Analisis Usahatani Nenas Bogor di Kecamatan Tamansari Kabupaten Bogor

ANALISIS USAHATANI NENAS BOGOR DI KECAMATAN
TAMANSARI KABUPATEN BOGOR

BANGARANI MASAH NADILA

DEPARTEMEN AGRIBISNIS
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Analisis Usahatani
Nenas Bogor di Kecamatan Tamansari Kabupaten Bogor adalah benar karya saya
dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun
kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip
dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah
disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir
skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut

Pertanian Bogor.
Bogor, Juni 2014
Bangarani Masah Nadila
NIM H34100148

ABSTRAK
BANGARANI MASAH NADILA. Analisis Usahatani Nenas Bogor di
Kecamatan Tamansari Kabupaten Bogor. Dibimbing oleh NUNUNG KUSNADI.
Nenas Bogor merupakan komoditas terkenal di Kabupaten Bogor.
Meskipun nenas bogor merupakan salah satu komoditas khas dan unggulan daerah,
namun kini nenas bogor seakan menghilang dari pasar. Penelitian ini bertujuan
untuk mendeskripsikan sistem agribisnis usahatani nenas bogor serta kontribusi
usahatani nenas bogor untuk rumahtangga. Hasil penelitian dijabarkan dengan
cara deskriptif dan dengan metode kuantitatif. Hasil penelitian menunjukkan
bahwa sistem agribisnis memiliki performa yang kurang baik dan membuat petani
memperoleh penerimaan yang rendah dan biaya yang tinggi. Kontribusi
nenasbogor sangat kecil (dibawah 10%) karena usahatani nenas bogor sudah tidak
lagi dijadikan sebagai penghasil penerimaan utama bagi keluarga petani.
Kata kunci: agribisnis nenas bogor, kontribusi penerimaan terhadap peneriman
tunai rumahtangga,


ABSTRACT
BANGARANI MASAH NADILA. Farm Analysis of Bogorian Pineapple (Nenas
Bogor) in Tamansari Subdistric Bogor Regency. Supervised by NUNUNG
KUSNADI.
Bogorianian Pineapple (Nenas Bogor) is a famous pineapple in Bogor.
Although bogorian pineapple is one of unique and flagship commodity in Bogor,
this commodities is being scarces in market. The objectives of the study were to
describe the agribusiness systems and its contribution to household income. This
study were perfomed by using desctriptive and quantitive analysis. The result
showed that the agribusiness systems have poor performance and it caused low
revenue and high cost. The bogorian pineapple contribution of household cash
receipts was very small (below 10%) because it was no longer used as a main
source of household income.
Keywords: agribusiness of bogorian pineapple, return to production factors

ANALISIS USAHATANI NENAS BOGOR DI
KECAMATAN TAMANSARI KABUPATEN BOGOR

BANGARANI MASAH NADILA


Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Ekonomi
pada
Departemen Agribisnis

DEPARTEMEN AGRIBISNIS
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

Judul Skripsi : Analisis Usahatani Nenas Bogor di Kecamatan Tamansari
Kabupaten Bogor
Nama
: Bangarani Masah Nadila
NIM
: H34100148


Disetujui oleh

Dr Ir Nunung Kusnadi, MS
Pembimbing

Diketahui oleh

Dr Ir Dwi Rachmina, MSi
Ketua Departemen

Tanggal Lulus:

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang
dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Januari 2014 ini ialah
usahatani, dengan judul Analisis Pendapatan Petani Nenas Bogor di Desa
Tamansari dan Desa Sukaluyu Kecamatan Tamansari Kabupaten Bogor.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Dr. Ir. Nunung Kusnadi, MS
selaku dosen pembimbing skripsi, Ibu Dr. Ir. Dwi Rachmina, Msi selaku dosen

penguji utama dan Ibu Eva Yolynda, SP. MM selaku dosen penguji dari Komisi
Pendidikan Departemen Agribisnis yang telah banyak memberikan saran dalam
tulisan ini. Terimakasih kepada Bapak Subarja selaku masyarakat di Desa
Sukaluyu, Bapak Kobarsih Selaku Kepala BP4K Kecamatan Tamansari, Bapak
Sukandar selaku penyuluh di Desa Sukaluyu, serta Bapak Weli selaku perangkat
Desa Tamansari yang telah banyak membantu selama pengambilan data di Desa
Tamansari dan Desa Sukaluyu.
Ungkapan terima kasih penulis sampaikan kepada ayah, ibu, adik, serta
keluarga besar yang selalu memberikan dukungan moril serta doa. Terimakasih
kepada sahabat-sahabat sekalian yang berada pada naungan Fakultas Ekonodmi
dan Mnanjemen, Departemen Agribisnis dan BEM FEM Kabinet Progresif, serta
kepada Guntur Arief Wicaksono, atas segala dukungan, bantuan dan doa.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Juni 2014
Bangarani Masah Nadila

