai pada langkah sebelumnya.
4. Langkah Keempat
Langkah keempat adalah peneliti memilah aneka kode yang ditemukan kedalam sejumlah kategori berdasarkan hubungan kesamaan isi atau makna dari masing-masing kode. Menurut Elo dan Kyngas (2008), tujuan pengelompokkan dilakukan untuk
mereduksi atau mengurangi jumlah kode dengan cara
menggabungkan kode-kode dengan makan yang serupa atau sebaliknya memisahkan kode-kode dengan makna yang tidak
(53)
serupa, sehingga diperoleh kategori atau himpunan-himpunan kode yang bermkana.
5. Langkah Kelima
Langkah kelima adalah peneliti mengidentifikasi dan menemukan hubungan antar kategori pada tingkatkan yang lebih tinggi lagi dan merumuskannya ke dalam tema. Elo dan Kyngas (2008), menyatakan bahwa langkah ini merupaka upaya yang dilakukan peneliti untuk melakukan abstraksi yaitu merumuskan aneka deskripsi tentang topik yang diteliti dengan menemukan tema-tema. Jika telah berhasil menemukan tema-tema, peneliti bias dikatakan telah berhasil mendeskripsikan, memahami, dan menghasilkan pengetahuan tentang fenomena yang diteliti (Elo dan Kyngas, 2008).
6. Langkah Keenam
Langkah keenam adalah membuat interpretasi atau merumuskan makna dari keseluruhan temuan yang diperoleh. Menurut Creswell (2009, dalam Supratiknya, 2015) langkah ini bisa dilakukan dengan menuliskan interpretasi pribadi peneliti terhadap temuan penelitian dalam bentuk aneka hikmah atau pembelajaran yang diperoleh bertolak dari budaya, sejarah dan pengalaman pribadi peneliti. Selain itu, peneliti dapat merumuskan makna dan
interpretasi dengan cara membandingkan temuan-temuan
(54)
dengan teori-teori tertentu. Kemudian, peneliti merumuskan interpretasi dalam bentuk pertanyaan-pertanyaan baru yang perlu dijawab melalui penelitian lebih lanjut.
F. KREDIBILITAS PENELITIAN
Dalam penelitian kualitatif dikenal istilah validitas yang berarti bahwa instrumen yang dipergunakan dan hasil pengukuran yang dilakukan menggambarkan keadaan yang sebenarnya (Djamal, 2015). Sebaliknya dalam penelitian kualitatif digunakan istilah kredibilitas atau derajat kepercayaan untuk menjelaskan bahwa data hasil penelitian yang dilakukan benar-benar menggambarkan objek yang sesungguhnya. Ada beberapa teknik yang digunakan untuk menguji kredibilitas dalam penelitian ini, yaitu:
1. Pengecekan sejawat
Pengecekan sejawat merupakan teknik pemeriksaan keabsahan keabsahan data yang dilakukan dengan cara mendiskusikan hasil sementara antara hasil akhir dengan rekan-rekan sejawat. Para peserta diskusi terdiri dari rekan-rekan yang memiliki pengetahuan dan pengalaman tentang materi yang dikaji serta prosedur dan metodologi penelitian. Dalam penelitian ini peneliti melakukan diskusi dengan dosen pembimbing.
2. Kecukupan referensi
Bahan-bahan referensi yang tersedia dalam jumlah yang memadai dapat dipakai sebagai teknik pemeriksaan keabsahan data. Pada
(55)
penelitian ini peneliti akan melengkapi referensi dengan menyertakan rekaman wawancara sebagai bukti pendukung.
3. Pengecekan anggota
Data yang telah dikumpulkan oleh peneliti perlu dilakukan pengecekan ulang kepada informan data agar benar-benar sesuai dengan apa yang dimaksudkan oleh informan tersebut. Aspek apa saja yang perlu dicek oleh anggota meliputi data, kategorisasi, penafsiran dan kesimpulan. Apabila data yang ditemukan beserta interpretasinya disetujui oleh pemberi databerarti data dan penafsiran tersebut kredibel.
