Pola Komunikasi Majelis Taklim Muslimat Nu Dan Al-Barkah Dalam Kegiatan Pembinaan Ibadah Kaum Ibu Di Kecamatan Pancoran Mas Depok

(1)

POLA KOMUNIKASI MAJELIS TAKLIM

MUSLIMAT NU DAN AL-BARKAH DALAM

KEGIATAN PEMBINAAN IBADAH KAUM IBU DI

KECAMATAN PANCORAN MAS DEPOK

SKRIPSI

Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh

Gelar Sarjana Komunikasi Islam ( S.Kom.I )

Oleh: Hilyatul Aulia NIM: 1110051000162

PROGRAM STUDI KOMUNIKASI PENYIARAN ISLAM

FAKULTAS ILMU DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

1435 H / 2014 M


(2)

(3)

(4)

(5)

(6)

KATA PENGANTAR

Bismillahirrahmaanirrahim.

Alhamdulillahirabbil’aalamin, dengan penuh rasa syukur kehadirat Allah swt tiada kalimat yang lebih pantas terucap selain rasa syukur yang maha dahsyat. Segala nikmat masih terus mengalir di alam semesta. Terima kasih atas segala nikmat Mu, atas segala kesempatan untuk mengecap bangku perkuliahan sehingga sampai terselesaikannya perkuliahan ini

Tak lupa terima kasih yang tiada taranya untuk Tercinta Siti Marniah (ibunda) dan yang tersayang Asep Muniruddin S.Pd (ayahanda) selalu mencurahkan seluruh jiwa raganya untuk ku, baik material maupun doa di setiap malamnya terima kasih telah menjadikan ku manusia yang lebih baik. Serta ketiga adik kecil ku Hilwatul Uzmah, Hafidz Kamil, dan Faqih Zaufan kalian yang selalu menjadi penyemangat dalam kehidupan, selalu menjadi penghibur kala gundah menerpa. Semoga tugas kita membanggakan orang tua menjadi nyata.

Shalawat beserta salam semoga senantiasa tercurahkan kepada kekasihku, kekasih orang-orang beriman dan penerang alam semesta. Nabi Muhammad saw beserta keluarganya para sahabat dan seluruh pengikutnya hingga akhir zaman. Semoga kami yang tiada berhenti bershalawat hingga mendarah daging dan terus mengalir dalam darah dan denyut nadi kami mendapat syafaat di Yaumul Qiyamah. Amiin.


(7)

Lembar akhir di kampus Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta saya sampaikan terima kasih yang se besar-besarnya kepada:

1. Dekan Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi (FIDKOM) Dr. Arief Subhan, MA. Wakil Dekan Bid. Akademik, Wakil Dekan Bid. Adminstrasi Umum, dan Wakil Dekan Bid. Kemahasiswaan dan kerja sama.

2. Rachmat Baihaky, MA selaku ketua Jurusan dan Fita Fathurokmah MSi selaku Sekertaris Jurusan Komunikasi dan Penyiaran Islam,

3. Bapak Drs. S. Hamdani MA selaku dosen pembimbing yang telah banyak meluangkan waktunya di tengah kesibukan dan tidak bosan memberi masukan, bimbingan, dan motivasi sehingga skripsi ini dapat terselesaikan dengan baik.

4. Seluruh Dosen Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi, yang telah memberikan ilmu yang tak ternilai, sehingga penulis dapat menyelesaikan studi di Fakultas Dakwah dan Ilmu Komunikasi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

5. Segenap Staf Perpustakaan Utama Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

6. Segenap Staf Akademik dan Staf Perpustakaan Fakultas Dakwah dan Ilmu Komunikasi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

7. Ibu Hj. Dewi Syarifah MSi, selaku ketua majelis taklim Muslimat NU. Yang telah banyak meluangkan waktunya di tengah jadwal kesibukannya yang sangat padat. Terimaksih atas semua data lengkap yang diberikan


(8)

kepada penulis sehingga dapat mempermudah penulis menyelesaikan skripsi ini

8. Ibu Su’inah, selaku ketua Majelis taklim Al-Barkah yang banyak meluangkan waktu nya untuk memberikan informasi-informasi yang penulis butuhkan dalam bentuk wawancara sehingga dapat teselesaikan skripsi ini.

9. Ustadzah Hj. Umi Qomariah dan Ustdz Dede Wahyudin selaku Ustadz dan Ustadzah di Majelis Taklim Al Barkah

10. KH. Burhanudin Marzuki dan Ustadzah Yuliyana selaku Ustadz dan Ustadzah di Majelis taklim Muslimat NU.

11.Kekasih tercinta Nadzirul Fata Maftuh, yang tiada bosannya memberikan semangat dan motivasi kepada penulis, yang setia menemani selama 2 tahun sampai pada waktu yang indah untuk kita melangkah bersama dalam Ridho Allah Swt.

12.Seluruh teman-teman seperjuangan KPI E angkatan 2010, yang tidak bisa penulis sebutkan satu per satu. Khusus nya kepada Astuti, Naziah, Siti Sudusiah, Firda Apriyani, ZahraTunisa, Zaidatul Khoironi, Namun tidak mengurangi rasa terima kasih dan cinta untuk kalian semua, persahabatan kita sangatlah indah akan menjadi sebuah album kehidupan yang tidak akan pernah usang termakan zaman, terima kasih atas kerjasamanya, terimakasih atas segala kebahagiaan yang tertanam subur di ladang kecintaan. Penulis akan sangat merindukan masa-masa terindah bersama kalian.


(9)

13.Tineke Saras Wati, Fera Fariha, Putri Ramadhanti dan Lusiana Arifin selaku sahabat terbaik yang setia menemani di saat senang maupun susah. Janji ku akan menulis nama mu di skripsi ku telah tercapai. Terimakasih telah siaga selalu membantu sampai terpontang panting melawan hujan untuk menemani penulis menyelesaikan skripsi ini. Tiada yang dapat kuberikan hanya sebuah doa agar kita bisa sukses bersama. Amiin

Harapan penulis semoga kebaikan yang diberikan dilipat gandakan oleh Allah SWT serta diberikan kemudahan dalam setiap urusan dan senantiasa semakin berkembang dalam meniti kehidupan untuk menjadi manusia yang seutuhnya.

Akhirnya dengan segala kerendahan hati, penulis menyadari bahwa karya tulis ini masih jauh dari sempurna mengingat keterbatasan pengetahuan, referensi dan biaya serta pengalaman dan kemampuan penulis dalam menyusun skripsi ini.

Penulis berharap agar karya tulis ini dapat bermanfaat sebagai bekal menambah ilmu pengetahuan, serta kontribusi pada kemajuan perkembangan mata kuliah pada Jurusan Komunikasi Penyiaran Islam khususnya.


(10)

DAFTAR ISI

ABSTRAK ...i

KATA PENGANTAR ...ii

DAFTAR ISI ...iv

BAB I PENDAHULUAN ... A. Latar Belakang Masalah ...1

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah...6

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ...7

D. Metodologi penelitian ...9

E. Tinjauan Pustaka ...13

F. Kerangka Teori...15

G. Sistematika Penulisan...16

... BAB II TINJAUAN TEORITIS A. Pola Komunikasi ...17

1. Pengertian Pola Komunikasi ...17

2. Macam-Macam Pola Komunikasi ...21

3. Komunikasi Antarpribadi ...24

4. Komunikasi Kelompok ...27

5. Bentuk-Bentuk Komunikasi... ... ...34

B. Pembinaan Ibadah Dan Ruang Lingkupnya ...37

1. Pengertian Pembinaan Ibadah ...37

a. Ruang Lingkup Ibadah ...39

b. Macam-Macam Ibadah...40

C. Majelis Taklim ...41

1. Pengertian, Fungsi dan Tujuan Majelis Taklim ...41

2. Macam-Macam majelis taklim ...46

3. Sejarah Majelis Taklim ...47

BAB III: GAMBARAN UMUM MAJELIS TAKLIM MUSLIMAT NU DAN AL-BARKAH A. Majelis Taklim Muslimat NU 1. Sejarah Berdirinya Majelis Taklim Muslimat NU ...52

2. Visi dan Misi Majelis Taklim Muslimat NU ...56

3. Profil Majelis Taklim Muslimat NU ...56

4. Jadwal Pengajian Majelis Taklim Muslimat NU ...60

5. Struktur Organisasi Majelis Taklim Muslimat NU ...60

6. Program Pembinaan Ibadah Majelis Taklim Muslimat NU ...61


(11)

1. Sejarah Berdirinya Majelis Taklim Al-Barkah ...62

2. Visi dan Misi Majelis Taklim Al- Barkah...63

3. Profil Majelis Taklim Al-Barkah ...64

4. Jadwal Pengajian Majelis Taklim Al-Barkah ...65

5. Struktur Organisasi Majelis Taklim Al-Barkah ...65

6. Program Pembinaan Ibadah Majelis Taklim Al-Barkah ...66

BAB IV: TEMUAN dan ANALISIS DATA A. Komunikasi Antarpribadi dalam Pembinaan Ibadah ...68

1. Majelis Taklim NU... ...68

2. Majelis Taklim Al-Barkah... ...71

B. komunikasi Kelompok dalam Pembinaan Ibadah... ...73

1. Majelis Taklim Muslimat NU... ...73

2. Majelis Taklim Al-Barkah…... ...76

BAB V: PENUTUP ... A. Kesimpulan ...84

B. Saran-Saran ...86 DAFTAR PUSTAKA


(12)

BAB 1 PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Majelis taklim merupakan lembaga pengajaran yang bergerak dalam bidang pengajian dan ilmu agama, tidak dapat dipungkiri bahwa di dalamnya terdapat unsur-unsur komunikasi dan pasti melakukan kegiatan atau proses komunikasi secara kelompok atau antarpribadi.

Adapun Majelis Taklim Muslimat NU yang berada di Jl. Margonda kelurahan Pancoran Mas Kecamatan Pancoran Mas kota Depok No 54. Terkenal sebagai majelis taklim ibu-ibu, terbesar di kota Depok memiliki 500 jamaah. Di dalam Majelis Taklim Muslimat NU ini menjadi pengajian kaum ibu dari berbagai kecamatan yang mayoritas termasuk dalam organisasi NU.

Kegiatan pengajian yang ada di majelis taklim Muslimat NU ini mengajarkan banyak materi-materi agama, baik ilmu fikih, tasawuf, akhlak, membaca Al-Qur’an, salah satunya istigasah dan pembinaan ibadah seperti membaca ayat-ayat suci Al-Qur’an bersama seperti surah yasin, tahlil dan ratib

Al-Athos setelah itu dilanjutkan ceramah agama oleh KH. Burhanudin Marzuki dan jika KH. Burhanudin Marzuki berhalangan hadir yang menggantikannya ustazah Yuliyana selaku ketua penerangan dan Dakwah. Pengajian Majelis Taklim Muslimat NU dilaksanakan satu bulan sekali di masjid Baitul Kamal tepatnya di Balai kota Depok.

Dari data yang didapat dari kantor kecamatan yang diberikan oleh ibu ketua PKK kecamatan Pancoran Mas Majelis Taklim Al Barkahlah yang terkecil


(13)

atau paling sedikit jamaahnya, memiliki 15 jamaah bertempat di Jl. Cagar Alam Kampung Rawa Geni No.23 Kelurahan Pancoran Mas Kecamatan Pancoran Mas Depok yang diketuai oleh ibu Suinah. Kegiatan di dalam majelis taklim Al Barkah ini tidak jauh berbeda dengan kegiatan yang ada di Majelis Taklim Al-Barkah membaca ayat-ayat suci Al-Qur’an seperti yasin, tahlil dan Ratib Al-Athos dan

Aqidah Mujmalah setelah itu dilanjutkan ceramah agama oleh ustdazah Hj. Umi Qomariah, dan jika ustazah Hj. Umi Qomariah berhalangan yang menggantikannya ustaz Dede Wahyudin, kegiatan pengajian dilakukan seminggu sekali di hari Minggu pagi.

