pria berkacamata tersebut mengaku menerima pasien remaja yang hamil diluar nikah selama mendapat persetujuan dari orang tua dan usia kandungan dibawah
tiga bulan. Saat ditanya apakah tidak takut dihukum lagi karena melakukan aborsi, dia justru balik bertnya “kenapa saya takut? Saya nolong, saya tidak
korupsi,”Hanya dia membatasi kandungan yang boleh di aborsi. Yakni usia kandungan kurang dari tiga bulan. Sebab, pada usia itu, nyawa belum dititiupkan.
“hukumnya masih mubah ada bukunya itu,” ungkapnya. Baru pada 2007 Satpidter Polda Jatim menetapkannya sebagai tersangka, tapi dr Edward Armando
hanya diganjar setahun penjara. Tidak lama keluar dari penjara, awal 2009, dia kembali menerima permintaan aborsi. Dia bahkan mengaku masih memiliki izin
praktik. Meski sudah keluar masuk penjara, izin praktik dr Edward tidak dicabut. Karena itulah, dia berani membuka pelayanan medis dirumahnya.
3.2. Kategorisasi Obyektivitas Pers
Media massa yang sarat informasi adalah pers. Pers merupakan cermin realitas karena pers pada dasarnya lebih menekankan fungsi sebagai sarana
pemberitaan. Isi pers yang utama adalah berita. Fakta dan realitas adalah bagaian yang tidak dapat dipisahkan dari konsep obyektifitas. Oleh karena itu jika terdapat
sebuah paradigma yang berkaitan dengan ilmu jurnalistik, pasti ditemukan sebuah paradigma yang mensyaratkan adanya konsep obyektifitas dalam penyajian berita.
Objektifitas, betapa pun sulitnya harus diupayakan oleh insan pers. Objektifitas berkaitan erat dengan kemandirian pers sebagai institusi sosial, hal ini penting
mengingat signifikasi efek media terhadap khalayak.
Jurgen Westerstahl menjabarkan konsep objektifitas pada bagan berikut : Bagan 1. Konsep Objektivitas Westersthal, 1983 : 130.
Obyektivitas
Kefaktualan impartialitas
Kebenaran Relevansi Keseimbangan Netralitas
Kefaktualan dikaitkan dengan bentuk penyajian laporan tentang peristiwa atau pernyataan yang dapat dicek kebenarannya pada sumber dan disajikan tanpa
komentar. Impartialitas dihubungkan dengan sikap netral wartawan reporter, suatu sikap yang menjauhkan sikap penilaian pribadi dan subjektif demi
pencapaian sasaran yang diinginkan. Kefaktualan ditentukan oleh beberapa kriteria “kebenaran,” antara lain keutuhan laporan, ketepatan yang ditopang oleh
pertimbangan independen, dan tidak adanya keinginan untuk menyalaharahkan atau menekan. “Relevansi” lebih sulit ditentukan dan dicapai secara obyektif.
Namun, pada dasarnya relevansi sama pentingnya dengan kebenaran dan berkenaan dengan proses seleksi, bukanya dengan bentuk atau penyajian.
Relevansi juga mensyaratkan perlunya proses seleksi yang dilaksanakan menurut prinsip kegunaan yang jelas, demi kepentingan calon penerima dan masyarakat
Nordenstreng, 1974 : 130.
Dari berita surat kabar Harian Pagi Jawa Pos yang dianalisa sebagai obyek dari penelitian ini yang kemudian penulis mengklasifikasikannya berdasarkan
kategori yang telah dibuat dan disesuaikan agar diperoleh hasil akurat, karena validitas metode dan hasil-hasilnya sangat bergantung dari kategori-kategorinya.
Dengan demikian penelitian menggunakan kategorisasi yang digunakan oleh Rachma Ida. PhD Bungin, 2003: 155-159 untuk menganalisis obyektifitas berita
yang mengarah pada seputar praktik aborsi dr Edward Armando dan dampak yang diakibatkan dari praktik tersebut. Dengan skala nasional dari sebuah surat kabar
harian nasional dengan tiras minimal 100.000 eksemplar. Kategorisasi Obyektivitas pemberitaan menurut Rachma Ida Kriyantono,
2006: 244 dan juga dalam Bungin, 2003: 154-155:
3.2.1. Akurasi pemberitaan, meliputi :
1 Kesesuaian judul berita dengan isi berita kesesuaian judul yang ada pada berita, telah mengacu pada aspek
relevansi, yakni kalimat judul yang ada merupakan bagaian dari kalimat yang sama pada isi berita atau pada bagaian isi terdapat penjelasan dari judul dengan
inti yang sama. konsep ini dibagi dalam dua kategorisasi :
a Sesuai, bila judul merupakan bagian dari kalimat yang sama pada isi berita atau kutipan yang jelas-jelas ada di dalam pemberitaan atau ada dalam isi
berita.
b Tidak sesuai, bila judul bukan merupakan bagian dari kalimat yang sama pada isi berita, atau bukan merupakan kutipan yang jelas-jelas ada.
2 Pencantuman waktu terjadinya suatu peristiwa Pencantuman waktu kejadian adalah konsep untuk melihat akurasi fakta
atau opini, yaitu apakah mencantumkan tanggal atau adanya kata-kata yang menunjukan waktu terjadinya peristiwa atau wawancara.
