Upaya perawat untuk mencegah terjadinya luka dekubitus dalam persepsi pasien yang mengalami trauma orthopedi di ruangan Rindu B3 RSUP H.Adam Malik Medan.

(1)

UPAYA PERAWAT UNTUK MENCEGAH TERJADINYA

LUKA DEKUBITUS DALAM PERSEPSI PASIEN YANG

MENGALAMI TRAUMA ORTHOPEDI DI RUANGAN

RINDU B3 RUMAH SAKIT UMUM PUSAT

HAJI ADAM MALIK MEDAN

SKRIPSI

Oleh Surya Andika

091121042

FAKULTAS KEPERAWATAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


(2)

(3)

PRAKATA

Segala puji dan syukur kepada Allah SWT yang atas berkat rahmat dan hidayahnya memberikan saya motivasi terbesar dalam hidup ini, serta shalawat beriring salam saya haturkan kepada junjungan umat sepanjang zaman Nabi Muhammad SAW beserta keluarga dan para sahabat yang memberikan tauladan terindah sehinga saya mampu melangkah untuk menyelesaikan skripsi ini dengan judul “Upaya perawat untuk mencegah terjadinya luka dekubitus dalam persepsi pasien yang mengalami trauma orthopedi di ruangan Rindu B3 RSUP H. Adam Malik Medan”.

Penyusunan skripsi ini telah banyak banyak mendapat bantuan, bimbingan dan dukungan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih kepada :

1. dr. Dedi Ardinata, M.Kes sebagai Dekan Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara dan Ibu Erniyati, S.Kp, MNs sebagai Pembantu Dekan I Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara.

2. Bapak Dudut Tanjung S.Kp M.Kep Sp KMB & Bapak Achmad Fathi S.Kep Ns, MNS sebagai dosen Pembimbing Skripsi yang telah banyak meluangkan waktu, tenaga, dan pikiran serta memberikan masukan-masukan yang bermanfaat bagi skripsi ini dan juga memberi motivasi, semangat, dan dukungan kepada saya selama proses penyelesaian skripsi ini.

3. Bapak Iwan Rusdi, S.Kp, MNS selaku dosen Pembimbing Skripsi II yang telah banyak memberi masukan-masukan yang bermanfaat bagi skripsi ini.


(4)

4. Ibu Rosina Tarigan S.Kp M.Kep Sp KMB CWCC selaku dosen Penguji yang telah banyak memberikan masukan untuk kesempurnaan skripsi ini.

5. Ibu Jenny M purba, S.Kp, MNS selaku Pembimbing Akademik yang telah memberikan nasehat dan motivasi kepada penulis selama masa perkuliahan di Fakutas Keperawatan USU.

6. Special thank’s untuk dosen ku tersayang ibu Zahara Nasution S.Kp, MNS terima kasih bimbingan dan dorongan yang ibu berikan kepada penulis selama penulis duduk di bangku perkuliahan dan menjadi motivasi untuk penulis kedepannya.

7. Seluruh dosen Pengajar S1 Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara yang telah banyak memberikan pendidikan kepada saya selama proses perkuliahan dan staf nonakademik yang membantu memfasilitasi saya secara administratif.

8. Teristimewa kepada seluruh keluarga saya, kepada Ayahanda Suwardi.S dan Ibunda tercinta Nur’asiah yang terus memberikan motivasi dan doa yang tiada henti yang begitu berarti bagi saya.

9. Tersayang kepada seluruh rekan-rekan mahasiswa/i ekstensi stambuk 2009 yang tidak dapat disebutkan satu persatu, yang tak pernah henti menasehati dan memberi motivasi kepada penulis untuk belajar dan segera menyelesaikan kuliah dengan baik.

10.Responden yang telah bersedia meluangkan waktu dan berpartisipasi dalam penelitian ini.


(5)

11.Semua Pihak yang dalam kesempatan ini tidak dapat seluruhnya disebutkan namanya satu persatu yang telah banyak membantu saya baik dalam penyelesaian skripsi ini maupun dalam menyelesaikan perkuliahan di Fakultas Keperawatan USU.

Semoga Allah SWT senantiasa melimpahkan karunia dan rahmat dari-Nya kepada semua pihak yang telah membantu saya.. Harapan saya semoga skripsi ini bermanfaat dalam memberikan informasi di bidang kesehatan terutama keperawatan.

Medan, Januari 2011


(6)

DAFTAR ISI

Prakata ... i

Daftar Isi ... iv

Daftar Tabel ... vi

Daftar Skema ... vii

Abstrak ... viii

BAB 1 PENDAHULUAN 1. Latar Belakang ... 1

2. Rumusan Masalah ... 4

3. Tujuan Penelitian ... 4

4. Manfaat Penelitian ... 6

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 1. Luka dekubitus ... 7

2. Faktor resiko luka dekubitus ... 9

3. Faktor yang mempengaruhi luka dekubitus ... 11

4. Patogenesis luka dekubitus ... 17

5. Klasifikasi luka dekubitus ... 18

6. Komplikasi luka dekubitus ... 20

7. Tempat terjadinya luka dekubitus ... 21

8. Pengkajian luka dekubitus ... 21

9. Pencegahan luka dekubitus ... 28

10. Penatalaksanaan luka dekubitus ... 31

11. Rencana kerja dalam pencegahan Dekubitus ... 31

12. Mengkaji praktik lokal untuk pencegahan Dekubitus ... 33

BAB 3 KERANGKA PENELITIAN 1. Kerangka penelitian ... 34

2. Defenisi Operasional ... 35

BAB 4 METODOLOGI PENELITIAN 1. Desain Penelitian ... 37

2. Populasi Penelitian ... 37

3. Sampel Penelitian ... 37

4. Lokasi dan Waktu Penelitian ... 38

5. Pertimbangan Etik Penelitian ... 38

6. Instrumen Penelitian ... 39

7. Validitas dan Reabilitas ... 40

8. Pengumpulan Data... 40


(7)

BAB 5 HASIL DAN PEMBAHASAN

1. Hasil Penelitian ... 42 2. Pembahasan ... 46

BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN

1. Kesimpulan ... 52 2. Saran ... 53

DAFTAR PUSTAKA ... 55 LAMPIRAN

1. Lembar Persetujuan Menjadi Peserta Penelitian 2. Kuesioner Data Demografi

3. Instrumen Penelitian Upaya perawat untuk mencegah terjadinya luka dekubitus


(8)

DAFTAR TABEL

Tabel 1 Kerangka operasional penelitian ... 35 Tabel 2 Distribusi frekuensi data demografi responden ... 36 Tabel 3 Distribusi persentase upaya pencegahan luka dekubitus ... 38


(9)

DAFTAR SKEMA


(10)

Judul : Upaya perawat untuk mencegah terjadinya luka dekubitus dalam persepsi pasien yang mengalami trauma orthopedi di ruangan Rindu B3 RSUP H.Adam Malik Medan.

Nama : Surya Andika NIM : 091121042

Jurusan : Sarjana Keperawatan (S.Kep)

Abstrak

Dekubitus didefenisikan sebagai suatu luka akibat posisi penderita yang tidak berubah dalam jangka waktu lebih dari 6 jam. Dekubitus merupakan jaringan lokal yang cenderung terjadi ketika jaringan lunak tertekan diantara tonjolan tulang dengan permukaan eksternal dalam jangka waktu yang lama. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi bagaimana upaya pencegahan luka dekubitus oleh perawat dalam persepsi pasien yang mengalami trauma Orthopedi di ruang Rindu B3 RSUP H. Adam Malik Medan. Desain penelitian ini menggunakan penelitian deskriptif, dengan teknik purposive sampling terhadap 18 pasien yang mengalami trauma orthopedi di ruangan Rindu B3 RSUP H.Adam Malik Medan. Karakteristik responden lebih dari setengah berusia diatas 21 tahun (55,6%) mayoritas berjenis kelamin laki-laki (94,4%), mayoritas bersuku batak (66,7%), lebih dari setengah latar belakang pendidikannya adalah SMU (53,3%), dan mayoritas responden tidak bekerja (72,3%). Upaya perawat untuk mencegah terjadinya luka dekubitus ini dibagi dalam 4 kategori yaitu hygiene/perawatan kulit, mobilisasi, pendidikan kesehatan dan implementasi standar prosedur. Hasil penelitian menunjukkan upaya perawat dalam mencegah terjadinya luka dekubitus dengan memperhatikan higiene/perawatan mayoritas pasien menjawab baik (77,8%), untuk kategori mobilisasi lebih dari setengah pasien menjawab buruk (55,6%), untuk kategori pendidikan kesehatan lebih dari setengah pasien juga menjawab baik (55,6%), dan untuk kategori implementasi standar prosedur mayoritas pasien menjawab baik (83,3%)


(11)

Judul : Upaya perawat untuk mencegah terjadinya luka dekubitus dalam persepsi pasien yang mengalami trauma orthopedi di ruangan Rindu B3 RSUP H.Adam Malik Medan.

Nama : Surya Andika NIM : 091121042

Jurusan : Sarjana Keperawatan (S.Kep)

Abstrak

Dekubitus didefenisikan sebagai suatu luka akibat posisi penderita yang tidak berubah dalam jangka waktu lebih dari 6 jam. Dekubitus merupakan jaringan lokal yang cenderung terjadi ketika jaringan lunak tertekan diantara tonjolan tulang dengan permukaan eksternal dalam jangka waktu yang lama. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi bagaimana upaya pencegahan luka dekubitus oleh perawat dalam persepsi pasien yang mengalami trauma Orthopedi di ruang Rindu B3 RSUP H. Adam Malik Medan. Desain penelitian ini menggunakan penelitian deskriptif, dengan teknik purposive sampling terhadap 18 pasien yang mengalami trauma orthopedi di ruangan Rindu B3 RSUP H.Adam Malik Medan. Karakteristik responden lebih dari setengah berusia diatas 21 tahun (55,6%) mayoritas berjenis kelamin laki-laki (94,4%), mayoritas bersuku batak (66,7%), lebih dari setengah latar belakang pendidikannya adalah SMU (53,3%), dan mayoritas responden tidak bekerja (72,3%). Upaya perawat untuk mencegah terjadinya luka dekubitus ini dibagi dalam 4 kategori yaitu hygiene/perawatan kulit, mobilisasi, pendidikan kesehatan dan implementasi standar prosedur. Hasil penelitian menunjukkan upaya perawat dalam mencegah terjadinya luka dekubitus dengan memperhatikan higiene/perawatan mayoritas pasien menjawab baik (77,8%), untuk kategori mobilisasi lebih dari setengah pasien menjawab buruk (55,6%), untuk kategori pendidikan kesehatan lebih dari setengah pasien juga menjawab baik (55,6%), dan untuk kategori implementasi standar prosedur mayoritas pasien menjawab baik (83,3%)


(12)

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Salah satu aspek utama dalam pemberian asuhan keperawatan pada pasien adalah mempertahankan integritas kulit. Hal ini dapat tercapai dengan memberikan perawatan kulit yang terencana dan konsisten. Perawatan kulit yang tidak terencana dan konsisten dapat mengakibatkan terjadinya gangguan integritas kulit (Hoff, 1989 dalam Potter & Perry, 2005). Gangguan integritas kulit dapat diakibatkan oleh tekanan yang lama, iritasi kulit atau imobilisasi dan berdampak akhir timbulnya luka dekubitus (Potter & Perry, 2005 ).

Dekubitus merupakan kerusakan atau kematian kulit sampai jaringan di bawah kulit, bahkan menembus otot sampai mengenai tulang sehingga mangakibatkan gangguan sirkulasi darah setempat. Dekubitus atau luka tekan adalah kerusakan jaringan yang terlokalisir yang disebabkan karena adanya kompresi jaringan yang lunak diatas tulang yang menonjol (bony prominance) dan adanya tekanan dari luar dalam jangka waktu yang lama. Kompresi jaringan akan menyebabkan gangguan pada suplai darah pada daerah yang tertekan. Apabila ini berlangsung lama, hal ini dapat menyebabkan insufisiensi aliran darah, anoksia atau iskemi jaringan dan akhirnya dapat mengakibatkan kematian sel (Sutanto, 2008 dalam Roy, 2008).


(13)

Dekubitus merupakan masalah yang dihadapi oleh pasien-pasien dengan penyakit kronis, pasien yang sangat lemah, dan pasien lumpuh dalam waktu lama, bahkan saat ini merupakan suatu penderitaan sekunder yang banyak dialami oleh pasien-pasien yang dirawat di rumah sakit (Morison, 2003).

