transformasi Identitas Diri Mustamik dalam Majelis Taklim Asy-Syifa Wal mahmuudiyyah (Studi Fenomenologi Transformasi Identitas Diri Mustamik Dalam majelis Taklim Asy-Syifaa Wal Mahmuudiyyah di Kota Bandung)

(1)

SKRIPSI

Diajukan untuk menempuh ujian sarjana pada Program Studi Ilmu Komunikasi Konsentrasi Humas

Oleh : Yanis Muda Arianto

NIM : 41809175

PROGRAM STUDI ILMU KOMUNIKASI KONSENTRASI KEHUMASAN FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS KOMPUTER INDONESIA BANDUNG


(2)

(3)

(4)

vi

Segala puji dan syukur peneliti panjatkan hanya kepada Tuhan Yang Maha Esa, yang mana atas segala berkat dan anugerah-Nya yang telah memberikan kekuatan, kesehatan, keyakinan dan jalan serta kesabaran bagi peneliti dalam menyelesaikan penyusunan skripsi ini. Peneliti menyadari dalam penyusunan skripsi ini, banyak menemukan hambatan-hambatan disebabkan keterbatasan dan kemampuan peneliti, namun berkat bantuan dan bimbingan serta dorongan dari berbagai pihak, disertai keinginan yang kuat dan usaha yang sungguh-sungguh, maka akhirnya penelitian ini dapat diselesaikan sebagaimana diharapkan.

Untuk mamah tersayang terimakasih atas nasihat, motivasi, doa dan kasihnya yang sangat luar biasa. Papah tercinta atas doa dan dukungan baik moral dan materil, terutama untuk kasih sayang yang tak pernah ada habisnya. Untuk kedua sodara peneliti Aditya putra pratama dan Angga Tri Sahputra terima kasih atas dukungan dan kasih sayang yang diberikan.

Peneliti menyadari sepenuhnya bahwa tanpa adanya dukungan, dorongan dan bimibingan serta bantuan dari beberapa pihak dalam proses dalam penyusunan skripsi ini, peneliti tidak mungkin menyelesaikan skripsi ini dengan baik dan tepat pada waktunya. Untuk itu pada kesempatan ini, dengan segala ketulusan dan kerendahan hati peneliti ingin menyampaikan rasa terimakasih yang sebesar-besarnya kepada:


(5)

vii pengesahan skripsi.

2. Yth. Bapak Drs. Manap Solihat M. Si selaku Ketua Program Studi Ilmu Komunikasi dan Public Relations Unikom, yang telah memberikan nasihat, saran motivasi selama peneliti serta mengikuti perkuliahan dan telah memberikan pengesahan pada skripsi untuk disidangkan

3. Ibu Melly Maulin, S.Sos, M.Si, selaku Sekretaris Program Studi Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Komputer Indonesia. Selaku dosen tetap Program Studi Ilmu Komunikasi yang banyak memberikan ilmunya kepada penulis melalui proses perkuliahan. 4. Bapak Dr. Drs. H. M. Ali Syamsuddin Amin, S.Ag., M.Si selaku dosen

pembimbing penulis yang pada penulisan karya ilmiah ini, telah banyak memberikan masukan, arahan dan saran kepada penulis melalui proses pembimbingan, serta memberikan semangat agar penulis dapat menyelesaikan penulisan ini dengan baik.

5. Bapak Sangra Juliano M.I.kom, selaku dosen tetap Program Studi Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Komputer Indonesia dan sekaligus dosen wali penulis yang telah banyak memberikan nasihat, masukan, semangat kepada penulis selama proses perkuliahan. 6. Seluruh Jajaran Dosen Program Studi Ilmu Komunikasi, Fakultas


(6)

viii

Bapak Olih Solihin, S.Sos, M.Ikom, Ibu Tine A. Wulandari S.Ikom. Ibu Ditha Prasanti, M.IKom., Terima kasih kepada para dosen yang telah memberikan banyak ilmunya melalui proses perkuliahan, memberikan semangat dan masukan kepada penulis.

7. Jajaran staf sekretariat Program Studi Ilmu Komunikasi. Ibu Astri Ikawati Amd.Kom, Terima kasih atas kemudahan proses administrasi selama berkuliah.

8. Sekertaris Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Komputer Indonesia. Ibu Ratna Widiastuti, A.Md Terima kasih penulis ucapkan kemudahan proses administrasi.

Seluruh penghuni Gagak House serta seluruh anak-anak Jurusan Humas, Jurusan Jurnalistik dan IK 5 angkatan 2009, anak-anak kosan, serta semua orang yang tidak bisa disebutkan satu-satu, terima kasih telah menjadi bagian di dalam hidup peneliti. Karena kalian hidup peneliti penuh akan warna dan arti. Terima kasih semua.

Semoga Tuhan Yang Maha Esa memberikan balasan yang berlimpah bagi orang-orang yang telah membantu peneliti dengan segala kesabaran dan keikhlasannya.


(7)

ix

lebih baik, lebih menarik dan lebih bermanfaat bagi kita semua. Amin.

Bandung, Agustus 2013 Peneliti

Yanis Muda Arianto NIM: 41809175


(8)

x

SURAT PERNYATAAN ……… ii

LEMBAR PENGESAHAN ……… iii

ABSTRAK ………... iv

ABSTRACT ………..... v

KATA PENGANTAR ………. vi

DAFTAR ISI ……… x

DAFTAR GAMBAR ...……… xiii

DAFTAR TABEL .……….………. xiv

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang Masalah ………... 1

1.2 Rumusan Masalah ...………..… 9

1.2.1 Rumusan Masalah Makro ……… 9

1.2.2 Rumusan Masalah Mikro ……...………... 9

1.3 Maksud dan Tujuan Penelitian ………...… .. 10

1.3.1 Maksud Penelitian……….. 10

1.3.2 Tujuan Penelitian ……….. 10

1.4 Kegunaan Penelitian ………. 11

1.4.1 Kegunaan Penelitian Teoritis ……… 11

1.4.2 Kegunaan Penelitian Praktis ………. 11

BAB II TINJAUAN PUSTAKA dan KERANGKA PEMIKIRAN … 13 2.1 Tinjauan Pustaka ………... 13

2.1.1 Tinjauan Penelitian Terdahulu ……….…. 13

2.1.2 Tinjauan Tentang Komunikasi …….……..………. 16

2.1.2.1Pengertian Komunikasi …….…..……….…. 16

2.1.2.2Definisi Proses Komunikasi …….……...………. 19

2.1.2.3Unsur-unsur Komunikasi ... 21

2.1.3 Tinjauan Tentang Komunikasi Kelompok…….….…….. 23

2.1.3.1Definisi Komunikasi Kelompok …….…..……... 23

2.1.3.2Klasifikasi Komunikasi Kelompok ………...….... 24

2.1.3.3Fungsi Komunikasi Kelompok ……… 27

2.1.4 Tinjauan Tentang Majelis Taklim ………... 29

2.1.5 Tinjauan Tentang Mustamik ……… 33


(9)

xi

BAB III OBJEK DAN METODE PENELITIAN ……… 46

3.1 Objek Penelitian ……… 46

3.1.1 Sejarah Majelis Taklim Asy-Syifaa Wal Mahmuudiyyah... 46

3.1.2 Struktur Organisasi dan Keanggotaan Majelis Taklim Asy-Syifaa Wal Mahmuudiyyah Kota Bandung………. 47

3.1.3 Kegiatan Rutin Majelis Taklim Asy-Syifaa Wal Mahmuudiyyah Bandung ………. 48

3.2 Metode Penelitian ………. 49

3.2.1 Desain Penelitian ……… 49

3.2.2 Teknik Pengumpulan Data ……… 51

3.2.2.1Studi Pustaka……….. 51

3.2.2.2Studi Lapangan……… 52

3.2.3 Teknik Penentuan Informan ……….... 53

3.2.4 Teknik Analisis Data ………... 55

3.2.5 Uji Keabsahan Data ……….... 57

3.2.6 Lokasi dan Waktu Penelitian ……… 59

3.2.6.1 Lokasi Penelitian ……… 59

3.2.6.2 Waktu Penelitian ……… 59

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ……….. 61

4.1 Profil informan …..………. 68

4.1.1 Deskripsi informan ………...……….. 69

4.1.2 Deskripsi informan pendukung ……….. 70

4.2 Hasil penelitian ……….. 72

4.2.1 Identitas diri mustamik sebelum masuk majelis taklim asy-syifaa wal mahmuudiyyah ……….……. 73

4.2.2 Pengelolaan kesan mustamik pada saat di dalam majelis taklim asy-syifaa wal mahmuudiyyah ……….. 76

4.2.3 Identitas diri mustamik setelah masuk majelis taklim asy-syifaa wal mahmuudiyyah ………... 81

4.2.4 Deskripsi hasil wawancara dengan informan pendukung .. 84

4.3 Pembahasan hasil penelitian ………. 94

4.3.1 identitas diri mustamik sebelum majelis taklim asy-syifaa wal mahmuudiyyah ………... 97

4.3.2 Pengelolaan kesan kesan mustamik pada saat di dalam majelis taklim asy-syifaa wal mahmuudiyyah ………….. 101

4.3.3 Identitas diri mustamik setelah masuk dalam majelis taklim asy-syifaa wal mahmuudiyyah ……….. 103


(10)

xii

5.1.2 Pengelolaan kesan mustamik majelis taklim asy-syifaa

wal mahmuudiyyah ………... 108 5.1.3 Identitas diri mustamik setelah masuk majelis taklim

asy-syifaa wal mahmuudiyyah ……… 108 5.2 Saran

5.2.1 Saran untuk masyarakat ……… 109 5.2.2 Saran untuk majelis taklim Asy-syifaa Wal

Mahmuudiyyah ………. 110 5.2.3 Saran untuk penelitian selanjutnya

DAFTAR PUSTAKA ...………... 111


(11)

xiii

Gambar 2.1 Model Transformasi Identitas Diri ………... 38 Gambar 2.2 Model Penelitian ……….. 45 Gambar 3.1 Struktur Organisasi Majelis Taklim Asy-Syifaa Wal Mahmuudiyyah Kota Bandung ……… 47 Gambar 3.2 Komponen-komponen dalam Analisis Data Kualitatif …….. 57 Gambar 4.1 Model transformasi identitas diri mustamik majelis taklim asy-syifaa wal mahmuudiyyah ……….. 106


(12)

xiv

Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu ………. 14

Tabel 3.1 Tabel Informan Penelitian ….…... 54

Tabel 3.2 Tabel Informan Pendukung ……….. 55

Tabel 3.3 Jadwal Penelitian ………... 60

Tabel 4.1 Tempat dan waktu wawancara informan ……….. 62


(13)

Anselm, Strauss. 1959. Transformasi Identitas. Metode Penelitian Komunikasi: Deddy Mulyana (2007:165), Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.

Ardianto, Elvinaro. 2010. Metode Penelitian untuk Public Relation. Bandung: Simbiosa Rekatama Media.

Arifin, Anwar. 1984. Strategi Komunikasi. Bandung : Armico.

___________. 1998. Ilmu komunikasi: Suatu Pengantar Ringkas. Jakarta: Raja Grafindo Persada.

Effendy, Onong Uchjna. 2001. Ilmu Komunikasi Teori dan Praktek. Bandung : PT. Remaja Rosdakarya.

Kuswarno, Engkus. 2009. Fenomenologi. Bandung: Widya Padjajaran

Miles, Matthew B. & A. Michael Huberman. 1992. Analisis Data Kualitatif. Jakarta: Universitas Indonesia Press.

Moleong, L.J. 2002. Metode Penelitian Kualitatif. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya

___________. 2007. Metode Peneliian Kualitatif (edisi revisi). Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.

Mulyana, Deddy.2002. Nuansa-Nuansa Komunikasi. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.


