Hukum-hukum dan kedudukan zaraf mabni dalam Al-Qur`an juz 14

Aqmalia Santika M. : Analisis Zarfun Mabniyyun Dalam Al-Quran Juz 14 Dan 15, 2009. Dinamakan surah Al-Kahfi ‘gua’ karena isinya menceritakan beberapa anak muda yang beriman kepada Allah ta’ala, dan melarikan diri dari kaumnya untuk menyelamatkan agamanya. Mereka melarikan diri, lalu berlindung di gua dan bersembunyi di sana agar tidak diketahui kaumnya. Tatkala masuk mereka berdoa, “Wahai Tuhan kami, berikanlah rahmat kepada kami dari sisiMu,” yakni anugerahkanlah kepada kami rahmat yang dapat menyembunyikan kami dari kaum kami, “Dan sempurnakanlah bagi kami petunjuk yang lurus dalam urusan kami”. Mereka kemudian bersembunyi di gua tersebut dengan seekor anjingnya selama 309 tahun. Hal ini tertulis pada ayat :          Wa labi f kahfihim al a mi`atin sin na wa izd d tis’an ‘dan mereka tinggal dalam gua mereka tiga ratus tahun dan ditambah sembilan tahun lagi’ Al-Kahfi : 25

3.2. Hukum-hukum dan kedudukan zaraf mabni dalam Al-Qur`an juz 14

                                                   Wa al-j nna kholaqn hu min qablu min n ri al-sam mi ’Dan Kami telah menciptakan jin sebelum Adam dari api yang sangat panas.’ Al-Hijr : 27 Pada contoh di atas kata qablu yang pada awalnya adalah mu’rab menjadi mabni, dikarenakan terputusnya kata qablu dari idafah yang lazim ada sesudahnya baik secara lafaz maupun makna. Namun pada ayat ini mudaf ilaih dari qablu dihilangkan, yaitu Adam. Sebab itulah harkat yang seharusnya Aqmalia Santika M. : Analisis Zarfun Mabniyyun Dalam Al-Quran Juz 14 Dan 15, 2009. min qabli menjadi min qablu. Dapat dilihat dari penjelasan tafsir Ibnu Katsir dari ayat 26-27 “Allah menciptakan manusia Adam dari tanah liat yang kering yang berasal dari lumpur yang hitam, berbentuk dan licin, Allah berfirman, bahwa Dia sebelum menciptakan Adam, telah menciptakan lebih dahulu jin dari api yang sangat panas. Adapun kedudukan Lafaz qablu pada ayat ini menunjukkan zaraf zaman ‘keterangan waktu’ yang mabni ‘tetap’ berbaris dammah, yang muta’allaqnya dibuang pada tempat hal, dan qablu pada ayat ini juga berkedudukan sebagai mud f.                            wa i q la rabbuka li al-mal `ikati inn kh liqun basyaran min şalş lin min hama`in masn nin ’Dan ingatlah, ketika Tuhanmu berfirman kepada Para Malaikat: Sesungguhnya aku akan menciptakan seorang manusia dari tanah liat kering yang berasal dari lumpur hitam yang diberi bentuk’ Al-Hijr : 28 Lafaz i pada ayat di atas mabni ‘tetap’ berbaris sukun, memberikan keterangan tentang peristiwa masa lampau dan jumlah sesudahnya adalah jumlah fi’liyyah. Lafaz i pada ayat di atas muta’allaqnya dibuang yaitu u kur dan i di sini juga berkedudukan sebagai mud f.                                    fa` i a sawwaituhu wa nafakhtu f hi min r h fa qa’ lahu s jid na Aqmalia Santika M. : Analisis Zarfun Mabniyyun Dalam Al-Quran Juz 14 Dan 15, 2009. ’Maka apabila aku telah menyempurnakan kejadiannya, dan telah meniup kan kedalamnya ruh ciptaan-Ku, Maka tunduklah kamu kepadanya dengan bersujud’ Al-Hijr : 29 Lafaz i pada ayat di atas tetap berbaris sukun ‘mati’, memberikan keterangan waktu untuk masa yang akan datang yang mengandung makna syarat, dan masuk pada jumlah fi’liyyah, dan fi’il yang digunakan setelah lafaz i a pada ayat di atas adalah fi’il madi, tetapi bermakna istiqbal akan datang. lafaz i pada ayat di atas juga berkedudukan sebagai mud f.                             i dakhal ’alaihi fa q l sal man q la inn minkum wajil na ’Ketika mereka masuk ke tempatnya, lalu mereka mengucapkan: