Syarat tumbuh tanaman jeruk siam

2.1.1 Syarat tumbuh tanaman jeruk siam

Tanaman jeruk siam dapat tumbuh pada ketinggian tempat sampai 1400 meter diatas permukaan laut. Ketinggian tempat tersebut sangat mempengaruhi kualitas serta rasa buah. Daerah penanaman jeruk siam sebaiknya menerima penyinaran matahari antara 50 s.d 60 dengan perbedaan suhu siang dan malam lebih dari 10 . Keadaan udara yang lembab akan lebih banyak menimbulkan serangan hama terutama kutu perisai dan kutu penghisap lainnya TPPS, 1999 . Iklim yang sesuai untuk penanaman jeruk siam adalah iklim tipe B dan C berdasarkan penggolongan Smith dan Ferguson. Iklim tipe B memiliki 7-9 bulan basah dan 2 s.d 3 bulan kering, sedangkan tipe C memiliki 5 s.d 6 bulan basah dan 2 s.d 4 bulan kering. Idealnya pada iklim ini curah hujan berkisar 1500 mmtahun, serta penyebarannya merata sepanjang tahun Joesoef, 1993. Tanaman jeruk mengkehendaki tanah yang gembur, subur dengan keadaan air tanah yang dangkal tapi tidak tergenang. Dengan demikian penanaman tanaman jeruk pada lahan yang miring akan lebih baik dibanding tanah yang datar. Tanah yang bersifat porous adalah kurang baik Barus, 1992. Sentra jeruk di Indonesia tersebar di Garut Jawa Barat, Tawangmangu Jawa Tengah, Batu Jawa Timur, Tejakula Bali, Selayar Sulawesi Selatan, Pontianak Kalimantan Barat dan Medan SumateraUtara. Karena adanya serangan virus CVPD Citrus Vein Phloen Degeneration, beberapa sentra penanaman mengalami penurunan produksi dan diperparah lagi oleh sistem monopoli tata niaga jeruk yang saat ini tidak berlaku lagi Deptan, 2012. 2.1. 2 Karakteristik jeruk dan penyebarannya Indonesia merupakan negara tropis di mana berbagai jenis jeruk banyak dijumpai dan dibudidayakan mulai dari dataran rendah hingga dataran tinggi. Bahkan beberapa jenis jeruk tersebut telah menjadi unggulan daerah maupun nasional seperti jeruk manis Pacitan dari daerah Pacitan, Jawa Timur, jeruk manis Waturejo dari Jawa Tengah, keprok Soe dari Nusa Tenggara Timur, Keprok Batu 55 dari Batu, Jawa Timur. Siam Madu, Keprok Maga, dan Beras Sitepu dari Medan, Sumatra Utara, Siam Pontianak dari Kalimantan Barat dan Pamelo Nambangan, Sri Nyonya, serta Magetan dari Magetan, JawaTimur Martasari dan Mulyanto, 2008. Jeruk yang dikenal sebagai jeruk siam ini memiliki ciri antara lain buahnya berwarna hijau kekuningan, mengkilat, dan permukaannya halus. Ketebalan kulitnya sekitar 2 mm. Berat tiap buah sekitar 75.6gr. Bagian ujung buah berlekuk dangkal. Daging buahnya bertekstur lunak dan mengandung banyak air dengan rasa manis yang segar. Setiap buah mengandung sekitar 20 biji. Daging Buah Jeruk merupakan sumber vitamin C yang sangat baik. Jus jeruk mengandung asam askorbat 20 s.d 60 mg per 100 ml. Vitamin lain yang tak kalah penting adalah vitamin A, tiamin, niasin, riboflavin, asam pantotenat, biotin, asam folat, inositol, dan tokoferol. Kandungan vitamin A berkisar antara 250-420 IU, tiamin 70- 120 μg, asam folat 1.2 μg, dan inositol 135 mg setiap 100ml jus BB Pasca panen, 2009. Jeruk dan kerabatnya termasuk ke dalam famili Rutaceae yang meliputi banyak genera, terdiri dari 7 sub famyli dan 130 genus Roy dan Goldschmidt, 1996. Induk tanaman jeruk adalah subfamili Aurantioidae yang beranggotakan 33 genus. Sub famili tersebut masih dibagi dalam beberapa rumpun dan anak rumpun. dasarnya, jeruk dapat dikelompokkan menjadi menjadi 3 berdasarkan manfaatnya, yaitu: 1. Primitif, yang belum dimanfaatkan. 2. Kerabat dekat jeruk yang sebagian telah dimanfaatkan. 3. Jeruk yang sebenarnya, yaitu yang telah dimanfaatkan dan dibubidayakan. 2.1 .3 Populasi jarak tanam jeruk Jarak tanam merupakan salah satu faktor penting yang perlu diperhatikan dalam budidaya tanaman. Jarak tanaman adalah pengaturan pertumbuhan dalam satuan luas. Jarak tanam atau kerapatan tanaman merupakan bagian dari teknik bercocok tanam yang perlu diperhatikan secara serius agar pemanfaatan sumber daya lahan dapat digunakan secara maksimal. Selain itu untuk mendapatkan hasil yang maksimal yang dapat meningkatkan perekonomian. Pada sistem bercocok tanam, apa bila kerapatan tanaman jumlah populasi melebihi batas optimum, maka akan terjadi hambatan pertumbuhan tanaman akibat persaingan dengan tanaman lain. Semakin dekat jarak makin hebat pula persaingannya Aryawijaya dalam Candrakirana; 1993.

2.1.4 Pola tanam