Analisis Hukum Atas Advis Planing Pengurusan Hak Dijalur Pinggiran Sungai Di Medan

(1)

TESIS

Oleh

SUHADI

097011022/M.Kn

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(2)

TESIS

Diajukan Untuk Memperoleh Gelar Magister Kenotariatan Pada Program Studi Magister Kenotariatan Fakultas Hukum

Universitas Sumatera Utara

Oleh

SUHADI

097011022/M.Kn

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(3)

Program Studi : Kenotariatan

Menyetujui Komisi Pembimbing

(Prof. Dr. Muhammad Yamin, SH, MS, CN)

Pembimbing Pembimbing

(Notaris Syafnil Gani, SH, MHum) (Notaris Dr. Syahril Sofyan, SH, MKn)

Ketua Program Studi, Dekan,

(Prof. Dr. Muhammad Yamin, SH, MS, CN) (Prof. Dr. Runtung, SH, MHum)


(4)

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Prof. Dr. Muhammad Yamin, SH, MS, CN Anggota : 1. Notaris Syafnil Gani, SH, MHum

2. Notaris Dr. Syahril Sofyan, SH, MKn 3. Dr. T. Keizerina Devi A, SH, CN, MHum 4. Chairani Bustami, SH, SpN, MKn


(5)

Nama : SUHADI

NIM : 097011022

Program Studi : Magister Kenotariatan

Judul Tesis : ANALISIS HUKUM ATAS ADVIS PLANING PENGURUSAN HAK DI JALUR PINGGIRAN SUNGAI DI MEDAN

Dengan ini menyatakan bahwa tesis yang saya buat adalah asli karya saya sendiri bukan plagiat, apabila dikemudian hari diketahui tesis saya tersebut plagiat karena kesalahan saya sendiri, maka saya bersedia diberi sanksi apapun oleh Program Studi Magister Kenotariatan FH USU dan saya tidak akan menuntut pihak manapun atas perbuatan saya tersebut.

Demikian surat pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya dan dalam keadaan sehat

Medan,

Yang Membuat Pernyataan

Nama : SUHADI NIM : 097011022


(6)

sehingga solusi masalah ekonomi menjadi pokok utama suatu perkotaan, terutama akan pengadaan pemukiman yang baik dan sesuai dengan peruntukan dan tata ruang.

Akibat tidak hanya penanganan secara serius, tumbuh pemukiman dibantaran sungai yang tumbuh tanpa adanya kepastian hukum akan keberadaanya, baik secara kepemilikan haknya maupun status bermukim diwilayah tersebut.

Dalam hal ini perlu advis planing, bagi penanganan dari pihak Pemerintah selaku pengelola masyarakat yang membutuhkan akan perlindungan serta solusi pemukiman mereka masyarakat yang berada di bantaran sungai tentang pemberian haknya atau dialokasikan kewilayah lain yang layak.


(7)

growth in term of birth and urbanization is very high that economy become the main problems to solve, especially the provision of good residential area which is in accordance with the land use allocated.

Since it was not handled seriously, the settlements have developed along the river banks whose existence, in term of their rights of ownership or status is without legal certainty.

In this contenxt, planning advice from the government is needed. As the manager of community who need protection and solution to their riverside residents, the government should issue their rights of ownership or relocate them the other appropriate allocated areas.


(8)

Bismillaahirrahmaanirrahiim

Syukur Alhamdulillah penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya serta kesehatan lahir batin kepada penulis sehingga dapat menjalani dan menyelesaikan studi di Program Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara. Untuk mencapai gelar Magister Kenotariatan inilah, penulis membuat suatu karya ilmiah yang berjudul “ANALISIS HUKUM ATAS ADVIS PLANING PENGURUSAN HAK DIJALUR PINGGIRAN SUNGAI DI MEDAN”Juga tidak lupa Shalawat beriring salam penulis hadiahkan kepada Rasulullah SAW yang selalu menjadi suri tauladan dan yang syafa'atnya selalu diharapkan seluruh umatnya.

Pada kesempatan ini penulis juga ingin menyampaikan ucapan penghargaan dan rasa terimakasih kepada semua pihak yang telah memberikan bantuan, saran dan motivasi kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan tesis ini dengan baik. Ucapan terimakasih ini penulis tujukan kepada:

1. Rektor Universitas Sumatera Utara, Prof. Dr. dr. Syahril Pasaribu, DTM&H, M.Sc (CTM), Sp. A(K), atas kesempatan dan fasilitas yang diberikan kepada penulis untuk mengikuti dan menyelesaikan pendidikan Program Studi Magister

Kenotariatan padaFakultas HukumUniversitas Sumatera Utara;

2. Dekan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, Prof. Dr. Runtung, SH, M.Hum., atas kesempatan bagi penulis menjadi mahasiswa Program Studi Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara;


(9)

menuntut ilmu pengetahuan di Program Studi Magister Kenotariatan Fakultas HukumUniversitas Sumatera Utara;

4. Terimakasih yang sedalam-dalamya dan penghargaan yang setinggi-tingginya

penulis ucapkan kepada Prof. Dr. Muhammad Yamin, SH, MS, CN., Notaris Safnil Gani SH, M.Hum., selaku Ketua Komisi Pembimbing, dan serta Notaris Dr. Syahril Sofyan, SH, MKn., selaku Anggota Komisi Pembimbing yang dengan penuh perhatian telah memberikan bimbingan, arahan, petunjuk, ide dan

motivasi yang terbaik serta kritik dan saran yang konstruktif demi tercapainya

hasil yang terbaik dalam penulisan tesis ini;

5. Prof. Dr. Muhammad Yamin, SH, MS, CN., dan Dr. T. Keizerina Devi. A, SH, CN, M.Hum selaku dosen penguji yang telah berkenan memberikan bimbingan dan arahan serta masukan maupun saran terhadap penyempurnaan

penulisan tesis ini;

6. Seluruh staf pengajar di Program Studi Magister Kenotariatan UniversitasFakultas Hukum Sumatera Utara, yang telah banyak memberikan ilmu dan motivasi dalam setiap perkuliahan kepada penulis;

7. Kedua orangtua, ayahku Alita Piliyangatas perhatian dan jerih payahnya selama ini dan ibundaku tersayang, Nur Emnis,yang telah membesarkan, merawat serta tiada hentinya selalu mencurahkan kasih sayang, nasehat, motivasi dan


(10)

terjalin meskipun kita tidak bersama-sama lagi.

8. Seluruh staf pegawai di Program Studi Magister Kenotariatan Universitas

Sumatera Utara, Bu Fat, Lisa, Winda, Sari, Afni, Bang Aldi, Ken, Rizal dan Hendri;

Akhir kata, penulis menyadari bahwa tesis ini masih jauh dari sempurna, untuk itu segaa kritik dan saran yang bersifat membangun diterima dengan tangan terbuka demi kebaikan dalam penulisan karya ilmiah selanjutnya. Semoga tesis ini dapat memberikan sesuatu yang bermanfaat dalam menambah wawasan dan pengetahuan bagi pembacanya.

Medan, Januari 2012

Penulis


(11)

Nama : SUHADI

Tempat/Tgl Lahir : Medan, 14 April 1985 Jenis Kelamin : Laki-laki

Agama : Islam Pekerjaan : Mahasiswa

Alamat : Jl. Rawa II No.9A Medan

II. PENDIDIKAN

1. SDN 060912 Medan dari tahun 1991-1997 2. SMP Ponpes Al-Kausar Medan tahun 1994-1997 3. SMA Plus Al-Azhar Medan tahun 2001-2003

4. Fakultas Hukum Universitas Andalas Padang 2003-2008.

5. Program Studi Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara tahun 2009-2012


(12)

KATA PENGANTAR... iii

DAFTAR RIWAYAT HIDUP ... vi

DAFTAR ISI... vii

BAB I PENDAHULUAN... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Permasalahan ... 11

C. TujuanPenelitian ... 12

D. Manfaat Penelitian ... 12

E. Keaslian Penelitian... 13

F. Kerangka Teori dan Konsepsi ... 14

1. KerangkaTeori ... 14

2. Konsepsi ... 15

G. Metode Penelitian ... 16

1. Spesifikasi Penelitian ... 17

2. Metode Pendekatan ... 17

3. Teknik Pengumpulan Data ... 18

4. Alat Pengumpulan Data ... 19

5. Analisa Data ... 20

BAB II KEDUDUKAN TANAH YANG DIMILIKI MASYARAKAT DI PINGGIRAN SUNGAI... 22

A. Kedudukan Tanah secara Umum... 22


(13)

B. Secara Sosial Ekonomi... 60

BAB IV ADVIS PLANING KEPEMILIKAN SERTIFIKAT ATAS TANAH YANG BERADA DI PINGGIRAN SUNGAI ... 69

A. Secara Hukum ... 69

B. Realisasi Kepemilikan Sertifikat Tanah di Pinggiran Sungai ... 84

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 97

A. Kesimpulan ... 97

B. Saran ... 98


(14)

sehingga solusi masalah ekonomi menjadi pokok utama suatu perkotaan, terutama akan pengadaan pemukiman yang baik dan sesuai dengan peruntukan dan tata ruang.

Akibat tidak hanya penanganan secara serius, tumbuh pemukiman dibantaran sungai yang tumbuh tanpa adanya kepastian hukum akan keberadaanya, baik secara kepemilikan haknya maupun status bermukim diwilayah tersebut.

Dalam hal ini perlu advis planing, bagi penanganan dari pihak Pemerintah selaku pengelola masyarakat yang membutuhkan akan perlindungan serta solusi pemukiman mereka masyarakat yang berada di bantaran sungai tentang pemberian haknya atau dialokasikan kewilayah lain yang layak.


(15)

growth in term of birth and urbanization is very high that economy become the main problems to solve, especially the provision of good residential area which is in accordance with the land use allocated.

Since it was not handled seriously, the settlements have developed along the river banks whose existence, in term of their rights of ownership or status is without legal certainty.

In this contenxt, planning advice from the government is needed. As the manager of community who need protection and solution to their riverside residents, the government should issue their rights of ownership or relocate them the other appropriate allocated areas.


(16)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Dewasa ini, dunia sedang mengalami revolusi dalam pemikiran dan praktik

pengelolaan air. Perhatian besar terhadap berbagai masalah kompleks yang

melingkupi pengembangan sumber daya air telah mengarah pada berbagai

pendekatan baru yang berusaha menjawab tantangan ekologis, sosial, politik dan

ekonomi yang diakibatkan oleh berbagai praktik pengelolaan air yang biasa

digunakan sebelumnya. Pendekatan Negosiasi terhadap Pengelolaan Daerah Aliran

Sungai Terpadu sebagai salah satu alternatif yang efektif dari metode IRBM

(Integrated River Basic Management Pengelolaan Daerah Aliran Sungai Terpadu) yang dewasa ini banyak digunakan oleh lembaga internasional dan nasional.1

Dalam hubungannya dengan sistem pertanahan dan tata ruang wilayah, DAS

mempunyai karakteristik yang spesifik serta berkaitan erat dengan unsur utamanya

seperti masyarakat yang berdomisili disepanjang bantaran sungai. Karakteristik DAS

tersebut dalam merespon masyarakat di tempat tersebut dapat memberikan pengaruh

terhadap kepastian hukum yang berlaku. Di antara faktor-faktor yang berperan dalam

menentukam sistem legal law tersebut di atas, pihak pemerintah,Badan Pertanahan,


(17)

Dewan Perwakilan Rakyat. Faktor-faktor yang lain bersifat non pemerintah yaitu

lembaga Swadaya Masyarakat dan Pers.

Dengan demikian, dalam merencanakan pengelolaan bantaran DAS,

manipulasi tataguna tanah dalam merencanakan pengelolaan bantaran DAS,

manipulasi tataguna tanah muncul akibat oknum-oknum yang tidak bertanggung

jawab menjadi salah satu fokus penghambat aktivitas perencanaan. Rumah

mempunyai fungsi yang sangat penting bagi kehidupan dan penghidupan masyarakat,

tetapi perlu diperhatikan keabsahan haknya dan kelangsungan fungsinya dengan

mengamankan daerah sekitarnya.