Menurut Mukti (1997) yang di kutip dari penelitian sebelumnya, insidensi dan prevalensi terjadinya dekubitus di Amerika tergolong masih cukup tinggi dan perlu mendapatkan perhatian dari kalangan tenaga kesehatan khususnya perawat. Berdasarkan hasil penelitian menunjukkka n bahwa insidensi terjadinya dekubitus bervariasi, tapi secara umum dilaporkan bahwa 5-11% terjadi di tatanan perawatan akut, 15-25% di tatanan perawatan jangka panjang dan 7-12% di tatanan perawatan atau home care.

Penelitian Suheri (2009) pada pasien tirah baring menyatakan bahwa dari 45 orang pasien tirah baring yang di rawat di RSUP Haji Adam Malik Medan sebanyak 88,8% mengalami luka dekubitus derajat I pada hari kelima perawatan dengan diagnosa yang paling banyak adalah pasien stroke sebanyak 33,3%, head

injury 11,1%, fraktur 15,6%, sisanya adalah pasien bedrest yang memerlukan

perawatan lama.

Setiyaji (2001) juga melakukan penelitian hampir sama pada pasien tirah baring di Rumah Sakit Moewardi Surakarta, dimana kejadian luka dekubitus sebanyak 38,2%. Dari penelitian tersebut dapat diasumsikan bahwa kualitas pelayanan keperawatan yang diberikan di rumah sakit dapat dikatakan belum baik dan perawat belum menempatkan pencegahan dekubitus menjadi prioritas yang tinggi dalam pelayanan keperawatan.


(14)

Dekubitus merupakan masalah yang serius karena dapat mengakibatkan meningkatnya biaya, lama perawatan di rumah sakit serta memperlambat program rehabilitasi bagi penderita. Selain itu dekubitus juga dapat menyebabkan nyeri berkepanjangan, rasa tidak nyaman serta dapat menyebabkan komplikasi berat yaitu sepsis, infeksi kronis, sellulitis, osteomyelitis, dan meningkatkan prevalensi mortalitas pada klien lanjut usia (Sari, 2007 dalam Setiyawan, 2008).

Pencegahan dekubitus merupakan prioritas dalam perawatan klien dan tidak terbatas pada klien yang mengalami keterbatasan mobilisasi. Gangguan integritas kulit mungkin tidak menjadi masalah bagi individu yang mengalami imobilisasi dan sehat, tetapi bisa menjadi masalah yang serius dan berpotensi merusak pada klien sakit atau tidak berdaya. Hampir 95% dekubitus dapat dicegah melalui tindakan keperawatan, sisanya lebih kurang 5% pasien imobilisasi tetap akan mengalami dekubitus (The Agency for Health Care Policy and Research (AHPCR), 1994).

Upaya pencegahan dekubitus perlu memperhatikan pengetahuan yang dimilki oleh perawat. Tingkat keberhasilan dalam upaya pecegahan tergantung dari hal tersebut, akan tetapi berbagai studi mengindikasikan bahwa perawat tidak memiliki informasi dan pengetahuan yang cukup dalam memahami isi panduan penanganan dan kegiatan pencegahan dekubitus (Buss, 2004 dalam Setiyawan, 2008).

Ada tiga area intervensi keperawatan utama mencegah terjadinya dekubitus yaitu: perawatan kulit yang meliputi higienis dan perawatan kulit topikal, pencegahan mekanik dan pendukung untuk permukaan yang meliputi


(15)

pemberian posisi dan penggunaan tempat tidur serta kasur terapeutik, dan pendidikan yang mempegaruhi pengetahuan perawat dalam pencegahan terjadinya dekubitus (Potter & Perry, 2005).

Dari survey awal yang dilakukan oleh peneliti di ruangan Rindu B3 RSUP Haji Adam Malik Medan, peneliti merasa hal ini penting untuk diteliti karena dari data yang diperoleh oleh peneliti di lapangan masih banyak perawat yang mengabaikan hal ini, karena biasanya dekubitus merupakan komplikasi dari penyakit utama yang diderita pasien khususnya pasien-pasien imobilisasi. Perawat akhirnya lebih fokus memberikan tindakan keperawatan pada diagnosa utama, akibatnya perawatan dekubitus tersebut menjadi terabaikan.

Berdasarkan latar belakang diatas, penulis merasa tertarik untuk meneliti upaya perawat untuk mencegah terjadinya luka dekubitus dalam persepsi pasien yang mengalami trauma Orthopedi di ruangan Rindu B3 RSUP Haji Adam Malik Medan.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang tersebut, rumusan masalah dalam penelitian ini adalah “Bagaimana upaya yang dilakukan perawat diruang Rindu B3 RSUP Haji Adam Malik Medan untuk pencegahan dekubitus dalam persepsi pasien yang mengalami trauma Orthopedi”.

1.3. Tujuan Penelitian

1.3.1. Tujuan Umum

Tujuan umum dalam penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi bagaimana upaya pencegahan luka dekubitus oleh perawat dalam persepsi pasien


(16)

yang mengalami trauma Orthopedi di ruang Rindu B3 RSUP H. Adam Malik Medan.

1.3.2. Tujuan Khusus

Tujuan khusus dari penelitian ini adalah untuk:

a. Mengidentifikasi upaya perawat untuk mencegah terjadinya luka dekubitus dalam persepsi pasien yang mengalami trauma orthopedi di ruangan Rindu B3 RSUP H. Adam Malik Medan dengan mempertahankan higine/kebersihan kulit pada pasien

b. Mengidentifikasi upaya perawat untuk mencegah terjadinya luka dekubitus dalam persepsi pasien yang mengalami trauma orthopedi di ruangan Rindu B3 RSUP H. Adam Malik Medan dengan melaksanakan tindakan mobilisasi pada pasien.

c. Mengidentifikasi pelaksanaan pendidikan kesehatan oleh perawat pada pasien yang mengalami trauma orthopedi di ruangan Rindu B3 RSUP H. Adam Malik Medan untuk mencegah terjadinya dekubitus lebih lanjut pada pasien.

d. Mengidentifikasi standar prosedur pelaksanaan tindakan dalam upaya pencegahan luka dekubitus oleh perawat dalam persepsi pasien yang mengalami trauma Orthopedi di Ruang Rindu B3 RSUP H. Adam Malik Medan.


(17)

1.4. Manfaat Penelitian

1.4.1. Bagi Praktek Keperawatan

Hasil penelitian ini dapat memberikan informasi tambahan bagi perawat tentang pentingnya upaya pencegahan dekubitus oleh perawat dalam memberikan asuhan keperawatan pada pasien sesuai standar yang telah di tentukan.

1.4.2. Bagi Ilmu Keperawatan

Hasil penelitian ini dapat digunakan sabagai bahan masukan untuk pengembangan ilmu keperawatan khususnya dalam melakukan perawatan pasien imobilisasi untuk mencegah terjadinya dekubitus.

1.4.3. Bagi Peneliti Lanjutan

Hasil penelitian ini dapat memberikan data awal dalam mengadakan penelitian yang terkait dengan upaya pencegahan dekubitus oleh perawat.


(18)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Luka Dekubitus

2.1.1 Pengertian Luka Dekubitus

Dekubitus berasal dari bahasa latin decumbree yang berarti merebahkan diri yang didefenisikan sebagai suatu luka akibat posisi penderita yang tidak berubah dalam jangka waktu lebih dari 6 jam (Sabandar, 2008). (National pressure Ulcer Advisory panel (NPUAP), 1989 dalam Potter & perry, 2005) mengatakan dekubitus merupakan nekrosis jaringan lokal yang cenderung terjadi ketika jaringan lunak tertekan diantara tonjolan tulang dengan permukaan eksternal dalam jangka waktu lama. Terjadi gangguan mikrosirkulasi jaringan lokal dan mengakibatkan hipoksia jaringan. Jaringan memperoleh oksigen dan nutrisi serta membuang sisa metabolisme melalui darah. Beberapa faktor yang mengganggu proses ini akan mempengaruhi metabolisme sel dengan cara mengurangi atau menghilangkan sirkulasi jaringan yang menyebabkan iskemi jaringan.

Iskemia jaringan adalah tidak adanya darah secara lokal atau penurunan aliran darah akibat obstruksi mekanika (Pires & Muller, 1991 dalam Potter & Perry, 2005). Penurunan aliran darah menyebabkan daerah tubuh menjadi pucat. Pucat terlihat ketika adanya warna kemerahan pada pasien berkulit terang. Pucat tidak terjadi pada pasien yang berkulit pigmen gelap.

Kerusakan jaringan terjadi ketika tekanan mengenai kapiler yang cukup besar dan menutup kapiler tersebut. Tekanan pada kapiler merupakan tekanan


(19)

yang dibutukan untuk menutup kapiler misalnya jika tekanan melebihi tekanan kapiler normal yang berada pada rentang 16 sampai 32 mmHg (Maklebust, 1987 dalam Potter & Perry, 2005).

Setelah priode iskemi, kulit yang terang mengalami satu atau dua perubahan hiperemi. Hiperemia reaktif normal (kemerahan) merupakan efek vasodilatasi lokal yang terlihat, respon tubuh normal terhadap kekurangan aliran darah pada jaringan dibawahnya, area pucat setelah dilakukan tekanan dengan ujung jari dan hyperemia reaktif akan menghilang dalam waktu kurang dari satu jam. Kelainan hyperemia reaktif adalah vasodilatasi dan indurasi yang berlebihan sebagai respon dari tekanan. Kulit terlihat berwarna merah muda terang hingga merah. Indurasi adalah area edema lokal dibawah kulit. Kelainan hiperemia reaktif dapat hilang dalam waktu antara lebih dari 1 jam hingga 2 minggu setelah tekanan di hilangkan (Pirres & Muller, 1991 dalam Potter & Perry, 2005).

Ketika pasien berbaring atau duduk maka berat badan berpindah pada penonjolan tulang. Semakin lama tekanan diberikan, semakin besar resiko kerusakan kulit. Tekanan menyebabkan penurunan suplai darah pada jaringan sehingga terjadi iskemi. Apabila tekanan dilepaskan akan terdapat hiperemia reaktif, atau peningkatan aliran darah yang tiba-tiba ke daerah tersebut. Hiperemia reaktif merupakan suatu respons kompensasi dan hanya efektif jika tekan dikulit di hilangkan sebelum terjadi nekrosis atau kerusakan. (Potter & Perry, 2005).


(20)

Menurut Potter & Perry (2005), ada berbagai faktor yang menjadi predisposisi terjadi luka dekubitus pada pasien yaitu:

2.1.2.1. Gangguan Input Sensorik

Pasien yang mengalami perubahan persepsi sensorik terhadap nyeri dan tekanan beresiko tinggi menggalami gangguan integritas kulit dari pada pasien yang sensasinya normal. Pasien yang mempunyai persesi sensorik yang utuh terhadap nyeri dan tekanan dapat mengetahui jika salah satu bagian tubuhnya merasakan tekanan atau nyeri yang terlalu besar. Sehingga ketika pasien sadar dan berorientasi, mereka dapat mengubah atau meminta bantuan untuk mengubah posisi.

2.1.2.2. Gangguan Fungsi Motorik

Pasien yang tidak mampu mengubah posisi secara mandiri beresiko tinggi terhadap dekubitus. Pasien tersebut dapat merasakan tekanan tetapi, tidak mampu mengubah posisi secara mandiri untuk menghilangkan tekanan tersebut. Hal ini meningkatkan peluang terjadinya dekubitus. Pada pasien yang mengalami cedera medulla spinalis terdapat gangguan motorik dan sensorik. Angka kejadian dekubitus pada pasien yang mengalami cedera medula spinalis diperkirakan sebesar 85%, dan komplikasi luka ataupun berkaitan dengan luka merupakan penyebab kematian pada 8% populasi ini (Ruller & Cooney, 1981 dalam Potter & Perry, 2005).


(21)

Pasien bingung, disorientasi, atau mengalami perubahan tingkat kesadaran tidak mampu melindungi dirinya sendiri dari luka dekubitus. Pasien bingung atau disorientasi mungkin dapat merasakan tekanan, tetapi tidak mampu memahami bagaimana menghilangkan tekanan itu. Pasien koma tidak dapat merasakan tekanan dan tidak mampu mengubah ke posisi yang labih baik. Selain itu pada pasien yang mengalami perubahan tingkat kesadaran lebih mudah menjadi binggung. Beberapa contoh adalah pada pasien yang berada di ruang operasi dan untuk perawatan intensif dengan pemberian sedasi.

