OBYEKTIVITAS BERITA TENTANG AHMADIYAH (Analisis Isi Tentang Obyektivitas Berita Ahmadiyah di halaman Depan, Jawa Pos dan Kompas, Periode 7 Februari - 28 Februari 2011).

(1)

Periode 7 Februari - 28 Februari 2011)

S K R I P S I

oleh :

WEDYASMARA WI NDARU 0643010169

YAYASAN KESEJAHTERAAN PENDI DI KAN DAN PERUMAHAN UNI VERSI TAS PEMBANGUNAN NASI ONAL “VETERAN” JAWA TI MUR

FAKULTAS I LMU SOSI AL DAN I LMU POLI TI K PROGRAM STUDI I LMU KOMUNI KASI


(2)

vi

DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN ... ii

ABSTRAKSI ... KATA PENGANTAR ... iii

DAFTAR ISI... iv

BAB I. PENDAHULUAN... 1

1.1. Latar Belakang Masalah ... 1

1.2. Perumusan Masalah... 6

1.3. Tujuan Penelitian... 6

1.4. Manfaat Penelitian... 6

BAB II. KAJIAN PUSTAKA ... ... 7

2.1. Komunikasi Massa ... 7

2.2. Media Massa ... 9

2.2.1. Surat Kabar... 11

2.2.2. Berita ... 12

2.2.2.1. Bagian Berita... 14

2.2.2.2. Nilai Berita... 16

2.2.2.3. Sifat Berita ... 17

2.3. Objektivitas Berita... 18

BAB III METODE PENELITIAN ... 23

3.1. Metode Penelitian... 23

3.2. Definisi Operasional... 23

3.3.1.Berita Ahmadiyah ... 23

3.3.2.Kategori Obyektivitas Pers ... 23

3.3. Unit Analisis... 30

3.4. Populasi, Sample dan Teknik Penarikan Sample ... 29

4.3.1. Populasi ... 29

4.3.2. Sample dan Teknik Penarikan Sample ... 29

3.5. Teknik Pengumpulan Data ... 30


(3)

4.3.2. “Ahmadiyah Diserang, Tiga Tewas”

Senin, 7 Februari 2011 ... 43

4.3.2.1. “SBY Minta Ahmadiyah Berhenti” Selasa, 8 Februari 2011... 49

4.3.2.2. “Rusuh Amadiyah Baru Dua Tersangka” Rabu, 9 Februari 2011... 53

4.3.2.3. “Ahmadiyah Terancam Dibubarkan ” Kamis, 10 Februari 2011... 57

4.3.2.4. “Kapolda, Kapolres, Kapolsek Diperiksa” Jumat,11 Februari 2011... 60

4.3.2.5. “Polisi Sebut Kiai Ujang Dalang Rusuh Ahmadiyah” Jumat,18 Februari 2011 ... 63

4.3.2.6. “Istana Ditarget 10 Hari untuk Bubarkan Ahmadiyah” Sabtu, 19 Februari 2011.. 66

4.3.3. Kompas... 68

4.3.3.1. “Presiden: Cari Pihak yang Bertanggung Jawab” Selasa, 8 Februari 2011 ... 69

4.3.3.2. “Diduga Massa Penyerbu Terorganisasi baik” Sabtu, 12 Februari 2011 ... 72

4.3.3.3. “Pemerintah Masih Cari Titik Temu Ahmadiyah” Sabtu, 19 Februari 2011... 75

. BAB V KESIMPULAN DAN SARAN... 78

5.1. Kesimpulan... 78

5.2. Saran ... 79

DAFTAR PUSTAKA ... 80


(4)

xi

ABSTRAKSI

WEDYASMARA WINDARU, OBYEKTIVITAS BERITA

TENTANG AHMADIYAH (Analisis Isi Tentang Ahmadiyah di

Halaman Depan, Jawa Pos dan Kompas, Periode 7 Februari – 28

Februari 2011)

Penelitian ini adalah penelitian metodologi kuantitatif dengan menggunakan metode analisis isi kuantitatif terhadap pemberitaan ahmadiyah, bulan februari di Jawa Pos Dan Kompas.

Dasar pemilihan topic berita ahmadiyah mengingat bahwa Indonesia adalah Negara dengan penduduknya mayoritas merupakan warga Negara pemeluk agama Islam. Sebagai Negara mayoritas beragama Islam, maka sangatlah menjadi hal penting disaat muncul aliran agama yang berkedok agama islam namun dirasakan telah menyampaikan ajaran yang menyimpang dari dasar agama itu sendiri dan hingga akhirnya sampai memicu terjadinya bentrokan fisik terhadap pihak pihak yang Pro maupun Kontra terhadap ajararan ini. Jawa Pos mencatat telah terjadi penyerangan terhadap penganut Ahmadiyah sebanyak 7 kali serangan yang 5 diantaranya terjadi pada 2010 dan sisanya Januari dan Februari 2011.

Media massa seharusnya mengambil peran menjadi media informasi dan perekat sosial pada khalayaknya dengan memberikan informasi yang benar, seimbang dan bertanggungjawab. Disisi lain, pers memiliki idealisme sesuai dengan visi misinya sendiri yang tiap saat juga diperhadapkan pada situasi pedangbermata dua, antara fungsi idealisme yang diyakininya dengan tuntutan komersialitas atas pemberitaan, karena bagaimanapun idealisnya sebuah lembaga pers, dia tetaplah sebuah perusahaan berorientasi pada profit sehubungan tanggungjawabnnya atas kesejahteraan pekerjanya. Meski telah terdapat regulasi teori ilmu dan kode etik yang jelas, tepat sasaran, bukan berarti kenyataan yang terjadi dalam media massa di Indonesia sudah sejalan dengan aturan-aturan itu.

Dengan melalui penelitian analisis isi dari Kompas serta Jawa Pos pada pemberitaan Ahmadiyah di Cikesik, diperoleh secara tepat implementasi dilapangan atas obyektivitas pers yang telah mayoritas memenuhi 2 dari 3 kategori yang digunakan dalam mengukur obyektifitas, yakni akurasi dan valididtas, meskipun dalam hal fairness baik Jawa Pos dan Kompas, sama-sama belum mampu menyajikan berita secara berimbang baik dalam data sumber berita dan luas kolom.


(5)

 

1.1 Latar Belakang Masalah

Penyiaran diselenggarakan dengan tujuan selain untuk memperkukuh integrasi nasional, juga untuk membina watak dan jati diri bangsa yang beriman dan bertaqwa serta mencerdaskan kehidupan bangsa. Selain sebagai media informasi, media massa juga berfungsi sebagai pendidikan dan kontrol sosial. Begitu banyak kasus Korupsi yang terjadi di segala lini di Indonesia sekarang ini, media mengambil perannya dalam memberikan pendidikan kepada masyarakat atas konsekuensi serta ganjaran hukuman bagi pelakunya, sehingga memungkinkan tercapainya salah satu arah penyiaran yakni meningkatkan kesadaran ketaatan hukum dan disiplin nasional (Undang-Undang Penyiaran Pasal 5,2002:7).

Bila kembali pada konteks komunikasi, perubahan-perubahan sikap dan perilaku individu ataupun masyakat, secara umum dipengaruhi oleh, ataupun merupakan efek dari adanya penyebaran pesan-pesan melalui proses komunikasi (Newcomb, 1985: 119). Efek media massa ini nantinya akan mengarah pada pengaruhnya dalam terbentuknya karakteristik personal khalayaknya.

Mengutip Agus Sudibyo (2001:259), bahwa pemberitaan di media senantiasa dirumuskan sarat dengan muatan - muatan etika, moral dan


(6)

nilai-2

nilai. Namun bila kembali melihat pada pedoman Ilmu Jurnalistik, syarat-syarat kelayakan berita mengacu pada: fakta (real event, statement dan expert opinion), Obyektif (tidak pernah lepas dari data dan fakta), balance (tidak memihak/cover both side), akurat dan lengkap (unsur 5W+1H).

Maka menjadi pertanyaan besar, lanjut Sudibyo, bila para jurnalis sendiri bukanlah robot yang dapat diprogram untuk senantiasa melaporkan fakta secara apa adanya. Sehingga pada gilirannya, media bukan saja berfungsi sebagai saluran informasi, tetapi juga berperan sebagai kekuatan sosial dalam pembelajaran publik yang ikut menentukan perubahan - perubahan sikap dalam masyarakat.

Secara teoritis, terdapat lima fungsi utama Pers (Jurnal dasar-dasar Ilmu Jurnalistik) sebagai sarana mediasi, bertujuan memberikan informasi yang aktual dan faktual, bertujuan untuk mendidik, menghibur dan terakhir, melaksanakan kontrol sosial antara masyarakat dengan pemerintah.

Di Indonesia, kebebasan pers dan jurnalis dalam hak serta etika profesinya, diatur dan dilindungi oleh Kode Etik Perusahaan Pers (Soehoet, 2002: 42) dan Kode Etik Jurnalistik dimana keduanya diatur lebih dalam melalui UU Republik Indonesia no. 32 thn 2002 tentang Penyiaran. Berdasarkan perkembangan Ilmu Komunikasi, sejalan dengan pandangan bangsa, paradigma positivistik telah jauh lebih dahulu

Menentukan sikap dalam memandang fakta pada media massa sebagai cermin realita yang harus dibangun atas fakta real, media massa bersifat netral, jurnalis dalam melaporkan peliputan tidak mencampurkan


(7)

nilai dan ideologinya, jurnalis menempatkan diri sebagai pelapor berita dengan apa adanya dimana berita yang dilaporkan bersifat adil, cover both side, obyektif dan menghindari penggunaan bahasa ambiguitas.

Berita bencana alam yang beruntung melimpa Negara ini, proses demokrasi yang dilalui masyarakat Mesir, penangkapan – penangkapan kejahatan kerah putih atas korupsi uang masyarakat, pergolakan yang terjadi dalam tubuh PSSI, sampai pada kasus kerusuhan di Cikesik, Banten yang berlatarbelakang agama, serta sejuta pemberitaan lain yang setiap hari menyebar kepenjuru dunia melalui media massa. Masyarakat dunia seakan ikut terlibat dalam tiap peristiwa hanya karena informasi serta pesan yang diserapnya melalui media massa. Belum lagi atas pertimbangan aktualitas berita yang mampu menaikkan oplah, membuat hamper seluruh media massa menempatkan berita- berita tersebut menjadi Headline ataupun tujuk rencana.

Di Indonesia sendiri, kasus pertikaian yang mengarah kepada tindak kekerasan dengan latarbelakang agama, akhir- akhir ini mendominasi wajah media massa Negara ini. Pertikaian Jemaat HKBP di Ciketing yang terlibat sengketa dengan warga setempat dan sejumlah orang yang disinyalir merupakan anggota dari anggota kelompok tertentu sampai pada yang paling terbaru adalah penyerangan kepada warga Ahmadiyah di Cikesik, Banten yang menjatuhkan 3 korban jiwa.


(8)

4

Runtutan penyerangan terhadap penganut Ahmadiyah ini sendiri, bukan yang pertama kali. Jawa Pos setidaknya mencatat telah terjadi penyerangan terhadap penganut Ahmadiyah sebanyak total 7 kali serangan ( Jawa Pos, 8 Februari 2011). 5 diantaranya terjadi pada tahun 2010 dan sisanya pada Januari dan Februari 2011. Selama penyerangan di tahun 2010, tercatat bahwa keseluruhan kejadian terjadi hanya di wilayah Jawa Barat. Baru pada 2011, penyerangan Ahmadiyah ini meluas kewilayah luar pulau Jawa, yakni Makasar pada Januari 2011.

Ke -7 kejadian ini pun tidak lepas dari jatuhnya korban luka bahkan sampai kepada korban jiwa yang membuat pemberitaan inipun berulangkali dijadikan sebagai berita utama karena nilai news value-nya yang dinilai tinggi oleh sejumlah media massa cetak terbesar di Indonesia.

Dalam hal ini, media massa seharusnya mengambil perannnya untuk menjadi media informasi serta perekat sosial kepada khalayak Indonesia yang memilik suku, agama dan RAS yang sangat beragam dengan memberikan informasi yang benar, seimbang dan bertanggungjawab.

Dalam memberitakan sebuah pemberitaan, setidaknya Jawa Pos telah beberapa kali menuai protes ataupun demo seputar tulisa yang diterbitkannya. Pada Mei 2000, Jawa Pos didemo oleh Banser terkait dengan tulisannya tentang isu KKKN Gus Dur. Karena tulisannya ini, Jawa Pos tidak dapat terbit 1 hari karena massa Banser memblokade kantor berita Jawa Pos di Jl. A. Yani no.88 Surabaya. Pada 19 Januari 2011, Jawa Pos juga didemo oleh massa Pro Tol Tengah Kota karena mengganggap Jawa


(9)

Pos terlalu memihak walikota Surabaya, Tri Risma yang menolak Tol Tengah Kota. Senada dengan yang terjadi dengan Jawa Pos, Kompas juga pernah menuai demo seputar tulisannya mengenai suatu ormas islam sehingga pada 24 Juni 2006, kantor Kompas didemo oleh sekelompok ormas Islam.