Pengetahuan tentang proses-proses hukum yang berlansung dalam ekosistem

DAS bermanfaat bagi pengembangan bantaran DAS dalam skala besar. Dalam sistem

ini, peranan hukum dan aparat sangat penting artinya karena kemungkinan intervensi

manusia terhadap unsur tersebut amat besar. Sehingga dapat merubah sifat wilayah

dalam hubungannya dengan rencana kota, dapat mempengaruhi pembangunan dan

penyelamatan masyarakat akibat bencana sungai.

Salah satu Pedoman Teknis Pengelolaan bantaran DAS terpadu, DAS

merupakan satu kesatuan ekosistem yang unsur-unsur utamanya terdiri atas sumber

daya alam tanah, dan vegetasi serta sumber daya manusia sebagai pelaku pemanfaat

sumber daya alam tersebut. DAS dibeberapa tempat di Indonesia memikul beban

amat berat sehubungan dengan tingkat kepadatan penduduknya yang sangat tinggi

dan pemanfaatan sumberdaya alamnya yang itensif sehingga terdapat indikasi


(18)

Disisi lain tuntutan terhadap kemampuannya dalam menunjang system

kehidupan, baik masyarakat di bagian hulu maupun hilir demikian besarnya.2

Daerah Aliran Sungai biasanya terdiri dari :

a. Hulu sungai, berbukit-bukit dan lerengnya curam sehinggga banyak jeram.

b. Tengah Sungai, relatif landai. Banyak aktifitas penduduk

c. Hilir sungai, landai dan subur. Banyak areal pertanian

d. Pengelolaan DAS diatur dalam beberapa peraturan antara lain:

1. Peraturan Menteri Kehutanan Nomor : P.39/Menhut-II/2009 tentang

Pedoman Penyusunan Rencana Pengelolaan DAS Terpadu

2. Surat Keputusan Menteri Kehutanan Nomor. SK. 328/Menhut II/ 2009

tentang Penetapan Daerah Aliran Sungai ( DAS ) Prioritas dalam rangka

Rencana Pembangunan Jangka Menengah Tahun 2010-2014

3. Peraturan Direktur Jenderal RLPS Nomor : P.04/V-SET/2009 tentang

Pedoman Monitoring dan Evaluasi DAS;

4. Lampiran Peraturan Direktur Jenderal RLPS Nomor: P.04/V-SET/ 2009

tentang Pedoman Monitoring dan Evaluasi DAS.

5. Kerangka Kerja Pengelolaan DAS di Indonesia sebagai amanah Inpres

Nomor : 5 Tahun 2008 tentang Fokus Program Ekonomi Tahun

2008-2009.

2Departemen Kehutanan, 2003. Pedoman teknis pengelolaan Daerah Aliran Sungai Terpadu.


(19)

6. Peraturan Pemerintah No 35 Tahun 1991 tentang sungai.

Dengan adanya rentang panjang DAS yang begitu luas, baik secara

administrasi maupun tata ruang, dalam pengelolaan DAS diperlukan adanya kordinasi

berbagai pihak terkait baik lintas sektoral maupun lintas daerah secara baik.3Karena

DAS merupakan satu ekosistem, maka setiap ada masukan kedalam ekosistem

tersebut dapat dievaluasi proses yang telah dan sedang terjadi dengan cara melihat

keluaran dari ekosistem tersebut.

Pendekatan menyeluruh dalam perencanaan pengelolaan sumber daya alam

terhadap rencana tata ruang perlu dipertimbangkan karena terganggunya salah satu

komponen pada system alam akan mempengaruhi komponen lainnya dalam sistem

tersebut. Pendekatan menyeluruh adalah suatu kajian terpadu terhadap keseluruhan

aspek sumber daya dengan mempertimbangkan faktor-faktor lingkungan, sosial,

politik dan ekonomi. Untuk dapat melakukan pengelolaan secara terpadu, ekosistem

Daerah Aliran Sungai ( DAS ) dapat dimanfaatkan sebagai satu unit perencanaan dan

evaluasi yang sistematis, logis dan rasional.4

Pengelolaan Daerah Aliran Sungai sampai saat sekarang masih belum

menampakkan perkembangan yang positif. Hal ini dapat dilihat dari banyaknya

daerah aliran sungai yang masih tidak terkelola dengan baik. Khususnya di daerah

Sumatera Utara masih banyak sungai yang tidak terkelola salah satu contoh yang

3

“ Daerah Aliran Sungai”, http://riyn.multiply.com/journal/item/44/Daerah_ Aliran Sungai DAS, di akses tanggal 25-06-2011

4Asdak, 2004,Hidrologi dan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai. ( Yogyakarta : Gadjah Mada


(20)

dapat diambil sebagai fakta yakni Sungai Deli. Sungai Deli merupakan sungai yang

memiliki panjang 71,91 Kilometer dengan luas 48,162 hektar dan lebar 5,58 yang

melintasi tiga kabupat/ Kota yang ada di daerah Sumatera Utara yakni Berhulu dari

Kabupaten Tanah Karo, Kabupaten Deli Serdang, dan berakhir dimuara Belawan

Kota Medan.5

Kondisi bantaran Sungai Deli pada saat sekarang ini sangat memperhatinkan,

hal ini dapat dilihat dari beberapa permasalahan yang dihadapi oleh Sungai Deli

tersebut. Bantaran Sungai Deli mengalami problem sosial akibat masyarakat yang

menempati bantaran sungai. dan terjadi Erosi akibat Krisis Penghijauan Daerah

Aliran Sungai ( DAS ).6

Selain berdampak terhadap lingkungan, akibat yang ditimbulkan oleh

masyarakat di bantaran Sungai Deli tersebut akan mengakibatkan rusaknya kualitas

fungsi pada sungai Deli itu sendiri. Dalam hal ini jalur hijau Sungai Deli dari 3 (tiga)

Kabupaten dan Kota yang dilewatinya. Pada Kabupaten Tanah Karo dan Deli

Serdang masyarakt bantaran Sungai Deli pada Tingkat hampir tidak ada, sedangkan

pada pada Kota Medan berada pada pelanggaran serta mengakibatkan pada tingkat

pencemaran berat.7Dan beberapa permasalahan lain yang tampak dan dapat merusak

Daerah Aliran Sungai (DAS) Sungai Deli seperti Pembangunan bangunan-bangunan

5 “ Sungai Deli jadi tempat pembangunan sampah”, http : // Google/ medan kita – sungai

deli.comdiakses pada tanggal 30 Maret 2010.

6

“ Sampah dan lumpur Sungai Deli “, http: // Google.com Sungai-deli, Warta Medan. Diakses pada tanggal 30 maret 2010.

7 ‘’ Kualitas Air Sungai – sungai di Indonesia”,http // Google.com, Kualitas – Air Sungai Deli


(21)

yang terletak diatas Sungai Deli maupun bangunan-bangunan yang berada disekitar

pinggiran Sungai Deli yang dapat mengganggu dari aliran Sungai Deli tersebut.

Permasalahan dan kondisi yang dialami oleh bantaran Sungai Deli, maka

dapat dikatakan bahwa Sungai Deli tidak lagi berfungsi sesuai fungsi dari Sungai.

Adapun fungsi dari bantaran Sungai adalah sebagai jalur hijau yang tidak bias dihuni

atau dibangun sesuatupun diatasnya. Sungai telah menjadi urat nadi kehidupan sejak

dahulu kala. Daerah pinggiran sungai menjadi pusat perdagangan. Ibaratnya, sungai

menjadi poros kehidupan masyarakat. Sungai menjadi tempat mencuci, mandi, dan

buang hajat. Selain itu, air sungai dapat digunakan untuk minum dan menjadi seperti

halaman belakang sebagai tempat bermain bagi anak-anak yang di tinggal di tepian

sungai. Kepemilikan tempat tinggal disepanjang pinggiran sungai mengakibatkan

problem bagi pemerintah saat ini akan rencana tata ruang wilayah.

Lingkungan Hidup merupakan salah satu unsur terpenting bagi makhluk

hidup untuk mempertahankan dan menjadi sumber penunjang hidup manusia dan

makhluk hidup lainnya demi kelangsungan dan peningkatan kualitas hidup sendiri.

Lingkungan hidup dawarsa ini menjadi satu topik perbincangan yang hangat baik

dilingkungan Internasional maupun Nasional. Hal ini disebabkan bahwa lingkungan

hidup pada saat sekarang ini telah menjerumus kepada hal tentang pemerosotan

lingkungan hidup yang mengakibatkan kepada rusaknya ekosistem lingkungan,

sehingga keadaan ini memungkinkan terancamnya keberlangsungan kehidupan

manusia tidak dapat dipungkiri bahwa manusialah yang menjadi faktor utama dalam


(22)

hidup di dunia menentukan lingkungannya atau ditentukan oleh lingkungannya.

Perubahan lingkugan sangat ditentukan oleh sikap maupun perlindungan manusia

pada lingkungannya.8

Kualitas lingkungan dapatlah diartikan dalam kaitannya dengan kualitas

hidup, yaitu dalam kualitas lingkungan yang terdapat potensi untuk berkembangnya

kualitas hidup yang tinggi. Namun kualitas hidup sifatnya adalah subyektif dan

relatif.

Kualitas hidup dapat di ukur dengan tiga kriteria, yaitu :

Pertama, derajat dipenuhinya kebutuhan untuk hidup sebagai makhluk hayati.

Kebutuhan ini bersifat mutlak, yang didorong oleh keinginan manusia untuk menjaga

kelangsungan hidup hayatinya. Kelangsungan hidup hayati tidak hanya menyangkut

dirinya, melainkan juga masyarakatnya dan terutama kelangsungan hidupnya sebagai

jenis melalui keturunannya. Kebutuhan ini terdiri atas udara dan yang air bersih,

pangan, kesempatan untuk mendapatkan keturunan serta perlindungan terhadap

serangan penyakit dan sesama manusia. Kebutuhan hidup ini bersifat paling mendasar

dan dalam keadaan memaksa mengalahkan kebutuhan hidup yang lain.

Kedua, derajat dipenuhinya kebutuhan untuk hidup manusiawi. Kebutuhan

hidup ini bersifat relatif, walaupun ada kaitannya dengan kebutuhan hidup jenis

pertama di atas. Di dalam kondisi iklim Indonesia rumah dan pakaian, misalnya,

8 P. Joko Subagyo,Hukum Lingkungan Masalah dan Penanggulangannya ( Jakarta : Rineka


(23)

bukanlah kebutuhan yang mutlak untuk kelangsungan hidup hayati, melainkan

kebutuhan untuk hidup manusiawi.

Ketiga, derajat kebebasan untuk memilih. Sudah barang tentu dalam

masyarakat yang tertib, derajat kebebasan itu dibatasi oleh hukum, baik yang tertulis

maupun tidak tertulis. Dengan mengaitkan kualitas lingkungan dengan kualitas hidup

yang diberi tiga kriteria diatas, kualitas lingkungan hidup dapatlah diberi ukuran.

Salah satu caranya adanya suatu bentuk penyadaran bahwa keberadaan

sungai sangat penting bagi kehidupan manusia.Selain itu, pemerintah harus membuat

pelarangan tegas untuk tidak mendiami daerah aliran sungai sejauh 15 m. Biarkan

aliran sungai bebas dari daerah hunian. Lalu tanami daerah tersebut dengan

pepohonan. Pepohonan yang ada di pinggir sungai sangat berguna untuk menahan

tanah.

Seperti yang diatur didalam PERDA TINGKAT 1 SUMUT Nomor 4 tahun

1993 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Propinsi Daerah Tingkat 1 Sumut. Bab

VI Pasal 20, yaitu :

a. Kawasan sempadan sungai meliputi kawasan selebar 100 meter dikiri kanan

sungai besar dan 50 m dianak sungai yang berada diluar pemukiman

b. Garis sempadan sungai dikawasan pemukiman harus cukup untuk

membangun jalan inspeksi yaitu antara 10-15 meter.

Secara substansi banyak hal yang diatur dalam Peraturan Menteri Pekerjaan

Umum Tentang Garis Sempadan Sungai, Daerah Manfaat Sungai, Daerah


(24)

(1) Penetapan garis sempadan sungai tak bertanggul di luar kawasan perkotaan

1. Sungai besar yaitu sungai yang punya daerah pengaliran sungai seluas 500

(lima ratus) Km2atau lebih.

