Pendugaan Daerah Penangkapan Ikan Potensial Menggunakan Model Hidrodinamika-Ekosistem (Studi Kasus Teluk Palabuhanratu dan Sekitarnya).
PENDUGAAN DAERAH PENANGKAPAN IKAN POTENSIAL
MENGGUNAKAN MODEL HIDRODINAMIKA-EKOSISTEM
(STUDI KASUS TELUK PALABUHANRATU DAN
SEKITARNYA)
SANTOSO
DEPARTEMEN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK
CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul Pendugaan
Daerah Penangkapan Ikan Potensial Menggunakan Model HidrodinamikaEkosistem (Studi Kasus Teluk Palabuhanratu dan Sekitarnya) adalah benar karya
saya sendiri dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum pernah diajukan
dalam bentuk apapun ke perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang
berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari
penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di
bagian akhir skripsi ini.
Bogor, Agustus 2015
Santoso
NIM C44094002
ABSTRAK
SANTOSO. Pendugaan Daerah Penangkapan Ikan Potensial Menggunakan Model
Hidrodinamika-Ekosistem (Studi Kasus Teluk Palabuhanratu dan Sekitarnya).
Dibimbing oleh BUDY WIRYAWAN dan PRIHATIN IKA WAHYUNINGRUM
Metode pendugaan daerah potensial penangkapan ikan mempunyai peran
penting dalam membantu keberhasilan penangkapan ikan. Oleh karena itu,
pendugaan daerah potensial penangkapan ikan dengan menggunakan metode dan
penerapan pada lokasi yang tepat sangat diperlukan guna membantu keberhasilan
penangkapan ikan. Tujuan dari penelitian ini adalah menduga dan memetakan
daerah potensial penangkapan ikan di area yang sempit yakni di Perairan Teluk
Palabuhanratu dan sekitarnya. Daerah potensial penangkapan ikan diduga dengan
menggunakan analisis spasial lima parameter fisik-kimia perairan, yakni klorofil-a,
oksigen terlarut, arus, suhu dan salinitas menggunakan model hidrodinamikaekosistem. Hasil penelitian menunjukkan bahwa daerah potensial penangkapan
ikan bervariasi sepanjang tahunnya. Saat Musim Barat dan Musim Peralihan 1
posisi dearah penangkapan ikan potensial tinggi secara konsisten berada di sekitar
perairan pantai, sedangkan pada Musim Timur dan Musim Peralihan 2 hampir
semua lokasi penelitian menjadi daerah potensial penangkapan dari potensial
sedang hingga potensial tinggi.
Kata kunci: daerah potensial penangkapan ikan, model hidrodinamika-ekosistem,
Teluk Palabuhanratu, parameter fisik-kimiawi perairan
ABSTRACT
SANTOSO. Estimation of Potential Fishing Ground by Using HydrodynamicEcosystem Model (Case Study at Palabuhanratu bay and Its Surroundings).
Supervised by BUDY WIRYAWAN and P. IKA WAHYUNINGRUM.
Methods to estimate potential fishing ground play an important role in
fishing activities. Therefore, the application of appropriate methods and the right
location is needed to support the success of fishing. This study aimed to estimate
and mapping the potential fishing area in the Palabuhanratu bay and its
surroundings. Potential fishing ground was estimated by spatial analysis on
waters parameters, which were chemical and physical parameters, such as
chlorophyll-a, dissolved oxygen, current, temperature and salinity using
hydrodynamic-ecosystem models. Results showed that throughout the year
fishing ground are quite dynamic, when West Monsoon (December-February) and
Transitional Season 1 (March-May) the high potential fishing ground located
around the coast. While in East Monsoon (June-August) and Transitional Season
2 (September-November) almost all area were medium potential fishing ground
until high potential fishing ground.
Key words: fishing ground, hydrodynamic-ecosystem model, Palabuhanratu bay,
waters parameters of chemical physics
PENDUGAAN DAERAH PENANGKAPAN IKAN POTENSIAL
MENGGUNAKAN MODEL HIDRODINAMIKA-EKOSISTEM
(STUDI KASUS TELUK PALABUHANRATU DAN
SEKITARNYA)
SANTOSO
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Perikanan
pada
Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan
DEPARTEMEN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015
Judul Skripsi
: Pendugaan Daerah Penangkapan Ikan potensial Menggunakan
Model Hidrodinamika-Ekosistem (studi Kasus - Teluk
Nama
; Santoso
NIM
: C44094A02
: Teknologi dan Manajemen perikanan Tangkap
Palabuhanratu dan Sekitarnya)
Program Studi
Disetujui oleh
Pembimbing
I
Pembimbing II
Diketahui oleh
Tanggal Lulus
:
.:
il
,:,1
jar lli iI:
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas
segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang
dipilih dalam penelitian ini adalah daerah penangkapan ikan, dengan judul
“Pendugaan Daerah Penangkapan Ikan Potensial Menggunakan Model
Hidrodinamika Ekosistem (Studi Kasus Teluk Palabuhanratu dan Sekitarnya)”.
Terima kasih penulis ucapkan kepada pihak yang telah banyak membantu dan
memberikan masukan terutama kepada:
1) Bapak Dr Ir Budy Wiryawan, MSc dan Prihatin Ika Wahyuningrum, SPi, MSi
selaku pembimbing yang telah banyak memberikan bimbingan, masukan dan
saran;
2) Bapak Prof Dr Ir Mulyono S. Baskoro, MSc selaku dosen penguji yang telah
memberikan masukan dan saran;
3) Bapak Iin Solihin, SPi, MSi selaku komisi pendidikan yang telah memberikan
masukan dan saran;
4) Istri dan anak tercinta atas pengertiannya, karena saya telah banyak
mengambil waktunya;
5) Bapak, Ibu, serta seluruh keluarga, atas segala doa yang telah diberikan;
6) Rekan-rekan Lab. Oseanografi, atas semua fasilitas dan dorongan yang
diberikan
Tiada satu pun yang sempurna di dunia ini. Atas segala kekurangan yang
ada, penulis menerima segala masukan dan saran yang membangun. Semoga
karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor, Agustus 2015
Santoso
DAFTAR ISI
ABSTRAK
PRAKATA
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR LAMPIRAN
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Tujuan Penelitian
Manfaat Penelitian
METODE
Waktu dan Lokasi Penelitian
Alat dan Bahan
Pengumpulan dan Pengolahan data
Sampel air laut dan sungai
Data pasang surut
Data batimetri
Data meteorologi
Data debit sungai
Data suhu dan salinitas
Data klorofil-a
Data nutrien dan kimia perairan
Data posisi rumpon
Analisis Data
Model hidrodinamika dan model ekosistem
Analisis daerah penangkapan potensial
HASIL DAN PEMBAHASAN
Karakteristik Fisika Kimiawi dan Biologi
Hasil Pemodelan
Pola arus
Sebaran suhu permukaan laut
Sebaran salinitas permukaan laut
Sebaran DO (Oksigen terlarut)
Sebaran klorofil-a
Sebaran nitrat (NO3)
Sebaran fosfat (PO4)
Daerah Penangkapan Ikan Potensial
KESIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Saran
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
RIWAYAT HIDUP
ii
vi
vii
viii
viii
ix
1
1
2
2
2
2
3
3
4
4
5
5
5
5
5
6
6
6
6
7
10
10
11
12
17
22
27
32
37
42
47
54
54
55
55
57
64
DAFTAR TABEL
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
Alat dan bahan yang digunakan dalam penelitian
Penilaian klorofil-a berdasarkan nilai kelas konsentrasi
Penilaian oksigen terlarut terhadap kelangsungan hidup ikan
Penilaian klasifikasi kecepatan arus untuk indikator keberadaan ikan
Penilaian suhu sebagai indikator keberadaan ikan
Penilaian salinitas sebagai indikator keberadaan ikan
Deskripsi statistik kecepatan arus secara spasial berdasarkan arus ratarata bulanan hasil model
Deskripsi suhu permukaan secara spasial berdasarkan suhu rata-rata
bulanan hasil simulasi model
Deskripsi statistik salinitas permukaan secara spasial berdasarkan
salinitas rata-rata bulanan hasil simulasi model
Deskripsi statistik oksigen terlarut permukaan secara spasial berdasarkan
oksigen terlarut rata-rata bulanan hasil simulasi model
Deskripsi statistik secara spasial klorofil-a di permukaan berdasarkan
rata-rata bulanan hasil simulasi model
Deskripsi statistik secara spasial nitrat di permukaan berdasarkan ratarata bulanan hasil simulasi model
Deskripsi statistik secara spasial fosfat permukaan berdasarkan rata-rata
bulanan hasil simulasi model
Luasan daerah potensial penangkapan ikan berdasarkan bulan
3
7
8
8
9
9
12
17
22
27
32
37
42
48
DAFTAR GAMBAR
1 Lokasi penelitian dan titik lokasi pengambilan data primer dan sekunder
2 Karakteristik kimiawi dan biologi hasil sampling sesaat di lokasi
penelitian. A=Suhu; B=Salinitas C=Oksigen terlarut; D=Klorofil-a;
E=Nitrat; F=Fosfat
3 Pola arus permukaan rata-rata bulanan berdasarkan simulasi model
selama setahun. A=Januari; B=Februari; C=Maret
4 Suhu permukaan laut rata-rata bulanan berdasarkan hasil simulasi model
selama setahun. A=Januari; B=Februari; C=Maret
5 Salinitas permukaan laut rata-rata bulanan berdasarkan hasil simulasi
model selama setahun. A=Januari; B=Februari; C=Maret
6 Pola sebaran oksigen terlarut rata-rata bulanan berdasarkan hasil
simulasi model selama setahun. A=Januari; B=Februari; C=Maret
7 Pola sebaran klorofil-a rata-rata bulanan berdasarkan hasil simulasi
model selama setahun. A=Januari; B=Februari; C=Maret
8 Pola sebaran nitrat rata-rata bulanan berdasarkan hasil simulasi model
selama setahun. A=Januari; B=Februari; C=Maret
9 Pola sebaran fosfat rata-rata bulanan berdasarkan hasil simulasi model
selama setahun. A=Januari; B=Februari; C=Maret
10 Peta daerah potensial penangkapan ikan bulan Januari berdasarkan
penilaian parameter klorofil-a, oksigen terlarut, arus, suhu dan salinitas
4
11
13
18
23
28
33
38
43
48
11 Peta daerah potensial penangkapan ikan bulan Februari berdasarkan
penilaian parameter klorofil-a, oksigen terlarut, arus, suhu dan salinitas
12 Peta daerah potensial penangkapan ikan bulan Maret berdasarkan
penilaian parameter klorofil-a, oksigen terlarut, arus, suhu dan salinitas
13 Peta daerah potensial penangkapan ikan bulan April berdasarkan
penilaian parameter klorofil-a, oksigen terlarut, arus, suhu dan salinitas
14 Peta daerah potensial penangkapan ikan bulan Mei berdasarkan
penilaian parameter klorofil-a, oksigen terlarut, arus, suhu dan salinitas
15 Peta daerah potensial penangkapan ikan bulan Juni berdasarkan
penilaian parameter klorofil-a, oksigen terlarut, arus, suhu dan salinitas
16 Peta daerah potensial penangkapan ikan bulan Juli berdasarkan penilaian
parameter klorofil-a, oksigen terlarut, arus, suhu dan salinitas
17 Peta daerah potensial penangkapan ikan bulan Agustus berdasarkan
penilaian parameter klorofil-a, oksigen terlarut, arus, suhu dan salinitas
18 Peta daerah potensial penangkapan ikan bulan September berdasarkan
penilaian parameter klorofil-a, oksigen terlarut, arus, suhu dan salinitas
19 Peta daerah potensial penangkapan ikan bulan Oktober berdasarkan
penilaian parameter klorofil-a, oksigen terlarut, arus, suhu dan salinitas
20 Peta daerah potensial penangkapan ikan bulan November berdasarkan
penilaian parameter klorofil-a, oksigen terlarut, arus, suhu dan salinitas
21 Peta daerah potensial penangkapan ikan bulan Desember berdasarkan
penilaian parameter klorofil-a, oksigen terlarut, arus, suhu dan salinitas
49
49
50
50
51
51
52
52
53
53
54
DAFTAR LAMPIRAN
1 Grafik pasang surut pengukuran dari BIG dan pasang surut ramalan
yang digunakan sebagai input pemodelan
2 Karakteristik batimetri daerah penelitian
3 Karakteristik data meteorologi (angin, suhu udara, curah hujan) lokasi
penelitian yang digunakan sebagai input pemodelan
4 Karakteristik data debit sungai hasil pengukuran sesaat dan debit Sungai
Cimandiri dari PUSAIR Bandung
5 Suhu dan salinitas sekunder yang digunakan sebagai kondisi batas
pemodelan hidrodinamika
6 Kloofil-a sekunder yang digunakan sebagai kondisi batas pemodelan
ekosistem
7 Nutrien (nitrat, nitrit, amonia, fosfat) dan kimia perairan (DO, AOU)
yang digunakan sebagai kondisi batas pemodelan ekosistem
8 Koordinat posisi rumpon Palabuhanratu dan sekitarnya
9 Verifikasi hasil model
57
57
58
60
60
61
61
62
63
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Umumnya nelayan Indonesia masih banyak menentukan daerah
penangkapan ikan menggunakan pengetahuan alamiah, baik musim maupun
wilayah potensial penangkapan. Cara penentuan tersebut masih tergolong
tradisional, daerah relatif tetap dan dalam jangkauan yang relatif sempit. Indikator
yang digunakan dalam penentuan daerah penangkapan ikan tersebut juga terbilang
tidak terukur yang hanya mengandalkan fenomena alam yang terjadi disekitar.
Akibatnya nelayan tidak mampu mengatasi perubahan kondisi oseanografi dan
cuaca yang berkaitan erat dengan perubahan daerah penangkapan ikan yang
berubah secara dinamis. Selanjutnya dapat diperkirakan kegiatan penangkapan
ikan menjadi kurang efektif, boros waktu dan bahan bakar serta hasilnya pun
kurang optimal.
Salah satu upaya untuk mengatasi permasalahan ini adalah penelitian
untuk menentukan zona potensial daerah penangkapan ikan. Penelitian terkait
dengan penentuan daerah potensial penangkapan ikan hingga saat ini cukup
berkembang seiring perkembangan teknologi. Beberapa metode yang cukup
populer hingga saat ini adalah pemanfaatan data citra satelit dan survei
hidroakustik untuk menduga daerah penangkapan ikan. Pemanfaatan citra satelit
umumnya mampu menyajikan beberapa data parameter oseanografi yang terkait
dengan keberadaan ikan diantaranya suhu, klorofil-a, beda muka laut dan pola
arus, sedangkan survei hidroakustik mampu mendeteksi kelimpahan ikan secara
realtime di kolom perairan. Dua metode yang telah disebutkan mempunyai
kelebihan dan kelemahan dalam penerapannya. Metode pemanfaatan citra satelit
mampu menampilkan informasi data dalam skala spasial yang luas, akan tetapi
untuk kasus area yang relatif sempit seperti perairan teluk metode ini kurang
informatif atau kurang akurat. Metode survei hidroakustik mampu memberi
informasi keberadaan ikan secara langsung di kolom perairan, akan tetapi
informasi tersebut sifatnya hanya sesaat mengingat keberadaan ikan di perairan
bersifat dinamis tergantung parameter yang mempengaruhinya, terlebih lagi
cakupan areanya cenderung sempit dan biaya yang dikeluarkan untuk survei
dengan menggunkan metode ini relatif mahal.