2.1.2.4. Gips, Traksi, Alat Ortotik dan Peralatan Lain

Gips dan traksi mengurangi mobilisasi pasien dan ekstermitasnya. Pasien yang menggunakan gips beresiko tinggi terjadi dekubitus karena adanya gaya friksi eksternal mekanik dari permukaan gips yang bergesek pada kulit. Gaya mekanik kedua adalah tekanan yang dikeluarkan gips pada kulit jika gips terlalu ketat dikeringkan atau ekstremitasnya bengkak.

Peralatan ortotik seperti penyangga leher digunakan pada pengobatan pasien yang mengalami fraktur spinal servikal bagian atas. Luka dekubitus marupakan potensi komplikasi dari alat penyangga leher ini. Sebuah studi yang dilakukan plaiser dkk, (1994) mengukur jumlah tekanan pada tulang tengkorak dan wajah yang diberikan oleh emapt jenis penyangga leher yang berbeda dengan subjek berada posisi terlentang dan upright (bagian atas lebih tinggi). Hasilnya menunjukkan bahwa pada beberapa penyangga leher, terdapat tekanan yang menutup kapiler. Perawat perlu waspada terhadap resiko kerusakan kulit pada klien yang menggunakan penyangga leher ini. Perawat harus mengkaji kulit yang


(22)

berada di bawah penyangga leher, alat penopang (braces), atau alat ortotik lain untuk mengobservasi tanda-tanda kerusakan kulit (Potter & Perry, 2005).

2.1.3 Faktor yang mempengaruhi pembentukan Luka Dekubitus

Gangguan integritas kulit yang terjadi pada dekubitus merupakan akibat tekanan. Tetapi, ada faktor-faktor tambahan yang dapat meningkatkan resiko terjadi luka dekubitus yang terjadi luka dekubitus yang lebih lanjut pada pasien. Menurut Potter & Perry (2005) ada 10 faktor yang mempengaruhi pembentukan luka dekubitus diantaranya gaya gesek, friksi, kelembaban, nutrisi buruk, anemia, infeksi, demam, gangguan sirkulasi perifer, obesitas, kakesia, dan usia.

2.1.3.1. Gaya Gesek

Gaya gesek merupakan tekanan yang dberikan pada kulit dengan arah pararel terhadap permukaan tubuh (AHPCR, 1994 dalam Potter & Perry 2005). Gaya ini terjadi saat pasien bergerak atau memperbaiki posisi tubuhnya diatas saat tempat tidur dengan cara didorong atau di geser kebawah saat berada pada posisi fowler yang tinggi. Jika terdapat gaya gesek maka kulit dan lapisan subkutan menempel pada permukaan tempat tidur, dan lapisan otot serta tulang bergeser sesuai dengan arah gerakan tubuh. Tulang pasien bergeser kearah kulit dan memberi gaya pada kulit (Maklebust & Sieggren, 1991 dalam Potter & Perry, 2005). Kapiler jaringan yang berada di bawahnya tertekan dan terbeban oleh tekanan tersebut. Akibatnya, tak lama setelah itu akan terjadi gangguan mikrosirkulasi lokal kemudian menyebabkan hipoksi, perdarahan dan nekrosis pada lapisan jaringan. Selain itu, terdapat Penurunan aliran darah kapiler akibat


(23)

tekanan eksternal pada kulit. Lemak subkutan lebih rentan terhadap gesek dan hasil tekanan dari struktur tulang yang berada di bawahnya.akhirnya pada kulit akan terbuka sebuah saluran sebagai drainase dari area nekrotik. Perlu di ingat bahwa cedera ini melibatkan lapisan jaringan bagian dalam dan paling sering dimulai dari kontrol, seperti berada di bawah jaringan rusak. Dengan mempertahankan tinggi bagian kepala tempat tidur dibawah 30 derajat dapat menghindarkan cedera yang diakibatkan gaya gesek (AHPCR, 1994 dalam Potter & Perry, 2005). Brayan dkk, 1992 dalam Potter & Perry, 2005 mengatakan juga bahwa gaya gesek tidak mungkin tanpa disertai friksi.

2.1.3.2. Friksi

Friksi merupakan gaya mekanika yang diberikan pada kulit saat digeser pada permukaan kasar seperti alat tenun tempat tidur (AHPCR, 1994 dalam Potter & Perry, 2005) . Tidak seperti cedera akibat gaya gesek, cedera akibat friksi mempengaruhi epedermis atau lapisan kulit bagian atas, yang terkelupas ketika pasien mengubah posisinya. Seringkali terlihat cedera abrasi pada siku atau tumit (Wysocki & Bryant, 1992 dalam Potter & Perry, 2005). Karena cara terjadi luka seperti ini, maka perawat sering menyebut luka bakar seprei ”sheet burns” (Bryant et el, 1992 dalam Potter & Perry, 2005). Cedera ini terjadi pada pasien gelisah, pasien yang gerakan nya tidak terkontrol, seperti kondisi kejang, dan pasien yang kulitnya diseret dari pada diangkat dari permukaan tempat tidur selama perubahan posisi (Maklebust & Siegreen, 1991 dalam Potter & Perry, 2005). Tindakan keperawatan bertujuan mencegah cedera friksi antara lain sebagai berikut: memindahkan klien secara tepat dengn mengunakan teknik


(24)

mengangkat siku dan tumit yang benar, meletakkan benda-benda dibawah siku dan tumit seperti pelindung dari kulit domba, penutup kulit, dan membran transparan dan balutan hidrokoloid untuk melindungi kulit, dan menggunakan pelembab untuk mempertahankan hidrasi epidermis (Potter & Perry, 2005) .

2.1.3.3. Kelembaban

Adanya kelembaban pada kulit dan durasinya meningkatkan terjadinya kerusakan integritas kulit. Akibat kelembaban terjadi peningkatan resiko pembentukan dekubitus sebanyak lima kali lipat (Reuler & Cooney, 1981 dalam Potter & Perry, 2005). Kelembaban menurunkan resistensi kulit terhadap faktor fisik lain seperti tekenan atau gaya gesek (Potter & Perry, 2005).

Pasien imobilisasi yang tidak mampu memenuhi kebutuhan higienisnya sendiri, tergantung untuk menjaga kulit pasien tetap kering dan utuh. Untuk itu perawat harus memasukkan higienis dalam rencana perawatan. Kelembaban kulit dapat berasal dari drainase luka, keringat, kondensasi dari sistem yang mengalirkan oksigen yang dilembabkan, muntah, dan inkontensia. Beberapa cairan tubuh seperti urine, feses, dan inkontensia menyebabkan erosi kulit dan meningkatkan resiko terjadi luka akibat tekanan pada pasien (Potter & Perry, 2005).

2.1.3.4. Nutrisi Buruk

Pasien kurang nutrisi sering mengalami atrofi otot dan jaringan subkutan yang serius. Akibat perubahan ini maka jaringan yang berfungsi sebagai bantalan diantara kulit dan tulang menjadi semakin sedikit. Oleh karena itu efek tekanan meningkat pada jaringan tersebut. Malnutrisi merupakan penyebab kedua hanya


(25)

pada tekanan yang berlebihan dalam etiologi, patogenesis, dekubitus yang tidak sembuh (Hanan & scheele, 1991 dalam Potter & Perry, 2005). Pasien yang mengalami malnutrisi mengalami defisiensi protein dan keseimbangan nitrogen negatif dan tidak adekuat asupan vitamin C (Shekleton & Litwack, 1991 dalam Potter & Perry, 2005). Status nutrisi buruk dapat diabaikan jika pasien mempunyai berat badan sama dengan atau lebih dari berat badan ideal. Pasien dengan status nutrisi buruk biasa mengalami hipoalbuminunea (level albumin serum dibawah 3g/100 ml) dan anemia (Nalto, 1983 ; Steinberg 1990 dalam Potter & Perry, 2005).

Albumin adalah ukuran variable yang biasa digunakan untuk mengevaluasi status protein pasien. Pasien yang albumin serumnya dibawah 3g/100 ml beresiko tinggi. Selain itu, level albumin rendah dihubungkan dengan lambatnya penyembuhan luka (Kaminski et el, 1989); Hanan & Scheele, 1991). Walaupun kadar albumin serum kurang tepat memperlihatkan perubahan protein viseral, tapi albumin merupakan prediktor malnutrisi yang terbaik untuk semua kelompok manusia (Hanan & Scheele, 1991 dalam Potter & Perry, 2005).

Level total protein juga mempunyai korelasi dengan luka dekubitus, level total protein dibawah 5,4 g/100 ml menurunkan tekanan osmotik koloid, yang akan menyebabkan edema interstisial dan penurunan oksigen ke jaringan (Hanan & Scheele 1991 dalam Potter & Perry, 2005). Edema akan menurunkan toleransi kulit dan jaringan yang berada di bawahnya terhadap tekanan, friksi, dan gaya gesek. Selain itu, penurunan level oksigen meningkatkan kecepatan iskemi yang menyebabkan cedera jaringan (Potter & Perry, 2005).


(26)

Nutrisi buruk juga mengganggu keseimbangan cairan dan elektrolit. Pada pasien yang mengalami kehilangan protein berat, hipoalbuminimea menyebabkan perpindahan volume cairan ekstrasel kedalam jaringan sehingga terjadi edema. Edema dapat meningkatkan resiko terjadi dekubitus di jaringan. Suplai darah pada suplai jaringan edema menurun dan produk sisa tetap tinggal karena terdapatnya perubahan tekanan pada sirkulasi dan dasar kapiler (Shkleton & litwalk, 1991 dalam Potter & Perry, 2005).

2.1.3.5. Anemia

Pasien anemia beresiko terjadi dekubitus. Penurunan level hemoglobin mengurangi kapasitas darah membawa nutrisi dan oksigen serta mengurangi jumlah oksigen yang tersedia untuk jaringan. Anemia juga mengganggu metabolisme sel dan mengganggu penyembuhan luka (Potter & Perry, 2005).

2.1.3.6. Kakeksia

Kakeksia merupakan penyakit kesehatan dan malnutrisi umum, ditandai kelemahan dan kurus. Kakeksia biasa berhubungan dengan penyakit berat seperti kanker dan penyakit kardiopulmonal tahap akhir. Kondisi ini meningkatkan resiko luka dekubitus pada pasien. Pada dasarnya pasien kakesia mengalami kehilangan jaringan adipose yang berguna untuk melindungi tonjolan tulang dari tekanan ( Potter & Perry, 2005).


(27)

Obesitas dapat mengurangi dekubitus. Jaringan adipose pada jumlah kecil berguna sebagai bantalan tonjolan tulang sehingga melindungi kulit dari tekanan. Pada obesitas sedang ke berat, jaringan adipose memperoleh vaskularisasi yang buruk, sehingga jaringan adipose dan jaringan lain yang berada dibawahnya semakin rentan mengalami kerusakan akibat iskemi (Potter & Perry, 2005).

2.1.3.8. Demam

Infeksi disebabkan adanya patogen dalam tubuh. Pasien infeksi biasa mengalami demam. Infeksi dan demam menigkatkan kebutuhan metabolik tubuh, membuat jaringan yang telah hipoksia (penurunan oksigen) semakin rentan mengalami iskemi akibat (Skheleton & Litwalk, 1991 dalam Potter & Perry, 2005). Selain itu demam menyebabkan diaporesis (keringatan) dan meningkatkan kelembaban kulit, yang selanjutnya yang menjadi predisposisi kerusakan kulit pasien (Potter & Perry, 2005).

2.1.3.9. Gangguan Sirkulasi Perifer

Penurunan sirkulasi menyebabkan jaringan hipoksia dan lebih rentan mengalami kerusakan iskemia. Gangguan sirkulasi pada pasien yang menderita penyakit vaskuler, pasien syok atau yang mendapatkan pengobatan sejenis vasopresor (Potter & Perry, 2005).

2.1.3.10. Usia

Studi yang dilakukan oleh kane et el (1989) mencatat adanya luka dekubitus yang terbasar pada penduduk berusia lebih dari 75 tahun. Lansia mempunyai potensi besar untuk mengalami dekubitus oleh karena berkaitan dengan perubahan kulit akibat bertambahnya usia, kecenderungan lansia yang


(28)

lebih sering berbaring pada satu posisi oleh karena itu imobilisasi akan memperlancar resiko terjadinya dekubitus pada lansia. Imobilsasi berlangsung lama hampir pasti dapat menyebabkan dekubitus (Roah, 2000) menurut pranaka (1999), ada tiga faktor penyebab dekubitus pada lansia yaitu:

a. Faktor kondisi fisik lansia itu sendiri (perubahan kulit, status gizi, penyakit-penyakit neurogenik, pembuluh darah dan keadaan hidrasi atau cairan tubuh).

b. Faktor perawatan yang diberikan oleh petugas kesehatan

c. Faktor kebersihan tempat tidur, alat tenun yang kusut dan kotor atau peralatan medik yang menyebabkan lansia terfiksasi pada suatu sikap tertentu.