2. Sungai kecil yaitu sungai yang mempunyai daerah pengaliran sungai

seluas kurang dan 500 (lima ratus) Km2.

(2) Penetapan garis sempadan sungai tidak bertanggul di luar kawasan perkotaan

pada sungai besar dilakukan ruas peruas dengan mempertimbangkan luas

daerah pengaliran sungai pada ruas yang bersangkutan.

(3) Garis Sempadan sungai yang tidak bertanggul di luar kawasan perkotaan pada

sungai besar ditetapkan sekurang-kurangnya 100 (seratus) m, sedangkan pada

sungai kecil sekurang-kurangnya 50 (lima puluh) m dihitung dari tepi sungai

pada waktu ditetapkan.

Bila bantaran sungai dibiarkan terus-menerus dihuni, jalur hijau bantaran

sungai akan menjadi tempat pelanggaran rencana tata ruang kota serta perusakan

lingkungan hidup. Perusakan lingkungan hidup adalah tindakan orang yang

menimbulkan perubahan lansung atau tidak langsung terhadap sifat fisik, kimia, dan

atau hayati lingkungan hidup sehingga melampaui kriteria baku kerusakan

lingkungan hidup.

Kurangnya pengertian dan kesadaran hukum akan membuat penurunan

kualitas intelektual penduduk disekitarnya. Tingkat tertib hukum yang buruk dan


(25)

semakin kumuh. Kekumuhan ini akan semakin membuat ketidak teraturan penataan

kota.

Mereka tidak tahu harus mulai dari mana. Jadi, begitu banyak dampak yang

akan ditimbulkan oleh problem bantaran sungai yang telah dihuni. Pengendalian daya

guna jalur hijau bantaran sungai adalah upaya untuk mencegah, menanggulangi, dan

memulihkan kerusakan kualitas lingkungan.

Pembangunan yang berkelanjutan hanya akan tercapai apabila kebutuhan

manusia dan kebutuhan kapasitas sumberdaya alam terbaharui yang akan memenuhi

kebutuhan manusia tersebut dapat seimbang seiring dengan perjalanan waktu.

Dengan katalain, pembangunan dikatakan terlanjutkan apabila pengelolaan dan

pemanfaatan sumberdaya alam tersebut bagi anak-cucu kita di masa yang akan

datang. Pengelolaan DAS diharapkan dapat memberikan kerangka kearah tercapainya

pembangunan yang berkelanjutan tersebut.

Pengelolaan DAS sudah barang tentu tidak memberikan penyelesain yang

menyeluruh atas konflik-konflik yang timbul sebagai konsekuensi percepatan

pertumbuhan ekonomi dengan usaha-usaha perlindungan lingkungan. Akan tetapi ia

dapat memberikan suatu kerangka kerja praktis dan logis serta menunjukkan

mekanisme kerja yang jelas untuk penyelesaian permasalahan-permasalahan

kompleks yang timbul oleh adanya kegiatan pembangunan yang menggunakan

sumber daya alam sebagai masukannya.

Pendekatan menyuluruh dalam perencanaan pengelolaan sumber daya perlu


(26)

mempengaruhi komponen lainnya dalam sistem tersebut. Pendekatan menyeluruh

adalah suatu kajian terpadu terhadap keseluruhan aspek sumberdaya dengan

mempertimbangkan faktor-faktor lingkungan, sosial, politik dan ekonomi. Untuk

dapat melakukan pengelolaan secara terpadu, ekosistem Daerah Aliran Sungai (DAS)

dapat dimanfaatkan sebagai satu unit perencanaan dan evaluasi yang sistematis, logis

dan rasional.9

Berdasarkan uraian latar belakang diatas, maka dilakukan penelitian

dengan judul “ANALISIS HUKUM ATAS ADVIS PLANING PENGURUSAN

HAK DI JALUR PINGGIRAN SUNGAI”

B. Permasalahan

Berdasarkan uraian latar belakang diatas, maka permasalahan yang akan di

bahas di rumuskan sebagai berikut :

1. Bagaimanakah kedudukan tanah yang dimiliki masyarakat yang berada di

pinggiran sungai?

2. Bagaimanakah alasan yang menjadi dasar masyarakat untuk menguasai tanah

yang berada dipinggiran sungai ?

3. Bagaimanakah mendapatkan kepemilikan sertifikat atas tanah yang berada di

pinggiran sungai ?

9Asdak, 2004, Hidrologi dan pengelolaan Daerah Aliran Sungai.( Yogyakarta : Gadjah Mada


(27)

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah tersebut diatas, maka yang menjadi tujuan

penelitian ini adalah :

1. Untuk mengetahui kedudukan hak atas tanah masyarakat yang berada di

pinggiran sungai.

2. Untuk mengetahui alasan yang menjadi dasar masyarakat untuk menguasai

tanah yang berada dipinggiran sungai.

3. Untuk mengetahui cara mendapatkan kepemilikan sertifikat atas tanah yang

berada di pinggiran sungai.

D. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat yang diperoleh dari penelitian ini adalah :

1. Secara teoritis

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan bagi

perkembangan ilmu hukum khususnya hukum pertanahan, hukum lingkungan

dan studi notariat yang berhubungan dengan pengaturan-pengaturan daerah

aliran sungai serta dalam Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Tentang Garis

Sempadan Sungai, Daerah Manfaat Sungai, Daerah Penguasaan Sungai dan

Bekas Sungai dan dalam pembuatan sertifikat atas tanah yang berada di


(28)

2. Secara Praktis

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran yang jelas

mengenai status kepengurusan hak atas tanah yang berada dipinggiran sungai

dan juga memberikan upaya-upaya apa saja yang dilakukan oleh pihak

pemerintah dalam pemberian sertifikat atas tanah yang berada di pinggiran

sungai.

E. Keaslian Penelitian

Penelitian ini dilakukan dengan pertimbangan bahwa berdasarkan informasi

dan dari penelusuran di Kepustakaan Program Pasca Sarjana Universitas Sumatera

Utara, bahwa penelitian dengan judul “ANALISIS HUKUM ATAS ADVIS

PLANING PENGURUSAN HAK DI JALUR PINGGIRAN SUNGAI” belum pernah

dilakukan.

Pernah ada penelitian sebelumnya terkait dengan yang dilakukan oleh :

1. Januari Siregar, Mahasiswa Program Pasca Sarjana Magister Ilmu Hukum,

Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, pada tahun 2000, dengan judul

Penyelesaian Ganti Rugi Perbuatan Melawan Hukum Pencemaran

Lingkungan ( Studi Kasus Sungai Belumai Kabupaten Deli Serdang)

2. Namun jika dihadapkan penelitian yang telah dilakukan tersebut dengan

penelitian ini, maka ada perbedaan materi dan pembahasan yang dilakukan.


(29)

dipertanggung jawabkan secara akademis berdasarkan nilai-nilai objektifitas

dan kejujuran.

F. Kerangka Teori dan Konsepsi 1. Kerangka Teori

Pendapat Gorys Keraf tentang definisi teori adalah10 : “Asas-asas

umum dan abstrak yang diterima secara ilmiah dan sekurang-kurangnya dapat

dipercaya untuk menerangkan fenomena-fenomena yang ada”.

Menurut Soerjono Soekanto, teori11adalah suatu sistim yang berisikan

proposisi-proposisi yang telah diuji kebenarannya untuk menjelaskan aneka

macam gejala sosial yang dihadapinya dan memberikan pengarahan pada

aktifitas penelitian yang dijalankan serta memberikan taraf pemahaman

tertentu.

Fred N. Kerlinger dalam bukunyaFoundation of Behavioral Research

menjelaskan teori12: “Suatu teori adalah seperangkat konsep, batasan dan

proposisi yang menyajikan suatu pandangan sistematis tentang fenomena

dengan merinci hubungan antar variabel dengan tujuan menjelaskan dan

memprediksi gejala tersebut”.

10

Soerjono Soekanto, 2008,Pengantar Penelitian Hukum,Jakarta, UI Press, hlm.6.

11Ibid,.hlm. 13

12Mukti Fajar Nur Dewata dan Yulianto Achmad,Dualisme Penelitian Hukum Normatif dan


(30)

Menurut M. Solly Lubis, Kerangka teori adalah kerangka pemikiran

atau butir-butir pendapat, teori, tesis mengenai sesuatu kasus atau

permasalahan (problem) yang menjadi bahan perbandingan, pegangan teoritis.13

Teori yang dipergunakan adalah teori prioritas baku, pendapat Red

Bruch, tujuan hukum itu harus memenuhi tiga hal pokok yang sangat prinsipil

yang hendak dicapai yaitu ”keadilan, kepastian dan kemanfaatan”14,

perubahan masyarakat harus diikuti dengan perubahan hukum.15

2. Konsepsi

Konsep berasal dari Bahasa Latin, conceptus yang memiliki arti sebagai suatu kegiatan atau proses berfikir, daya berfikir khususnya penalaran

dan pertimbangan.16 Didalam melakukan suatu penelitian diperlukan suatu

konsepsi yang masuk didalam pemikiran dan tepat sasaran.

Konsepsi merupakan salah satu bagian terpenting dari teori konsepsi

yang diterjemahkan sebagai usaha membawa sesuatu dari abstrak menjadi

suatu yang konkrit yang disebut dengan operational definition. Pentingnya definisi operasional tersebut adalah untuk menghindari perbedaan pengertian

atau penafsiran mendua (dubius), dari suatu istilah yang dipakai. Oleh karena itu untuk menjawab permasalahan dalam penelitian ini harus didefinisikan

13M. Solly Lubis, 1994,Filsafat Ilmu dan Penelitian, Bandung, CV. Mandar Maju, hlm. 80. 14

Penegakan-hukum Http://www.sribd.com/doc/1953532/, diakses tanggal 20 Juni 2010.

15

Satjipto Rahardjo,Hukum dan Masyarakat, Bandung Angkasa 1984 ,hlm, 102.

16Komaruddin dan Yooke Tjuparmah Komaruddin, 2000, Kamus Istilah Karya Tulis Ilmiah,


(31)

beberapa konsep dasar, agar diperoleh hasil penelitian yang sesuai dengan

tujuan yang telah ditentukan, sebagai berikut. Analisis hukum adalah

merupakan hasil dari evaluasi akan peraturan hukum yang berlaku.

a. Advis Planningadalah merupakan saran atau pendapat terhadap suatu perencanaan.

b. Pengurusan hak adalah merupakan proses atas kepemilikan hak pada

instansi Badan Pertanahan Nasional.

c. Jalur pinggiran sungai adalah suatu wilayah daratan yang berada pada

sepanjang pinggiran sungai mulai dari hulu hingga hilir .

G. Metode Penelitian

Agar penelitian tersebut memenuhi syarat keilmuan, maka diperlukan

pedoman yang disebut metode penelitian. Metode penelitian adalah cara-cara

berfikir dan berbuat, yaitu dipersiapkan dengan baik-baik untuk mengadakan

penelitian dan untuk mencapai suatu tujuan penelitian.17

Istilah “metodologi” berasal dari kata “metode” yang berarti “jalan ke”,

namun demikian, menurut kebiasaan metode dirumuskan, dengan

kemungkinan-kemungkinan, sebagai berikut18:

1 Suatu tipe pemikiran yang dipergunakan dalam penelitian dan penilaian

2 Suatu teknik yang umum bagi ilmu pengetahuan,

17

Kartini Kartono, 1986,Pengantar Metodologi Riset Sosial, Alumni, Bandung,hlm.15-16. 18


(32)

3 Cara tertentu untuk melaksanakan suatu prosedur.

Adapun metode yang dipergunakan dalam penelitian ini antara lain :

1. Spesifikasi Penelitian

Penelitian ini memiliki sifat analisis deskriptif, maksudnya suatu penelitian yang menggambarkan, menelaah, menjelaskan dan menganalisis

hukum baik dalam bentuk teori maupun praktek dari hasil penelitian dilapangan19.

Sehingga penelitian ini dapat memberikan gambaran tentang, berikut segala

permasalahan yang akan timbul. Penelitian ini dilakukan melalui pendekatan

peraturan perundang-undangan.