(14)

Sugiyono. 2008. Metode Penelitian Kuantitatif, kualitatif dan R&D. Bandung: CV. Alfabeta.

________. 2009. Memahami Penelitian Kualitatif. Bandung: Alfabeta.

________.2010. Memahami Penelitian Kualitatif. Bandung

Suryabrata, Sumadi. 2008. Psikologi Kepribadian. Jakarta: PT. RajaGrasindo Persada

Sumber Lain:

http://tanbihun.com/sejarah/sejarah-asal-usul-nama-majlis-talim/#.UVgiGZbbD_c (25-03-2013/ 20.00)

http://karyailmiahremaja.blogspot.com/2010/08/bahan-tinjauan-pustaka.html(25-03-2013/ 20.00)

http://psikologibebas.blogspot.com/2012/09/fenomenologi.html (25-03-2013/ 21.00)

http://tanbihun.com/sejarah/sejarah-asal-usul-nama-majlis+talim/#.UVgiGZbbD_c (04-04-2013/ 19.00)

http://www.slideshare.net/elkhea/teori-komunikasi-kelompok (04-04-2013/ 20.00)

http://www.psychologymania.com/2012/09/pengertian-identitas-diri.html (01-04-2013/ 20.00) http://repository.usu.ac.id/handle/123456789/34165 (17-04-2013 / 19.00)

http://uchinfamiliar.blogspot.com/2009/02/pengertian-majelis-taklim-dasar-hukum.html (19-04-2013 / 19.30)

http://skripsimajlistalim.blogspot.com/ (19-04-2013 / 19.30) Karya Ilmiah:

Rian Widhistira. Transformasi Identitas Anggota Komunitas Bandung Blues Society di Bandung. Universitas Komputer Indonesia 2013


(15)

(16)

1

Seiring perkembangan zaman, berbagai problematika sebuah kehidupan membangun orang-orang untuk mengakomodasi tuntutan perubahan suatu identitas seseorang. Perkembangan dakwah semakin banyak di Indonesia, terlihat banyaknya pengajian-pengajian ataupun ajaran-ajaran mengenai Islam untuk para pemilik Agama Islam. Banyaknya ajaran-ajaran Islam dapat memudahkan seseorang untuk mendapatkan sebuah ilmu. Dimana ilmu tersebut nantinya menjadi bekal seseorang di dalam kehidupan bermasyarakat atau pun dengan Sang Pencipta. Akan tetapi, banyaknya dakwah ajaran Islam juga membuat orang-orang salah dalam pemilihan dakwah yang mengakibatkan orang tersebut salah dalam ajaran yang seharusnya dijalankan oleh Agama Islam. Dapat dilihat banyaknya teroris yang mengatas namakan Agama Islam dalam berjihat, permasalahan tersebut bisa terjadi karena adanya perubahan identitas diri yang dialami oleh seseorang yang dimana mereka memaknai atau dalam pengelolaan kesan yang terjadi di dalam sebuah perkumpulan ataupun ajaran yang diajarkan oleh pengajar atau Ustadz.


(17)

Identitas meliputi mengenal dan menghayati diri sebagai pribadi sendiri serta tidak tenggelam dalam peran yang dimainkan. Identitas juga merupakan salah satu proses sentral pada seseorang. Perkembangan zaman mengenai indentitas seseorang pada saat ini sangat memprihatinkan. Perubahan tersebut terjadi dengan tujuan kearah yang baik dan buruk. Perubahan identitas kearah yang baik tidak menjadi masalah penting, tetapi perubahan identitas diri kearah yang tidak baik menjadi masalah penting yang harus dipahami dan dibahas, agar perubahan identitas diri kearah yang tidak baik menjadi identitas diri yang baik.

Identitas diri sebagai bangunan psikologis individu terbentuk melalui waktu berproses yang panjang. Sebagai bangun, identitas diri terdiri dari berbagai elemen dasar, sehingga identitas diri benar-benar dapat menjadi suatu aspek yang mencirikan seseorang individu benar-benar berbeda dengan sosok individu lain. Proses pembentukan identitas diri, dapat dilihat melalui elemen-elemen pembentuk identitas diri, yaitu usaha mencari informasi dan pemahaman yang mendalam, usaha itu disebut sebagai eksplorasi (exploration); serta upaya untuk melaksanakan pilihan atas alternatif yang telah dibuat tersebut, hal ini disebut sebagai komitmen (commitment), dengan kata lain perkembangan ke arah individualitas yang merupakan aspek penting dalam perkembangan diri sendiri. Identitas juga dapat berartikan ciri, tanda, atau jati diri yang melekat pada seseorang, kelompok, atau sesuatu sehingga membedakan dengan orang lain. Identitas mempunyai sifat yang dinamis. Dinamika ini dimungkinkan oleh adanya dan berfungsinya energi dalam kepribadian itu.


(18)

Identitas seseorang atau kelompok meliputi faktor-faktor biologis, psikologis, dan sosiologis yang mendasari tingkah laku individu. Tingkah laku tersebut terdiri dari kebiasaan, sikap, sifat-sifat serta karakter yang berada pada seseorang sehingga seseorang tersebut berbeda dengan orang yang lainnya.

“Menurut Allport, sifat kompleks dan beragam-ragam pada individu mempunyai dasar kebulatan atau kesatuan (unitas). Selanjutnya, setidak-tidaknya bagi individu yang normal, faktor-faktor yang menentukan tingkah laku yang sadarlah yang terpenting. Kebulatan tingkah laku dan pentingnya dorongan sadar ini yang mementingkan gejala yang disebut self dan ego. “(dalam Suryabrata, 2008:202)

Pembahasan tentang identitas sangat menarik dibahas, dikarenakan agar kita dapat dengan mudah mengetahui bagaimana seseorang berada dalam sebuah kelompok. Terjadinya sebuah perubahan identitas menjadi hal yang paling utama seseorang dalam sebuah kelompok. Ada sebelas domain dalam identitas diri yang terbagi dua bagian yaitu domain utama (core domain) dan domain tambahan (supplemental domain). Domain utama terdiri dari domain pendidikan/karir, domain religius/agama, domain politik, domain sikap peran jenis kelamin, dan domain derajat ekpresi seksualitas. Domain tambahan terdiri dari domain hobi/minat, hubungan dengan teman, hubungan dengan kekasih, peran pasangan, peran orangtua, dan prioritas antara keluarga dan karir.

Proses terjadinya identitas diungkapkan secara abstrak yang merupakan restrukturisasi segala identifikasi dan gambaran terdiri terdahulu diolah dalam perspektif masa depan dan pandangan terhadap ruang sosialnya. Suatu perubahan psikologis dalam diri seseorang dapat mewujudkan sebuah identitas baru


(19)

seseorang yang berada dalam sebuah kelompok, diawali dengan ketidak nyamanan/sebuah perbedaan akan identitas yang lama menghadirkan sebuah transformasi identitas sebelumnya, baik itu sebelum melakukan transformasi identitas, proses memaknakan dirinya (self), maupun sesudah melakukan transformasi identitas.

Ketika seseorang yang transformasi identitas, dengan sendirinya mereka akan membentuk citra dan kesan yang berbeda dengan identitas baru mereka, baik dari sikap, prilaku, obrolan hingga pola pikir. Perubahan tersebut akan menghadirkan kepribadian yang berbeda yang tanpa disadari oleh dirinya. Sehingga perubahan yang di alami akan dapat merubah identitas sebelumnya dan membentuk sebuah identitas yang baru.

“Menurut Anselm Strauss, menyebutkan bahwa transformasi identitas mengisyaratkan penilaian baru tentang diri pribadi dan orang-orang lain, tentang peristiwa-peristiwa, tindakan-tindakan, dan objek-objek. Menurut perspektif teori interaksi simbolik, transformasi identitas menyangkut perubahan psikologi, perubahan ini dapat mengidentifikasi melalui pelakunya yang menjadi berbeda dari sebelumnya dan mengakui melalui transformasi identitas, seseorang akan bersifat irreversible, yang artinya sekali berubah tidak bisa kembali lagi.” (dalam Mulyana, 2002:231)

Transformasi identitas dapat terjadi di manapun, di lingkungan keluarga, sekolah, kampus, tempat kerja, maupun komunitas kecil dan besar. Terjadinya transformasi identitas dikarenakan lingkungan dan psikologi individu yang dimaknai dari seseorang yang ingin melakukan sebuah transformasi. Dengan segala faktor perubahan identitas yang ada, misalnya dengan mengikuti sebuah perkumpulan atau disebut juga komunitas, yang berarti sebuah kelompok sosial


(20)

dari beberapa organisasi dalam berbagai lingkupnya. Umumnya sebuah komunitas atau perkumpulan memiliki ketertarikan dan habitat sama.

Dalam komunitas manusia, individu-individu di dalamnya dapat memiliki maksud, kepercayaan, sumber daya, preferensi, kebutuhan, risiko dan sejumlah kondisi lain yang serupa. Komunitas berasal dari bahasa latin communittas yang berarti “kesamaan”, kemudian dapat diturunkan dari communis yang berarti “sama, publik, dibagi oleh semua atau banyak”.

Majelis Taklim merupakan salah satu bentuk perkumpulan atau komunitas, yang didirikan dengan tujuan, untuk mempelajari ajaran Agama Islam. KH. Abdullah Syafi’ie (1910-1985) orang pertama yang memperkenalkan istilah majelis taklim (sering ditulis ; majelis taklim). Beliau mengembangkan pengajian di masjid Al-Barkah yang beliau sebut dengan majelis taklim, baik untuk bapak-bapak maupun yang dikhusukan untuk ibu-ibu. Akhirnya Istilah majelis taklim menjadi trade mark dari pengajian-pengajian KH. Abdullah Syafi’ie. Sebelum itu, seseorang jika ingin menghadiri sebuah pengajian tidak pernah menyebutnya pergi ke majelis taklim, tetapi lebih suka menyebutnya pergi ke pengajian. Majelis taklim berbeda dengan pengajian umum biasanya, yaitu sifatnya yang tetap dan berkesinambungan. Dengan kata lain majelis taklim adalah salah satu media yang dapat terjadinya sebuah transformasi identitas di dalam anggota atau santrinya.


(21)

Berdasarkan hal di atas, dapat dikatakan bahwa majelis taklim merupakan sebuah media untuk berkomunikasi yang di dalamnya terdapat sarana komunikasi, baik pengajaran dari seorang ustadz ataupun simbolisasi atau penggunaan bahasa simbol dalam sebuah majelis taklim. Sarana komunikasi dapat dilihat dengan adanya sebuah proses komunikasi antara komunikator (ustadz) dengan komunikan (mustamik) begitu juga mustamik dengan mustamik lainnya. Proses komunuikasi ini yang menjadikan salah satu penyebab dari perubahan atau transformasi identitas diri para mustamik.

Selanjutnya dalam penelitian ini peneliti mengemukakan bahwa Majelis Taklim Asy-Syifaa Wal Mahmuudiyyah sebagai salah satu wadah untuk mustamik dalam belajar agama islam tepatnya mustamik yang berada di Kota Bandung. Majelis taklim ini merupakan majelis taklim yang mempunyai banyak anggota atau santri, baik dikalangan nasional maupun internasional yang dikarenakan Ustadz yang mengajarkan tersebut sudah berdakwah di kalangan nasional dan internasional.