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL


viii

DAFTAR GAMBAR

viii

DAFTAR LAMPIRAN

ix

PENDAHULUAN

1

Latar Belakang

1

Rumusan Masalah


4

Tujuan Penelitian

5

Manfaat Penelitian

5

Ruang Lingkup Penelitian

6

TINJAUAN PUSTAKA

6

Luas Lahan dan Produktivitas Daerah


6

Struktur Biaya dan Penerimaan Usahatani

7

Analisis Pendapatan Petani dan Efisiensi Usahatani

9

KERANGKA PEMIKIRAN

`10

Kerangka Pemikiran Teoritis

10

Kerangka Pemikiran Operasional


13

METODE

14

Lokasi dan Waktu Penelitian

14

Jenis dan Sumber Data

15

Metode Penarikan Sampel dan Pengumpulan Data

15

Metode Pengolahan dan Analisis Data


15

GAMBARAN UMUM WILAYAH LOKASI PENELITIAN

19

Karakteristik Wilayah

19

Karakteristik Petani Responden

20

HASIL DAN PEMBAHASAN

21

Sistem Agribisnis Nenas Bogor


22

Analisis Keragaan Usahatani dan Pendapatan Rumahtangga Petani Nenas

30

Kontribusi Penerimaan Tunai Usahatani Nenas Terhadap Penerimaan Tunai
Rumahtangga
38
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan

40
40

Saran

41

DAFTAR PUSTAKA

42

LAMPIRAN

44

RIWAYAT HIDUP

46

DAFTAR TABEL
1 Lima kabupaten dengan jumlah pohon buah nenas terbanyak di Jawa
Barat tahun 2007-2011
2 Jumlah pohon nenas di Kabupaten Bogor dan nilai peningkatan
pertahun pada 2007-2011
3 Luas dan pola pemanfaatan lahan di Kecamatan Tamansari tahun 2013
4 Karakteristik responden petani nenas di Desa Tamansari dan Desa
Sukaluyu Kecamatan Tamansari
5 Rata-rata luas lahan pengusahaan nenas petani menurut klasifikasi
responden berdasarkan luas lahan pengusahaan nenas pada tahun 2013
6 Rata-rata luas penguasaan lahan pertanian pada petani responden
menurut klasifikasi responden berdasarkan luas penguasaan lahan
pertanian pada tahun 2013
7 Penggunaan tenaga kerja usahatani nenas bogor menurut klasifikasi
responden berdasarkan luas lahan pengusahaan nenas bogor dalam satu
tahun produksi pada tahun 2013
8 Rata-rata penerimaan tunai buah nenas, jumlah produk yang dijual, dan
harga jual nenas di tingkat responden pada tahun 2013
9 Struktur biaya dan penerimaan usahatani nenas bogor pada petani
responden menurut klasifikasi responden berdasarkan luas lahan
pengusahaan nenas pada tahun 2013
10 Analisis arus uang tunai usahatani nenas bogor pada petani responden
menurut klasifikasi responden berdasarkan luas lahan pengusahaan
nenas pada tahun 2013
11 Perubahan penerimaan tunai buah nenas saat terjadi perubahan terhadap
harga output dan jumlah produksi pada tahun 2013
12 Analisis balas jasa terhadap faktor produksi pada rumahtangga petani
responden menurut klasifikasi responden berdasarkan luas lahan
pengusahaan nenas pada tahun 2013
13 Analisis rasio penerimaan dan biaya (R/C Ratio) pada petani responden
menurut klasifikasi responden berdasarkan luas lahan pengusahaan
nenas pada tahun 2013
14 Kontribusi luas lahan pengusahaan nenas terhadap luas pengusahaan
lahan pertanian petani responden menurut klasifikasi responden
berdasarkan luas penguasaan lahan pertanian pada tahun 2013
15 Kontribusi penerimaan usahatani nenas bogor terhadap penerimaan
tunai rumahtangga petani responden menurut klasifikasi responden
berdasarkan luas penguasaan lahan pertanian pada tahun 2013

3
3
20
21
22

22

27
30

32

34
35

36

38

39

40

DAFTAR GAMBAR
1 Komoditas nenas yang dijual di pasar-pasar di Kabupaten Bogor
2 Kerangka Pemikiran Operasional Analisis Usahatani Nenas Bogor di
Kecamatan Tamansari Kabupaten Bogor

4
14

DAFTAR LAMPIRAN
1. Karakteristik petani responden di Desa Tamansari dan Desa Sukaluyu
2. Dokumentasi