Disisi lain, pers dan dasarnya memiliki idealisme yang sesuai dengan visi misinya sendiri. Namun setiap saat pers juga diperhadapkan pada situasi pedangbermata dua, antara fungsi idealisme yang diyakininya dengan tuntutan komersialitas atas pemberitaan, karena bagaimanapun idealisnya sebuah lembaga pers, dia tetapalah sebuah perusahaan yang berorientasi pada profit sehubungan tanggungjawabnnya atas kesejahteraan pekerjanya.

Meski telah terdapat regulasi teori ilmu serta kode etik yang jelas dan tepat sasaran, bukan berarti kenyataan yang terjadi dalam media massa di Indonesia sudah sejalan dengan aturan-aturan di atas. Melalui penelitian analisis isi dari 2 media massa terbesar di Indonesia, Kompas sebagai media massa cetak dengan area edar nasional yang terluas di Indonesia dengan oplah mencapai 400.000 serta Jawa Pos sebagai media massa cetak dengan area edar Jawa Tengah, Jawa Timur, Bali namun memiliki oplah terbesar di Indonesia dengan mencapai 450.000 pada pemberitaan insiden Ahmadiyah di Cikesik, Banten dan pemanfaatan Ilmu Komunikasi Media Massa dapat diperoleh secara tepat perbandingan implementasi di lapangan atas obyektivitas pers dari 2 surat kabar yang menjadi subyek penelitian.


(10)

6

1.2 Perumusan Masalah

Pokok permasalah yang akan ditelititi adalah bagaimanakah Obyektivitas berita Ahmadiyah di Halaman depan Jawa Pos dan Kompas periode 7 Februari sampai dengan 28 Februari 2011 ?

1.3 Tujuan Penilitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui Obyektivitas Berita Ahmadiyah di halaman depan, Jawa Pos dan Kompas periode 7 Februari sampai dengan 28 Februari 2011

1.4 Manfaat Penelitian

1) Penelitian ini diharapkan bermanfaat bagi pengembangan Studi Ilmu Komunikasi dan Ilmu Jurnalistik melalui upaya mengkaji. Obyektivitas pers dalam pemberitaan di media massa.Serta sebagai suatu bukti bahwa penelitian tentang analisis isi memiliki peran penting dalam teori dan metodologi tentang analisis isi memiliki peran penting dalam teori dan metodologi sebagai fenomena komunikasi.

2) Penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan kepada para jurnalis, berkaitan dengan peannya dalam mengkonstruksi berita di media massa mengingat pengaruhnya dalam membentuk sikap dan perilaku masyarakat.


(11)

2.1 Komunikasi Massa

Komunikasi massa diartikan sebagai jenis komunikasi yang ditujukan kepada sejumlah khalayak yang tersebar, heterogen, dan anonim melalui media cetak atau elektronik sehingga pesan yang sama dapat diterima secara serentak dan sesaat. Komunikasi massa ini sendiri memiliki ciri – ciri sebagai berikut :

1) Komunikator dalam komunikasi massa melembaga 2) Komunikate dalam komunikasi massa bersifat heterogen 3) Pesannya bersifat umum

4) Komunikasinya bersifat satu arah

5) Komunikasi massa menimbulkan keserampakan 6) Komunikasi massa mengadalkan peralatan teknis 7) Komunikasi massa dikontrol oleh gatekeeper

Menurut Dennis McQuail ada beberapa asumsi pokok arti penting media massa :

1) Media massa merupakan industri yang berubah dan berkembang. 2) Media massa merupakan sumber kekuatan untuk alat kontrol,


(12)

8

didayagunakan sebagai pengganti kekuatan/ sumberdaya lainnya didayagunakan sebagai pengganti kekuatan./ sumberdaya lainnya. 3) Media merupakan lokasi yang semakin berperan untuk

menampilkan peristiwa kehidupan masyarakat, baik yang bertaraf nasional maupun internasional.

4) Media seringkali menjadi wahana pengembangan kebudayaan bukan saja dalam pengertian pengembangan bentuk seni dan simbol, tetapi juga dalam pengertian pengembangan tatacara, mode, gaya hidup, dan norma- norma.

5) Media telah menjadi sumber dominan baik bagi individu maupun bagi masyarakat. Media menyuguhkan nilai – nilai dan penilaian normatif yang dibaurkan dengan berita dan hiburan.

Beberapa fungsi dari komunikasi massa sendiri, dikemukakan oleh menurut Jayblack dan frederick C Whitney ( 1988) adalah to inform, to

entertain, to persuade dan sebagai transmission of the culture. Sedangkan

Harold D. Laswell mengemukakan bahwa komunikasi massa memiliki fungsi yang dijelaskan sebagai berikut :

1) Surveillance of enviroment ( fungsi pengawasan )

2) Correlation of the part of society in responding to the environment

( fungsi kolerasi )

3) Transmission of the social heritage from one generation to the next


(13)

Dalam sejarahnya, penelitian dari efek komunikasi massa telah berawal sejak terjadinya penelitian komunikasi pada tahun 1940-1950-an yang dikenal dengan: The bullet theory, model jarum hipodermis Penelitian Melvin D. flerus dan Elisabeth Noelle- Neumann dimana telah mengasumsikan bahwa media massa memiliki pengaruh yang sangat dahsyat bagi individu. Dari penelitiannya, Mc Quail ( 1975 :47 -48) merangkum efek dari komunikasi massa sebagai berikut :

1) Bila efek komunikasi terjadi seringkali berbentuk peneguhan dari sikap dan pendapat yang ada

2) Efek berbeda - beda bergantung pada prestise atau penilaian terhadap sumber informasi

3) Makin sempurna monopoli komunikasi massa makin besar kemungkinan terjadinya perubahan pendapat kearah yang dikehendaki

4) Sejauhmana persoalan dianggap penting oleh khalayak akan mempengaruhi pengaruh media massa

5) Pemilihan dan penafsiran isi oleh khalayak dipengaruhi pendapat dan kepentingan yang ada oleh norma-norma kelompok

6) Struktur hubungan interpersonal pada khalayak mengatarai arus isi komunikasi, membatasi dan menentukan efek yang terjadi.


(14)

10

2.2 Media Massa

Media massa merupakan ” kependekan “ dari komunikasi massa. Media massa lahir untuk menjembatani komunikasi antar massa, Massa adalah masyarakat luas yang heterogen, tetapi saling bergantung satu sama lain. Ketergantungan antar massa menjadi penyebab lahirnnya media yang mampu menyalurkan hasrat, gagasan dan kepentingan masing- masing agar diketahui dan dipahami oleh yang lain. Penyaluran hasrat, gagasan dan kepentingan tersebut dinamai pesan ( message ). Dengan demikian, pada hakikatnya media massa adalah saling – silang pesan antara massa. Oleh karena itu, kita patut memahami posisi ( kedudukan ) media massa dan saling – silang pesan( Pareno:2005,7). Media massa yang kita kenal saat ini adalah :

1) Media cetak, terdiri dari surat kabar, tabloid, majalah.

2) Media elektronik, terdiri dari radio siaran, televisi siaran (Abdullah :2001,9)

Menurut Pareno ( 2005:7 ) dalam berbagai wacana tentang fungsi media massa, disebutkan empat fungsi media massa yaitu : penyalur informasi, fungsi mendidik, fungsi menghibur, dan fungsi mempengaruhi. Keempat fungsi tersebut melekat dalam media massa secara utuh, dalam arti luas harus dilaksanakan secara bersama-sama, tidak boleh mengutamakan satu atau dua fungsi tapi mengabaikan fungsi –fungsi lainnya.

Media juga mengubah bentuk kontrol sosial. Paul Lazarsfeld dan Robert K. Merton ( Rivers dan Peterson, 2003 : 39) juga melihat media


(15)

dapat menghaluskan paksaan sehingga tampak sebagai bujukan. Mereka mengatakan bahwa kelompok – kelompok kuat kian mengadalkan teknik manipulasi melalui media untuk mencapai apa yang diinginkannya, termasuk agar mereka bisa mengontrol secara lebih halus.

Sebagai suatu sistem, media massa berinteraksi dengan sistem-sistem sosial, politik dan ekonomi. Sistem media massa dengan sistem-sistem tersebut saling mempengaruhi dan saling bergantung. Artinya, sistem media massa tidak dapat berjalan apabila system - sistem lainnya itu juga tidak dapat berjalan sebagaimana mestinya. Demikian juga sebaliknya, sistem sosial ataupun sistem politik atau juga sistem ekonomi tidak berfungsi manakala sistem media massa juga tidak berfungsi.(Pareno:2005,69)

2.2.1 Surat Kabar

Salah satu komunikasi massa dalam bentuk media cetak adalah surat kabar. Dengan sendirinya surat kabar juga mempunyai fungsi – fungsi komunikasi massa. Hal ini dapat diketahui batasan ataupun kriteria standart surat kabar.

Menurut Assegaf ( 1991: 140) surat kabar adalah penerbitan yang berupa lembaran yang berisi berita-berita, karangan-karangan dan iklan yang dicetak dan terbit secara tetap dan periodik dan dijual untum umum. Selain itu surat kabar juga mempunyai beberapa karakteristik. Menurut Pareno (2005 :24) karakteristik surat kabar adalah sebagai berikut :


(16)

12

2) Memiliki ruang yang relatif lebih leluasa

3) Memiliki waktu untuk “dibaca ulang” lebih lama. 4) Umpan balik relatif lebih lamban

5) Kesegaran (immediately) relatif lebih lamban. 6) Dalam hal kenyataan relatif kurang kredibel. 7) Ditentukan oleh jalur distribusi.

Ada beberapa alasan orang membaca surat kabar. Seseorang ingin tahu sesuatu karena berbagai alasan : untuk meraih prestise. Menghilangkan kebosanan, agar merasa lebih dekat dengan lingkungannya, atau untuk menyesuaikan perannnya di masyarakat. Bagi sebagian orang, koran merupakan sumber informasi dan gagasan tentang berbagai masalah publik yang serius. Bagi sebagain yang lain, koran bukan untuk mencari informasi, melainkan untuk mengisi rutinitas. Sebagian pembaca juga menjadikan koran sebagai alat kontak sosial. Ada pula yang menjadikan koran untuk membuang kejenuhan dari kehidupan sehari-hari. (Rivers dan Peterson, 200 :313).

2.2.2 Berita

Berita berasal dari bahasa sansekerta Vrit yang dalam bahasa Inggris disebut Write yang arti sebenarnnya adalah ada atau terjadi. Ada juga yang menyebut dengan Vritta artinya atau yang terlah Terjadi. Menurut kamus besar, berita berarti laporan mengenai kejadian atau pristiwa yang hangat. Berita adalah laporan tercepat mengenai fakta atau ide terbaru yang


(17)

benar, menarik dan atau penting bagi sebagian besar khalayak, melalui media berkala seperti surat kabar, radio, televisi , atau media on-line internet.

News (berita) mengandung kata new yang berarti baru. Secara

singkat sebuah berita adalah sesuatu yang baru yang diketengahkan bagi khalayak pembaca atau pendengar. Dengan kata lain, news adalah apa yang surat kabar atau majalah cetak atau apa yang parra penyiar beberkan. Menurut Dean M. Lyle Spencer Berita adalah suatu kenyataan atau ide yang benar yang dapat menarik perhatian sebagian besar dari pembaca.

Menurut Willard C. Bleyer : Berita adalah sesuatu yang termasa (baru) yang dipilih oleh wartawan untuk dimuat dalam surat kabar. Karena itu berita dapat menarik atau mempunyai makanan bagi pembacara surat kabar, atau karena itu dapat menarik pembaca-pembaca tersebut.

Menurut William S Maulsby : Berita adalah suatu penuturan secara benar dan tidak memihkan dari fakta yang mempunyai arti penting dan baru terjadi, yang dapat menarik perhatian pembaca surat kabar yang membuat berita tersebut. Menurut Eric C. Hepwood : Berita adalah laporan pertama dari kejadian yang penting yang dapat menarik perhatian umum..

Sedangkan Dja’far H Assegaf mengungkapkan bahwa berita adalah laporan tentang fakta atau ide yang termasa (baru), yang dipilih oleh staff redaksi suatu harian untuk disiarkan, yang dapat menarik perhatian pembaca. Entah karena luar biasa, entah karena pentingnnya, atau


(18)

14

akibatnya, entah pula karena mencakup segi-segi human interest seperti humor, emosi dan ketegangan.

Menurut J.B. Wahyudi : Berita adalah laporan tentang peristiwa atau pendapat yang memiliki nilai penting, menarik bagi sebagaian khalayak, masih baru dan dipublikasikan melalui media massa periodic. Definisi berita yang lainnya juga datang dari Amak Syarifuddin : yang menyatakan berita sebagai suatu laporan kejadian yang ditumbulkan sebagai bahan yang menarik perhatian publik media masssa.