Salah satu metode pendugaan daerah potensial penangkapan ikan yang
hingga saat ini jarang dilakukan adalah dengan menggunakan model matematik
gabungan antara hidrodinamika dan ekosistem. Keluaran atau hasil model ini
mampu menyajikan informasi paramater-paramater oseanografi yang terkait
dengan keberadaan ikan di perairan dengan skala waktu dan ruang (spasial) yang
relatif detail sesuai dengan keinginan atau tergantung bagaimana mengatur
seberapa detail keluaran model yang diinginkan. Informasi yang diperoleh dari
model ini juga bersifat dinamis sesuai dengan kondisi laut yang memang dinamis,
sehingga model ini dirasa mampu menjawab permasalahan-permasalahan metode
yang digunakan sebelumnya untuk pendugaan daerah penangkapan ikan potensial.
Penelitian ini mengambil lokasi studi kasus Teluk Palabuhanratu karena
Teluk Palabuhanratu merupakan salah satu perairan yang memiliki potensi ikan
pelagis kecil cukup banyak. Hal ini ditunjukkan dari banyaknya nelayan yang
sering melakukan penangkapan ikan di perairan tersebut dengan menggunakan
2
berbagai macam alat tangkap seperti payang,
hanyut (PPN Palabuhanratu, 2012).
purse seine, gillnet dan rawai
Penelitian Sebelumnya
Penelitian terkait dengan pendugaan daerah penangkapan ikan potensial di
Perairan Teluk Palabuhanratu pernah dilakukan oleh Simbolon dan Girsang
(2009), akan tetapi penelitian tersebut masih tergolong pendek dalam skala
temporal dan tidak melibatkan hidrodinamika perairan. Koropitan et al (2002)
telah melakukan penelitian terkait dengan model ekosistem di Perairan Teluk
Palabuhanratu, namum penelitian tersebut hanya untuk melihat dinamika nutrien
saja bukan untuk melihat daerah penangkapan ikan potensial. Fitria (2012)
melakukan penelitian produktivitas penangkapan pancing di sekitar rumpon
Palabuhanratu, namun peletakkan rumpon tersebut belum berdasarkan analisis
area potensial penangkapan. Penelitian mengenai pendugaan daerah penangkapan
ikan potensial menggunakan model gabungan hidrodinamika-ekosistem di
Perairan Teluk Palabuhanratu belum pernah dilakukan sebelumnya, sehingga
penelitian terkait dengan pendugaan daerah penangkapan ikan potensial dengan
metode ini sangat diperlukan.
Tujuan Penelitian
Kegiatan penelitian ini bertujuan untuk:
1) Mengetahui karakteristik fisika-kimiawi perairan Teluk Palabuhanratu dan
sekitarnya secara spasial dan temporal
2) Menduga dan memetakan daerah penangkapan ikan potensial berdasarkan
beberapa parameter oseanografi di Perairan Teluk Palabuhanratu dan
sekitarnya
Manfaat Penelitian
Setelah dilakukannya penelitian, beberapa manfaat yang diharapkan dari
penelitian ini adalah:
1) Memberikan informasi kepada pemangku kepentingan mengenai karakteristik
fisika-kimiawi di Perairan Teluk Palabuhanratu
2) Memberikan informasi kepada nelayan khususnya nelayan artisanal mengenai
daerah penangkapan ikan potensial
3) Memperkaya informasi tentang alternatif metode pendugaan daerah
penangkapan ikan potensial dengan menggunakan model matematik
hidrodinamika-ekosistem
METODE
Waktu dan Lokasi Penelitian
Waktu yang dibutuhkan dalam penelitian ini selama empat bulan (Desember
2014-Maret 2015) yang dibagi dalam dua tahapan. Tahapan tersebut adalah
pengambilan data lapangan dan simulasi pemodelan. Pengambilan data lapangan
dilakukan pada Desember 2014 yang dilanjutkan dengan analisis contoh (sampel)
air di Laboratorium Produktivitas Lingkungan MSP-FPIK IPB. Simulasi
pemodelan dilakukan pada Januari-Maret 2014, yang meliputi pengumpulan dan
analisis data sekunder, penyusunan model numerik, simulasi dan analisis hasil
3
simulasi. Proses simulasi pemodelan dilakukan di Laboratorium Data Processing
ITK-FPIK IPB. Lokasi penelitian berada di sekitar Teluk Palabuhanratu,
Sukabumi, Jawa Barat dengan posisi koordinat 105° 29' 27,68" BT-106° 58'
29,85" BT dan 6° 45' 54,90" LS-7° 49' 5,06" LS
Alat dan Bahan
Alat dan bahan yang digunakan dalam penelitian ini ditabulasikan dalam
Tabel 1.
Tabel 1 Alat dan bahan yang digunakan dalam penelitian
ALAT DAN BAHAN
KEGUNAAN
Perangkat Survei Lapangan
Kapal (ukuran 30 GT)
Mobilisasi di perairan laut
GPS (Global Positioning System)
Penentuan Posisi
CTD (Conductivity Temperature Depth)
Mengukur parameter fisik perairan
Current Meter
Mengukur arah dan kecepatan arus
DO meter
Mengukur DO
Botol Van Dorn
Mengambil sampel air laut
Botol Sampel
Tempat sampel air laut
Spektrofotometer
Mengukur nilai absorbansi sampel
Pompa Vakum
Penyedot sampel air untuk analisis
kimia
Perangkat Analisis Data
Perangkat lunak komputer (Microsoft
Excel 2010, ODV 4.3, software
pemetaan, DHI MIKE 2012)
Simulasi, visualisasi dan analisis data
Pengumpulan dan Pengolahan data
Data yang digunakan dalam penelitian ini meliputi data primer dan data
sekunder. Data primer diambil secara langsung di lapangan, selanjutnya data
sekunder dikumpulkan dari berbagai lembaga Instansi Pemerintah yang berkaitan
dengan data keperluan penelitian, maupun dari situs internet penyedia data. Data
yang diambil langsung di lapangan meliputi paramater fisika-kimiawi, yakni suhu,
salinitas, DO (oksigen terlarut), BOD (oksigen biologis), fosfat (PO4), amonia
(NH4), nitrat (NO3), nitrit (NO2) dan debit sungai yang mengalir ke perairan di
wilayah penelitian. Beberapa data sekunder yang digunakan dalam penelitan ini
adalah pasang surut, batimetri, data meteorologis (angin, curah hujan, evaporasi),
debit sungai, suhu, salinitas, klorofil-a, dan nutrien (nitrat dan fosfat). Lokasi
pengambilan data di lapangan maupun koordinat pengambilan data sekunder
tersaji dalam Gambar 1
4
Gambar 1 Lokasi penelitian dan titik lokasi pengambilan data primer dan
sekunder
Sampel air laut dan sungai
Pengambilan sampel air terdiri dari 3 titik di laut dan 3 titik di sungai
(S.Cimandiri, S.Cimaja, S.Cibareno) dengan menggunakan botol Van Dorn PVC.
Parameter yang diperoleh dari sampel air tersebut meliputi kandungan nutrien
(nitrat, nitrit, amoniak, fosfat), BOD (Biologycal Oxygen Demand) dan klorofil-a.
Selain pengambilan sampel air juga dilakukan pengukuran secara langsung
meliputi parameter oksigen terlarut (Dissolve Oxygen) menggunakan DO meter.
Konsentrasi nutrien dan klorofil-a dari air sampel tersebut diperoleh
dengan menganalisis menggunakan metode spektrofotometer. Sebelum dianalisis
sampel air sebanyak 250 ml disaring menggunakan kertas saring nucleopore
(diameter 47 mm dan porositas 0,2 μm). Penyaringan dilakukan setidaknya 6 jam
setelah sampling. Perolehan nilai BOD dari air laut dengan menggunakan metode
inkubasi selama 5 hari dengan suhu 20 oC. Hasil analisis data sampel air tersebut
selanjutnya digunakan untuk verifikasi hasil model.
Data pasang surut
Penelitian ini menggunakan dua jenis data pasang surut (pasut), yakni data
pasut hasil pengukuran untuk verifikasi model hidrodinamika dan data prediksi
pasut sebagai masukan (input) model atau syarat batas pemodelan (boundary
condition). Data pasut untuk verifikasi model tidak dilakukan pengukuran secara
langsung di lapangan, namun data tersebut diperoleh dari Badan Informasi
Geospasial (BIG) yang diukur secara langsung di stasiun Palabuhanratu. Data
pasut untuk masukan model diperoleh dari hasil prediksi Danish Hydraulic
Laboratory (DHI) dengan menggunakan 127 komponen pasut. Karakteristik pasut
yang digambarkan sebagai grafik tersaji dalam Lampiran 1.
5
Data batimetri
Data batimetri digunakan sebagai input pemodelan hidrodinamika. Data
batimetri yang digunakan dalam penelitian ini merupakan peta batimetri yang
dikeluarkan oleh Dishidros TNI-AL no 448 (Lampiran 2). Untuk keperluan
pemodelan batimetri yang dibutuhkan berupa data digital, sehingga peta batimetri
keluaran Dishidros TNI-AL didigitasi ulang dengan menggunakan software
pemetaan. Data hasil digitasi selanjutnya diinterpolasi ulang dengan skala spasial
sesuai kebutuhan pemodelan.
Data meteorologi
Data meteorologi yang digunakan meliputi data arah dan kecepatan angin,
curah hujan, dan suhu udara. Data meteorologis diperoleh dari ECMWF
(European Center for Medium Range Forcasting) yang diunduh (download) dari
situs www.ecmwf.int. Data meteorologis ini merupakan data analisis ulang dan
interpolasi dari data meteorologis yang diperoleh dari berbagai pusat pengamatan
dan parameter meteorologi dunia dengan resolusi spasial 1,5° x 1,5° dan interval
setiap 3, 6, dan 12 jam pada ketinggian 10 m diatas permukaan laut dengan format
NetCDF. Pengolahan data meteorologis yang meliputi ekstraksi, interpolasi dan
formating dilakukan dengan menggunakan perangkat lunak ODV 4.3. Hasil
pengolahan data meteorologis tersebut selanjutnya digunakan sebagai masukan
model gabungan hidrodinamika-ekosistem (Lampiran 3).
Data debit sungai
Sungai merupakan sumber masukan nutrien ke dalam perairan, selain itu
aliran sungai yang masuk ke perairan teluk sangat besar pengaruhnya dalam
menentukan karakteristik fisika-kimiawi perairan setempat. Dalam penelitian ini
data debit sungai yang digunakan berasal dari Pusat Penelitian Air (PUSAIR)
Bandung dan hasil pengukuran langsung dilapangan (Lampiran 4).
Data suhu dan salinitas
Data suhu dan salinitas yang digunakan dalam penelitian ini meliputi data
hasil pengukuran (data primer) maupun data sekunder. Pengukuran suhu dan
salinitas akan menggunakan CTD (Conductivity Temperature Depth) tipe ASTD
650 dengan stasiun pengukuran mengikuti stasiun pengambilan sampel air laut.
Data sekunder suhu dan salinitas diperoleh dari World Ocean Atlas (WOA) yang
dikeluarkan oleh NOAA melalui situs http://www.nodc.noaa.gov. Data suhu dan
salinitas pengukuran digunakan untuk verifikasi hasil model, sedangkan data
sekunder digunakan untuk input pemodelan hidrodinamika sebagai nilai kondisi
awal (initial condition) properti massa air di perairan lokasi penelitian.
Pengolahan data suhu dan salinitas hasil pengukuran maupun data sekunder
dilakukan dengan menggunakan perangkat lunak ODV 4.3. Karakteristik data
sekunder suhu dan salinitas sebagai input model tersaji dalam Lampiran 5.
Data klorofil-a
Dalam penelitian ini selain menggunakan data klorofil-a hasil analisis dari
sampel air juga digunakan data klorofil-a sekunder yang akan diperoleh dari situs
penyedia data. Data klorofil-a sekunder yang akan digunakan dalam penelitian ini
merupakan data gabungan atau asimilasi dari citra satelit MERIS (ESA), SeaWiFS
6
(NASA) dan MODIS level-2 (NASA). Data tersebut dapat diakses melalui situs
http://hermes.acri.fr. Format data klorofil-a hasil pengunduhan (download)
berupa .netCdf dengan skala ruang (spasial) 4 km × 4 km. Pengolahan data
klorofil-a dilakukan dengan menggunakan perangkat lunak ODV 4.3. Hasil
pengolahan data klorofil-a sekunder digunakan sebagai kondisi batas (boundary
condition) dan kondisi awal (initial condition) model ekosistem. Karakteristik
klorofil-a yang digambarkan dalam bentuk grafik series tersaji dalam Lampiran 6.
Data nutrien dan kimia perairan
Selain menggunakan data nutrien dan kimia perairan dari analisis sampel
air laut juga menggunakan data nutrien dan kimia perairan sekunder yang
digunakan sebagai nilai kondisi awal (initial condition) pemodelan ekosistem.
Data nutrien yang digunakan dalam penelitian ini meliputi nitrat dan fosfat,
sedangkan data kimia perairan yang digunakan adalah oksigen terlarut (dissolve
oxygen) dan apparent oxygen utilization (AOU). Data tersebut diperoleh dari
World Ocean Atlas (WOA) yang dikeluarkan oleh NOAA (Natioanal Oceanic
and Atmospheric Administration) melalui situs http://www.nodc.noaa.gov. Data
nutrien dan kimia perairan yang digunakan merupakan data rata-rata bulanan
tahun 2012 dengan skala ruang (skala spasial) 0,25º x 0,25º. Pengolahan data yang
meliputi ekstraksi, interpolasi dan formating dilakukan dengan menggunakan
perangkat lunak ODV 4.3. Karakteristik data nutrien dan kimia perairan yang
digambarkan dalam bentuk grafik tersaji dalam Lampiran 7.
Data posisi rumpon
Data posisi rumpon digunakan untuk mengetahui kesesuaian hasil analisis
DPI potensial dengan cara memplotkan data koordinat rumpon ke dalam peta
pendugaan DPI potensial. Data posisi rumpon yang digunakan adalah data hasil
penelitian yang dilakukan oleh Fitria (2012). Koordinat rumpon yang digunakan
dalam penelitian tersaji dalam Lampiran 8.
Analisis Data
Analisis data yang digunakan untuk memperoleh gambaran karakteristik
parameter oseanografi sebagai indikator keberadaan ikan menggunakan tiga
pendekatan. Dari ketiga pendekatan analisis tersebut selanjutnya dapat ditentukan
secara spasial dan temporal waktu dan lokasi yang berpotensi sebagai daerah
penangkapan ikan. Ketiga pendekatan analisis yang digunakan dalam penelitian
ini meliputi model hidrodinamika, model ekosistem, dan analisis spasial.