Majelis taklim Asy-Syifaa Wal Mahmuudiyyah sering mengadakan pengajian-pengajian besar untuk mustamik Kota Bandung. Tidak hanya pengajian-pengajian umum biasanya, majelis taklim ini sering mengadakan kegiatan atau perayaan hari besar Agama Islam seperti pengajian Maulid Nabi Muhammad SAW dan sebagainya. Kegiatan tersebut biasanya diikuti oleh mustamik umum dan mustamik santri majelis taklim tersebut, yang membedakan mustamik umum adalah pendengar yang tidak masuk dalam santri dalam Majelis


(22)

taklim tersebut, seperti masyarakat umum dan pemerintahan (departemen agama dan pemeritah daerah). Sedangkan mustamik santri adalah mustamik yang memang belajar setiap hari di majelis taklim tersebut. Dalam segi kehidupannya mustamik yang ikut belajar agama di sebuah majelis taklim mempunyai ciri yang berbeda dengan masyarakat umum, yaitu bisa dilihat dari perilaku, gaya hidup, dan busana yang digunakan, biasanya busana yang digunakan berupa baju muslim yang rapih seperti baju muslim, gamis dan menggunakan sorban atau kopeah atau peci.

Penelitian ini menggunakan sebuah metode fenomenologi di dalam menjalani penelitian, karena fenomenologi mempelajari struktur pengalaman sadar (dari sudut pandang orang pertama), bersama dengan kondisi-kondisi yang relevan. Fenomenologi berasal dari bahasa Yunani dengan asal suku kata phainomenon yang berarti yang menampak. Menurut Husserl, dengan fenomenologi kita dapat mempelajari bentuk-bentuk pengalaman dari sudut orang yang mengamatinya langsung, sehingga memungkinkan kita sampai kepada objek itu sendiri (dalam Kuswarno, 2009:10)

Sisi yang menarik dalam penelitian ini bagi peneliti adalah setiap mustamik baru yang ingin belajar di majelis taklim mempunyai pertentangan identitas yang sangat berbeda dengan kajian yang ada dalam sebuah majelis taklim dan secara tidak langsung mereka akan mendapatkan sebuah perbedaan dengan perilaku mereka dalam sebuah perkumpulan yang mengajarkan tentang agama dan akan mengikuti alur dari kehidupan dalam Majelis taklim sehingga, mereka akan


(23)

merubah pola pikir, prilaku, sifat, mind set, dan menemukan identitas barunya, sehingga meninggalkan identitas sebelumnya dan tindakan inilah yang menghadirkan arti dari transformasi identitas sendiri.

Dari wacana yang telah dijelaskan di atas dapat ditarik sebuah permasalahan tentang Proses Komunikasi di dalam sebuah kelompok/komunitas/perkumpulan, karena anggota perkumpulan ini tentunya memiliki tujuan yang sama. Dengan adanya pertentangan kebiasaan seorang mustamik sebelum mereka masuk dalam majelis taklim alasan kuat inilah yang membuat peneliti tertarik untuk meneliti secara mendalam dengan melibatkan aspek pendekatan sosial.


(24)

1.2Rumusan Masalah

1.2.1 Rumusan Masalah Makro

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, maka peneliti mencoba merumuskan masalah makro dengan tujuan untuk mengarahkan permasalahan yang akan diteliti sehingga pada penelitian ini. Peneliti menyimpulkan rumusan masalah makro yaitu, Bagaiamana Transformasi Identitas Diri Mustamik dalam Majelis taklim Asy-Syifaa Wal Mahmuudiyyah di Kota Bandung?

1.2.2 Rumusan Masalah Mikro

Berdasarkan rumusan masalah makro tersebut dapat dirumuskan beberapa rumusan masalah mikro sebagai berikut:

1. Bagaimana identitas diri Mustamik sebelum masuk Majelis taklim Asy-Syifaa Wal Mahmuudiyyah di kota Bandung?

2. Bagaimana pengelolaan kesan mustamik pada saat di dalam Majelis taklim Asy-Syifaa Wal Mahmuudiyyah di kota Bandung?

3. Bagaimana identitas diri Mustamik setelah masuk Majelis taklim Asy-Syifaa Wal Mahmuudiyyah di kota Bandung?


(25)

1.3Maksud dab Tujuan Penelitian 1.3.1 Maksud Penelitian

Maksud dari penelitian ini adalah untuk mengetahui dan menggambarkan bagaimana Transformasi Identitas diri Mustamik Majelis taklim Asy-Syifaa Wal Mahmuudiyyah di Kota Bandung (Studi Fenomenologi Transformasi Identitas Diri Mustamik dalam Majelis Taklim Asy-Syifaa Wal Mahmuudiyyah di Kota Bandung).

1.3.2 Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian tentang Transformasi identitas diri mustamik dalam Majleis Taklim Asy-Syifaa Wal Mahmuudiyyah (Studi Fenomenologi Transformasi Identitas Diri Mustamik dalam Majelis Taklim Asy-syifaa Wal Mahmuudiyyah di Kota Bandung dirumuskan sebagai berikut

1. Untuk mengetahui identitas diri Mustamik sebelum masuk Majelis taklim Asy-Syifaa Wal Mahmuudiyyah di kota Bandung.

2. Untuk mengetahui pengelolaan kesan Mustamik pada saat di dalam Majelis taklim Asy-Syifaa Wal Mahmuudiyyah di kota Bandung. 3. Untuk mengetahui identitas diri Mustamik setelah masuk Majelis


(26)

1.4Kegunaan Penelitian 1.4.1 Keguunaan Teoritis

Kegiatan penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi dan ilmu pengetahuan secara teoritis bagi penelitian-penelitian selanjutnya, sehingga mampu menunjang pengembangan Ilmu Komunikasi secara umum, dan menambah wawasan pengetahuan tentang Transformasi Identitas diri.

1.4.2 Kegunaan Praktis

1. Kegunaan Bagi Peneliti

Kegunaan penelitian ini untuk peneliti adalah memberikan pengetahuan lebih mendalam tentang transformasi identitas diri mustamik dalam Majelis taklim Asy-Syifaa Wal Mahmuudiyyah di kota Bandung. Sehingga memberikan wawasan baru bagi peneliti akan berbagai macam perubahan psikologis yang terdapat di dalam anggota suatu perkumpulan. Penelitian ini juga memberikan kesempatan yang baik bagi peneliti untuk menerapkan pengetahuan yang diterima selama perkuliahan dibidang Ilmu Komunikasi.

2. Kegunaan Bagi Universitas

Penelitian ini berguna bagi mahasiswa Universitas Komputer Indonesia secara umum. Program Ilmu Komunikasi secara khusus sebagai literatur atau untuk sumber tambahan dalam memperoleh informasi bagi peneliti yang akan melaksanakan penelitian pada kajian yang sama.


(27)

3. Kegunaan Bagi Masyarakat

Kegunaan penelitan ini bagi masyarakat umum diharapkan memberikan informasi yang aktual mengenai aspek yang diteliti dan diharapkan dapat dijadikan acuan bagi pihak-pihak terkait. Terutama para mustamik yang ingin melakukan transformasi identitas diri.


(28)

13

Tinjauan pustaka adalah proses umum yang kita jalani untuk mendapatkan teori lebih dahulu. Mencari kepustakaan yang terkait dengan tugas, lalu menyusunya. Kajian pustaka meliputi pengidentifikasian secara sistematis, penemuan dan analisis dokumen yang memuat informasi yang berkaitan dengan masalah penelitian (dalam Ardianto 2010:37). Tinjauan berisikan teori-teori yang biasa mendasari dalam olah pikir, sehingga permasalahan dapat dicari jawabannya.

2.1.1 Tinjauan Penelitian Terdahulu

Sehubungan yang telah dijabarkan pada bab maupun sub bab sebelumnya bahwa judul dari penelitian ini adalah Transformasi Identitas diri Mustamik dalam Majelis Taklim Asy-syifaa Wal Mahmuudiyyah (Studi Fenomenologi Transformasi Identitas Diri Mustamik dalam Majelis Taklim Asy-syifaa Wal Mahmuudiyyah Di Kota Bandung). Berpedoman pada penelitian tersebut. maka peneliti melakukan studi pendahuluan berupa peninjauan terhadap penelitian sejenis yang mengkaji hal yang sama maupun serupa serta relevan dengan kajian yang akan diteliti oleh peneliti. Tinjauan penelitian terdahulu juga merupakan salah satu referensi yang digunakan oleh peneliti. Melihat hasil karya ilmiah peneliti terdahulu.


(29)

Tabel 2.1 Penelitian terdahalu

Aspek

Nama Peneliti

Rian Widhistira Ita Novita

Universitas Universitas Komputer Indonesia Universitas Sumatera Utara

Judul Peneliti

Transformasi Identitas Anggota Komunitas Bandung Blues Society ( Studi Fenomenologi Transformasi Identitas Anggota

Komunitas Bandung Blues Society di Kota Bandung).

Gambaran Identitas Diri pada Remaja yang Mengalami

Kecanduan Internet

Jenis Penelitian

Kualitatif dengan metode penelitian fenomenologi

Kualitatif dengan metode penelitian studi kasus

Tujuan Penelitian

Untuk Mengetahui dan menggambarkan bagaimana transformasi identitas anggota

komunitas Bandung Blues society di Kota Bandung

Untuk mengetahui dan menjelaskan gambaran identitas diri pada remaja yang mengalami kecanduan

internet Hasil

Penelitian

Sebelum transformasi identitas adalah proses pengembangan

Interaksi yang banyak dilakukan melalui internet


(30)

sebelum dia melakukan transformasi dalam dirinya baik

itu meliputi perilaku, sikap, mind set, maupun budaya luar

yang dihadirkan dalam mencangkup sisi perubahan diri

seseorang.

Makna diri adalah fase dimana seseorang akan bertanya dalam dirinya untuk mencoba mencari jati diri menuju arah kemana dia akan melangkah dan itu semua

akan menjadi sebuah pilihan dalam hiduonya Setelah transformasi identitas

fase setelah melakukan perubahan dia akan menemukan

hal-hal yang belum diketahui menjadi tahu. Dan berkesimpulan , tanpa adanya proses fase yang mempengaruhi

sehingga mengabaikan interaksi secara langsung

dapat mempengaruhi kematangan identitas diri

individu. Kurangnya kedekatan secara langsung

dengan teman sebaya merupakan salah satu hal yang membatasi kesempatan

bagi remaja untuk dapat belajar dari lingkungan

sosialnya dan juga mengurangi kesempatan belajar peran dari teman sebayanya. Hal ini dapat menghambat kematangan identitas remaja pada masa

perkembangan. Kedekatan remaja secara langsung dengan teman sebaya di dunia


(31)

setiap perubahan diri seseorang, akan sulit dipahami oleh diri sendirimaupun orang terdekat.

remaja untuk dapat belajar peran, menentukan sikap, dan

membentuk perilaku yang juga akan mempengaruhi

perkembangan identitas remaja.

2.1.2 Tinjauan Tentang Komunikasi 2.1.2.1 Pengertian Komunikasi

Komunikasi atau communications dalam bahasa Inggris dari kata latin communis yang berarti “sama”, communico, communications, atau communicare yang berarti “membuat sama” (to make common). Istilah pertama (communis) paling sering disebut sebagai asal kata komunikasi, yang merupakan akar dari kata-kata latin lainnya yang mirip. Komunikasi menyarankan bahwa suatu pikiran, suatu makna, atau suatu pesan dianut secara sama. (dalam Mulyana, 2007:46).