Proses komunikasi Dai (ustazah) dengan Mad’u (para jamaah) berlangsung efektif dan intensitas komunikasinya ketika kegiatan pembinaan ibadah dilakukan bersama atau berjamaah, sehingga terjalin komunikasi yang baik di antara keduanya.

Pola komunikasi ikut menentukan berlangsungnya keberhasilan dalam kegiatan pembinaan ibadah yang mana karena di dalam kegiatan pembinaan ibadah terdapat pola komunikasi, maksudnya jika pola komunikasi terkemas dengan baik maka pesan yang akan didapat oleh jamaah akan baik juga, dan sebaliknya jika pola komunikasi kurang terkemas dengan baik, maka komunikan yaitu jamaah akan menerima pesan dengan kurang baik.

Dai (ustazah) juga merupakan salah satu unsur penting dalam proses dakwah. Sebagai pelaku dan penggerak kegiatan berdakwah1 Di sebuah Majelis Taklim. Dan dai (ustazah) menjadi salah satu faktor penentu keberhasilan atau

1

A. Ilyas Ismail, Paradigma Dakwah Sayyid Quthub, (Jakarta: PT. Penamadani, 2008), cet ke-2,hal.311


(14)

kegagalan dakwah. Dai (ustadzah) dituntut untuk menjadi teladan dan panutan yang baik di tengah-tengah masyarakat terlebih kepada para jamaahnya selaku pendengar atau penerima pesan (komunikan).

Sebagai penyeru ke Jalan Allah, pengibar panji-panji Islam dan perjuangan (Mujahid) yang mengupayakan terwujudnya sistem Islam dalam realitas kehidupan umat manusia. Dai (ustazah) harus memiliki pemahaman yang luas mengenai Islam sehingga ia dapat menjelaskan ajaran Islam kepada Mad’u (jamaah) selain itu Dai (ustazah) harus memiliki retorika bahasa dan tata cara berkomunikasi yang baik, agar para jamaah dapat menerima pesan dengan baik, dan tidak ada kesalahpahaman terhadap apa yang disampaikan dari dai (ustazah) kepada mad’u (jamaah)

Adapun kelebihan dari akibat adanya proses komunikasi yang berlangsung di Majelis Taklim Muslimat NU yang terbesar dan Majelis Taklim Al-Barkah yang terkecil dalam kegiatan pembinaan ibadah, dai (ustazah) dapat membentuk mad’u (jamaah) yaitu kaum ibu, menjadi insan yang taat dan fasih membaca ayat-ayat suci Al-Qur’an dan mendapat ilmu agama dari ceramah dai tersebut, dan memang sudah seyogyanya hakikat ibadah sesungguhnya adalah kewajiban bagi setiap individu yang harus dilakukan sebagai umat Islam.

Dengan menyadari bahwa ibadah pada hakikatnya merupakan bentuk dari wujud penghambaan seorang hamba yang lemah dan di Al-Qur’an sendiri telah menjadi kajian para jamaah yaitu kaum ibu dan memang sesungguhnya kita diciptakan oleh Allah di muka bumi ini semata mata adalah hanya untuk beribadah kepada-Nya.


(15)

Komunikasi pada dasarnya adalah proses penyampaian pesan yang berupa pikiran atau perasaan oleh seorang komunikator untuk memberitahu merubah sikap pendapat dan prilaku baik secara langsung maupun tidak langsung.

Adapun pola komunikasi yang berarti bentuk, rancangan atau gambaran suatu komunikasi yang dapat dilihat dari jumlah komunikannya. Pada pembahasan ini, makna pola dapat diartikan sebagai bentuk, karena memiliki keterkaitan dengan kata yang disandingnya (komunikasi). Berhasil atau tidaknya komunikasi ditentukan dari bentuk, atau cara seseorang berkomunikasi pada saat menyampaikan pesan dari komunikator kepada komunikan.

Kegiatan pembinaan ibadah juga sangatlah memiliki keterkaitan yang erat, di dalam kegiatan pembinaan ibadah dibutuhkan komunikator, atau dai (ustazah) yang memiliki pola atau bentuk komunikasi yang baik, dengan tujuan agar komunikan atau mad’u (jamaah) dapat memahami dan mengerti pesan yang disampaikan.

Dipandang dalam perspektif agama, bahwa komunikasi memiliki peran yang sangat penting di dalam kehidupan yaitu sebagai hubungan antara manusia dengan yang lain. Manusia dilahirkan ke dunia sebagai khalifah di bumi ini. Jadi dengan manusia pandai berkomunikasi maka manusia dapat menyampaikan amanah melalui berdakwah dengan tujuan untuk merubah atau mempengaruhi seseorang menuju jalan yang benar sesuai dengan aturan agama.

Di dalam proses pengajaran itulah terjadi komunikasi, baik dalam sekolah, majelis taklim atau tempat-tempat belajar lainnya. Pengajian termasuk ke dalam


(16)

proses berkomunikasi karena seorang ustazah yang menyampaikan pesan yang berupa materi-materi agama kepada para jamaah agar pesan yang disampaikan ustazah dapat diterima dengan baik oleh para jamaah maka seorang ustazah dituntut untuk melakukan komunikasi dengan baik.

Pengajaran yang diajarkan dan diteladani oleh para dai (ustazah) dalam kegiatan pembinaan ibadah melalui penyampaian pesan dengan cara berkomunikasi yang baik yaitu dengan komunikasi antarpribadi intensitasnya terealisasikan dan saling melengkapi dan dapat berjalan secara efektif dalam pelaksanaanya sehingga kegiatan pembinaan ibadah berhasil.

Sudah dapat diketahui bahwa fungsi umum komunikasi adalah informatif, edukatif, persuasif, dan rekreatif. Komunikasi memiliki fungsi pertukaran informasi, pesan dan sebagai kegiatan individu dan antarpribadi, kelompok mengenai tukar menukar data, fakta dan ide2.

Dalam kehidupan sehari-hari disadari atau tidak komunikasi adalah bagian dasar dari kehidupan itu sendiri, karena kita sebagai makhluk sosial melakukan komunikasi di setiap kehidupan. Di manapun, kapanpun, komunikasi sangat urgen dalam kehidupan bermasyarakat hal ini dapat dibuktikan dari sebuah penelitian bahwa mulai dari waktu bangun tidur 70% digunakan untuk berkomunikasi.

Dengan demikian sama halnya di majelis taklim juga kerap terjadi sehingga menimbulkan pertanyaan kembali bahwa pola komunikasi yang seperti apa yang dibangun oleh komunikator yaitu ustazah dan komunikannya adalah para jamaah majelis taklim yang dapat sama makna dalam hal ini adalah kegiatan

2

Onong Uchjana Effendi, Dinamika komunikasi (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2000), h.23.


(17)

pembinaan ibadah sehingga dapat berhasil dilihat dari intensitasnya dan afektifnya komunikasi oleh dai (ustazah) dan mad’u (jamaah)

Ditinjau dari segi komunikasi, pengajaran pengajian juga termasuk didalamnya terdapat komunikasi yaitu komunikator (dai/ustazah), pesan, (materi pengajian yang disampaikan) dan komunikan (mad’u/jamaah majelis taklim). Karena di sana terdapat pengiriman pesan yaitu ilmu pengetahuan khususnya agama, informasi atau lainnya. Dan memang tujuan dari lembaga majelis taklim adalah membina para mad’u (jamaah) agar mengetahui dan mempraktekkan ibadah secara kafah atau menyeluruh.

Oleh karena itu, maka muncullah konsep berupa pola komunikasi yang dibangun dalam kegiatan pembinaan ibadah melalui komunikasi antarpribadi dan kelompok pada majelis taklim terbesar dan majelis taklim terkecil di Kecamatan Pancoran Mas Depok

Berdasarkan latar belakang masalah di atas maka penulis tertarik melakukan penelitian dengan judulPola Komunikasi Majelis Taklim Muslimat NU dan Al-Barkah Dalam Kegiatan Pembinaan Ibadah Kaum Ibu di Kecamatan Pancoran Mas Depok.”

B. Pembatasan Dan Perumusan Masalah

Berdasarkan judul di atas, maka pola komunikasi yang dimaksud dalam penelitian ini adalah bentuk komunikasi. Bentuk komunikasinya berkaitan dengan komunikasi Antarpribadi dan komunikasi kelompok. Adapun ibadah dalam penelitian ini meliputi: a). Membaca Yasiin, Tahlil, Ratib Al-Athos, istigasah,


(18)

Aqidah Mujmalah dan Ceramah agama. b). kedua bentuk komunikasi tersebut berkaitan antara ustaz dan ustazah dengan jamaah.

Berdasarkan pembatasan masalah di atas maka dapat dirumuskan pertanyaan-pertanyaan sebagai berikut:

1. Bagaimana komunikasi antarpribadi ustaz dan ustazah dengan jamaah dalam pembinaan ibadah di Majelis Taklim Muslimat NU dan Majelis Taklim Al-Barkah di Kecamatan Pancoran Mas Depok?

2. Bagaimana komunikasi kelompok ustaz dan ustazah dengan jamaah dalam pembinaan ibadah di Majelis Taklim Muslimat NU dan Majelis Taklim Al-Barkah di kecamatan Pancoran Mas Depok?

Dengan terjawabnya pertanyaan dari perumusan masalah maka akan mempermudah untuk mengetahui pola komunikasi Majelis Taklim Muslimat NU dan Majelis Taklim Al-Barkah dalam kegiatan pembinaan ibadah kaum ibu.

C. Tujuan Dan Manfaat Penelitian

1. Tujuan penelitian ini meliputi

Tujuan penelitian ini secara umum sebagai berikut:

a. Ingin mengetahui bagaimana komunikasi Antarpribadi Ustaz dan Ustazah dengan Jamaah di Majelis Taklim Muslimat NU dan Majelis Taklim Al-Barkah dalam kegiatan pembinaan ibadah di Kecamatan Pancoran Mas Depok

b. Ingin mengetahui bagaimana komunikasi kelompok ustaz dan ustazah dengan jamaah di Majelis Taklim Muslimat NU dan Majelis Taklim Al


(19)

Barkah dalam kegiatan pembinaan ibadah di Kecamatan Pancoran Mas Depok

2. Manfaat penelitian ini meliputi: a. Manfaat Akademis

Penelitian ini diharapkan dapat memperkaya sumber informasi, literatur, referensi dan dokumentasi ilmiah atau perbandingan bagi studi dalam usaha untuk mengembangkan khazanah keilmuan yang sesuai.

Pengajaran ini diharapkan dapat menambah pengetahuan baru tentang intensitas dan afektifitas dai dalam menjalani hubungan antarpribadi dan kelompok terhadap mad’u (jamaah) yaitu kaum ibu dalam kegiatan pembinaan ibadah. Adapun mengenai manfaat dari penelitian ini, secara teoritis yaitu untuk memperkaya khazanah keilmuan dakwah dan komunikasi khususnya di lingkungan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta maupun lingkungan akademisi lain dan masyarakat pada umumnya.

b. Manfaat Praktis

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan pengembangan dan sumbangsi keilmuan komunikasi dan dakwah bagi para praktisi pengajar, komunikasi dan dakwah yakni sebagai salah satu upaya membentuk komunikasi yang efektif dan secara intensitas. Secara praktis penelitian ini manfaatnya adalah sebagai kontribusi pemikiran dalam kegiatan pembinaan ibadah di majelis taklim khususnya di


(20)

Majelis Taklim Muslimat NU dan Majelis Taklim Al-Barkah di Kecamatan Pancoran Mas Depok, dan masyarakat pada umumnya.

D. Metodologi Penelitian

1. Metode Penelitian

Penelitian ini menggunakan metode deskriptif analisis dengan menggunakan pendekatan kualitatif, peneliti berusaha mendeskripsikan atau menggambarkan secara sistematis, faktual dan akurat atas fenomena yang diteliti kemudian dianalisa, diinterpretasikan dan ditafsirkan dengan data-data lainnya untuk mendapatkan hasil berdasarkan tujuan penelitian yaitu pola komunikasi pembinaan ibadah kaum ibu pada Majelis Taklim Muslimat NU dan Majelis Taklim Al-Barkah di Kecamatan Pancoran Mas Depok

Penelitian deskriptif juga dapat dikatakan sebagai penelitian yang diarahkan pada pengukuran yang cermat terhadap suatu fenomena sosial tertentu. Penelitian harus menggunakan diri sebagai instrument maksudnya mengikuti asumsi kultural sekaligus mengikuti data3.