Dari sekian definisi atau batasan tentang berita itu, pada prinsipnya ada beberapa unsur penting yang harus diperhatikan dari definisi tersebut, Yakni : Laporan kejadian atau peristiwa ata pendapat yang menarik dan penting disajikan secepat mungkin kepada khalayak luas. Dalam berita juga terdapat jenis-jenis berita yaitu :

1) Straight news : berita langsung , apa adanya, ditulis secara singkat

dan lugas. Sebagian besar halaman depan surat kabar berisi berita jenis ini, jenis berita Straight News dipilih lagi menjadi dua macam :

a) Hard News : yakni berita yang memiliki nilai lebih dari segi aktualitas dan kepentingan atau amat penting segera diketahui pembaca. Berisi informasi peristiwa khusus (special event) yang terjadi secara tiba-tiba.

b) Soft News, nilai beritannya di bawah Hard News dan lebih


(19)

2) Depth News : berita mendalam, dikembangkan dengan pendalama

hal-hal yang ada di bawah suatu permukaan.

3) Investigation News : berita yang dikembangkan berdasarkan

penelitian atau penyeledikan dari berbagai sumber.

4) Interpretative News : berita yang dikembangkan dengan pendapat

atau peneliti penulisnya/reporter

5) Opinion News : berita mengenai pendapat seseorang, biasanya

pendapat para cendikiawan, sarjana, ahli atau pejabat, mengenai suatu hal, peristiwa, kondisi polesosbudhankam, dan sebagainya.

2.2.2.1 Bagian Berita

Secara umum, berita mempunyai bagian – bagian dalam susunannya yaitu :

a. Headline

Biasa disebut judul. Sering juga dilengkapi dengan anak judul. Ia berguna untuk :

1) Menolong pembaca agar segera mengetahui peristiwa yang akan diberitakan.

2) Menonjolkan satu berita dengan dukungan teknik grafik.

b. Dateline

Ada yang terdiri atas nama media massa, tempat kejadian dan tanggal kejadian. Ada pula yang terdiri atas nama media massa, tempat kejadian dan tanggal kejadian. Tujuannya adalah untuk menunjukkan tempat kejadian dan inisial media.


(20)

16

c. Lead

Lazim disebut teras berita. Biasanya ditulis pada paragraph pertama sebuah berita. Ia merupakan unsur yang paling penting dari sebuah berita, yang menentukan apakah isi berita akan dibaca atau tidak. Ia merupakan sari pati sebuah berita, yang melukiskan seluruh berita secara singkat.

d. Body

Atau tubuh berita. Isinya menceritakan peristiwa yang dilaporkan dengan bahasa yang singkat, padat, dan jelas. Dengan demikian body merupakan perkembangan berita. Dalam berita terdapat unsur-unsur 5W 1H yaitu :

1. What – apa yang terjadi di dalam suatu peristiwa?

2. Who - siapa yang terlibat di dalamnya?

3. Where – dimana terjadinya peristiwa itu ?

4. When - kapan terjadinya?

5. Why – mengapa peristiwa itu terjadi?

6. How – bagaimana terjadinya?

7. What next – terus bagaimana ?

2.2.2.2 Nilai Berita

Adalah sesuatu yang dapat menarik perhatian pembaca, apabila mempunyai daya tarik akan mejnimbulkan minat baca pada akhirrnya akan membeli nilai berita

1. Waktu : mengandung pengertian bahwa segala kejadian semakin cepat waktunya akan lebih menarik perhatian


(21)

2. Kedekatan/ proksimitas : merupakan letak tempat/ kejadian dengan pembacam bangun kedekatan keperluan atau kepentingan pembaca

3. Humor : Suatu kejadian yang jenaka yang disenangi & menarik perhatian. 4. Aneh : Segala sesuatu yang tidak lazim dan berbeda dengan kebiasaan 5. Konflik :Kejadian/ hal – hal yang mengandung konflik/ perentangan

6. Dampak/ akibat : ketika terjadi aksi atau tindakan yang berakibat mempengaruhi kepentingan umum dan dapat menarik perhatian masyarakat

7. Nilai Penting : Peristiwa/ Kejadian yang muncul dan berpengaruh dalam kehidupan masyarakat.

8. Human Interest/ Perasaan : Kejadian yang bisa menyeentuh hati nurani/ perasaan.

2.2.2.3 Sifat Berita

Dalam setiap pesannya, pelaporan jurnalisme mesti membawa muatan fakta. Setiap keping informasi mngimplikasikan realitas peristiwa kemasyarakatan. Tiap pesan menjadi netral dari kemungkinana buruk penafsiran subyektif, yang tak berkaitan dengan kepentingan dan kebutuhan masyarakat. Berita bersifat stabil dan bisa diperkirakan. Sifat stable dan predictable, terkait dengan standarisasi pesan. Tiap media memiliki pedoman untuk menyapaikan pemberitaan. Setiap pesan jurnalistik bersifat massal, bahasa berita ialah bahasa komoditas yang


(22)

18

memiliki nilai tukar simbolik dan ekonomi. Nilai tukar simboliknya mengacu kepada unsur-unsur “ component of the story “. Sifat berita adalah sebagai berikut ;

(a) Akurat, keakurasian adalah ketepatan dan kepastian mencatat : pertanyaan, nama, waktu, umur, kutipan, kata definitif, atau ekspresi kalimat dan seterusnya.

(b) Seimbang (balanced), ialah keseinbangan dalam meletakkan perhatian, kelengkapan data, penekanan, perhubungan dengan kehidupan sosial serta perluasan kepentingannya kepada sejumlah khalayak. Agar permbaca dapat mengkontruksi kembali peristiwa-berita secara netral. (c) Obyektif, penghindaran kepada bisa subyektif-personalitas atau pengaruuh

lanyang mengandung opini dan sifat emosional.

(d) Ringkas dan Jelas, ialah mengupayakan sajian pemberitaan secara ringkas, jelas dan sederhana; melalui gaya penulisan yang langsung, pendek, tepat, dan koheen dan menghindari frase klise, diksi sembrono dan kedangkalan.

(e) Aktual, ialah soal “kehangantan” waktu-peristiwa mengikuti dinamika perubahan peristiwa yang terjadi dan harus dilaporkan kepada khalayak.

2.3 Objektivitas Berita

Berita sebagai alat kontrol sosial. Maksud berita sebagai alat kontrol sosial adalah : memberitakan peristiwa yang buruk, keadaan yang tidak pada tempatnnya dan ihwal yang menyalahi aturan, supaya peristiwa buruk tidak terulang lagi dan


(23)

kesadaran berbuat baik serta mentaati peraturan makin tinggi. Makanya berita sebagai alat kontrol sosial bisa disebut berita buruk.

Media massa senantiasa dituntut mempunyai kesesuaian dengan realitas dunia yang benar-benar terjadi, agar gambar realitas yang ada dibenak khalayak – the

world outside and the pictures in our head, tidaklah bisa dikarenakan informasi

media massa tidak kontekstual dengan realitas.

Media massa yang sarat dengan informasi adalah pers. Pers merupakan cermin realitas karena pers pada dasarnya lebih menekankan fungsi sebagai sarana pemberitaan. Isi pers yang utama adalah berita. Fakta dan realitas adalah bagian yang tidak dapat dipisahkan dari konsep obyektivitas. Oleh karena itu, jika terdapat sebuah paradigma yang berkaitan dengan ilmu jurnalistik, pasti ditemukan sebuah paradigma yang mensyaratkan adanya konsep obyektvitas dalam penyajian berita.

Pers senantiasa dituntut mengembangkan pemberitaan yang obyektif, yaitu “reporting format that generally sepates fact from pinion presents an emosionally

detached view of the news, and strives for fairness and ballanced” ( DeFleur,

1994: 635).

Dalam jurnalisme, kebenaran tidaklah bisa diklaim oleh satu pihak, namun harus dikonfirmasikan menurut kebenaran dari pihak lain. Inilah mengapa pemberitaan di surat kabar selalu dituntut untuk mengungkapkan kebenaran secara fairness. Yaitu salah satu syarat obyektivitas yang juga sering disebut sebagai pemberitaan cover both side, dimana pers menyajikan semua pihak yang terlibat


(24)

20

dengan berimbang sehingga pers mempermudah pembaca menemukan kebenaran ( Siebert, 1986:100). Selain fainess, pers juga dituntut melakukan pemberitaan yang akurat, tidak bohong, menyatakan fakta bila itu memang fakta, dan pendapat bila itu memang pendapat ( Siebert, 1986: 100). Jurgen Westerstahl menjabarkan konsep obyektivitas pada bagan berikut :

Bagan 1. Konsep Obyektivitas Westerstahl ( Westerstahl, 1983: 405)

Westerstahl mengajukan komponen utama obyektifitas berita dalam observasinya “ Maintaining objectivity in the dissemination of news can, it seems

to me, most easily be defined as “adherence to certain norms or

standards”(Westerståhl, 1983:403).

Berita yang akurat dikaitkan dengan berita yang memiliki kesesuaian antar judul berita dengan isi dari berita tersebut. Selain berita yang dituntut tidak mencantumkan atau mencampurkan fakta dan opini, akurasi berita juga berkaitan dengtan adanya kejelasan adanya pencantuman waktu peristiwa dalam berita dan juga ada tidaknya data pendukung dalam penyajian sebuah berita. Semakin akurat


(25)

berita dengan adanya data pendukung, maka semakin obyektif juga berita tersebut.

Berita yang obyektif pula harus memiliki nilai validitas yang memiliki atribusi sumber berita yang jelas serta kompetensi sumber berita yang valid, sumber berita yang valid adalah merupakan sumber dari pelaku langsung atau merupakan hasil fakta yang dirangkum wartawan di lapangan.

Kefaktualan berita dikaitkan dengan bentuk penyajian laporan tentang peristiwa atau pernyataan yang dapat dicek kebenarannya pada sumber dan disajikan tanpa komentar. Impartialitas dihubungkan dengan sikap netral wartawan/reporter, suatu sikap yang menjauhkan setiap penilaian pribadi dan subyektif demi pencapaian sasaran yang diinginkan. Hanya saja, ada jurnalis yang menempatkan obyektivitas sebagai simbol keyakinan didalam pekerjaannya, dan ada pula jurnalis yang mengoperasionalisasikan obyektivitas dalam rutinitas tugas serta tanggungjawabnya sehari-hari ( charllote, 2006: 3).

Obyektivitas, betapapun sulitnya harus diupayakan oleh insan pers. Obyektivitas berkaitan erat dengan kemandirian pers sebagai institusi sosial, hal ini penting mengingat signifikasi efek media terhadap khalayak.


(26)

21                            

Gambar

 

1.

 

Kerangka

 

Berpikir

 

Penelitian

 

Analisis

 

Isi

 

Obyektifitas

 

Berita

 

Ahmadiyah

 

di

 

Halaman

 

1

 

Jawa

 

Pos

 

dan

 

Kompas,

 

Periode

 

7

 

Februari

 

2011

28

 

Februari

 

2011

Berita

Ahmadiyah di Halaman 1

 Jawa Pos dan  Kompas Periodde 

7 Februari 2011

Katergorisassi Obyektivitas :  1. Akurasi Pemberitaan  2. Kesesuaian Judul Berita  Dengan isi Berita  3. Pencantuman Waktu  Terjadinya Suatu Peristiwwa  4. Penggunaan Data  Pendukunggm Kelengkapan  Informasi Atas Kejadian yang  Ditampilkan  5. Faktualitas Berita  6. Fairness/Ketidakberpihakan  Pemberitaan :  7. Dilihat Dari Sumber Berita  yang Digunakan  8. Dilihat Dari Ukuran Fisik Luas  Kolom yang Digunakan  9. Validitas Keabsahan  10.Atribusi  11.Kompetensi Sumber Berita  A n a l  i  s  i  s    I  s    K E S I M P U L A N


(27)

3.1. Definisi Operasional

Penelitian ini menggunakan metodologi riset kuantitatif yang mengharuskan peneliti bersikap obyektif dan memisahkan diri dari data, karena riset ini menggambarkan suatu masalah yang hasilnya dapat digeneralisasikan.

Berdasarkan metodologi diatas, penelitian ini menggunakan metode analisis isi yang digunakan untuk menganalisis isi pesan yang tampak, dengan cara sistematik dan obyektif. Dalam penelitian ini digunakan jenis penelitian deskriptif yang bertujuan membuat deskripsi secara sistimatik, faktual, akurat tentang fakta serta sifat yang dimiliki suatu populasi yang diteliti.

3.1.1. Berita Ahmadiyah

Subyek pada penelitian ini adalah 2 surat kabar terbesar di Indonesia. Jawa Pos, dengan kantor penerbitan yang bertempat di kota Surabaya, Jawa Timur. Harian Jawa Pos hingga kini memiliki tiras tidak kurang dari 450.000 eksemplar. Dengan pertimbangan teras sebesar itu, menunjukkan bahwasannya Jawa Pos meskipun memiliki area edar yang tidak nasional ( hanya Jawa Timur, Jawa Tengah, Bali, NTT, NTB dan beberapa kota di Indonesia Timur) namun memiliki jumlah pembaca yang terbesar ( Riset Nielsen Q1 2011), meluas di masyarakat khususnya di Jawa Timur dan


(28)

23

mampu memunculkan opini publik yang cukup signifikan. Kompas, dengan kantor pusat penerbitan yang bertempat di kota Jakarta. Harian Kompas hingga kini memiliki tiras mencapai 400.000 eksemplar. Dengan pertimbangan teras sebesar ini, serta area edar yang terluas di Indonesia, secara nasional, Kompas sangat mampu memunculkan opini publik yang luas di masyarakat.