Istilah komunikasi atau dalam bahasa inggris communication berasal dari bahasa latin atau communicatio dan bersumber dari kata communis yang berarti sama. Sama disini maksudnya adalah satu makna. Jadi, jika dua orang terlibat dalam komunikasi maka komunikasi akan terjadi atau berlangsung selama ada


(32)

kesamaan makna mengenai apa yang di komunikasikan, yakni baik si penerima maupun si pengirim sepaham dari suatu pesan tertentu (dalam Effendy,2002: 9)

Banyak definisi komunikasi diungkapkan oleh para ahli dan pakar komunikasi seperti yang diungkapkan oleh Carl. I. Hovland yang dikutip oleh Onong Uchana Effendy dalam buku Ilmu Komunikasi teori dan Praktek , ilmu komunikasi adalah Upaya yang sistematis untuk merumuskan secara tegas asas-asas penyampaian informasi serta pembentukan pendapat dan sikap (dalam Effendy, 2001: 10)

Hovland juga mengungkapkan bahwa yang dijadikan objek studi ilmu komunikasi bukan hanya penyampaian informasi melainkan juga pembentukan pendapat umum (public Opinion) dan sikap publik (public attitude) yang dalam kehidupan sosial dan kehidupan politik memainkan peranan yang amat penting. (dalam Effendy, 2001:10)

Selain itu, Joseph A Devito menegaskan bahwa komunikologi adalah ilmu komunikasi, terutama komunikasi oleh dan diantara manusia.Seorang komunikologi adalah ahli ilmu komunikasi. Istilah komunikasi dipergunakan untuk menunjukkan tiga bidang studi yang berbeda: proses komunikasi, pesan yang dikomunikasikan, dan studi mengenai proses komunikasi.

Luasnya komunikasi ini didefinisikan oleh Devito dalam Effendy sebagai:

“Kegiatan yang dilakukan oleh seseorang atau lebih, yakni kegiatan menyampaikan dan menerima pesan, yang mendapat distorsi dari ganggua-ngangguan, dalam suatu konteks, yang menimbulkan efek dan kesempatan arus balik. Oleh karena itu, kegiatan komunikasi


(33)

meliputi komponen-komponen sebagai berikut: konteks, sumber, penerima, pesan, saluran, gangguan, proses penyampaian atau proses encoding, penerimaan atau proses decoding, arus balik dan efek. Unsur-unsur tersebut agaknya paling esensial dalam setiap pertimbangan mengenai kegiatan komunikasi. Ini dapat kita namakan kesemestaan komunikasi; Unsur-unsur yang terdapat pada setiap kegiatan komunikasi, apakah itu intra-persona, antarpersona, kelompok kecil, pidato, komunikasi massa atau komunikasi antarbudaya.” (dalam Effendy, 2005 : 5)

Dan menurut Carl I. Hovland dalam Onong, mengatakan bahwa ilmu komunikasi adalah: “Upaya yang sistematis untuk merumuskan secara tegar asas-asas penyampaian informasi serta pembentukan pendapat dan sikap”.(dalam Onong, 1990:10)

Roger dalam Mulyana berpendapat bahwa komunikasi adalah proses dimana suatu ide dialihkan dari sumber kepada suatu penerima atau lebih, dengan maksud untuk mengubah tingkah laku mereka. (Mulyana, 2007:69) Harold Lasswell menjelaskan bahwa (Cara yang baik untuk menggambarkan komunikasi adalah dengan menjawab pertanyaan-pertanyaan berikut) Who Says What In Which Channel To Whom With What Effect? Atau Siapa Mengatakan Apa Dengan Saluran Apa Kepada Siapa Dengan Pengaruh bagaimana? (dalam Mulyana, 2007: 69)

Adapun fungsi Komunikasi menurut Onong Uchjana Effendi dalam bukunya Ilmu, teori & Filsafat Komunikasi adalah:

1. Menginformasikan (to inform) 2. Mendidik (to educate)


(34)

3. Menghibur (to entertain)

4. Mempengaruhi (to influence) (Effendi, 1993: 55)

Dari beberapa pengertian di atas peneliti dapat mengambil kesimpulan bahwa komunikasi adalah proses pertukaran pesan dari seseorang kepada orang lain dengan maksud untuk mempengaruhi orang lain. Unsur-unsur dari proses komunikasi diatas merupakan faktor penting dalam komunikasi, bahwa pada setiap unsur tersebut oleh para ahli ilmu komunikasi dijadikan objek ilmiah untuk ditelaah secara khusus.

2.1.2.2 Definisi Proses Komunikasi

Proses komunikasi pada hakikatnya adalah proses penyampaian pikiran atau perasaan oleh seseorang (komunikator) kepada orang lain (komunikan) (Effendy 2004:11). Pikiran bisa merupakan gagasan, informasi, opini dan perasaan bisa berupa keyakinan, kepastian, keragu-raguan, kekhawatiran, kemarahan, keberanian, kegairahan dan sebagainya yang timbul dalam lubuk hati. Menurut Onong Uchayana Effendy (2004: 11-19) proses komunikasi terbagi menjadi dua tahap, yakni secara primer dan secara sekunder sebagai berikut :

a. Proses komunikasi secara primer

Proses komunikasi secara primer adalah proses penyampaian pikiran atau perasaan seseorang kepada orang lain dengan menggunakan lambang (symbol) sabagai media. Lambang sebagai


(35)

media primer dalam proses komunikasi adalah bahasa, isyarat, gambar, warna, dan lain sebagainya yang secara langsung mmampu “menerjemahkan” pikiran atau perasaan komunikator kepada komunikan.

Bahwa bahasa yang paling banyak dipergunakan dalam komunikasi adalah jelas karena hanya bahasalah yang mampu “menerjemahkan” pikiran seseorang kepada orang lain. Apakah berbentuk informasi atau opini; baik mengenai hal yang kongkret maupun yang abstrak; bukan hanya tentang hal atau peistiwa yangterjadi pada saat sekarang, melainkan juga pada waktu yang lalu dan masa yang akan datang.

b. Proses komunikasi secara sekunder

Proses komunikasi secara sekunder adalah proses penyampaian pesan oleh seseorang kepada orang lain dengan menggunakan alat atau sarana sebagai media kedua setelah memakai lambang sebagai media pertama.

Seorang komunikator mengunakan media kedua dalam melancarkan komunikasinya karena komunikan sebagai sasaranya berada di tempat yang relatif jauh atau jumlahnya banyak. Surat, telepon, surat kabar, majalah, radio, televisi, film dan masih banyak lagi adalah media kedua yang sering digunakan dalam komunikasi.


(36)

Pada umumya apabila kita berbicara di kalangan masyarakat, yang dinamakan media komunikasi itu adalah media kedua sebagaimana diterangkan di atas. Jarang sekali orang menganggap bahasa sebagai media komunikasi. Hal ini disebabkan oleh bahasa sebagai lambang (symbol) beserta isi (content) yakni pikiran atau perasaan yang dibawanya menjadi totalitas pesan (massage) yang taidak dapat dipisahkan.

2.1.2.3 Unsur-Unsur Komunikasi

Lasswell, mengemukakan beberapa unsur dalam komunikasi yaitu: (Effendy 2004:10)

A. Komunikator dan Komunikan

Kita menggunakan istilah sumber-penerima, karena sumber-penerima sebagai satu kesatuan yang tak terpisahkan untuk menegaskan bahwa setiap orang yang terlibat dalam komunikasi adalah sumber (pembicara) sekaligus penerima (pendengar). Anda mengirimkan pesan ketika anda berbicara, menulis, memberikan isyarat tubuh, atau tersenyum. Anda menerima pesan dengan mendengarkan, membaca, membaui dan sebagainya (Devito, 1997 : 27). Tetapi ketika kita mengirim pesan kita juga menerima pesan. Anda menerima pesan kita sendiri (kita mendengar diri sendiri, merasakan gerak tubuh sendiri, dan melihat banyak isyarat tubuh kita sendiri) dan kita menerima pesan dari orang lain secara visual, melalui pendengaran atau bahkan melalui rabaan dan penciuman. Ketika kita berbicara dengan orang lain, kita


(37)

memandangnya untuk mendapatkan tanggapan untuk mendapatkan dukungan, pengertian, simpati, persetujuan dan sebagainya. Ketika kita menyerap isyarat-isyarat nonverbal ini, kita menjalankan fungsi penerima.

B. Pesan

Pesan dalam proses komunikasi yang disampaikan oleh komunikator kepada komunikan terdiri dari isi (the content) dan lambang (simbol). Lambang dalam media primer dalam proses komunikasi adalah bahasa, kial, isyarat, gambar, warna dan sebagainya yang secara langsung mampu menerjemahkan pikiran atau perasaan komunikator kepada komunikan (Effendy, 2000 : 11).

C. Media

Media sering disebut sebagai saluran komunikasi, jarang sekali komunikasi berlangsung melalui satu saluran, kita mungkin menggunakan dua atau tiga saluran secara simultan (Devito, 1997 :28). Sebagai contoh dalam interaksi tatap muka kita berbicara dan mendengar (saluran suara), tetapi kita juga memberikan isyarat tubuh dan menerima isyarat secara visual (saluran visual). Kita juga memancarkan dan mencium bau-bauan (saluran olfaktori), dan sering kita saling menyentuh itupun komunikasi (saluran taktil).

Media juga dapat dilihat dari sudut media tradisional dan modern yang dewasa ini banyak dipergunakan (Effendy, 2000 : 37). Tradisional misalnya kontongan, bedug, pagelaran seni, dan lain-lain sedangkan yang lebih modern misalnya surat, papan pengumuman, telepon, telegram, pamflet, poster,


(38)

spanduk, surat kabar, majalah, film, televisi, internet yang pada umumnya diklasifikasikan sebagai media tulisan atau cetak, visual, audio dan audio-visual.

D. Efek

Komunikasi selalu mempunyai efek atau dampak atas satu atau lebih orang yang terlihat dalam tindak komunikasi. Pada setiap tindak komunikasi selalu ada konsekuensi. Pertama Anda mungkin memperoleh pengetahuan atau belajar bagaimana menganalisis, melakukan sintesis atau mengevaluasi sesuatu, ini adalah efek intelektual atau kognitif. Kedua Anda mungkin memperoleh sikap baru atau mengubah sikap, keyakinan, emosi dan perasaan Anda, ini adalah efek afektif. Ketiga Anda mengkin memperoleh cara-cara atau gerakan baru seperti cara melemparkan bola atau melukis, selain juga perilaku verbal dan non verbal yang patut, ini adalah efek psikomotorik (Devito, 1997:29). 2.1.3 Tinjauan Tentang Komunikasi Kelompok

2.1.3.1 Definisi Komunikasi Kelompok

Kelompok adalah sekumpulan orang-orang yang terdiri dari dua atau tiga orang bahkan lebih (dalam Bungin, 2009:270). Komunikasi kelompok adalah komunikasi yang berlangsung antara beberapa orang dalam suatu kelompok kecil seperti dalam rapat, pertemuan, kofrensi dan sebagainya.(Anwar Arifin, 1984), Michael Burgoon dan Michael Ruffner dalam bukunya Human Communication, A Revision of Approching Speech/Communication, memberi batasan.


(39)

“Komunikasi kelompok sebagai interaksi tatap muka dari tiga atau lebih individu guna memperoleh maksud atau tujuan yang dikehendaki seperti berbagai informasi, pemeliharan diri atau pemecahan masalah sehingga semua anggota dapt menumbuhkan karakteristik anggota lainnya dengan akurat (Sendjaja, 2003 : 33). Deddy Mulyana menyatakan bahwa, kelompok adalah sekumpulan orang yang mempunyai tujuan bersama yang berinteraksi satu sama lain untuk mencapai tujuan bersama, mengenal satu sama lainnya, dan memandang mereka sebagai bagian dari kelompok tersebut (dalam Mulyana, 2005:61-69).

Kelompok ini misalnya adalah keluarga, kelompok diskusi, atau suatu komite yang tengah berapat untuk mengambil suatu keputusan. Pada komunikasi kelompok, juga melibatkan komunikasi antar pribadi, karena itu kebanyakan teori komunikasi antar pribadi berlaku juga bagi komunikasi kelompok.