Model hidrodinamika digunakan untuk memperoleh gambaran pergerakan
massa air (pola arus) di wilayah studi, yang tentunya erat kaitannya dengan
dinamika parameter lain penentu keberadaan ikan, model ekosistem digunakan
untuk memperoleh gambaran karakter fisik kimiawi maupun biologi dalam
penentuan indikator keberadaan ikan, sedangkan analisis spasial digunakan untuk
menentukan daerah potensial penangkapan ikan berdasarkan beberapa parameter
oseanografi hasil model gabungan hidrodinamika dan ekosistem.
Model hidrodinamika dan model ekosistem
Model hidrodinamika dan model ekosistem diselesaikan dengan
menggunakan model numerik dalam bentuk perangkat lunak user interface DHI
7
MIKE 21 Flow Model yang dikembangkan oleh Danish Hydraulic Institute (DHI)
Water and Environment. Modul dalam MIKE 21 Flow Model yang digunakan
dalam penelitian ini terdiri dari dua modul, yakni Hydrodynamic dan ECO Lab.
Modul Hydrodynamic merupakan paket model yang digunakan untuk pemodelan
arus 2 dimensi. Dasar yang digunakan dalam pemodelan tersebut adalah
persamaan kekekalan massa dan momentum yang diintegrasikan sepanjang kolom
vertikal, kedua persamaan ini mampu menjelaskan variasi aliran dan ketinggian
muka laut ( DHI, 2012a).
Modul ECO Lab merupakan paket model yang digunakan untuk pemodelan
ekosistem, model ini mampu mengakomodir proses fisik, kimia, biologi maupun
interaksi antar paramater dan lingkungannya. Dasar persamaan yang digunakan
dalam model ECO Lab adalah persamaan transport (perpindahan) dan persamaan
proses kesimbangan variabel ekosistem yang terlibat (DHI, 2012b). Penelitian
hanya menggunakan beberapa variabel yang berkaitan erat dengan produktivitas
perairan. Beberapa variabel tersebut adalah DO (dissolve oxygen), AOU (apparent
oxygen utilization), amoniak, nitrit, nitrat, fosfat dan klorofil-a.
Analisis daerah penangkapan potensial
Analisis yang digunakan untuk menduga daerah potensial penangkapan ikan
dalam penelitian ini adalah analisis spasial menggunakan perangkat lunak
(software) pemetaan. Dasar analisis yang digunakan untuk memperkirakan
daerah potensial penangkapan ikan adalah indikator beberapa parameter keluaran
model gabungan hidrodinamika-ekosistem, yakni klorofil-a, oksigen terlarut
(dissolved oxygen), arus, suhu dan salinitas. Masing-masing parameter tersebut
dievaluasi secara parsial dan diberi nilai (skor). Penilaian atau skoring dari tiaptiap parameter tersebut berdasarkan pengaruh keberadaan parameter tersebut
terhadap keberadaan organisme laut terutama ikan.
Klorofil-a
Pengelompokkan (klasifikasi) dan penilaian klorofil-a sebagai salah satu
indikator penentu keberadaan ikan di laut mengacu pada penelitian Gower dalam
Widodo (1999). Pengelompokkan dan penilaian tersebut merupakan barometer
produktivitas ikan disuatu perairan, dimana nilai konsentrasi-a lebih besar dari 0,2
mg/m3 menunjukkan kehidupan fitoplankton yang cukup untuk mempertahankan
proliferasi ikan. Penilaian konsentrasi klorofil-a berdasarkan kelompok disajikan
dalam Tabel 2
Tabel 2 Penilaian klorofil-a berdasarkan nilai kelas konsentrasi
Konsentrasi Klorofil-a (mg/m3)
Keterangan
0,0-0,1
sedikit
0,1-0,2
sedang
0,2-0,6
banyak
> 0,6
sangat banyak
Skor
2
5
10
13
Oksigen terlarut (Dissolved oxygen)
Parameter kedua yang digunakan sebagai indikator keberadaan ikan di laut
adalah oksigen terlarut. Oksigen terlarut mempunyai peran penting terhadap
keberadaan ikan di laut, dimana keberadaan oksigen di perairan umumnya
dimanfaatkan oleh organisme untuk pernapasan, proses metabolisme atau
8
pertukaran zat yang kemudian menghasilkan energi untuk pertumbuhan dan
pembiakan. Effendi (2003) mengusulkan bahwa perairan untuk kegiatan
perikanan sebaiknya memiliki kadar oksigen tidak kurang dari 5 mg/l. Kadar
oksigen terlarut yang kurang dari 2 mg/l dapat menyebabkan kematian ikan
(UNESCO/WHO/UNEP, 1992). Dalam penelitian ini penilaian oksigen terlarut
sebagai indikator keberadaan ikan di perairan berdasarkan penelitian yang
dilakukan oleh Swingle dalam Effendi (2003) mengenai hubungan kadar oksigen
terlarut dengan kelangsungan hidup ikan (Tabel 3)
Tabel 3 Penilaian oksigen terlarut terhadap kelangsungan hidup ikan
Kadar Oksigen
Keterangan
Hanya sedikit jenis ikan dapat bertahan pada
< 0,3
pemaparan singkat
0,3-1,0
Pemaparan lama dapat mengakibatkan kematian ikan
1,0-5,0
Ikan dapat hidup namun pertumbuhan terganggu
Hampir semua organisme akuatik menyukai kondisi
>5
ini
Skor
1
3
6
10
Arus
Secara alami sangat sulit mengamati respon ikan terhadap perubahan arah
ataupun kecepatan arus. Namun beberapa teori menyatakan bahwa arus
mempunyai peran penting terhadap kebaradaan ikan. Laevastu dan Hayes (1981)
mengungkapkan perpindahan telur, larva, dan ikan kecil sangat dipengaruhi oleh
pergerakan arus. Pendapat lain terkait hubungan langsung ikan terhadap arus juga
diungkapkan oleh Simbolon (2011), dimana jenis ikan kembung perempuan
sangat terbantu dengan kondisi arus tenang saat mencari makan. Dalam klasifikasi
kecepatan arus dalam penelitian ini dimodifikasi dari penelitian Supangat et al.
(2005), penilaian klasifikasi kecepatan arus tersebut tersaji dalam Tabel 4
Tabel 4 Penilaian klasifikasi kecepatan arus untuk indikator keberadaan ikan
Kecepatan arus (m/s)
Kategori
Skor
0-0,25
lemah
4
0,25-0,75
sedang
3
0,75-1,5
kuat
2
> 1,5
sangat kuat
1
Suhu
Suhu yang digunakan sebagai indikator keberadaan ikan di laut adalah suhu
optimum untuk beberapa ikan pelagis kecil dan pelagis besar. Beberapa ikan
pelagis tersebut adalah ikan layang, ikan kembung, ikan terbang, ikan cakalang,
ikan tengiri dan ikan tongkol. Simbolon (2011) menyatakan ikan layang mampu
beradaptasi pada perairan dengan suhu 20-30 oC. Masih dalam Simbolon (2011)
menyatakan suhu optimum untuk ikan kembung di perairan tropis berkisar 20-30
o
C. Ikan terbang umumnya ditemukan pada temperatur 26-27 oC (Sihotang, 2004).
Bunyamin (1981) dalam Simbolon (2011) mengemukakan bahwa ikan cakalang
dapat tertangkap secara teratur di Samudera Hindia bagian timur pada suhu
perairan 27-30 oC. Menurut Widodo (1988) bahwa penyebaran ikan tenggiri
sangat dipengaruhi oleh suhu, dimana suhu optimum untuk ikan tenggiri berkisar
28-29 oC. Ikan tongkol dewasa mempunyai kemampuan adaptasi 21,6-30,5 oC
9
(Williamson diacu dalam Burhanudin et al.,1984). Berdasarkan beberapa
penelitian di atas umumnya beberapa ikan pelagis kecil maupun besar
keberadaanya di perairan berada pada kisaran suhu 20-30 oC, sehingga dalam
penelitian ini nilai suhu 20-30 oC digunakan sebagai indikator optimum untuk
kehidupan ikan, di luar kisaran tersebut diasumsikan tidak optimum untuk
kehidupan organisme khususnya ikan. Penilaian suhu sebagai indikator
keberadaan ikan tersaji dalam Tabel 5
Tabel 5 Penilaian suhu sebagai indikator keberadaan ikan
Nilai Suhu (oC)
Keterangan
< 20
Tidak optimum untuk kehidupan organisme
20-30
Optimum untuk kehidupan organisme
> 30
Tidak optimum untuk kehidupan organisme
Skor
4
12
4
Salinitas
Salinitas yang digunakan sebagai indikator keberadaan ikan di laut adalah
sama seperti halnya dengan suhu, yakni salinitas optimum. Nilai salinitas
optimum yang digunakan untuk memperkirakan keberadaan ikan berkisar 3235‰, nilai salinitas diluar kisaran tersebut diasumsikan tidak optimum untuk
keberadaan ikan. Penentuan nilai tersebut berdasarkan atas beberapa penelitian
yang telah dilakukan sebelumnya terkait dengan salinitas optimum untuk beberapa
ikan pelagis kecil maupun pelagis besar. Beberapa penelitian tersebut diantaranya
dilakukan oleh Hardenberg (1937) diacu dalam Burhanudin et al. (1983) yang
mengemukakan bahwa ikan layang menyukai perairan dengan salinitas 32-34 ‰.
Jenis ikan kembung lelaki dijumpai pada salinitas tinggi, yakni sekitar 33-35‰,
sedangkan kembung perempuan pada salinitas 30-31‰. Sihotang (2004)
mengemukakan ikan terbang umumnya dijumpai di perairan pada salinitas 3435‰, selanjutnya pernyataan yang tidak jauh berbeda juga dikemukakan oleh
Simbolon (2011) bahwa ikan terbang banyak tertangkap pada salinitas 33-34,5‰.
Cleaver dan Shimada (1950) diacu dalam Gunarso (1985) mengemukakan bahwa
ikan cakalang hidup pada perairan dengan kadar salinitas antara 33-35‰.
Penilaian salinitas sebagai salah satu indikator keberadaan ikan di laut tersaji
dalam Tabel 6
Tabel 6 Penilaian salinitas sebagai indikator keberadaan ikan
Nilai Salinitas
Keterangan
(‰)
< 32
Tidak optimum untuk kehidupan organisme
32-35
Optimum untuk kehidupan organisme
> 35
Tidak optimum untuk kehidupan organisme
Skor
4
12
4
Penilaian (skoring) dan pengkelasan
Setelah penilaian (skoring) terhadap lima parameter tersebut selesai
selanjutnya dilakukan tumpang tindih (overlay) secara aritmetik dengan
menjumlahkan skor dari kelima parameter tersebut menggunakan perangkat lunak
pemetaan. Hasil penjumlahan tersebut selanjutnya dilakukan pengkelasan untuk
menentukan arahan zona petensial penangkapan ikan. Pengkelasan diawali
dengan menentukan lebar kelas dengan persamaan 1
10
∑
m
-∑
m
(1)
Keterangan: L adalah lebar kelas; S adalah skor; dan n adalah jumlah kelas
Hasil overlay akan diperoleh nilai skor maksimum 51 dan nilai skor
minimum 12. Jumlah kelas yang digunakan sebesar 4 sehingga akan diperoleh
selang kelas 9,75. Empat kelas untuk arahan zona potensial penangkapan ikan
masing-masing kelas adalah zona tidak potensial (Z1), zona potensial rendah (Z2),
zona potensial sedang (Z3), dan zona potensial tinggi (Z4). Empat kelas zona
potensial penangkapan ikan berdasarkan lebar kelas secara ringkas disajikan
sebagai berikut:
1)
2)
3)
4)
Kelas Z1=12
≤ S < 21,75
Kelas Z2=21,75 ≤ S < 31,5
Kelas Z3=31,5 ≤ S < 41,25
Kelas Z4=41,25 ≤ S ≤ 51
HASIL DAN PEMBAHASAN
Karakteristik Fisika Kimiawi dan Biologi
Hasil pengambilan beberapa parameter fisika-kimiawi dan biologi yang
terdiri dari suhu, salinitas, DO (oksigen terlarut), fosfat (PO4), nitrat (NO3) dan
klorofil-a divisualisasi dalam Gambar 2. Secara umum karakteristik fisik perairan
seperti suhu dan salinitas di perairan laut cenderung lebih tinggi dibandingkan
dengan perairan sungai, namun karakteristik kimiawi dan biologinya cenderung
lebih rendah. Suhu hasil pengambilan sampel ditiga Sungai (Cimandiri, Cimaja,
Cibareno) relatif sama yakni sebesar 27,50oC, sedangkan di Laut nilai suhu hasil
pengambilan di tiga titik yang berbeda menunjukkan nilai yang sedikit berbeda,
dimana masing-masing sebesar 29,15oC, 29,18oC dan 29,98oC. Salinitas
permukaan laut hasil sampling berkisar 30,73-31,43‰, salinitas ini tergolong
rendah bila dibandingkan dengan perairan samudera pada umumnya yang berkisar
34-35‰ (No tj , 2007). Rendahnya salinitas diperkirakan karena adanya
pengaruh runoff dari sungai yang mengalir ke Teluk Palabuhanratu yang memang
pada penelitian ini titik pengambilan sampel air masih di dalam teluk dan dekat
dengan perairan pantai.
Karakteristik oksigen terlarut (DO, Dissolve oksigen) terlihat lebih tinggi di
perairan sungai dibandingkan dengan perairan laut. Di Sungai nilai DO berkisar
7,10 mg/l-7,80 mg/l, sedangkan di laut berkisar 5,7 mg/l-6,2 mg/l. Tingginya
oksigen terlarut di Sungai ini diperkirakan karena laju reaerasi di sungai lebih
tinggi dibandingkan dengan di laut. Laju reaerasi berbanding lurus dengan
kecepatan arus dan berbanding terbalik dengan kedalaman perairan. Perairan
sungai di lokasi penelitian mempunyai kecepatan arus lebih tinggi dan kedalaman
lebih dangkal sehingga laju reaerasi atau proses penambahan oksigen ke dalam
perairan lebih cepat dibandingkan di laut. Karakteristik nutrien esensial (fosfat
dan nitrat) umumnya sama dengan karakteristik parameter DO, dimana
konsentrasi nutrien cenderung lebih tinggi di perairan sungai dibandingkan
dengan perairan laut. Konsentrasi fosfat di sungai berkisar 0,023 mg/l hingga
11
0,035 mg/l, sedangkan di laut berkisar 0,011 mg/l-0,014 mg/l. Konsentrasi nitrat
di sungai berkisar 0,890 mg/l-1,953 mg/l sedangkan di laut berkisar 0,130 mg/l0,339 mg/l. Demikiam juga yang terlihat pada konsentrasi klorofil-a, yang mana
hasil pengambilan sampel di sungai berkisar 1,055 mg/l hingga 2,315 mg/l
sedangkan di laut berkisar 0,004-1,025 mg/l.