Salaam. berkata Ibrahim: Sesungguhnya Kami merasa takut kepadamu’ Al-Hijr : 52 Lafaz i pada ayat di atas mabni ‘tetap’ berbaris sukun ‘mati’, memberikan keterangan untuk masa lampau dan jumlah sesudahnya adalah jumlah fi’liyyah, Lafaz i pada ayat di atas muta’allaqnya dibuang yaitu u kur dan i pada ayat di atas juga berkedudukan sebagai mud f.                          fa lamm j `a ` la l in al-mursal na ’Maka tatkala Para utusan itu datang kepada kaum Luth, beserta pengikut pengikutnya’ Al-Hijr : 61 Lafaz lamm pada ayat di atas mabni ‘tetap’ berbaris sukun ‘mati’, memberikan keterangan untuk masa lampau, yang bermakna h na ataupun i , dan kata lamm bermakna demikian apabila terletak sebelum fiil madi ‘kata kerja masa lampau’ Pada kondisi tersebut kata lamm bukanlah untuk penafi yang jazm. Aqmalia Santika M. : Analisis Zarfun Mabniyyun Dalam Al-Quran Juz 14 Dan 15, 2009. Lafaz lamm di atas tetap pada tempat nasab yang muta’allaqnya pada jawab fi’ilnya yaitu q la                                  fa `asri bi `ahlika bi qi ’in min al-laili wa ittabi’ `adb rahum wa l yaltafit minkum `ahadun wa umdu hai u tu`mar na ’Maka Pergilah kamu di akhir malam dengan membawa keluargamu, dan ikutlah mereka dari belakang dan janganlah seorangpun di antara kamu menoleh kebelakang dan teruskanlah perjalanan ke tempat yang di perintahkan kepadamu’ Al-Hijr : 65 Lafaz hai u pada ayat di atas mabni ‘tetap’ berbaris dammah, memberikan keterangan tempat. Dan pada ayat ini sesudah lafaz hai u adalah jumlah fi’liyyah yaitu lafaz  tu`mar na’yang diperintahkan kepadamu’ dan pada ayat ini lafaz hai u menempati pada tempat na şab yang berkedudukan sebagai maf’ l dari umd ‘teruskanlah perjalanan’          `amw tun gairu `ahy in wa m yasy’ur na `ayy na yub’a n ’Berhala-berhala itu benda mati tidak hidup, dan berhala-berhala tidak mengetahui bilakah penyembah-penyembahnya akan dibangkitkan’ Al- Nahl : 21 Lafaz Ayy na pada ayat di atas tetap berbaris fathah, memberikan keterangan untuk masa yang akan datang, dan berbentuk ismu istifh min ’kata Aqmalia Santika M. : Analisis Zarfun Mabniyyun Dalam Al-Quran Juz 14 Dan 15, 2009. tanya’. dan muta’allaq dari Ayy na adalah yab’a na ’akan dibangkitkan’                                Wa i q la lahum m `anzala rabbukum q l `as ru al-`awwal na ’dan apabila dikatakan kepada mereka Apakah yang telah diturunkan Tuhanmu? mereka menjawab: Dongeng-dongengan orang-orang dahulu, Al-Nahl : 24 Lafaz i pada ayat di atas tetap berbaris sukun ‘mati’, memberikan keterangan waktu untuk masa yang akan datang yang mengandung makna syarat, dan masuk pada jumlah fi’liyyah, dan fi’il yang digunakan setelah lafaz i pada ayat di atas adalah fi’il madi, tetapi bermakna istiqbal akan datang. Dan lafaz i pada ayat di atas juga berkedudukan sebagai mud f.                                          qod makara al- la na min qablihim fa `at All hu buny nahum min al- qaw ’idi fakharra ‘alaihimu al-saqfu min fauqihim wa `at humu al-‘a bu min hai u l yasy’ur na ’Sesungguhnya orang-orang yang sebelum mereka telah Mengadakan makar, Maka Allah menghancurkan rumah-rumah mereka dari fondasinya, Aqmalia Santika M. : Analisis Zarfun Mabniyyun Dalam Al-Quran Juz 14 Dan 15, 2009. lalu atap rumah itu jatuh menimpa mereka dari atas, dan datanglah azab itu kepada mereka dari tempat yang tidak mereka sadari’ Al-Nahl : 26 Lafaz hai u pada ayat di atas tetap berbaris dammah meskipun sebelumnya terdapat huruf jarr yang berfungsi untuk menkasrahkan. hai u, kata sesudahnya adalah jumlah fi’liyyah yaitu   l yasy’ur na ’ yang tidak mereka sadari’. Dan lafaz hai u selain berkedudukan sebagai zaraf makan ’keterangan tempat yang muta’qllaqnya adalah kata ` at hum juga berkedudukan sebagai mud f.                                    … umma yauma al-qiy mati yukhz him wa yaq lu `aina syurak `iya alla na kuntum tusy qq na f him, ’Kemudian Allah menghinakan mereka di hari kiamat, dan berfirman: Di manakah sekutu-sekutu-Ku itu yang karena membelanya kamu selalu memusuhi mereka nabi-nabi dan orang-orang mukmin?’ Al-Nahl : 27 Lafaz `aina pada ayat di atas tetap berbaris fathah, berperan sebagai ismu istifh min ’kata tanya’ dan lafaz `aina pada ayat di atas merupakan keterangan tempat pada tempat nasab yang muta’allaqnya khabar muqaddam yang dibuang.                              Aqmalia Santika M. : Analisis Zarfun Mabniyyun Dalam Al-Quran Juz 14 Dan 15, 2009. .... fa s r f al-`ardi fa unzur kaifa k na ’ qibatu al-muka ib na ’Maka berjalanlah kamu dimuka bumi dan perhatikanlah bagaimana kesudahan orang-orang yang mendustakan rasul-rasul’ Al-Nahl : 36 Lafaz kaifa pada ayat di atas tetap berbaris fathah yang mengandung makna h l ‘keadaan’ dan berperan sebagai ismu istifh min ’kata tanya’, dan lafaz kaifa pada ayat di atas berkedudukan sebagai zaraf zaman ‘keterangan waktu’ pada tempat naşab khabaru k na yang didahulukan.                                   `innam qaulun li syai`in `i `aradn hu `an naq la lahu kun fa yak nu ‘Sesungguhnya Perkataan Kami terhadap sesuatu apabila Kami menghendakinya, Kami hanya mengatakan kepadanya: kun jadilah, Maka jadilah ia’ Al-Nahl : 40 Lafaz i pada ayat di atas tetap berbaris sukun ‘mati’, mengandung makna syarat, dan masuk pada jumlah fi’liyyah, dan fi’il yang digunakan setelah lafaz i itu adalah fi’il madi, tetapi bermakna istiqbal akan datang. Adapun kedudukannya selain sebagai zaraf zaman ‘keterangan waktu’ juga berkedudukan sebagai mud f.                                     `afa `amina alla na makar al-ssayyi` ti `an yakhsifa all hu bihimu al- `arda `aw ya`tiyahumu al-’a bu min hai u l yasy’ur na Aqmalia Santika M. : Analisis Zarfun Mabniyyun Dalam Al-Quran Juz 14 Dan 15, 2009. ’Maka Apakah orang-orang yang membuat makar yang jahat itu, merasa aman dari bencana ditenggelamkannya bumi oleh Allah bersama mereka, atau datangnya azab kepada mereka dari tempat yang tidak mereka sadari’ Al-Nahl : 45 Lafaz hai u pada ayat di atas tetap berbaris dammah meskipun sebelumnya terdapat huruf jarr yang berfungsi untuk menkasrahkan. Kalimat sesudahnya adalah jumlah fi’liyyah yaitu   l yasy’ur na ’ yang tidak mereka sadari’. Hai u pada ayat ini berkedudukan sebagai zaraf makan ’keterangan tempat’ yang muta’qllaqnya adalah kata ya`tiyahumu.                                     Wa m bikum min ni’matin fa min all hi, umma `i massakumu al-durru fa `ilaihi taj`ar na ’Dan apa saja nikmat yang ada pada kamu, Maka dari Allah-lah datangnya, dan bila kamu ditimpa oleh kemudharatan, Maka hanya kepada-Nya-lah kamu meminta pertolongan’ Al-Nahl : 53 Lafaz i pada ayat di atas tetap berbaris sukun ‘mati’ yang mengandung makna syarat, dan masuk pada jumlah fi’liyyah, dan fi’il yang digunakan setelah Lafaz i adalah fi’il madi, tetapi bermakna istiqbal akan datang. Lafaz i pada ayat ini berkedudukan sebagai zaraf zaman ‘keterangan waktu’ yang muta’allaqnya adalah jawab syarat yaitu taj`ar na.                              umma `i kasyafa al-darru ‘ankum `i far qun minkum birabbihim yusyrik na Aqmalia Santika M. : Analisis Zarfun Mabniyyun Dalam Al-Quran Juz 14 Dan 15, 2009. ‘Kemudian apabila Dia telah menghilangkan