2. Metode Pendekatan

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian hukum

normatif atau yuridis normatif, yakni penelitian hukum yang meletakkan hukum sebagai sebuah bangunan sistem norma. Sistem norma yang dimaksud adalah

mengenai asas-asas, norma, kaidah dari peraturan perundangan, putusan

pengadilan, perjanjian serta doktrin (ajaran).

Penelitian hukum normatif selalu mengambil isu dari hukum sebagai

sistem norma yang digunakan untuk memberikan “justifikasi” preskriptif tentang

suatu peristiwa hukum, sehingga penelitian hukum normatif menjadikan sistem

norma sebagai pusat kajiannya. Sistem norma dalam arti yang sederhana adalah

sistem kaidah atau aturan, sehingga penelitian hukum normatif adalah penelitian

19


(33)

yang mempunyai objek kajian tentang kaidah atau aturan hukum sebagai suatu

bangunan sistem yang terkait dengan suatu peristiwa hukum.

Jadi penelitian ini dilakukan dengan maksud untuk memberikan

argumentasi hukum tentang analisis hukum atas advis planing pengurusan hak di

jalur pinggiran sungai.

3. Teknik Pengumpulan Data

Pengumpulan data diperoleh dari penelitian kepustakaan yang didukung

dengan penelitian lapangan. Penelitian kepustakaan (library research) yaitu menghimpun data dengan melakukan penelaahan bahan kepustakaan atau data

sekunder yang meliputi bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan bahan

hukum tertier.20

a. Bahan hukum primer, yaitu bahan-bahan hukum yang mengikat, antara

lain :

1) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air

2) Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan

Pengelolaan Lingkungan Hidup

3) Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar

Pokok-Pokok Agraria.

4) Peraturan Pemerintah Nomor 35 Tahun 1991 tentang sungai

20 Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, 1995 Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan


(34)

5) Peraturan Daerah Nomor 9 Tahun 1992 tentang Wajib Bersih

Lingkungan, Keindahan dan Ketertiban Umum

6) Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 63 Tahun 1993 tentang

Garis Sempadan Sungai, Daerah Manfaat Sungai, Daerah Penguasaan

Sungai, Dan Bekas Sungai

7) Peraturan Daerah Nomor 5 Tahun 2003 tentang Izin Mendirikan

Bangunan

8) Peraturan Daerah Nomor 4 Tahun 2003 tentang Advis Planing

9) PERDA Tk.I SU Rencana Tata Ruang Wilayah No7 tahun 2003

b. Bahan hukum sekunder adalah bahan hukum yang memberikan penjelasan

mengenai bahan hukum primer, seperti : hasil-hasil penelitian dan karya

ilmiah dari kalangan hukum, yang terkait dengan masalah penelitian.

c. Bahan tertier adalah bahan pendukung diluar bidang hukum seperti kamus

ensiklopedia atau majalah yang terkait dengan masalah penelitian.

4. Alat Pengumpulan Data

Pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan dengan cara :

a. Studi Dokumen yaitu menghimpun data dengan melakukan penelaahan

bahan kepustakaan atau data sekunder yang meliputi bahan hukum primer,

bahan hukum sekunder dan bahan hukum tertier, berupa

dokumen-dokumen maupun peraturan perundang-undangan yang berlaku, yang

tekait dengan pelaksanaan kredit pemilikan rumah sederhana dengan


(35)

b. Wawancara (interview) adalah sekumpulan pertanyaan (tersusun dan bebas) yang diajukan dalam situasi atau keadaan tatap muka atau langsung

berhadapan dan catatan lapangan diperlukan untuk menginventarisir

hal-hal baru yang terdapat dilapangan yang ada kaitannya dengan daftar

pertanyaan yang sudah dipersiapkan.

5. Analisis Data

Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis data

kualitatif, yaitu data yang diperoleh disusun secara sistematis kemudian

dianalisis secara kualitatif agar dapat diperoleh kejelasan masalah yang akan

dibahas.

Pengertian analisis disini dimaksudkan sebagai suatu penjelasan dan

penginterpretasian secara logis dan sistematis. Logis sistematis menunjukkan

cara berfikir deduktif dan mengikuti tata tertib dalam penulisan laporan

penelitian ilmiah. Setelah analisis data selesai maka hasilnya akan disajikan

secara deskriptif, yaitu dengan menuturkan dan menggambarkan apa adanya

sesuai dengan permasalahan yang diteliti.21

Teori hukum yang dipakai adalah teori hukum responsif yang dijelaskan

oleh Philippe Nonet dan Philip Selznick dalam buku : Law and Society in

Transition Hukum responsif adalah yang bersifat terbuka terhadap

perubahan-perubahan masyarakat dengan maksud untuk mengabdi pada usaha meringankan

21 H.B. Sutopo, 1998, Metodologi Penelitian Hukum Kualitatif, Bagian II, Surabaya, UNS


(36)

beban kehidupan sosial dan mencapai sasaran-sasaran kebijakan sosial seperti

keadilan sosial, emansipasi kelompok-kelompok sosial yang dikesampingkan dan


(37)

BAB II

KEDUDUKAN TANAH YANG DIMILIKI MASYARAKAT DI PINGGIRAN SUNGAI

A. Kedudukan Tanah secara Umum

Tanah merupakan kurnia Tuhan Yang Maha Esa, atas dasar hak menguasai

dari negara maka menjadi kewajiban bagi pemerintah melaksanakan pendaftaran

tanah di seluruh wilayah Republik Indonesia menurut Undang-undang Pokok Agraria

yang individualistik komunalistik religius, selain bertujuan melindungi tanah juga

mengatur hubungan hukum hak atas tanah melalui penyerahan sertifikat sebagai

tanda bukti hak atas tanah bagi pemegangnya.22

Pasal 19 Undang-undang Pokok Agraria Juncto Pasal 1 Angka 20 Peraturan

Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 secara eksplisit menyatakan sertifikat adalah Surat

tanda bukti hak atas tanah. Namun dalam perkembangan, eksistensi sertifikat hak atas

tanah tidak hanya dipandang dari segi hukum semata, juga segi sosial, ekonomi,

politik, pertahanan, dan keamanan, bahkan di era globalisasi saat ini lalulintas

transaksi bidang pertanahan menjadi semakin ramai hingga bermuara kepada upaya

efektifitas, efisiensi, dan transparansi penegakan hukum (law enforcement) bidang pendaftaran tanah, antara lain melalui upaya penyatuan presepsi peraturan

perundang-undangan terkait dengan persyaratan permohonan sertifikat hak atas tanah di kantor

pertanahan.

22 Moh. Mahfud MD., 2001, Politik Hukum di Indonesia, PT. Pustaka LP3ES Indonesia,

Jakarta, hal. 346


(38)

Persyaratan permohonan sertifikat hak atas tanah di kantor pertanahan

dimaksud, berkaitan dengan sekumpulan peraturan perundang-undangan yang tertulis

atau tidak tertulis sepanjang mengenai persyaratan data fisik dan yuridis yang

seharusnya dilaksanakan untuk menerbitkan sertifikat kepemilikan hak atas tanah di

kantor pertanahan di Indonesia.

Seyogianya disampaikan dukungan dan penghargaan yang tinggi kepada

Bapak Kepala Badan Pertanahan Nasional atas kebijakannya melalui Surat Edaran

Tanggal 8 Desember 2004 Nomor : 121-2976 yang memerintahkan jajarannya di

Kantor Wilayah dan Kantor Pertanahan di seluruh Indonesia, melaksanakan uji coba

Standar Prosedur Operasi Pengaturan dan Pelayanan (SPOPP) di Lingkungan Badan

Pertanahan Nasional mulai tanggal 9 Desember 2004 dan disempurnakan tanggal 31

Januari 2005 serta definitip tanggal 17 Maret 2005 sesuai Keputusan Kepala Badan

Pertanahan Nasional Nomor 1 Tahun 2005 Tanggal 1 Februari 2005 sebagaimana

dijelaskan dalam Surat Edaran Kepala Badan Pertanahan Nasional Tanggal 1

Februari 2005 Nomor : 045.2-235.

Persyaratan permohonan sertifikat hak atas tanah yang ditentukan di dalam

Standar Prosedur Operasi Pengaturan dan Pelayanan (SPOPP) di Lingkungan Badan

Pertanahan Nasional telah dibuat sesuai konstelasi hukum positif, terutama

Undang--undang Nomor 5 Tahun 1960 Tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria dan

Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 Tentang Pendaftaran Tanah serta

Peraturan Menteri Negara Agraria / Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 3


(39)

panitia ajudikasi ataupun sporadik melalui inisiatif pemilik tanah sendiri di kantor

pertanahan.

Faktualnya, pada setiap pengajuan permohonan sertifikat kepemilikan hak

atas tanah di kantor pertanahan yang lebih dahulu diperiksa dan diteliti, yaitu

mengenai tiga persyaratan data :

1. pemilik, sebagai subyek hak;

2. tanah, sebagai obyek hak,

3. surat, sebagai alas hak.

Melengkapi pemerikksaan dan penelitian dengan tiga persyraratan data di atas

diperlukan dua persyaratan data pendukung yakni :

1. tujuan penggunaan hak, dan

2. cara perolehan hak.

Hasil determinan lima persyaratan data tersebut di atas, telah diketemukan 30

macam model persyaratan permohonan sertifikat hak di kantor pertanahan yang akan

disajikan dalam buku ini satu dengan lain saling berbeda, dengan harapan agar para

pemohon sertifikat kepemilikan hak atas tanah di kantor pertanahan dapat memilih

satu macam model paling tepat yang seharusnya ditempuh guna mengurangi risiko

terjadi kesalahan prosedur penerbitan sertifikat hak atas tanah.

Subyek hak atas tanah merupakan orang perseorangan atau badan hukum

yang dapat memperoleh sesuatu hak atas tanah sehingga namanya dapat dicantumkan


(40)

Subyek hukum(subject van een recht)adalah orang perseorangan(nutuurlijke persoon) atau badan hukum rechts persoon yang mempunyai hak, mempunyai kehendak, dan dapat melakukan perbuatan hukum.23

Pendapat tersebut dikaitkan dengan isi Undang-undang Pokok Agraria maka

subyek hukum hak atas tanah merupakan orang atau badan hukum yang dapat

mempunyai sesuatu hak atas tanah dan dapat melakukan perbuatan hukum untuk

mengambil manfaat bagi kepentingan dirinya, keluarganya, bangsa dan negara

kesatuan Republik Indonesia.

1. Orang Perseorangan Selaku Subyek Hak Atas Tanah

Orang perseorangan selaku subyek hak atas tanah, yaitu setiap orang yang

identitasnya terdaftar selaku Warga Negara Indonesia atau warga negara asing,

berdomisili di dalam atau di luar wilayah Republik Indonesia dan tidak kehilangan

hak memperoleh sesuatu hak atas tanah.

Namun, untuk melakukan tindakan hukum dalam lalu lintas hukum

pertanahan tidak semua orang dapat melakukannya. Sekalipun manusia diakui

sebagai penyandang hak dan kewajiban, namun hukum dapat mengecualikan manusia

sebagai makhluk hukum atau hukum bisa tidak mengakuinya sebagai orang dalam

arti hukum. Apabila hukum sudah menentukan demikian maka tertutup kemungkinan

bagi manusia, tersebut menjadi pembawa hak dan kewajiban selaku subyek hukum.24

23 Soerdjono Dirdjosisworo, 1991, Pengantar Ilmu Hukum, Cetakan Ketiga, Rajawali Pers,

Jakarta, hal. 126


(41)

Menurut hukum (juris), manusia tidak sama dengan orang, karena manusia merupakan gejala alam dalam pengertian biologis, misalnya tidur atau menghirup

udara merupakan hak manusia yang tidak diiringi kewajiban, dengan kata lain bahwa

tidak semua manusia dapat menjadi subyek hukum, hanya manusia yang memenuhi

syarat tertentu dapat diterima menjadi subyek hukum, yaitu manusia penyandang hak

sekaligus juga penyandang kewajiban, misalnya penjaga lintas kereta api atau

pemegang sertifikat kepemilikan hak atas tanah. Maka yang menjadi pusat perhatian

hukum bukan manusianya melainkan orangnya yang patut diterima menjadi subyek

hukum.