2.1.4 Patogenesis Luka Dekubitus

Tiga elemen yang menjadi dasar terjadinya dekubitus yaitu:

a. Intensitas tekanan dan tekanan yang menutup kapiler (Landis, 1930). b. Durasi dan besarnya tekanan (Koziak, 1953)

c. Toleransi jaringan (Husain, 1953)

Dekubitus terjadi sebagai hasil hubungan antar waktu dengan tekanan (Stortts, 1988 dalam Potter & Perry, 2005). Semakin besar tekanan dan durasinya, maka semakin besar pula insidensinya terbentuknya luka ( Potter & Perry, 2005).

Kulit dan jaringan subkutan dapat mentoleransi beberapa tekanan. Tapi pada tekanan eksternal terbesar dari pada tekanan dasar kapiler akan menurunkan atau menghilangkan aliran darah ke dalam jaringan sekitarnya. Jaringan ini


(29)

menjadi hipoksia sehinggan terjadi cedera iskemi. Jika tekanan ini lebih besar dari 32 mmHg dan tidak dihilangkan dari tempat yang mengalami hipoksia, maka pembuluh darah kolaps dan trombosis (Maklebust, 1987 dalam Potter & Perry, 2005). Jika tekanan dihilangkan sebelum titik kritis maka sirkulasi pada jaringan akan pulih kembali melalui mekanisme fisiologis hiperemia reaktif, karena kulit mempunyai kemampuan yang lebih besar untuk mentoleransi iskemi dari otot, maka dekubitus dimulai di tulang dengan iskemi otot yang berhubungan dengan tekanan yang akhirnya melebar ke epidermis (Maklebust, 1995 dalam Potter & Perry, 2005).

Pembentukan luka dekubitus juga berhubungan dengan adanya gaya gesek yang terjadi saat menaikkan posisi klien di atas tempat tidur. Area sakral dan tumit merupakan area yang paling rentan (Maklebust, 1987 dalam Potter & Perry, 2005). Efek tekanan juga dapat di tingkatkan oleh distribusi berat badan yang tidak merata. Seseorang mendapatkan tekanan konstan pada tubuh dari permukaan tempatnya berada karena adanya gravitasi (Berecek, 1975 dalam Potter & Perry, 2005). Jika tekanan tidak terdistribusi secara merata pada tubuh maka gradien tekanan jaringan yang mendapatkan tekanan akan meningkat dan metabolisme sel kulit di titik tekanan mengalami gangguan.

2.1.5 Klasifikasi Luka Dekubitus

Salah satu cara yang paling untuk mengklasifikasikan dekubitus adalah dengan menggunakan sistem nilai atau tahapan. Sistem ini pertama kali dikemukakan oleh Shea (1975 dalam Potter & Perry, 2005) sebagai salah satu cara


(30)

untuk memperoleh metode jelas dan konsisten untuk menggambarkan dan mengklasifikasikan luka dekubitus. Sistem tahapan luka dekubitus berdasarkan gambaran kedalaman jaringan yang rusak (Maklebust, 1995 dalam Potter & Perry, 2005). Luka yang tertutup dengan jaringan nekrotik seperti eschar tidak dapat dimasukkan dalam tahapan hingga jaringan tersebut dibuang dan kedalaman luka dapat di observasi. Peralatan ortopedi dan braces dapat mempersulit pengkajian dilakukan (AHPCR, 1994 dalam Potter & Perry, 2005).

Tahapan dibawah ini berasal dari NPUAP (1992), dan tahapan ini juga digunakan dalam pedoman pengobatan AHPCR (1994). Pada konferensi konsensus NPUAP (1995) mengubah defenisi untuk tahap I yang memperlihatkan karakteristik pengkajian pasien berkulit gelap. Berbagai indikator selain warna kulit, seperti suhu, adanya pori-pori ”kulit jeruk”, kekacauan atau ketegangan, kekerasan, dan data laboratorium, dapat membantu mengkaji pasien berkulit gelap (Maklebust & Seggreen, 1991 dalam Potter & Perry, 2005). Bennet (1995 dalam Potter & Perry, 2005). menyatakan saat mengkaji kulit pasien berwarna gelap, memerlukan pencahayaan sesuai untuk mengkaji kulit secara akurat. Dianjurkan berupa cahaya alam atau halogen. Hal ini mencegah munculnya warna biru yang dihasilkan dari sumber lampu pijar pada kulit berpigmen gelap, yang dapat mengganggu pengkajian yang akurat. Menurut NPUAP (1995 dalam Potter & Perry, 2005) ada perbandingan luka dekubitus derajat I sampai derajat IV yaitu:

a. Derajat I: Eritema tidak pucat pada kulit utuh, lesi luka kulit yang diperbesar. Kulit tidak berwarna, hangat, atau keras juga dapat menjadi indikator


(31)

b. Derajat II: Hilangnya sebagian ketebalan kulit meliputi epidermis dan dermis. Luka superficial dan secara klinis terlihat seperti abrasi, lecet, atau lubang yang dangkal.

c. Derajat III: Hilangnya seluruh ketebalan kulit meliputi jaringan subkutan atau nekrotik yang mungkin akan melebar kebawah tapi tidak melampaui fascia yang berada di bawahnya. Luka secara klinis terlihat seperti lubang yang dalam dengan atau tanpa merusak jaringan sekitarnya.

d. Derajat IV: Hilangnya seluruh ketebalan kulit disertai destruksi ekstensif, nekrosis jaringan; atau kerusakan otot, tulang, atau struktur penyangga misalnya kerusakan jaringan epidermis, dermis, subkutaneus, otot dan kapsul sendi.

2.1.6 Komplikasi luka Dekubitus

Komplikasi sering terjadi pada luka dekubitus derajat III dan IV, walaupun dapat terjadi pada luka yang superfisial. Menurut subandar (2008) komplikasi yang dapat terjadi antara lain:

a. Infeksi, umumnya bersifat multibakterial baik aerobik maupun anaerobik. b. Keterlibatan jaringan tulang dan sendi seperti periostitis, osteotitis,

osteomielitis, dan arthritis septik. c. Septikimia

d. Animea

e. Hipoalbuminea f. Kematian.


(32)

2.1.7. Tempat terjadinya luka Dekubitus

Beberapa tempat yang paling sering terjdinya dekubitus adalah sakrum, tumit, siku, maleolus lateral, trokonter besar, dan tuberostis iskial (Meehan, 1994). Menurut Bouwhuizen (1986) dan menyebutkan daerah tubuh yang sering terkena luka dekubitus adalah:

a. Pada penderita pada posisi terlentang: pada daerah belakang kepala, daerah tulang belikat, daerah bokong dan tumit.

b. Pada penderita dengan posisi miring: daerah pinggir kepala (terutama daun telinga), bahu, siku, daerah pangkal paha, kulit pergelangan kaki dan bagian atas jari-jari kaki.

c. Pada penderita dengan posisi tengkurap: dahi, lengan atas, tulang iga, dan lutut.

2.1.8 Pengkajian Luka Dekubitus

Data dasar pengkajian yang terus-menerus memberi informasi penting integritas kulit pasien dan peningkatan resiko terjadinya dekubitus. Pengkajian dekubitus tidak terlepas pada kulit karena dekubitus mempunyai banyak faktor etiologi. Oleh karena itu, pengkajian awal pasien luka dekubitus memiliki beberapa dimensi (AHPCR, 1994 dalam Potter & Perry, 2005).

2.1.8.1. Ukuran Perkiraan

Pada saat seseorang masuk ke rumah sakit perawatan akut dan rehabilitasi, rumah perawatan, program perawatan rumah, fasilitas perawatan lain


(33)

maka pasien harus dikaji resiko terjadi dekubitus (AHPCR, 1992). Pengkajian resiko luka dekubitus harus dilakukan secara sistematis (NPUAP, 1989) seperti Pengkajian Resiko Luka Dekubitus Identifikasi resiko terjadi pada pasien:

1. Identifikasi resiko terjadi pada pasien:

a. Paralisis atau imobilisasi yang disebabkan oleh alat-alat yang membatasi gerakan pasien.

b. Kehilangan sensorik c. Gangguan sirkulasi

d. Penurunan tingkat kesadaran, sedasi, atau anastesi e. Gaya gesek, friksi

f. Kelembaban: inkontensia, keringat, drainase luka dan muntah g. Malnutrisi

h. Anemia i. Infeksi j. Obesitas k. Kakesia

l. Hidrasi: edema atau dehidrasi m. Lanjut usia

n. Adanya dekubitus

2. Kaji kondisikulit disekitar daerah yang mengalami penekanan pada area sebagai berikut:

a. Hireremia reaktif normal b. Warna pucat


(34)

c. Indurasi

d. Pucat dan belang-belang

e. Hilangnya lapisan kulit permukaan f. Borok, lecet atau bintik-bintik

3. Kaji daerah tubuh pasien yang berpotensi mengalami tekanan: a. Lubang hidung

b. Lidah, bibir

c. Tempat pemasangan intravena d. Selang drainase

e. Kateter foley

4. Observasi posisi yang lebih disukai pasien saat berada di atas tempat tidur atau kursi

5. Observasi mobilisasi dan kemampuan pasien untuk melakukan dan membantu dalam mengubah posisi.

6. Tentukan nilai resiko: a. Skala Norton b. Skala Gonsell c. Skala Barden

7. Pantau lamanya waktu daerah kemerahan

8. Dapatkan data pengkajian nutrisi yang meliputi jumlah serum albumin, jumlah protein total, jumlah hemoglobin, dan presentasi berat badan ideal


(35)

Keuntungan dari instrumen perkiraan adalah meningkatkan deteksi dini perawat pada pasien beresiko maka intervensi yang tepat diberikan untuk mempertahankan integritas kulit. pengkajian ulang untuk resiko luka dekubitus harus dilakukan secara teratur ( AHPCR, 1992). Sanagt dianjurkan manggunakan alat pengkajian yang tervalidasi untuk jenis populasi pasien tertentu.

2.1.8.2. Kulit

Perawat harus mengkaji kulit terus-menerus dari tanda-tanda munculnya luka pada kulit klien gangguan neurologi, berpenyakit kronik dalam waktu lama, penurunan status mental, dan dirawat di ruang ICU, berpenyakit onkologi, terminal, dan orthopedi berpotensi tinggi terjadi luka dekubitus.

Pengkajian untuk indikator tekanan jaringan meliputi inspeksi visual dan taktil pada kulit (Pires & Muller, 1991 dalam Potter & Perry, 2005). Pengkajian dasar dilakukan untuk menetukan karakteristik kulit normal klien dan setiap area yang potensial atau aktual mengalami kerusakan. Perawat memberi perhatian khusus pada daerah dibawah gips, traksi, balutan, tongkat penopang, penyangga leher, atau peralatan orthopedi lain. Jumlah pemeriksaan tekanan tergantung jadwal pemakaian alat respon kulit terhadap tekanan eksternal.

Ketika hiperemia ada maka perawat mencatat lokasi, dan warna lalu mengkaji ulang area tersebut setelah satu jam. Apabila terlihat kelainan hiperemia reaktif maka perawat dapat menandai area tersebut agar pengkajian ulang menjadi lebih mudah. Tanda peringatan dini lain yang menunjukkan kerusakan jaringan


(36)

akibat tekanan adalah lecet atau bintil-bintil pada area yang menanggung beban berat tubuh dan mungkin disertai hiperemia. Pires & Muller (1991) melaporkan bahwa tanda dini akibat tekanan yang sering diabaikan pada klien yang tidak mengalami trauma adalah borok di area yang menanggung berat beban badan. Semua tanda-tanda ini merupakan indikator dini gangguan integritas kulit, tapi kerusakan kulit yang berada di bawahnya mungkin menjadi lebih progresif. Pengkajian taktil memungkinkan perawat menggunakan teknik palpasi untuk memperoleh data lebih lanjut mengenai indurasi dan kerusakan kulit maupun jaringan yang di bawahnya.