(A)
(B)
(C)
(D)
(E)
(F)
Gambar 2 Karakteristik kimiawi dan biologi hasil sampling sesaat di lokasi
penelitian. A=Suhu; B=Salinitas C=Oksigen terlarut; D=Klorofil-a;
E=Nitrat; F=Fosfat
Hasil Pemodelan
Hasil pemodelan telah diverifikasi dengan data hasil pengukuran dengan
cara membandingkan kedua data tersebut dalam bentuk grafik. Data keluaran
model yang diverifikasi adalah pasang surut, suhu, salinitas, oksigen terlarut,
klorofil-a, nitrat dan fosfat. Hasil verifikasi (Lampiran 9) menunjukkan, sebagian
besar parameter keluaran model terlihat ada kesesuaian antara data keluaran
model dengan data pengukuran. Hasil model tidak disajikan secara keselurahan,
akan tetapi hanya disajikan beberapa parameter yang mempunyai kaitan erat
dengan keberadaan ikan. Beberapa parameter tersebut adalah pola arus, suhu,
salinitas, oksigen terlarut, klorofil-a, nirat (NO3) dan fosfat (PO4).
12
Pola arus
Secara keseluruhan rata-rata bulanan pola arus permukaan hasil model
(Gambar 3A-L) menunjukkan, terdapat dua karakteristik arah arus dominan yang
berlawanan, dimana saat Musim Barat Laut atau Musim Barat (DesemberFebruari) pola arus bergerak ke arah timur hingga tenggara, sebaliknya ketika
Musim Tenggara atau Musim Timur (Juni-Agustus) pola arus bergerak ke arah
barat hingga barat laut. Karakteristik arus tersebut sesuai dengan hasil penelitian
yang telah dilakukan Soeriatmadja (1957), Wyrtki (1961), Quadfasel dan
Cresswell (1992), dan Fieux (1996), dimana pada musim barat Arus Selatan Jawa
yang merupakan cabang Arus Sakal Khatulistiwa Samudera Hindia bergerak ke
arah timur hingga Sumbawa, sebaliknya terjadi ketika musim tenggara. Pola arah
arus tersebut merupakan respon dari angin musiman yang mana saat Musim Barat
angin bergerak dari barat laut ke arah tenggara, sebaliknya ketika Musim
Tenggara arus bergerak dari tenggara menuju ke arah barat laut (Wyrtki, 1961).
Karakteristik arus hasil model musim peralihan baik peralihan 1(Maret-Mei) dan
peralihan 2 (September-November) secara konsisten bergerak ke arah barat
hingga barat laut.
Deskripsi statistik kecepatan arus hasil model yang disajikan pada Tabel 7
memperlihatkan kecepatan arus tinggi terjadi pada Musim Tenggara/Musim
Timur (Juni-Agustus) dan Musim Peralihan 2 (September-November). Masingmasing kecepatan arus pada kedua musim tersebut berkisar 0,09-1,03 m/det dan
0,11-1,01 m/det, sedangkan kisaran rata-ratanya 0,22-0.44 m/det dan 0,26-0,47
m/det. Pada saat Musim Barat Laut/Barat (Desember-Februari) kecepatan arus
sedikit melemah dengan kisaran 0,07-0,57 m/det dan rata-ratanya berkisar 0,160,25 m/det. Kecepatan arus terlemah terjadi pada Musim Peralihan 1 (Maret-Mei),
dimana kecepatan arus berkisar 0,06-0,61 m/det dan kecepatan rata-rata berkisar
0,14-0,21 m/det. Variasi kecepatan arus secara spasial sepanjang tahun umumnya
tidak terlihat ada variasi yang signifikan, hal ini diperlihatkan pada nilai standart
deviasi yang lebih kecil dari nilai rata-rata kecepatan arus. Nilai standart deviasi
di bawah nilai rata-rata menunjukkan variasi kecepatan arus hasil model sangat
kecil, sedangkan apabila nilai deviasi lebih besar dari nilai rata-rata maka variasi
kecepatan arus sangat tinggi.
Tabel 7 Deskripsi statistik kecepatan arus secara spasial berdasarkan arus ratarata bulanan hasil model
Musim
Barat Laut/ Barat
Peralihan I
Timur/ Tenggara
Peralihan II
Barat Laut/ Barat
Bulan
Jan
Feb
Mar
Apr
Mei
Jun
Jul
Agust
Sep
Okt
Nop
Des
Minimum
0,09
0,08
0,06
0,07
0,08
0,09
0,18
0,19
0,19
0,17
0,11
0,07
Kecepatan Arus (m/det)
Maksimum Rata-rata
0,57
0,25
0,47
0,22
0,36
0,14
0,36
0,15
0,61
0,21
0,64
0,22
0,99
0,43
1,03
0,44
1,01
0,47
0,94
0,42
0,68
0,26
0,47
0,16
St. Deviasi
0,027
0,026
0,022
0,020
0,028
0,029
0,048
0,049
0,047
0,043
0,030
0,025
13
(A)
(B)
(C)
Gambar 3 Pola arus permukaan rata-rata bulanan berdasarkan simulasi model
selama setahun. A=Januari; B=Februari; C=Maret
14
(D)
(E)
(F)
Gambar 3 Lanjutan. D=April; E=Mei; F=Juni
15
(G)
(H)
(I)
Gambar 3 Lanjutan. G=Juli; H=Agustus; I=September
16
(J)
(K)
(L)
Gambar 3 Lanjutan. J=Oktober; K=November; L=Desember
17
Sebaran suhu permukaan laut
Hasil model suhu permukaan laut yang telah dirata-ratakan berdasarkan
bulan tersaji dalam Gambar 4A-L, sedangkan deskripsi statistik spasialnya tersaji
dalam Tabel 8. Suhu permukaan laut hasil model umumnya terlihat bervariasi
secara spasial maupun temporal walaupun variasi tersebut sangat kecil. Kecilnya
variasi suhu tersebut diperlihatkan pada nilai deviasi sepanjang tahun yang
memang dibawah rata-rata suhu bulanan. Hasil simulasi selama setahun
menunjukkan suhu tinggi umumnya terjadi pada Musim Peralihan 1 (Maret-Mei),
sedangkan suhu rendah terjadi pada Musim Timur (Juni-Agustus) hingga Musim
Peralihan 2 (September-November). Suhu permukaan laut pada saat Musim
Peralihan 1 berkisar 29,61-30,42 oC dengan rata-rata berkisar 29,91-30,04 oC. Saat
Musim Timur dan Musim Peralihan 2 masing-masing suhu permukaan berkisar
27,14-30,12oC dan 25,50-29,11oC, sedangkan rata-rata kisaran suhunya masingmasing adalah 27,73-29,68oC dan 26,32-28,72oC. Karakteristik suhu saat Musim
Barat (Desember-Februari) umumnya tidak berbeda jauh dengan kondisi Musim
Peralihan 1, dimana suhu berkisar 28,69-29,61oC dengan rata-rata berkisar 28,8929,37oC.
Tabel 8 Deskripsi suhu permukaan secara spasial berdasarkan suhu rata-rata
bulanan hasil simulasi model
Musim
Bulan
Barat/Barat Laut Jan
Feb
Peralihan I
Mar
Apr
Mei
Timur/Tenggara Jun
Jul
Agust
Peralihan II
Sep
Okt
Nop
Barat
Des
Minimum
29,09
28,71
29,68
29,61
29,65
29,35
28,50
27,14
25,51
26,70
28,40
28,69
SPL (oC)
Maksimum
Rata-rata
29,61
29,37
29,21
28,89
30,42
30,04
30,23
29,88
30,24
29,91
30,13
29,68
29,35
29,00
28,46
27,73
27,53
26,32
28,13
27,27
29,11
28,72
29,12
28,90
St. Deviasi
0,135
0,096
0,125
0,113
0,116
0,159
0,181
0,321
0,394
0,311
0,151
0,086
Fenomena rendahnya suhu pada Musim Timur dan Musim Peralihan 2 di
lokasi penelitian ini diperkirakan karena adanya upwelling atau pengangkatan
massa air laut lapisan dalam dengan karakteristik suhu rendah dan salinitas tinggi
ke permukaan karena adanya ekman pump. Hal ini sesuai dengan pendapat
Susanto et al. (2001) yang menyatakan terjadinya upwelling di sepanjang pantai
selatan Jawa-Sumatera merupakan respons terhadap bertiupnya angin Muson
Tenggara. Purba (1995) mengamati indikasi upwelling terjadi di selatan Teluk
Palabuhanratu Jawa Barat selama Musim Timur atau Tenggara. Hendiarti et al.
(2004) mengatakan bahwa selama Muson Tenggara, transpor Ekman disepanjang
pantai selatan Jawa menyebabkan upwelling. Ekman pump sendiri merupakan
proses fisis pengisian kekosongan massa air di perairan pantai dengan massa air
lapisan dalam
18
(A)
(B)
(C)
Gambar 4 Suhu permukaan laut rata-rata bulanan berdasarkan hasil simulasi
model selama setahun. A=Januari; B=Februari; C=Maret
19
(D)
(E)
(F)
Gambar 4 Lanjutan. D=April; E=Mei; F=Juni
20
(G)
(H)
(I)
Gambar 4 Lanjutan. G=Juli; H=Agustus; I=September
21
(J)
(K)
(L)
Gambar 4 Lanjutan. J=Oktober; K=November; L=Desember
22
Sebaran salinitas permukaan laut
Pola sebaran secara spasial dan deskripsi statistik salinitas permukaan hasil
simulasi model diperlihatkan dalam Gambar 5A-L dan Tabel 9. Secara umum
sebaran salinitas permukaan sepanjang tahun cukup bervariasi, walaupun
variasinya relatif rendah. Variasi spasial tertinggi terjadi pada bulan Februari
dengan deviasi mencapai 0,316‰, sedangkan variasi terendah terjadi pada bulan
November dengan deviasi 0,061‰.
Pola sebaran salinitas permukaan umumnya mirip dengan sebaran suhu
permukaan, namun karakteristik besaran nilai kedua parameter tersebut
berkebalikan kondisi. Jika pada Musim Peralihan 1 rata-rata suhu permukaan di
wilayah kajian tinggi, sebaliknya nilai rata-rata salinitas pada musim tersebut
tergolong rendah. Demikan juga pada Musim Timur dan Musim Peralihan 2, ratarata nilai suhu pada kedua musim tersebut rendah, namun nilai salinitas berada
pada kondisi tertinggi. Tingginya salinitas pada Musim Timur dan Musim
Peralihan 2 ini erat kaitannya dengan upwelling yang telah dipaparkan sebelumya,
dimana pengangkatan massa air lapisan bawah ke permukaan (upwelling) pada
kedua musim ini membawa massa air berkarakteristik suhu rendah dan
bersalinitas tinggi
Salinitas permukaan pada Musim Peralihan 1 berkisar 32,77-33,68‰
dengan kisaran rata-ratanya 33,31-33,44‰. Pada Musim Timur dan Musim
Peralihan 2 masing-masing berkisar 32,74-34,13‰ dan 33,56-34,38‰, dengan
rata-rata masing-masing berkisar 33,38-33,70‰ dan 33,80-34,01‰. Pada saat
Musim Barat salinitas permukaan tidak jauh berbeda dengan salinitas Musim
Peralihan 1, dimana rata-rata salinitas berkisar 33,15-33,78‰. Walaupun variasi
spasial rendah, kisaran salinitas secara keseluruhan masih dalam kisaran yang
sesuai untuk perkembangan fitoplankton, dimana menurut Sachlan dalam
Andriani (2004) mengemukakan salinitas yang sesuai bagi fitoplankton laut
adalah lebih besar dari 20‰. Pada kondisi salinitas tersebut fitoplankton
memugkinkan dapat hidup dan memperbanyak diri di samping aktif melakukan
proses fotosintesis.
Tabel 9 Deskripsi statistik salinitas permukaan secara spasial berdasarkan salinitas
rata-rata bulanan hasil simulasi model
Musim
Barat/Barat Laut
Peralihan I
Timur/Tenggara
Peralihan II
Barat
Bulan
Jan
Feb
Mar
Apr
Mei
Jun
Jul
Agust
Sep
Okt
Nop
Des
Minimum
33,10
32,27
32,77
33,18
32,89
33,23
32,81
32,75
33,60
33,81
33,56
33,30
Salinitas (‰)
Maksimum Rata-rata
34,13
33,70
33,73
33,15
33,62
33,31
33,68
33,44
33,57
33,33
33,87
33,70
33,76
33,38
34,13
33,70
34,38
34,00
34,12
34,01
34,07
33,80
34,19
33,78
St. Deviasi
0,122
0,316
0,133
0,104
0,145
0,090
0,189
0,251
0,171
0,088
0,061
0,158
23
(A)
(B)
(C)
Gambar 5 Salinitas permukaan laut rata-rata bulanan berdasarkan hasil simulasi
model selama setahun. A=Januari; B=Februari; C=Maret
24
(D)
(E)
(F)
Gambar 5 Lanjutan. D=April; E=Mei; F=Juni
25
(G)
(H)
(I)
Gambar 5 Lanjutan. G=Juli; H=Agustus; I=September
26
(J)
(K)
(L)
Gambar 5 Lanjutan. J=Oktober; K=November; L=Desember
27
Sebaran DO (Oksigen terlarut)
Karakteristik oksigen terlarut hasil simulasi model yang telah dirata-ratakan
berdasarkan bulan disajikan pada Gambar 6A-L, sedangkan Tabel 10
memperlihatkan deskripsi statistik oksigen terlarut secara spasial. Secara umum
baik spasial maupun temporal konsentrasi oksigen terlarut hasil simulasi model
selama setahun relatif homogen, dimana rata-rata perubahan (range) selama
setahun hanya sebesar 0,23 mg/l. Kondisi yang memperlihatkan bahwa variasi
oksigen sepanjang tahun kecil juga dapat dilihat dari nilai standart deviasi
(simpangan baku), yang mana sepanjang tahun standart deviasi sangat kecil bila
dibandingkan dengan nilai rata-ratanya, yang artinya nilai standart deviasi di
bawah nilai rata-rata menunjukkan variasi spasial oksigen terlarut hasil model
sangat kecil, sedangkan apabila nilai standart deviasi lebih besar dari nilai ratarata maka variasi spasial oksigen terlarut sangat tinggi.
Secara musiman konsentrasi oksigen terlarut pada saat Musim Barat
berkisar 4,03-4,60 mg/l, Musim Peralihan 1 berkisar 3,96-4,43 mg/l, Musim
Timur berkisar 3,81-4,66 mg/l, dan pada saat Musim Peralihan 2 konsentrasi
oksigen berkisar 4,07-4,66 mg/l. Kisaran rata-rata dari keempat musim tersebut
berturut-turut adalah 4,21-4,46 mg/l, 4,08-4,39 mg/l, 3,97-4,60 mg/l dan 4,18-4,46
mg/l. Walaupun kisaran konsentrasi oksigen terlarut berdasarkan musim tidak
terlihat berbeda signifikan, namun berdasarkan rata-rata bulanan terlihat
konsentrasi oksigen terlarut terendah terjadi pada bulan Juli sebesar 3,97 mg/l,
sedangkan konsentrasi te
MENGGUNAKAN MODEL HIDRODINAMIKA-EKOSISTEM
(STUDI KASUS TELUK PALABUHANRATU DAN
SEKITARNYA)
SANTOSO
DEPARTEMEN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK
CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul Pendugaan
Daerah Penangkapan Ikan Potensial Menggunakan Model HidrodinamikaEkosistem (Studi Kasus Teluk Palabuhanratu dan Sekitarnya) adalah benar karya
saya sendiri dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum pernah diajukan
dalam bentuk apapun ke perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang
berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari
penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di
bagian akhir skripsi ini.