Dalam pembuktian hukum orang, di Indonesia ditentukan berdasarkan

penggolongan penundukan hukum pribadi masing-masing sebagai berikut :25

a. Bukti Kelahiran

1) Golongan yang tunduk kepada, hukum adat dapat dibuktikan dengan akta kelahiran dari kantor catatan sipil atau sesuai ketentuan Pasal 55 Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974.

2) Golongan yang tunduk kepada hukum barat/Eropa dibuktikan dengan akta kelahiran dan kantor catatan sipil sebagaimana, dimaksud Pasal 29 CSIJo

Pasal 35 CSKIJoPasal 37 CSEJoPasal 50 CST. b. Bukti Perkawinan

1) Golongan yang tunduk kepada hukum adat dibuktikan dengan akta perkawinan dan kantor urusan agama atau kantor catatan sipil sebagaimana ketentuan Pasal 2, Pasal 11 dan Pasal 12 Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975.

2) Golongan yang tunduk kepada hukum barat/Eropa dibuktikan dengan akta perkawinan dan kantor catatan sipil sebagaimana dimaksud Pasal 100 Kitab Undang-undang Hukum Perdata.

25Satrio J., 1999,Hukum Pribadi Bagian I Persoon Alamiah,PT. Citra Aditya, Bandung, hal.


(42)

c. Bukti Perceraian

1) Golongan yang tunduk kepada hukum adat dibuktikan dengan akta perceraian dari kantor urusan agama atau kantor catatan sipil sebagaimana ditentukan Pasal 17 Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974.

2) Golongan yang tunduk kepada hukum barat/Eropa dibuktikan dengan akta perceraian sebagaimana ketentuan dalam Pasal 221 Kitab Undang-undang Hukum Perdata.

d. Bukti Kematian

1) Golongan yang tunduk kepada hukum adat dapat dibuktikan dengan keterangan kematian dari lurah atau kepala desa, sebagaimana diatur dalam ketentuan pelaksanaan Undang-undang Nomor 10 Tahun 1992 Tentang Kependudukan.

2) Golongan yang tunduk kepada hukum barat/Eropa dibuktikan dengan akta kematian dari kantor catatan sipil ditentukan Pasal 73 CSTJo Pasal 1868 Kitab Undang-undang Hukum Perdata.

2. Badan Hukum Selaku Subyek Hak Atas Tanah

Badan hukum selaku subyek hak atas tanah antara lain lembaga pemerintahan

Indonesia, lembaga perwakilan negara asing, lembaga perwakilan internasional,

badan usaha yang didirikan menurut hukum Indonesia berkedudukan di Indonesia

atau badan hukum asing melalui penanaman modal asing di Indonesia, badan

keagamaan atau badan sosial lainnya.

Perhimpunan orang yang tergabung dalam badan hukum walau tidak berjiwa

seperti halnya manusia, namun mempunyai kehendak dan dapat melakukan perbuatan

hukum sehingga dipersamakan dengan orang, selanjutnya diakui oleh undang-undang

sebagai subyek hukum yakni badan hukum publik, badan hukum privat, dan badan

hukum lainnya.

a. Badan Hukum Publik


(43)

keputusan pejabat pemerintah Indonesia, pejabat negara asing atau pejabat badan

internasinal yang tujuannya yaitu untuk kepentingan umum, misalnya Lembaga

Pemerintahan Indonesia, kedutaan atau konsulat negara asing, badan perwakilan

persatuan bangsa-bangsa atau perwakilan internasional lainnya, sesuai azas timbal

balik dan perlakuan hukum yang sama.

b. Badan Hukum Privat

Badan hukum privat merupakan badan hukum yang didirikan oleh dua orang

atau lebih dengan tujuan yaitu untuk kepentingan perseronya, misalnya perseroan

terbatas, yayasan, atau koperasi.

c. Badan Hukum Lainnya

Selain badan hukum publik dan privat murni, juga ada perkumpulan orang

atau badan hukum yang didirikan oleh dua orang atau lebih dengan tujuan yaitu untuk

kepentingan umum yang ditetapkan oleh pemerintah Indonesia, misalnya

badan-badan keagamaan atas rekomendasi Menteri Agama atau badan-badan-badan-badan sosial atas

rekomandasi Menteri Sosial.

Obyek hak atas tanah merupakan bidang-bidang tanah di seluruh wilayah

Republik Indonesia yang dapat dipunyai dengan sesuatu pemilikan hak atas tanah

oleh orang atau badan hukum menurut ketentuan peraturan perundang-undangan

berlaku.

Obyek hak merupakan sesuatu yang tidak mempunyai hak dan tidak menjadi

hak dalam hukum, semata-mata hanya diobyekkan atau hanya berguna bagi subyek


(44)

benda, di antaranya adalah benda tak bergerak, misalnya tanah.26

Tanah dimaksud merupakan daratan di lapisan kulit bumi nusantara yang

dapat dipunyai dengan sesuatu pemilikan hak atas tanah oleh orang perseorangan atau

badan hukum sesuai peraturan perundang-undangan berlaku.

Menurut hukum perdata yang diatur Burgerlijk Wetboek bahwa tanah selaku obyek hak bukan saja dipandang sebagai bends (zaak) tak bergerak berwujud yang dapat dilihat secara nyata melalui panca indra, juga dipandang terpisah sebagai benda,

tak bergerak dan tak berwujud(onlichamelyk zaak),sehingga ketika terjadi peralihan haknya harus diikuti dengan penyerahan haknya(levering),sebagaimana diatur dalam Pasal 612 Kitab Undang-undang Hukum Perdata.

Berbeda menurut hukum adat di Indonesia, tanah selaku obyek hak

merupakan benda, tak bergerak berwujud, karena dapat dilihat secara nyata(conkreet denkeen), sementara hak atas tanah hanya dipandang sebagai bagian yang tidak berpisah dengan bendanya sehingga sewaktu terjadi peralihan haknya tidak perlu

diiringi penyerahan hak(levering),sebagaimana, ketentuan Pasal 612 Kitab Undang-undang Hukum Perdata.

Obyek pemilikan hak atas tanah yang dimaksud sama dengan obyek

pendaftaran tanah sebagaimana ketentuan Pasal 9 Peraturan Pemerintah Nomor 24

Tahun 1997, yaitu :

1. bidang-bidang tanah yang dipunyai dengan hak milik, hak guna usaha, hak


(45)

guna bangunan, dan hak pakai;

2. tanah hak pengelolaan;

3. tanah wakaf;

4. hak milik atas satuan rumah susun;

5. hak tanggungan;

6. tanah negara.

Memahami Penjelasan Umum Undang-undang Nomor 5 Tahun 1960 Angka 8

dan Pasal 5 Undang-undang Nomor 4 Tahun 1982 JO Pasal 20 Ayat 5 Permenag/Kepala BPN Nomor 3 Tahun 1997 agar pemanfaatan tanah menjadi sesuai

dengan penggunaannya maka sertifikat kepemilikan hak atas tanah tidak dapat terbit

di lahan yang berada di kawasan hutan lindung, daerah garis pantai, daerah aliran

sungai, daerah milik jalan, fasilitas umum atau fasilitas lingkungan sesuai rencana,

tata ruang wilayah/kabupaten / kota setempat.

Supaya penggunaan dan pemanfaatan tanah dimaksud sejalan dengan hak dan

kewajibannya maka dapat dilakukan koordinasi horizontal. Pencakupan hukum

bidang pendaftaran tanah ke dalam hukum lingkungan disebabkan permasalahan

lingkungan, harus dilihat dan diselesaikan secara menyeluruh dan terpadu.27

Alas pemilikan hak atas tanah yang dijadikan dasar penerbitan sertifikat

kepemilikan hak atas tanah di kantor pertanahan merupakan alat bukti yang dapat

digunakan sebagai alat pembuktian data yuridis atas kepemilikan atau penguasaan

27 Alvi Syahrin, 2003, Pengaturan Hukum dan Kebijakan Pembangunan Perumahan dan


(46)

suatu bidang tanah, baik secara tertulis ataupun berdasarkan keterangan saksi.

Pembuktian adalah suatu proses bagaimana alat-alat bukti dapat

dipergunakan, diajukan ataupun dipertahankan dalam hukum acara. Alat-alat bukti

adalah suatu hal, barang, dan non barang yang ditentukan oleh undang-undang dapat

digunakan untuk memperkuat atau menolak sesuatu dakwaan, tuntutan, atau

gugatan.28

1. Alat Bukti Hak

Pada proses pembuktian mengisyaratkan adanya alat bukti hak secara tertulis

atau pernyataan tertulis dengan sesuatu title melalui penguasaan tanah secara nyata dan itikad baik yang tidak dipermasalahkan oleh masyarakat hukum adat setempat,

kemudian dikuatkan dengan keterangan saksi-saksi sesuai ketentuan Pasal 1866 Kitab

Undang-undang Hukum Perdata, yang menyatakan bahwa hak dapat dibuktikan

melalui :

a. Alat bukti tertulis,

b. Alat bukti saksi-saksi,

c. Alat bukti pengakuan, dan

d. Alat bukti sumpah.

Kewenangan selanjutnya untuk menilai sesuatu alat bukti hak hanya oleh

hakim pengadilan berdasarkan kebenaran formil, seluas cakupan pemeriksaan

terhadap alat buktinya, sepanjang tidak melampau batas-batas yang diperkarakan,

28 Bambang Waluyo, 1996, Sistem Pembuktian dalam Peradilan Indonesia, Sinar Grafika,


(47)

dengan pengertian bahwa dalam mencari kebenaran formil hakim tidak boleh

melampaui batas-batas yang diperkarakan, dengan demikian hakim tidak mehhat

kepada bobot atau isi, melainkan melihat kepada luas cakupan pemeriksaannya.29

Selanjutnya, Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan

Nasional Nomor 3 Tahun 1997 menetapkan alat bukti hak atas tanah sebagai berikut.

Pasal 59 : Untuk keperluan penelitian data yuridis bidang-bidang tanah

dikumpulkan alat-alat bukti mengenai kepemilikan atau pengumaan

tanah, baik bukti tertulis maupun bukti tidak tertulis berupa keterangan

saksi dan atau keterangan yang bersangkutan yang ditunjukkan oleh

pemegang hak atas tanah atau kuasanya atau pihak lain yang

berkepentingan kepada Panitia Ajudikasi.

Pasal 67 : Berdasarkan alat bukti sesuai dimaksud dalam Pasal 23 Peraturan

Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997, penegasan konversi dan

pengakuan hak sesuai dimaksud dalam Pasal 65 dan penetapan

pemberian hak sesuai dimaksud dalam Pasal 66 hak-hak atas tanah,

hak pengelolaan dan tanah wakaf yang bersangkutan dibukukan dalam

buku tanah.

2. Kegunaan Alat Bukti Hak

Berdasarkan ketentuan Pasal 1865 Kitab Undang-undang Hukum Perdata bahwa

alat bukti hak dapat digunakan untuk:


(48)

a. mendalilkan kepunyaan suatu hak,

b. meneguhkan kepunyaan hak sendiri

c. membantah kepunyaan hak orang lain;

d. menunjukkan kepunyaan hak atas suatu peristiwa hukum.

Dengan demikian, pembuktian pemilikan hak atas tanah merupakan proses

yang dapat digunakan pemegangnya untuk mendalilkan kepunyaan, meneguhkan

kepunyaan, membantah kepunyaan atau untuk menunjukkan kepunyaan atas sesuatu

pemilikan hak atas tanah dalam suatu peristiwa atau perbuatan hukum tertentu.

3. Pembuktian Hak Baru Atas Tanah

Pembuktian hak baru menunjukkan alat bukti yang dibuat sesudah berlakunya

Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 Tanggal 8 Oktober 1997 sesuai Pasal

23, yakni sebagai berikut:

a. Penetapan pemberian hak dari pejabat berwenang bersangkutan menurut

ketentuan yang berlaku apabila pemberian hak tersebut berasal dari tanah

negara atau tanah hak pengelolaan.

b. Akta PPAT menurut pemberian hak tersebut oleh pemegang hak milik kepada

penerima hak yang bersangkutan mengenai hak guna bangunan dan hak pakai

atas tanah hak milik.

c. Hak pengelolaan dibuktikan dengan penetapan pemberian hak pengelolaan dari

pejabat berwenang.

d. Tanah wakaf dibuktikan dengan akta ikrar wakaf.