Perawat melakukan palpasi pada jaringan di sekitarnya untuk mengobservasi area hiperemi, mengkaji adanya pucat dan kembali ke warna kulit normal klien yang berkulit terang. Selain itu, perawat mempalpasi indurasi, mencatat indurasi disekitar area yang cedera dalam ukuran milimeter atau sentimeter. Perawat juga mencatat perubahan suhu di sekitar kulit dan jaringan (Pires & Muller, 1991 dalam Potter & Perry, 2005).

Perawat sering menginspeksi secara visual dan taktil pada area tubuh yang paling sering beresiko luka dekubitus. Jika pasien berbaring di tempat tidur atau duduk di atas maka berat badan terletak pada tonjolan tulang tertentu. Permukaan tubuh yang paling terbebani berat badan ataupun tekanan merupakan area beresiko tinggi terjadi dekubitus (Helt, 1991 dalam Potter & Perry, 2005).


(37)

Pengkajian meliputi pendokumentasian tingkat mobilisasi pada integritas kulit. Pengkajian mobilisasi juga harus memperoleh data tentang kualitas tonus dan kekuatan otot. Klien yang mempunyai rentang gerak yang adekuat untuk bergerak secara mandiri ke bentuk posisi yang lebih terlindungi.

Mobilisasi harus dikaji sebagai bagian dari data dasar. Jika pasien memiliki tingkat kemandirian mobilisasi maka perawat harus mendorong pasien agar sering mengubah posisinya dan melakukan tindakan untuk menghilangkan tekanan yang dialaminya. Frekuensi perubahan posisi berdasarkan pengkajian kulit yang terus menerus dan dianggap sebagai perubahan data (Potter & Perry, 2005).

2.1.8.4. Status Nutrisi

Pengkajian nutrisi klien harus menjadi bagian integral dalam pengkajian data awal pada pasien beresiko gangguan integritas kulit (Breslow & Bergstrom, 1994; Water et el, 1994; Finucance, 1995;). Pasien malnutrisi atau kakesia dan berat badan kurang dari 90% berat badan ideal atau pasien yang berat badan lebih dari 110% berat badan ideal lebih beresiko terjadi luka dekubitus (Hanan & Scheele, 1991 dalam Potter & Perry, 2005). Walaupun presentase berat badan bukan indikator yang baik, tapi jika ukuran ini digunakan bersama-sama dengan jumlah serum albumin atau protein total yang rendah, maka presentase berat badan ideal pasien dapat mempengaruhi timbulnya luka dekubitus (Potter & Perry, 2005).


(38)

2.1.8.5. Nyeri

Sampai saat ini, hanya sedikit tulisan atau penelitian yang dilakukan tentang nyeri dan luka dekubitus, AHPCR (1994) telah merekomendasi pengkajian dan manajemen nyeri termasuk dalam perawatan pasien luka dekubitus. Selain itu AHPCR (1994) menegaskan perlunya penelitian tentang nyeri pada pasien luka dekubitus. Salah satu studi yang pertama kali menghitung pengalaman nyeri pasien yang dirawat di rumah sakit karena luka dekubitus telah dilakukan oleh Dallam et el (1995). Pada studi ini 59,1% pasien melaporkan adanya nyeri dangan menggunakan skala analog visual, 68,2% melaporkan adanya nyeri akibat luka dekubitus dengan menggunakan skala urutan nyeri faces. Berlawanan dengan banyaknya nyeri yang dilaporkan, obat-obatan nyeri yang telah digunakan klien sebesar 2,3%. Beberapa implikasi praktik yang disarankan para peneliti (Dallam dkk, 1995 dalam Potter & Perry, 2005) adalah menambah evaluasi tingkat nyeri pasien kedalam pengkajian dekubitus, yaitu pengontrolan nyeri memerlukan pengkajian ulang yang teratur untuk mengevaluasi efektifitas, dan program pendidikan diperlukan untuk meningkatkan sensitifitas pemberi pelayanan kesehatan terhadap nyeri akibat luka dekubitus.

2.1.9. pencegahan Dekubitus

Tahap pertama pencegahan adalah mengkaji faktor-faktor resiko klien. Kemudian perawat mengurangi faktor-faktor lingkungan yang mempercepat


(39)

terjadinya dekubitus, seperti suhu ruangan panas (penyebab diaporesis), kelembaban, atau linen tempat tidur yang berkerut (Potter & Perry, 2005).

Identifikasi awal pada klien beresiko dan faktor-faktor resikonya membantu perawat mencegah terjadinya dekubitus. Pencegahan meminimalkan akibat dari faktor-faktor resiko atau faktor yang member kontribusi terjadinya dekubitus. Tiga area intervensi keperawatan utama mencegah terjadinya dekubitus adalah perawatan kulit, yang meliputi higienis dan perawatan kulit topikal, pencegahan mekanik dan pendukung untuk permukaan, yang meliputi pemberian posisi, penggunaan tempat tidur dan kasur terapeutik, dan pendidikan (Potter & Perry, 2005).

Potter & Perry (2005), menjelaskan tiga area intervensi keperawatan dalam pencegahan dekubitus, yaitu :

2.1.9.1. Higiene dan Perawatan Kulit

Perawat harus menjaga kulit klien tetap bersih dan kering. Pada perlindungan dasar untuk mencegah kerusakan kulit, maka kulit klien dikaji terus-menerus oleh perawat, dari pada delegasi ke tenaga kesehatan lainnya. Jenis produk untuk perawatan kulit sangat banyak dan penggunaannya harus disesuaikan dengan kebutuhan klien. Ketika kulit dibersihkan maka sabun dan air panas harus dihindari pemakaiannya. Sabun dan lotion yang mengandung alkohol menyebabkan kulit kering dan meninggalkan residu alkalin pada kulit. Residu alkalin menghambat pertumbuhan bakteri normal pada kulit, dan meningkatkan


(40)

pertumbuhan bakteri oportunistik yang berlebihan, yang kemudian dapat masuk pada luka terbuka.

2.1.9.2.Pengaturan Posisi

Intervensi pengaturan posisi diberikan untuk mengurangi takanan dan gaya gesek pada kilit. Dengan menjaga bagian kepala tempat tidur setiggi 30

2.1.9.3. Alas pendukung (kasur dan tempat tidur terapeutik)

derajat atau kurang akan menurunkan peluang terjadinya dekubitus akibat gaya gesek. Posisi klien immobilisasi harus diubah sesuai dengan tingkat aktivitas, kemampuan persepsi, dan rutinitas sehari-hari. Oleh karena itu standar perubahan posisi dengan interval 1 ½ sampai 2 jam mungkin tidak dapat mencegah terjadinya dekubitus pada beberapa klien. Telah direkomendasikan penggunaan jadwal tertulis untuk mengubah dan menentukan posisi tubuh klien minimal setiap 2 jam. Saat melakukan perubahan posisi, alat Bantu unuk posisi harus digunakan untuk melindungi tonjolan tulang. Untuk mencegah cidera akibat friksi, ketika mengubah posisi, lebih baik diangkat daripada diseret. Pada klien yang mampu duduk di atas kursi tidak dianjurkan duduk lebih dari 2 jam.

Berbagai jenis alas pendukung, termasuk kasur dan tempat tidur khusus, telah dibuat untuk mengurangi bahaya immobilisasi pada sistem kulit dan muskuloskeletal. Tidak ada satu alatpun yang dapat menghilangkan efek tekanan pada kulit. Pentingnya untuk memahami perbedaan antra alas atau alat pendukung yang dapat mengurangi tekanan dan alat pendukung yang dapat menghilangkan


(41)

tekanan. Alat yang menghilangkan tekanan dapat mengurangi tekanan antar permukaan (tekanan antara tubuh dengan alas pendukung) dibawah 32 mmHg (tekanan yang menutupi kapiler. Alat untuk mengurangi tekanan juga mengurangi tekanan antara permukaan tapi tidak di bawah besar tekanan yang menutupi kapiler.

Potter & Perry (2005), mengidentifikasi 9 parameter yang digunakan ketika mengevaluasi alat pendukung dan hubungannya dengan setiap tiga tujuan yang telah dijelaskan tersebut :

a. Harapan hidup

b. kontrol kelembaban kulit c. Kontrol suhu kulit d. Perlunya servis produk e. Perlindungan dari jatuh f. Kontrol infeksi

g. Redistribusi tekanan h. Kemudahan terbakar api

i. Friksi kllien/produk


(42)

Penatalaksanaan klien dekubitus memerlukan pendekatan holistik yang menggunakan keahlian pelaksana yang berasal dari beberapa disiplin ilmu kesehatan. Selain perawat, keahlian pelaksana termasuk dokter, ahli fisiotrapi, ahli terapi okupasi, ahli gizi, dan ahli farmasi. Beberapa aspek dalam penatalaksanaan dekubitus antara lain perawatan luka secara lokal dan tindakan pendukung seperti gizi yang adekuat dan cara penghilang tekanan (Potter & Perry, 2005).

Selama penyembuhan dekubitus, maka luka harus dikaji untuk lokasi, tahap, ukuran, traktusinus, kerusakan luka, luka menembus, eksudat, jaringang nekrotik, dan keberadaan atau tidak adanya jaringan granulasi maupun epitelialisasi. Dekubitus harus dikaji ulang minimal 1 kali per hari. Pada perawatan rumah banyak pengkajian dimodifikasi karena pengkajian mingguan tidak mungkin dilakukan oleh pemberi perawatan. Dekubitus yang bersih harus menunjukkan proses penyembuhan dalam waktu 2 sampai 4 minggu (Potter & Perry, 2005).

2.1.11 Rencana Kerja Dalam Pencegahan dan Penatalaksanaan Dekubitus

a. Kaji resiko pasien terhadap adanya pengembangan dekubitus dengan menggunakan alat pengkajian yang teruji dan valid dalam 1 jam setelah pasien masuk


(43)

b. Lakukan pengkajian ulang bila mana terdapat perubahan material pada kondisi pasien

c. Pilihlah suatu sistem penyangga bagi pasien yang sesuai dangan skor resiko pasien dalam 1 jam setelah masuk bangsal

d. Rencanakan jadwal mobilisasi dan jadwal pergantian posisi yang sesuai dengan resiko pasien, hindarkan pasien dari kerusakan/kehancuran kulit dan tempat yang beresiko tinggi sebanyak mungkin dan harus diingat kebutuhan pasien untuk beristirahat, makan dan menerima kunjungan, catat perubahan posisinya

e. Inspeksi tempat-tempat beresiko tinggi secara teratur, contohnya setiap kali merubah posisi pasien, dan lakukan pengkajian ulang adanya dekubitus setiap hari

f. Pertahankan integritas kulit, bersihkan selalu setelah pasien mengalami inkontensia urine atau fekal, jangan menggunakan sabun secara berlebihan, hindari menggosok kulit yang lembut, bila memungkinkan lakukan identifikasi dan koreksi terhadap sebab inkontensia

g. Dengan bantuan ahli diet lakukan pengkajian status nutrisi pasien dan semua diet khusus yang diperlukan untuk memperbaiki kebutuhan.

h. Ringankan pengaruh dari kondisi melemahkan yang lain yang terjadi secara bersamaan bila memungkinkan

i. Lakukan identifikasi dan coba untuk mengkoreksi setiap masalah yang berhubungan dengan tidur


(44)

2.1.12. Mengkaji Praktik Lokal Untuk Pencegahan Dekubitus

Apabila seorang pasien menderita dekubitus setelah ia masuk ke bangsal dan penyebabnya tidak dapat dilacak dengan cepat berdasarkan kejadian yang terjadi sebelum masuk ke bangsal (seperti tidak sadarkan diri di rumah akibat koma diebetikum ataupun berbaring dalam jangka waktu lama pada satu tempat akibat fraktur) maka sangatlah berguna bagi kita seorang perawat untuk meninjau ulang praktik lokal yang umum untuk pencegahan dekubitus. Hanya satu kekeliruan yang di butuhkan dalam merubah seorang pasien menjadi benar-benar menderita dekubitus, hal ini yang menjadi alasan mengapa standar yang sama dengan standar yang memberikan hasil terbaik dalam perawatan pasien menjadi sangat penting dimiliki oleh semua perawat dalam bangsal.


(45)

BAB 3

KERANGKA PENELITIAN

3.1. Kerangka Penelitian

Kerangka penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi upaya pencegahan dekubitus oleh perawat pada pasien orthopedi. Pada penelitian ini fokus penelitian yang diteliti adalah perawat sebagai pelaksana tindakan dalam upaya pencegahan dekubitus.