44
45

1

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Daerah-daerah di Indonesia memiliki komoditas yang berbeda untuk
dikembangkan, tergantung dari kesesuaian aspek teknis, ekonomi, dan sosial
masing-masing wilayah. Beberapa komoditas tersebut memiliki nama yang khas
yang sesuai dengan lokasi pengembangannya. Nama daerah yang melekat pada
suatu komoditas menandakan kekhasan sehingga komoditas yang dikembangkan
di suatu daerah memiliki ciri berbeda dengan komoditas sejenis yang
dikembangkan di daerah lain. Kekhasan tersebut menyebabkan komoditas dengan
nama daerah memiliki peluang pasar yang baik dan tidak jarang pula komoditas
ini ditemui di luar daerah pengembangannya. Contoh-contoh komoditas dengan
nama daerah yang kini berkembang menjadi salah satu komoditas unggulan khas
daerah adalah beras cianjur, duku palembang, ubi cilembu, dan talas bogor.
Beras cianjur atau dikenal dengan nama beras pandan wangi merupakan
komoditas yang membawa nama daerah. Kini beras cianjur merupakan salah satu
komoditas unggulan khas daerah Kabupaten Cianjur1. Dari sisi pemasaran, beras
cianjur memiliki peluang pasar yang cukup baik. Dengan rasa yang khas maka
harga jual yang ditawarkan komoditas ini dapat mencapai Rp 9.000-Rp
12.000/Kg2. Harga jual yang relatif tinggi serta kesesuaian lahan di Kabupaten
Cianjur menyebabkan banyak petani yang mengusahakan komoditas padi. Hal ini
terlihat dari luas lahan komoditas padi di Kabupaten Cianjur dibandingkan dengan
Kabupaten lainnya di Jawa Barat. Dari total luas lahan padi di Jawa Barat yang
mencapai 2.025.145 Ha pada tahun 2012, luas lahan padi di Kabupaten Cianjur
mencakup 8% dari total luas lahan padi di Jawa Barat dan termasuk dalam lima
kecamatan dengan luas lahan padi terbesar di Jawa Barat3.
Sama halnya dengan beras cianjur, duku palembang membawa nama
daerah dan kini komoditas ini berkembang pesat. Wilayah pemasaran komoditas
mencapai luar Pulau Sumatera dengan harga jual berkisar Rp 10.000/Kg atau dua
kali lipat harga pasaran di Sumatera Selatan, yaitu antara Rp5.000-Rp 8.000/Kg.
Prospek bisnis yang baik ini menyebabkan petani tertarik untuk mengusahakan
duku palembang, terbukti dengan perkembangan luas lahan duku di Sumatera
Selatan yang terus meningkat. Luas lahan duku di Sumatera Selatan berada pada
peringkat kedua tertinggi di Indonesia setelah Provinsi Sulawesi Selatan. Selain
itu Provinsi Provinsi Sumatera Selatan memiliki pertumbuhan luas lahan per
tahun yang mencapai 65% dalam kurun waktu lima tahun terakhir. Peningkatan
luas lahan terbesar terjadi pada tahun 2012 dimana luas lahan duku meningkat
menjadi sebesar 4.118 Ha, terjadi peningkatan sebesar 400% dibandingkan tahun
2011 dengan luas lahan 1.071 Ha4.
1

2

3

4

Kabupaten Cianjur. 2014. Beras. [Internet]. [diunduh 2014 Januari 27]. Tersedia pada
www.cianjurkab.go.id
Kabupaten Cianjur. 2014. Beras. [Internet]. [diunduh 2014 Januari 27]. Tersedia pada
www.cianjurkab.go.id
Kementrian Pertanian Republik Indonesia. Basisdata Statistik Pertanian. [Internet]. [diunduh
2014 Januari 27]. Tersedia pada www.pertanian.go.id
Kementrian Pertanian Republik Indonesia. Basisdata Statistik Pertanian. [Internet]. [diunduh
2014 Januari 27]. Tersedia pada www.pertanian.go.id

2
Nama daerah yang melekat pada suatu komoditas tidak hanya berasal dari
nama kabupaten atau kota saja, tetapi ada pula nama desa yang melekat pada
nama komoditas, contohnya ubi cilembu. Ubi cilembu merupakan komoditas yang
berasal dari Desa Cilembu Kecamatan Pamulihan Kabupaten Sumedang.
Walaupun bukan komoditas yang dikembangkan di daerah sentra produksi 5 ,
komoditas ubi cilembu memiliki prospek bisnis yang sangat baik. Menurut Humas
Direktorat Jenderal Hak dan Kekayaan Intelektual, ubi cilembu merupakan
komoditas dengan pemasaran yang karena komoditas ini sudah diekspor hingga
ke Asia. Ubi cilembu secara rutin diekspor ke Jepang dengan kuantitas sebanyak
15 Ton dalam sekali pengiriman dalam kurun waktu dua minggu sekali 6. Kini
dengan kekhasan berupa citarasa yang unik, Kementrian Hukum dan HAM RI
memberikan paten kepada ubi cilembu, yaitu berupa sertifikasi indikasi geografis.
Hal ini bertujuan untuk meningkatkan dayasaing produk pertanian dengan cara
menjual keunikan serta citarasa produk pertanian yang dihasilkan suatu daerah
yang tidak dimiliki oleh daerah lain7.
Contoh lain dari komoditas yang menggunakan brand berupa nama daerah
adalah talas bogor. Komoditas khas Kabupaten Bogor ini memiliki ukuran yang
lebih besar sehingga jenis talas bogor ini lebih unggul dibandingkan dengan talas
lain. Peluang pasar bagi komoditas talas kian terbuka karena inovasi produk
olahan talas makin berkembang. Selain itu peluang ekspor komoditas talas terbuka
akibat beberapa negara yang memilih komoditas talas sebagai alternatif pangan.
Salah satu negara dengan tingkat permintaan talas yang tinggi adalah negara
Jepang dengan tingkat permintaan sebanyak 480.000 Ton/tahun8. Peluang pasar
yang cukup baik inilah yang menyebabkan komoditas talas bogor menjadi salah
satu komoditas pilihan petani.
Sebagai salah satu komoditas yang menggunakan nama daerah, nenas
bogor merupakan satu komoditas yang menjadi salah satu produk unggulan yang
dimiliki oleh Kabupaten Bogor 9 . Meskipun menjadi salah satu komoditas
unggulan, perkembangan nenas di Kabupaten Bogor masih jauh tertinggal,
terutama bila dibandingkan dengan sentra produksi utama nenas di Jawa Barat,
yaitu Kabupaten Subang. Walaupun Kabupaten Bogor beradai di peringkat kedua
di Jawa Barat, tetapi jumlah tanaman nenas di Kabupaten Bogor jauh lebih sedikit
dibandingkan Kabupaten Subang sebagai produsen terbesar nenas di Jawa Barat.
Jumlah pohon nenas di Kabupaten Bogor dan kabupaten lainnya di Jawa Barat
dapat dilihat pada tabel 1. Selain itu, walaupun dikenal dengan nenas bogor, tetapi
komoditas yang dikembangkan di Kabupaten Bogor tidak hanya nenas bogor,