(49)

f. Pemberian hak tanggungan dibuktikan dengan akta pemberian hak

tanggungan.

Pembuktian hak baru merupakan penetapan pemberian hak dari pejabat yang

berwenang kepada orang perorangan atau badan hukum, misalnya hak pengelolaan

atas tanah negara dari Kepala Badan Pertanahan Nasional atau peralihan hak melalui

akta pejabat pembuat akta tanah. Selanjutnya, menurut AT Parlindungan, pembuktian

hak baru diberikan oleh pejabat yang berwenang, yakni sebagai berikut:30

a. Hak atas tanah baru dibuktikan dengan suatu surat keputusan pemberian hak

oleh Menteri Negara Agraria/ Kepala Badan Pertanahan Nasional atas tanah

yang dikuasai oleh negara ataupun dari hak pengelolaan.

b. Hak pengelolaan yang kita ketahui merupakan pelimpahan wewenang

mengelola tanah dari negara kepada pemerintah pusat, pemerintah daerah,

otorita dan sebagainya dan dibuktikan dengan suatu surat keputusan dan

Menten Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional.

c. Akta ikrar wakaf sudah diatur oleh Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun

1997 dan sebagai pejabatnya yang disebut Pejabat Pembuat Akta Ikrar Wakaf

adalah Kepala Kantor Urusan Agama di tiap kecamatan.

d. Hak milik atas satuan rumah susun dibuktikan dengan akta pemisahan yang

dibuat oleh PPAT dengan pemilik satuan rumah susun tersebut.

e. Yang disebut dengan hak tanggungan adalah yang diatur oleh Undang-undang


(50)

Nomor 4 Tahun 1996.

4. Pembuktian Hak Lama Atas Tanah

Pembuktian hak lama menunjukkan alat bukti yang sudah ada sebelum

berlakunya Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997, yaitu sebelum tanggal 8

Oktober 1997 sebagaimana dijelaskan dalam Pasal 24, Ayat 1 dan Ayat 2.

Ayat 1 : Untuk keperluan pendaftaran hak, hak atas tanah yang berasal dari

konversi hak-hak lama dibuktikan dengan alat-alat bukti mengenai adanya

hak tersebut berupa bukti-bukti tertulis, keterangan saksi dan atau

pernyataan bersangkutan yang kadar kebenarannya oleh panitia ajudikasi

dalam pendaftaran tanah secara sistematik atau oleh Kepala Kantor

Pertanahan dalam pendaftaran tanah secara sporadik, dianggap cukup

untuk mendaftar hak, pemegang hak dan hak-hak pemilik lain

membebaninya.

Ayat 2 : Dalam hal tidak atau tidak lagi tersedia secara lengkap alat-alat

pembuktian sesuai disebutkan pada Ayat (1), pembukuan hak dapat

dilakukan berdasarkan kenyataan penguasaan fisik bidang tanah yang

ber-sangkutan selama 20 (dua puluh) tahun atau lebih secara berturut-turut

oleh pemohon pendaftaran dan pendahulu-pendahulunya, dengan syarat :

a. penguasaan tersebut dilakukan dengan itikad baik dan secara terbuka


(51)

oleh kesaksian orang yang dapat dipercaya; b. penguasaan tersebut baik

sebelum maupun selama pengumuman sebagai dimaksud dalam Pasal 26

tidak dipermasalahkan oleh masyarakat hukum adat atau desa / kelurahan

yang bersangkutan ataupun pihak lainnya.

5. Cara Perolehan Pembuktian Hak Lama Atas Tanah

Cara perolehan pembuktian hak lama atas tanah menurut Penjelasan Pasal 24

Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997, ada 2 macam cara berdasarkan

pembuktian pemilikan tanah dan berdasarkan pembuktian penguasaan tanah, yakni

sebagai berikut :

a. Berdasarkan pembuktian pemilikan tanah

Pembuktian hak lama berdasarkan pemilikan tanah dinyatakan secara tertulis

sesuai konversi hak-hak lama di dalam penjelasan pasalnya, yakni seperti berikut :

1) Grosse akta hak eigendom yang diterbitkan berdasarkan Overschrijvings Ordonaniie (Stnatsblad 1824-27) yang telah dibubuhi catatan bahwa hak eigendom yang bersang-kutan dikonversi menjadi hak milik.

2) Grosse akta hak eigendom yang diterbitkan berdasarkan Overschiijvings Ordonantie (Staatsblad 1824-27) sejak berlakunya UUPA sampai tanggal pendaftaran tanah dilaksanakan menurut Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun

1961 di daerah yang bersangkutan.

3) Surat tanda bukti hak milik yang diterbitkan berdasarkan peraturan swapraja

yang bersangkutan.


(52)

Tahun 1959.

5) Surat keputusan pemberian hak milik dari pejabat yang berwenang, baik sebelum

ataupun sejak berlakunya UUPA yang tidak disertai dengan kewajiban untuk

mendaftarkan hak yang diberikan, tetapi telah dipenuhi semua kewajiban yang

disebut di dalamnya.

6) Akta pemindahan hak yang dibuat di bawah tangan yang dibubuhi tanda

kesaksian oleh Kepala Adat/Kepala Desa/ Kelurahan yang dibuat sebelum

berlakunya peraturan pemerintah ini.

7) Akta pemindah hak atas tanah yang dibuat oleh PPAT, yang tanahnya belum

dibukukan.

8) Akta ikrar wakaf/surat ikrar yang dibuat sebelum atau sejak mulai dilaksanakan

Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 1977.

9) Risalah lelang yang dibuat oleh pejabat lelang yang berwenang yang tanahnya

belum dibukukan.

10) Surat penunjukkan atau pembehan traveling tanah sebagai pengganti tanah yang

diambil oleh pemerintah atau pemerintah daerah.

11) Petuk pajak bumi/landrente, girik, pipit, trek tir, dan verponding Indonesia

sebelum berlakunya Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1961.

12) Surat keterangan riwayat tanah yang pernah dibuat oleh Kantor Pelayanan Pajak

Bumi dan Bangunan.

13) Lain-lain bentuk alat pembuktian tertulis dengan nama apapun juga sesuai


(53)

Pembuktian hak lama berdasarkan penguasaan tanah dibuktikan berdasarkan

pernyataan tertulis yang bersangkutan dan dikuatkan saksi-saksi, sebagaimana

ditentukan dalam penjelasan Pasal 24 Ayat 2 Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun

1997 harus memenuhi syarat, sebagai berikut :

1) Bahwa pengusaan tanah yang digunakan secara nyata dengan itikad baik, selama

atau lebih dan 20 (dua puluh) tahun berturut-turut.

2) Bahwa penguasaan tanah tersebut dihormati dan tidak diganggu gugat oleh pihak

lain.

3) Bahwa penguasaan tanah tersebut dikuatkan oleh saksi-saksi yang dipercaya.

4) Bahwa untuk pendaftaran hak atas tanahnya harus diteliti terlebih dahulu oleh

Panitia A dan diumumkan sesuai ketentuan Pasal 26 Peraturan Pemerintah Nomor

24 Tahun 1997, serta dikeluarkan Surat keputusan pengakuan haknya oleh pejabat

berwenang.

Perbedaan pembuktian hak baru dan hak lama hanya bersifat administratif,

yaitu pembuktian hak baru merupakan alat-alat bukti pemilikan hak atas tanah yang

ada sesudah berlakunya Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 sedangkan

pembuktian hak lama merupakan alat-alat bukti pemilikan hak atas tanah yang ada

sebelum berlakunya Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997. Persamaan

pembuktian hak baru dan pembuktian hak lama yaitu sama-sama untuk meneguhkan

kepunyaan sendiri sebagai pemegang hak.

Selanjutnya, Boedi Harsono menyatakan :


(54)

berlakunya Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997, sedangkan hak-hak lama yaitu hak-hak atas tanah yang berasal dari konversi hak-hak yang ada pada waktu mulai berlakunya Undang-undang Pokok Agraria dan hak-hak yang belum diatur menurut Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1961.”31

Jenis sertifikat kepemilikan hak atas tanah yang dapat dimohon di kantor

pertanahan ditentukan oleh subyek hak atas tanah dan tujuan penggunaan obyek hak

atas tanah sepanjang dibolehkan undang-undang, sehingga dapat dipunyai dengan

sesuatu hak atas tanah sesuai ketentuan Pasal 16 Undang-undang Pokok Agraria,

sebagai berikut :

1. hak milik;

2. hak guna usaha;

3. hak guna bangunan;

4. hak pakai.

Selain sertifikat kepemilikan hak atas tanah di atas, ada juga sertifikat

kepemilikan hak atas tanah yang diterbitkan kantor pertanahan dan tidak diatur dalam

Pasal 16 Undang-undang Pokok Agraria, yaitu sertifikat hak milik tanah wakaf, hak

milik satuan rumah susun, dan hak pengelolaan.

Bermacam jenis sertifikat kepemilikan hak atas tanah yang diatur di dalam

Pasal 16 tersebut telah sejalan dengan Pasal 4 ayat 1 Undang-undang Pokok Agraria

menyatakan, “Atas dasar hak menguasai dari negara sebagai yang dimaksud dalam

Pasal 2 ditentukan macam-macam hak atas tanah permukaan bumi yang disebut

31Budi Harsono, 1999, Hukum Agraria Indonesia, Jilid 1 Edisi Revisi, Cetakan Kedelapan


(55)

tanah, yang dapat diberikan kepada dan dipunyai oleh orang-orang baik sendiri

maupun bersama-sama dengan orang-orang lain serta badan-badan hukum”.

Selanjutnya, tentang sertifikat sebagai tanda bukti pemilikan hak atas tanah

yang diterbitkan oleh kantor pertanahan berdasarkan ketentuan Undang-undang

Pokok Agraria, yakni sertifikat hak milik, sertifikat hak guna bangunan, sertifikat hak

guna usaha, dan sertifikat hak pakai, yakni sebagai berikut :

1. Sertifikat Hak Milik

Sertifikat hak milik merupakan surat tanda bukti hak atas tanah bagi

pemegangnya untuk memiliki, menggunakan, mengambil manfaat lahan tanahnya

secara turun temurun, terkuat dan terpenuh. Khusus terhadap hak milik atas tanah

ditentukan lain, yaitu adanya unsur turunan, terkuat dan terpenuh dibandingkan hak

lamnya, namun harus diartikan senafas dengan fungsi sosial tanah, selain itu juga

dapat beralih dan dialihkan kepada pihak lain serta dijadikan jaminan hutang melalui

pembebanan hak tanggungan.

Menurut ketentuan Pasal 8 Ayat 1 Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala

Badan Pertanahan Nasional Nomor 9 Tahun 1999 bahwa hak milik dapat dipunyai

oleh setiap warga negara Indonesia tanpa menyebutkan perbedaan suku atau etnis,

ke-tentuan selanjutnya sebagai berikut :

a. Sertifikat hak milik hanya dapat diperoleh oleh Warga Negara Indonesia dan oleh

badan hukum yang ditetapkan berdasarkan Peraturan Pemerintah.

b. Warga Negara Indonesia dapat memperoleh sertifikat hak alas tanah berdasarkan;


(56)

hak/ perpanjangan hak/pemecahan hak/pemisahan hak/ pemindahan hak atau

peralihan hak.

c. Warga Negara Asing dapat memperoleh sertifikat hak milik berdasarkan;

peralihan hak karena warisan tanpa wasiat dan harta bersama dalam perkawinan,

dengan catatan bahwa ia harus melepaskan haknya dalam jangka waktu satu tahun

sejak ia memperoleh hak.

d. Badan Hukum dapat memperoleh sertifikat hak milik sebagaimana ketentuan Pasal

21 Ayat 2 Undang-undang Pokok Agraria dan Peraturan Pemerintah Nomor 38

Tahun 1963 serta Peraturan Menteri Agraria Nomor 2 Tahun 1960, berdasarkan

penetapan pemerintah, antara lain sebagai berikut :

1) Bank-bank milik negara: BI, BIN, BTN, BNI, BUN, BDN, BRI, BPI.

2) Badan keagamaan dan sosial, yakni

a) Gereja Roma Katolik di Indonesia (Kep. DDA dan Trans.