Menurut Gibbs (2007, dalam Creswell 2013), reabilitass kualitatif mengindikasikan bahwa pendekatan yang digunakan peneliti konsisten jika diterapkan oleh peneliti-peneliti lain untuk proyek-proyek yang berbeda. Terdapat berbagai prosedur reabilitas yang dipaparkan oleh Gibbs (2007, dalam Creswell, 2013). Peneliti telah melakukan prosedur reabilitas menurut Gibbs, diantaranya peneliti telah memeriksa hasil transkripsi untuk memastikan tidak adanya kesalahan yang dibuat selama proses transkripsi. Selain itu, peneliti juga telah memastikan tidak ada definisi
yang mengambang mengenai kode-kode selama proses coding. Hal
tersebut dilakukan dengan terus membandingkan data dengan kode-kode yang telah dibuat oleh peneliti.
(56)
39
BAB IV
PELAKSANAAN PENELITIAN, HASIL PENELITIAN,
ANALISIS DAN PEMBAHASAN
Bab ini akan menjelaskan proses pelaksanaan penelitian dan memamparkan hasil penelitian. Kemudian dalam bab ini juga akan dipaparkan pembahasan dari hasil penelitian.
A. PELAKSANAAN PENELITIAN
Penelitian ini bertujuan untuk menggali gambaran proses pengambilan keputusan para remaja untuk merokok serta persepsi risiko remaja terhadap rokok. Mengingat penelitian ini merupakan penelitian kualitatif yang bersifat menggali informasi maka, peneliti menggunakan wawancara sebagai cara pengumpulan data. Peneliti melakukan proses pengambilan data dengan melakukan wawancara semi terstruktur terhadap tiga orang informan yang telah memenuhi kriteria. Dimana, ketiga informan merupakan remaja perokok yang memasuki usia remaja akhir namun telah merokok sejak usia remaja awal.
Sebelum proses pengambilan data berlangsung peneliti menyampaikan tujuan dari penelitian serta menentukan waktu dan tempat yang sesuai untuk melakukan wawncara. Sebelum wawancara dilakukan peneliti juga menyampaikan inform consent yang berisi persetujuan informan untuk menjadi narasumber secara sukarela dalam penelitian yang dilakukan oleh peneliti. Peneliti juga tidak lupa membangun rapport dengan para informan penelitian agar para informan dapat bercerita secara lebih nyaman dan terbuka.
(57)
Pelaksanaan pengambilan data dilakukan selama bulan Oktober sampai dengan November 2016. Wawancara dilakukan pada informan yang berdomisili di Yogyakarta. Informan CIP, S, dan FG merupakan mahasiswa yang berasal dari angkatan yang berbeda namun mulai mencoba merokok di usia remaja awal. Dalam wawancara peneliti menggunakan alat perekam suara sebagai sarana untuk menyimpan informasi yang didapatkan melalui wawancara dengan informan.
B. HASIL PENELITIAN
Proses dalam menganalisis data hasil penelitian, peneliti mengambil enam tahapan dalam proses analisis, yaitu menentukan satuan analisis, menentukan satuan makna, melakukan pengodean, memilah dan menggelompokkan kode kedalam kategori, menemukan hubungan antar kategori, merumuskan tema dan merumuskan makna dari temuan penelitian.
Pada tahap awal peneliti telah menentukan satuan analisis yaitu berupa kalimat dalam transkripsi wawancara dengan informan. Peneliti membaca secara berulang hasil transkripsi wawancara dan menandai satuan makna yang ditemukan dalam transkripsi wawancara. Peneliti melakukan pengodean terhadap satuan makna yang ditemukan, memilah dan menggelompokkan kode kedalam kategori. Kemudian, peneliti mencari hubungan dari kategori dan merumuskannya kedalam tema. Setelah tahap tersebut, peneliti menggambarkan tema hasil penelitian yang ditemukan pada setiap subjek dalam bentuk narasi.