Bogor, Agustus 2015
Santoso
NIM C44094002
ABSTRAK
SANTOSO. Pendugaan Daerah Penangkapan Ikan Potensial Menggunakan Model
Hidrodinamika-Ekosistem (Studi Kasus Teluk Palabuhanratu dan Sekitarnya).
Dibimbing oleh BUDY WIRYAWAN dan PRIHATIN IKA WAHYUNINGRUM
Metode pendugaan daerah potensial penangkapan ikan mempunyai peran
penting dalam membantu keberhasilan penangkapan ikan. Oleh karena itu,
pendugaan daerah potensial penangkapan ikan dengan menggunakan metode dan
penerapan pada lokasi yang tepat sangat diperlukan guna membantu keberhasilan
penangkapan ikan. Tujuan dari penelitian ini adalah menduga dan memetakan
daerah potensial penangkapan ikan di area yang sempit yakni di Perairan Teluk
Palabuhanratu dan sekitarnya. Daerah potensial penangkapan ikan diduga dengan
menggunakan analisis spasial lima parameter fisik-kimia perairan, yakni klorofil-a,
oksigen terlarut, arus, suhu dan salinitas menggunakan model hidrodinamikaekosistem. Hasil penelitian menunjukkan bahwa daerah potensial penangkapan
ikan bervariasi sepanjang tahunnya. Saat Musim Barat dan Musim Peralihan 1
posisi dearah penangkapan ikan potensial tinggi secara konsisten berada di sekitar
perairan pantai, sedangkan pada Musim Timur dan Musim Peralihan 2 hampir
semua lokasi penelitian menjadi daerah potensial penangkapan dari potensial
sedang hingga potensial tinggi.
Kata kunci: daerah potensial penangkapan ikan, model hidrodinamika-ekosistem,
Teluk Palabuhanratu, parameter fisik-kimiawi perairan
ABSTRACT
SANTOSO. Estimation of Potential Fishing Ground by Using HydrodynamicEcosystem Model (Case Study at Palabuhanratu bay and Its Surroundings).
Supervised by BUDY WIRYAWAN and P. IKA WAHYUNINGRUM.
Methods to estimate potential fishing ground play an important role in
fishing activities. Therefore, the application of appropriate methods and the right
location is needed to support the success of fishing. This study aimed to estimate
and mapping the potential fishing area in the Palabuhanratu bay and its
surroundings. Potential fishing ground was estimated by spatial analysis on
waters parameters, which were chemical and physical parameters, such as
chlorophyll-a, dissolved oxygen, current, temperature and salinity using
hydrodynamic-ecosystem models. Results showed that throughout the year
fishing ground are quite dynamic, when West Monsoon (December-February) and
Transitional Season 1 (March-May) the high potential fishing ground located
around the coast. While in East Monsoon (June-August) and Transitional Season
2 (September-November) almost all area were medium potential fishing ground
until high potential fishing ground.
Key words: fishing ground, hydrodynamic-ecosystem model, Palabuhanratu bay,
waters parameters of chemical physics
PENDUGAAN DAERAH PENANGKAPAN IKAN POTENSIAL
MENGGUNAKAN MODEL HIDRODINAMIKA-EKOSISTEM
(STUDI KASUS TELUK PALABUHANRATU DAN
SEKITARNYA)
SANTOSO
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Perikanan
pada
Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan
DEPARTEMEN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015
Judul Skripsi
: Pendugaan Daerah Penangkapan Ikan potensial Menggunakan
Model Hidrodinamika-Ekosistem (studi Kasus - Teluk
Nama
; Santoso
NIM
: C44094A02
: Teknologi dan Manajemen perikanan Tangkap
Palabuhanratu dan Sekitarnya)
Program Studi
Disetujui oleh
Pembimbing
I
Pembimbing II
Diketahui oleh
Tanggal Lulus
:
.:
il
,:,1
jar lli iI:
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas
segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang
dipilih dalam penelitian ini adalah daerah penangkapan ikan, dengan judul
“Pendugaan Daerah Penangkapan Ikan Potensial Menggunakan Model
Hidrodinamika Ekosistem (Studi Kasus Teluk Palabuhanratu dan Sekitarnya)”.
Terima kasih penulis ucapkan kepada pihak yang telah banyak membantu dan
memberikan masukan terutama kepada:
1) Bapak Dr Ir Budy Wiryawan, MSc dan Prihatin Ika Wahyuningrum, SPi, MSi
selaku pembimbing yang telah banyak memberikan bimbingan, masukan dan
saran;
2) Bapak Prof Dr Ir Mulyono S. Baskoro, MSc selaku dosen penguji yang telah
memberikan masukan dan saran;
3) Bapak Iin Solihin, SPi, MSi selaku komisi pendidikan yang telah memberikan
masukan dan saran;
4) Istri dan anak tercinta atas pengertiannya, karena saya telah banyak
mengambil waktunya;
5) Bapak, Ibu, serta seluruh keluarga, atas segala doa yang telah diberikan;
6) Rekan-rekan Lab. Oseanografi, atas semua fasilitas dan dorongan yang
diberikan
Tiada satu pun yang sempurna di dunia ini. Atas segala kekurangan yang
ada, penulis menerima segala masukan dan saran yang membangun. Semoga
karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor, Agustus 2015
Santoso
DAFTAR ISI
ABSTRAK
PRAKATA
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR LAMPIRAN
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Tujuan Penelitian
Manfaat Penelitian
METODE
Waktu dan Lokasi Penelitian
Alat dan Bahan
Pengumpulan dan Pengolahan data
Sampel air laut dan sungai
Data pasang surut
Data batimetri
Data meteorologi
Data debit sungai
Data suhu dan salinitas
Data klorofil-a
Data nutrien dan kimia perairan
Data posisi rumpon
Analisis Data
Model hidrodinamika dan model ekosistem
Analisis daerah penangkapan potensial
HASIL DAN PEMBAHASAN
Karakteristik Fisika Kimiawi dan Biologi
Hasil Pemodelan
Pola arus
Sebaran suhu permukaan laut
Sebaran salinitas permukaan laut
Sebaran DO (Oksigen terlarut)
Sebaran klorofil-a
Sebaran nitrat (NO3)
Sebaran fosfat (PO4)
Daerah Penangkapan Ikan Potensial
KESIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Saran
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
RIWAYAT HIDUP
ii
vi
vii
viii
viii
ix
1
1
2
2
2
2
3
3
4
4
5
5
5
5
5
6
6
6
6
7
10
10
11
12
17
22
27
32
37
42
47
54
54
55
55
57
64
DAFTAR TABEL
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
Alat dan bahan yang digunakan dalam penelitian
Penilaian klorofil-a berdasarkan nilai kelas konsentrasi
Penilaian oksigen terlarut terhadap kelangsungan hidup ikan
Penilaian klasifikasi kecepatan arus untuk indikator keberadaan ikan
Penilaian suhu sebagai indikator keberadaan ikan
Penilaian salinitas sebagai indikator keberadaan ikan
Deskripsi statistik kecepatan arus secara spasial berdasarkan arus ratarata bulanan hasil model
Deskripsi suhu permukaan secara spasial berdasarkan suhu rata-rata
bulanan hasil simulasi model
Deskripsi statistik salinitas permukaan secara spasial berdasarkan
salinitas rata-rata bulanan hasil simulasi model
Deskripsi statistik oksigen terlarut permukaan secara spasial berdasarkan
oksigen terlarut rata-rata bulanan hasil simulasi model
Deskripsi statistik secara spasial klorofil-a di permukaan berdasarkan
rata-rata bulanan hasil simulasi model
Deskripsi statistik secara spasial nitrat di permukaan berdasarkan ratarata bulanan hasil simulasi model
Deskripsi statistik secara spasial fosfat permukaan berdasarkan rata-rata
bulanan hasil simulasi model
Luasan daerah potensial penangkapan ikan berdasarkan bulan
3
7
8
8
9
9
12
17
22
27
32
37
42
48
DAFTAR GAMBAR
1 Lokasi penelitian dan titik lokasi pengambilan data primer dan sekunder
2 Karakteristik kimiawi dan biologi hasil sampling sesaat di lokasi
penelitian. A=Suhu; B=Salinitas C=Oksigen terlarut; D=Klorofil-a;
E=Nitrat; F=Fosfat
3 Pola arus permukaan rata-rata bulanan berdasarkan simulasi model
selama setahun. A=Januari; B=Februari; C=Maret
4 Suhu permukaan laut rata-rata bulanan berdasarkan hasil simulasi model
selama setahun. A=Januari; B=Februari; C=Maret
5 Salinitas permukaan laut rata-rata bulanan berdasarkan hasil simulasi
model selama setahun. A=Januari; B=Februari; C=Maret
6 Pola sebaran oksigen terlarut rata-rata bulanan berdasarkan hasil
simulasi model selama setahun. A=Januari; B=Februari; C=Maret
7 Pola sebaran klorofil-a rata-rata bulanan berdasarkan hasil simulasi
model selama setahun. A=Januari; B=Februari; C=Maret
8 Pola sebaran nitrat rata-rata bulanan berdasarkan hasil simulasi model
selama setahun. A=Januari; B=Februari; C=Maret
9 Pola sebaran fosfat rata-rata bulanan berdasarkan hasil simulasi model
selama setahun. A=Januari; B=Februari; C=Maret
10 Peta daerah potensial penangkapan ikan bulan Januari berdasarkan
penilaian parameter klorofil-a, oksigen terlarut, arus, suhu dan salinitas
4
11
13
18
23
28
33
38
43
48
11 Peta daerah potensial penangkapan ikan bulan Februari berdasarkan
penilaian parameter klorofil-a, oksigen terlarut, arus, suhu dan salinitas
12 Peta daerah potensial penangkapan ikan bulan Maret berdasarkan
penilaian parameter klorofil-a, oksigen terlarut, arus, suhu dan salinitas
13 Peta daerah potensial penangkapan ikan bulan April berdasarkan
penilaian parameter klorofil-a, oksigen terlarut, arus, suhu dan salinitas
14 Peta daerah potensial penangkapan ikan bulan Mei berdasarkan
penilaian parameter klorofil-a, oksigen terlarut, arus, suhu dan salinitas
15 Peta daerah potensial penangkapan ikan bulan Juni berdasarkan
penilaian parameter klorofil-a, oksigen terlarut, arus, suhu dan salinitas
16 Peta daerah potensial penangkapan ikan bulan Juli berdasarkan penilaian
parameter klorofil-a, oksigen terlarut, arus, suhu dan salinitas
17 Peta daerah potensial penangkapan ikan bulan Agustus berdasarkan
penilaian parameter klorofil-a, oksigen terlarut, arus, suhu dan salinitas
18 Peta daerah potensial penangkapan ikan bulan September berdasarkan
penilaian parameter klorofil-a, oksigen terlarut, arus, suhu dan salinitas
19 Peta daerah potensial penangkapan ikan bulan Oktober berdasarkan
penilaian parameter klorofil-a, oksigen terlarut, arus, suhu dan salinitas
20 Peta daerah potensial penangkapan ikan bulan November berdasarkan
penilaian parameter klorofil-a, oksigen terlarut, arus, suhu dan salinitas
21 Peta daerah potensial penangkapan ikan bulan Desember berdasarkan
penilaian parameter klorofil-a, oksigen terlarut, arus, suhu dan salinitas
49
49
50
50
51
51
52
52
53
53
54
DAFTAR LAMPIRAN
1 Grafik pasang surut pengukuran dari BIG dan pasang surut ramalan
yang digunakan sebagai input pemodelan
2 Karakteristik batimetri daerah penelitian
3 Karakteristik data meteorologi (angin, suhu udara, curah hujan) lokasi
penelitian yang digunakan sebagai input pemodelan
4 Karakteristik data debit sungai hasil pengukuran sesaat dan debit Sungai
Cimandiri dari PUSAIR Bandung
5 Suhu dan salinitas sekunder yang digunakan sebagai kondisi batas
pemodelan hidrodinamika
6 Kloofil-a sekunder yang digunakan sebagai kondisi batas pemodelan
ekosistem
7 Nutrien (nitrat, nitrit, amonia, fosfat) dan kimia perairan (DO, AOU)
yang digunakan sebagai kondisi batas pemodelan ekosistem
8 Koordinat posisi rumpon Palabuhanratu dan sekitarnya
9 Verifikasi hasil model
57
57
58
60
60
61
61
62
63
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Umumnya nelayan Indonesia masih banyak menentukan daerah
penangkapan ikan menggunakan pengetahuan alamiah, baik musim maupun
wilayah potensial penangkapan. Cara penentuan tersebut masih tergolong
tradisional, daerah relatif tetap dan dalam jangkauan yang relatif sempit. Indikator
yang digunakan dalam penentuan daerah penangkapan ikan tersebut juga terbilang
tidak terukur yang hanya mengandalkan fenomena alam yang terjadi disekitar.
Akibatnya nelayan tidak mampu mengatasi perubahan kondisi oseanografi dan
cuaca yang berkaitan erat dengan perubahan daerah penangkapan ikan yang
berubah secara dinamis. Selanjutnya dapat diperkirakan kegiatan penangkapan
ikan menjadi kurang efektif, boros waktu dan bahan bakar serta hasilnya pun
kurang optimal.
Salah satu upaya untuk mengatasi permasalahan ini adalah penelitian
untuk menentukan zona potensial daerah penangkapan ikan. Penelitian terkait
dengan penentuan daerah potensial penangkapan ikan hingga saat ini cukup
berkembang seiring perkembangan teknologi. Beberapa metode yang cukup
populer hingga saat ini adalah pemanfaatan data citra satelit dan survei
hidroakustik untuk menduga daerah penangkapan ikan. Pemanfaatan citra satelit
umumnya mampu menyajikan beberapa data parameter oseanografi yang terkait
dengan keberadaan ikan diantaranya suhu, klorofil-a, beda muka laut dan pola
arus, sedangkan survei hidroakustik mampu mendeteksi kelimpahan ikan secara
realtime di kolom perairan. Dua metode yang telah disebutkan mempunyai
kelebihan dan kelemahan dalam penerapannya. Metode pemanfaatan citra satelit
mampu menampilkan informasi data dalam skala spasial yang luas, akan tetapi
untuk kasus area yang relatif sempit seperti perairan teluk metode ini kurang
informatif atau kurang akurat. Metode survei hidroakustik mampu memberi
informasi keberadaan ikan secara langsung di kolom perairan, akan tetapi
informasi tersebut sifatnya hanya sesaat mengingat keberadaan ikan di perairan
bersifat dinamis tergantung parameter yang mempengaruhinya, terlebih lagi
cakupan areanya cenderung sempit dan biaya yang dikeluarkan untuk survei
dengan menggunkan metode ini relatif mahal.