kemudharatan itu dari pada kamu, tiba-tiba sebahagian dari pada kamu mempersekutukan Tuhannya dengan yang lain’ Al-Nahl : 54 Lafaz i pada ayat di atas tetap berbaris sukun ‘mati’, dan lafaz i pada ayat pertama mengandung makna syarat dan masuk pada jumlah fi’liyyah, dan fi’il yang digunakan setelah lafaz i adalah fi’il madi, tetapi bermakna istiqbal akan datang. Berkedudukan sebagai zaraf zaman yang muta’allaqnya adalah i fuja`iyah yaitu i sesudahnya. adapun lafaz i pada ayat sesudahnya adalah i al-fuja`iyah dan jumlah sesudahnya adalah jumlah ismiyah. dan i fujaiyah ini juga sebagai jawab syarat dari i pada jumlah yang pertama, dan tak ada tempat i’rab baginya. Dan i al-fuja`iyah ini tidak termasuk dalam zaraf.                               Wa `i busysyira `ahaduhum bi al-`un zalla wajhuhu muswaddan wa huwa kaz mun ‘Dan apabila seseorang dari mereka diberi kabar dengan kelahiran anak perempuan, hitamlah merah padamlah mukanya, dan Dia sangat marah’ Al-Nahl : 58 Lafaz i pada ayat di atas tetap berbaris sukun ‘mati’, mengandung makna syarat, dan masuk pada jumlah fi’liyyah, dan fi’il yang digunakan setelah lafaz i adalah fi’il madi, tetapi bermakna istiqbal akan datang. Berkedudukan sebagai zaraf zaman juga sebagai mud f.                                Aqmalia Santika M. : Analisis Zarfun Mabniyyun Dalam Al-Quran Juz 14 Dan 15, 2009. Fa `i j `a `ajaluhum l yasta`khir na s ’atan wa l yastaqdim na ‘Maka apabila telah tiba waktunya yang ditentukan bagi mereka, tidaklah mereka dapat mengundurkannya barang sesaatpun dan tidak pula mendahulukannya’ Al-Nahl : 61 Lafaz i pada ayat di atas tetap berbaris sukun ‘mati’, mengandung makna syarat, dan masuk pada jumlah fi’liyyah, dan fi’il yang digunakan setelah lafaz i adalah fi’il madi, tetapi bermakna istiqbal akan datang. Berkedudukan sebagai zaraf zaman juga sebagai mud f. …                             …   …`ainam yuwajjihu l ya`ti bi khairin… ‘…ke mana saja Dia disuruh oleh penanggungnya itu, Dia tidak dapat mendatangkan suatu kebajikanpun…’ Al-Nahl : 76 Lafaz `ainam pada ayat di atas tetap berbaris sukun ‘mati’ dan huruf m adalah huruf tambahan yang berfungsi untuk menegaskan. Berperan sebagai ismu syartin berkedudukan sebagai zaraf makan ‘keterangan tempat’ pada tempat nasab dan muta’allaqnya adalah fi’il syarat yaitu yuwajjihu ‘menghadap’.                               Wa `i ra`a alla na zalam al-‘a ba fal yukhaffafu ‘anhum wa l hum yunzar na ‘Dan apabila orang-orang zalim telah menyaksikan azab, Maka tidaklah diringankan azab bagi mereka dan tidak puIa mereka diberi tangguh’ Al- Nahl : 85 Lafaz i pada ayat di atas tetap berbaris sukun ‘mati’, mengandung makna syarat, dan masuk pada jumlah fi’liyyah, dan fi’il yang digunakan setelah lafaz Aqmalia Santika M. : Analisis Zarfun Mabniyyun Dalam Al-Quran Juz 14 Dan 15, 2009. i adalah fi’il madi, tetapi bermakna istiqbal akan datang. Berkedudukan sebagai zaraf zaman juga sebagai mud f.                                 ...   Wa `i alla na `asyrak syurak `ahum q l rabban h `ul `i syurak `un alla na kunn nad’ min dunita… ‘Dan apabila orang-orang yang mempersekutukan Allah melihat sekutu- sekutu mereka, mereka berkata: Ya Tuhan Kami mereka Inilah sekutu- sekutu Kami yang dahulu Kami sembah selain dari Engkau. Al-Nahl : 86 Lafaz i pada ayat di atas tetap berbaris sukun ‘mati’, mengandung makna syarat, dan masuk pada jumlah fi’liyyah, dan fi’il yang digunakan setelah lafaz i adalah fi’il madi, tetapi bermakna istiqbal akan datang. Berkedudukan sebagai zaraf zaman juga sebagai mud f.                                   