1. CIP
CIP (19) adalah mahasiswa yang merupakan perokok aktif. Dalam satu hari CIP mengkonsumsi kurang lebih satu bungkus rokok. CIP
(58)
terbiasa melakukan aktivitas bersama teman-teman sesama kaum perokok. CIP merasa merokok sudah menjadi salah satu kebiasaannya.
CIP mencoba merokok untuk pertamakalinya saat duduk dikelas tiga SMA. Saat itu, sebagian besar teman CIP merupakan perokok. CIP mendapatkan tawaran untuk ikut merokok dari teman-temannya. Tawaran untuk ikut merokok sebenarnya sudah CIP dapatkan sejak SD. Tawaran tersebut tak lantas langsung diterima. CIP tetap bertahan dengan tidak menerima tawaran merokok karena rasa takut yang ia miliki. Saat SMA, CIP kembali menerima tawaran untuk merokok. Sebagian besar teman-teman CIP merokok, tetapi CIP tidak merokok. Hal tersebut membuat CIP merasa dirinya berbeda dengan temannya. CIP sempat mendapatkan cemoohan akibat tidak ikut merokok. Teman-teman CIP mengatakan CIP tidak jantan karena tidak merokok.
CIP melakukan pertimbangan untuk memutuskan ikut merokok atau tidak ikut merokok. CIP membutuhkan waktu yang cukup lama untuk berpikir dan melakukan pertimbangan. CIP memiliki keinginan besar untuk menyamai teman-teman tetapi merasa takut akan konsekuensi yang dapat timbul akibat merokok. CIP takut mendapatkan hukuman dari guru ataupun orang tua. Sekolah CIP memiliki peraturan yang melarang siswanya untuk merokok. Orangtua CIP juga melarang CIP untuk merokok. Jika CIP ketahuan merokok maka ia akan mendapatkan hukuman dari guru sekolah maupun dari orangtua. Ketakutan terhadap konsekuensi merokok membuat CIP melakukan pertimbangan
(1)
51 377
378
bilang aku berhenti karena sakit enam bulan itu. Aku berhenti. Tapi lanjut.
dipperintahkan untuk menghabiskan satu bungkus rokok sekaligus
Ayah FG hanya mengetahui FG berhenti merokok semenjak ia menderita sakit tifus.
Ayah FG tidak mengetahui bahwa setelah enam bulan berhenti merokok, FG kembali merokok.
373)
Ayah FG hanya
mengetahui bahwa saat ini FG telah berhenti merokok. (375-377) Kembali merokok setelah sempat berhenti selama enam bulan. (377-378)
Menyembunyikan
identitas sebagai perokok
Kembali merokok
379 380 381 382 383 384 385 386 387 388 389 390 391 392
Nah, papamu sempet taukan kamu merokok. Terus kamu disuru merokok satu bungkus. Habis itu kamu gimana?
Kayak anak yang lagi dimarahin sama orangtuanya kan diam aja kan. Diam aja, tapi masa iya disuruh ngabisin satu bungkus rokok. Ya aku ngelawan lah, aku ga mau, aku nolak.
Tapi setelah itu kamu merokok lagi?
Setelah itu, beberapa hari iya. Kemudian lagi libur kan posisinya, aku dirumah. Kemudian aku ke Pontianak lagi, sakit terus ga ngerokok.
Berarti pas kamu dimarahin papamu itu, belum ada kepikiran buat berhenti merokok?
Enggak.
FG hanya terdiam saat dimarahi orangtuanya.
FG dihukum menghabiskan satu bungkus rokok sekaligus, tetapi FG menolaknya.
FG berhenti merokok karena sakit.
FG tidak berpikir untuk berhenti merokok setelah dimarahi ayahnya.