Adapun data yang dikumpulkan dari metode deskriptif ini adalah berupa kata kata, gambar dan bukan angka-angka4. Hal ini dikarenakan pola komunikasi pembinaan ibadah kaum ibu menggunakan metode kualitatif yang menggambarkan secara sistematis, faktual dan akurat atas

3

Julia Brannen, Memandu Metode Penelitian Kualitatif dan Kuantitatif, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2002), cet. Ke-4, h. 11.

4

Lexy J. Moleong, Metode Penelitian Kualitatif.(Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2007), cet ke-23, hal.9


(21)

fenomena yang diteliti kemudian dianalisa, diinterpretasikan dan ditafsirkan dengan data-data lainnya untuk mendapatkan hasil berdasarkan tujuan penelitian.

Adapun “deskriptif analisis adalah penelitian yang dikerjakan

untuk mengetahui nilai variable mandiri, baik satu variable atau lebih tanpa membuat perbandingan atau menghubungkan dengan variable variable lainnya”5.

Dalam penelitian ini digambarkan bentuk atau pola komunikasi pembinaan ibadah yang ada di Majelis Taklim Muslimat NU dan Majelis Taklim Al-Barkah

2. Subjek dan Objek penelitian

Subjek dalam penelitian ini adalah guru (penceramah) yaitu, KH. Burhanudin Marzuki dan Ustazah Yuliyana selaku guru atau penceramah di Majelis Taklim Muslimat NU. Dan Ustazah Umi Qomariah dan Ustaz Dede Wahyudin selaku penceramah di Majelis Taklim Al-Barkah. Sedangkan objek penelitian ini adalah proses komunikasi antarpribadi dan komunikasi kelompok yang dilakukan oleh Majelis Taklim Muslimat NU dan Majelis Taklim Al-Barkah

3. Tempat dan waktu penelitian

Adapun tempat yang dijadikan sebagai objek penelitian adalah Majelis Taklim Muslimat NU di Kecamatan Pancoran Mas Depok yang bertempat di Jl. Margonda Raya Pancoranmas No 54 Depok. Dan Majelis

5

Sugiyono, Metode Penelitian Administrasi, ( Bandung: CV Afabeta, 2005), Cet. Ke- 12, h. 11


(22)

Taklim Al Barkah di Jl. Raya Cagar Alam kelurahan Pancoranmas Depok sedangkan waktu penelitian dilakukan mulai tanggal 01 April sampai 08 juni 2014

4. Teknik Pengumpulan Data

Yang digunakan untuk mengumpulkan data adalah: a. Observasi

Observasi yaitu pengamatan secara sistematis dan analisa yang memegang peranan penting untuk memperkirakan tingkah laku sosial, sehingga hubungan antara satu peristiwa dengan yang lainnya menjadi lebih jelas6.

Observasi atau pengamatan yang dilakukan adalah dengan melakukan pengamatan langsung terhadap objek penelitian. Dalam hal ini yang diamati adalah bagaimana proses pola komunikasi dalam pembinaan ibadah yang dilakukan oleh Majelis Taklim Muslimat NU dan Majelis Taklim Al-Barkah?

b. Wawancara

Wawancara ini dilakukan dalam rangka untuk memperoleh data dari sumber masalah yang akan diteliti dengan mengajukan pertanyaan secara langsung dicatat dengan menggunakan wawancara bebas terpimpin7.

Adapun yang diwawancarai dalam skripsi ini adalah ustaz dan ustazah di Majelis Taklim Muslimat NU yaitu KH. Burhanudin

6

Syamsir salam. Metodelogi penelitian social, (Jakarta: UIN Perss, 2006), h. 31

7

Lexy J. Moleong, Metode Penelitian Kualitatif.(Bandung: PT. Remaja ROsdakanya, 2007), cet ke-26, hal. 186


(23)

Marzuki dan ustazah Yuliyana dan jamaahnya sebanyak 4 orang. ustaz dan ustazah di Majelis Taklim Al-Barkah yaitu ustaz Dede Wahyudin dan ustazah Hj. Umi Qomariah adapun jamaah yang diwawancarai sebanyak 3 orang.

c. Dokumentasi

Pengambilan data berupa catatan-catatan, buku, dokumentasi foto, arsip-arsip dan literatur lainnya yang berkaitan dengan penelitian.

5. Pengolahan Data

Setelah memperoleh data dari hasil observasi dan wawancara yang ditunjukan kepada Ustazah dan jamaah tersebut dikumpulkan, kemudian disusun melalui proses penyederhanaan data ke dalam bentuk yang mudah dibaca. Berdasarkan rumusan yang telah disusun.

6. Analisa Data.

Setelah mengumpulkan data-data penelitian yang dianalisis dengan cara diinterpretasikan dengan menggunakan sumber data sudah terkumpul dan data-data kemudian dijabarkan dengan memberikan analisa-analisa dan penafsiran untuk kemudian menghasilkan kesimpulan akhir8, agar mengetahui komunikasi antarpribadi dan komunikasi kelompok pembinaan ibadah yang dilakukan oleh kedua Majelis Taklim terbesar dan terkecil yang ada di kecamatan Pancoran Mas kota Depok

8

Rachmat Kriyantono, Tekhnik Praktis Riset Komunikasi, (Jakarta: PT. Kencana Prenada Media Group 2010) cet ke.5 hal. 86


(24)

7. Pedoman Penulisan

Penulisan Skripsi ini mengacu pada buku Pedoman Penulisan Karya Ilmiah (Skripsi, Tesis, dan Disertasi) yang di terbitkan oleh CeQDA (Center for Quality Development and Assurance) Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta. Sebagaimana dimuat pada buku Akademik Program Strata I Tahun 2010/2011 .

E. Tinjauan Pustaka

Sebelum melakukan skripsi ini, telah dilakukan tinjaun pustaka terlebih dahulu yakni kelapangan dalam rangka memperoleh studi pendahuluan terhadap karya ilmiah terdahulu atau sebelumnya yang mempunyai kaitan judul atau objek dan subjek penelitian yang sejenis ataupun yang sama dengan yang diteliti. Tinjauan pustaka ini bermaksud agar terlihat dan dapat diketahui perbedaannya bahwa penelitian ini tidak sama dengan penelitian dari skripsi-skripsi terdahulu.

Adapun buku yang digunakan untuk menjadi penelitian ini di antaranya yang berjudul ilmu komunikasi teori dan praktek oleh Onong Uchjana Effendi, pengantar ilmu komunikasi oleh Hafied Cangara, ilmu komunikasi sebuah pengantar ringkas oleh Prof. Dr. H. Anwar Arifin,

Psikologi komunikasi oleh Jalaludin Rahmat, Komunikasi kelompok: Proses-Proses Diskusi dan Penerapannya oleh Alvin A. Goldberg, carl E. Larson.

Komunikasi Antarpribadi oleh Liliweri, Alo. Pembinaan Arti dan Metodenya


(25)

Setelah dilakukannya tinjauan kepustakaan baik di Fakultas Ilmu Dakwah Dan Ilmu Komunikasi dan Perpustakaan Utama UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Ditemukan judul yang sejenis:

1. “Pola Komunikasi KH. Mahmudin dalam pembinaan santri di pondok di pondok pesantren Al-Mubarok Serang Banten” karya Muhammad Fathullah tahun 2008. Ia menggunakan metode penelitiannya yaitu kualitatif deskriptif. Skripsinya cenderung menggunakan komunikasi pola roda serta menggabungkan dua komunikasi yaitu komunikasi persuasif dan instrukstif/koersif, yang di terapkan di pondok Al-Mubarok terhadap santri 2. “ Pola Komunikasi dalam pembinaan akhlak siswa MAN 4 Model Pondok

Pinang Jakarta Selatan” tahun 2008. Karya Agus Ratina dengan menggunakan

metodelogi penelitian pendekatan kualitatif deskriptif. Skripsi ini membahas pola komunikasi dan metode guru dalam proses belajar mengajar khususnya pada mata pelajaran akhlak di MAN 4 Model.

3. “Pola Komunikasi Guru Agama Terhadap Siswa Dalam Pembinaan Ibadah di

SMP Islam Alsyukro Ciputat”karya Eka Irmawati tahun 2011. Ia

menggunakan metode penelitian kualitatif deskriptif. Skripsinya cenderung kepada pola komunikasi pribadi dan pola komunikasi kelompok , antara sekelompok guru agama dengan para siswa dalam pembinaan ibadah di SMP Islam Alsyukro ciputat.

Adapun perbedaan skripsi yang diteliti ini pertama penelitian ini menggunakan komunikasi antarpribadi dan kelompok yang lebih kepada pola


(26)

komunikasi pembinaan ibadah yang dilakukan oleh kedua Majelis Taklim terbesar dan terkecil yang meliputi:

a). Membaca ayat-ayat Al-Qur’an berjamaah (Surah Yasin, Tahlil dan Ratib Al Athos dan Ceramah agama

b).kedua bentuk komunikasi Antarpribadi dan komunikasi Kelompok berkaitan antara ustaz dan ustazah dengan jamaah di Majelis Taklim Muslimat NU dan Al-Barkah.

F. Kerangka Teori

Teori pola komunikasi menurut Joseph A. Devito mengelompokan pola komunikasi menjadi empat macam yaitu meliputi komunikasi antarpribadi, komunikasi kelompok kecil, komunikasi publik dan komunikasi massa9. Dan teori Steward L.Tubbs dan Silvia yaitu ciri-ciri komunikasi yang efektif ada lima: Pengertian, kesenangan, mempengaruhi sikap, hubungan sosial yang baik, dan tindakan.10

Teori yang digunakan adalah teori pola komunikasi kelompok. Menurut Robert F. Bales mengenai analisis proses interaksi yang dikutip oleh Raudhonah, bahwa kelompok kecil adalah

Sejumlah orang yang terlibat antara satu dengan yang lain dalam suatu pertemuan yang bersifat tatap muka, di mana setiap peserta mendapat kesan atau penglihatan antara satu dengan yang lainnya yang cukup kentara, sehingga ia baik pada saat timbul pertanyaan maupun sesudahnya dapat memberikan tanggapan kepada masing-masing sesuai perorangan11.

9

Nurudin, sistem komunikasi Indonesia (Jakarta : Raja Grafindo Persada 2007), h. 26.

10

Roudhonah, Ilmu Komunikasi, (Jakarta: UIN Jakarta Press. 2007) cet. I, h. 60.

11


(27)

Dan teori komunikasi antarpribadi menurut Joseph A. Devito dalam

bukunya ”The Interpersonal Communication Book”. yang mengemukakan

bahwa, komunikasi antarpribadi adalah “pengiriman pesan-pesan dari

seseorang dan diterima oleh orang lain atau sekelompok kecil orang dengan

efek dan umpan balik yang langsung”12

G. Sitematika Penulisan

BAB I : PENDAHULUAN

Bab pertama membahas: Latar belakang masalah, pembatasan dan perumusan masalah, tujuan dan manfaat, metodologi penelitian, tinjuan Pustaka, kerangka teori, sistematika penulisan.

BAB II : TINJAUAN TEORITIS

Bab kedua membahas: pengertian pola komunikasi, unsur-unsur komunikasi, macam-macam pola komunikasi, pengertian komunikasi antarpribadi, pengertian komunikasi kelompok, pengertian pembinaan, pengertian ibadah, dan pengertian pembinaan ibadah, pengertian, fungsi dan tujuan majelis taklim, macam-macam majelis taklim dan sejarah majelis taklim

BAB III : GAMBARAN UMUM MAJELIS TAKLIM MUSLIMAT NU DAN MAJELIS AL-BARKAH

Bab ketiga membahas Majelis Taklim Muslimat NU dan Majelis Taklim Al-Barkah di Kecamatan Pancoran Mas Depok: sejarah berdirinya, Visi Misi dan profil kedua Majelis Taklim, Program

12


(28)

atau Jadwal Pengajian di kedua Majelis Taklim tersebut. Program Pembinaan ibadah (pembiasaan).