Sedangkan Obyek penelitian ini adalah seluruh berita mengenai Ahmadiyah yang terdapat di Halaman 1 di Harian Kompas dan Jawa Pos selama dalam kurun waktu 7 Februari-28 Februari 2011. Batasan ini berdasarkan pertimbangan aktualitas dari fenomena yang termassa bagi masyarakat Indonesia, yakni insiden yang terjadi terhadap jemaat Ahmadiyah yang diangkat ke Halaman 1 oleh 2 suratkabar terbesar di Indonesia.

Mengingat persoalan ini bersifat sensitif karena bertemakan perbedaan dalam hal keyakinan dan pandangan terhadap agama, belum lagi akibat dari penyerangan yang terjadi pada penganut Ahmadiyah yang terjadi dalam kurun waktu diatas, telah menelan setidaknya 3 korban jiwa bagi penganut Ahmadiyah Cikeusik, Pandeglang, Banten sehingga membuat pemberitaan terhadap penyerangan jemaat Ahmadiyah ini memiliki arti penting bagi masyarakat Indonesia yang mayoritas beragama Islam, mampu memiliki daya tarik pembaca yang besar, memiliki nilai proksimitas yang tinggi dan sesuai dengan khalayak harian Jawa Pos dan Kompas.

3.2. Unit Analisis

Unit analisis dalam penelitian ini menggunakan unit referen, yaitu rangkaian kata, kalimat atau paragraf yang menunjukkan sesuatu yang mempunyai arti sesuai dengan


(29)

kategori yang digunakan. Unit Referen ini digunakan untuk menganalisis akurasi fakta ataupun opini, penggunaan data pendukung, faktualitas berita, ketidakberpihakan pemberitaan serta validitas keabsahan pemberitaan.dengan menganalisis itu semua, maka baru dapat diketahui obyektivitas berita yang diteliti.

3.3. Kategorisasi Obyektivitas Pers

Dari berita Ahmadiyah di halaman 1 Harian Kompas dan Jawa Pos yang dianalisa, kemudian penulis mengklasifikasikannya berdasarkan kategori yang telah dibuat dan disesuaikan agar diperoleh hasil akurat, karena validitas metode dan hasil-hasilnya sangat bergantung dari kategori-kategorinya. Dengan demikian penelitian menggunakan kategorisasi yang digunakan oleh Rachmah Ida, PhD untuk menganalisis obyektivitas berita politik dengan skala nasional dari sebuah surat kabar harian nasional dengan tiras minimal 100.000 eksemplar.

a. Kategori akurasi pemberitaan, yaitu menyangkut kejujuran dalam pemberitaan yang meliputi:

1) Kesesuaian judul berita dengan isi berita. Ini menyangkut aspek relevansi, yakni apakah kalimat judul merupakan bagian dari kalimat yang sama pada isi berita. Selain itu dalam judul atau isi berita itu, apakah terdapat penggunaan kata atau kalimat denotatif serta penggunaan tanda baca yang mengesankan makna ganda. Ketepatan mengacu pada judul utama headline, bukan sub judul. Dengan demikian, konsep ini dibagi dalam dua kategorisasi:


(30)

25

a)Sesuai, yaitu apabila judul merupakan bagian dari kalimat yang sama

pada isi berita atau kutipan yang jelas-jelas ada dalam isi berita.

b)Tidak sesuai, yaitu apabila judul bukan merupakan bagian dari kalimat

yang sama pada isis berita, atau bukan merupakan kutipan yang jelas-jelas ada.

2) Pencantuman waktu terjadinya suatu peristiwa. Konsep ini untuk melihat akurasi fakta atau opini, yaitu apakah mencantumkan tanggal atau adanya kata0kata yang menunjukkan waktu terjadinya peristiwa atau wawancara. Terdapat dua kategori dalam dua konsep ini, yaitu:

a)Dicantumkan waktu, yaitu apabila dalam tulisan mencantumkan tanggal, pencantuman kata-kata atau pernyataan tentang waktu atau keduanya, yaitu mencantumkan tanggal dan kata-kata.

b)Tidak dicantumkan waktu, yaitu jika dalam tulisan itu tidak mencantumkan baik tanggal ataupun kata-kata yang menunjukkan waktu.

3) Penggunaan data pendukung atau kelengkapan informasi atas kejadian yang ditampilkan. Kelengkapan data pendukung antara lain menggunakan: tabel, statistik, foto, ilustrasi gambar dan lain-lain. Konsep ini dibagi dua, yaitu:

a)Ada data pendukung, yaitu apabila tulisan itu dilengkapi dengan salah satu data pendukung, seperti foto peristiwa, tabel, statistik


(31)

(angka-angka) dan data referensi (buku, UU, Peraturan Pemerintah dan lain-lain).

b)Tidak ada data pendukung, yaitu apabila tulisan itu sama sekali tidak dilengkapi dengan data pendukung, seperti foto peristiwa, tabel, statistik (angka-angka) dan dat referensi (buku, UU, Peraturan Pemerintah dan lain-lain).

4) Faktualitas berita, yaitu menyangkut ada tidaknya pencampuran fakta dengan opini wartawan yang menulis berita. Konsep ini dibagi atas dua kategori, yaitu:

a) Ada pencampuran fakta dan opini, yaitu apabila dalam artikel berita itu terdapat kata-kata opinionative, seperti: tampaknya, diperkirakan, seakan-akan, terkesan, kesannya, seolah, agaknya, diperkirakan, diramalkan, kontroversi, mengejutkan, manuver, sayangnya, dan kata-kata opinionative lainnya.

b)Tidak mencampur fakta dan opini, yaitu apabila dalam artikel berita itu tidak terdapat kata-kata opinionative, seperti: tampaknya, diperkirakan, seakan-akan, terkesan, kesannya, seolah, agaknya, diperkirakan, diramalkan, kontroversi, mengejutkan, manuver, sayangnya, dan kata-kata opinionative lainnya.

b. Fairness atau ketidakberpihakan pemberitaan, yaitu yang menyangkut keseimbangan penulisan berita yang meliputi:


(32)

27

1) Ketidakberpihakan, dilihat dari sumber berita yang digunakan, yaitu:

a)Seimbang, yaitu apabila masing-masing pihak yang diberitakan diberi porsi yang sama sebagai sumber berita, dilihat dari jumlah sumber beritanya.

b)Tidak seimbang, yaitu jika masing-masing pihak yang diberitakan tidak diberi porsi yang sama sebagai sumber berita, dilihat dari jumlah sumber beritanya.

2) Ketidakberpihakan dilihat dari ukuran fisik luas kolom (centimeters kolom) yangdipakai, yaitu:

a)Seimbang, yaitu jika luas kolom yang dipakai antara pihak-pihak yang terlibat dalam pemberitaan memiliki jumlah kesamaan.

b)Tidak seimbang, yaitu jika luas kolom yang dipakai antara pihak-pihak yang terlibat dalam pemberitaan tidak memiliki jumlah kesamaan.

c. Untuk mengetahui bagaimana validitas keabsahan pemberitaan, diukur dari:

1) Atribusi, yaitu pencantuman sumber berita secara jelas (baik identitas maupun dalam upaya konfirmasi atau chek dan re chek). Konsep ini dibagi menjadi:

a)Sumber berita jelas, apabila dalam berita itu sumber berita yang dipakai dicantumkan identitasnya seperti nama, pekerjaan, atau sesuatu yang memungkinkan untuk dilakukan konfirmasi.


(33)

b)Sumber berita tidak jelas, apabila dalam berita itu tidak dicantumkan identitas sumber berita seperti nama, pekerjaan, atau sesuatu yang memungkinkan untuk dilakukan konfirmasi.

2) Kompetensi pihak yang dijadikan sumber berita yang mendapatkan informasi yang digunakan untuk mengetahui validitas suatu kronologi peristiwa (berita yang menyangkut peristiwa dengan kronologi kejadiannya), apakah berasal dari apa yang dilihat, atau hanya sekedar kedekattannya dengan media yang bersangkuttan atau karena jabatannya. Kategori ini dibagi dalam:

a)Wartawan, apabila peristiwa yang diberitakan merupakan hasil pengamatan wartawan secara langsung, yaitu mengungkap informasi sesuai dengan apa yang dilihat, didengar dan diketahui oleh wartawan itu sendiri.

b)Pelaku langsung, apabila peristiwa yang diberitakan merupakan hasil wartawan dengan sumber berita yang mengalami peristiwa tersebut (pelaku langsung interaksi sosial). Misalnya: saksi mata, saksi korban, atau orang yang memang langsung terlibat dengan peristiwa itu sendiri atau memang ada dilokasi ketika peristiwa itu terjadi.

c)Bukan pelaku langsung, apabila peristiwa yang diberitakan merupakan hasil wawancara dengan sumber berita yang tidak mengalami langsung peristiwa tersebut. Hanya karena jabatan atau memiliki akses informasi lalu menjadi sumber berita. Misalnya petugas humas, juru bicara,


(34)

29

kapuspen, atau juga pejabat yang berwenang tetapi tidak berada dilokasi ketika peristiwa itu terjadi.

3.4. Populasi, Sample dan Teknik Penarikan Sample

3.4.1. Populasi

Penentuan jumlah populasi dalam suatu penelitian merupakan upaya bagi peneliti untuk membatasi ruang lingkup analisisnya. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh berita Ahmadiyah yang ada di halaman 1, harian Kompas dan Harian Jawa Pos periode 7 Februari sampai 28 Februari 2011. Selama kurun waktu tersebut, diperoleh jumlah 13 item berita Ahmadiyah. Dimana ada 9 item berita Ahmadiyah di halaman 1 Jawa Pos dan terdapat 4 item berita Ahmadiyah di halaman 1 Kompas.

3.4.2. Sample dan Teknik Penarikan Sample

Dalam penarikan sample, tidak ada ketentuan pasti mengenai jumlah besar-kacilnya. Hanya saja, yang diutamakan dalam pengambilan sample haruslah representatif atau mampu mewakili secara keseluruhan. Henry Subiakto, menyatakan, dalam makalah content analysis jika jumlah populasi penelitian cukup besar, maka untuk mempermudah penelitian, dapat mengambil sample dengan jumlah 50%, 25%, atau minimal 10% dari keseluruhan populasi ( Suyanto, 1995: 173).


(35)

Dalam kurun periode 7 Februari sampai 28 Februari 2011, didapatkan populasi sebanyak 13 item berita Ahmadiyah. Dalam penelitian ini, diambil sample, dengan total sampling sebesar keseluruhan dari populasi yang berjumlah 13 item berita Ahmadiyah yang kemudian secara sistematis dan berurutan diberi kode untuk diteruskan kedalam penelitian.

3.5. Teknik Pengumpulan Data

Data yang diperlukan dalam penelitian ini merupakan data primer, yaitu data yang diambil secara langsung dari harian Jawa Pos dan harian Kompas yang berupa unit berita Ahmadiyah yang terdapat di halaman 1, dalam periode 7 Februari sampai 28 Februari 2011 yang terlebih dahulu telah didokumentasikan. Prosedur yang digunakan dalam penelitian ini adalah: Pertama, dengan melakukan pencatatan terhadap setiap unit referen berita Ahmadiyah dari halaman 1, Jawa Pos dan Kompas.

Kedua, setiap data dikumpulkan dengan menggunakan lembar koding untuk memasukkan data-data berdasarkan kategori-kategori yang telah ditentukan sebelumnya. Dengan metode analisis data yang selanjutnya akan dilakukan proses penghitungan dan analisis, diinterpertasikan guna memperoleh jawaban dari permasalahan yang telah dirumuskan, serta untuk mengetahui tujuan penelitian.


(36)

31

3.6. Teknik Analisis Data

Untuk menganalisis data, terlebih dahulu data yang terkumpul akan diuraikan dengan menggunakan lembar koding. Selanjutnya teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis isi. Data dianalisis dengan menggunakan tabulasi silang dalam tabel frekuensi. Dari tabulasi tersebut, akan dilakukan analisis dan perhitungan prosentase atas akurasi, fairness dan validitas berita yang diungkapkan dalam berita Ahmadiyah di halaman 1, harian Jawa Pos dan harian Kompas.


(37)

4.1 Surat Kabar Harian Jawa Pos

Dalam sejarahnya, Jawa pos sebagai salah satu harian tertua di Indonesia, mulanya bernama Java Post, Pendiri sekaligus pemilik pertama Jawa Pos adalah The Chung Sen ( Soeseno Tejo), sebagai surat kabar harian yang terbit pagi hari dengan berita-berita umum sebagai cirri utama. Harian ini awal mulanya dikenal sebagai harian Melayu-TiongHoa Java Post.