2.1.3.2 Klasifikasi Komunikasi Kelompok

Dalam komunikasi kelompok terdapat klasifikasi kelompok yang terbagi menjadi beberapa bagian (dalam Rahmat, 2005;120), yaitu :

1. Kelompok primer dan sekunder

Charles Horton Cooley pada tahun 1909, mengatakan bahwa kelompok primer adalah suatu kelompok yang anggota-anggotanya berhubungan akrab, personal, dan menyentuh hati dalam asosiasi dan kerja sama. Sedangkan kelompok sekunder adalah kelompok yang anggota-anggotanya


(40)

berhubungan tidak akrab, tidak personal, dan tidak menyentuh hati kita.

Jalaludin Rakhmat membedakan kelompok ini berdasarkan karakteristik komunikasinya, sebagai berikut:

a. Kualitas komunikasi pada kelompok primer bersifat dalam dan meluas. Dalam, artinya menembus kepribadian kita yang paling tersembunyi, menyingkap unsur-unsur backstage (perilaku yang kita tampakan dalam suasana pribadi saja). Meluas, artinya sedikit sekali kendala yang menentukan rentangan dan cara berkomunikasi. Pada kelompok sekunder komunikasi bersifat dangkal dan terbatas.

b. Komunikasi kelompok primer lebih menekankan aspek hubungan daripada aspek isi, sedangkan kelompok sekunder adalah sebaliknya.

c. Komunikasi kelompok primer cenderung informal, sedangkan kelompok sekunder formal.

d. Komunikasi pada kelompok primer bersifat personal, sedangkan kelompok sekunder nonpersonal.

e. Komunikasi kelompok primer cenderung ekspresif, sedangkan kelompok sekunder instrumental.


(41)

Theodore Newcomb (1930) melahirkan istilah kelompok keanggotaan (membership group) dan kelompok rujukan (reference group). Kelompok keanggotaan adalah kelompok yang anggota-anggotanya secara administratif dan fisik menjadi anggota kelompok itu. Sedangkan kelompok rujukan adalah kelompok yang digunakan sebagai alat ukur (standard) untuk menilai diri sendiri atau untuk membentuk sikap.Menurut teori, kelompok rujukan mempunyai tiga fungsi: fungsi komparatif, fungsi normatif, dan fungsi perspektif.

3. Kelompok deskriptif dan kelompok preskriptif

John F. Cragan dan David W. Wright (1980) membagi kelompok menjadi dua (dalam Rahmat: 2005:89): deskriptif dan peskriptif. Kategori deskriptif melihat proses pembentukan kelompok secara alamiah. Berdasarkan tujuan, ukuran, dan pola komunikasi, kelompok deskriptif dibedakan menjadi tiga:

a. Kelompok tugas

b. Kelompok pertemuan, dan c. Kelompok penyadar


(42)

Kelompok tugas bertujuan memecahkan masalah, misalnya transplantasi jantung, atau merancang kampanye politik. Kelompok pertemuan adalah kelompok orang yang menjadikan diri mereka sebagai acara pokok. Kelompok terapi di rumah sakit jiwa adalah contoh kelompok pertemuan. Kelompok penyadar mempunyai tugas utama menciptakan identitas sosial politik yang baru.

Kelompok preskriptif, mengacu pada langkah-langkah yang harus ditempuh setiap anggota kelompok dalam mencapai tujuan kelompok. Cragan dan Wright mengkategorikan enam format kelompok preskriptif, yaitu: diskusi meja bundar, simposium, diskusi panel, forum, kolokium, dan prosedur parlementer.

2.1.3.3 Fungsi Komunikasi Kelompok

Keberadaan suatu kelompok dalam masyarakat dicerminkan oleh adanya fungsi-fungsi yang akan dilaksanakan. Fungsi-fungsi tersebut mencakup fungsi hubungan sosial, pendidikan, pemecahan masalah, dan pembuatan keputusan dan fungsi terapi (Sendjaja, 2002:38).

Fungsi Pertama, menjalin hubungan sosial antar anggota dan kelompok. Bagaimana individu dalam suatu kelompok bisa berhubungan sosial tanpa komunikasi atau sejauh mana suatu kelompok dapat memelihara hubungan sosial diantara anggota dengan anggota atau pun anggota dengan kelompok.


(43)

Fungsi Kedua, fungsi pendidikan atau edukasi. Hal ini berkaitan dengan pertukaran informasi anatar anggota. Melalui fungsi ini kebutuhan anggota akan informasi baru dapat terpenuhi. Dan secara tidak langsung kemampuan para anggota dibidangnya masing-masing dapat membawa pengetahuan baru atau justru membawa keuntungan untuk para anggota lainnya ataupun bagi kelompok.

Fungsi ketiga, kemampuan persuasi. Fungsi ini sebelumnya dapat menguntungkan atau merugikan pihak yang mem-persuasi. Misalnya, seorang anggota yang berusaha mem-persuasi anggota kelompok lainnya untuk tidak atau melakuakan sesuatu. Jika ia mem-persuasi suatu yang sejalan dengan kelompok, maka ia akan diterima dan menciptakan iklim yang positif di dalam kelompok, tapi sebaliknya jika ia mempersuasi suatu yang bertentangan dengan kelompok, maka akan berpotensi menciptakan konflik dan perpecahan di dalam kelompok.

Fungsi keempat, problem solving. Hal ini berkaitan erat dengan jalan-jalan alternative dari para anggota kelompok untuk memecahkan masalah.

Fungsi kelima, fungsi terapi. fungsi yang ini berbeda dengan fungsi-fungsi lainnya, karena dalam fungsi ini lebih terfokus pada membantu diri sendiri, bukan membantu kelompok. Disini para individu yang memiliki masalah yang sama dikumpulkan, dan mereka diminta untuk saling terbuka dalam mengungkapkan diri mereka ataupun masalah


(44)

mereka. Dalam kelompok ini juga tetap membutuhkan pemimpin sebagai pengatur atau penengah jika terjadi konflik atau perbedaan pendapat.

2.1.4 Tinjauan Tentang Majelis Taklim

Menurut akar katanya, istilah majelis taklim tersusun dari gabungan dua kata yaitu majelis yang berarti (tempat) dan taklim yang berarti (pengajaran) yang berarti suatu tempat pengajaran atau pengajian bagi orang-orang yang ingin mendalami ajaran-ajaran agama Islam sebagai sarana dakwah dan pengajaran agama.

Menurut (http://skripsimajelistalim.blogspot.com, Agustus 2009). Majelis taklim adalah salah satu lembaga pendidikan diniyah non formal yang bertujuan meningkatkan keimanan dan ketakwaan kepada Allah SWT dan akhlak mulia bagi jamaahnya, serta mewujudkan rahmat bagi alam semesta.

Dalam prakteknya, majelis taklim merupakan tempat pangajaran atau pendidikan Agama Islam yang paling fleksibal dan tidak terikat oleh waktu. Majelis taklim bersifat terbuka terhadap segala usia, lapisan atau strata sosial, dan jenis kelamin. Waktu penyelenggaraannya pun tidak terikat, bisa pagi, siang, sore, atau malam . tempat pengajarannya pun bisa dilakukan di rumah, masjid, mushalla, gedung. Aula, halaman, dan sebagainya. Selain tiu majelis taklim memiliki dua fungsi sekaligus, yaitu sebagai lembaga dakwah dan lembaga pendidikan non-formal. Fleksibelitas


(45)

majelis taklim inilah yang menjadi kekuatan sehingga mampu bertahan dan merupakan lembaga pendidikan islam yang paling dekat dengan umat (masyarakat). Majelis taklim juga merupakan wahana interaksi dan komunikasi yang kuat antara masyarakat awam dengan para mualim, dan antara sesama anggota jamaah majelis taklim tanpa dibatasi oleh tempat dan waktu.

Dengan demikian majelis taklim menjadi lembaga pendidikan keagamaan alternative bagi mereka yang tidak memiliki cukup tenaga, waktu, dan kesempatan menimba ilmu agama dijulur pandidikan formal. Inilah yang menjadikan majelis taklim memiliki nilai karkteristik tersendiri dibanding lembaga-lembaga keagamaan lainnya.

Macam dan tingkatan Majelis Taklim menurut latar belakang sosial budayanya antara lain:

1. Majelis Taklim Pinggiran

Istilah pinggiran dalam hal ini bukan berarti pinggiran kota, tetapi menunjukan pemukiman lama yang umumnya dihuni oleh masyarakat ekonomi lemah yang sebagian besar menunjukan unsur Betawi asli.

2. Majelis Taklim Gedongan

Majelis ini terdapat di daerah elit baik di daerah pemukiman lama maupun baru, dimanan penduduknya dianggap kaya dan terpelajar. 3. Majelis Taklim Kompleks


(46)

Instansi tertentu membangun kompleks perumahan untuk karyawan seperti Bank, Depkes, Hankam, PLN dan sebagainya. Majelis Taklim jamaahnya terdiri dari golongan menengah dan punya ikatan dengan instansi yang membangun kompleks.

4. Majelis Taklim Pemukiman Baru

Majelis Taklim ini tumbuh di daerah perumahan baru, jamaahnya terpelajar, ekonomi menengah, karyawan, tidak terikat instansi. 5. Majelis Taklim Kantoran

Majelis Taklim ini diselenggarakan oleh karyawan suatu kantor. Mempunyai ikatan sangat erat dengan kebijaksanaan kantornya. 6. Majelis Taklim Khusus

Misalnya pengajian para mentri, jamaah haji VIP, keluarga besar daerah dan lain-lain

7. Majelis Taklim Kelompok Usroh

Jamaahnya para remaja adalah sebagian yang mengikuti aliran politik/politik tertentu.

Sesuai karakter yang dimiliki majelis taklim sebagai kekuatan sosial dan aset yang berdaya tawar tinggi dari tingkat pusat sampai akar rumput, peran yang diharapkan dalam penanaman nilai-nilai multi kultural sangat penting. majelis taklim, secara kultur bisa menjadi agen perubahan, secara politis bisa menjadi perekat bangsa, dan secara ekonomi bisa menjadi pasar yang menguntungkan.


(47)

Dari segi tingkatan kebudayaan, majelis taklim memiliki peran yang cukup signifikan dalam kehidupan beragama di masyarakat. Karena salah satu prinsip teori fungsional menyatakan bahwa “segala sesuatu yang tidak berfungsi akan lenyap dengan sendirinya”. Karena sejak dahulu hingga sekarang, majelis taklim dengan tangguh menyatakan eksistensinya. Berarti ia mampu dan memerankan sejumlah fungsi di masyarakat.

Beberapa fungsi majelis taklim sebagai berikut:

a. Membina dan mengembangkan ajaran Islam dalam rangka membentuk masyarakat yang bertakwa kepada Allah SWT.

b. Sebagai taman rekreasi rohaniyah, karena penyelenggaraannya bersifat santai

c. Sebagai ajang berlangsungnya silaturahmi masal yang dapat menghidupsuburkan dakwah dan ukhuwah Islamiyah.

d. Sebagai sarana dialog berkesinambungan antara ulama dan umaro dengan umat.

e. Sebagai media penyampaian gagasan yang bermanfaat bagi pembangunan umat dan bangsa pada umumnya.


(48)

2.1.5 Tinjauan Tentang Mustamik

Mustamik berasal dari kata resapan dari bahasa Arab yaitu Mustami, yang berarti pendengar. Pendengar ini dimaksud kan bagi para orang-orang yang mendengarkan atau belajar ajaran Agama Islam pada sebuah majelis taklim atau pengajian. Mustamik berbeda dengan jemaah, jemaah berarti bersama-sama atau rombongan. Perbedaan yang jelas dari dua kata tersebut yaitu jumlah dari pada seseorang tersebut, mustamik berjumlah tunggal yaitu sebutan orang yang mendengarkan pada suatu majelis taklim sedangkan jemaah sebutan rombongan yang berjumlah lebih dari satu atau tunggal.