BAB IV : TEMUAN DAN ANALISIS DATA

Bab ke empat membahas: Pola komunikasi pembinaan ibadah yang dilakukan oleh Majelis Taklim Muslimat NU dan Majelis Taklim Al-Barkah; komunikasi antarpribadi dan kelompok dalam kegiatan pembinaan ibadah.

BAB V : PENUTUP


(29)

BAB II

TINJAUAN TEORITIS

A. Pola Komunikasi

1. Pengertian Pola Komunikasi

Sebelum membahas mengenai pola komunikasi perlu diketahui yang dimaksud dengan pola. Kata “pola” dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia memiliki arti bentuk atau sistem, cara atau struktur yang tetap, dimana pola dapat dikatakan contoh atau cetakan13.

Pola dapat dikatakan juga sebagai model, yaitu cara untuk menunjukan sebuah objek yang mengandung kompleksitas proses di dalamnya dan hubungan antara unsur-unsur pendukungnya14.

Pola dalam komunikasi ini dapat dimaknai atau diartikan sebagai bentuk, gambaran, rancangan suatu komunikasi yang dapat dilihat dari jumlah komunikannya.

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia komunikasi secara

etimologi memiliki arti ”sebagai pengiriman dan penerimaan pesan

atau berita”15

.

Makna komunikasi dapat dilihat dari dua sudut pandang, dari sudut bahasa (etimologi) yaitu kata komunikasi berasal dari bahasa latin communication dengan kata dasar komunis yang berarti sama.

Maksud “sama” di sini adalah orang yang menyampaikan dan orang

13

Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1996). h. 778

14

Di kutip dari Wiryanto, Pengantar Ilmu Komunikasi, (Jakarta: Gramedia Widiasavina: 2004). h. 9

15


(30)

yang menerima mempunyai persepsi yang sama tentang apa yang disampaikan16.

Adapun sudut pandang yang kedua yaitu secara istilah atau

terminologi. Menurut Onong Uchjana Effendy, “komunikasi berasal

dari bahasa inggris yaitu communication yang bersumber dari bahasa latin communication yang berarti pemberitahuan atau pertukaran

pikiran”17

.

Terdapat banyak pendapat tentang pengertian komunikasi dari para ahli komunikasi, di antaranya:

1. Menurut Roger dan D. Lawrence Kincaid yang dikutip Hafied cangara dalam bukunya Pengantar Ilmu Komunikasi bahwa komunikasi adalah suatu proses dimana dua orang atau lebih saling melakukan pertukaran informasi dengan satu sama lainnya, yang pada nantinya akan menimbulkan sikap saling mengerti18.

2. Nurudin dalam buku Sistem Komunikasi Indonesia

menjelaskan bahwa pada dasarnya komunikasi adalah sebuah pemprosesan ide, gagasan, dan lambang tersebut, sehingga terdapat pola-pola tertentu sebagai wujud prilaku manusia dalam berkomunikasi19.

16

Irham, Kamus Ilmiah Populer, Jakarta: Pustaka Kausar, 2001. Cet Ke-3, h. 605

17

Onong Uchajana Effendy, Spektrum Komunikasi, (Bandung: Bina Cipta, 1998)

18

Cangara hafied, pengantar komunikasi, PT Raja Grafindo Persada, 2008, hal 20

19


(31)

3. Menurut James, komunikasi adalah perbuatan, penyampaian suatu gagasan atau informasi dari seseorang kepada orang lain20.

4. Adapun menurut Widjaja komunikasi adalah

“hubungan kontak antar antara manusia baik individu

maupun kelompok. Dalam kehidupan sehari hari disadari atau tidak komunikasi adalah bagian dari kehidupan manusia itu sendiri. manusia sejak dilahirkan sudah berkomunikasi dengan lingkungannya. Selain itu komunikasi diartikan sebagai hubungan atau dapat diartikan bahwa komunikasi adalah saling tukar menukar pikiran atau pendapat”21.

5. Steward L. Tubbs dan Silvia Mess, yang dikutip oleh Jalaludin Rahmat dalam bukunya Psikologi Komunikasi ia menguraikan ciri-ciri komunikasi yang baik dan efektif paling tidak dapat menimbulkan lima hal:

a. Pengertian: komunikator dapat memahami, mengenai pesan-pesan yang disampaikan kepada komunikan.

b. Kesenangan: menjadikan hubungan yang hangat dan akrab serta menyenangkan.

c. Mempengaruhi sikap: dapat mengubah sikap orang lain sehingga bertindak sesuai dengan kehendak komunikator tanpa merasa terpaksa.

d. Hubungan sosial yang baik: menumbuhkan dan mempertahankan hubungan yang memuaskan dengan orang lain dalam hal interaksi.

e. Tindakan: membuat komunikan melakukan suatu tindakan yang sesuai dengan pesan yang diinginkan22.

Dari uraian di atas dapat dipahami bahwa komunikasi menjadi penting untuk pertumbuhan hidup manusia melalui komunikasi

20

James G. Robbins, Komunikasi yang Efektif, (Jakarta: Pedoman Imu Jaya, 1995). Cet. Ke-4, h. 1.

21

Widjaja, Ilmu Komunikasi Pengantar Studi, (Jakarta: PT Rineka Cipta, 2000). h. 26.

22

Jalaludin Rakhmat, Psikologi Komunikasi, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2000). Cet ke -15, h. 13-16


(32)

seseorang akan dapat dengan mudah memahami maksud dari lawan bicara atau komunikan.

Berdasarkan pengertian pola dan komunikasi di atas maka dapat ditarik kesimpulan bahwa pola dan komunikasi memiliki keterkaitan satu sama lain, serangkaian dua kata yang memiliki keterkaitan makna yang mana dari keduanya saling mendukung.

Pola komunikasi yaitu bentuk, rancangan atau gambaran dari proses komunikasi antara satu orang dengan orang lainnya agar dapat berjalan lancar dan efektif dengan tujuan mengubah sikap, pendapat dan prilaku komunikan atau seseorang yang diajak berkomunikasi. Baik secara langsung (face to face) atau melalui media, atau antar individu maupun kelompok.

2. Macam-Macam Pola Komunikasi

Pada dasarnya ada beberapa macam pola komunikasi, yaitu di antaranya komunikasi intrapersonal (komunikasi dengan diri sendiri), komunikasi interpersonal (komunikasi antarpribadi) dan komunikasi kelompok.

Adapun komunikasi intrapersonal ini adalah komunikasi yang dilakukan dalam diri sendiri, maksudnya proses komunikasi yang terjadi dalam diri seseorang berupa proses pengolahan informasi melalui panca indera dan sistem saraf23.

23

Sasa Djuarsa Sendjaja, pengantar komunikasi, (Jakarta: Universitas Terbuka, 1998),h. 39


(33)

Komunikasi ini akan berhasil jika pikiran yang disampaikan dengan menggunakan perasaan yang disadari, sebaliknya komunikasi akan gagal ketika sewaktu menyampaikan pikiran tidak terkontrol.

Yang kedua komunikasi interpersonal, yaitu proses paduan penyampaian pikiran dan perasaan oleh seseorang kepada orang lain agar mengetahui, mengerti, dan melakukan kegiatan tertentu24.

Komunikasi jenis ini dianggap paling efektif dalam hal mengubah sikap, prilaku, pendapat atau prilaku seseorang. Adapun hubungan interpersonal ini adalah hubungan yang berlangsung. Keuntungan dari padanya ialah bahwa reaksi atau arus baliknya dapat diperoleh secara langsung. Dalam hubungan interpersonal, proses komunikasi semakin jelas dan terarah pada satu tujuan.

Yang ketiga, pola komunikasi kelompok, yaitu komunikasi antara seseorang komunikator dengan sejumlah orang yang berkomunikasi dan berkumpul bersama-sama dalam bentuk kelompok25.

Komunikasi kelompok ini dibagi atas dua bagian yaitu kelompok kecil dan kelompok besar, kelompok kecil menurut Bales adalah

“sejumlah orang yang terlibat antara satu dengan yang lainnya alam satu pertemuan yang bersifat tatap muka, di mana setiap peserta mendapat kesan atau penglihatan dengan yang lainnya sehingga ia baik pada saat timbul pertanyaan maupun sesudah

24

Onong Uchjana effendi, ilmu komunikasi teori dan praktek, ( bandung: Mandar Maju, 1992). Cet. Ke-1, h. 4

25

Onong Uchjana Effendi, Dimensi Dimensi Komunikasi, (Bandung: Alumni, 1986), cet. Ke2 h.5


(34)

memberikan tanggapan kepada masing masing individu

komunikan”26

.

Dalam komunikasi kelompok kecil ini komunikator menunjukan pesannya kepada benak atau pikiran komunikan, contoh. Diskusi, ceramah, seminar, rapat, dan lain lain. Dan komunikan dapat bertanya jika pesan yang disampaikan komunikator kurang jelas dipahami oleh komunikannya.

Terdapat lima pola aliran komunikasi yang dapat dijumpai pada pola komunikasi kelompok dan organisasi yaitu sebagai berikut :

1. Pola lingkaran, tidak memiliki pemimpin. semua anggota posisinya sama. Mereka memiliki wewenang atau kekuatan yang sama untuk mempengaruhi kelompok. Setiap anggota bisa berkomunikasi dengan dua anggota lain disisinya. 2. Pola Roda, pola roda memiliki pemimpin yang jelas yaitu

yang posisinya di pusat. Orang ini merupakan satu satunya yang dapat mengirim dan menerima pesan dari semua anggota. Oleh karena itu jika seorang anggota ingin berkomunikasi dengan anggota lain, maka pesannya harus disampaikan melalui pemimpinnya

3. Pola Y

Pola Y relatif kurang tersentralisasikan dibanding dengan pola roda, tetapi lebih tersentralisasi dibanding dengan pola

26

Shochibul Hujjah, Pola Komunikasi Guru Agama Dalam Pembinaan Akhlak Siswa SMK Negeri 1 Pasuruan, (Skripsi S1 Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi, Universitas Islam Negeri (UIN) Syarifhidayatullah Jakarta, 2011), h.27


(35)

yang lain. Pola Y juga terdapat pemimpin yang jelas anggota ini dapat mengirimkan dan menerima pesan dari dua orang lainnya. Ketiga anggota lainnya komunikasi terbatas hanya dengan satu orang lainnya.

4. Pola rantai

Pola rantai sama dengan pola lingkaran kecuali bahwa para anggota yang paling ujung hanya dapat berkomunikasi dengan satu orang saja. Keadaan terpusat juga terdapat di sini. Orang yang berada di posisi tengah lebih berperan sebagai pemimpin dari pada mereka yang berada di posisi lain.

5. Pola semua saluran atau bintang

Pola semua saluran atau bintang hampir sama dengan pola lingkaran dalam arti semua anggota adalah sama dan semuanya juga memiliki kekuatan yang sama untuk mempengaruhi anggota lainnya. Akan tetapi, dalam struktur semua saluran, setiap anggota lainnya. Pola ini memungkinkan adanya partisipasi anggota secara optimum27.

3. Komunikasi Antarpribadi

Komunikasi antarpribadi adalah komunikasi antara komunikator dengan komunikan yang berlangsung secara private.

27


(36)

Atau dapat pula diartikan komunikasi yang berlangsung antara dua orang, dimana terjadi kontak langsung dalam bentuk percakapan, bisa juga melalui medium/telpon28. “Komunikasi antarpribadi dapat berlangsung secara berhadapan muka (face to face) dengan harapan

umpan balik yang secara langsung”29

.

Menurut Effendy, yang dikutip oleh Alo Liliweri, bahwa komunikasi antarpribadi hakikatnya yaitu komunikasi antara seorang komunikator dengan seorang komunikan jenis komunikasi tersebut dianggap paling efektif untuk mengubah sikap, pendapat, atau prilaku manusia berhubungan prosesnya yang dialogis30.