Dalam perkembangannya, The Chung Sen pada tahun 1950an memiliki 3 surat kabar. Satu berbahasa Tionghoa dan Belanda. Yang terakhir ini kemudian berubah menjadi Indonesian Daily News yang berbahasa inggris. Koran yang berbahasa Tionghoa kemudian berhenti terbit dan akhirnya tinggallah Jawa Pos sekarang.

Pada 1 April 1982, penggelolaan Jawa Pos diserahkan pada Dahlan Iskan yang saat itu menjabat sebagai mingguan Tempo di Surabaya. Sejak itu perkembangan Jawa Pos dengan SIUPP no.069/SK/Mempen/SIUPP/A.7/1986 berkembang hingga kini menjadi oplah 450.000 eksemplar.

Dalam pemuatan berita, terdapat penyeleksian dengan melihat situasi, toleransi, pandangan, jangkuan dan kondisi. Jadi tidak terdapat berdasarkan tema politik berapa, tema olahraga berapa dan seterusnya. Pemuatan berita tergantung dari bobotnya. Jawa pos dalam hal pemberitaan politik memiliki prinsip bahwa yang diberitakan adalah benar, namun tak semua kebenaran harus diberitakan.


(38)

33   

Dari jumlah oplah yag beredar saat ini, yakni 450.000 eksemplar, peredarannya di Surabaya sebesar 77,29% yang meliputi Surabaya dan sekitarnnya 32,71% lainnya, beredar di kota-kota hampir seluruh Indonesia. DI Jawa Tengah dan Jakarta sebesar 10,89 %/

Dari segi usia, pembaca Jawa Pos terbanyak adalah berusia antara 20-29 tahun, sebanyak 42%. Selanjutnya adalah pembaca berusia 30 tahun ke atas sebesar 43%, sedangkan kurang dari 19 tahun adalah 15%.

Dengan daerah penyebaran/ sirkulasi surat kabar yang mencakup jumlah pembaca sebanyak ini, ditambah dengan latar belakang dari pembaca yang dimiliki oleh harian Jawa Pos di atas tadi mendasari atas digunakannya Surat Kabar Jawa Pos sebagai subyek penelitian dalam analisis isi obyektivitas pemberitaan berita Ahmadiyah 7 Februari – 28 Februari 2011.

4.2. Surat Kabar Harian Kompas

Ide awal penerbitan harian ini datang dari Jenderal Ahmad Yani, yang mengutarakan keinginannya kepada Frans Seda untuk menerbitkan surat kabar yang berimbang, kredibel, dan independen. Frans kemudian mengemukakan keinginan itu kepada dua teman baiknya, P.K. Ojong (1920-1980) dan Jakob Oetama. Ojong langsung menyetujui ide itu dan menjadikan Jakob Oetama sebagai editor in-chief pertamanya.

Awalnya harian ini diterbitkan dengan nama Bentara Rakyat. Atas usul Presiden Sukarno, namanya diubah menjadi Kompas, sebagai media pencari fakta dari segala penjuru.


(39)

tiras 4.800 eksemplar. Sejak tahun 1969, Kompas merajai penjualan surat kabar secara nasional. Pada tahun 2004, tiras hariannya mencapai 530.000 eksemplar, khusus untuk edisi Minggunyamalah mencapai 610.000 eksemplar. Pembaca koran ini mencapai 2,25 juta orang di seluruh Indonesia.

Seperti kebanyakan surat kabar yang lain, harian Kompas dibagi menjadi tiga halaman bagian, yaitu bagian depan yang memuat berita nasional dan internasional, bagian berita bisnis dan keuangan, serta bagian berita olahraga.

Pada tahun 21 Januari 1978, menyusul pemberitaan pencalonan Soeharto sebagai presiden untuk ketiga kalinya dan demo menentang korupsi yang marak, tujuh harian (Kompas, Sinar Harapan, Merdeka, Pelita, The Indonesian Times, Sinar Pagi, dan Pos Sore) dilarang terbit atas perintah Sudomo

Kompas e-paper atau koran digital Kompas adalah versi elektronik dari koran Kompas yang diluncurkan Kelompok Kompas Gramedia pada tanggal 1 Juli 2009. Inovasi ini sebenarnya telah ada dari tahun 2008 akan tetapi setelah melalui beberapa perbaikan barulah Kompas epaper ini dapat benar-benar diakses. Kompas epaper ini tidak sama dengan Kompas.com. Apabila pada Kompas.com, informasi-informasi yang diberikan berbeda dengan Kompas cetak maka Kompas epaper memiliki berita yang sama dengan Kompas cetak akan tetapi epaper berbentuk digital. Sampai saat ini Kompas e-paper tidak memungut biaya, namun membutuhkan plugin tambahan, yaitu Microsoft Silverlight yang wajib dipasang terlebih dahulu. Per 1 Mei 2011, untuk mengakses digital.kompas.com harus melakukan pembayaran terlebih dahulu, Kompas digital termasuk Kompas Cetak dan E-paper.


(40)

35   

Kompas cetak adalah koran digital Kompas versi elektronik. Kompas cetak tidak membutuhkan plugin tambahan. Berita yang ada disini sama persis dengan yang ada pada versi cetak (non-elektronik) namun kadang ada berita yang tidak ditambahkan di sini. Iklan yang ada pada versi cetak (non-elektronik) pun ditiadakan disini. Mulai tanggal 1 Juli 2010 Harian Kompas edisi cetak di Kompas.com seluruhnya berganti menjadi edisi ePaper Harian Kompas. Pada Agustus 2010, Kompas Cetak kembali lagi dengan desain baru.

4.3. Penyajian Data dan Analisis Data

Berikut adalah data yang diperoleh penulis dari sample berita Ahmadiyah di halaman depan harian Jawa Pos dan Kompas periode 7 Februari – 28 Februari 2011 yang diukur dengan menggunakan kategorisasi Obyektivitas Pemberitaan berikut:


(41)

(42)

37   

4.3.1 Obyektivitas Pemberitaan

Obyektivitas dalam penyajian berita merupakan salah satu nilai yang harus dipenuhi oleh jurnalis dalam rangka pemenuhan informasi serta penyampaian informasi yang benar kepada khalayak ataupun masyarakat. Teori ini didasari atas pandangan bahwa sebuah kebenaran di media massa tidaklah bisa diklaim oleh satu pihak saja, namun harus dikonfirmasikan menurut kebenaran dari pihak lain.

Inilah mengapa pemberitaan di surat kabar selalu dituntut untuk mengungkapkan kebenaran secara fairness. Obyektivitas yang juga sering disebut sebagai pemberitaan cover both side, dimana pers menyajikan semua pihak yang terlibat sehingga pers mempermudah pembaca menemukan kebenaran. Selain fairness, pers juga dituntut melakukan pemberitaan yang akurat, tidak bohong, menyatakan fakta bila itu memang fakta, dan pendapat bila itu memang pendapat.

Hanya belakangan ini, muncul suatu wacana yang memandang obyektivitas sebagai teori yang dikuduskan oleh para praktisi jurnalis dan dikristalkan sehingga aplikasi dalam profesinya sudah sangat jarang ditemui lagi di media massa. Sesuatu yang ditulis oleh wartawan dan terbitkan oleh media yang memiliki prestige akan lebih dipercaya oleh khalayak sebagai fakta sehingga memiliki kekuatan untuk menimbulkan opini public di masyarakat.

Keyakinan untuk menyajikan brita yang obyektiv disampaikan juga oleh Denis McQuail seorang pakar komunikasi yang mengembangkan konsep obyektivitas ini dari pola obyektivitas pemberitaan milik Jurgen Wersthelsthal dengan membagi dimensi obyektivitas ke dalam Impartial dan factual. Wien Charllote, seorang dosen komunikasi dari Denmark juga memiliki ketertarikan yang sama terhadap teori obyektivitas ini.


(43)

sebagai kepercayaan yang ada namun kurang berperan dalam tindakan praktis sebagai jurnalis dalam menulis berita. Tidak hanya pakar komunikasi dari luar saja yang memiliki ketertarikan terhadap obyektivitas pemberitaan, Ashadi Siregar, Henry Subiakto dan Rachma Ida adalah beberapa diantara ahli komunikasi di Indonesia yang mengangkat teori obyektivitas pemberitaan sebagai alat ukur untuk memahamai media surat kabar harian nasional yang ada di Indonesia.

Henry Subiakto melakukan analisis isi kuantitaf terhadap 8 surat kabar nasional bertiras 100.000 eksemplar dengan mengukurnya ke dalam dimensi obyektivitas pemberitaan yakni aktualitas, fairness dan validitas pemberitaan. Hasil temuan data menyimpulkan surat kabar Suara Pembaharuan, Kompas, Suara Merdeka, Media Indonesia adalah media massa di Indonesia yang cenderung obyektif dibandingkan media massa yang lain dalam hal keakurasian pemberitaan, validitas nara sumbernya dan ketidakberpihakan pada pihak manapun.

Walaupun tidak ada salah satu media yang benar-benar telah menerapkan prinsip-prinsip jurnalisme obyektif, tapi paling tidak media tersebut dianggap mampu untuk memisahkan fakta daripada opini dan dinilai cenderung untuk tidak melakukan provokasi massa, dan sebagainya. Sementara itu surat kabar Republika, Jawa Pos, Pikiran Rakyat, dan Surya masih mengalami persoalan dengan obyektivitas. Artinya keempat surat kabar ini terlihat sekali berpihak pada pihak-pihak tertentu dan berkecenderungan menggunakan opini wartawan daripada fakta-fakta akan realitas yang se-nyatanya (library of Airlangga university, 2001)


(44)

39   

obyektiv dalam menyajikan kategorisasi yang dibuat dan digunakan Rachma Ida. Dosen Komunikasi ini menggunakan prinsip obyektivitas dalam meneliti berita politik di harian surat kabar nasional yang bertiras 100.000 eksemplar.

Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan harian Jawa Pos serta harian Kompas sebagai subyek penelitian dengan berita Ahmadiyah yang terdapat di halaman depan masing-masing surat kabar dalam periode 7 Februari – 28 Februari 2011.

JAI atau yang banyak diketahui umum sebagai Jemaat Ahmadiyah Indonesia sebelumnya masuk dan berkembang di Indonesia dengan mudah. Dengan menjadi bagian dari agama Islam yang merupakan agama mayoritas di Negara Indonesia, JAI bisa dikatakan dengan mudah menyebarkan pemahaman kepercayaan baru ini.

Dalam JAI, juga terdapat syahadat, namun bedanya, dalam syahadat dikepercayaan JAI, nama Nabi Muhhamad digantikan dengan nama Mirza Ghulam Ahmad yang diakui sebagai Imam Mahdi yang turun setelah Nabi Muhhamad SAW. Kitab suci bagi Jemaah Ahmadiyah pun berbeda, mereka menggunakan Tazkirah yang merupakan sekumpulan catatan yang ditulis oleh Mirza Ghulam Ahmad dan dikompilasikan setelah Mirza meninggal dunia.

Karena alasan diataslah disaat berita mengenai penyebaran keyakinan ahmadiyah ini sampai ke telinga pengurus Majelis Ulama Indonesia akhirnya menuai desakan akan dibubarkannnya Ahmadiyah yang telah dinilai menistakan ajaran agama Islam sebenarnya.

Meski telah menuai protes dari berbagai pihak, ajaran ini tetap berkembang di Indonesia sampai menimbulkan kelompok-kelompok massa yang anti Ahmadiyah. Dan darisini berawal serangkaian kejadian-kejadian usaha untuk membubarkan JAI yang disayangkan harus berakhir seruntutan kejadian dengan tindak kekerasan secara fisik


(45)

kali serangan ( Jawa Pos, 8 Februari 2011). 5 diantaranya terjadi pada tahun 2010 dan sisanya pada Januari dan Februari 2011. Selama penyerangan di tahun 2010, tercatat bahwa keseluruhan kejadian terjadi hanya di wilayah Jawa Barat. Baru pada 2011, penyerangan Ahmadiyah ini meluas kewilayah luar pulau Jawa, yakni Makasar pada Januari 2011.

Ke -7 kejadian ini pun tidak lepas dari jatuhnya korban luka bahkan sampai kepada korban jiwa yang membuat pemberitaan inipun berulangkali dijadikan sebagai berita utama karena nilai news value-nya yang dinilai tinggi oleh sejumlah media massa cetak terbesar di Indonesia. Karena meskipun benar JAI telah melakukan penistaan terhadap agaman Islam namun apapun alasannya, tindak kekerasan yang berujung pada hilangnya nyawa seseorang tidak akan pernah dapat dibenarkan.

Media massa memiliki kewajibannya sebagai penyedia informasi bagi masyarakat luas, namun begitu, informasi yang disampaikannya tetaplah harus berimbang, sehingga tujuan media massa sebagai alat perekat social, juga dapat tercapai. Pemberitaan yang tidak berimbang, bukan tidak mungkin akan menjadi pemicu semakin luasnya konflik yang terjadi mengingat karakter masyarakat yang sangat luas yang mengkonsumsi media dengan terciptanya opini public sebagai akibat terpaan media massa.