Kategori dalam konsep ini, yaitu : a Dicantumkan waktu, bila dalam tulisan mencantumkan tanggal, pencantuman
kata-kata atau pernyataan tentang waktu atau keduanya, yaitu mencantumkan tanggal dan kata-kata.
b Tidak dicantumkan waktu, yaitu jika dalam tulisan itu tidak mencamtumkan waktu.
3 Penggunaan data pendukung atau kelengkapan informasi atas kejadian yang ditampilkan antara lain menggunakan: tabel, statistik, foto, ilustrasi gambar dan
lain-lain, konsep ini dibagi a Ada data pendukung, bila tulisan dilengkapi dengan salah satu data
pendukung, seperti foto peristiwa, tabel, statistik angka-angka dan data referensi buku undang-undang, peraturan pemerintah, dan lain-lain.
b Tidak ada data pendukung, bila tulisan itu sama sekali tidak dilengkapi dengan data pendukung.
4 Faktualitas berita Dalam dimensi faktualitas berita, yaitu menyangkut ada tidaknya
pencampuran fakta dengan opini wartawan dalam menulis berita, indikatornya
pencampuran fakta dan opini, yaitu apabila dalam artikel berita itu terdapat kata-kata opinionative.
Penggunaan kata opinionative memegang peran yang besar akan keberadaan sebuah berita. Karena syarat berita yang haruslah factual, dimana
faktualitas ini akan otomatis terpatahkan dengan adanya kata-kata opinionative yang menjadikan nilai berita yang dikandung menjadi hilang.
Perlu untuk selalu diingat, yang dapat membedakan antara berita dengan bukan berita salah satunya adalah pada ada tidaknya opini. Hal ini didasari
bahwa sebuah berita berasal dari suatu fakta sedangkan opini berangkat dari suatu pemikiran. Berita mempresentasikan fakta sedangkan opini
mempresentasikan gagasan atau ide, konsep ini di bagi atas kategori:
a Ada pencampuran fakta dan opini, yaitu apabila dalam artikel berita itu terdapat kata-kata
opinionative , seperti : tampaknya, sepertinya,
diperkirakan, seakan-akan, terkesan, kesannya, seolah, agaknya, diperkirakan, diramalkan, mengejutkan, kontroversi, manuver, sayangnya,
dan lain-lain. b Tidak ada pencampuran fakta dan opini, yaitu apabila dalam artikel tidak ada
kata-kata opinionative.
3.2.2 Fairness dan ketidakberpihakan pemberitaan, meliputi :
1 Ketidakberpihakan Fairness atau ketidakberpihakan pemberitaan yang menyangkut
keseimbangan penulis berita, dimana berita yang disajikan belum bisa dikatan objektif karena dikarenakan sumber berita yang hanya berasal dari salah satu
pihak saja atau porsi pemberitaan yang dimuat tidak sesuai atau bisa dikatakan pernyataan-peryataan yang dimuat lebih mengarah dari salah satu pihak saja.
Dilihat dari sumber berita yang digunakan yaitu : a Seimbang, yaitu apabila masing-masing pihak yang diberitakan diberi porsi
yang sama sebagai sumber berita, dilihat dari jumlah sumber beritanya. b Tidak seimbang, yaitu jika masing-masing pihak yang diberitakan tidak
diberi porsi yang sama sebagai sumber berita. 2 Ketidakberpihakan
dilihat dari ukuran fisik luas kolom centimeters kolom yang dipakai yaitu,
Dilihat dari ukuran fisik luas kolom dari setiap pernyataan narasumber, cara untuk mengukur luas kolom adalah panjang dikalikan lebar kolom, pxl.
a Seimbang, yaitu jika luas kolom yang dipakai antara pihak-pihak yang terlibat dalam pemberitaan memiliki jumlah kesamaan.
b Tidak seimbang, yaitu jika luas kolom yang dipakai antara pihak-pihak yang terlibat dalam pemberitaan tidak memiliki jumlah kesamaan.
3.2.3 Validitas keabsahan pemberitaan, diukur dari :
Untuk mengetahui bagaimana validitas keabsahan pemberitaan, di ukur dari atribusi, yaitu pencantuman suber berita secara jelas baik
identitas maupun dalam upaya konfirmasi atau check dan ricek 1 Atribusi sumber berita. Konsep ini dibagi menjadi :
a Sumber berita jelas, apabila dalam berita itu sumber berita yang dipakai dicantumkan identitasnya seperti nama, pekerjaan, gelar, jabatan, atau
sesuatu yang memungkinkan untuk dilakukan konfirmasi. b Sumber berita tidak jelas, bila dalam berita tidak dicantumkan identitas
sumber berita. 2 Kompetensi pihak yang dijadikan sumber berita yang mendapatkan
informasi yang digunakan untuk mengetahui validitas suatu kronologi peristiwa. Kategori ini dibagi dalam :
a Wartawan, apabila peristiwa yang diberitakan merupakan hasil pengamatan wartawan secara langsung.
b Pelaku langsung, apabila peristiwa yang diberitakan merupakan hasil wartawan dengan sumber berita yang mengalami peristiwa tersebut.
c Bukan pelaku langsung, apabila peristiwa yang diberitakan merupakan hasil wawancara dengan sumber berita yang tidak mengalami langsung
peristiwa tersebut. Hanya karena jabatan atau memiliki akses informasi lalu menjadi sumber berita. Misalnya petugas humas, juru bicara,
kapuspen, atau juga pejabat yang berwenang tetapi tidak berada di lokasi ketika peristiwa itu terjadi.
3.3. Populasi, Sampel, dan Teknik Penarikan Sampel