Komunikasi antarpribadi menurut Devito adalah

“pengiriman pesan-pesan dari seseorang dan diterima oleh orang lain atau sekelompok kecil orang dengan efek dan umpan balik secara

langsung”31

.

Komunikasi antarpribadi melibatkan komunikasi yang bebas. Artinya setiap tingkah laku komunikasi mengandung sebab dan akibat tertentu yang langsung diterima pada saat itu juga, dengan demikian setiap pesan sebagai aksi selalu mendapat reaksi dari yang menerimanya. Peristiwa berlangsungnya komunikasi antarpribadi

28

Sasa Djuarsa Sendjaja, Teori Komunikasi, (Jakarta: Universitas Indonesia, 2005).Cet Ke-9. h. 125

29

Alo Liliweri, Komunikasi Antarpribadi, (Bandung: PT Citra Aditya Bakti, 1997). Cet.Ke-2, h. 72

30

Ibid., h. 12

31


(37)

terjadi tidak berstruktur, bersifat tidak formal, tidak kaku, dan sangat luwes32.

Sedangkan Sasa Djuarsa menerangkan definisi komunikasi antarpribadi ini dalam tiga perspektif, yaitu:

1. Perspektif komponensial, yaitu melihat komunikasi antarpribadi dari komponen-komponennya. Maksudnya di mana proses pengiriman dan penerimaan pesan diantara dua orang dengan berbagai efek dan umpan balik.

2. Prespektif pengembangan yaitu melihat komunikasi antarpribadi dari proses pengembangannya. Dari yang bersifat impersonal meningkat menjadi interpersonal atau intim.

3. Prespektif relasional, yaitu melihat komunikasi antarpribadi dari hubungannya. Maksudnya komunikasi yang terjadi di antara dua orang yang mempunyai hubungan yang terlihat jelas diantara mereka33.

Onong menjelaskan bahwa karakteristik komunikasi antarpribadi adalah dua arah atau timbal balik, masing-masing bisa saling menggantikan posisi, suatu ketika komunikator bisa menjadi komunikan dan sebaliknya34. Menurut Judy C. Pierson yang telah dikutip oleh Sasa Djuarsa terdapat enam karakteristik komunikasi antarpribadi yaitu:

a. komunikasi antarpribadi dimulai dengan diri sendiri

32

Weri, Perspektif Teoritis Komunikasi Antarpribadi, h. 122-123

33

Roudhonah, Ilmu Komunikasi, (Jakarta:UIN Press, cet. Ke-1, h. 107-109

34


(38)

b. bersifat transaksional

c. mencakup aspek-aspek isi pesan dan hubungan antarpribadi d. mensyaratkan adanya kedekatan fisik antara pihak-pihak yang

berkomunikasi.

e. melibatkan pihak-pihak yang saling tergantung satu sama lain dalam

proses komunikasi

f. komunikasi antarpribadi tidak dapat diulang atau diubah35. dari beberapa definisi dan karakteristik komunikasi antarpribadi dapat disimpulkan bahwa komunikasi antarpribadi adalah komunikasi antara individu dan efek yang dihasilkan sangat efektif untuk memberi pengaruh lawan bicara, karena tanggapan yang disampaikan bersifat langsung hingga komunikator dapat secara langsung mengembangkan pesan selanjutnya untuk semakin memperlancar tujuan dan harapan yang diinginkan oleh komunikan.

4. Komunikasi Kelompok

Sebelum membahas komunikasi kelompok, perlu dipahami terlebih dahulu definisi dari kelompok. Kelompok adalah sekumpulan orang yang mempunyai tujuan bersama, yang berinteraksi satu sama lain untuk mencapai tujuan bersama,

35


(39)

mengenal satu sama lainnya, dan memandang mereka sebagai bagian dari kelompok tersebut.

Komunikasi kelompok biasanya merujuk pada komunikasi yang dilakukan kelompok kecil (small group communication)”36

Menurut Homans kelompok adalah “sejumlah orang yang

berkomunikasi satu sama lainnya, seringkali melewati jangka waktu dan dengan jumlah orang yang cukup kecil sehingga setiap orang dapat berkomunikasi tanpa melewati orang ketiga, melainkan secara

tatap muka”37

.

Bales berteori bahwa pembagian kerja, perbedaan peranan dan perbedaan wewenang yang ada jika suatu kelompok berorientasi pada tugas menciptakan banyak kesulitan antarpribadi yang dapat mempengaruhi solidaritas kelompok. Kesulitan-kesulitan ini menimbulkan tekanan untuk memuaskan kebutuhan antarpribadi para anggota kelompok38.

Menurut Shaw (1976) komunikasi kelompok adalah sekumpulan individu yang dapat mempengaruhi satu sama lain, memperoleh beberapa kepuasan satu sama lain, berinteraksi untuk

36

Dedy Mulyana, Ilmu Komunikasi Suatu Pengantar, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2007), Cet Ke-10, h. 82

37

Stewart L. Tubbs-Sylvia Moss, Human Communication Konteks-Konteks Komunikasi, Editor Penerjemah Dedy Mulyana, (Bandung: Rosdakarya, 2001), Cet ke-3, h.69

38

Alvin A. Goldberg, carl E. Larson, Komunikasi Kelompok: proses-proses diskusi dan penerapannya (Jakarta:UI-PRESS, 1985), cet. Ke -1, h.57-59


(40)

beberapa tujuan, mengambil peranan, terikat satu sama lain dan berkomunikasi tatap muka39.

Menurut Alvin A. Goldberg-Carl E.Larson komunikasi kelompok adalah suatu studi tentang segala sesuatu yang terjadi pada saat individu-individu berinteraksi dalam kelompok kecil dan bukan deskripsi mengenai bagaimana seharusnya komunikasi terjadi, serta bukan pula sejumlah nasehat tentang cara-cara bagaimana yang harus ditempuh40.

Sedang menurut Michel Burgon dan Michael Ruffiner seperti yang dikutip oleh Sasa Djuarsa, komunikasi kelompok adalah interaksi tatap muka dari tiga individu atau lebih, guna memperoleh maksud atau tujuan yang diinginkan seperti berbagai informasi, pemeliharaan diri atau pemecahan masalah sehingga semua anggota dapat menumbuhkan karakteristik pribadi anggota lainnya dengan akurat41. Komunikasi Kelompok dapat diklasifikasikan kedalam dua macam, yaitu :

1. Kelompok Kecil, yang kadang-kadang disebut micro group .Kelompok kecil ( micro group ) adalah kelompok komunikasi yang dalam situasi terdapat kesempatan untuk memberi tanggapan secara verbal atau dalam komunikasi kelompok komunikator dapat melakukan komunikasi antarpribadi dengan

39

Arni Muhammad, Komunikasi Organisasi, (Jakarta: Bumi Aksara, 2002), h. 182

40

Alvin A. Goldberg-Carl E.Larson, Komunikasi Kelompok Proses Diskusi dan Penerapannya, (Jakarta: Universitas Indonesia Press, 2006), h. 8

41

Sasa Djuarsa Sendjaja, et al, Modul Teori Komunikasi, (Jakarta: Universitas Terbuka, 2004), Cet Ke-8, h.3.3


(41)

salah seorang anggota kelompok, seperti yang terjadi pada acara diskusi, kelompok belajar, seminar dan lain-lain.

Umpan balik yang diterima dalam komunikasi kelompok kecil ini biasanya bersifat rasional, serta diantara anggota yang terkait dapat menjaga perasaan masing-masing dan norma- norma yang ada.

Dengan perkataan lain, antara komunikator dengan setiap komunikan dapat terjadi dialog atau Tanya jawab. Komunikan dapat menanggapi uraian komunikator, bisa bertanya jika tidak mengerti dan dapat menyanggal jika tidak setuju dan lain sebagainya. Menurut Robert F. Bales, bahwa kelompok kecil adalah sejumlah orang yang terlibat antara satu dengan yang lain dalam suatu pertemuan yang bersifat tatap muka, di mana setiap peserta mendapat kesan atau penglihatan antara satu dengan yang lainnya yang cukup kentara, sehingga ia baik pada saat timbul pertanyaan maupun sesudahnya dapat memberikan tanggapan kepada masing-masing sesuai perorangan.

2. Komunikasi kelompok besar ( macro group ) yaitu yang terjadi dengan sekumpulan orang yang sangat banyak dan komunikasi antarpribadi ( kontak pribadi) jauh lebih kurang atau susah untuk dilaksanakan, karena terlalu banyaknya orang yang


(42)

berkumpul seperti halnya terjadi pada acara tabligh akbar, kampanye dan lain-lain.

Anggota kelompok besar apabila memberitakan tanggapan kepada komunikator, biasanya bersifat emosional, yang tidak dapat mengontrol emosinya. Lebih-lebih jika komunikan heterogen, beragam dalam usia, pekerjaan, tingkat pendidikan, agama, pengalaman, dan sebagainya.42

Seperti halnya jika di antara kerumunan itu seorang yang tidak suka pada komunikator, maka dia berusaha mencari kesempatan untuk melempar dengan sandal dan yang lainnya tanpa tahu permasalahan akan mengikuti tindakan tersebut. Adapun Karakteristik komunikasi kelompok.

Beberapa karakteristik komunikasi kelompok yaitu: Komunikasi Kelompok bersifat formal, dalam arti pelaksanaannya direncanakan terlebih dahulu, sesuai dengan komponen-komponennya.

Komunikasi kelompok terorganisir, yaitu orang-orang yang tergabung dalam kelompok mempunyai peranan dan tanggung jawab masing-masing dalam mencapai tujuan .

Komunikator kelompok terlembagakan, dalam arti ada aturan mainnya. Komunikator dalam kelompok ini harus mencoba mengisolir beberapa proses yang sederhana dan

42

Roudhonah, Ilmu Komunikasi, h. 128.


(43)

mudah dimengerti dari sekian banyak proses-proses yang timbul secara simultan.

Menggunakan beberapa istilah yang akan memudahkan untuk mengorganisir pengamatan43.

Menurut Sasa Djuarsa Sendjaja, karakteristik yang melekat pada suatu kelompok yaitu: norma dan peran. Norma adalah persetujuan atau perjanjian tentang bagaimana orang-orang dalam suatu kelompok berperilaku satu dengan yang lainnya. Kadang-kadang norma oleh para sosiolog disebut juga dengan hukum (Law) ataupun aturan (rule), yaitu perilaku– perilaku apa saja yang pantas dan tidak pantas untuk dilakukan dalam suatu kelompok.

Ada tiga kategori norma kelompok yaitu pertama, norma sosial, yang mengatur hubungan di antara para anggota kelompok. Kedua norma prosedural, yaitu yang menguraikan dengan lebih rinci bagaimana kelompok harus beroperasi, seperti bagaimana suatu kelompok harus membuat keputusan apakah melalui suara mayoritas ataukah pembicaraan sampai tercapai kesepakatan.

Jika diberi batasan sebagai ukuran kelompok yang akan dapat diterima, maka peran (role) merupakan pola-pola perilaku yang diharapkan dari setiap anggota kelompok. Ada

43


(44)

dua fungsi peran dalam suatu kelompok, yaitu fungsi tugas dan fungsi pemeliharaan.

Keberadaan suatu kelompok dalam masyarakat dicerminkan oleh adanya fungsi-fungsi yang akan dilaksanakannya.

Fungsi komunikasi kelompok sebagai berikut :

a. Fungsi hubungan sosial, yaitu bagaimana suatu kelompok mampu memelihara dan memantapkan hubungan sosial diantara para anggotanya seperti bagaimana suatu kelompok secara rutin memberi kesempatan kepada anggotanya untuk melakukan aktivitas yang informal, santai dan menghibur. b. Fungsi pendidikan, dalam arti bagaimana sebuah kelompok

secara formal maupun informal bekerja untuk mencapai dan mempertukarkan pengetahuan.

c. Fungsi persuasi, yaitu seorang anggota kelompok berupaya mempersuasi anggota lainnya supaya melakukan atau tidak melakuakan sesuatu.

d. Fungsi pemecahan masalah dan pembuatan keputusan, yaitu berkaitan dengan penemuan alternatif atau solusi yang tidak diketahui sebelumnya, sedangkan pembuatan keputusan; berhubungan dengan pemilihan antara dua atau lebih solusi. Jadi pemecahan masalah menghasilkan materi atau bahan untuk pembuatan keputusan.