Diam saat dihukum (382) Menolak hukuman (384-385)
Berhenti merokok karena sakit (388-389)
Tidak berniat berhenti merokok (392)
Diam
Menolak hukuman Berhenti karena sakit
Tidak berniat berhenti merokok
393 394 395 396 397 398
Berarti enam bulan itu, pure gara-gara kamu sakit itu
toh? Oh ternyata gitu.
Kalo sekarang sih aku ada keinginan buat berhenti merokok. But, sedikit susah menurutku.
Susahnya menurutmu itu kenapa?
Udah kecanduan. Udah kalo ga merokok itu menurutku
FG memiliki keinginan untuk berhenti merokok.
FG merasa masih sulit untuk berhenti merokok.
Merasa terikat dengan rokok sehingga sulit unruk berhenti. (395-398) Merokok menghabiskan
Terikat dengan rokok
(2)
52 399
400
berat banget dan juga ngabisin uang. Dan aku juga belum tau gimana caranya mencari uang. Malah bikin boros.
FG merasa telah kecanduan merokok.
Merokok membuat FG menghabiskan banyak uang, tetapi FG tidak bisa bila tidak mengkonsumsi rokok.
banyak uang (398-400)
401 402 403 404 405 406 407 408 409 410 411 412 413 414
Oh iya, aku mau tanya, suka dukanya merokok tuh apa sih?
Suka dukanya ngerokok hahahha. Sukanya ga terlalu terasa lah yah sekarang sukanya tuh sambil merokok bisa ketawa-ketawa bareng sama temen itu lebih enak. eeee… dukanya tuh lebih banyak. Kalo misalnya pas kita merokok tiba-tiba nafasnya hik. Suara apa nih. Terus pas lagi ngerokok orang-orang pada (mengibaskan tangan), kan aku jadi ga enak gitu kan. Kadang-kadang kepikiran uang bulanan habis cuma buat ngerokok doang. Ya udahlah ga papa merokok lagi. Ya gitulah lebih banyak dukanya ketimbang sukanya sekarang. Tapi yah ada sukanya lebih asyik tuh loh. Karena kan sama temen-temen tuh. Terus kan kalo lagi ngopi ada rokok ada wifi, beuh, itu komplit banget.
FG merasa bahwa rokok dapat membuatnya tertawa lepas saat berkumpul bersama teman-temannya.
FG merasa terganggu apabila setelah merokok FG mendengar nafasnya berbunyi hik.
FG juga merasa sungkan bila orang disekitarnya mengibaskan tangan didepan hidung saat dirinya sedang merokok. FG terkadang memikirkan banyaknya uang saku yang telah habis untuk membeli rokok. Tetapi FG tidak terlalu mempedulikannya.
Berkumpul dengan teman-teman menjadi lebih menyenangkan saat merokok. (403-405) Merasa terganggu apabila saat merokok nafas menjadi berbunyi.(406-407)
Sungkan akibat mendapatkan respon tidak menyenangkan terhadap perilaku merokok.(407-409) Tidak
mempermasalahkan banyak uang yang habis untuk mengkonsumsi rokok (409-411)
Rokok memberikan kesenangan
Mengganggu kesehatan
Rasa sungkan akibat feedback dari orang lain
Tidak
mempermasalahkan kehilangan uang
415 416 417
Tambahan:
Gini kemarin kamu cerita pertamakali merokok itu kelas 2 SMA. Kamu merokok karena ngikutin temenmu toh. Apa yang kamu pikirin sebelum km ikut
(3)
53 418
419 420 421 422 423 424 425 426 427 428 429 430 431 432 433 434 435 436 437 438
merokok?
Ummm rada bingung sih. Soalnya ga inget yang aku pikirin kelas dua dulu. Mungkin ya mungkin, aku mikirnya karena aku kesepian.
Apa yang buat kamu merasa kesepian?