No.1/DDAT/Agr/l967);

b) Gereja Protestan di Indonesia Bagian Barat (SK. Mendagri No.

22/DDA/1969);

c) Gereja Pantekosta di Indonesia (SK Mendagri No. 3/ DDA/1972);

d) Persyarikatan Muhammadiyah di Indonesia (SK No. 14/DDA/1972).

Khusus terhadap badan keagamaan dan badan sosial yang ditetapkan

pemerintah dapat diberikan sertifikat hak milik dalam jangka waktu sepanjang

tanahnya masih dipergunakan sesuai tugas pokok dan fungsinya serta diakui dan


(57)

2. Sertifikat Hak Guna Usaha

Sertifikat hak guna usaha merupakan surat tanda, bukti hak atas tanah bagi

pemegangnya guna mengusahakan tanah di sektor pertanian, peternakan, atau

perikanan atas tanah yang dikuasai langsung oleh negara.

Sertifikat hak guna usaha hanya dapat diberikan atas tanah yang dikuasai

langsung oleh negara, misalnya melalui pelepasan hak atas tanah, bangunan, dan

tanaman di atasnya kepada negara sesuai peraturan perundang-undangan.

Secara umum hak guna usaha dapat diberikan kepada subyek hak dengan luas

paling sedikit 5 hektar dalam jangka waktu 25 tahun dan perpanjangan 25 tahun,

dapat beralih dan dialihkan kepada pihak lain atau dijadikan jaminan utang melalui

pembebanan hak tanggungan. Orang perorangan hanya dapat mempunyai hak guna

usaha maksimum 25 hektar, sedangkan luas maksimum untuk badan hukum

masing-masing ditetapkan oleh Menteri.32

Badan hukum asing hanya dapat mempunyai hak guna usaha melalui

penanaman modal asing bersifat patungan didirikan menurut hukum Indonesia

berkedudukan di Indonesia.

Sebelum berakhir jangka waktu hak guna usaha dapat diperpanjang dan jika

telah berakhir hanya dapat diajukan permohonan baru, sepanjang pemegang hak

masih memenuhi syarat dan tanahnya masih diusahakan secara layak, dengan catatan

bahwa harus sesuai dengan perkembangan rencana penggunaan dan peruntukan tanah

32


(58)

bersangkutan pada saat itu.33

Hak guna usaha yang tidak lagi diusahakan pemegangnya maka dalam jangka

waktu satu tahun harus melepaskan atau menphhkan haknya kepada negara atau

pihak lain, dengan sanksi bahwa haknya hapus demi hukum, sedangkan bangunan,

tanaman dan benda-benda, di atasnya dapat dibongkar sendiri ataupun diganti rugi

oleh negara, nilainya diputuskan oleh Presiden.

c. Sertifikat Hak Guna Bangunan

Sertifikat hak guna bangunan merupakan surat tanda bukti hak atas tanah bagi

pemegangnya guna membangun dan menggunakan bangunan yang berdiri di atas

tanah kepunyaan pihak lain guna tempat tinggal atau tempat usaha.

Hak guna bangunan diberikan dengan luas tidak melebihi batas maksimum

(ceiling)jangka waktu paling lama 30 tahun dan perpanjangan 20 tahun, dapat beralih dan dialihkan kepada pihak lain serta dijadikan jaminan utang melalui pembebanan

hak tanggungan. Hak guna bangunan dapat dipunyai oleh warga negara Indonesia

atau badan hukum Indonesia dan berkedudukan di Indonesia, digunakan untuk tempat

tinggal, atau tempat usaha sepanjang tidak mengganggu fungsi sosial tanah. Hak guna

bangunan dapat diberikan atas tanah hak milik atau hak pengelolaan atau tanah

negara, dengan ketentuan apabila hak guna bangunan hapus maka hak atas tanahnya

kembali kepada penguasa asalnya.34

Sebelum jangka waktunya berakhir hak guna bangunan dapat diperpanjang

33Ibid,Pasal 9 34


(59)

dan ketika haknya telah berakhir hanya dapat diperbaharui sepanjang pemegang hak

masih memenuhi syarat, tanahnya masih diusahakan secara layak dan harus

disesuaikan dengan perkembangan rencana penggunaan, serta peruntukan tanah

bersangkutan pada saat itu.35Pengalihan pemilikan hak atas tanah hak guna bangunan

yang berdiri atas hak pengelolaan harus mendapat izin atau persetujuan tertulis dari

penguasa hak pengelolaannya.

d. Sertifikat Hak Pakai

Sertifikat hak pakai merupakan surat tanda bukti pemilikan hak atas tanah

untuk memungut hasil atas tanah yang bukan kepunyaan pemegangnya. Sertifikat hak

pakai dapat dipunyai oleh warga negara Indonesia, warga negara asing yang bekerja

dan bertempat tinggal di Indonesia, badan hukum Indonesia, badan hukum asing yang

mempunyai perwakilan di Indonesia, departemen, lembaga non departemen

pemerintahan pusat dan daerah, perwakilan negara asing, perwakilan organisasi

internasional, badan keagamaan dan badan sosial.36

Khusus terhadap pemilikan rumah tempat tinggal warga negara asing di

Indonesia, lebih lanjut diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 1996;

Permenag/Ka. BPN Nomor 7; Nomor 8 Tahun 1996; SE. Menag/Ka. BPN Nomor

110-2871 Tanggal 8 Oktober 1996; SE. Menteri Negara Perumahan Rakyat No.

124/UM/0101/M/12/97 Tanggal 11 Desember 1997.

Sertifikat hak pakai dapat diperoleh atas tanah hak milik, tanah hak

35 Pasal 26 Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 1996 36


(60)

pengelolaan atau tanah negara. Jangka waktu hak pakai diberikan kepada badan

hukum publik seperti departemen, lembaga pemerintahan Indonesia di pusat dan

daerah, perwakilan negara asing, perwakilan badan internasional, badan keagamaan,

dan badan sosial yaitu selama masih dipergunakan bagi keperluan tugas pokok dan

fungsinya (lihat juga Pasal 41 Ayat 2 Undang-undang Pokok AgrariaJoPasal 45 ayat 3 Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 1996).37

Hak pakai atas tanah hak pengelolaan diberikan jangka waktu paling lama 25

tahun dan dapat diperpanjang selama 20 tahun atau diperbaharui atas persetujuan

pemegang hak pengelolaannya. Hak pakai atas tanah hak milik diberikan jangka

waktu paling lama 25 tahun dan tidak dapat diperpanjang, tetapi dapat diperbaharui

berdasarkan akta kesepakatan antara pemegang hak pakai dengan pemegang hak

miliknya.38

Hak pakai atas tanah negara diberikan jangka waktu paling lama 25 tahun dan

dapat diperpanjang selama 20 tahun atau dapat diperbaharui atas permohonan

pemegang hak pakai dengan ketentuan bahwa masih memenuhi persyaratan untuk

pemberian hak pakai atas tanah negara. Sertifikat hak pakai dapat dijadikan jaminan

utang melalui pembebanan hak tanggungan, dengan ketentuan bahwa berakhirnya

jangka waktu hak pakai menyebabkan hapusnya hak pakai dan mengakibatkan

hapusnya hak tanggungan. Sertifikat hak pakai dapat beralih dan dialihkan sepanjang

dimungkinkan dalam perjanjian oleh para pihak yang bersangkutan dengan ketentuan

37 Pasal 41 ayat 1 dan 2 Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 1996 38


(61)

bahwa terlebih dahulu mendapat persetujuan dari penguasa hak atas tanahnya, dalam

hal ini persetujuan tertulis dari pemegang hak miliknya atau dari pemegang hak

pengelolaannya atau atas tanah negara dengan izin tertulis dari pejabat berwenang.

B. Kedudukan Tanah Masyarakat di Pinggiran Sungai

Hak milik atas tanah sebagai salah satu jenis hak milik, sangat penting bagi

negara, bangsa dan rakyat Indonesia sebagai masyarakat agrarian yang sedang

membangun ke arah perkembangan industri dan lain-lain. Akan tetapi, tanh yang

merupakan kehidupan pokok bagi manusia akan berhadapan dengan berbagai hal,

antara lain39:

a. Keterbatasan tanah, baik dalam jumlah maupun kualitas dibandingkan

kebutuhan yang harus dipenuhi.

b. Pergeseran pola hubungan antara pemilik tanah dan tanh sebagai akibat

perubahan-perubahan yang ditimbulkan oleh proses pembangunan dan

perubahan-perubahan sosial pada umumnya.

c. Tanah di satu pihak telah tumbuh sebagai benda ekonomi yang sangat

penting, pada lain pihak telah tumbuh sebagai bahan perniagaan dan objek

spekulasi.

39Adrian Sutedi, 2009,Peralihan Hak Atas Tanah dan Pendaftarannya,Sinar Grafika, Jakarta,


(62)

d. Tanah di satu pihak harus dipergunakan dan dimanfaatkan untuk

sebesar-besarnya kesejahteraan rakyat lahir batin, adil dan merata, sementara di lain

pihak harus dijaga kelestariannya.

Hak milik sebagai salah satu lembaga hukum dalam hukum tanah telah diatur

baik dalam hukum tanah sebelum UUPA maupun dalam UUPA. Sebelum berlakunya

UUPA, ada dua golongan besar hak milit atas tanah, yaitu hak milik menurut hukum

adapt dan hak milik menurut hukum Perdata Barat yang dinamakan hakEigedom.

Peralihan hak atas tanah dapat melalui jual beli, tukar-menukar, hibah atau

karena pewarisan. Dalam Pasal 26 ayat (1) ditentukan bahwa : “Jual beli, penukaran,

penghibahan, pemberian dengan wasiat, dan perbuatan-perbuatan lain yang

dimaksudkan untuk memindahkan hak milik serta pengawasannya diatur dengan

Peraturan Pemerintah”.40

Jual beli tanah menurut PP No. 24 tahun 1997 tentang Pendaftaran tanah,

harus dibuktikan dengan suatu akta yang dibuat oleh seorang Pejabat Pembuat Akta

Tanah (PPAT), dan setelah akta tersebut ditandatangani oleh para pihak maka harus

didaftarkan. Jadi, dengan dilakukannya jual beli tanah dihadapan PPAT, maka pada

saat itu juga hak atas tanahnya berpindah dari penjual kepada pembeli dengan

pembayaran secara tunai dari pembeli kepada penjual.

Peraturan hak milik atas tanah ditegaskan dalam Pasal 16, Pasal 20 sampai

dengan Pasal 22 dalam Undang-Undang No. 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar

40Lihat Pasal 26 ayat (1) Undang-Undang Nomor 5 tahun 1960 tentang Peraturan Dasar


(63)

Pokok-Pokok Agraria (selanjutnya disebut UUPA). Dari ketentuan Pasal 20 dapat

diartikan sifat-sifat hak milik yang membedakannya dengan hak-hak lainnya, yaitu

hak yang “terkuat dan terpenuh” yang dapat dipunyai orang atas tanah. Pemberian

sifat ini tidak berarti bahwa hak itu merupakan hak yang “mutlak”, tak terbatas dan

tidak dapat diganggu gugat sebagaimana hakeigendom menurut pengertiannya yang asli dulu.

Dengan dilakukan amandemen Undang-Undang Dasar 1945 sebanyak 4 kali,

setidak-tidaknya ada hal yang menarik perhatian kita, khususnya yang berkenaan

dengan hak milik. Di satu sisi, hak milik seseorang tidak boleh diambil alih secara

sewenang-wenang oleh siapa pun sebagaimana diatur dalam Pasal 28H ayat (4) UUD

1945. Sebenarnya sebelum dilakukan amandemen, hal ini telah dituangkan dalam

Pasal 32 Ketetapan MPR No. XVII/ MPR/1998, yang kemudian dirumuskan lebih

rinci dalam Undang-Undang No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, Pasal

36 ayat (1) dan ayat (2). Di sisi lain Pelaksanaan dari Undang-Undang No. 5 Tahun

1960, khususnya yang mengatur hak milik atas tanah belum juga terwujud hingga

saat ini.

Di antara para sarjana ada yang anti hak privat dan ada yang pro hak privat.