Upaya Pencegahan Dekubitus - Hygiene/perawatan kulit - Mobilisasi

- Pendidikan kesehatan

- Implementasi Standar Prosedur


(46)

3.2. Defenisi Operasional

Untuk menghilangkan kesalahpahaman tentang istilah yang dipergunakan dalam penelitian ini, maka di bawah ini dijelaskan secara operasional beberapa istilah berikut:

Tabel 1. Kerangka Operasional Penelitian

Variable Defenisi oprasional Alat ukur Hasil ukur

Skala

Upaya pencegahan Dekubitus

1.Hygiene/perawatan kulit upaya upaya perawat dalam mencegah terjadinya luka dekubitus pada pasien yang mengalami trauma orthopedi dengan menjaga kebersihan dan mencegah kerusakan kulit.

2. Mobilisasi adalah tindakan perawat dalam mencegah terjadinya luka dekubitus pada pasien yang mengalami trauma orthopedi dengan merubah posisi pasien 2 jam sekali untuk mengurangi tekanan dan gaya gesek pada kulit

3.Pendidikan kesehatan adalah upaya perawat dalam mencegah terjadinya

Kuisioner 0 – 1 = buruk 2 – 3 = sedang 4 - 5 = baik 0 – 1 = buruk 2 – 3 = sedang 4 - 5 = baik

0 – 1 = buruk

Interval

Interval


(47)

luka dekubitus pada pasien yang mengalami trauma orthopedi dengan memberikan pengetahuan dan penyuluhan tentang dekubitus

4. Implementasi standar Prosedur adalah implementasi tindakan kepada pasien dalam mencegah terjadinya luka dekubitus berdasarkan standar operasional prosedur.

2 – 3 = sedang 4 - 5 = baik 0 – 1 = buruk 2 – 3 = sedang 4 - 5 = baik

Interval


(48)

BAB 4

METODE PENELITIAN

4.1. Desain Penelitian

Desain penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif yang bertujuan untuk mengidentifikasi upaya pencegahan dekubitus oleh perawat pada pasien orthopedi di ruang Rindu B3 RSUP Haji Adam Malik Medan.

4.2.Populasi dan Sampel 4.2.1. Populasi

Populasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah pasien yang mengalami trauma orthopedi selama 1 tahun dari mulai februari 2009 sampai dengan februari 2010 di ruang rindu B3 RSUP Haji adam Malik Medan yang berjumlah 178 orang.

4.2.2. Sampel

Sampel adalah sebagian atau wakil dari populasi yang diteliti (Arikunto, 2002) pada peneliti ini metode pengukuran sampel yang diinginkan adalah

purposive sampling. Penentuan jumlah sampel minimal yang dibutuhkan

berdasararkan jumlah subjeknya dapat diambil 10% dari 178 orang pasien di RSUP Haji Adam Malik Medan sehingga di dapat jumlah sampel dalam penelitian ini sebanyak 18 orang, dengan kriteria responden sebagai subjek penelitian antara lain:


(49)

a. Pasien orthopedi yang di rawat inap di ruang rindu B3 RSUP Haji Adam Malik Medan

b. Pasien yang imobilisasi

c. Pasien yang sedang mendapatkan perawatan di rumah sakit d. Bersedia menjadi responden penelitian

4.3. Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di ruangan Rindu B3 RSUP Haji Adam Malik Medan. Waktu pengambilan data dilakukan pada bulan Mei s/d Juni 2010. Alasan peneliti mengambil lokasi di RSUP Haji Adam Malik Medan karena merupakan rumah sakit pendidikan dan juga merupakan rumah sakit rujukan di Sumatera Utara.

4.4 Pertimbangan Etik

Penelitian ini dilakukan setelah peneliti mendapat persetujuan dari Fakultas Keperawatan. Kemudian peneliti memberikan penjelasan kepada responden tentang tujuan dan prosedur penelitian yang akan dilaksanakan dan meyakinkan responden bahwa informasi yang telah diberikan akan dirahasiakan dan tidak akan dipergunakan dalam hal yang merugikan responden serta hanya dipergunakan untuk penelitian. Calon responden yang bersedia dipersilahkan menandatangani surat persetuiuan, tetapi jika tidak bersedia maka calon responden berhak untuk menolak dan mengundurkan diri.


(50)

4.5.Instrumentasi Penelitian

Dalam pengumpulan informasi dari responden, peneliti menggunakan alat pengumpulan data dalam bentuk kuesioner. Lembar kuesioner berisi data demografi dan lembar format upaya pencegahan dekubitus oleh perawat.

a. Kuisioner data demografi

Kuisioner data demografi meliputi nama (inisial), usia, jenis kelamin, suku bangsa, pendidikan, pekerjaan, penghasilan perbulan. Data demografi responden bertujuan untuk mengetahui karakteristik calon responden dan mendeskripsikan distribusi frekuensi dan presentase demografi dalam upaya pencegahan dekubitus oleh perawat.

b. Kuesioner upaya pencegahan dekubitus oleh perawat

Kuesioner ini bertujuan untuk mengidentifikasi upaya pencegahan luka dekubitus oleh perawat pada pasien. Kuisioner ini terdiri dari 20 pertanyaan. Pertanyaan mewakili variabel yang di teliti. Pertanyaan dari variabel hygiene/perawatan kulit terdiri dari nomor 1, 5, 9, 13, 17 pertanyaan dari variable mobilisasi terdapat pada nomor 2, 6, 10, 14, 18 pertanyaan dari variabel pendidikan kesehatan terdapat pada nomor 3, 7, 11, 15, 19 pertanyaan dari variabel implementasi standart prosedur terdapat pada nomor 4, 8, 12, 16, 20. Pada setiap pertanyaan apabila responden menjawab ya maka nilai yang diberikan adalah 1 dan jika responden menjawab tidak maka diberi nilai 0,

Dalam penilitian ini indikator yang digunakan dalam mengkaji upaya pencegahan dekubitus oleh perawat dikatagorikan atas 3 kelas interval dibagi dalam tiap-tiap vareiable yang akan di teliti. Nilai terendah yang mungkin di capai


(51)

adalah 0 dan nilai tertinggi adalah 5. berdasarkan rumus statistika P = rentang dibagi dengan banyak kelas (menurut Sudjana, 1992), dimana p merupakan panjang kelas, dengan rentang (nilai tertinggi dikurang dengan nilai terendah) sebesar 5 dan di bagi atas 3 kategori kelas yaitu buruk, sedang dan baik, maka di peroleh panjang kelas sebesar 1.

Dengan p=1 dan nilai terendah adalah 5 sebagai batas bawah kelas pertama, maka upaya pencegahan dekubitus oleh perawat dikategorikan dalam kelas interval sebagai berikut: 0 – 1 = buruk, 2 – 3 = sedang, 4 – 5 = baik

4.6. Validitas dan Reliabilitas Instrumen

Validitas dapat diuraikan sebagai tindakan ukuran penelitian yang sebenarnya, yang memang didesain untuk mengukur. Validitas berkaitan dengan nilai sesungguhnya dari hasil dan merupakan karakteristik yang penting dari penelitian yang baik (Slevin dkk, 2005). Uji validitas dan reliabilitas tidak dilakukan pada penelitian ini.

4.7. Pengumpulan Data

Peneliti terlebih dahulu mengajukan permohonan izin pelaksanaan penelitian melalui bagian pendidikan Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara, kemudian mengajukan permohonan izin pelaksanaan penelitian pada bagian penelitian dan pengembangan RSUP Haji Adam Malik Medan. Setelah mendapatkan izin maka dilakukan pengumpulan data. Peneliti mendatangi langsung responden, kemudian peneliti menentukan responden sesuai dengan


(52)

kriteria yang telah dibuat sebelumnya, apabila peneliti telah menemukan calon responden, selanjutnya peneliti menjelaskan tujuan dan manfaat dari penelitian kepada responden. Pada saat pengambilan kuesioner, peneliti melihat kelengkapan jawaban responden, jika dalam kuesioner ada pertanyaan yang belum diisi oleh responden maka peneliti menjelaskan maksud dari pertanyaan tersebut, sehingga semua pertanyaan terjawab, dan peneliti mengumpulkan semua kuesioner.

4.8. Analisa data

Data yang telah terkumpul diolah dan ditabulasi dengan langkah – langkah yaitu memeriksa kembali semua kuesioner yang telah diisi oleh responden, dengan maksud untuk memeriksa apakah setiap kuisioner telah diisi sesuai dengan petunjuk (editing). Memberikan kode tertentu pada kuisioner yang telah diajukan untuk mempermudah sewaktu mengadakan tabulasi dan analisa data (coding). Dan mempermudah analisa data, pengolahan dan pengambilan kesimpulan melakukan tabulasi (tabulating). Setelah data terkumpul, maka analisa data dilakukan melalui pengolahan dan secara komputerisasi dengan menggunakan program komputerisasi.

Dari pengolahan data statistik deskriptif, data demografi akan disajikan dalam bentuk tabel distribusi frekuensi. Hasil analisa data disajikan dalam bentuk tabel distribusi frekuensi untuk melihat upaya pencegahan dekubitus oleh perawat.


(53)

BAB 5

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Pada bab ini akan dibahas mengenai hasil penelitian dan pembahasan setelah dilakukan pengumpulan data dari mulai bulan Mei-Juni 2010 diruang Rindu B3 RSUP Haji Adam Malik Medan.

5.1. Hasil Penelitian

Hasil penelitian ini akan menjabarkan tentang deskripsi karakteristik responden dan upaya perawat untuk mencegah terjadinya luka dekubitus dalam persepsi pasien yang mengalami trauma orthopedi diruangan Rindu B3 RSUP Haji Adam Malik Medan.

5.1.1. Deskripsi Karakteristik Responden

Deskripsi karakteristik responden mencakup usia, jenis kelamin, suku, pendidikan, dan pekerjaan. Dari 18 orang responden yang terkumpul, lebih dari setengah pasien berusia di rentang 21-40 tahun (55,6%), mayoritas pasien berjenis kelamin laki-laki (94,4%), lebih dari setengah pasien bersuku batak (66,7%), lebih dari setengah tingkat pendidikan SMU (55,5%) dan mayoritas pasien tidak bekerja (72,3%).


(54)

Tabel 5.1 Distribusi frekuensi data demografi upaya perawat untuk mencegah terjadinya luka dekubitus dalam persepsi pasien yang mengalami trauma orthopedi diruangan Rindu B3 RSUP Haji Adam Malik Medan (n=18)

Karakteristik Frekuensi Persentase (%) Usia

• 5-10 tahun 1 5,5

• 11-20 tahun 7 38,9

• 21-40 tahun 10 55,6

Min : 5 Max :34 Mean : 21,56 SD : 7,816 Jenis Kelamin

• Laki-laki 17 94,4

• Wanita 1 5,6

Suku

• Melayu 1 5,6

• Jawa 4 22,2

• Batak 12 66,7

• Lain nya 1 5,5

Pendidikan

• Tidak sekolah 1 5,5

• SD 2 11,2

• SLTP 1 5,5

• SMU 10 53,3

• Sarjana 4 22,3

Pekerjaan

• Petani 2 11,1

• Buruh 1 5,5

• TNI/POLRI 0 0

• PNS 2 11,1


(55)

5.1.2 Upaya perawat untuk mencegah terjadinya luka dekubitus

Dari hasil yang diperoleh peneliti selama melakukan penelitian dari mulai bulan mei s/d juni 2010 di ruangan Rindu B3 RSUP Haji Adam Malik Medan diperoleh bahwa untuk kategori upaya perawat dalam mencegah terjadinya luka dekubitus dengan memperhatikan hygiene/perawatan kulit, mayoritas pasien mempersepsikan baik (77,8%). Kategori upaya perawat dalam mencegah terjadinya luka dekubitus dengan melaksanakan mobilisasi lebih dari setengah pasien (55,6%) mempersepsikan buruk. Untuk Kategori upaya perawat dalam mencegah terjadinya luka dekubitus dengan pendidikan kesehatan lebih dari setengah pasien (55,6%) mempersepsikan baik. Dan yang terakhir untuk kategori upaya perawat dalam mencegah terjadinya luka dekubitus dengan mengimplementasikan standar prosedur mayoritas pasien mempersepsikan baik (83,3%).

Tabel 5.2.