(45)

e. Fungsi terapi, yaitu membantu setiap individu mencapai perubahan personalnya, Tentu individu tersebut berinteraksi dengan anggota kelompok lainnya guna mendapatkan manfaat, namun usaha utamanya adalah membantu dirinya sendiri, bukan membantu kelompok mencapai konsensus. Contoh dari kelompok terapi ini adalah: kelompok konsultasi perkawinan, kelompok penderita narkoba dan lain lain44.

5. Bentuk-Bentuk Komunikasi

Bentuk bentuk komunikasi terdapat tiga macam yakni komunikasi interpersonal antar pribadi, komunikasi kelompok dan komunikasi massa. Adapun proses komunikasi yang melibatkan ustaz atau ustazah selaku komunikator dan jamaah sebagai komunikan penyampaian pesannya pun berlangsung secara lisan dan melalui tatap muka, maka dalam proses komunikasi tatap muka ini dapat dibagi dua bentuk komunikasi, yakni bentuk komunikasi kelompok kecil dan bentuk komunikasi antarpribadi. Dengan uraian sebagai berikut:

a. komunikasi kelompok kecil Menurut Robert F. Bales mengenai analisis proses interaksi yang dikutip oleh Raudhonah, bahwa kelompok kecil adalah

44


(46)

Sejumlah orang yang terlibat antara satu dengan yang lain dalam suatu pertemuan yang bersifat tatap muka, di mana setiap peserta mendapat kesan atau penglihatan antara satu dengan yang lainnya yang cukup kentara, sehingga ia baik pada saat timbul pertanyaan maupun sesudahnya dapat memberikan tanggapan kepada masing-masing sesuai perorangan45.

Jamaah yang berada di dalam majelis taklim dikatakan sebagai kelompok kecil berbeda dengan kelompok besar, individu-individu dalam kelompok kecil ini bersifat rasional sehingga setiap pesan yang sampai kepadanya akan ditanggapi secara kritis. Dalam situasi kelompok kecil ini seorang ustaz atau ustazaah bisa mengubahnya menjadi komunikasi secara pribadi.

Dalam situasi kelompok kecil ini seorang ustaz sebagai komunikator haruslah memperhatikan umpan balik komunikan sehingga ia dapat segera mengubah gaya komunikasinya di kala ia mengetahui bahwa umpan balik dari komunikan bersifat negatif karena situasi kelompok kecuali berlangsung secara tatap muka maka tanggapan komunikan dapat segera diketahui, sehingga dinamakan umpan balik seketika.

Umpan balik yang diperlukan ustaz bersifat verbal karena komunikasinya ditunjukan kepada kognisi jamaah.

45


(47)

Keuntungan bagi seorang komunikator atau ustaz dalam kelompok kecil ini terdapatnya komunikasi antapribadi, umpan balik secara langsung, suasana lingkungan komunikasi dapat diketahui. Sehingga ia dapat mengetahui tanggapan dan reaksi komunikan pada saat menyampaiakan pesan sehingga, bila komunikasinya tidak berhasil saat itu juga ia dapat merespon atau merubah sikapnya secara langsung.

b. Komunikasi Antarpribadi

Komunikasi antarpribadi menurut Devito adalah

“pengiriman pesan pesan dari seseorang dan diterima oleh orang

lain atau sekelompok kecil orang dengan efek dan umpan balik

secara langsung”46

.

Komunikasi antarpribadi melibatkan komunikasi yang bebas. Artinya setiap tingkah laku komunikasi mengandung sebab dan akibat tertentu yang langsung diterima pada saat itu juga, dengan demikian setiap pesan sebagai aksi selalu mendapat reaksi dari yang menerimanya. Peristiwa berlangsungnya komunikasi antarpribadi terjadi tidak berstruktur, bersifat tidak formal, tidak kaku, dan sangat luwes47.

Menurut Judy C. Pierson yang telah dikutip oleh Sasa Djuarsa terdapat enam karakteristik komunikasi antarpribadi yaitu:

46

Onong Uchana Effendy, ILmu Teori dan Filsafat Komunikasi, h. 62-63

47


(48)

a.komunikasi antarpribadi dimulai dengan diri sendiri b. bersifat transaksional

c. mencakup aspek-aspek isi pesan dan hubungan antarpribadi d. mensyaratkan adanya kedekatan fisik antara pihak-pihak yang

berkomunikasi.

e. melibatkan pihak-pihak yang saling tergantung satu sama lain dalam

proses komunikasi

g. komunikasi antarpribadi tidak dapat diulang atau diubah48. dengan karakteristik tersebut komunikasi antarpribadi dinilai ampuh untuk mengubah sikap opini atau prilaku komunikan dan hubungan ini juga menggunakan teknik komunikasi persuasif yang mempunyai pengaruh dan pengikut banyak. Sehingga dapat merubah prilaku opini atau tingkah komunikan

kedua jenis bentuk komunikasi tersebut memiliki situasi yang sama yakni tatap muka dan umpan balik yang berlangsung seketika. Adapun komunikasi antarpribadi lebih efekitif dalam mengubah sikap opini dan prilaku komunikan , karena diri komunikan tidak mungkin dikuasai seperti halnya pada komunikasi antapribadi.

48


(49)

B. Pembinaan Ibadah Dan Ruang Lingkupnya

1. Pengertian Pembinaan Ibadah

Pembinaan asal kata dari “bina” yang memiliki arti membangun, mendirikan. kata “pembinaan” yaitu kata “bina” yang

mendapat awalan – pem dan akhiran–an yang memiliki arti proses, cara, pembuatan membina, pembaharuan, penyempurnaan. Dalam

kamus besar bahasa Indonesia kata “pembinaan” memiliki arti usaha,

tindakan dan kegiatan yang dilakukan secara efisien dan efektif untuk memperoleh hasil yang lebih baik49.

Dalam kamus umum Bahasa Indonesia kata “Pembinaan” mengandung arti penyempurnaan, pembaharuan usaha, tindakan yang dilakukan secara berdayaguna untuk memperoleh hasil yang baik50.

Adapun arti kata pembinaan dari segi terminologi yaitu upaya, usaha kegiatan yang terus menerus untuk memperbaiki, meningkatkan, mengarahkan dan mengembangkan kemampuan untuk mencapai tujuan sasaran pembinaan sehari-hari baik dalam kehidupan pribadi maupun kehidupan sosial dalam masyarakat51.

Dari beberapa definisi mengenai pembinaan maka dapat disimpulkan bahwa pembinaan adalah sebuah bentuk usaha dalam mengembangkan kemampuan diri yang dilakukan oleh seseorang

49

Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 2003). h. 152

50

W.J.S Poerwadarminta, Kamus Umum Bahasa Indonesia, (Jakarta: Bulan Bintang, 1979). h. 23

51

Proyek Penerangan Bimbingan Dakwah Agama, Pembinaan Rohani Islam Pada Dharmawati, (Jakarta:Penerbit Depag, 1984). h. 126


(50)

kepada orang lain agar apa yang diinginkan atau yang menjadi tujuan dari keduanya dapat tercapai.

Pembinaan ibadah adalah sebuah bentuk usaha dalam mengembangkan kemampuan diri yang dilakukan oleh seseorang kepada orang lain yaitu seorang dai kepada mad’u dalam beribadah atau mengerjakan apa-apa yang diperintahkan Allah Swt, baik dalam ibadah yang wajib atau yang sunnah agar menjadi hamba yang lebih baik dan mendapat keridhoan Allah SWT.

a. Ruang Lingkup Ibadah

“Secara Etimologi “kata ibadah” diambil dari bahasa arab abada-yaidu-ibad-ibadatun yang artinya beribadah atau menyembah”52.

Menurut Abu Al-A’ la Al-Maududi, kata abada secara bahasa pada mulanya memiliki pengertian kedudukan seseorang kepada orang lain dan orang tersebut menguasainya oleh karena itu, ketika disebut kata alabidi dan alabidatu yang cepat tertangkap dalam pikiran orang yaitu ketundukan dia, kehinaan budak di hadapan majikan dan mengikuti segala macam perintahnya53.

Yusuf Al-Qardhawi juga menjelaskan bahwa: kata ibadah diambil dari bahasa Arab yang secara etimologi berasal dari kata

52

Atabik Ali dan Zuhdi Muhdlor, Kamus Kontemporer Indonesia Arab, (Yogyakarta: Multi Karya Grafika, Cet. 5 h. 1268

53

Yusuf Al-Qardhawi, Ibadah dalam Islam Terj. Umar Fanami, (Surabaya: PT Biru Ilmu, 1988). h. 37


(51)

abada, yaidu, yang berarti tunduk, taat, patuh, merendahkan diri. Adapun sesorang yang tunduk, patuh dan merendahkan diri dihadapan yang disembah disebut Abid ( yang beribadah)54.

Pengertian ibadah secara termologi adalah nama yang mencakup segala perbuatan yang disukai dan diridhoi oleh Allah, baik berupa perkataan maupun perbuatan. Secara sembunyi-sembunyi atau terang-terangan dalam rangka mengagungkan Allah dan mengharap ridho dan pahalanya.

Dari beberapa pengertian ibadah di atas maka dapat disimpulkan bahwa ibadah yaitu segala sesuatu yang dilakukan seseorang dengan tujuan mengharap ridho Allah dan melaksanakan apa-apa yang diperintahkan Allah atas dirinya agar mendapat pahala dan kebahagiaan di dunia dan akhirat.

b. Macam-Macam Ibadah

Ibadah ditinjau dari ruang lingkupnya terbagi atas dua macam: a. Ibadah Khashah, adalah dimana ibadah yang ketentuan dan

cara pelaksanaannya secara khusus ditetapkan oleh Nash, seperti sholat, zakat, puasa, haji, dan lain sebagainya.

b. Ibadah Ammah, adalah semua perbuatan baik yang dilakukan dengan niat yang baik dan semata-mata karena Allah SWT (ikhlas), seperti makan, minum, bekerja, amar makruf nahi

54

Yusuf Al-Qardhawi, Ibadah dalam Islam Terj. Umar Fanami, (Surabaya: PT Biru Ilmu, 1988). h. 40


(52)

munkar, berlaku adil berbuat baik kepada orang lain dan sebagainya55.

Adapun yang disunatkan dalam ibadah khususnya ibadah sholat, seperti adzan, menjawab adzan, iqomat, sholat sunanat rawatib dan berdzikir seperti tasbih dan doa56.

Pembinaan ibadah adalah sebuah bentuk usaha dalam mengembangkan kemampuan diri yang dilakukan oleh seseorang kepada orang lain yaitu seorang dai kepada mad’u dalam beribadah atau mengerjakan apa-apa yang diperintahkan Allah Swt, baik dalam ibadah yang wajib atau yang sunnah agar menjadi hamba yang lebih baik dan mendapat keridhoan Allah SWT.

C. Majelis Taklim

1. Pengertian, Fungsi dan Tujuan Majelis Taklim

Pengertian majelis taklim dalam kamus Munjid yang dikutip oleh Luis Ma’luf , kata majelis berasal dari bahasa arab yang berarti

majlis tempat duduk, berasal dari kata jalasa, majlisi, yajlisu jadi kata

majelisun merupakan isim makan (kata keterangan tempat) dari kata

jalasa yang berarti suatu tempat duduk, yang mana di dalamnya berkumpul orang orang.

Zukairin mengomentari bahwa majelis yaitu tempat berkumpulnya sekelompok orang untuk melakukan kegiatan,

55

Rahman Ritongga dan Zainuddin, fiqh Ibadah, (Jakarta: Gaya Media Pratama, 2007), Cet. Ke-1, h. 10

56


(53)

tempatnya dapat berupa masjid, rumah atau juga tempat khusus yang dibangun untuk suatu kegiatan. Sehingga dikenal sebagai majelis syuro: majelis taklim dan sebagainya.