Yaa soalnya kan aku ceritanya lagi ada masalah dengan temen-temenku yang anak-anak alim itu. Anak-anak basket tu loh. Hehe. Aku punya beberapa temen nongkrong kan ya udah mereka ngajakin aku buat kenalan sama anak-anak lain. Nah setelah itu mereka ngerokok kan. Ya udah aku ngikut.
Oh kamu waktu itu ada masalah sama temen-temen basket?
Bukan masalah serius sih Cuma yaa kayaknya mereka terlalu alim jaim gitu aja, sampai ngecap kalo anak-anak ngerokok tuh anak-anak ga baik gitu loh. Ya standarku sih ga segitunya tuh loh mbak. Tapi kelamaan jadi males aja temenan sama orang-orang begituan.
Beda pandangan gitu yah do sama temen-temen basket itu?
Yah gitu lah.
FG merasa kesepian menjadi penyebab ia merokok. S sedang menghadapi permasalahan dengan temannya berkenalan dengan teman baru. Teman baru FG adalah perokok. Melihat teman barunya merokok, FG ikut merokok. FG ingin mencari teman baru dan meninggalkan teman-teman sebelumnya.
Merokok untuk karena kesepian. (419-421) Merokok karena mengikuti teman (425-428)
Merokok karena kesepian
Menandingi teman
439 440 441 442 443 444 445 446 447 448
Lalu kenapa kamu ikut ngerokok do?
Kenapa ya? Gabut mbak kalo ngumpul-ngumpul gitu. Mereka ngerokok akunya gga.
Menurutmu temen yang ngerokok itu gimana? Temen-temenku dulu?
Iya temen-temenmu dulu yang merokok.
Netral mbak. Mereka nakal sih, tapi ya semua orang kan ada buruk baiknya masing-masing. Tapi at least mereka ga menetapkan idealism yang ga masuk akal mbak. Dan bagiku ngerokok tu bukan hal yang aneh lagi mbak yang
S merasa tidak memiliki kegiatan ketika berkumpul dengan teman-teman perokok. S menganggap teman-teman perokok memiliki idealisme yang masih dapat diterima. S merasa merokok bukan hal yang aneh.
S tidak melakukan apapun didepan teman-teman perokok (440-441) Merokok bukan hal yang aneh (448-449)
Tidak melakukan apapun
(4)
54 449
450 451 452 453 454 456
namanya Indonesia juga kan hehehe
Terus ada lagi tenatng teman-temanmu yang ngerokok?
Mereka temapat nongkrongnya enak, ga mahal, warung doing. Walaupun ngerokok tapi pengeluaranku lebih sedikit dibanding sebelumnya mbak hehehe Nah itu dulu pemikiranku pas kelas dua SMA ya mbak.
457 458 459 460 461 462 463 464 465 466 467 468 469 470 471 472 473
Kamu ngeliat temen-temenmu ngerokok tapi kamu ga merokok. Apa yang kamu rasain?
Ga enak mbak, kayak misalnya aku ga ngerokok susah akrab. Terus gabut aja rasanya mbak.
Waktu kamu pertamakali kenal sama temen-temen perokok itu apa langsung saat itu juga ikut nyobain rokok?
Olah, gak mbak, gak. Masih takut-takut dulu setelah itu baru nyoba.
Takut-takutnya berapa lama do? Ga lama. Kalo gga salah tiga harian. Apa yang kamu takutin waktu itu?
Takut banyak hal mbak. Keputusan besar juga kan kalo merokok.
Contoh rasa takutnya gimana do?
Khawatir keuangan lah yang pertama. Terus tanggung jawab ke orangtua, terus kesehatan.
S merasa sungkan bila tidak ikut merokok. S merasa tidak
melakukan kegiatan saat
berkumpul dengan teman-teman perokok.
Awalnya, S merasa takut untuk merokok. S membutuhkan waktu untuk berpikir. S
mengkhawatirkan masalah keuangan,
pertanggungjawabannya
terhadap orangtua, dan masalah kesehatan yang bisa didapatkan.