Distribusi persentase upaya perawat dalam mencegah terjadinya luka dekubitus (n=18)

Upaya perawat untuk mencegah terjadinya luka dekubitus

Baik Sedang Buruk

Frek (%) Frek (%) Frek (%) Hygiene/perawatan kulit 14 77,8 4 22,2 0 0

Mobilisasi 0 0 8 44,4 10 55,6

Pendidikan kesehatan 10 55,6 6 33,3 2 11,1 Implementasi standar prosedur 15 83,3 3 16,7 0 0


(56)

5.3 Upaya Perawat dalam Mencegah Terjadinya Luka Dekubitus

No Pertanyaan Ya Tidak

frek % Frek % Upaya perawat dalam mencegah

terjadinya luka dekubitus: Hygiene/perawatan Kulit

1 Perawat selalu menjaga kulit pasien agar tetap kering dan bersih

16 88,9 2 11,1 2 Perawat membersihkan kulit pasien

dengan air hangat

18 100 0 0 3 Jika pasien berkeringat perawat selalu

mengeringkan keringat yang terdapat di tubuh pasien

11 61,1 7 38,9

4 Perawat menganjurkan pasien untuk menggunakan lotion/pelembab untuk mencegah kekeringan pada kulit pasien

15 83,3 3 16,7

5 Perawat membersihkan kulit pasien dengan menggunakan sabun

16 88,9 2 11,1 Upaya perawat dalam mencegah

terjadinya luka dekubitus: Mobilisasi

6 Perawat melakukan pengaturan posisi ulang pada pasien setiap 2 jam sekali

6 33,3 12 66,7 7 Pada pasien yang mampu untuk duduk

perawat menganjurkan untuk duduk lebih dari 2 jam

2 11,1 16 88,9

8 Pada saat berbaring perawat selalu mengusahakan agar posisi tidur pasien rata tidak ada bagian tubuh pasien yang terhimpit pada saat berbaring di tempat tidur

7 38,8 11 61,1

9 Perawat memberikan perlindungan pada bagian tubuh pasien yang menonjol contohnya bokong dan siku dengan menggunakan bahan yang lembut (bantal)

2 11,1 16 88,9

10 Pada saat melakukan perubahan posisi, perawat memperhatikan gesekan yang terjadi pada kulit pasien

4 22,2 14 77,8

Upaya perawat untuk mencegah terjadinya luka dekubitus: pendidikan kesehatan 11 Keluarga dan pasien diberi pendidikan

kesehatan tentang dekubitus


(57)

12 Perawat selalu memotivasi dan memberikan dukungan psikososial dalam mencegah terjadinya luka dekubitus

3 16,7 15 83,3

13 Perawat mengajarkan cara merubah posisi yang baik pada pasien yang mampu merubah posisi sendiri

10 55,6 8 44,4

14 Perawat menganjurkan pasien untuk menggunakan pakaian yang terbuat dari bahan yang lembut dan menyerap keringat

14 83,3 4 16,7

15 Perawat mengajarkan pasien untuk selalu menjaga kebersihan diri terutama kulit pasien

17 94,4 1 5,6

Upaya perawat dalam mencegah terjadinya luka dekubitus: implementasi standart prosedur

16 Perawat rutin melakukan tindakan perubahan posisi pada pasien

8 44,4 10 55,6

17 Selama dirumah sakit pasien selalu dimandikan/di waslap setiap hari untuk menjaga kebersihan pasien

18 0 0 0

18 Perawat memperbaiki alas tidur/sprei pasien apabila alas tidur pasien kusut

18 0 0 0

19 Perawat selalu menjaga kebersihan tempat tidur pasien

16 88,9 2 11,1 20 Pasien dianjurkan makanan makanan yang

baik untuk di konsumsi contoh nya buah-buahan yang kaya akan vitamin C

14 77,8 4 22,2

5.2 Pembahasan

Upaya perawat untuk mencegah terjadinya luka dekubitus dalam penelitian ini dibagi dalam 4 kategori yang menjadi standar penilaian untuk mengkategorikan apakah upaya yang dilakukan oleh perawat dapat dikatakan baik, sedang dan buruk. Kategori tersebut adalah hygiene/perawatan kulit, mobilisasi, pendidikan kesehatan, dan implementasi standar prosedur. Dari hasil yang diperoleh peneliti untuk kategori higine/perawatan kulit dalam mencegah terjadinya luka dekubitus dalam persepsi pasien yang mengalami trauma


(58)

orthopedi dengan menjaga kebersihan dan mencegah kerusakan kulit mayoritas atau sebanyak 14 (77,8%) orang pasien mempersepsikan baik, pasien mengatakan perawat sering melakukan perawatan pada kulit pasien misalnya membersihkan kulit pasien dengan air hangat setiap pagi, menganjurkan pasien untuk menggunakan lotion/pelembab untuk mencegah kulit pasien dari kekeringan, membersihkan kulit pasien dengan menggunakan sabun dan menganjurkan pasien untuk membersihkan kulit apabila pasien berkeringat.

Sementara itu untuk kategori upaya perawat dalam mencegah terjadinya luka dekubitus dengan melaksanakan mobilisasi lebih dari setengah atau 10 (55,6%) orang pasien mempersepsikan buruk. Untuk kategori upaya pencegahan luka dekubitus dengan melaksanakan mobilisasi ini banyak pasien yang mengatakan jarang dilakukan oleh perawat khusus nya pada poin untuk menganjurkan pasien duduk, pasien mengatakan biasanya mereka melaksanakan perubahan posisi atas kesadaran sendiri ataupun di bantu oleh keluarga hal ini disebabkan oleh beberapa faktor diantaranya adalah perawat merasa pasien mampu melaksanakan perubahan posisi sendiri ataupun dibantu oleh keluarga, hal ini tidak sepenuhnya merupakan kelalaian dari perawat atau pun perawat enggan melaksanakan nya karena pada kategori pemberian pendidikan kesehatan perawat telah mengajarkan untuk melakukan perubahan posisi minimal 2 jam sekali pada pasien-pasien yang kooferatif atau pun bisa melaksanakan nya sendiri, pasien memberikan respon yang cukup baik dan mengatakan telah mengerti setelah diberikan pendidikan kesehatan khususnya perubahan posisi minimal 2 jam sekali seharusnya setelah diberikan pendidikan kesehatan tersebut pasien dapat


(59)

melaksanakan nya sendiri tanpa perlu dibantu oleh perawat, perawat hanya cukup memberikan arahan atau pun mengingatkan pasien untuk merubah posisinya.

Lain hal nya apabila pasien tidak dapat merubah posisinya sendiri maka perawat harus membantu pasien untuk melaksanakan perubahan posisi contohnya pada pasien yang tidak sadarkan diri ataupun koma. Sebaliknya untuk kategori upaya perawat dalam mencegah terjadinya luka dekubitus dengan melaksanakan pendidikan kesehatan lebih dari setengah atau 10 (55,6%) orang pasien mempersepsikan baik. Pasien mengatakan perawat sering melaksanakan penyuluhan di ruangan untuk mencegah terjadinya luka dekubitus, mengajarkan pasien dan keluarga cara pencegahan luka dekubitus yaitu dengan cara menganjurkan pasien untuk merubah posisi setiap 2 jam sekali, menganjurkan pasien untuk menggunakan pakaian yang terbuat dari bahan yang lembut dan menyerap keringat, mengajarkan pasien untuk selalu menjaga kebersihan diri terutama kulit dan memberikan motivasi kepada pasien untuk mencegah terjadinya luka dekubitus pasien mengatakan bahwa perawat sering memberikan penyuluhan tentang pencegahan luka dekubitus minimal 2 minggu sekali,. Sedangkan untuk kategori upaya pencegahan luka dekubitus dengan mengimplementasikan standar prosedur, mayoritas atau 15 (83,3%) orang pasien mempersepsikan baik, pasien mengatakan perawat sering melaksanakan tindakan-tindakan yang terdapat pada poin kuesioner contohnya dalam memperbaiki alas tidur/seprei pasien setiap pagi pasien selalu dimandikan ataupun di waslap untuk menjaga kebersihan kulit, dan perawat selalu memperhatikan kebersihan tempat


(60)

tidur pasien. Pasien mengatakan hal ini rutin dilakukan oleh perawat khususnya di pagi hari setelah pasien bangun dari tidur.

Potter & Perry (2005), menjelaskan tiga area intervensi keperawatan dalam pencegahan dekubitus, yang pertama yaitu higine dan perawatan kulit, perawat harus menjaga kulit pasien tetap bersih dan kering. Pada perlindungan dasar untuk mencegah kerusakan kulit, maka kulit klien dikaji terus menerus oleh perawat, jenis produk untuk perawatan kulit sangat banyak dan penggunaan nya harus disesuaikan dengan kebutuhan klien. Ketika kulit dibersihkan maka sabun dan air panas harus dihindari pemakaiannya. Sabun dan lotion yang mengandung alkohol menyebabkan kulit kering dan meninggalkan residu alkalin pada kulit. Namun berdasarkan penelitian yang dilakukan di ruangan Rindu B3 RSUP H. Adam Malik Medan justru pemakaian air hangat dilakukan pemakaian nya, setiap pagi pasien di waslap oleh perawat dengan menggunakan air hangat, pasien mengatakan setiap pagi pasien selalu diwaslap dan dibersihkan dengan menggunakan air hangat dan terkadang juga di beri sabun. Hal ini bertentangan dengan Potter & Perry yang menganjurkan untuk tidak menggunakan sabun dan air hangat namun dari hasil observasi peneliti di lapangan penggunaan air hangat dan sabun tidak berpengaruh terhadap luka dekubitus, perawat mengatakan justru penggunaan air hangat dan sabun ini untuk menghindari kuman yang terdapat di kulit pasien yang dapat membuat terjadinya luka dekubitus.

Kemudian pengaturan posisi, intervensi pengaturan posisi diberikan untuk mengurangi tekanan dan gaya gesek pada kulit. Dengan menjaga bagian kepala


(61)

tempat tidur setinggi 30 derajat atau kurang akan menurunkan peluang terjadinya dekubitus akibat gaya gesek. Posisi klien immobilisasi harus diubah sesuai dengan tingkat aktivitas, kemampuan persepsi, dan rutinitas sehari-hari. Oleh karena itu standar perubahan posisi dengan interval 1 ½ sampai 2 jam mungkin tidak dapat mencegah terjadinya dekubitus pada beberapa klien. Telah direkomendasikan penggunaan jadwal tertulis untuk mengubah dan menentukan posisi tubuh klien minimal setiap 2 jam (Potter & Perry, 2005). Namun menurut persepsi pasien hal ini tidak pernah dilakukan oleh perawat, biasanya pasien melakukan nya sendiri atau di bantu oleh keluarga. Jadwal perubahan posisi nya juga tidak beraturan setiap 2 jam sekali, pasien mengatakan ia mengubah posisi nya apabila ia telah merasa kebas pada bagian tubuh nya yang tertindih. Hal ini menyebabkan persepsi pasien terhadap pengaturan posisi ini menjadi buruk karena perawat tidak rutin melakukan jadwal perubahan posisi ini setiap 2 jam sekali. Perawat mengatakan telah memberikan pendidikan kesehatan dan mengajarkan pasien khusunya pasien-pasien yang dapat melaksanakan nya sendiri untuk merubah posisi minimal 2 jam sekali dan hal ini tidak lagi menjadi tanggung jawab perawat sepenuhnya, karena perawat telah memberikan pendidikan kesehatan tentang perubhan posisi minimal 2 jam sekali kepada pasien, perawat hanya melakukan nya jika pasien tidak dapat melakukan perubahan posisi sendiri contoh nya pada pasien yang koma.

Kategori yang terakhir adalah alas pendukung. Berbagai jenis alas pendukung termasuk kasur dan tempat tidur khusus, telah dibuat untuk mengurangi bahaya immobilisasi pada sistem kulit dan muskuloskeletal. Tidak


(62)

ada satu alat pun yang dapat menghilangkan efek tekanan pada kulit (Potter & Perry, 2005). Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh peneliti pasien mempersepsikan hal ini baik, karena menurut pasien perawat selalu memperbaiki alas tidur/sprei pasien apabila alas tidur/sprei pasien tersebut kusut.

Menurut AHPCR (1994) luka dekubitus hampir 95% dapat dicegah melalui tindakan keperawatan, sisanya 5% pasien imobilisasi tetap akan mengalami luka dekubitus. Asosiasi ini juga menekankan bahwa pencegahan menjadi sangat penting yang harus diperhatikan oleh seorang perawat khususnya pada pasien-pasien yang mengalami imobilisasi berat yang membutuhkan bantuan orang lain untuk merubah posisinya.