Bila diperhatikan kata majelis taklim ini berasal dari dua kata , yaitu majelis dan taklim.

Ada beberapa arti dari kata majelis ini di antaranya:

a. Dalam Ensiklopedia Islam dikatakan bahwa majelis adalah suatu tempat yang di dalamnya berkumpul sekelompok orang untuk melakukan aktivitas atau perbuatan57.

b. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia majelis adalah pertemuan dan perkumpulan orang banyak atau bangunan tempat orang berkumpul58

Dan kata taklim berasal dari kata alama-yu’limu-ta’liman

yang artinya mengajarkan59. Dan dalam kamus besar bahasa Indonesia pengertian taklim adalah melatih manusia60.

Dari beberapa definisi taklim di atas maka dapat ditarik garis besarnya bahwa taklim adalah suatu bentuk aktif yang dilakukan oleh orang yang ahli dengan memberikan atau mengajarkan ilmu kepada orang lain. Dan bila kata majelis dan taklim dijadikan satu yaitu

57

Dewan Redaksi Ensiklopedia Islam. (ed), Majelis, Ensiklopedia Islam, (Jakarta: Ichtiar Baru Van Hoeve, 1994). h. 121

58

Depdikbud, Kamus Indonesia- Arab, (Jakarta: Bulan Bintan, 1987), cet, ke-1, h. 2

59

Asad. M. Kalah, Kamus Indonesia-Arab, (Jakarta: Bulan Bintang, 1987), cet, ke-2 h. 8

60


(54)

majelis taklim maka dapat diartikan dengan tempat pengajaran atau tempat memberikan dan mengajarkan ilmu agama61.

Adapun Fungsi majelis taklim Menurut Prof. H. M. Arifin, M. Ed. Mejelis taklim sebagai pengokoh landasan hidup manusia Indonesia, khususnya dalam bidang mental spiritual keagamaan Islam dalam rangka meningkatkan kualitas hidupnya secara integral, lahiriyah dan bathiniyah, duniawi atau ukhrawi, secara simultan (kebersamaan), sesuai tuntunan agama Islam yaitu iman dan taqwa yang melandaskan kehidupan duniawi dalam segala bidang kegiatannya62.

Menurut Nurul Huda fungsi majelis taklim sebagai lembaga pendidikan non formal adalah:

a.Membina dan mengembangkan ajaran Islam dalam rangka membentuk masyarakat yang bertaqwa kepada Allah

b. Sebagai taman rekreasi rohaniah, karena penyelenggarannya yang santai.

c. Sebagai tempat berlangsungnya silaturahmi, misal yang dapat menghidup suburkan dakwah dan ukhuwah Islamiyah.

d.Sebagai media sarana dialog berkesinambungan antara ulama dan umat.

61

Nurul Huda, Pedoman Majelis Ta’lim, (Jakarta: KODI DKI Jakarta, 1990), Cet, ke-2, h. 5.

62

M. Arifin, Kapita selekta Pendidikan (Islam dan umum), (Jakarta: Bumi Aksara, 1995), cet, ke- 3, h. 120


(55)

e.Sebagai media penyampaian gagasan yang bermanfaat bagi pembangunan umat dan bangsa pada umumnya63.

f. Adapun Dra. Hj. Tutty Alawiyah AS, dalam bukunya Strategi Dakwah di Lingkungan Majelis Taklim, merumuskan tujuan dari segi fungsinya, yaitu:

Pertama, berfungsi sebagai tempat belajar, maka tujuan majelis taklim adalah menambah ilmu dan keyakinan agama, yang akan mendorong pengalaman ajaran agama.

Kedua, berfungsi sebagai tempat kontak sosial, maka tujuannya silaturahmi.

Ketiga, berfungsi mewujudkan minat sosial maka tujuannya meningkatkan kesadaran dan kesejahteraan rumah tangga dan lingkungan jamaahnya64.

Muhsin MK pun dalam bukunya tidak memisahkan antara tujuan dan fungsi majelis taklim. Paparnya dalam bukunya yang berjudul

Manajemen Majelis Takilm”. apabila dilihat dari makna dan sejarah berdirinya majelis taklim dalam masyarakat, bisa diketahui dan dimungkinkan lembaga dakwah ini berfungsi dan bertujuan sebagai berikut:

a. Tempat Belajar-Mengajar

63

Nurul Huda, pedoman Majelis taklim, h. 9 64

Tuty Alawiyah AS, Strategi Dakwah di Lingkungan Majelis Taklim. (Bandung: Mirzan, 1997 h.5


(56)

Majelis taklim dapat berfungsi sebagai tempat kegiatan belajar mengajar umat Islam, khususnya bagi kaum perempuan dalam rangka meningkatkan pengetahuan, pemahaman, dan pengalaman ajaran Islam.

b. Lembaga Pendidikan dan Keterampilan

Majelis taklim juga berfungsi sebagai lembaga pendidikan dan keterampilan bagi kaum perempuan dalam masyarakat yang berhubungan, antara lain dengan masalah pengembangan kepribadian serta pembinaan keluarga dan rumah tangga sakinah mawaddah warohmah. Melalui Majelis taklim inilah, diharapkan mereka menjaga kemuliaan dan kehormatan keluarga dan rumah tangganya.

c. Wadah Berkegiatan dan Berkreativitas

Majelis taklim juga berfungsi sebagai wadah berkegiatan dan berkreativitas bagi kaum perempuan. Antara lain dalam berorganisasi, bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Negara dan bangsa kita sangat membutuhkan kehadiran perempuan yang sholihah dengan keahlian dan keterampilan sehingga dengan kesalehan dan kemampuan tersebut dia dapat membimbing dan mengarahkan masyarakat ke arah yang baik.


(57)

Majelis taklim juga berfungsi sebagai pusat pembinaan dan pengembangan kemampuan dan kualitas sumber daya manusia kaum perempuan dalam berbagai bidang seperti dakwah, pendidikan sosial, dan politik yang sesuai dengan kodratnya.

e. Jaringan Komunikasi, Ukhuwah dan Silaturahim

Majelis taklim juga diharapkan menjadi jaringan komunikasi, ukhuwah, dan silaturahim antar sesama kaum perempuan, antara lain dalam membangun masyarakat dan tatanan kehidupan yang Islami65

Jika kita perhatikan dengan teliti, penjelasan Muhsin MK di atas mengkhususkan majelis taklim yang pesertanya adalah dari kaum wanita. Tapi tidak menutup kemungkinan bahwa kaum lelaki pun dapat mengadakan majelis taklim. Hanya saja di Jakarta dan sekitarnya mungkin lebih banyak dikenal majelis taklim yang banyak dari kaum wanita pesertanya.

2. Macam-Macam Majelis Taklim

Majelis taklim yang tumbuh dan berkembang di dalam masyarakat Indonesia jika dikelompok-kelompokkan ada berbagai macam, antara lain dilihat dari jamaahnya, yaitu:

65


(58)

Majelis taklim kaum ibu/muslimah/perempuan, majelis taklim kaum bapak/muslimin/laki-laki, majelis taklim kaum remaja, majelis taklim anak-anak, majelis taklim campuran laki-laki dan perempuan/kaum bapak dan ibu

a. Dilihat dari organisasinya, majelis taklim ada beberapa macam, yaitu:

Majelis taklim biasa, dibentuk oleh masyarakat setempat tanpa memiliki legalitas formal kecuali hanya memberi tahu kepada lembaga pemerintahan setempat, majelis taklim berbentuk yayasan, biasanya telah terdaftar dan memiliki akte notaris, majelis taklim berbentuk ormas, majelis taklim di bawah ormas. b. Dilihat dari tempatnya, majelis taklim terdiri dari:

Majelis taklim masjid atau mushola, majelis taklim perkantoran, majelis taklim perhotelan, majelis taklim pabrik atau industri, majelis taklim perumahan66

3. Sejarah Majelis Taklim

Dilihat dari segi historis Islami, majelis taklim dengan dimensi yang berbeda-beda telah berkembang sejak zaman Rasululah saw. Pada zaman itu muncul berbagai jenis kelompok pengajian sukarela, tanpa bayaran, biasa disebut Halaqah, yaitu kelompok pengajian di Masjid Nabawi atau Masjid Al-Haram. Ditandai dengan salah satu pilar masjid untuk dapat berkumpulnya

66


(59)

peserta kelompok masing-masing dengan seorang sahabat yaitu ulama terpilih67.

Dari sejarah kelahirannya, majelis taklim merupakan lembaga pendidikan tertua dalam Islam, sebab sudah dilaksanakan sejak zaman Rasulullah saw. sekalipun tidak disebut dengan majelis taklim. Rasulullah saw menyelenggarakan sistem taklim secara priodik di rumah sahabat Arqam di Mekkah dimana pesertanya tidak dibatasi oleh usia dan jenis kelamin.

Di kalangan anak-anak pada zaman Nabi juga dikembangkan kelompok pengajian khusus yang disebut Al-Kuttab, mengajarkan baca Al-Quran, yang pada masa selanjutnya menjadi semacam pendidikan formal untuk anak-anak, karena di samping baca Al-Quran juga diajarkan ilmu agama seperti fikih, tauhid, dan sebagainya68.

Pada priode Madinah, ketika Islam telah menjadi kekuatan nyata dalam masyarakat, penyelengaraan pengajian lebih pesat. Rasulullah saw duduk di Masjid Nabawi memberikan pengajian kepada sahabat dan kaum muslimin ketika itu.

Dengan cara tersebut Nabi saw telah berhasil menyiarkan Islam, dan sekaligus berhasil membentuk karakter dan ketaatan umat. Nabi saw juga berhasil membina para pejuang Islam yang tidak saja gagah perkasa di medan

67

Hasbullah, Sejarah Pendidikan Islam ( Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1995), Cet Ke-1, h. 203.

68


(60)

perjuangan bersenjata membela dan menegakkan Islam, tetapi juga terampil dalam mengatur pemerintahan dan membina kehidupan masyarakat69.

Pengajian yang telah dilakukan oleh Rasulullah saw. tersebut dilanjutkan oleh para sahabat, Tabi’ Al-tabi’in dan sampai sekarang berkembang dengan nama majelis taklim, yaitu pengajian yang diasuh dan dibina oleh tokoh agama/ulama.

Pada masa puncak kejayaan Islam, terutama disaat Bani Abbas berkuasa, majelis taklim di samping dipergunakan sebagai tempat menimba ilmu, juga menjadi tempat para ulama dan pemikir menyebarluaskan hasil penemuan atau ijtihadnya. Barangkali tidak salah bila dikatakan bahwa para ilmuan Islam dalam berbagai disiplin ilmu ketika itu merupakan produk dari majelis taklim.

Sementara di Indonesia, terutama disaat-saat penyiaran Islam oleh para Wali dahulu, juga mempergunakan majelis taklim untuk menyampaikan dakwah.

Dengan demikian, majelis taklim juga merupakan lembaga pendidikan tertua di Indonesia. Barulah kemudian seiring dengan perkembangan ilmu dan pemikiran dalam mengatur pendidikan, di samping Majelis Taklim yang bersifat non-formal, tumbuh lembaga pendidikan yang formal, seperti Pesantren, Madrasah, dan Sekolah.

69

Hasbullah, Sejarah Pendidikan Islam ( Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1995), Cet Ke-1, h. 209.


(61)

KH. Abdullah Syafi’ie (1910-1985) adalah orang pertama yang memperkenalkan istilah majlis ta’lim (sering ditulis ; majelis taklim). Beliau mengembangkan pengajian di masjid Al-Barkah yang beliau sebut dengan majelis taklim, baik untuk bapak-bapak maupun yang dikhususkan untuk ibu-ibu. Akhirnya istilah majelis taklim menjadi trade mark dari pengajian-pengajian KH. Abdullah Syafi’ie. Sebelum itu orang jika ingin menghadiri pengajian tidak pernah menyebutnya pergi ke majlis taklim, tetapi lebih suka menyebutnya mau pergi ke pengajian70.