Mustamik dapat dikategorikan menjadi dua, yaitu:

1. Mustamik Umum, yaitu mustamik yang tidak berasal dari santri. Seperti, masyarakat umum.

2. Mustamik Santri, yaitu mustamik yang berasal dari salah satu santri pondok pesantren.

2.2Kerangka Pemikiran

2.2.1 Tinjauan Tentang Fenomenologi

Fenomenologi mempelajari struktur pengalaman sadar ( dari sudut pandang orang pertama), bersama dengan kondisi-kondisi yang relevan. Menurut Husserl, dengan fenomenologi, kita dapat mempelajari


(49)

bentuk-bentuk pengalaman dari sudut pandang orang yang mengalaminya langsung, seolah-olah kita mengalaminya sendiri. ( Kuswarno, 2009:10 ).

Fenomenologi yang kita kenal melalui Husserl adalah ilmu tentang penampakan (fenomena). Artinya, semua perbincangan tentang esensi di balik penampakan di buang jauh-jauh. Istilah “fenomenologi” itu sendiri bertolak dari bahasa Yunani Phainomenon ( phainomai, menampakan diri ) dan logos ( akal Budi ). Ilmu tentang penampakan berarti ilmu tentang apa yang menampakan diri ke pengalaman subjek. (Gahral Adian, 2010: 5)

Tidak ada penampakan yang tidak di alami. Hanya dengan berkonsentrasi pada apa yang tampak dalam pengalaman, maka esensi dapat terumuskan dengan jernih. Adapun studi fenomenologi bertujuan untuk menggali kesadaran terdalam para subjek mengenai pengalaman beserta maknanya.

Seperti yang disebutkan dalam buku Metode Penelitian Kualitatif yang ditekankan oleh kaum fenomenologis adalah aspek subjektif dari perilaku orang. Mereka berusaha untuk masuk ke dalam dunia konseptual para subjek yang ditelitinya sedemikian rupa sehingga mereka mengerti apa dan bagaimana suatu pengertian yang dikembangkan oleh mereka disekitar peristiwa dan kehidupannya sehari-hari. (dalam Moleong, 2001:9)


(50)

Dalam buku Metode Penelitian Kualitatif bahwa tujuan utama fenomenologi adalah mempelajari bagaimana fenomena dialami dalam kesadaran, pikiran, dan dalam tindakan, seperti bagaimana fenomena tersebut bernilai atau diterima secara estetis. Fenomenologi mencoba mencari pemahaman bagaimana manusia menkonstruksi makna dan konsep-konsep penting, dalam kerangka intersubjektivitas. Intersubjektif karena pemahaman kita mengenai dunia dibentuk oleh hubungan kita dengan orang lain. Walaupun makna yang kita ciptakan dapat ditelusuri dalam tindakan, karya, dan aktifitas yang kita lakukan, tetap saja ada peran orang lain didalamnya.(dalam Elvinaro, 2010:56)

Fenomenologi adalah upaya hati-hati dalam mendeskripsikan hal ihwal sebagaimana mereka menampakan diri ke dalam kesadaran. Dengan kata lain, semua persoalan tentang semesta luar harus di dekati dengan senantiasa melibatkan cara penampakan mereka pada kesaradan manusia.

Terdapat dua garis besar di dalam pemikiran fenomenologi, yakni fenomenologi transendental sepeti yang digambarkan dalam kerja Edmund Husserl dan fenomenologi sosial yang digambarkan oleh Alfred Schutz. Menurut Deetz, dari dua garis besar tersebut (Husserl dan Schutz) terdapat tiga kesamaan yang berhubungan dengan studi komunikasi, yakni pertama dan prinsip yang paling dasar dari fenomenologi, yang secara jelas dihubungkan dengan idealism Jerman adalah bahwa


(51)

pengetahuan tidak dapat ditemukan dalam pengalaman eskternal tetapi dalam diri kesadaran individu. Kedua, makna adalah derivasi dari potensialitas sebuah objek atau pengalaman yang khusus dalam kehidupan pribadi. Esensinya, makna yang berasal dari suatu objek atau pengalaman akan bergantung pada latar belakang individu dan kejadian tertentu dalam hidup. Ketiga, kalangan fenomenolog percaya bahwa dunia dialami dan makna dibangun melalui bahasa (dalam Ardianto,dkk, 2007:127). Ketiga dasar fenomenologi ini mempunyai perbedaan derajat signifikansi, bergantung pada aliran tertentu pemikiran fenomenologi yang akan dibahas.


(52)

2.2.2 Tinjauan Tentang Transformasi Identitas Diri

Transformasi identitas adalah sebuah proses dinamis meliputi pilihan-pilihan yang disengaja, bukan kondisi yang kekal dan tak dapat dielakan. Makna dan nilai dibangun individu melalui aturan budaya yang dimiliki bersama oleh kelompok-kelompok tertentu, namun bukan sesuatu yang ganjil bagi seseorang untuk berpindah dari satu aturan ke aturan lain, ataupun bergerak di antara keanekaragaman identitas sosial.seseorang yang sudah mengalami transformasi idenitas akan membangun citra dan kesan yang berbeda baik sikap, perilaku, obrolan, mind set, dan memungkinkan seseorang akan mempunyai kepribadian ganda (Mulyana, 2007:165)

Munculnya sebuah identitas seseorang tidak terlepas dari sebuah transformasi identitas, sebuah aspek dari proses transformasi adalah kebutuhan akan penerimaan atau pengakuan orang lain atas identitas yang diyakini dan diakui. Suatu proses transformasi memunculkan sebuah hal yang baru, oleh karena itu sebuah transformasi idenritas diri akan memunculkan sebuah identitas baru, yang dimana identitas baru itu akan berbeda dengan identitas sebelumnya.

Dalam bukunya Deddy Mulyana Metode Penelitian Komunikasi (2007:165), dengan mengutip teori (Straus 1959), menyebutkan bahwa tentang transformasi radikal yang terbagi kedalam karakteristik, seperti pencucian otak dan konvensi seperti perspektif orang untuk membangun


(53)

kesetian atau mengeksistensikan keberadaan dirinya maka secara tidak langsung dia akan beradaptasi dengan lingkungannya.

Gambar 2.1

Model Transformasi Identitas Deddy Mulyana

Sumber : Metode Penelitian Komunikasi, Deddy Mulyana (2007 : 170) IDENTITAS SEBELUM TRANSFORMASI

Dialog dengan diri

Isolasi diri

Dukungan oleh dialog diri banyak informasi dan kebimbangan persaan yang berbeda

Diri Dualistik

Pemendaman identitas

Secara persial dipresentasikan untuk

orang luar dan mitra

Identitas privat

Terhindar dari penegasan terus

menerus

Pembentukan identitas melalui pengelolaan kesan

Kesadaran diri

Dipelajari

Diarahkan

Transituasional Penegasan terus

menerus

Identitas Bebas

Identitas Sesudah Memasuki Transformasi


(54)

2.2.3 Tinjauan Tentang Identitas Diri

Identitas diri merupakan komponen penting yang menunjukkan identitas personal individu. Semakin baik struktur pemahaman diri seseorang berkembang, semakin sadar individu akan keunikan dan kemiripan dengan orang lain, serta semakin sadar akan kekuatan dan kelemahan individu dalam menjalani kehidupan. Sebaliknya, jika kurang berkembang maka individu semakin tergantung pada sumber-sumber eksternal untuk evaluasi diri.

Marcia, menyatakan bahwa pembentukan identitas diri merupakan: “ Identity formation involves a synthesis of childhood skills, beliefs, and identification into a more or less coherent, unique whole that provides the young adult with both a sense of continuity with the past and a direction for the future”(Marcia, 1993:3)

Dari definisi diatas maka dapat dikatakan bahwa pembentukan identitas diri merupakan suatu proses pengkombinasian pengalaman, kepercayaan, dan identifikasi yang dimiliki pada masa kanak-kanak kepada kesatuan yang unik dan akan semakin lebih atau tidak koheren, yang akan memberikan para dewasa awal baik perasaan keterkaitan dengan masa lalu maupun arah bagi masa yang akan datang. Hal ini berarti bahwa dalam pembentukan identitas diri terdapat aspek-aspek masa kanak-kanak seperti pengalaman, kepercayaan dan identifikasi yang menjadi dasar terbentuknya identitas pada masa dewasa awal yang akan memberikan arah untuk masa depan dan menjadi sebuah benang pengait dengan masa lalu.


(55)

Pembentukan identitas diri dapat digambarkan melalui status identitas berdasarkan ada tidaknya eksplorasi (krisis) dan komitmen. Eksplorasi yang juga dikenal dengan istilah krisis adalah suatu periode dimana adanya keinginan untuk berusaha mencari tahu, menyelidiki berbagai pilihan yang ada dan aktif bertanya secara serius, untuk mencapai sebuah keputusan tentang tujuan-tujuan yang akan dicapai, nilai-nilai, dan keyakinan-keyakinan. Dimensi eksplorasi (krisis) ialah:

a. Sudah melalui eksplorasi (past crisis)

Seseorang dikatakan berada pada tahap eksplorasi di masa lalu (past crisis) ketika periode dimana pemikiran aktif terhadap sejumlah variasi dari aspek-aspek identitas yang potensial sudah berlalu sekarang. Individu mampu menyelesaikan krisis dan memiliki pandangan yang pasti tentang masa depan atau tugas tersebut ditunda tanpa mencapai adanya sebuah kesimpulan yang bermakna.

b. Sedang dalam eksplorasi (in crisis)

Seseorang dikatakan sedang berada pada tahap eksplorasi ketika seseorang sedang berusaha untuk mencari tahu dan menjajaki pertanyaan-pertanyaan mengenai identitas dan sedang berjuang untuk membuat keputusan hidup yang penting.


(56)

c. Tidak adanya eksplorasi (absence of crisis)

Seseorang dikatakan tidak mengalami eksplorasi ketika seseorang tidak pernah merasa penting untuk melakukan eksplorasi pada berbagai alternatif identitas tentang tujuan yang ingin dicapai, nilai ataupun kepercayaan seseorang.

Komitmen adalah suatu periode dimana adanya pembuatan pilihan yang relatif tetap mengenai aspek-aspek identitas seseorang dan terlibat dalam aktivitas yang secara signifikan mengarahkan kepada perwujudan pilihan yang sudah diambil. Dimensi komitmen ialah:

1. Seseorang dikatakan memiliki komitmen ketika aspek identitas yang dimiliki individu berguna untuk mengarahkan perilaku di masa depan dan tidak adanya perubahan yang besar pada aspek tersebut.

2. Tidak adanya komitmen ditunjukkan dengan keragu-raguan yang dialami seseorang, tindakan yang terus berubah-ubah, tidak terarah, dan membentuk komitmen personal pada saat ini bukanlah suatu hal yang penting.

2.2.4 Tinjauan Tentang Interaksi Simbolik

Awal perkembangan interaksi simbolik berasal dari dua aliran. Pertama, mahzab Chicago, yang dipelopori Herbert Blummer (1962). Melanjutkan penelitian yang pernah dilakukan George Herbert Mead (1931-1962). Blummer meyakini bahwa studi manusia tidak bisa dilakukan dengan cara sama seperti


(57)

penelitian benda mati. Seseorang peneliti harus empati pada pokok materi, terjun langsung pada pengalamannya, dan berusaha untuk memehami nilai tiap orang. (Ahmadi, :2005:301)

Tradisi Chicago melihat manusia sebagai kreatif, inovatif, dalam situaisi yang tidak dapat diramalkan.masyarakat dan diri, dipandang sebagai proses, bukan sebagai struktur untuk membekukan proses atau menghilangkan intisari hubungan sosial.