Melalui latarbelakang diatas, penilis merasa perlu diadakannya sebuah penelitian yang dapat menggambarkan isi yang Nampak dari pemberitaan-pemberitaan yang ada di media massa. Terlebih lagi, berita konflik dengan latarbelakang agama selalu mengundang perhatian masyarakat luas.


(46)

41   

Dengan menggunakan metode analisis isi kuantitatif terhadap pemberitaan seputar Ahmadiyah, mengingat nilainya yang sangat signifikan, penelitian dilaksanakan dengan menganalisis dimensi-dimensi yang ada pada obyektivitas pemberitaa yakni akurasi pemberitaan, fairness atau ketidakberpihakan dalam menyajikan sumber berita dalam sebuah pemberitaan dan validitas pemberitaan pada berita Ahmadiyah yang berada di halaman depan Jawa Pos dan Kompas.

Melalui dimensi akurasi didapatkan subdimensi ksesuaian judul berita dengan isi berita. Dikatakan bahwa sebuah judul berita sesuai dengan isi beritanya bilamana dalam isi beritanya ditemukan kata-kata yang sama seperti judul ataupun kata-kata yang menerangkan dari judul berita .

Ada tidaknya pencantuman waktu terjadinya suatu peristiwa yang diberitakan yang dapat berupa angka ataupun kata-kata yang menunjuk pada tanggal peristiwa. Penggunaan data pendukung yang dapat berbentuk daftar table, diagram yang menyajikan data dalam isi berita, foto pendukung berita, ilustrasi gambar serta data-data lain dari sumber yang terkait dengan peristiwa yang diberitakan. Yang terakhir adalah ada atau tidaknya kata yang menunjukkan pencampuran fakta dan opini. Kata-kata ini bisa berupa kata apapun yang menunjukkan peran serta penulis untuk memasukkan opini nya kedalam sebuah tulisan berita yang seharusnya sepenuhnya menjadi obyektiv.

Melalui dimensi fairness atau ketidakberpihakan didapatkan sub dimensi sisi ketidakberpihakan yang dilihat dari sumber berita yang digunakan yang harus meliputi keduabelah pihak yang diberitakan. Bilamana ada pihak korban yang menjadi sumber berita, berita yang berimbang harus juga terdapat pihak pelaku atau tersangka yang menjadi sumber berita, atau sumber berita masing-masing kepada pihak yang pro maupun kontra terhadap suatu keadaan. Tidak hanya berhenti terhadap sumber berita, namun juga


(47)

fairness.

Yang terakhir, melalui dimensi validitas didapatkan sub dimensi atribusi sumber berita yang merupakan data dan identitas maupun jabatan dari sumber berita yang digunakan sebagai sumber pemberitaan dan sub dimensi tingkat kompetensi sumber berita yang digunakan, apakah itu berasal dari data yang dirangkum sendiri oleh wartawan, atau data yang didapatkan dari pelaku langsung di lapangan maupun bukan pelaku langsung.

4.3.1.1. Jawa Pos

Dalam surat kabar Jawa Pos, dalam periode 7 Februari-28 Februari 2011 di halaman depan, terdapat 7 berita tentang Ahmadiyah yang merupakan pemberitaan seputar kejadian Ahmadiyah di Cikeusik Banten. Ke tujuh berita ini yang selanjutnya akan dianalisis menggunakan kategorisasi Objektifitas Berita milik Rachma Ida dengan masing-masing kategori serta sub kategorinya sebagai berikut:


(48)

43   

4.3.1.1.1 “Ahmadiyah Diserang, Tiga Tewas” Senin, 7 Februari 2011

Obyektifitas Berita “Ahmadiyah Diserang, Tiga Tewas” Senin, 7 Februari 2011 Kesesuaian Judul Berita Dengan Isi Berita

Sesuai V Tidak Sesuai

Pencantuman Waktu Terjadinya Peristiwa

Dicantumkan Waktu V

Tidak Dicantumkan Waktu

Penggunaan Data Pendukung, Kelengkapan Informasi Berita Ada Data Pendukung Foto dan Ilustrasi Tidak Ada Data Pendukung

Faktualitas Berita

Ada Pencampuran Fakta dan Opini 01.

Akurasi Pemberitaan Berita

Ahmadiyah di Halaman Depan

Jawa Pos

Tidak Ada Pencampuran Fakta dan Opini V Keseimbangan Sumber Berita

Seimbang Sumber dari warga

setempat dan pihak korban Ahmadiyah Tidak Seimbang

Keseimbangan Luas Kolom yang Diberitakan

Seimbang Ahmadiyah 118,8cm2 , Warga

setempat 86cm2 02.

Fairness

Pemberitaan Berita Ahmadiyah

di Halaman Depan Jawa Pos

Tidak Seimbang

Kejelasan Atribut Sumber Berita

Jelas Kolom1 baris ke 22,

kolom 2 baris ke 24, kolom 3 baris ke 23, kolom 4 baris ke 24

dan 52 Tidak Jelas

Kompetensi Sumber Berita

Wartawan

Pelaku Langsung Saksi Mata Warga

Cikeusik anggota Ahmaydiyah 03. Validitas Pemberitaan Berita Ahmadiyah di Halaman Depan

Jawa Pos

Bukan Pelaku Langsung Sumber: Data Primer 

 


(49)

ini sudah menunjukkan adanya penyajian berita yang akurat. Hal ini disimpulkan dari hasil penelitian bahwa dalam unit berita ini sudah menggunakan pola yang harus menerapkan adanya kesesuaian antara judul berita dengan isi berita dimana relevansi yang tinggi diantara keduanya telah dirasa penting oleh jurnalis dalam menyusun berita Ahmadiyah ini.

Dalam menyajikan berita ini, wartawan jawa Pos telah menyadari akan adanya nilai kejujuran para jurnalis yang tidak hanya mengejar sebuah judul yang bombastis yang hanya bertujuan untuk menarik atensi khalayak pembacanya.

Pada pencantuman waktu terjadinya peristiwa berita ini telah mengikuti teori obyektivitas dengan mensyaratkan penting adanya pencatatan waktu kejadian pada berita Ahmadiyah. Pada penyajian berita Ahmadiyah ini, menggunakan format penunjuk waktu kejadian dengan menggunakan angka “ (6/2) “.

Keakuratan pemberitaan juga dapat diperkuat melalui penguatan fakta kejadian, peristiwa, adanya wawancara yang dilakukan kepada sumber berita yang digunakan dengan menyertakan foto sumber berita maupun foto peristiwa atau foto TKP. Foto mampu memperkuat fakta, hal ini serupa juga bilamana ditemukan penyajian berita yang disertai dengan bagan dan ilustrasi.

Bagan dalam penyajian berita, baik yang menjelaskan kronoligis suatu kejadian, ataupun menyajikan fakta tambahan lain yang berkaitan dengan isi pemberitaan, memiliki fungsi menguatkan fakta dalam pemberitaan, mempermudah pembaca untuk lebih memahami isi berita serta menjelaskan secara lebih fisual akan dampak sebuah peristiwa, kejadian yang diberitakan dan dalam berita ini, dtemukan data pendukung berupa foto dan


(50)

45   

ilustrasi yang menggambarkan kronologis kejadian penyerangan 6 februari terhadap Jemaah Ahmadiyah di Cikeusik, Banten.

Dalam akurasi berita, dimensi faktualitas berita tidak dapat dipisahkan arti pentingnya dalam menyajikan berita. Faktualitas berita ini menyangkut ada atau tidaknya pencampuran antara fakta dan opini sang penulis berita didalam isi berita yang disajikan. Berita yang seharusnya murni menyajikan fakta, sangatlah tabu untuk memuat opini dari si penulis berita. Opini hanya akan mengaburkan fakta yang disajikan. Karena nantinya, kesimpulan akan masing-masing pihak yang diberitakan adalah sepenuhnya hak pembaca yang akan menyimpulkan sendiri tanpa adanya campur tangan penulis berita yang mengarahkan kesimpulan itu.

Dalam menyajikan berita Ahmadiyah, indicator akan adanya pencampuran fakta dan opini yaitu apabila dalam artikel berita itu terdapat kata-kata opinionative seperti: tampaknya, diperkirakan, seakan-akan, terkesan, kesannya, seolah, agaknya, diperkirakan, diramalkan, kontroversi, mengejutkan, maneuver, sayangnya serta kata-kata yang mengandung unsure opinionative lainnya dan dalam unit berita ini, belum ditemukan adanya pencampuran antara fakta dan opini.

Fairness atau ketidakberpihakan dalam menyajikan sebuah pemberitaan adalah dimensi yang dianggap paling penting dari sebuah berita yang obyektiv. Fairness disini adalah menyajikan sebuah berita yang seimbang baik dalam sisi seimbang penggunaaan sumber berita dalam menyajikan sebuah berita dan seimbang pula dalam bentuk luas kolom yang digunakan pada masing-masing sumber berita. Penggunaan sumber berita seharusnya mencakup kedua belah pihak berimbang. Bilamana terdapat data sumber berita dari pihak korban, sebuah berita yang berimbang juga harus menyertakan data sumber berita dari pihak yang diduga sebagai pelaku. Bilamana terdapat data sumber berita pihak


(51)

pula menyertakan data sumber berita dari yang kontra.

Permintaan untuk selalu cover both side seharusnya menjadi rujukan yang pakem bagi para pelaku jurnalistik. Jawa Pos dalam unity berita ini sebagai media massa nasional telah lebih berhati- hati dalam penggunaan nara sumber ini agar telah menjaga kredibilitasnnya di mata khalayak pembacanya dengan menyajikan 2 sumber berita yakni sumber dari warga setempat dan pihak korban Ahmadiyah.

Namun meskipun telah menggunakan 2 sumber berita yang berimbang, Jawa Pos masih belum bisa menyajikannya dalam bentuk jumlah luas kolom yang digunakan saat menurunkan berita secara fair atau berimbang. Dengan menggunakan luas kolom bagi pemberitaan dari sumber warga setempat sebanyak 86cm2, dan sumber dari pihak korban Ahmadiyah sebanyak 118,8cm2. Dilihat dari ukuran fisik luas kolom, cara untuk mengukur luas adalah Panjang dikalikan lebar kolom. Tiap 1 kolom di harian Jawa Pos adalah 4,3cm. Penggunaan sisi luas kolom kolom tidak seimbang karena panjang dan lebar kolom yang terdapat dalam pemberitaan tidak memiliki jumlah kesamaan,

Untuk mengetahui validitas keabsahan, dapat diukur dari atribusi sumber berita, yaitu pencantuman secara jelas ( baik identitas, jabatan, dan keterangn lain seputar sumber dalam upaya dilakukannnya konfirmasi untuk chek dan re chek) apabila dalam berita Ahmadiyah di halaman depan Jawa Pos dan Kompas terdapat sumber berita yang dipakai dalam pemberitaan ini terdapat kejelasan dicantumkannya identitas seperti nama, pekerjaan, jabatan, kedudukan dalam pemerintahan atau sesuatu yang memungkinkan untuk dilakukan konfirmasi.

Validitas pemberitaan juga menyangkut kompetensi dari sumber berita itu sendiri apakah sumber berita pihak yang terkait langsung dengan sebuah kejadian atau mengetahui


(52)

47   

langsung sebuah fakta atau fenomena. Sebuah berita juga berdasarkan kompetensi hasil liputan wartawan yang merangkum sejumlah fakta, data langsung dari penelusurannnya namun berita juga bisa berasal dari pihak yang tidak terkait langsung.

Pihak yang terkait langsung bisa berupa sumber dari berita korban, kelompok yang diduga, polisi yang berwenang atas kejadian atau pejabat yang mengeluarkan sebuah kebijakan itu sendiri, serta saksi mata disebuah tempat kejadian. Bukan pelaku langsung bilamana data sumber berita merupakan data dari orang yang tidak mengetahui secara langsung sebuah kejadian namun tetap digunakan sebagai sumber berita, pengacara sebuah pihak yang sedang bertikai dan sejenisnya.

Jawa Pos dalam menurunkan berita Ahmadiyah di halaman depan selama bulan Februari keduanya sudah menyajikan berita secara obyektiv dalam dimensi validitas berita dimana telah menyertakan atribusi sumber berita yang digunakan secara lengkap pada kolom 1 baris yang ke 22, kolom 2 baris yang ke 24, kolom 3 baris yang ke 23 dan kolom ke 4 pada baris yang ke 24 dan 52, sehingga mudah dilakukan konfirmasi bilamana dibutuhkan.Karena melalui penyajian berita yag obyektiv serta valid ini membantu pembaca untuk menyimpulkan sendiri atas fakta yang disajikannya dalam berita tersebut. Apakah seorang narasumber berasal dari apa yang dilihat atau hanya sekedar kedekatan dengan media bersangkutan atau karena jabatannya yang membuat sumber tersebut berwenang terhadap sebuah kejadian atau peristiwa Kategori kompetensi wartawan dan pelaku langsung digolongkan sebagai dimensi yang memiliki tingka validitas yang tinggi dibandingkan dengan sumber berita yang berasal dari bukan pelaku langsung.