5

Dinas Pertanian dan Tanaman Pangan Provinsi Jawa Barat. 2014. Sentra Produksi Komoditas
Unggulan Jawa Barat dan Unggulan Nasional. [Internet]. [diunduh 2014 Januari 27] Tersedia
pada http://diperta.jabarprov.go.id/
6
.Direktorat Jenderal HAK Kekayaan Intelektual. 2013. Sertifikat Indikasi Geografis Bagi Ubi
Cilembu Sumedang . [Internet]. [diunduh 2014 Januari 27] Tersedia pada
http://119.252.161.170/sertifikat-indikasi-geografis-bagi-ubi-cilembu-sumedang/
7
.Bisnis Jabar. 2012. Ubi Cilembu : Produk Unggulan Jabar yang Sudah Dipatenkan. [Internet].
[Diunduh 2014 Januari 27] Tersedia pada www.bisnis-jabar.com
8
Bisnis UKM. 2013. Potensi Bisnis Talas di Indonesia Masih Terbuka. [Internet]. [diunduh 27
Januari 2014] Tersedia pada www.bisnisukm.com
9
Pemerintahan Kota Bogor. 2014. Produk Unggulan. [Internet] [diunduh 2014 Mei 19] Tersedia
pada http://www.kotabogor.go.id/investasi/produk-unggulan

3
tetapi terdapat komoditas nenas lain, seperti nenas subang dan nenas palembang,
walaupun dikembangkan dalam jumlah yang sangat kecil.
Tabel 1. Lima kabupaten dengan jumlah pohon buah nenas terbanyak di Jawa
Barat tahun 2007-2011
Kabupaten
Bogor
Subang
Tasikmalaya
Ciamis
Cianjur
Jawa Barat

2007
1 306 158
81 513 734
318 328
329 003
288 337
85 078 997

2008

Tahun (Pohon/Tahun)
2009
2010

2011

1 356 191 1 329 537 2 666 746 2 663 501
62 009 752 53 352 150 63 035 455 63 159 815
335 258
343 868
367 942
377 016
326 358
297 438
247 943
241 925
265 544
259 596
251 284
344 682
65 522 457 56 772 755 73 923 027 67 659 889

Sumber: Dinas Pertanian dan Tanaman Pangan Provinsi Jawa Barat (2014)
Walaupun sejak tahun 2010 jumlah pohon nenas di Kabupaten Bogor
meningkat hingga dua kali lipat dari tahun sebelumnya dan rata-rata persentase
peningkatan jumlah pohon per tahun mencapai 26% pada tahun 2007-2011, hal ini
belum mampu mengubah dominasi Kabupaten Subang sebagai kabupaten dengan
jumlah pohon terbanyak di Jawa Barat. Semakin banyak jumlah pohon nenas yang
ditaman maka semakin luasnya lahan pengusahaan nenas di suatu daerah. Secara
tidak langsung hal ini dapat mengindikasikan tinggi atau rendahnya produksi
nenas yang dihasilkan oleh suatu daerah.
Tabel 2. Jumlah pohon nenas di Kabupaten Bogor dan nilai peningkatan per tahun
pada 2007-2011
Tahun

Luas Lahan Nenas (Pohon)

2007
2008
2009
2010
2011

1 306 158
1 356 191
1 329 537
2 666 746
2 663 501

Rata-Rata Peningkatan Jumlah Pohon Nenas

Peningkatan per Tahun (%)
4
-2
101
0
26

Sumber: Dinas dan Pertanian Tanaman Pangan Provinsi Jawa Barat (2014)
Meskipun Kabupaten Bogor merupakan daerah dengan jumlah pohon nenas
terbanyak kedua di Jawa Barat dan memilika nilai rata-rata peningkatan jumlah
pohon nenas per tahun yang cukup besar, tetapi persentase tanaman nenas
Kabupaten Bogor terhadap total pohon nenas di Jawa Barat tidak mencapai 5%.
Hal ini menyebabkan suplai nenas yang dihasilkan Kabupaten Bogor sangat
sedikit dan menyebabkan pasar di Kabupaten Bogor menyuplai komoditas nenas
yang berasal dari luar Kabupaten Bogor, seperti Kabupaten Subang. Hal ini
menyebabkan nenas bogor menghilang dari pasar.
Tidak berkembangnya komoditas nenas dapat dipelajari, salah satu dengan
melihat prospek perkembangan nenas bogor dari sisi produsen atau petani.
Tingkat keuntungan usaha serta pendapatan petani nenas merupakan salah satu