Salah satu metode pendugaan daerah potensial penangkapan ikan yang
hingga saat ini jarang dilakukan adalah dengan menggunakan model matematik
gabungan antara hidrodinamika dan ekosistem. Keluaran atau hasil model ini
mampu menyajikan informasi paramater-paramater oseanografi yang terkait
dengan keberadaan ikan di perairan dengan skala waktu dan ruang (spasial) yang
relatif detail sesuai dengan keinginan atau tergantung bagaimana mengatur
seberapa detail keluaran model yang diinginkan. Informasi yang diperoleh dari
model ini juga bersifat dinamis sesuai dengan kondisi laut yang memang dinamis,
sehingga model ini dirasa mampu menjawab permasalahan-permasalahan metode
yang digunakan sebelumnya untuk pendugaan daerah penangkapan ikan potensial.
Penelitian ini mengambil lokasi studi kasus Teluk Palabuhanratu karena
Teluk Palabuhanratu merupakan salah satu perairan yang memiliki potensi ikan
pelagis kecil cukup banyak. Hal ini ditunjukkan dari banyaknya nelayan yang
sering melakukan penangkapan ikan di perairan tersebut dengan menggunakan
2
berbagai macam alat tangkap seperti payang,
hanyut (PPN Palabuhanratu, 2012).
purse seine, gillnet dan rawai
Penelitian Sebelumnya
Penelitian terkait dengan pendugaan daerah penangkapan ikan potensial di
Perairan Teluk Palabuhanratu pernah dilakukan oleh Simbolon dan Girsang
(2009), akan tetapi penelitian tersebut masih tergolong pendek dalam skala
temporal dan tidak melibatkan hidrodinamika perairan. Koropitan et al (2002)
telah melakukan penelitian terkait dengan model ekosistem di Perairan Teluk
Palabuhanratu, namum penelitian tersebut hanya untuk melihat dinamika nutrien
saja bukan untuk melihat daerah penangkapan ikan potensial. Fitria (2012)
melakukan penelitian produktivitas penangkapan pancing di sekitar rumpon
Palabuhanratu, namun peletakkan rumpon tersebut belum berdasarkan analisis
area potensial penangkapan. Penelitian mengenai pendugaan daerah penangkapan
ikan potensial menggunakan model gabungan hidrodinamika-ekosistem di
Perairan Teluk Palabuhanratu belum pernah dilakukan sebelumnya, sehingga
penelitian terkait dengan pendugaan daerah penangkapan ikan potensial dengan
metode ini sangat diperlukan.
Tujuan Penelitian
Kegiatan penelitian ini bertujuan untuk:
1) Mengetahui karakteristik fisika-kimiawi perairan Teluk Palabuhanratu dan
sekitarnya secara spasial dan temporal
2) Menduga dan memetakan daerah penangkapan ikan potensial berdasarkan
beberapa parameter oseanografi di Perairan Teluk Palabuhanratu dan
sekitarnya
Manfaat Penelitian
Setelah dilakukannya penelitian, beberapa manfaat yang diharapkan dari
penelitian ini adalah:
1) Memberikan informasi kepada pemangku kepentingan mengenai karakteristik
fisika-kimiawi di Perairan Teluk Palabuhanratu
2) Memberikan informasi kepada nelayan khususnya nelayan artisanal mengenai
daerah penangkapan ikan potensial
3) Memperkaya informasi tentang alternatif metode pendugaan daerah
penangkapan ikan potensial dengan menggunakan model matematik
hidrodinamika-ekosistem
METODE
Waktu dan Lokasi Penelitian
Waktu yang dibutuhkan dalam penelitian ini selama empat bulan (Desember
2014-Maret 2015) yang dibagi dalam dua tahapan. Tahapan tersebut adalah
pengambilan data lapangan dan simulasi pemodelan. Pengambilan data lapangan
dilakukan pada Desember 2014 yang dilanjutkan dengan analisis contoh (sampel)
air di Laboratorium Produktivitas Lingkungan MSP-FPIK IPB. Simulasi
pemodelan dilakukan pada Januari-Maret 2014, yang meliputi pengumpulan dan
analisis data sekunder, penyusunan model numerik, simulasi dan analisis hasil
3
simulasi. Proses simulasi pemodelan dilakukan di Laboratorium Data Processing
ITK-FPIK IPB. Lokasi penelitian berada di sekitar Teluk Palabuhanratu,
Sukabumi, Jawa Barat dengan posisi koordinat 105° 29' 27,68" BT-106° 58'
29,85" BT dan 6° 45' 54,90" LS-7° 49' 5,06" LS
Alat dan Bahan
Alat dan bahan yang digunakan dalam penelitian ini ditabulasikan dalam
Tabel 1.
Tabel 1 Alat dan bahan yang digunakan dalam penelitian
ALAT DAN BAHAN
KEGUNAAN
Perangkat Survei Lapangan
Kapal (ukuran 30 GT)
Mobilisasi di perairan laut
GPS (Global Positioning System)
Penentuan Posisi
CTD (Conductivity Temperature Depth)
Mengukur parameter fisik perairan
Current Meter
Mengukur arah dan kecepatan arus
DO meter
Mengukur DO
Botol Van Dorn
Mengambil sampel air laut
Botol Sampel
Tempat sampel air laut
Spektrofotometer
Mengukur nilai absorbansi sampel
Pompa Vakum
Penyedot sampel air untuk analisis
kimia
Perangkat Analisis Data
Perangkat lunak komputer (Microsoft
Excel 2010, ODV 4.3, software
pemetaan, DHI MIKE 2012)
Simulasi, visualisasi dan analisis data
Pengumpulan dan Pengolahan data
Data yang digunakan dalam penelitian ini meliputi data primer dan data
sekunder. Data primer diambil secara langsung di lapangan, selanjutnya data
sekunder dikumpulkan dari berbagai lembaga Instansi Pemerintah yang berkaitan
dengan data keperluan penelitian, maupun dari situs internet penyedia data. Data
yang diambil langsung di lapangan meliputi paramater fisika-kimiawi, yakni suhu,
salinitas, DO (oksigen terlarut), BOD (oksigen biologis), fosfat (PO4), amonia
(NH4), nitrat (NO3), nitrit (NO2) dan debit sungai yang mengalir ke perairan di
wilayah penelitian. Beberapa data sekunder yang digunakan dalam penelitan ini
adalah pasang surut, batimetri, data meteorologis (angin, curah hujan, evaporasi),
debit sungai, suhu, salinitas, klorofil-a, dan nutrien (nitrat dan fosfat). Lokasi
pengambilan data di lapangan maupun koordinat pengambilan data sekunder
tersaji dalam Gambar 1
4
Gambar 1 Lokasi penelitian dan titik lokasi pengambilan data primer dan
sekunder
Sampel air laut dan sungai
Pengambilan sampel air terdiri dari 3 titik di laut dan 3 titik di sungai
(S.Cimandiri, S.Cimaja, S.Cibareno) dengan menggunakan botol Van Dorn PVC.
Parameter yang diperoleh dari sampel air tersebut meliputi kandungan nutrien
(nitrat, nitrit, amoniak, fosfat), BOD (Biologycal Oxygen Demand) dan klorofil-a.
Selain pengambilan sampel air juga dilakukan pengukuran secara langsung
meliputi parameter oksigen terlarut (Dissolve Oxygen) menggunakan DO meter.
Konsentrasi nutrien dan klorofil-a dari air sampel tersebut diperoleh
dengan menganalisis menggunakan metode spektrofotometer. Sebelum dianalisis
sampel air sebanyak 250 ml disaring menggunakan kertas saring nucleopore
(diameter 47 mm dan porositas 0,2 μm). Penyaringan dilakukan setidaknya 6 jam
setelah sampling. Perolehan nilai BOD dari air laut dengan menggunakan metode
inkubasi selama 5 hari dengan suhu 20 oC. Hasil analisis data sampel air tersebut
selanjutnya digunakan untuk verifikasi hasil model.
Data pasang surut
Penelitian ini menggunakan dua jenis data pasang surut (pasut), yakni data
pasut hasil pengukuran untuk verifikasi model hidrodinamika dan data prediksi
pasut sebagai masukan (input) model atau syarat batas pemodelan (boundary
condition). Data pasut untuk verifikasi model tidak dilakukan pengukuran secara
langsung di lapangan, namun data tersebut diperoleh dari Badan Informasi
Geospasial (BIG) yang diukur secara langsung di stasiun Palabuhanratu. Data
pasut untuk masukan model diperoleh dari hasil prediksi Danish Hydraulic
Laboratory (DHI) dengan menggunakan 127 komponen pasut. Karakteristik pasut
yang digambarkan sebagai grafik tersaji dalam Lampiran 1.
5
Data batimetri
Data batimetri digunakan sebagai input pemodelan hidrodinamika. Data
batimetri yang digunakan dalam penelitian ini merupakan peta batimetri yang
dikeluarkan oleh Dishidros TNI-AL no 448 (Lampiran 2). Untuk keperluan
pemodelan batimetri yang dibutuhkan berupa data digital, sehingga peta batimetri
keluaran Dishidros TNI-AL didigitasi ulang dengan menggunakan software
pemetaan. Data hasil digitasi selanjutnya diinterpolasi ulang dengan skala spasial
sesuai kebutuhan pemodelan.
Data meteorologi
Data meteorologi yang digunakan meliputi data arah dan kecepatan angin,
curah hujan, dan suhu udara. Data meteorologis diperoleh dari ECMWF
(European Center for Medium Range Forcasting) yang diunduh (download) dari
situs www.ecmwf.int. Data meteorologis ini merupakan data analisis ulang dan
interpolasi dari data meteorologis yang diperoleh dari berbagai pusat pengamatan
dan parameter meteorologi dunia dengan resolusi spasial 1,5° x 1,5° dan interval
setiap 3, 6, dan 12 jam pada ketinggian 10 m diatas permukaan laut dengan format
NetCDF. Pengolahan data meteorologis yang meliputi ekstraksi, interpolasi dan
formating dilakukan dengan menggunakan perangkat lunak ODV 4.3. Hasil
pengolahan data meteorologis tersebut selanjutnya digunakan sebagai masukan
model gabungan hidrodinamika-ekosistem (Lampiran 3).
Data debit sungai
Sungai merupakan sumber masukan nutrien ke dalam perairan, selain itu
aliran sungai yang masuk ke perairan teluk sangat besar pengaruhnya dalam
menentukan karakteristik fisika-kimiawi perairan setempat. Dalam penelitian ini
data debit sungai yang digunakan berasal dari Pusat Penelitian Air (PUSAIR)
Bandung dan hasil pengukuran langsung dilapangan (Lampiran 4).
Data suhu dan salinitas
Data suhu dan salinitas yang digunakan dalam penelitian ini meliputi data
hasil pengukuran (data primer) maupun data sekunder. Pengukuran suhu dan
salinitas akan menggunakan CTD (Conductivity Temperature Depth) tipe ASTD
650 dengan stasiun pengukuran mengikuti stasiun pengambilan sampel air laut.
Data sekunder suhu dan salinitas diperoleh dari World Ocean Atlas (WOA) yang
dikeluarkan oleh NOAA melalui situs http://www.nodc.noaa.gov. Data suhu dan
salinitas pengukuran digunakan untuk verifikasi hasil model, sedangkan data
sekunder digunakan untuk input pemodelan hidrodinamika sebagai nilai kondisi
awal (initial condition) properti massa air di perairan lokasi penelitian.
Pengolahan data suhu dan salinitas hasil pengukuran maupun data sekunder
dilakukan dengan menggunakan perangkat lunak ODV 4.3. Karakteristik data
sekunder suhu dan salinitas sebagai input model tersaji dalam Lampiran 5.
Data klorofil-a
Dalam penelitian ini selain menggunakan data klorofil-a hasil analisis dari
sampel air juga digunakan data klorofil-a sekunder yang akan diperoleh dari situs
penyedia data. Data klorofil-a sekunder yang akan digunakan dalam penelitian ini
merupakan data gabungan atau asimilasi dari citra satelit MERIS (ESA), SeaWiFS
6
(NASA) dan MODIS level-2 (NASA). Data tersebut dapat diakses melalui situs
http://hermes.acri.fr. Format data klorofil-a hasil pengunduhan (download)
berupa .netCdf dengan skala ruang (spasial) 4 km × 4 km. Pengolahan data
klorofil-a dilakukan dengan menggunakan perangkat lunak ODV 4.3. Hasil
pengolahan data klorofil-a sekunder digunakan sebagai kondisi batas (boundary
condition) dan kondisi awal (initial condition) model ekosistem. Karakteristik
klorofil-a yang digambarkan dalam bentuk grafik series tersaji dalam Lampiran 6.
Data nutrien dan kimia perairan
Selain menggunakan data nutrien dan kimia perairan dari analisis sampel
air laut juga menggunakan data nutrien dan kimia perairan sekunder yang
digunakan sebagai nilai kondisi awal (initial condition) pemodelan ekosistem.
Data nutrien yang digunakan dalam penelitian ini meliputi nitrat dan fosfat,
sedangkan data kimia perairan yang digunakan adalah oksigen terlarut (dissolve
oxygen) dan apparent oxygen utilization (AOU). Data tersebut diperoleh dari
World Ocean Atlas (WOA) yang dikeluarkan oleh NOAA (Natioanal Oceanic
and Atmospheric Administration) melalui situs http://www.nodc.noaa.gov. Data
nutrien dan kimia perairan yang digunakan merupakan data rata-rata bulanan
tahun 2012 dengan skala ruang (skala spasial) 0,25º x 0,25º. Pengolahan data yang
meliputi ekstraksi, interpolasi dan formating dilakukan dengan menggunakan
perangkat lunak ODV 4.3. Karakteristik data nutrien dan kimia perairan yang
digambarkan dalam bentuk grafik tersaji dalam Lampiran 7.
Data posisi rumpon
Data posisi rumpon digunakan untuk mengetahui kesesuaian hasil analisis
DPI potensial dengan cara memplotkan data koordinat rumpon ke dalam peta
pendugaan DPI potensial. Data posisi rumpon yang digunakan adalah data hasil
penelitian yang dilakukan oleh Fitria (2012). Koordinat rumpon yang digunakan
dalam penelitian tersaji dalam Lampiran 8.
Analisis Data
Analisis data yang digunakan untuk memperoleh gambaran karakteristik
parameter oseanografi sebagai indikator keberadaan ikan menggunakan tiga
pendekatan. Dari ketiga pendekatan analisis tersebut selanjutnya dapat ditentukan
secara spasial dan temporal waktu dan lokasi yang berpotensi sebagai daerah
penangkapan ikan. Ketiga pendekatan analisis yang digunakan dalam penelitian
ini meliputi model hidrodinamika, model ekosistem, dan analisis spasial.