Interaksi simbolik telah menyatukan studi bagaimana kelompok mengkoordinasi tindakan mereka, bagaimana emosi dipahami dan dikendalikan, bagaimana kenyataan yang dibangun, bagaimana diri diciptakan, bagaimana struktur sosial besar dibentuk, dan bagaimana kebijakan publik dapat dipengaruhi yang merupakan sebuah gagasan dasar dari perkembangannya dan perluasan teorites ilmu komunikasi.

Komunikasi yang berlangsung dalam tatanan interpersonal tatap muka dialogis timbal balik dinamakan interaksi simbolik (symbolic Interaction). Interaksi simbolik telah menjadi istilah komunikasi dan sosiologi yang bersifat indisipliner. Objek material (objectum material) nyapun sama, yaitu manusia, dan perilaku manusia (human behavior).

Interaksi adalah istilah dan garapan komunikologi atau ilmu komunikasi. Kontribusi utama sosiologi pada perkembangan ilmu psikologi sosial yang melahirkan perspektif interaksi simbolik. Perkembangan sosiologi di amerika


(58)

sejauh ini didahului oleh penyerapan akar sosiologi yang berkembang luas di eropa.

Simbol adalah objek sosial dalam interaksi yang digunakan sebagai perwakilan dan komunikasi yang ditentukan oleh orang-orang yang menggunakannya. Orang-orang tersebut member arti. Menciptakan dan mengubah objek di dalam interaksi.

Salah satu teori sosiologi yang cukup berpengaruh adalah interaksi simbolik yang fokus pada perilaku peran, interaksi individu, serta tindakan-tindakan dan komunikasi yang dapat diamati. Melalui pendekatan ini, secara lebih spesifik, dan dapat menguraikan perkembangan sejarahnya dan manfaatnya bagi individu maupun masyarakat itu sendiri.

Perilaku seseorang dipengaruhi oleh simbol yang diberikan oleh orang lain, demikian pula perilaku orang tersebut. Melalui pemberian isyarat berupa simbol, maka kita dapat mengutarakan perasaan, pikiran, maksud, dan sebaliknya dengan cara membaca simbol yang ditampilkan oleh orang lain.

Sesuai dengan pemikiran-pemikiran Mead, basis karya dari sebuah interaksi simbolik, adalah:

Mind, kemampuan untuk menggunakan simbol yang mempunyai makna sosial yang sama, dimana tiap individu harus mengembangkan pikiran mereka melalui interaksi dengan individu lain.


(59)

Self, kemampuan untuk merefleksikan diri tiap individu dari penilaian sudut pandang atau pendapat orang lain, dan teori interaksionisme simbolis adalah salah satu cabang dalam teori sosiologi yang mengemukakan tentang diri sendiri (self) dan dunia luarnya.

Society, hubungan sosial yang diciptakan, dibangun, dan dikontruksikan oleh tiap individu di tengah masyarakat, dan tiap individu tersebut terlibat dalam perilaku yang mereka pilih secara aktif dan sukarela, yang pada akhirnya mengantarkan manusia dalam proses pengambilan peran di tengah masyarakatnya.

Dengan atau tanpa disadari pada dasarnya setiap orang telah melakukan proses interaksi simbolik dalam setiap harinya. Dari perubahan sebuah identitas diri seseorang yang ditunjukan oleh mustamik dalam sebuah Majelis Taklim Asy-syfaa Wal Mahmuudiyyah itu sendiri tentunya menimbulkan suatu identitas baru yang memungkinkan telah terjadi sebuah proses interaksi simbolik di dalamnya.

Dari subfokus yang telah dijelaskan dapat digambarkan oleh peneliti berupa alur model penelitian yang terjadi mengenai proses komunikasi yang dilakukan antara peneliti dengan mustamik dalam majelis Taklim Asy-Syifaa Wal Mahmuudiyyah, dimana dalam proses komunikasi kelompok ini saling berkaitan satu sama lain, seperti gambar di bawah ini:


(60)

Gambar 2.2 Model Penelitian

Sumber: Analisa Peneliti (2013) Identitas Sebelum masuk majelis taklim

Penglolaan kesan pada saar di majelis taklim

Identitas Setelah masuk majelis taklim

Majelis Taklim Asy-Syifaa Wal Mahmuudiyyah

INTERAKSI SIMBOLIK

FENOMENOLOGI

Transformasi identitas diri

Transformasi Identitas Mustamik Majelis Taklim Asy-Syifaa Wal Mahmuudiyyah


(61)

46 BAB III

OBJEK DAN METODE PENELITIAN

3.1Objek Penelitian

3.1.1 Sejarah Majelis taklim Asy-Syifaa Wal Mahmuudiyyah

Objek penelitian ini adalah Majelis Taklim Asy-Syifaa Wal Mahmuudiyyah yang bertempat di Masjid Raya Bandung. Majelis taklim ini didirikan oleh seorang yang bernama kyai haji Muhyiddin Abdul Qodir Al Manafi, MA tepatnya pada tahun 1995.

Awal mulanya majelis taklim ini hanya perkumpulan pengajian umum yang sering diadakan di daerah Jelegong Soreang Jawa Barat, dengan nama Al-Mahmuudiyyah. Dikarenakan mustamik dan santri yang mengikuti pengajian tersebut sudah melampaui batas dari majelis taklim ini, sang pendiri pun ingin membuat sebuah majelis taklim yang dimana majelis taklim tersebut dapat hadir di semua daerah. oleh karena itu, majelis taklim ini pun tersebar di berbagai daerah dengan tujuan seorang mustamik tidak bertumpuk pada suatu tempat yaitu tempat asal berdirinya majelis ini dan memperluas ajaran Islam untuk masyarakat yang ada di Jawa Barat.

Pada tahun 2000, majelis ini terbagi di berbagai daerah di Jawa Barat. Berbagai tempat tersebut melainkan, Sagaranten Sukabumi Masjid Raya Kota Bandung, Rancaekek, Soreang, Banjaran.. Dan


(62)

Kampung Pamulihan Desa Simpang, dimana tempat ini menjadi pusat Majelis Taklim Asy-Syifaa Wal Mahmuudiyyah. Pada tahun ini majelis taklim berubah nama menjadi Asy-Syifaa wal Mahmuudiyyah. Tambahan kata asy-Syifaa yang berarti obat dalam bahasa Indonesia, ini mempunyai maksud bahwa majelis taklim ini menjadi sebuah obat untuk kalangan masyarakat dalam penyakit-penyakit, berupa pembekalan atau pengajaran mengenai ajaran agama Islam.

3.1.2 Struktur Keanggotaan Majelis Taklim Asy-Syifaa Wal Mahmuudiyyah Kota Bandung

Gambar 3.1

Struktur Organisasi Majelis Taklim Asy-Syifaa Wal Mahmuudiyyah Kota Bandung

Sumber : Wawancara Peneliti (2013) Ketua : Ustadz H.

Chandra

Wakil Ketua : H. Abdul Aziz

Sekretaris : H. Denny

Seksi Dakwah : H. M. Ibrahim

Daddy

Wakil Ketua Seksi Dakwah :

H. Aziz

Bendahara : H. Ozi

Wakil Bendahara : H.


(63)

Seperti yang telah ditampilkan dalam struktur organisasi diatas, dapat dilihat bahwa Majelis Taklim Asy-Syifaa Wal Mahmuudiyyah di pimpin oleh ketua majelis taklim yaitu Ustadz H. Chandra dan di bawah dari ketua ada wakil ketua, yaitu H. Abdul Aziz. Wakil ketua mengepalai tiga pimpinan, yaitu sekretaris (H. Denny), Seksi Dakwah (H. M. Ibrahim Daddy), dan Bendahara (H. Ozi). Di setiap pimpinan mempunyai wakil, kecuali sekretaris. Wakil seksi dakwah ( H. Aziz) dan Wakil Bendahara (H. Deddy).

3.1.3 Kegiatan Rutin Majelis Taklim Asy-Syifaa Wal Mahmuudiyyah Bandung

Untuk tetap menjaga tujuan dari majelis ini di Kota Bandung, yaitu menjaga agar masyarakat Islam Kota Bandung tetap menjalankan perintah ajaran Agama Islam, maka majelis ini secara rutin mengadakan perkumpulan dengan di dalam acara-acara seperti pengajian, maulidan, tausiyah dan lain-lain. Acara tausiyah Kegiatan tersebut dilakukan secara rutin 1 Bulan dua kali, yaitu tepat pada minggu ke-2 dan minggu ke-4 di Masjid Raya Bandung. Kegiatan ini diperuntukan untuk semua warga kota Bandung, tidak dibatasi oleh umur ataupun kelas sosial, dari anak-anak, beranjak dewasa, dewasa, dan orang tua.


(64)

3.2Metode Penelitian 3.2.1 Desain Penelitian

Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan studi fenomenologi, sebagaimana diungkapkan oleh Deddy Mulyana dalam bukunya Metodelogi Penelitian Kualitatif.

“Metode penelitian kualitatif dalam arti penelitian kualitatif tidak mengandalkan bukti berdasarkan logika matematis, prinsip angka, atau metode statistik. Penelitian kualitatif bertujuan mempertahankan bentuk dan isi perilaku manusia dan menganalisis kualitas-kualitasnya, alih-alih mengubah menjadi entitas-entias kuantitatif.” (Mulyana, 2003:150)

Penelitian Kualitatif selalu mengandalkan adanya suatu kegiatan proses berpikir induktif untuk memahami suatu realitas, peneliti yang terlibat langsung dalam situasi dan latar belakang fenomena yang diteliti serta memusatkan perhatian pada suatu peristiwa kehidupan sesuai dengan konteks penelitian. Thomas Lindlof dengan bukunya Qualytative Communication Research Methods dalam kuswarno menyebutkan bahwa metode kualitatif dalam penelitian komunikasi dengan paradigma fenomenologi, etnometodelogi, interaksi simbolik, etnografi, dan studi budaya, sering disebut sebagai paradigma interpretif, (Lindlof, 1995:27-28). Bagi peneliti kualitatif, satu-satunya realita adalah situasi yang diciptakan oleh individu-individu yang terlibat dalam penelitian. Peneliti melaporkan fakta dilapangan secara jujur dan mengandalkan pada suara


(65)

dan penafsiran informan. Sebagaimana diungkapkan beberapa ahli (Bogdan dan Taylor, 1975:5)

Peranan fenomenologi menjadi lebih penting ketika di tempat secara praksis sebagai jiwa dari metode penelitian sosial dalam pengamatan terhadap pola perilaku seseorang sebagai aktor sosial dalam masyarakat. Namun demikian implikasi secara teknis dan praksis dalam melakukan pengamatanaktor bukanlah esensi utama dari kajian fenomenologi sebagai perspektif. Fenomenologi Schutz sebenarnya lebih merupakan tawaran akan cara pandang baru terhadap fokus kajian penelitian dan penggalian terhadap makna yang terbangun dari realitas kehidupan sehari-hari yang terdapat di dalam penelitian secara khusus dan dalam kerangka luas pengembangan ilmu sosial.

Dengan demikian, fenomenologi secara kritis dapat diinterpretasikan secara luas sebagai sebuah gerakan filsafat secara umum memberikan pengaruh emansipatoris secara implikatif kepada metode penelitian sosial. Pengaruh tersebut di antaranya menempatkan responden sebagai subyek yang menjadi aktor sosial dalam kehidupan sehari-hari. Selanjutnya pemahaman secara mendalam tentang pengaruh perkembangan fenomenologi itu sendiri terhadap perkembangan ilmu sosial belum banyak dikaji oleh kalangan ilmuwan sosial. Pengkajian yang dimaksud adalah pengkajian secara historis sebagai salah satu pendekatan dalam ilmu sosial.