4
alasan yang menyebabkan ketertarikan petani dalam mengusahakan nenas bogor.
Semakin baik tingkat keuntungan dan pendapatan yang diperoleh petani maka
nenas bogor menjadi sangat potensial untuk dikembangkan dilihat dari banyaknya
jumlah petani yang mengusahakannya, begitu pula sebaliknya. Hal ini
menyebabkan pentingnya untuk menganalisis kegiatan usahatani nenas bogor.
Perumusan Masalah
Seperti sudah dijelaskan sebelumnya, komoditas nenas di Kabupaten
Bogor tidak berkembang dengan baik. Salah satu jenis nenas yang dibudidayakan
di Kabupaten Bogor adalah jenis nenas bogor. Nenas bogor merupakan sebutan
bagi jenis nenas yang pada umumnya dibudidayakan di Kabupaten Bogor, yaitu
jenis Nenas Gati, Nenas Mahkota, atau Nenas Kapas. Bila dilihat dari segi
agronomi dan segi permintaan nenas bogor sangat sesuai dan dapat berkembang
dengan baik. Dari segi agronomi, nenas bogor ini sangat cocok untuk ditaman di
beberapa daerah di Kabupaten Bogor karena memiliki kesesuaian terhadap suhu,
curah hujan, pH tanah serta ketinggian lahan. Dari segi permintaan, tingkat
permintaan yang berasal dari pasar-pasar seperti Pasar Bogor dan Pasar TU dapat
mencapai 1.000 butir/hari 10 . Tetapi keadaan alam dan tingkat permintaan yang
cukup baik belum tentu mendukung perkembangan suatu komoditas.
Kini nenas bogor kalah bersaing dengan jenis nenas lain, hal ini ditunjukkan
oleh gambar 1. Menurut gambar satu, komoditas nenas yang ditemukan di pasarpasar tradisional di Kabupaten Bogor bukanlah nenas bogor. Jenis nenas yang
ditemukan banyak yang berasal dari Provinsi Sumatera Selatan (nenas palembang),
Kabupaten Blitar (nenas blitar atau nenas jawa), dan Kabupaten Subang (nenas
subang atau nenas madu). Nenas bogor terutama saat bukan musim panen raya
sangat sulit ditemukan di pasar bogor, sangat jauh berbeda dengan jenis nenas lain
yang hampir dapat ditemukan di pasar setiap hari.

a

b

c

Gambar 1. Komoditas a) nenas palembang yang dijual di Pasar Anyar; b) nenas
blitar yang dijual di Pasar Ciherang; c) Komoditas nenas subang yang
dijual di Perempatan Bubulak.
Ada beberapa alasan yang membuat petani tertarik untuk mengusahakan
nenas bogor, salah satunya dapat dilihat dari sistem agribisnis komoditas tersebut.
Agribisnis nenas bogor dapat dibagi dari empat subsistem, yaitu subsistem
10

Bogor Sehat. 2014. Budidaya Nanas dari Cijeruk Kabupaten Bogor. [Internet]. [diunduh 19 Mei
2014]. Tersedia pada http://www.bogorsehat.com/index.php/berita-cijeruk/467-budidaya-nanasdari-cijeruk-kabupaten -bogor.html

5
pengadaan input (subsistem hulu), subsistem budidaya (subsistem on-farm),
subsistem pascapanen (susbsitem hilir), serta subsistem penunjang. Performa
keempat subsistem ini akan mempengaruhi agribisnis nenas dan dapat
mempengaruhi petani, terutama dalam hal meningkatkan performa usahahatani
dan meningkatkan pendapatan petani. Karena nenas bogor dianggap tidak
berkembang dengan baik, maka ada kemungkinan penyebab tidak berkembangnya
nenas bogor disebabkan oleh tidak baiknya performa salah satu atau bahkan
semua subsistem dalam agribisnis nenas bogor.
Penyebab utama yang menyebabkan petani tertarik atau tidak dalam
mengusahakan suatu komoditas adalah insentif yang diterima. Intensif merupakan
faktor utama dari semua kegiatan bisnis, termasuk dalam kegiatan bisnis pertanian.
Dengan kecenderungan untuk melakukan kegaiatan usahatani pada skala yang
tidak terlalu luas dan modal yang terbatas, petani akan mempertimbangkan faktorfaktor ekonomis terutama untuk meningkatkan penerimaan dan pendapatan bagi
rumahtangga petani. Untuk menganalisis kegiatan usahatani terutama usahatani
nenas, maka penting menganalisis performa usahatani nenas bogor.
Analisis usahatani tidak hanya menganalisis masing-masing susbsistem
agribisnis dan keterkaitannya dalam menghasilkan penerimaan dan pendapatan,
tetapi juga menganalisis sejauh mana kontribusi komoditas nenas dalam
menghasilkan penerimaan bagi keluarga petani. Nilai kontribusi ini menunjukkan
seberapa besar penerimaan yang diperoleh bila dibanding dengan penerimaan
keluarga.
Untuk menganalisis perkembangan nenas bogor dengan cara menganalisis
usahatani nenas bogor, maka pertanyaan-pertanyaan yang penting dijawab dapat
dirumuskan sebagai berikut:
1. Bagaimana sistem agribisnis nenas bogor?
2. Bagaimana prospek agribisnis nenas bogor dilihat dari keragaan usahatani
nenas bogor?
3. Berapa peranan atau kontribusi penerimaan tunai usahatani terhadap
penerimaan tunai rumahtangga petani nenas?