Model hidrodinamika digunakan untuk memperoleh gambaran pergerakan
massa air (pola arus) di wilayah studi, yang tentunya erat kaitannya dengan
dinamika parameter lain penentu keberadaan ikan, model ekosistem digunakan
untuk memperoleh gambaran karakter fisik kimiawi maupun biologi dalam
penentuan indikator keberadaan ikan, sedangkan analisis spasial digunakan untuk
menentukan daerah potensial penangkapan ikan berdasarkan beberapa parameter
oseanografi hasil model gabungan hidrodinamika dan ekosistem.
Model hidrodinamika dan model ekosistem
Model hidrodinamika dan model ekosistem diselesaikan dengan
menggunakan model numerik dalam bentuk perangkat lunak user interface DHI
7
MIKE 21 Flow Model yang dikembangkan oleh Danish Hydraulic Institute (DHI)
Water and Environment. Modul dalam MIKE 21 Flow Model yang digunakan
dalam penelitian ini terdiri dari dua modul, yakni Hydrodynamic dan ECO Lab.
Modul Hydrodynamic merupakan paket model yang digunakan untuk pemodelan
arus 2 dimensi. Dasar yang digunakan dalam pemodelan tersebut adalah
persamaan kekekalan massa dan momentum yang diintegrasikan sepanjang kolom
vertikal, kedua persamaan ini mampu menjelaskan variasi aliran dan ketinggian
muka laut ( DHI, 2012a).
Modul ECO Lab merupakan paket model yang digunakan untuk pemodelan
ekosistem, model ini mampu mengakomodir proses fisik, kimia, biologi maupun
interaksi antar paramater dan lingkungannya. Dasar persamaan yang digunakan
dalam model ECO Lab adalah persamaan transport (perpindahan) dan persamaan
proses kesimbangan variabel ekosistem yang terlibat (DHI, 2012b). Penelitian
hanya menggunakan beberapa variabel yang berkaitan erat dengan produktivitas
perairan. Beberapa variabel tersebut adalah DO (dissolve oxygen), AOU (apparent
oxygen utilization), amoniak, nitrit, nitrat, fosfat dan klorofil-a.
Analisis daerah penangkapan potensial
Analisis yang digunakan untuk menduga daerah potensial penangkapan ikan
dalam penelitian ini adalah analisis spasial menggunakan perangkat lunak
(software) pemetaan. Dasar analisis yang digunakan untuk memperkirakan
daerah potensial penangkapan ikan adalah indikator beberapa parameter keluaran
model gabungan hidrodinamika-ekosistem, yakni klorofil-a, oksigen terlarut
(dissolved oxygen), arus, suhu dan salinitas. Masing-masing parameter tersebut
dievaluasi secara parsial dan diberi nilai (skor). Penilaian atau skoring dari tiaptiap parameter tersebut berdasarkan pengaruh keberadaan parameter tersebut
terhadap keberadaan organisme laut terutama ikan.
Klorofil-a
Pengelompokkan (klasifikasi) dan penilaian klorofil-a sebagai salah satu
indikator penentu keberadaan ikan di laut mengacu pada penelitian Gower dalam
Widodo (1999). Pengelompokkan dan penilaian tersebut merupakan barometer
produktivitas ikan disuatu perairan, dimana nilai konsentrasi-a lebih besar dari 0,2
mg/m3 menunjukkan kehidupan fitoplankton yang cukup untuk mempertahankan
proliferasi ikan. Penilaian konsentrasi klorofil-a berdasarkan kelompok disajikan
dalam Tabel 2
Tabel 2 Penilaian klorofil-a berdasarkan nilai kelas konsentrasi
Konsentrasi Klorofil-a (mg/m3)
Keterangan
0,0-0,1
sedikit
0,1-0,2
sedang
0,2-0,6
banyak
> 0,6
sangat banyak
Skor
2
5
10
13
Oksigen terlarut (Dissolved oxygen)
Parameter kedua yang digunakan sebagai indikator keberadaan ikan di laut
adalah oksigen terlarut. Oksigen terlarut mempunyai peran penting terhadap
keberadaan ikan di laut, dimana keberadaan oksigen di perairan umumnya
dimanfaatkan oleh organisme untuk pernapasan, proses metabolisme atau
8
pertukaran zat yang kemudian menghasilkan energi untuk pertumbuhan dan
pembiakan. Effendi (2003) mengusulkan bahwa perairan untuk kegiatan
perikanan sebaiknya memiliki kadar oksigen tidak kurang dari 5 mg/l. Kadar
oksigen terlarut yang kurang dari 2 mg/l dapat menyebabkan kematian ikan
(UNESCO/WHO/UNEP, 1992). Dalam penelitian ini penilaian oksigen terlarut
sebagai indikator keberadaan ikan di perairan berdasarkan penelitian yang
dilakukan oleh Swingle dalam Effendi (2003) mengenai hubungan kadar oksigen
terlarut dengan kelangsungan hidup ikan (Tabel 3)
Tabel 3 Penilaian oksigen terlarut terhadap kelangsungan hidup ikan
Kadar Oksigen
Keterangan
Hanya sedikit jenis ikan dapat bertahan pada
< 0,3
pemaparan singkat
0,3-1,0
Pemaparan lama dapat mengakibatkan kematian ikan
1,0-5,0
Ikan dapat hidup namun pertumbuhan terganggu
Hampir semua organisme akuatik menyukai kondisi
>5
ini
Skor
1
3
6
10
Arus
Secara alami sangat sulit mengamati respon ikan terhadap perubahan arah
ataupun kecepatan arus. Namun beberapa teori menyatakan bahwa arus
mempunyai peran penting terhadap kebaradaan ikan. Laevastu dan Hayes (1981)
mengungkapkan perpindahan telur, larva, dan ikan kecil sangat dipengaruhi oleh
pergerakan arus. Pendapat lain terkait hubungan langsung ikan terhadap arus juga
diungkapkan oleh Simbolon (2011), dimana jenis ikan kembung perempuan
sangat terbantu dengan kondisi arus tenang saat mencari makan. Dalam klasifikasi
kecepatan arus dalam penelitian ini dimodifikasi dari penelitian Supangat et al.
(2005), penilaian klasifikasi kecepatan arus tersebut tersaji dalam Tabel 4
Tabel 4 Penilaian klasifikasi kecepatan arus untuk indikator keberadaan ikan
Kecepatan arus (m/s)
Kategori
Skor
0-0,25
lemah
4
0,25-0,75
sedang
3
0,75-1,5
kuat
2
> 1,5
sangat kuat
1
Suhu
Suhu yang digunakan sebagai indikator keberadaan ikan di laut adalah suhu
optimum untuk beberapa ikan pelagis kecil dan pelagis besar. Beberapa ikan
pelagis tersebut adalah ikan layang, ikan kembung, ikan terbang, ikan cakalang,
ikan tengiri dan ikan tongkol. Simbolon (2011) menyatakan ikan layang mampu
beradaptasi pada perairan dengan suhu 20-30 oC. Masih dalam Simbolon (2011)
menyatakan suhu optimum untuk ikan kembung di perairan tropis berkisar 20-30
o
C. Ikan terbang umumnya ditemukan pada temperatur 26-27 oC (Sihotang, 2004).
Bunyamin (1981) dalam Simbolon (2011) mengemukakan bahwa ikan cakalang
dapat tertangkap secara teratur di Samudera Hindia bagian timur pada suhu
perairan 27-30 oC. Menurut Widodo (1988) bahwa penyebaran ikan tenggiri
sangat dipengaruhi oleh suhu, dimana suhu optimum untuk ikan tenggiri berkisar
28-29 oC. Ikan tongkol dewasa mempunyai kemampuan adaptasi 21,6-30,5 oC
9
(Williamson diacu dalam Burhanudin et al.,1984). Berdasarkan beberapa
penelitian di atas umumnya beberapa ikan pelagis kecil maupun besar
keberadaanya di perairan berada pada kisaran suhu 20-30 oC, sehingga dalam
penelitian ini nilai suhu 20-30 oC digunakan sebagai indikator optimum untuk
kehidupan ikan, di luar kisaran tersebut diasumsikan tidak optimum untuk
kehidupan organisme khususnya ikan. Penilaian suhu sebagai indikator
keberadaan ikan tersaji dalam Tabel 5
Tabel 5 Penilaian suhu sebagai indikator keberadaan ikan
Nilai Suhu (oC)
Keterangan
< 20
Tidak optimum untuk kehidupan organisme
20-30
Optimum untuk kehidupan organisme
> 30
Tidak optimum untuk kehidupan organisme
Skor
4
12
4
Salinitas
Salinitas yang digunakan sebagai indikator keberadaan ikan di laut adalah
sama seperti halnya dengan suhu, yakni salinitas optimum. Nilai salinitas
optimum yang digunakan untuk memperkirakan keberadaan ikan berkisar 3235‰, nilai salinitas diluar kisaran tersebut diasumsikan tidak optimum untuk
keberadaan ikan. Penentuan nilai tersebut berdasarkan atas beberapa penelitian
yang telah dilakukan sebelumnya terkait dengan salinitas optimum untuk beberapa
ikan pelagis kecil maupun pelagis besar. Beberapa penelitian tersebut diantaranya
dilakukan oleh Hardenberg (1937) diacu dalam Burhanudin et al. (1983) yang
mengemukakan bahwa ikan layang menyukai perairan dengan salinitas 32-34 ‰.
Jenis ikan kembung lelaki dijumpai pada salinitas tinggi, yakni sekitar 33-35‰,
sedangkan kembung perempuan pada salinitas 30-31‰. Sihotang (2004)
mengemukakan ikan terbang umumnya dijumpai di perairan pada salinitas 3435‰, selanjutnya pernyataan yang tidak jauh berbeda juga dikemukakan oleh
Simbolon (2011) bahwa ikan terbang banyak tertangkap pada salinitas 33-34,5‰.
Cleaver dan Shimada (1950) diacu dalam Gunarso (1985) mengemukakan bahwa
ikan cakalang hidup pada perairan dengan kadar salinitas antara 33-35‰.
Penilaian salinitas sebagai salah satu indikator keberadaan ikan di laut tersaji
dalam Tabel 6
Tabel 6 Penilaian salinitas sebagai indikator keberadaan ikan
Nilai Salinitas
Keterangan
(‰)
< 32
Tidak optimum untuk kehidupan organisme
32-35
Optimum untuk kehidupan organisme
> 35
Tidak optimum untuk kehidupan organisme
Skor
4
12
4
Penilaian (skoring) dan pengkelasan
Setelah penilaian (skoring) terhadap lima parameter tersebut selesai
selanjutnya dilakukan tumpang tindih (overlay) secara aritmetik dengan
menjumlahkan skor dari kelima parameter tersebut menggunakan perangkat lunak
pemetaan. Hasil penjumlahan tersebut selanjutnya dilakukan pengkelasan untuk
menentukan arahan zona petensial penangkapan ikan. Pengkelasan diawali
dengan menentukan lebar kelas dengan persamaan 1
10
∑
m
-∑
m
(1)
Keterangan: L adalah lebar kelas; S adalah skor; dan n adalah jumlah kelas
Hasil overlay akan diperoleh nilai skor maksimum 51 dan nilai skor
minimum 12. Jumlah kelas yang digunakan sebesar 4 sehingga akan diperoleh
selang kelas 9,75. Empat kelas untuk arahan zona potensial penangkapan ikan
masing-masing kelas adalah zona tidak potensial (Z1), zona potensial rendah (Z2),
zona potensial sedang (Z3), dan zona potensial tinggi (Z4). Empat kelas zona
potensial penangkapan ikan berdasarkan lebar kelas secara ringkas disajikan
sebagai berikut:
1)
2)
3)
4)
Kelas Z1=12
≤ S < 21,75
Kelas Z2=21,75 ≤ S < 31,5
Kelas Z3=31,5 ≤ S < 41,25
Kelas Z4=41,25 ≤ S ≤ 51
HASIL DAN PEMBAHASAN
Karakteristik Fisika Kimiawi dan Biologi
Hasil pengambilan beberapa parameter fisika-kimiawi dan biologi yang
terdiri dari suhu, salinitas, DO (oksigen terlarut), fosfat (PO4), nitrat (NO3) dan
klorofil-a divisualisasi dalam Gambar 2. Secara umum karakteristik fisik perairan
seperti suhu dan salinitas di perairan laut cenderung lebih tinggi dibandingkan
dengan perairan sungai, namun karakteristik kimiawi dan biologinya cenderung
lebih rendah. Suhu hasil pengambilan sampel ditiga Sungai (Cimandiri, Cimaja,
Cibareno) relatif sama yakni sebesar 27,50oC, sedangkan di Laut nilai suhu hasil
pengambilan di tiga titik yang berbeda menunjukkan nilai yang sedikit berbeda,
dimana masing-masing sebesar 29,15oC, 29,18oC dan 29,98oC. Salinitas
permukaan laut hasil sampling berkisar 30,73-31,43‰, salinitas ini tergolong
rendah bila dibandingkan dengan perairan samudera pada umumnya yang berkisar
34-35‰ (No tj , 2007). Rendahnya salinitas diperkirakan karena adanya
pengaruh runoff dari sungai yang mengalir ke Teluk Palabuhanratu yang memang
pada penelitian ini titik pengambilan sampel air masih di dalam teluk dan dekat
dengan perairan pantai.
Karakteristik oksigen terlarut (DO, Dissolve oksigen) terlihat lebih tinggi di
perairan sungai dibandingkan dengan perairan laut. Di Sungai nilai DO berkisar
7,10 mg/l-7,80 mg/l, sedangkan di laut berkisar 5,7 mg/l-6,2 mg/l. Tingginya
oksigen terlarut di Sungai ini diperkirakan karena laju reaerasi di sungai lebih
tinggi dibandingkan dengan di laut. Laju reaerasi berbanding lurus dengan
kecepatan arus dan berbanding terbalik dengan kedalaman perairan. Perairan
sungai di lokasi penelitian mempunyai kecepatan arus lebih tinggi dan kedalaman
lebih dangkal sehingga laju reaerasi atau proses penambahan oksigen ke dalam
perairan lebih cepat dibandingkan di laut. Karakteristik nutrien esensial (fosfat
dan nitrat) umumnya sama dengan karakteristik parameter DO, dimana
konsentrasi nutrien cenderung lebih tinggi di perairan sungai dibandingkan
dengan perairan laut. Konsentrasi fosfat di sungai berkisar 0,023 mg/l hingga
11
0,035 mg/l, sedangkan di laut berkisar 0,011 mg/l-0,014 mg/l. Konsentrasi nitrat
di sungai berkisar 0,890 mg/l-1,953 mg/l sedangkan di laut berkisar 0,130 mg/l0,339 mg/l. Demikiam juga yang terlihat pada konsentrasi klorofil-a, yang mana
hasil pengambilan sampel di sungai berkisar 1,055 mg/l hingga 2,315 mg/l
sedangkan di laut berkisar 0,004-1,025 mg/l.