Wa `al-qau `ila allahi yauma`izin alssalama, wa dalla ‘anhum ma kanu yaftaruna ‘Dan mereka menyatakan ketundukannya kepada Allah pada hari itu dan hilanglah dari mereka apa yang selalu mereka ada-adakan’ Al-Nahl : 87 Aqmalia Santika M. : Analisis Zarfun Mabniyyun Dalam Al-Quran Juz 14 Dan 15, 2009. Lafaz yaumai in pada ayat di atas tetap berbaris kasrah ‘bawah’ asal lafaznya adalah yaumu dengan i , Dan biasanya pada lafaz ini ada makna yang tidak disebutkan karena sudah ada penjelasan sebelumnya, seperti sebelum ayat ini yaitu pada ayat 84 telah dijelaskan bahwa “pada hari ketika Kami bangkitkan seorang Rasul dari setiap ummat” jadi, maksud dari lafaz yaumai in adalah pada hari kebangkitan. Lafaz yaumai zin ini berkedudukan sebagai zaraf zaman ‘keterangan waktu’ yang ditambahkan dengan zaraf yang serupa dengannya sehingga ditanwin ’iwadkan dalam jumlah.                   ...     Wa `awf bi ‘ahdi all hi `i ‘ hadttum ‘Dan tepatilah Perjanjian dengan Allah apabila kamu berjanji’ Al-Nahl : 91 Lafaz i pada ayat di atas tetap berbaris sukun ‘mati’, mengandung makna syarat, dan masuk pada jumlah fi’liyyah, dan fi’il yang digunakan setelah lafaz i adalah fi’il madi, tetapi bermakna istiqbal akan datang. Berkedudukan sebagai zaraf zaman juga sebagai mud f.                                   Fa `i qara`ta al-qur` na fa ista’i bi all hi min al-syai ni al-raj mi ‘Apabila kamu membaca Al Quran hendaklah kamu meminta perlindungan kepada Allah dari syaitan yang terkutuk’ Al-Nahl : 98 Lafaz i pada ayat di atas tetap berbaris sukun ‘mati’, mengandung makna syarat, dan masuk pada jumlah fi’liyyah, dan fi’il yang digunakan setelah lafaz i adalah fi’il madi, tetapi bermakna istiqbal akan datang. Berkedudukan sebagai Aqmalia Santika M. : Analisis Zarfun Mabniyyun Dalam Al-Quran Juz 14 Dan 15, 2009. zaraf zaman muta’allaqnya adalah ista’i ’meminta perlindungan’ dan juga berkedudukan sebagai mud f.                                  Wa `i baddaln ` yatan mmak na ` yatin wa all hu `a’lamu bim yunazzilu … ‘Dan apabila Kami letakkan suatu ayat di tempat ayat yang lain sebagai penggantinya Padahal Allah lebih mengetahui apa yang diturunkan-Nya…’ Al-Nahl : 101 Lafaz i pada ayat di atas tetap berbaris sukun ‘mati’, mengandung makna syarat, dan masuk pada jumlah fi’liyyah, dan fi’il yang digunakan setelah lafaz i adalah fi’il madi, tetapi bermakna istiqbal akan datang. Berkedudukan sebagai zaraf zaman juga sebagai mud f.                                    Wa ‘al alla ina h d harramn m qa şaşn ‘alaika min qablu wa m zalamn hum wa l kin kan `anfusahum yazlim na ‘Dan terhadap orang-orang Yahudi, Kami haramkan apa yang telah Kami ceritakan dahulu kepadamu; dan Kami tiada Menganiaya mereka, akan tetapi merekalah yang Menganiaya diri mereka sendiri’ Al-Nahl : 118 Aqmalia Santika M. : Analisis Zarfun Mabniyyun Dalam Al-Quran Juz 14 Dan 15, 2009. Pada ayat di atas lafaz qablu yang pada awalnya adalah mu’rab menjadi mabni, dikarenakan terputusnya lafaz qablu dari idafah yang lazim ada sesudahnya baik secara lafaz maupun makna. Dan pada ayat ini mudaf ilaih dari qablu dihilangkan, yaitu kullu zufurin’ yang terdapat dalam surah Al- An’am ayat 146. di mana sebelumnya Allah telah melarang mereka memakan segala binatang yang berkuku. Sebab itulah harkat yang seharusnya min qabli menjadi min qablu Lafaz qablu pada ayat ini selain berkedudukan sebagai zaraf zaman yang muta’allaqnya adalah harramn ‘Kami haramkan’ juga berkedudukan sebagai mud f.

3.3. Hukum-hukum dan kedudukan zaraf mabni dalam Al-Qur`an juz 15