Tujuan Penelitian
Berdasarkan perumusan masalah yang telah ditulis sebelumnya, maka
tujuan penelitian ini adalah: 1) Mendeskripsikan sistem agribisnis nenas bogor; 2)
Mengukur prospek agribisnis dengan melihat keragaan usahatani nenas bogor; 3)
Menghitung kontribusi penerimaan tunai usahatani terhadap penerimaan tunai
rumahtangga petani nenas.
Manfaat Penelitian
Penelitian ini bermanfaat bagi akademisi dan pelaku usahatani terutama
petani hortikultura. Bagi akademisi, diharapkan penelitian ini dapat menjadi acuan
dalam menganalisis prospek kegiatan usahatani dan kontribusi terhadap
penerimaan rumahtangga pada komoditas lainnya, serta dapat dijadikan referensi
untuk penelitian selanjutnya. Sedangkan bagi para pelaku usahatani nenas bogor,
penelitian ini bertujuan untuk memberikan gambaran tingkat keuntungan dan

6
kontribusi kegiatan usahatani nenas dalam rumahtangga petani sehingga dapat
dijadikan pertimbangan untuk meningkatkan performa dan tingkat keuntungan
yang didapat dari kegiatan usahatani nenas bogor.

Ruang Lingkup Penelitian
Perhitungan pendapatan usahatani menggunakan perhitungan untuk satu
tahun berdasarkan biaya dan penerimaan pada tahun 2013 Petani yang menjadi
responden merupakan petani yang memiliki lahan 0,01 – 1 hektar, dengan
pertimbangan petani tersebut telah melakukan panen selama minimal satu tahun
yaitu sejak awal tahun 2013 Perhitungan penerimaan usahatani dilakukan dengan
cara menghitung produksi dikalikan dengan harga jual, baik produk utama dan
produk sampingan yang diterima oleh responden Modal petani yang dikeluarkan
dalam bentuk rupiah diasumsikan sebagai total biaya tunai dan biaya
diperhitungkan yang dikeluarkan oleh petani tetapi tidak termasuk biaya tenaga
kerja dalam keluarga (TKDK).

TINJAUAN PUSTAKA
Luas dan Produktivitas Lahan
Potensi suatu daerah dalam pengembangan suatu komoditas dapat dilihat
dari luas lahan dan produktivitas komoditi tersebut. Hal ini menunjang performa
suatu daerah dalam menghasilkan produk dengan kuantitas yang lebih baik serta
kuantitas yang lebih banyak sehingga menjadikan daerah tertentu lebih unggul
dibandingkan dengan daerah lainnya. Banyak daerah di Indonesia yang memiliki
komoditi khas, seperti Provinsi Lampung yang terkenal dengan komoditi nenas,
Kabupaten Bogor yang terkenal dengan komoditi talas, Kabupaten Bandung Barat
memiliki berbegai komoditis sayuran, Kabupaten Kuningan dengan ubi jalar, serta
Kabupaten Cianjur dan Karawang yang terkenal dengan komoditi padi. Banyak
dari daerah-daerah tersebut yang hingga kini masih memiliki keunggulan dari segi
luas lahan dan produktivitas, tetapi banyak pula yang seakan menghilang dari
pasaran karena kalah bersaing dengan produk yang dihasilkan daerah lain, seperti
halnya nenas bogor.
Kabupaten dan Kota Bogor merupakan daerah yang terkenal dengan
komoditi talas sehingga walaupun terdapat di pusat kota tetapi masih banyak yang
mengusahakan talas. Menurut Dinas Pertanian Kota Bogor dalam Silalahi (2009)
maka terdapat lima daerah yang menjadi sentra produksi di Kota Bogor, salah
satunya adalahan Kelurahan Situgede Kecamatan Bogor Barat. Dibandingkan
dengan dua kecamatan lain yaitu Bogor Barat dan Bogor selatan, keduanya
memiliki luas lahan dan produksi yang lebih tinggi tetapi dari segi produktivitas
Kecamatan Bogor Barat memiliki produktivitas tertinggi di Kota Bogor.
Padi atau beras merupakan salah satu komoditi yang banyak diusahakan
oleh banyak petani di Indonesia karena padi merupakan makanan pokok sebagian
besar masyarakat Indonesia. Tetapi terdapat satu daerah di Jawa Barat yaitu
Kabupaten Cianjur, yang sangat dikenal karena memiliki kualitas padi yang baik.