Merasa sungkan dan takut terkesan tidak mudah bergaul (459-460)
Rasa takut mucul sebelum mencoba merokok (464-465) Mengkhawatirkan masalah
keuangan,tanggung jawab pada orangtua dan kesehatan (472-473)
Merasa sungkan Takut terkesan tidak mudah bergaul
Takut
Mengkhawatirkan uang, tanggung jawab pada orangtua dan kesehatan
(5)
vii
PERSEPSI RISIKO REMAJA DALAM PROSES PENGAMBILAN
KEPUTUSAN UNTUK MEROKOK
Luh Putu Tri Yulianti Ardana ABSTRAK
Remaja perokok menjadi salah satu kekhawatiran bagi bangsa Indonesia. Data Global Youth Tobacco Survey menyebutkan Indonesia merupakan negara dengan jumlah remaja perokok terbesar di Asia. Peringatan terhadap bahaya merokok telah dicantumkan pada sebagian besar produk rokok yang beredar di Indonesia. Namun, adanya cantuman peringatan risiko merokok tidak menurunkan jumlah perokok melainkan menambah jumlah perokok. Oleh sebab itu peneliti hendak mendalami persepsi risiko remaja dalam proses pengambilan keputusan untuk merokok. Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif dengan metode analisis isi induktif. Pengambilan data dilakukan lewat wawancara semi terstruktur terhadap tiga orang subjek perokok remaja berjenis kelamin laki-laki yang mulai merokok diusia remaja awal (12-16 tahun). Verifikasi data dilakukan dengan pengecekan sejawat, pengecekan anggota serta menyertakan rekaman wawancara sebagai bukti pendukung. Penelitian ini menemukan bahwa remaja mengalami beberapa tahapan selama proses pengambilan keputusan diantaranya, adanya dorongan untuk mengubah perilaku, munculnya konflik, menimbang konsekuensi, memutuskan untuk merokok, mendapat feedback negative, merasakan dampak dari merokok dan mempertahankan perilaku merokok. Para remaja tidak peduli terhadap risiko dari merokok. Ketidakpedulian remaja terhadap risiko merokok dilatarbelakangi oleh penilaian remaja terhadap risiko merokok. Para remaja menilai rokok tidak akan berdampak besar karena mereka memiliki antisipasi terhadap risiko merokok. Ketidakpastian dari konsekuensi merokok juga menyebabkan remaja bertahan dengan perilaku merokok hingga saat ini.
(6)
viii
ADOLESCENTS’ RISK PERCEPTION IN THE DECISION-MAKING PROCESS TO SMOKE
Luh Putu Tri Yulianti Ardana ABSTRACT
Adolescent smokers become one of concern in Indonesia. The Global Youth Tobacco Survey data mentioned that Indonesia is the country with the largest number of adolescent smokers in Asia. The warnings of the dangers of smoking have been written on the most cigarette products in Indonesia. The warnings of the dangers of smoking do not decrease the number of smokers, but surprisingly the number of smokers increase. Therefore, the researcher conducted the study to go deeper to adolescents’ risk perception in the decision-making process to smoke. This research is a qualitative study which was conducted by inductive content analysis method. Data retrieval were conducted by semi-structured interview to three boys as the participations who started smoking since 12-16 years. Data verification were done by peer-checking, member-checking and included the interview recording as evidence to support the study. The finding is the adolescents experienced several stages during the processes of decision-making; those are the motivation to change their behavior, the conflicts, the consideration of the consequences, the decision to smoke, getting negative feedback, experiencing the effects of smoking and continuing to smoke. The adolescent smokers did not care about the risks of smoking and it was influenced by their assumption towards the risks of smoking. The adolescent smokers assumed that smoking does not have any major impact because they had anticipation to the risks of smoking. The uncertain consequences of smoking also cause adolescent smokers still continue to smoke up to now.