Khususnya yang mengenai hak milik atas tanah:41

J.J. Rousseau (abad 18) terkenal sebagai seorang sarjana yang tidak

menghendaki adanya hak milik perseorangan atas tanah, karena milik privat


(64)

menyebabkan adanya perbedaan-perbedaan dan menimbulkan kesengsaraan dan

kejahatan dalam masyarakat. Beliau mengakui bahwa pembagian tanah adalah

konsekuensi daripada penggarapan tanah. Selanjutnya beliau berpendapat bahwa

pertanian (agriculture) dengan hak milik privat serta perbedaan kekayaan telah menimbulkan suatu proses sosial dan bahwa ada suatu waktu di mana ada peperangan

antara semua kontra dan pada waktu itu maka yang kayalah yang paling menderita

kerugian. Akan teapi mereka yang kaya ini kemudian mengorganisasikan suatu

pemerintah dengan undang-undang yang nampaknya menjamin/melindungi jiwa dan

milik semua orang akan tetapi yang dalam batinnya hanya untuk kepentingan yang

berkuasa.

Henry George (1878) berpendapat bahwa hak milik privat atas tanah adalah

sebab dari bertambahnya kemiskinan pada waktu ada kemajuan.

Adapun jalan pikirannya adalah sebagai berikut :

a. Bertambahnya penduduk dan kemajuan dalam proses produksi

menyebabkan bahwa tanah makin banyak yang dibutuhkan.

b. Harga tanah yang diminta oleh pemilik tanah makin tinggi.

c. Akibatnya ialah bahwa hasil dari kemajuan itu seluruhnya jatuh di tangan

pemilik tanah, sedang buruh dan pemilik uang yang tidak mempunyai

tanah tidak mendapat keuntungan dari kemajuan proses produksi.

d. Dengan makin bertambahnya kemampuan untuk menghasilkan, bunga

tanah makin cepat naik membubung tinggi.


(65)

masyarakat, setiap perencanaan tata ruang wilayah wajib didasarkan pada kajian

lingkungan hidup strategis. Perencanaan tata ruang wilayah ditetapkan dengan

memperhatikan daya dukung dan daya tampung lingungan hidup.

Tanah yang berada diwilayah bantaran sungai dalam hal ini merupakan tanah yang tidak boleh dimiliki atau dikuasai oleh masyarakat, dikarenakan status tanah tersebut adalah merupakan wilayah jalur hijau, sehingga keberadaan masyarakat tersebut merupakan menguasai tempat yang dilarang, disebutkan Penetapan wilayah sungai meliputi wilayah sungai dalam satu kabupaten/kota, wilayah sungai lintas kabupaten/kota, wilayah sungai lintas provinsi, wilayah sungai lintas negara, dan wilayah sungai strategis nasional.

Penetapan cekungan air tanah meliputi cekungan air tanah dalam satu

kabupaten/kota, cekungan air tanah lintas kabupaten/kota, cekungan air tanah lintas

provinsi, dan cekungan air tanah lintas negara. Ketentuan mengenai kriteria dan tata

cara penetapan wilayah sungai dan cekungan air tanah diatur lebih lanjut dengan

peraturan pemerintah. Wewenang dan tanggung jawab Pemerintah meliputi:

a. Menetapkan kebijakan nasional sumber daya air;

b. Menetapkan pola pengelolaan sumber daya air pada wilayah sungai lintas

provinsi, wilayah sungai lintas negara, dan wilayah sungai strategis nasional;

c. Menetapkan rencana pengelolaan sumber daya air pada wilayah sungai lintas

provinsi, wilayah sungai lintas negara, dan wilayah sungai strategis nasional;


(66)

lintas provinsi, wilayah sungai lintas negara, dan wilayah sungai strategis

nasional;

e. Melaksanakan pengelolaan sumber daya air pada wilayah sungai lintas

provinsi, wilayah sungai lintas negara, dan wilayah sungai strategis nasional;

f. Mengatur, menetapkan, dan memberi izin atas penyediaan, peruntukan,

penggunaan, dan pengusahaan sumber daya air pada wilayah sungai lintas

provinsi, wilayah sungai lintas negara, dan wilayah sungai strategis nasional;

g. Mengatur, menetapkan, dan memberi rekomendasi teknis atas penyediaan, peruntukan, penggunaan, dan pengusahaan air tanah pada cekungan air tanah

lintas provinsi dan cekunganair tanah lintas negara;

h. Membentuk Dewan Sumber Daya Air Nasional, dewan sumber daya air wilayah sungai lintas provinsi, dan dewan sumber daya air wilayah sungai strategis nasional;

i. Memfasilitasi penyelesaian sengketa antarprovinsi dalam pengelolaan sumber

daya air;

j. Menetapkan norma, standar, kriteria, dan pedoman pengelolaan sumber daya air;

k. Menjaga efektivitas, efisiensi, kualitas, dan ketertiban pelaksanaan

pengelolaan sumber daya air pada wilayah sungai lintas provinsi, wilayah

sungai lintas negara, dan wilayah sungai strategis nasional; dan


(1)

diterbitkan karena mengacu pada rencana Tata Ruang wilayah dan Tata Ruang dan Tata bangunan sehingga alas hak apapun tidak dapat diterbitkan walaupun sebelumnya ada alas hak berupa Grand Sultan dengan mengacu pada peraturan yang ada dikuasai oleh Negara untuk kepentingan dan kemakmuran rakyat sehingga alas hak tersebut menjadi gugur.

B. SARAN

1. Diharapkan perlu adanya ketegasan dari pihak pemerintah dan instansi terkait dalam hal penanganan terhadap status tanah masyarakat yang berada diwilayah bantaran sungai sehingga masyarakat dapat mengetahui secara pasti akan keberadaan mereka dalam pandangan hukum yang berlaku.

2. Perlu adanya penyuluhan atau pembelajaran tentang hukum pertanahan terhadap masyarakat terutama mereka yang merupakan masyarakat yang berdomisi disepanjang bantaran sungai yang mana adanya peraturan daerah tentang tata ruang serta peraturan perundang-undangan yang berkaitan tentang keberadaan masyarakat di pinggiran sungai.satu hal penting lagi dimana Pemerintah Kota Madya Medan harus memberikan contoh teladan dalam penanganan penguasaan jalur hijau bantaran sungai karena kantor Walikota Madya Medan, kantor DPRD Medan, Kantor DPRDSU, Rumah GUBSU pun berbatasan langsung temboknya dengan sungai.


(2)

3. Keberadaan terhadap kepemilikan status tanah yang berada dipinggiran sungai adalah merupakan ketegasan dari instansi terkait baik dari pihak Badan Pertanahan Negara pihak Pemerintah Kota Madya dalam hal ini Kota Madya Medan secara khusus sehingga kepemilikan alas hak sepanjang bantaran sungai adalah ilegal dan perlunya ketegasan dalam hal eksekusi dengan mengacu pada azas kemanusiaan yang adil dan beradab.


(3)

DAFTAR PUSTAKA

Asdak, Hidrologi dan pengelolaan Daerah Aliran Sungai, Yogyakarta, Gadjah Mada University Press, 2004

Dalimmunthe Chadidjah, 2005, “Pelaksanaan Landreform di Indonesia dan Permasalahannya”,Universitas Sumatera Utara, Ikdam

Dirdjosisworo Soerdjono, 1991, Pengantar Ilmu Hukum, Cetakan Ketiga, Rajawali Pers, Jakarta

Handoko, Pengelolaan daerah aliran sungai, yogyakarta,INSISTPress, 2006

Hamid Hamrat, 1992, Penegakan Hukum Lingkungan Melalui Tindakan Administrasi, Perdata, dan Pidana”, Makalah Seminar Hukum Lingkungan Fakultas Hukum UNS, Surakarta

Harsono Budi, 1999, Hukum Agraria Indonesia, Jilid 1 Edisi Revisi, Cetakan Kedelapan Belas, Djambatan, Jakarta

_________, 1999,Hukum Agraria Indonesia, Sejarah Pembentukan Undang-Undang Pokok Agraria Isi dan Pelaksanaannya,Penerbit Jembatan, Jakarta

H.B. Sutopo, Metodologi Penelitian Hukum Kualitatif, Surabaya, UNS Press, 1998 J. Satrio, 1999, Hukum Pribadi Bagian I Persoon Alamiah, PT. Citra Aditya,

Bandung, hal. 89 – 148

J. Supranto,Metode Riset,Jakarta, Rineka Cipta, 1997.

Kartini Kartono,Pengantar Metodologi Riset Sosial,Bandung, Alumni, 1986

Komaruddin dan Yooke Tjuparmah Komaruddin, Kamus Istilah Karya Tulis Ilmiah, Jakarta, Bumi Aksara, 2000.

Kuswartojo Tjuk, 2005, Perumahan dan Pemukiman Indonesia, Penerbit ITB, Bandung, hal. 55

Marhainis Abdulhay, 1984,Hukum Perdata Material,PT. Pradnya Paramita, Jakarta MD, Mahfud.,2001, Politik Hukum di Indonesia, PT. Pustaka LP3ES Indonesia,


(4)

Mosca, 1999,The Rulling Class,New York and London

Mukti Fajar Nur Dewata dan Yulianto Achmad, Dualisme Penelitian Hukum Normatif dan Empiris2010

M. Solly Lubis,Filsafat Ilmu dan Penelitian, Bandung, CV. Mandar Maju, 1994. Pane Abduh, 2005, Makalah“Catatan tentang Perencanaan Zona Industri”, Dikutip

oleh Chadidjah Dalimunthe, “Pelaksanaan Landerform di Indonesia Permasalahannya”,Penerbit Universitas Sumatera Utara, Medan

Parlindungan AP, 1998, Komentar Tentang Undang-Undang dengan Pokok Agraria”, Penerbit Mandar Maju, Bandung

Parlindungan A.P., 1999,Pendaftaran Tanah di Indonesia,Mandar Maju, Bandung Rahardjo Sutjipto, 1996, Ilmu Hukum,PT. Citra Aditya Bhakti, Bandung

Siregar Tampil Anshari, 2007, Mempertahankan Hak Atas Tanah, Multi Grafik, Medan

Soerjono Soekanto,Pengantar Penelitian Hukum,Jakarta, UI Press, 2008.

__________ dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan Singkat, Jakarta, Rajawali Press,1995

Subagyo P. Joko, 1999, Hukum Lingkungan Masalah dan Penanggulangannya 1999, Rineka Cipta, Jakarta

Sugandhy Aca, 2000, Penataan Ruang dalam Pengelolaan Lingkungan Hidup. PT. Gramedia Pustaka Utama

Suhendar Endang dan Kasim Ifdhal, 1996, Tanah sebagai Komoditas, Elsam, Jakarta.

Sutedi Adrian, 2009,Peralihan Hak Atas Tanah dan Pendaftarannya,Sinar Grafika, Jakarta, hal. 1

Syahrin Alvi, 2003, Pengaturan Hukum dan Kebijakan Pembangunan Perumahan dan Permukiman Perumahan dan Pemukiman Berkelanjutan, Pustaka Bangsa Perss, Medan


(5)

Waluyo Bambang, 1996, Sistem Pembuktian dalam Peradilan Indonesia, Sinar Grafika, Jakarta

Peraturan Perundang-Undangan :

Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air

Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.

Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria.

Peraturan Pemerintah Nomor 35 Tahun 1991 tentang sungai.

Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 63 Tahun 1993 tentang Garis Sempadan Sungai. Daerah Manfaat Sungai, Daerah Penguasaan Sungai, Dan Bekas Sungai.

Peraturan Daerah Nomor 5 Tahun 2003 tentang Izin Mendirikan Bangunan. Peraturan Daerah Nomor 4 Tahun 2003 tentang Advis Planing.

Peraturan Daerah Nomor 9 Tahun 1992 tentang Wajib Bersih Lingkungan, Keindahan dan Ketertiban Umum.

Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 1996 Pasal 5

Pasal 21 dan Pasal 36 Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 1996 Pasal 26 Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 1996

Pasal 42 UUPAJoPasal 39 Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 1996 Pasal 41 ayat 1 dan 2 Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 1996 Pasal 49 Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 1996

Pasal 26 ayat (1) Undang-Undang Nomor 5 tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria


(6)

www.polrestamedan.com,Pemkot Medan tertibkan bangunan di tepi Sungai, diunduh selasa, 02 Agustus 2011, 22:41:40 wib.