7
Hal ini menjadikan beras sebagai komoditi khas daerah Kabupaten Cianjur.
Perkembangan komoditi beras terlihat di Cianjur sangat terlihat dari luas lahan
pada kurun waktu 13 tahun terakhir. Menurut Departemen Pertanian (2014)
dibandingkan dengan Kabupaten Sukabumi, luas lahan yag dimiliki Kabupaten
Cianjur pada tahun 2000-2007 masih lebih kecil dibandingkan dengan Kabupaten
Sukabumi. Tetapi setelah tahun 2008, secara konsisten luas lahan padi terus
meningkat dan memiliki angka yang klebih baik dibandingkan denggan
Kabupaten Sukabumi. Selain dua kabupaten ini, di Jawa Barat Sentra produksi
padi terletak di Kabupaten Karawang dan Indramayu. Kabupaten lainnya yang
mengusahakan komoditi beras adalah Kabupaten Darmaga. Walaupun hanya
memiliki luas lahan sebesar 85.201 Ha pada tahun 2011 atau hanya 4% dari
presentase luas lahan padi di Jawa Barat, Kabupaten Bogor memiliki banyak
petani yang mengusahakan padi.
Ubi Jalar merupakan salah satu komoditi diversifikasi pangan yang banyak
diusahakan di Indonesia, terutama di Jawa Barat. memiliki Sejak tahun 2005-2009
luas lahan ubi jalar mengalami stagnasi, tetapi produktivitas dan produksi
cenderung meningkat dalam kurun waktu lima tahun terakhir.Produktivitas
nasional pada tahun 2005 sebesar 10,4 Ton/Ha dan pada tahun 2009 mencapai 11
Ton/Ha. Produktivitas ubi jalar di Jawa Barat mencapai 13,9 Ton/H. Sebagai
sentra produksi, produktivitas ubijalar di Kabupaten Kuningan pada tahun 2009
adalah sebesar 17,4 Ton/Ha. Nilai ini merupakan produktivitas tertinggi di Jawa
Barat. Pada Kabupaten Bogor, produktivitas ubi jalar adalah sebesar 14,9 Ton/Ha
(Departemen Pertanian 2014). Dari segi luas lahan pada tahun 2009 Kabupaten
Kuningan memiliki luas panen sebesar 19% dari total luas panen di Jawa Barat,
sedangkan Kabupaten Bogor memiliki luas panen sebesar 13% dari total luas
panen di Jawa Barat (Departemen Pertanian 2014).
Nenas merupakan salah satu komoditi ekspor yang menjadi primadona di
Indonesia. Hal ini karena di Indonesia terdapat perusahaan pengekspor nenas yaitu
PT Great Giant Pinnaple yang dapat meningkatkan PDB negara melalui ekspor
buah nenas dalam kaleng yang dijalankan. Perusahaan yang terletak di Propinsi
Lampung ini berkembang cukup pesat sehingga mempengaruhi luas lahan nenas
di Indonesia. Sejak tahun 2006 hingga kini, luas lahan nenas di Propinsi lampung
mencapai lebih dari 40% total luas lahan nenas di Indonesia. Selain Propinsi
Lampung, di Jawa Barat terdapat sentra nenas lainnya yaitu pada Kabupaten
Subang dan Kabupaten Bogor. Sejak tahun 2006, rata-rata luas lahan di Jawa
Barat mencapai 15% dari total luas lahan nenas di Indonesia, tetapi pada tahun
2007 dan 2012 terjadi penurunan luas lahan (Departemen Pertanian 2014).
Struktur Biaya dan Penerimaan Usahatani
Pada umumnya kegiatan usahatani memiliki biaya tunai yang lebih besar
dibandingkan dengan biaya non-tunai atau biaya diperhitungkan. Tetapi masing
masing komoditi memiliki kecenderungan yang berbeda sehingga tidak jarang
perbedaan tersebut menyebabkan presentase biaya yang berbeda atau bahkan
menyebabkan biaya tunai yang memiliki nilai lebih kecil dibandingkan dengan
biaya diperhitungkan. Perbedaan tersebut dapat disebabkan beberapa hal, seperti
akibat kegiatan usahatani yang sudah mulai berubah dari subsisten menjadi
komersil sehingga terdapat perubahan pola penggunaan input dan teknologi, atau

8
akibat dari faktor alam yang menyebabkan penggunaan input menjadi semakin
bertambah atau bahkan semakin berkurang.
Beberapa penelitian yang dilakukan pada tanaman pangan yaitu talas,padi,
dan ubi jalar, memiliki biaya tunai yang lebih besar dibandingkan dengan biaya
diperhitungkan. Kegiatan usahatani talas yang diteliti oleh Silalahi (2009),
usahatani padi dengan metode non SRI yang dilakukan oleh Mulyaningsih (2010),
usahatani padi yang diteliti oleh Sumarna (2012), dan usahatani ubijalar yang
diteliti oleh Khotimah (2010) memiliki biaya tunai sebesar lebih dari 65% dari
biaya total, sedangkan penelitian Mulyaningsih (2010) terhadap usahatani padi
metode SRI dan penelitian Gultom (2011) tentang usahatani padi sehat memiliki
nilai biaya tunai kurang dari 60%. Hasil berbeda didapat dari penelitian terkait
tanaman hortikultura. Hasil penelitian Suraya (2010) terkait dengan komoditi
tomat, penelitian Utomo (2012) tentang komoditi wortel, dan Oktaviana (2013)
tentang komoditi jamur merang menunjukkan bahwa biaya tunai mencapai
presentase lebih dari 70% dari biaya total. Pada penelitian Maulina (2012) dan
Hakim (2013) tentang komoditi kentang, biaya tunai memiliki presentase
mencapai 95% dari total biaya.
Banyak hal yang termasuk dalam biaya tunai, diantaranya adalah Tenaga
Kerja Luar Keluarga (TKLK), benih, pupuk, obat-obatan, dan lainnya. Dalam
beberapa penelitian terdahulu seperti penelitian yang dilakukan oleh Silalahi
(2009), Mulyaningsih (2010), Gultom (2011), Khotimah (2010), Nurmala (2011),
dan Suraya (2010), TKDK menjadi elemen terbesar dalam biaya tunai, yaitu
sebesar 21%-49% dari nilai biaya total. Hal berbeda terjadi pada penelitian yang
dilakukan oleh Sumarna (2012) dan Utomo (2012) karena komponen terbesar
dalam biaya tunai adalah biaya sewa lahan, serta biaya pupuk (Maulina 2012),
benih (Hakim 2013), dan mulsa (Nugraha 2010). Dalam biaya diperhitungkan,
elemen yang relatif menyumbang presentase terbesar dalam biaya total adalah
Tenaga Kerja Dalam Keluarga (TKDK), tetapi berdasarkan penelitian yang
dilakukan oleh Hakim (2013) komponen benih yang memiliki jumlah presentase
terbesar, yaitu sebesar lebih dari 60% dari biaya total.
Bila melihat pada komoditi nenas, terdapat banyak perbedaan dari segi
biaya dibadingkan dengan komoditas tanaman pangan dan tanaman hortikultura.
Dari segi perbandingan biaya tunai dengan biaya diperhitungkan, usahatani nenas
yang diteliti oleh Dalimunthe (2008), Siregar (2010), dan Wardani (2012)
menunjukkan bahwa biaya diperhitungkan lebih besar daripada biaya tunai,
dengan presentase sebesar 59%-88% dari biaya total. Komponen terbesar dalam
biaya diperhitungkan berbeda-beda pada tiap penelitian. Dalam penelitian yang
dilakukan oleh Dalimunthe (2008), komponen terbesar dalam biaya
diperhitungkan adalah bibit (49% dari total biaya). Komponen TKDK menjadi
komponen terbesar dalam penelitian Siregar (2010) dan Wardani (2012) yaitu
sebesar 35% dari total biaya.
Penerimaan bagi setiap kegiatan usahatani tidak pernah sama, meskipun
kegiatan dilakukan pada kawasan yang sama ataupun dengan teknik budidaya
yang sama. Hal ini disebabkan karena perbedaan faktor produksi yang digunakan,
seperti luas lahan dan kuantitas serta kualitas input. Secara garis besar,
penerimaan petani dapat dibandingkan karena perbedaan input, jenis jalinan
kerjasama, dan luas lahan yang digunakan dalam kegiatan usahatani. Menurut
hasil penelitian yang dilakukan oleh Mulyaningsih (2010) petani pada yang