Penamaan majlis taklim akhirnya melahirkan identitas tersendiri yang membedakan dengan pengajian umum biasa, yaitu sifatnya yang tetap dan berkesinambungan. Akhirnya terbukti bahwa kegiatan yang bersifat majlis taklim itu menjadi kebutuhan masyarakat Islam, baik di kota-kota yang sibuk maupun di desa-desa yang terpencil.

Jadi, menurut pengalaman historis, sistem majelis taklim telah berlangsung sejak awal penyebaran Islam di Saudi Arabia, kemudian menyebar ke berbagai penjuru dunia Islam di Asia, Afrika, dan Indonesia pada khususnya sampai sekarang.

Dari uraian di atas maka dapat disimpulkan bahwa mejelis taklim memiliki fungsi dan tujuan sebagai lembaga pendidikan non formal keagamaan khususnya agama Islam, yang berupaya menjadi sarana bagi terwujudnya

70

http://bintuahmad.wordpress.com/2012/04/09/majelis-talim-seputar-pengertian-kedudukan-fungsi-dan-tujuan/


(62)

orang -orang muslim yang ingin memperoleh pengetahuan agama atau ajaran Islam lebih dalam, agar menjadi manusia yang memahami agama Islam secara kaffah. Untuk meraih kebahagiaan di dunia dan akhirat.


(63)

BAB III

GAMBARAN UMUM MAJELIS TAKLIM MUSLIMAT NU DAN AL- BARKAH

A. Majelis Taklim Muslimat NU

1. Sejarah Berdirinya Majelis Taklim Muslimat NU71.

a. Internal:perkembangan Nahdlatul Ulama sebagai organisasi kegamaan membutuhkan peran perempuan dalam mentradisikan

ajaran Ahlussunnah Wal Jama’ah.

b. Dari segi eksternal: sejak 1917 telah muncul oragnisasi perempuan seperti Aisyiyah, Persistri (wanita Persis), Wanita Syarikat Islam Indonesia (PSII) maupun wanita Al-Irsyad.

c. Dinamika perlunya membentuk organisasi perempuan NU ke-13 di menes Banten tahun 1938 (masih menjadi perdebatan diantara ulama)

d. Rumusan berdirinya Muslimat NU dibahas pada Muktamar ke-14 di Magelang tahun 1939. Komisi bidang perempuan dipimpin Ny Djuaesih. Dihadiri perwakilan Muntilan, Sukoharjo, Kroya, Wonosobo, Surakarta, Magelang, Parakan, Purworejo dan Bandung. Rumusan lengkap AD/ART dibahas pada muktamar ke 15 tahun 1940 di Surabaya namun belum disetujui peserta Muktamar.

71


(64)

e. Mukatamar NU ke-16 di Purwokerto pada 29 Maret 1946 mensahkan berdirinya organisasi Muslimat NU yang waktu itu bernama Oelama Muslimat (NOM). Ulama yang Muslimat antara lain KH Moh Dahlan, Saifuddin Zuhri, sebagai ketua Umum, Ibu Nyai Chodijah Dahlan dari Pasuruan.

f. Masa Pra kemerdekaan

Bergabung dalam perjuangan revolusi dalam kegiatan seperti menjadi kurir, mengelola dapur umum, mengumpulkan bahan makanan, pakaian, obat-obatan bahkan mengangkat senjata dalam barisan Hizbullah, Sabillah, Palang Merah Indonesia dll.

g. Kiprah Masa Orde Lama

Muktamar NU ke 19 di Palembang pada tahun 1952, Muslimat NU menjadi Badan otonom. Pada Kongres Muslimat NU tahun 1954, Muslimat NU minta kepada PBNU untuk dapat dicalonkan sebagai anggota legislatif. Kongres juga menetapkan pemilihan pimpinan Muslimat NU secara demokratis.

Dalam pemilu 1955, Muslimat berhasil menempatkan 5 wakilnya dalam Fraksi partai NU, Ibu Mahmudah Mawardi, dan Ibu Maryam Kantasumpena dari Jawa Tengah, Ibu Maryam Djunaidi dan Ibu Hadiniyah Hadi dari Jawa Timur dan Ibu Asmah Syahruni dari Kalimantan Selatan.

Berperan serta dalam Program pemberdayaan perempuan Nasional dengan masuknya Muslimat NU sebagai salah satu ketu


(65)

jajaran KOWANI (ny Mahmudah Mawardi 1956-1965, Ny HAS Wahid Hasyim, 1966-1968, Ny. Asmah Syachruni, 1968-1973, Farida Purnama.

h. Kiprah Masa Orde Baru

Setelah G30S/PKI berlalu dan Negara kembali normal, pemerintah sangat phobia terhadap parpol Ormas Pesantren. Dalam kehidupan politik dilakukan pengelompokan masyarakat ke dalam: kekaryaan, Nasoinalis dan Agama. Hanya ada parpol: Golongan karya, PDI (Fusi PNI, Partai Katolik, Partai Kristen dsb) dan Partai Persatuan Pembangunan (Fusi Partai NU, Masyumi dsb).

Dilingkungan Ormas, Keagamaan Pemerintah juga terlihat. Pokoknya pembatasan-pembatasan diberlakukan Guru, PNS, Istri-istri yang suaminya tergabung di BUMN, BUMD dsb dilarang ikut Ormas apakah itu ORmas perempuan maupun Ormas umum.

Untuk menyiasati itu maka pada tahun 1963, tokoh-tokoh Muslimat, mula-mula tanpa NU, kemudian setelah keadaan kondusif ditambahkan kata NU.

Hubungan Muslimat NU dengan pemerintah tidak mesra seperti sekarang namun kucing-kucingan. Kepengurusan NU dan seluruh Banom mengalami kekosongan guru, PNS dsb. Kepengurusan NU sejak 1967 hingga 1979 vakum.

Baru setelah melalui perjuangan panjang dan melelahkan dapat melaksanakan kongres NU dan Kongres Muslimat serta


(66)

Fatayat NU tahun 1979 di Semarang. Terpilih sebagai ketua umum Ibu Asmah Syahruni menggantikan Ibu Mahmudah Mawardi

i. Kiprah Era Reformasi

Dalam masa reformasi, keterbukaan menjadi keuntungan bagi Muslimat NU. Tokoh-tokoh muslimat NU bermunculan ke permukaan dan memainkan perannya dengan baik di pemerintah legislatif maupun lembaga formal lainnya

Muslimat NU dapat mengambil peran secara optimal. Hubungna dengan PBNU makin baik dan hubungan berbagai pihak berdatangan. Keberhasilan Muslimat NU sekarang ini tidak terlepas dari perjuangan dan keberhasilan tokoh-tokoh Muslimat NU yang terdahulu.

Adapun Muslimat NU yang ada berdiri pada tanggal 29 Maret 1946 secara Nasional di Depok sendiri pada tahun 1998. Pada periode 1998-2011 Muslimat NU Depok diketuai oleh: Dra Hj Dedeh Rosyidah dan periode 2011-2016 : diketuai oleh Hj Dewi Syarifah, MSi.


(67)

2. Visi dan Misi Majelis Taklim Muslimat NU72 a) Visi Muslimat NU

Terwujudnya wanita Indonesia yang sadar beragama, berbangsa dan bernegara serta berkualitas, mandiri dan sadar akan hak dan kewajibannya menurut ajaran Islam Ahlus Sunnah Wal Jamaah. b) Misi Muslimat NU

a. Mempersatukan gerak langkah wanita Ahlu sunnah wal jamaah.

b. Menanamkan dan melaksanakan akhlakul karimah dalam kehidupan sehari hari

c. Meningkatkan kualitas SDM wanita muslimah, sehingga menjadi mar’atus shalihah untuk memperkuat rasa tanggung jawab terhadap Agama, Bangsa dan Negara73.

3. Profil Majelis Taklim Muslimat NU74

Majelis Taklim muslimat NU ini berdiri pada tanggal 29 Maret 1946 dan di Depok sendiri berdiri pada Tahun 1998 di dalam Majelis Taklim ini tidak hanya bernaung pada dakwah saja, namun begitu banyak kegiatan lain yang terdapat dalam Majelis Taklim Muslimat NU, di antaranya Muslimat NU ini bergerak dalam bidang sosial kesehatan, lingkungan hidup, pendidikan dan pengkaderan , penerangan dan dakwah, ekonomi dan koperasi, tenaga kerja, hukum dan advokasi, membina kerja sama dengan bandan-badan organisasi lain.

72

Sumber: Arsip Majelis Taklim Muslimat NU

73

Sumber: Arsip Majelis Taklim Muslimat NU

74 Ibid.,


(68)

Muslimat NU memiliki banyak cabang dan di Jakarta sendiri Muslimat NU berpusat di Masjid Istiqlal, dan di kota Depok Majelis Taklim Muslimat NU letakknya di Balaikota Depok atau kantor Walikota Depok.

Majelis Taklim yang memiliki lebih dari 500 jamaah ini banyak mengadakan kegiatan-kegiatan gabungan dengan Majelis Taklim NU lain yang ada di kota yang berbeda, seperti contoh pada tanggal 14 januari 2014 Majelis Taklim ini mengadakan pengajian bulanan yang diadakan di Masjid Kubah Emas Depok, jamaah yang hadir lebih kurangnya 13000 orang jamaah dari berbagai kota.

Kesimpulan dari profil majelis taklim NU ini, memiliki tujuan yang sangat jelas yaitu menyatukan wanita Indonesia agar berpegang teguh dalam agama dan menurut ajaran Islam yang Ahlussunnah Wal Jamaah.

Struktur profil Pimpinan Cabang Muslimat NU Kota Depok75. 1. Nama Lembaga: Pimpinan Cabang Muslimat NU

Kota Depok

Alamat Lembaga: JL. Nusantara Raya No. 5-7 Depok Kelurahan: Depok jaya

Kecamatan: Pancoran Mas

Kota: Depok

Provinsi: Jawa Barat 2. Pendirian: 29 Maret 1946 ( Nasional)

75


(69)

Di Depok berdiri 9 mei 2011 3. Nama Pengasuh: KH. Burhanudin Marzuki.

4. Alamat Pengasuh: Pesantren Qotrun Nada Cipayung Depok

5. Ketua Pengurus: Hj. Dewi Syarifah, MSi

6. Alamat Pengurus: Beji Rt 04 RW 16 Kota Depok Periode 1998-2011: Dra Hj Dedeh Rosyidah Periode 2011-2016: Hj Dewi Syarifah, MSi 7. Jumlah Ustaz/Ustazah: 10 orang

A. KH. Burhanudin Marzuki B. KH. Yusuf Hidayat, MA C. Prof DR KH Manarul Hidayat D. KH. Syihabuddin

E. Ustazah Dedeh Rosyidah F. Ustazah Yuyun Yuliyana G. Ustazah Titiek Aisyah H. Ustazah Rumini I. Ustazah Hj Suharti J. Ustazah Hj Siti Hasanah

8. SK Pengurus: SK ketua PP Muslimat NU, Hj KHofifah Indra Parwansa.

9. Jumlah Struktur dan perangkat


(1)

(Penulis Fhto bersama Jamaah Majelis Taklim Muslimat NU)


(2)

(Penulis Fhoto Bersama Ibu Asti selaku Jamaah Majelis taklim Muslimat NU)


(3)

KEGIATAN PENGAJIAN MAJELIS TAKLIM MUSLIMAT NU


(4)

KEGIATAN PENGAJIAN MAJELIS TAKLIM MUSLIMAT NU

(Penulis Fhto bersama KH. BUrhanuddin Marzuki dan Jamaah Muslimat NU)


(5)

( Ustadzah Yuliyana Saat memimpin Pengajian di Majelis taklim Jamiatul Umahat selaku Anak cabang dari Majelis

Taklim Muslimat NU)

(Jamaah Majelis Taklim Jamiatul Umahat selaku Anak cabang dari Majelis Taklim Muslimat NU)


(6)