(A)
(B)
(C)
(D)
(E)
(F)
Gambar 2 Karakteristik kimiawi dan biologi hasil sampling sesaat di lokasi
penelitian. A=Suhu; B=Salinitas C=Oksigen terlarut; D=Klorofil-a;
E=Nitrat; F=Fosfat
Hasil Pemodelan
Hasil pemodelan telah diverifikasi dengan data hasil pengukuran dengan
cara membandingkan kedua data tersebut dalam bentuk grafik. Data keluaran
model yang diverifikasi adalah pasang surut, suhu, salinitas, oksigen terlarut,
klorofil-a, nitrat dan fosfat. Hasil verifikasi (Lampiran 9) menunjukkan, sebagian
besar parameter keluaran model terlihat ada kesesuaian antara data keluaran
model dengan data pengukuran. Hasil model tidak disajikan secara keselurahan,
akan tetapi hanya disajikan beberapa parameter yang mempunyai kaitan erat
dengan keberadaan ikan. Beberapa parameter tersebut adalah pola arus, suhu,
salinitas, oksigen terlarut, klorofil-a, nirat (NO3) dan fosfat (PO4).
12
Pola arus
Secara keseluruhan rata-rata bulanan pola arus permukaan hasil model
(Gambar 3A-L) menunjukkan, terdapat dua karakteristik arah arus dominan yang
berlawanan, dimana saat Musim Barat Laut atau Musim Barat (DesemberFebruari) pola arus bergerak ke arah timur hingga tenggara, sebaliknya ketika
Musim Tenggara atau Musim Timur (Juni-Agustus) pola arus bergerak ke arah
barat hingga barat laut. Karakteristik arus tersebut sesuai dengan hasil penelitian
yang telah dilakukan Soeriatmadja (1957), Wyrtki (1961), Quadfasel dan
Cresswell (1992), dan Fieux (1996), dimana pada musim barat Arus Selatan Jawa
yang merupakan cabang Arus Sakal Khatulistiwa Samudera Hindia bergerak ke
arah timur hingga Sumbawa, sebaliknya terjadi ketika musim tenggara. Pola arah
arus tersebut merupakan respon dari angin musiman yang mana saat Musim Barat
angin bergerak dari barat laut ke arah tenggara, sebaliknya ketika Musim
Tenggara arus bergerak dari tenggara menuju ke arah barat laut (Wyrtki, 1961).
Karakteristik arus hasil model musim peralihan baik peralihan 1(Maret-Mei) dan
peralihan 2 (September-November) secara konsisten bergerak ke arah barat
hingga barat laut.
Deskripsi statistik kecepatan arus hasil model yang disajikan pada Tabel 7
memperlihatkan kecepatan arus tinggi terjadi pada Musim Tenggara/Musim
Timur (Juni-Agustus) dan Musim Peralihan 2 (September-November). Masingmasing kecepatan arus pada kedua musim tersebut berkisar 0,09-1,03 m/det dan
0,11-1,01 m/det, sedangkan kisaran rata-ratanya 0,22-0.44 m/det dan 0,26-0,47
m/det. Pada saat Musim Barat Laut/Barat (Desember-Februari) kecepatan arus
sedikit melemah dengan kisaran 0,07-0,57 m/det dan rata-ratanya berkisar 0,160,25 m/det. Kecepatan arus terlemah terjadi pada Musim Peralihan 1 (Maret-Mei),
dimana kecepatan arus berkisar 0,06-0,61 m/det dan kecepatan rata-rata berkisar
0,14-0,21 m/det. Variasi kecepatan arus secara spasial sepanjang tahun umumnya
tidak terlihat ada variasi yang signifikan, hal ini diperlihatkan pada nilai standart
deviasi yang lebih kecil dari nilai rata-rata kecepatan arus. Nilai standart deviasi
di bawah nilai rata-rata menunjukkan variasi kecepatan arus hasil model sangat
kecil, sedangkan apabila nilai deviasi lebih besar dari nilai rata-rata maka variasi
kecepatan arus sangat tinggi.
Tabel 7 Deskripsi statistik kecepatan arus secara spasial berdasarkan arus ratarata bulanan hasil model
Musim
Barat Laut/ Barat
Peralihan I
Timur/ Tenggara
Peralihan II
Barat Laut/ Barat
Bulan
Jan
Feb
Mar
Apr
Mei
Jun
Jul
Agust
Sep
Okt
Nop
Des
Minimum
0,09
0,08
0,06
0,07
0,08
0,09
0,18
0,19
0,19
0,17
0,11
0,07
Kecepatan Arus (m/det)
Maksimum Rata-rata
0,57
0,25
0,47
0,22
0,36
0,14
0,36
0,15
0,61
0,21
0,64
0,22
0,99
0,43
1,03
0,44
1,01
0,47
0,94
0,42
0,68
0,26
0,47
0,16
St. Deviasi
0,027
0,026
0,022
0,020
0,028
0,029
0,048
0,049
0,047
0,043
0,030
0,025
13
(A)
(B)
(C)
Gambar 3 Pola arus permukaan rata-rata bulanan berdasarkan simulasi model
selama setahun. A=Januari; B=Februari; C=Maret
14
(D)
(E)
(F)
Gambar 3 Lanjutan. D=April; E=Mei; F=Juni
15
(G)
(H)
(I)
Gambar 3 Lanjutan. G=Juli; H=Agustus; I=September
16
(J)
(K)
(L)
Gambar 3 Lanjutan. J=Oktober; K=November; L=Desember
17
Sebaran suhu permukaan laut
Hasil model suhu permukaan laut yang telah dirata-ratakan berdasarkan
bulan tersaji dalam Gambar 4A-L, sedangkan deskripsi statistik spasialnya tersaji
dalam Tabel 8. Suhu permukaan laut hasil model umumnya terlihat bervariasi
secara spasial maupun temporal walaupun variasi tersebut sangat kecil. Kecilnya
variasi suhu tersebut diperlihatkan pada nilai deviasi sepanjang tahun yang
memang dibawah rata-rata suhu bulanan. Hasil simulasi selama setahun
menunjukkan suhu tinggi umumnya terjadi pada Musim Peralihan 1 (Maret-Mei),
sedangkan suhu rendah terjadi pada Musim Timur (Juni-Agustus) hingga Musim
Peralihan 2 (September-November). Suhu permukaan laut pada saat Musim
Peralihan 1 berkisar 29,61-30,42 oC dengan rata-rata berkisar 29,91-30,04 oC. Saat
Musim Timur dan Musim Peralihan 2 masing-masing suhu permukaan berkisar
27,14-30,12oC dan 25,50-29,11oC, sedangkan rata-rata kisaran suhunya masingmasing adalah 27,73-29,68oC dan 26,32-28,72oC. Karakteristik suhu saat Musim
Barat (Desember-Februari) umumnya tidak berbeda jauh dengan kondisi Musim
Peralihan 1, dimana suhu berkisar 28,69-29,61oC dengan rata-rata berkisar 28,8929,37oC.
Tabel 8 Deskripsi suhu permukaan secara spasial berdasarkan suhu rata-rata
bulanan hasil simulasi model
Musim
Bulan
Barat/Barat Laut Jan
Feb
Peralihan I
Mar
Apr
Mei
Timur/Tenggara Jun
Jul
Agust
Peralihan II
Sep
Okt
Nop
Barat
Des
Minimum
29,09
28,71
29,68
29,61
29,65
29,35
28,50
27,14
25,51
26,70
28,40
28,69
SPL (oC)
Maksimum
Rata-rata
29,61
29,37
29,21
28,89
30,42
30,04
30,23
29,88
30,24
29,91
30,13
29,68
29,35
29,00
28,46
27,73
27,53
26,32
28,13
27,27
29,11
28,72
29,12
28,90
St. Deviasi
0,135
0,096
0,125
0,113
0,116
0,159
0,181
0,321
0,394
0,311
0,151
0,086
Fenomena rendahnya suhu pada Musim Timur dan Musim Peralihan 2 di
lokasi penelitian ini diperkirakan karena adanya upwelling atau pengangkatan
massa air laut lapisan dalam dengan karakteristik suhu rendah dan salinitas tinggi
ke permukaan karena adanya ekman pump. Hal ini sesuai dengan pendapat
Susanto et al. (2001) yang menyatakan terjadinya upwelling di sepanjang pantai
selatan Jawa-Sumatera merupakan respons terhadap bertiupnya angin Muson
Tenggara. Purba (1995) mengamati indikasi upwelling terjadi di selatan Teluk
Palabuhanratu Jawa Barat selama Musim Timur atau Tenggara. Hendiarti et al.
(2004) mengatakan bahwa selama Muson Tenggara, transpor Ekman disepanjang
pantai selatan Jawa menyebabkan upwelling. Ekman pump sendiri merupakan
proses fisis pengisian kekosongan massa air di perairan pantai dengan massa air
lapisan dalam
18
(A)
(B)
(C)
Gambar 4 Suhu permukaan laut rata-rata bulanan berdasarkan hasil simulasi
model selama setahun. A=Januari; B=Februari; C=Maret
19
(D)
(E)
(F)
Gambar 4 Lanjutan. D=April; E=Mei; F=Juni
20
(G)
(H)
(I)
Gambar 4 Lanjutan. G=Juli; H=Agustus; I=September
21
(J)
(K)
(L)
Gambar 4 Lanjutan. J=Oktober; K=November; L=Desember
22
Sebaran salinitas permukaan laut
Pola sebaran secara spasial dan deskripsi statistik salinitas permukaan hasil
simulasi model diperlihatkan dalam Gambar 5A-L dan Tabel 9. Secara umum
sebaran salinitas permukaan sepanjang tahun cukup bervariasi, walaupun
variasinya relatif rendah. Variasi spasial tertinggi terjadi pada bulan Februari
dengan deviasi mencapai 0,316‰, sedangkan variasi terendah terjadi pada bulan
November dengan deviasi 0,061‰.
Pola sebaran salinitas permukaan umumnya mirip dengan sebaran suhu
permukaan, namun karakteristik besaran nilai kedua parameter tersebut
berkebalikan kondisi. Jika pada Musim Peralihan 1 rata-rata suhu permukaan di
wilayah kajian tinggi, sebaliknya nilai rata-rata salinitas pada musim tersebut
tergolong rendah. Demikan juga pada Musim Timur dan Musim Peralihan 2, ratarata nilai suhu pada kedua musim tersebut rendah, namun nilai salinitas berada
pada kondisi tertinggi. Tingginya salinitas pada Musim Timur dan Musim
Peralihan 2 ini erat kaitannya dengan upwelling yang telah dipaparkan sebelumya,
dimana pengangkatan massa air lapisan bawah ke permukaan (upwelling) pada
kedua musim ini membawa massa air berkarakteristik suhu rendah dan
bersalinitas tinggi
Salinitas permukaan pada Musim Peralihan 1 berkisar 32,77-33,68‰
dengan kisaran rata-ratanya 33,31-33,44‰. Pada Musim Timur dan Musim
Peralihan 2 masing-masing berkisar 32,74-34,13‰ dan 33,56-34,38‰, dengan
rata-rata masing-masing berkisar 33,38-33,70‰ dan 33,80-34,01‰. Pada saat
Musim Barat salinitas permukaan tidak jauh berbeda dengan salinitas Musim
Peralihan 1, dimana rata-rata salinitas berkisar 33,15-33,78‰. Walaupun variasi
spasial rendah, kisaran salinitas secara keseluruhan masih dalam kisaran yang
sesuai untuk perkembangan fitoplankton, dimana menurut Sachlan dalam
Andriani (2004) mengemukakan salinitas yang sesuai bagi fitoplankton laut
adalah lebih besar dari 20‰. Pada kondisi salinitas tersebut fitoplankton
memugkinkan dapat hidup dan memperbanyak diri di samping aktif melakukan
proses fotosintesis.
Tabel 9 Deskripsi statistik salinitas permukaan secara spasial berdasarkan salinitas
rata-rata bulanan hasil simulasi model
Musim
Barat/Barat Laut
Peralihan I
Timur/Tenggara
Peralihan II
Barat
Bulan
Jan
Feb
Mar
Apr
Mei
Jun
Jul
Agust
Sep
Okt
Nop
Des
Minimum
33,10
32,27
32,77
33,18
32,89
33,23
32,81
32,75
33,60
33,81
33,56
33,30
Salinitas (‰)
Maksimum Rata-rata
34,13
33,70
33,73
33,15
33,62
33,31
33,68
33,44
33,57
33,33
33,87
33,70
33,76
33,38
34,13
33,70
34,38
34,00
34,12
34,01
34,07
33,80
34,19
33,78
St. Deviasi
0,122
0,316
0,133
0,104
0,145
0,090
0,189
0,251
0,171
0,088
0,061
0,158
23
(A)
(B)
(C)
Gambar 5 Salinitas permukaan laut rata-rata bulanan berdasarkan hasil simulasi
model selama setahun. A=Januari; B=Februari; C=Maret
24
(D)
(E)
(F)
Gambar 5 Lanjutan. D=April; E=Mei; F=Juni
25
(G)
(H)
(I)
Gambar 5 Lanjutan. G=Juli; H=Agustus; I=September
26
(J)
(K)
(L)
Gambar 5 Lanjutan. J=Oktober; K=November; L=Desember
27
Sebaran DO (Oksigen terlarut)
Karakteristik oksigen terlarut hasil simulasi model yang telah dirata-ratakan
berdasarkan bulan disajikan pada Gambar 6A-L, sedangkan Tabel 10
memperlihatkan deskripsi statistik oksigen terlarut secara spasial. Secara umum
baik spasial maupun temporal konsentrasi oksigen terlarut hasil simulasi model
selama setahun relatif homogen, dimana rata-rata perubahan (range) selama
setahun hanya sebesar 0,23 mg/l. Kondisi yang memperlihatkan bahwa variasi
oksigen sepanjang tahun kecil juga dapat dilihat dari nilai standart deviasi
(simpangan baku), yang mana sepanjang tahun standart deviasi sangat kecil bila
dibandingkan dengan nilai rata-ratanya, yang artinya nilai standart deviasi di
bawah nilai rata-rata menunjukkan variasi spasial oksigen terlarut hasil model
sangat kecil, sedangkan apabila nilai standart deviasi lebih besar dari nilai ratarata maka variasi spasial oksigen terlarut sangat tinggi.
Secara musiman konsentrasi oksigen terlarut pada saat Musim Barat
berkisar 4,03-4,60 mg/l, Musim Peralihan 1 berkisar 3,96-4,43 mg/l, Musim
Timur berkisar 3,81-4,66 mg/l, dan pada saat Musim Peralihan 2 konsentrasi
oksigen berkisar 4,07-4,66 mg/l. Kisaran rata-rata dari keempat musim tersebut
berturut-turut adalah 4,21-4,46 mg/l, 4,08-4,39 mg/l, 3,97-4,60 mg/l dan 4,18-4,46
mg/l. Walaupun kisaran konsentrasi oksigen terlarut berdasarkan musim tidak
terlihat berbeda signifikan, namun berdasarkan rata-rata bulanan terlihat
konsentrasi oksigen terlarut terendah terjadi pada bulan Juli sebesar 3,97 mg/l,
sedangkan konsentrasi te