(66)

3.2.2 Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data adalah cara yang digunakan untuk mengumpulkan data dengan menggunakan metode-metode tertentu. Metode-metode yang akan digunakan dalam penelitia ini, antara lain :

3.2.2.1 Studi Pustaka

Peneliti di sini dalam melakukan penelitian tentu tidak terlepas dari adanya pencarian data dengan menggunakan studi kepustakaan, disini peneliti menggunakan studi pustaka dengan mencari berbagai data sebagai pendukung dari penelitian yang dilakukan oleh peneliti, yaitu dengan menggunakan:

a.Referensi buku

Refrensi buku dapat memberikan keterangan topil, perkataan, tempat peristiwa, data statistika, pedoman, alamat, nama orang, riwayat orang-orang terkenal. Pelayanan referensi adalah pelayanan dalam menggunakan buku-buku referensi dan disebut “koleksi referensi” sedangkan ruang tempat penyimpanan disebut ruang referensi. Karena sifatnya yang dapat memberikan petunjuk, harus selalu tersedia di perpustakaan sehingga dapat digunakan oleh setiap orang pada setiap saat.


(67)

b.Skripsi Peneliti Terdahulu

Disini peneliti menggunakan studi pustaka dengan melihat hasil karya ilmiah para peneliti terdahulu, tentunya dengan melihat hasil karya ilmiah yang meiliki pembahasan serta tinjauan yang sama c.Internet searching

Peneliti mencari data dengan melakukan searching secara online dan data yang diambil berhubungan dengan masalah penelitian yang sedang dilakukan.

3.2.2.2 Studi Lapangan

Studi lapangan yang dilakukan dalam penelitian in adalah sebagai berikut:

a. Wawancara (interview)

Wawancara adalah bentuk komunikasi antara dua orang. Melibatkan seseorang yang ingin memperoleh informasi dari seseorang lainnya dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan berdasarkan tujuan tertentu (Mulyana, 2008:180). Dalam wawancara peneliti mengadakan suatu komunikasi secara personal maupun kelompok dengan pihak-pihak yang dianggap mampu mengungkapkan data yang diperlukan untuk penelitian. Dalam hal ini Peneliti melakukan wawancara pada mustamik dari Majelis Taklim Asy-Syifaa Wal Mahmuudiyyah sebagai informan sesuai dengan kriteria yang telah ditetapkan.


(68)

b. Observasi Lapangan

Observasi lapangan adalah kegiatan yang setiap saat dilakukan, dengan panca indra yang dimiliki. Kegiatan observasi merupakan salh satu kegiatan untuk memahami lingkungan (Ardianto, 2011:179). Peneliti melakukan pengamatan secara langsung serta mengikuti kegiatan-kegiatan yang ada dalam Majelis taklim Asy-Syifaa Wal Mahmuudiyyah.

c. Dokumentasi

Dokumentasi adalah salah satu metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian sosial. Dokumen merupakan catatan yang didalamnya terdapat sebuah peristiwa yang sudah berlalu. Dokumen tersebut bisa dalam bentuk tulisan, gambar, video seseorang.

3.2.3 Teknik Penentuan Informan

Dalam menentukan informan penelitian yang diambil dari subjek, maka peneliti menggunakan teknik penentuan informan dengan menggunakan teknik purposive Sampling. Menurut Sugiyono dalam bukunya “Memahami Penelitian Kualitatif”, Menyebutkan bahwa:

“adalah teknik pengambilan sampel sumber data dengan pertimbangan tertentu ini. Misalnya orang tersebut yang dianggap paling tahu tentang apa yang kita harapkan, atau mungkin dia sebagai penguasa sehingga akan memudahkan peneliti menjelajahi objek/situasi sosial yang diteliti.”(Sugiyono, 2008:54).


(69)

Peneliti memilih untuk menggunakan dua tipe informan, yaitu informan kunci dan informan pendukung. Informan pendukung adalah informan yang mengetahui secara mendalam permasalahan yang sedang diteliti, sedangkan informan pendukung adalah informan yang ditentukan dengan dasar pertimbangan memiliki pengetahuan dan sering berhubungan baik secara formal maupun informal dengan para informan kunci. Informan pendukung diambil dari orang tua dan pimpinan dari majelis taklim Asy-syifaa Wal Mahmuudiyyah pusat dan pimpinan majelis taklim yang ada di Kota Bandung dengan pertimbangan karena mereka semua adalah orang-orang yang lebih mengetahui apa yang terjadi dalam perubahan identitas dari seorang informan kunci.

Dalam penelitian ini peneliti memilih beberapa informan yang dapat memberikan informasi dan terkait dengan penelitian ini. Adapun yang menjadi informan penelitian adalah sebagai berikut:

Tabel 3.1

TabelInformanPenelitian

No. NAMA KETERANGAN

1 Bapak Dadang Priyatna Mustamik Umum 2 Bapak David Andrio Mustamik Santri


(70)

Untuk memperjelas dan memperkuat data yang lebih baik dalam informasi yang diperoleh , terdapat informan pendukung yang dijadikan sebagai penjelas, adapun informan pendukung sebagai berikut :

Tabel 3.2

Tabel Informan Pendukung

No. Nama Informan Keterangan

1. KH. Muhyiddin Abdul Qodir Al-Manafi M.A

Pimpinan Majelis Taklim Asy-syifaa Wal Mahmuudiyyah (pusat)

2. H. Agus Mulyadi Sahabat Bapak Dadang Priyatna 3. Arif Daryanto Sahabat Bapak David Andiro

4. Tan Rachman Masyarakat

3.2.4 Teknik Analisa Data

Dalam setiap kegiatan penelitian pasti diperlukan adanya suatu analisis data sebagai media pengumpulan data. Analisis data adalah proses mengatur urutan data, mengorganisasikannya ke dalam suatu pola, kategori, dan satuan urutan dasar (Patton dalam Moleong, 2007:268).

Teknik analisa data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis data kualitatif. Menurut Miles and Huberman (1992) analisa data terdiri dari: Penyajian Data


(1)

Gambar 3.2

Komponen-Komponen Analisis Data: Model Interaktif

Sumber : Milles dan Huberman (1992:20) 3.2.5 UjiKeabsahan Data

Uji keabsahan data dalam penelitian kualitatif meliputi beberapa pengujian. Peneliti menggunakan uji credibility (validitas internal) atau uji kepercayaan terhadap hasil penelitian. Uji keabsahan data ini diperlukan untuk menentukan valid atau tidaknya suatu temuan atau data yang dilaporkan peneliti, dengan apa yang terjadi sesungguhnya di lapangan.

Cara pengujian kredibilitas data atau kepercayaan terhadap hasil penelitian menurut Sugiyono dalam bukunya Memahami Penelitian Kualitatif (2010) dilakukan dengan perpanjangan pengamatan, Triangulasi, analisa kasus negative dan member check.

1) Trianggulasi : pengecekan data dari berbeagai sumber dengan berbagai cara dan berbagai waktu. Trianggulasi sumber dilakukan dengan cara mengecek data yang telah diperoleh melalui beberapa


(2)

58

sumber. Trianggulasi teknik dilakukan dengan cara mengecek data kepada sumber yang sama dengan teknik yang berbeda. Misalnya data diperoleh melalui wawancara, lalu dicek kembali melalui observasi, dokumentasi. Trianggulasi waktu dilakukan dengan cara melakukan pengecekan dengan wawancara observasi atau teknik lainnya dalam waktu atau situasi yang berbeda.

2) Diskusi dengan teman sejawat, Teknik ini dilakukan dengan mengekspos hasil sementara atau hasil akhir yang diperoleh dalam bentuk diskusi dengan rekan-rekan sejawat. Pemeriksaan sejawat berarti pemerikasaan yang dilakukan dengan jalan mengumpulkan rekan-rekan sebaya, yang memiliki pengetahuan umum yang sama tentang apa yang sedang diteliti, sehingga bersama mereka peneliti dapat me-review persepsi, pandangan dan analisis yang sedang dilakukan. (Moleong, 2007:334).

3) Member check, proses pengecekan data yang diperoleh peneliti kepada pemberi data. Tujuan member check adalah untuk mengetahui seberapa jauh data yang diperoleh sesuai dengan apa yang diberikan oleh pemberi data. Sehingga informasi yang diperoleh dan akan digunakan dalam penulisan laporan sesuai dengan apa yang dimaksud sumber data atau informan (dalam Sugiyono, 2010:122-129)


(3)

3.2.6 Lokasi dan Waktu Penelitian 3.2.6.1 Lokasi Penelitian

Dalam penelitian ini peneliti melakukan penelitian yang bertempat pada Masjid Raya Bandung. Tepatnya pada Majelis Taklim Asy-Syifaa Wal Mahmuudiyyah Kota Bandung.

3.2.6.2 Waktu Penelitian

Waktu pelaksanaan Penelitian dilakukan dilaksanakan terhitung dari bulan Februari 2013 sampai bulan Juli 2013. Di Majelis Taklim Asy-syifaa Wal Mahmuudiyyah Bandung.


(4)

60

Tabel 3.3 Jadwal Penelitian

No Kegiatan Februari Maret April Mei Juni Juli

1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4

1. Persiapan Prapenelitian Pengajuan Judul Acc Judul Persetujuan Pembimbing 2. Pelaksanaan

BAB I dan bimbingan ACC BAB I BAB II dan Bimbingan

ACC BAB II BAB III dan bimbingan

ACC BAB III Seminar UP 3. Penelitian lapangan Wawancara penelitian Wawancara untuk kelengkapan data 4. Penyelesaian laporan

BAB IV dan bimbingan ACC BAB IV BAB V dan bimbingan

ACC BAB V

5. Kelengkapan dan

keseluruhan draft 6. pelaksanaan sidang Pendaftaran dan Sumber : Peneliti, 2013


(5)

DATA PRIBADI

Nama : Yanis Muda Arianto

Tempat, Tanggal Lahir : Jakarta, 15 Desember 1990 Jenis Kelamin : Laki-laki

Agama : Islam

Alamat : Jalan siliwangi 2 No. 305 Blok A RT 005 RW 017 Chandra Baru Pondok Melati, Bekasi

Telepon : 0856 9339 9015

Email : yanis_atma@yahoo.com

RIWAYAT PENDIDIKAN

I. PENDIDIKAN FORMAL

No Tahun Uraian Keterangan

1. 2009-Sekarang Mahasiswa Program Studi Ilmu Komunikasi Konsentrasi Humas Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Komputer Indonesia, Bandung

-

2. 2005-2008 SMA Negeri 67 Jakarta Timur Berijazah

3. 2002-2005 SMP Negeri 128 Jakarta Timur Berijazah


(6)

II. PENDIDIKAN NON FORMAL

No Tahun Uraian Keterangan

1. 2011 Kursus bahasa Inggris “LIBE” Bandung -

2. 2011 Peserta Study Tour Media Massa 2011 Bersertifikat 3. 2011 Peserta Seminar “Road to Success of

Movie Maker

Bersertifikat

4. 2011 Peserta Table Manner Course Amarosa Hotel & Spa

Bersertifikat

5. 2010 Peserta Mentoring Agama Islam Prodi Ilmu Komunikasi & Public Relations

UNIKOM kerjasama dengan LDK UMMI UNIKOM

Bersertifikat

6. 2009 Peserta Ceramah Umum Dekan FISIP

Unikom “Peningkatan Kualitas Keilmuan,

Keterampilan ICT dan Kewirausaaan Sebagai Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu

Politik Unggulan”

Bersertifikat

7. 2009 Peserta Seminar Kuliah Umum

“Kebudayaan Film & Sensor Film”

(Ilustrasi Tentang Perfilman)

Bersertifikat

III. KEAHLIAN

1. Language Bahasa Inggris (Pasif)

2. Program Microsoft Office (Word, PowerPoint, Excel, Publisher), Adobe (Photoshop, Pagemaker)

Bandung, Agustus 2013 Penulis

Yanis Muda Arianto NIM. 41809175