Kompetensi yang valid dari sisi wartawan, apabila peristiwa yang diberitakan merupakan hasil pengamatan wartawan secara langsung, yaitu mengungkap informasi


(53)

kompetensi dari sisi pelaku langsung merupakan hasil wawancara dari sumber yang mengalami peristiwa ( pelaku langsung interaksi social)

Bukan pelaku langsung digolongkan sebagai sumber berita yang kurang valid karena dilihat dari peristiwa yang diberitakan merupakan hasil wawancara yang tidak mmengalami langsung hanya karena jabatan atau memiliki akses informasi lalu pihak tersebut dijadikan sumber berita. Dalam berita Ahmadiyah ini adalah pihak kepolisian , pejabat yang berwenang yang bukan pengambil keputusan langsung.

Pemberitaah Ahmadiyah di Jawa Pos dalam unit berita ini, sudah menerapkan prinsip Obyektivitas dengan menyajikan sumber berita yang berkompeten dengan menggunakan pelaku langsung sebagai dasar sumber beritanya yakni pemeluk Ahmadiyah dan warga Cikeusik sebagai saksi mata langsung.


(54)

49   

4.3.1.1.2 “SBY Minta Ahmadiyah Berhenti” Rabu, 9 Februari 2011

Obyektifitas Berita “SBY Minta Ahmadiyah Berhenti” Rabu, 9 Februari 2011 Kesesuaian Judul Berita Dengan Isi Berita

Sesuai V Tidak Sesuai

Pencantuman Waktu Terjadinya Peristiwa

Dicantumkan Waktu V

Tidak Dicantumkan Waktu

Penggunaan Data Pendukung, Kelengkapan Informasi Berita Ada Data Pendukung Foto dan Ilustrasi Tidak Ada Data Pendukung

Faktualitas Berita

Ada Pencampuran Fakta dan Opini 01.

Akurasi Pemberitaan Berita

Ahmadiyah di Halaman Depan

Jawa Pos

Tidak Ada Pencampuran Fakta dan Opini V Keseimbangan Sumber Berita

Seimbang

Tidak Seimbang Ahmadiyah 64,5cm2

Kontra Ahmadiyah 242,95cm2 Keseimbangan Luas Kolom yang Diberitakan

Seimbang Baris ke1, baris ke

161, baris ke 125 02.

Fairness

Pemberitaan Berita Ahmadiyah

di Halaman Depan Jawa Pos

Tidak Seimbang

Kejelasan Atribut Sumber Berita

Jelas Baris 1, 161, 125

Tidak Jelas

Kompetensi Sumber Berita

Wartawan

Pelaku Langsung Menteri Agama,

Ahmadiyah 03.

Validitas Pemberitaan Berita

Ahmadiyah di Halaman Depan

Jawa Pos

Bukan Pelaku Langsung Sumber: Data Primer 

Analisis terhadap akurasi pemberitaan yang ditampilkan di halaman depan Harian Jawa Pos dari berita ini sudah menunjukkan adanya penyajian berita yang akurat. Dari hasil penelitian dalam unit berita ini sudah menggunakan pola yang harus menerapkan adanya kesesuaian antara judul berita dengan isi berita dimana relevansi yang tinggi


(55)

ini. Dalam menyajikan berita ini juga, wartawan Jawa Pos telah menyadari akan adanya nilai kejujuran para jurnalis yang tidak hanya mengejar sebuah judul yang bombastis yang hanya bertujuan untuk menarik atensi khalayak pembacanya.

Pada pencantuman waktu terjadinya peristiwa berita ini telah mengikuti teori obyektivitas dengan mensyaratkan penting adanya pencatatan waktu kejadian pada berita Ahmadiyah. Pada penyajian berita Ahmadiyah ini, menggunakan format penunjuk waktu kejadian dengan menggunakan angka “ (7/2) “.

Keakuratan pemberitaan juga dapat diperkuat melalui penguatan fakta kejadian, peristiwa, adanya wawancara yang dilakukan kepada sumber berita yang digunakan dengan menyertakan foto sumber berita maupun foto peristiwa atau foto TKP. Foto mampu memperkuat fakta, fungsi menguatkan fakta dalam pemberitaan untuk lebih memahami isi berita serta menjelaskan secara lebih fisual akan dampak sebuah peristiwa, kejadian yang diberitakan dan dalam berita ini, temukan data pendukung berupa foto Presiden Sby sebagai sumber berita dalam penyajian berita ini dan ilustrasi yang menggambarkan kronologis penyerangan terhadap Jemaah Ahmadiyah yang total sebanyak 7 kali serangan dalam kurun waktu 2010-2011.

Dalam akurasi berita, dimensi faktualitas berita tidak dapat dipisahkan arti pentingnya dalam menyajikan berita. Faktualitas berita ini menyangkut ada atau tidaknya pencampuran antara fakta dan opini sang penulis berita didalam isi berita yang disajikan. Berita yang seharusnya murni menyajikan fakta, dan dalam menyajikan berita Ahmadiyah, indicator akan adanya pencampuran fakta dan opini yaitu kata-kata opinionative seperti: tampaknya, diperkirakan, seakan-akan, terkesan, kesannya, seolah, agaknya, diperkirakan,


(56)

51   

mengandung unsure opinionative lainnya dan dalam unit berita ini, belum ditemukan adanya pencampuran antara fakta dan opini.

Fairness atau ketidakberpihakan dalam menyajikan sebuah pemberitaan adalah dimensi yang dianggap paling penting dari sebuah berita yang obyektiv. Menyajikan sebuah berita yang seimbang seharusnya dilakukan dalam sisi seimbang penggunaaan sumber berita dalam menyajikan sebuah berita dan seimbang pula dalam bentuk luas kolom yang digunakan pada masing-masing sumber berita.

Jawa Pos dalam unity berita ini sebagai media massa nasional telah lebih berhati- hati dalam penggunaan nara sumber ini agar telah menjaga kredibilitasnnya di mata khalayak pembacanya dengan menyajikan 2 sumber berita yakni sumber berita dari Presiden SBY sebagai orang yang mengeluarkan mandate diadakannya penyelidikan menyeluruh atas indiden Cikeusik dan juga sumber berita dari pihak Ahmadiyah, yang disini merupakan juru bicara Ahmadiyah, Zafrullah. A. Pontoh.

Namun meskipun telah menggunakan 2 sumber berita yang berimbang, Jawa Pos masih belum bisa menyajikannya dalam bentuk jumlah luas kolom yang digunakan saat menurunkan berita secara fair atau berimbang. Dengan menggunakan luas kolom bagi pemberitaan dari sumber berita Presiden SBY sebanyak 242,95cm2 dan sumber dari pihak Ahmadiyah sebanyak 64,5cm2.

Untuk mengetahui validitas keabsahan, dapat diukur dari atribusi sumber berita, yaitu pencantuman secara jelas (baik identitas, jabatan, dan keterangan lain seputar sumber dalam upaya dilakukannnya konfirmasi untuk chek dan re chek). Validitas pemberitaan juga menyangkut kompetensi dari sumber berita itu sendiri apakah sumber berita pihak yang terkait langsung dengan sebuah kejadian atau mengetahui langsung sebuah fakta atau fenomena. Sebuah berita juga berdasarkan kompetensi hasil liputan wartawan yang


(57)

berasal dari pihak yang tidak terkait langsung.

Jawa Pos dalam menurunkan berita Ahmadiyah di halaman depan selama bulan Februari sudah menyajikan berita secara obyektiv dalam dimensi validitas berita dimana telah menyertakan atribusi sumber berita yang digunakan secara lengkap di baris yang ke 1, 161 dan pada baris yang ke 125, sehingga mudah dilakukan konfirmasi bilamana dibutuhkan.Karena melalui penyajian berita yag obyektiv serta valid ini membantu pembaca untuk menyimpulkan sendiri atas fakta yang disajikannya dalam berita tersebut. Pemberitaah Ahmadiyah di Jawa Pos dalam unit berita ini, sudah menerapkan prinsip Obyektivitas dengan menyajikan sumber berita yang berkompeten dengan menggunakan pelaku langsung sebagai dasar sumber beritanya yakni pemeluk Ahmadiyah, Presiden SBY dan juga Mentri Agama RI.


(58)

53   

4.3.1.1.3 “Rusuh Ahmadiyah Baru Dua Tersangka, 9 Februari 2011

Obyektifitas Berita “Rusuh Ahmadiyah Baru Dua Tersangka, 9 Februari 2011 Kesesuaian Judul Berita Dengan Isi Berita

Sesuai V Tidak Sesuai

Pencantuman Waktu Terjadinya Peristiwa

Dicantumkan Waktu V

Tidak Dicantumkan Waktu

Penggunaan Data Pendukung, Kelengkapan Informasi Berita

Ada Data Pendukung Foto

Tidak Ada Data Pendukung Faktualitas Berita

Ada Pencampuran Fakta dan Opini ” 01.

Akurasi Pemberitaan Berita

Ahmadiyah di Halaman Depan

Jawa Pos

Tidak Ada Pencampuran Fakta dan Opini V Keseimbangan Sumber Berita

Seimbang Sumber dari pihak

pro dan pihak yang kontra JAI Tidak Seimbang

Keseimbangan Luas Kolom yang Diberitakan

Seimbang Pro Ahmadiyah 60,2

cm2 Kontra Ahmadiyah 60,2 cm2 02.

Fairness

Pemberitaan Berita Ahmadiyah

di Halaman Depan Jawa Pos

Tidak Seimbang

Kejelasan Atribut Sumber Berita

Jelas Baris ke 9

Tidak Jelas

Kompetensi Sumber Berita

Wartawan Pelaku Langsung 03. Validitas Pemberitaan Berita Ahmadiyah di Halaman Depan

Jawa Pos

Bukan Pelaku Langsung Kepolisian

Sumber: Data Primer 

Analisis terhadap akurasi pemberitaan yang ditampilkan di halaman depan Harian Jawa Pos dari berita ini sudah menunjukkan adanya penyajian berita yang akurat. Dari hasil penelitian dalam unit berita ini sudah menggunakan pola yang harus menerapkan adanya kesesuaian antara judul berita dengan isi berita dimana relevansi yang tinggi


(59)

ini. Dalam menyajikan berita ini juga, wartawan Jawa Pos telah menyadari akan adanya nilai kejujuran para jurnalis yang tidak hanya mengejar sebuah judul yang bombastis yang hanya bertujuan untuk menarik atensi khalayak pembacanya.

Pada pencantuman waktu terjadinya peristiwa berita ini telah mengikuti teori obyektivitas dengan mensyaratkan penting adanya pencatatan waktu kejadian pada berita Ahmadiyah. Pada penyajian berita Ahmadiyah ini, menggunakan format penunjuk waktu kejadian dengan menggunakan angka “ (8/2) “.

Keakuratan pemberitaan juga dapat diperkuat melalui penguatan fakta kejadian, peristiwa, adanya wawancara yang dilakukan kepada sumber berita yang digunakan dengan menyertakan foto sumber berita maupun foto peristiwa atau foto TKP. Fungsi menguatkan fakta dalam pemberitaan untuk lebih memahami isi berita serta menjelaskan secara lebih fisual akan dampak sebuah peristiwa, kejadian yang diberitakan dalam berita ini, di temukan data pendukung berupa foto Kapolri Jendral Pol Timur Pradopo sebagai sumber berita dalam penyajian berita.

Dalam akurasi berita, dimensi faktualitas berita tidak dapat dipisahkan arti pentingnya dalam menyajikan berita. Faktualitas berita ini menyangkut ada atau tidaknya pencampuran antara fakta dan opini sang penulis berita didalam isi berita yang disajikan. Berita yang seharusnya murni menyajikan fakta, dan dalam menyajikan berita Ahmadiyah, indicator akan adanya pencampuran fakta dan opini belum ditemukan adanya pencampuran antara fakta dan opini.

Fairness atau ketidakberpihakan dalam menyajikan sebuah pemberitaan adalah dimensi yang dianggap paling penting dari sebuah berita yang obyektiv. Menyajikan


(60)

55   

sumber berita dalam menyajikan sebuah berita dan seimbang pula dalam bentuk luas kolom yang digunakan pada masing-masing sumber berita.

Jawa Pos dalam unit berita ini sebagai media massa nasional telah lebih berhati- hati dalam penggunaan nara sumber ini agar telah menjaga kredibilitasnnya di mata khalayak pembacanya dengan menyajikan 2 sumber berita yakni sumber berita dari masing-masing pihak yang Pro terhadap Jamaah Ahmadiyah yang mengijinkan tetap berlangsungnya ajaran agama ini ada di Indonesia dan juga sumber berita yang kontra terhadap Jamaah Ahmadiyah.