(63)

BAB 6

KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana upaya perawat untuk mencegah terjadinya luka dekubitus dalam persepsi pasien yang mengalami trauma orthopedi diruangan Rindu B3 RSUP Haji Adam Malik Medan. Penelitian ini dilakukan kepada 18 orang responden yang terdiri dari pasien-pasien yang mengalami trauma orthopedi dan imobilisasi diruangan Rindu B3 RSUP Haji Adam Malik Medan.

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh peneliti terhadap 18 orang responden, didapat bahwa upaya perawat untuk mencegah terjadinya luka dekubitus dalam persepsi pasien dikategorikan cukup baik, hal ini dapat dibuktikan dengan mayoritas pasien menjawab baik pada tiap-tiap kategori yang diteliti. Dari 4 kategori yang di teliti cuma 1 kategori yang hasilnya dipersepsikan buruk oleh pasien yaitu upaya perawat untuk mencegah terjadinya luka dekubitus dengan memperhatikan mobilisasi pada pasien sebanyak 10 (55,6%) orang pasien mempersepsikan buruk, sisanya upaya perawat untuk mencegah terjadinya luka dekubitus dengan memperhatikan higiene mayoritas atau 14 (77,8%) orang pasien mempersepsikan baik. Untuk kategori upaya perawat dalam mencegah terjadinya luka dekubitus dengan memberikan pendidikan kesehatan lebih dari setengah atau 10 (55,6%) orang pasien mempersepsikan baik, dan yang terakhir kategori upaya perawat untuk mencegah terjadinya luka dekubitus dengan menerapkan


(64)

implementasi standart prosedur mayoritas atau 15 (83,3%) orang pasien mempersepsikan baik.

6.2 Saran

1. Bagi pendidikan keperawatan

Hasil penelitian ini sebaiknya digunakan sebagai bahan acuan bagi perawat dalam memberikan asuhan keperawatan pada pasien yang imobilisasi khusunya pasien-pasien yang mengalami trauma orthopedi yang memiliki ketergantungan yang tinggi terhadap perawat, pasien yang tidak dapat melakukan perubahan posisi sendiri. Peran perawat sangat penting pada posisi seperti ini perawat harus lebih mengkaji hal keadaan umum pasien apakah pasien tersebut membutuhkan bantuan total dari perawat sehingga kasus dekubitus dapat diminimalkan terjadinya di pelayanan keperawatan khusunya rumah sakit sehingga dapat meningkatkan mutu pelayanan keperawatan.

2. Untuk penelitian selanjutnya

Penelitian ini dilakukan di RSUP Haji Adam Malik Medan, dimana penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana upaya perawat untuk mencegah terjadinya luka dekubitus pada pasien yang mengalami trauma orthopedi. Untuk itu, peneliti berikutnya diharapkan dapat meneliti pengetahuan perawat untuk mencegah terjadinya luka dekubitus pada pasien yang mengalami imobilisasi dan dapat dilakukan dirumah sakit yang berbeda untuk penelitian selanjutnya serta melakukan uji reliabilitas dan validitas karena pada penelitian ini tidak dilakukan uji reliabilitas dan validitas, untuk mengobservasi apakah perawat


(65)

mengetahui bagaimana cara pencegahan luka dekubitus yang baik dan sesuai dengan literatur agar pencegahan luka dekubitus di rumah sakit dapat terlaksana dengan baik. Kemudian saran dari penulis untuk peneliti selanjutnya adalah mencari referensi yang paling terbaik untuk mencegah terjadinya luka dekubitus karena hasil penelitian dari penulis masih rancu dengan pembahasan yang terdapat pada literatur khususnya pada kategori higiene/perawatan kulit yang mana pada literatur penggunaan sabun dan air hangat tidak dianjurkan namun di lapangan justru sabun dan air hangat yang digunakan untuk mencegah terjadinya luka dekubitus.

3. Untuk pelayanan keperawatan

Penelitian ini dapat memberikan informasi untuk memfasilitasi perawat dan petugas kesehatan lainnya dalam melakukan tindakan medis selama pasien dirawat di rumah sakit sesuai dengan hasil penelitian dan sebagai bahan pertimbangan terhadap kinerja perawat diruangan Rindu B3 RSUP Haji Adam Malik Medan dalam mencegah terjadinya luka dekubitus khusus nya pada kategori mobilisasi sebaiknya perawat memberikan penekanan kepada pasien agar pasien dapat melakukan perubahan posisi sendiri khususnya pada pasien-pasien yang dapat melaksanakan nya sendiri, perawat mengajarkan kepada pasien untuk melaksanakan perubahan posisi minimal 2 jam sekali untuk mencegah terjadinya luka dekubitus sehingga persepsi pasien kepada perawat menjadi baik dan hal ini tidak lagi sepenuhnya menjadi kelalaian perawat di tatanan pelayanan keperawatan.


(66)

DAFTAR PUSTAKA

Alpius. (2005). Pengaruh tindakan keperawatan dengan menggunakan standart

AHPCR terhadap kejadian dekubitus pada lansia yang mengalami imobilisasi dipanti werda senjarawi Bandung. Vol.6. No XII. Jurnal

Keperawatan UNPAD.

Afdhal,roy. (2008). hubungan pengetahuan masyarakat dengan pencegahan dekubitus

http://www.scribd.com.

Allmant. (1990). Presurre Ulcer. Journal of Nursing 2001.

Arikunto, S. (2006). Prosedur penelitian suatu pendekatan praktik. Cetakan 13. Edisi Revisi IV. Jakarta: PT Rineka Cipta

Arwani. (2007). Ulkus dekubitus http://surabayaplasticsurgery.blogspot. Azwar, S. (2003). Reabilitas & Validitas. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Brandon, J. Wilhelmi. (2006). Presure Ulcers, surgical treatmen and principles. http://emedicine.com

Brunner (1997). Keperawatan Medikal bedah. Jakarta: EGC

Buss (2004). Pressure ulcer prevention in Nursing Home: Views and beliefs of

enrolled Nurse and other Health workers.

Cooney. (1991). Pressure sore problem in the elderly. Dalam J.C Berband, et al. The scientist & Medical division of the macmillan. London Press Ltd.

Dahlan, S. (2004). Statistika untuk kedokteran dan kesehatan, Jakarta: Bina Mitra Press.

Don, R. Revis. (2006). Pressure ulcers, nonsurgical treatmen and principles. http//www.emedicine.com/plastic/topic424.htm.

EPUAP. Pressure ulcer treatmen guidelines. http://www.epuap.org.

Gentur, Sudjatmiko. (2007). Ulkus dekubitus dalam petunjuk praktis ilmu bedah

plastic rekonstruksi. Jakarta: Mahameru Offset Printing.

Jorge, Marie Oberheu. (2005). Reconstruction surgery for pressure sores.


(67)

Kaplan. (1998). Fundamental of nursing: the art and science of nursing care. Philadelphia: J.B Lippincott.

Kozier, B (1991). Fundamental of nursing: concepts, process and practice, 4th

Morison. (2003). Manajemen Luka. Jakarta: EGC.

ed. California: Addison Wasley

Mukti. (1997). Penelusuran hasil penelitian tentang intervensi keperawatan

dalam pencegahan luka dekubitus pada orang dewasa. Jurnal Keperawatan

Indonesia.

Notoadmodjo, S. (2002). Metodologi penelitian Kesehatan. Cetakan Kedua. Edisi Revisi. Jakarta: PT.Rineka Cipta .

Nursalam. (2003). Konsep penerapan metodologi penelitian ilmu keperawatan:

pedoman skripsi, tesis dan istrumen penelitian keperawatan. Jakarta:

Salemba Medika.

P. friel & P. Jhon. (1996). Kamus kedokteran Dorland. Jakarta: EGC.

Potter & Perry. (2005). Buku ajar fundamental keperawatan. Edisi Keempat. Vol.2. Jakarta:EGC.

Setiyawan, (2008) Hubungan Tingkat pengetahuan, Sikap dengan perilaku

perawat dalam upaya pencegahan dekubitus di rumah sakit cakra husada Klaten.

Setiyaji, (2001). Faktor-faktor yang mempengaruhi kejadian dekubitus pada

pasien tirah baring di Rumah Sakit Dr. Moewardi Surakarta.

Skripsi thesis, Universitas Muhammadiyah Surakarta.

Sudjana, M.A. (1992). Metodologi penelitian Kesehatan. Edisi ketiga. Bandung: Tarsito.

Suheri. (2009). Gambaran lama hari rawat dalam terjadinya luka dekubitus pada

pasien imobilisasi di RSUP Haji Adam Malik Medan. Skripsi, Fakultas

Keperawatan USU.

Subhan, kadir. (2007). Dekubitus.

http://subhankadir.worldpress.com.

Suriadi. (2004). Perawatan luka. Jakarta: CV. Agung seto.

wim de jong & Sjamsuhidajat R. (2004). Buku ajar ilmu Bedah. Edisi kedua. Jakarta: EGC.


(1)

Lampiran 3

II. Kuisioner upaya perawat dalam mencegah terjadinya luka dekubitus

Petunjuk pengisian: berilah tanda ceklist pada kolom yang menurut anda

dilakukan oleh perawat dan yang tidak dilakukan oleh perawat

1.Kuesioner upaya perawat untuk mencegah terjadinya luka dekubitus

No Pengkajian Ya Tidak

1. Perawat selalu menjaga kulit pasien agar tetap

kering dan bersih

2. Perawat melakukan pengaturan posisi ulang

pada pasien setiap 2 jam sekali

3. Keluarga dan pasien diberi pendidikan

kesehatan tentang dekubitus

4. Perawat rutin melakukan tindakan perubahan

posisi pada pasien

5. Perawat membersihkan kulit pasien dengan air

hangat

6. Pada pasien yang mampu untuk duduk perawat

menganjurkan untuk duduk lebih dari 2 jam

7. Perawat selalu memotivasi dan memberikan

dukungan psikososial dalam mencegah


(2)

8. Selama dirumah sakit pasien selalu

dimandikan/di waslap setiap hari untuk menjaga

kebersihan pasien

9. Jika pasien berkeringat perawat selalu

mengeringkan keringat yang terdapat di tubuh

pasien

10. Pada saat berbaring perawat selalu

mengusahakan agar posisi tidur pasien rata tidak

ada bagian tubuh pasien yang terhimpit pada

saat berbaring di tempat tidur

11. Perawat mengajarkan cara merubah posisi yang

baik pada pasien yang mampu merubah posisi

sendiri

12. Perawat memperbaiki alas tidur/sprei pasien

apabila alas tidur pasien kusut

13. Perawat menganjurkan pasien untuk

menggunakan lotion/pelembab untuk mencegah


(3)

menggunakan pakaian yang terbuat dari bahan

yang lembut dan menyerap keringat

16. Perawat memperhatikan kebersihan tempat tidur

pasien

17. Perawat membersihkan kulit pasien dengan

menggunakan sabun

18. Pada saat melakukan perubahan posisi, perawat

memperhatikan gesekan yang terjadi pada kulit

pasien

19. Perawat mengajarkan pasien untuk selalu

menjaga kebersihan diri terutama kulit pasien

20. Pasien dianjurkan makan makanan yang baik

untuk di konsumsi contohnya buah-buahan yang


(4)

Frequencies

[DataSet0]

Statistics

Umur

N Valid 18

Missing 0

Umur

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid 5 1 5.6 5.6 5.6

11 1 5.6 5.6 11.1

12 1 5.6 5.6 16.7

17 3 16.7 16.7 33.3

18 1 5.6 5.6 38.9

19 1 5.6 5.6 44.4

22 2 11.1 11.1 55.6

24 1 5.6 5.6 61.1

25 1 5.6 5.6 66.7


(5)

DESCRIPTIVES VARIABLES=umur /STATISTICS=MEAN STDDEV MIN MAX.

Descriptives

[DataSet0]

Descriptive Statistics

N Minimum Maximum Mean Std. Deviation

umur responden 18 5 34 21.56 7.816


(6)

Lampiran 4

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Nama : Surya Andika

Tempat/Tanggal Lahir : Medan/29 Juli1988

Jenis Kelamin : Pria

Agama : Islam

Alamat : Jl.Imam Bonjol No.38 Rantau Prapat. Labuhan

Batu.

Pendidikan :

1. SDN 112136 Rantau Prapat (1994-2000)

2. SMPN 1 Rantau Prapat (2000-2003)

3. SMU Kemala Bhayangkari-2 (2003-2006)

4. D-III Keperawatan FK USU Medan (2006-2009)