Untuk unit berita ini, Jawa Pos telah mampu menyajikannya dalam bentuk jumlah luas kolom yang digunakan saat menurunkan berita secara fair atau berimbang. Dengan menggunakan luas kolom bagi pemberitaan dari sumber berita baik pro maupun kontra Jamaah Ahmadiyah masing-masing sama sebanyak 60,2 cm2

Untuk mengetahui validitas keabsahan, dapat diukur dari atribusi sumber berita, yaitu pencantuman secara jelas (baik identitas, jabatan, dan keterangan lain seputar sumber dalam upaya dilakukannnya konfirmasi untuk chek dan re chek). Validitas pemberitaan juga menyangkut kompetensi dari sumber berita itu sendiri apakah sumber berita pihak yang terkait langsung dengan sebuah kejadian atau mengetahui langsung sebuah fakta atau fenomena.

Jawa Pos dalam menurunkan berita Ahmadiyah di halaman depan selama bulan Februari sudah menyajikan berita secara obyektiv dalam dimensi validitas berita dimana telah menyertakan atribusi sumber berita yang digunakan secara lengkap di baris yang ke 9 sehingga mudah dilakukan konfirmasi bilamana dibutuhkan.

Pemberitaah Ahmadiyah di Jawa Pos dalam unit berita ini, belum menerapkan prinsip Obyektivitas dengan menyajikan sumber berita yang berkompeten karena menggunakan


(61)

dalam unit berita ini adalah pihak kepolisian RI, yakni Kepala Divisi Humas Polri, Irjen Anton Bachrul Alam. Sumber ini menjadi sumber sebuah berita hanya karena wewewnang dan jabatannya sebagai humas Polri, namun bukan sebagai pelaku langsung yang menjadi saksi mata langsung di lapangan saat kejadian penyerangan Ahmadiyah terjadi.


(1)

Untuk mengetahui validitas keabsahan, dapat diukur dari atribusi sumber berita, yaitu pencantuman secara jelas. Kompas dalam menurunkan berita Ahmadiyah di halaman depan selama bulan Februari sudah menyajikan berita secara obyektiv dalam dimensi validitas berita dimana telah menyertakan atribusi sumber berita yang digunakan secara lengkap di baris yang ke 13 yakni anggota Komnas HAM, Yoseph Adi Prasetyo.

Fairness atau ketidakberpihakan dalam menyajikan sebuah berita yang seimbang seharusnya dilakukan dalam sisi seimbang penggunaaan sumber berita dalam menyajikan sebuah berita dan seimbang pula dalam bentuk luas kolom yang digunakan pada masing-masing sumber berita, dalam unit berita ini belum menyajikan sumber berita yang berimbang, karena hanya menyajikan sumber berita dari pihak Komnas HAM saja.


(2)

75 

 

4.3.1.2.3 “Pemerintah Masih Cari Titik Temu Ahmadiyah” Sabtu, 19 Februari 2011

Obyektifitas Berita “Presiden Masih Cari Titik Temu Ahmadiyah “ Sabtu, 19 Februari 2011

Kesesuaian Judul Berita Dengan Isi Berita

Sesuai V Tidak Sesuai

Pencantuman Waktu Terjadinya Peristiwa

Dicantumkan Waktu V

Tidak Dicantumkan Waktu

Penggunaan Data Pendukung, Kelengkapan Informasi Berita Ada Data Pendukung

Tidak Ada Data Pendukung V

Faktualitas Berita

Ada Pencampuran Fakta dan Opini 01.

Akurasi Pemberitaan Berita

Ahmadiyah di Halaman Depan

Kompas

Tidak Ada Pencampuran Fakta dan Opini V Keseimbangan Sumber Berita

Seimbang Sumber dari pihak

Kontra JAI Tidak Seimbang

Keseimbangan Luas Kolom yang Diberitakan

Seimbang 02.

Fairness

Pemberitaan Berita Ahmadiyah

di Halaman Depan Kompas

Tidak Seimbang Hanya dari Pihak

Ahmadiyah Kejelasan Atribut Sumber Berita

Jelas Kolom 1 Baris ke 9,

Kolom 4 Baris ke 2 Tidak Jelas

Kompetensi Sumber Berita

Wartawan

Pelaku Langsung Pemerintah dan

Ketua Ormas Islam 03.

Validitas Pemberitaan Berita

Ahmadiyah di Halaman Depan

Kompas

Bukan Pelaku Langsung Sumber: Data Primer 

Dari hasil penelitian dalam unit berita ini sudah menggunakan pola yang harus menerapkan adanya kesesuaian antara judul berita dengan isi berita dimana relevansi yang tinggi diantara keduanya telah dirasa penting oleh jurnalis dalam menyusun berita Ahmadiyah ini. Dalam menyajikan berita ini juga, wartawan Jawa Pos telah menyadari


(3)

akan adanya nilai kejujuran para jurnalis yang tidak hanya mengejar sebuah judul yang bombastis yang hanya bertujuan untuk menarik atensi khalayak pembacanya.

Pada pencantuman waktu terjadinya peristiwa berita ini telah mengikuti teori obyektivitas dengan mensyaratkan penting adanya pencatatan waktu kejadian pada berita Ahmadiyah. Pada penyajian berita Ahmadiyah ini, menggunakan format penunjuk waktu kejadian dengan menggunakan angka “ (18/2) “.

Keakuratan pemberitaan yang dapat diperkuat melalui penguatan fakta kejadian, peristiwa, adanya wawancara yang dilakukan kepada sumber berita yang digunakan dengan menyertakan foto peristiwa atau foto TKP, belum ditemukan dalam unit berita ini.

Dalam akurasi berita, dimensi faktualitas berita menyangkut ada atau tidaknya pencampuran antara fakta dan opini sang penulis berita didalam isi berita yang disajikan. Berita harus murni menyajikan fakta, dan dalam menyajikan berita Ahmadiyah dan dalam berita ini belum ditemukan adanya pencampuran antara fakta dan opini.

Fairness atau ketidakberpihakan dalam menyajikan sebuah berita yang seimbang seharusnya dilakukan dalam sisi seimbang penggunaaan sumber berita dalam menyajikan sebuah berita dan seimbang pula dalam bentuk luas kolom yang digunakan pada masing-masing sumber berita, dalam unit berita ini belum menyajikan sumber berita yang berimbang, karena hanya menyajikan sumber berita dai pihak yang kotra terhadap Ahmadiyah, yakni Ormas Islam FPI, FUI, Syarikat Islam dan Gerakan Reformis Islam.

Untuk unit berita ini, Kompas belum mampu menyajikannya dalam bentuk jumlah luas kolom yang digunakan saat menurunkan berita secara fair atau berimbang karena hanya menggunakan satu sisi sumber berita saja dan secara pasti luas kolom hanya


(4)

77 

 

Untuk mengetahui validitas keabsahan, dapat diukur dari atribusi sumber berita, yaitu pencantuman secara jelas. Kompas dalam menurunkan berita Ahmadiyah di halaman depan selama bulan Februari sudah menyajikan berita secara obyektiv dalam dimensi validitas berita dimana telah menyertakan atribusi sumber berita yang digunakan secara lengkap di kolom ke 1 baris ke 9 Mentri Dalam Negeri, Gamawan Fausi dan kolom ke 4 di baris yang ke 2 yakni SekJen FUI Muhhammad Al Khaththath.


(5)

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil analisis tentang obyektivitas terhadap berita Ahmadiyah di halaman depan harian Jawa Pos dan Kompas periode 7 Februari – 28 Februari 2011, maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut :

1. Memang ada realita lahiriah yang disajikan pemberitaan berita Ahmadiyah harian Jawa Pos dan Kompas dengan obyektivitas berita masih mendominasi isi pemberitaan. Meskipun dalam dimensi fairness sumber berita, kemampuan memilih sumber “ berita “ terbukti tidaklah obyektiv

2. Akurasi pemberitan surat kabar dalam membuat berita Ahmadiyah di halaman depan harian Jawa Pos dan Kompas periode 7 Februari – 28 Februari 2011 telah memenuhi teori obyektivitas pemberitaan karena telah terdapat kesesuaian antara judul berita dengan isi berita, terdapat data pendukung serta tidak adanya pencampuran antara fakta dan opini dalam jumlah yang dominan.

3. Fairnes ( ketidakberpihakan) pemberitaan berita Ahmadiyah di halaman depan harian Jawa Pos dan Kompas periode 7 Februari – 28 Februari 2011 masih belum tergolong obyektif baik dalam jumlah berita yang digunakan belum sesuai, juga luas kolom yang digunakan dalam memberitakan suatu peristiwa masih belum cover both side dari sisi luas masing-masing pihak yang diberitakan masih tidak seimbang.

4. Validitas (keabsahan) berita yang ditulis sebagai berita Ahmadiyah di halaman depan harian Jawa Pos dan Kompas periode 7 Februari – 28 Februari 2011 baik dalam kejelasan data sumber berita yang digunakan maupun dari kompetensi pihak yang


(6)

79 

 

menjadi sumber berita sudahlah valid dan merefleksikan prinsip obyektivitas dalam sumber berita.

5.2 Saran

Berdasarkan kesimpulan yang didapat dari hasil analisis isi terhadap obyektivitas berita Ahmadiyah di halaman depan harian Jawa Pos dan Kompas periode 7 Februari – 28 Februari 2011, maka dapat diberikan saran sebagai berikut :

1. Penelitian ini diharapkan mampu memberikan kontribusi bagi pengembangan konsep obyektivitas pemberitaan pers, bagaiman mengukurnya, dan apa kaitannya dengan konsep-konsep akurasi, validitas dan fairness.

2. Mengingat masih terdapat dimensi fairness yang masih tidak memenuhi syarat obyektivitas, melalui jurnalis maupun editornya, Jawa Pos dan Kompas sebaiknya lebih meningkatkan kualitas pemberitaannya, sekaligus koreksi terhadap berita yang disajikan agar tetap berjalan atas prinsip ketidakberpihakan/fair.


Dokumen yang terkait

KONSTRUKSI BERITA KONFLIK AHMADIYAH DALAM SURAT KABAR (Analisis Framing Pada Pemberitaan Surat Kabar Jawa Pos Edisi 7-11 Februari 2011)

1 39 52

Jurnalisme Damai dalam Pemberitaan SKH Kedaulatan Rakyat Mengenai Kasus Ahmadiyah Periode Februari-Maret 2011 JURNALISME DAMAI DALAM PEMBERITAAN SKH KEDAULATAN RAKYAT MENGENAI KASUS AHMADIYAH PERIODE FEBRUARI-MARET 2011 (Analisis Isi Berita Mengenai Jama

0 3 16

PENDAHULUAN JURNALISME DAMAI DALAM PEMBERITAAN SKH KEDAULATAN RAKYAT MENGENAI KASUS AHMADIYAH PERIODE FEBRUARI-MARET 2011 (Analisis Isi Berita Mengenai Jamaah Ahmadiyah Setelah Penyerangan Jamaah Ahmadiyah di Cikeusik).

0 5 30

KESIMPULAN DAN SARAN JURNALISME DAMAI DALAM PEMBERITAAN SKH KEDAULATAN RAKYAT MENGENAI KASUS AHMADIYAH PERIODE FEBRUARI-MARET 2011 (Analisis Isi Berita Mengenai Jamaah Ahmadiyah Setelah Penyerangan Jamaah Ahmadiyah di Cikeusik).

0 4 49

PENDAHULUAN KONSTRUKSI PEMBERITAAN GERAKAN AHMADIYAH DI MEDIA INTERNET (Studi Analisis Framing tentang Pemberitaan Gerakan Ahmadiyah di Republika Online dan Tempointeraktif.com Periode Februari-Maret 2011).

0 0 6

OBJEKTIVITAS BERITA TENTANG KEKACAUAN PELAKSANAAN UJIAN NASIONAL SMA 2013 (Analisis Isi Obyektivitas Berita Tentang Kekacauan Pelaksanaan Ujian Nasional SMA 2013 di Jawa Post Periode 16 – 19 April 2013).

0 0 106

OBYEKTIVITAS BERITA PRAKTIK ABORSI dr EDWARD ARMANDO DI MEDIA JAWA POS (Analisis Isi Obyektivitas Berita Praktik Aborsi dr Edward Armando di Media Jawa Pos Edisi 4 Februari – 9 Februari 2011).

0 0 88

PEMBINGKAIAN BERITA KERUSUHAN WARGA DENGAN JAMAAH AHMADIYAH DI PANDEGLANG, BANTEN (Studi Analisis Framing Kerusuhan Warga Dengan Jamaah Ahmadiyah Pada Situs Berita Vivanews.com dan Okezone.com Periode 06 Februari s.d 09 Februari 2011).

0 1 102

OBYEKTIVITAS BERITA TENTANG AHMADIYAH (Analisis Isi Tentang Obyektivitas Berita Ahmadiyah di halaman Depan, Jawa Pos dan Kompas, Periode 7 Februari - 28 Februari 2011)

0 0 10

PEMBINGKAIAN BERITA KERUSUHAN WARGA DENGAN JAMAAH AHMADIYAH DI PANDEGLANG, BANTEN (Studi Analisis Framing Kerusuhan Warga Dengan Jamaah Ahmadiyah Pada Situs Berita Vivanews.com dan Okezone.com Periode 06 Februari s.d 09 Februari 2011)

0 0 20