9
menggunakan metode SRI mendapatkan penerimaan yang lebih tinggi
dibandingkan dengan metode konvensional. Pada penelitian tentang kemitraan
yang dilakukan Sumarna (2012) terhadap komoditi padi padi dan Utomo (2012)
terhadap komoditi wortel, hasil penerimaan yang lebih besar didapat pada petani
mitra. Dari hasil penelitian Maulia (2012), penerimaan usahatani kentang varietas
Atlantic lebih besar dibandingkan varietas Granola. Perbedaan ini disebabkan
karena produktivitas lahan yang lebih tinggi, harga jual yang lebih tinggi, atau
kualitas hasil panen yang dihasilkan lebih baik dibandingkan metode pembanding.
Analisis Pendapatan Petani dan Efisiensi Usahatani
Nilai dari pendapatan atas biaya tunai yang didapatkan oleh petani akan
bernilai lebih besar dibandingkan dengan pendapatan atas biaya total. Hal ini
karena pendapatan atas biaya tunai hanya menggunakan biaya tunai sebagai
perhitungan, sedangkan biaya diperhitungkan tidak termasuk didalamnya. Seperti
dalam hal penerimaan, nilai pendapatan dapat dibandingkan berdasarkan
perbedaan input, jenis jalinan kerjasama, dan luas lahan yang digunakan dalam
kegiatan usahatani. Pendapatan yang diterima petani padi metode SRI
(Mulyaningsih 2010), petani padi (Sumarna 2012) dan wortel (Utomo 2012) yang
menjalin kemitraan, petani jamur dengan metode Styrofoam (Oktaviana 2013),
petani kentang varietas Atlantic (Maulia 2012), serta petani nenas yang
menerapkan SOP (Dalimunthe 2008) menerima pendapatan yang lebih tinggi
dibandingkan dengan metode pembandingnya. Hal ini terjadi karena struktur
penerimaan dan biaya yang berbeda antara masing-masing metode.
Efisiensi usahatani dapat dilihat dari Return Per Cost Ratio atau dapat
disebut nilai R/C. Bila nilai R/C lebih besar dari satu maka kegiatan usahatani
dilakukan secara efisien karena penerimaan lebih besar dibandingkan dengan
biaya atau nilai yang dikorbankan. Semakin besar nilai R/C, maka kegiatan
usahatani akan semakin efisien. Besaran nilai R/C tidak terlepas dari komponen
biaya dan penerimaan. Komponen biaya berbanding terbalik dengan nilai R/C,
sedangkan komponen penerimaan akan berbanding lurus dengan nilai R/C.
Pada penelitian yang dilakukan oleh Silalahi (2009), Mulyaningsih (2010),
Sumarna (2012), Gultom (2011), Khotimah (2010), Nurmala (2011), Suraya
(2010), Utomo (2012), Oktaviana (2013), Maulina (2012), Hakim (2013) biaya
tunai lebih besar dibandingkan dengan biaya diperhitungkan sehingga
menghasilkan nilai R/C atas biaya tunai yang lebih tinggi terhadap nilai R/C atas
biaya total, tetapi nilainya tidak akan berbeda jauh antara keduanya. Nilai R/C
terhadap biaya tunai lebih besar dibandingkan dengan nilai R/C biaya total dengan
perbandingan maksimal 2:1. Semakin besar presentase biaya diperhitungkan
terhadap biaya total, maka nilai R/C terhadap biaya tunai akan semakin besar. Hal
ini terlihat dari penelitian yang dilakukan pada Dalimunthe (2008), Siregar (2010),
dan Wardani (2012) yang menghasilkan nilai R/C terhadap biaya tunai lebih dari
tiga kali lipat bila dibandingkan dengan nilai R/C terhadap biaya total.
Menurut nilai R/C atas biaya tunai kegiatan usahatani padi di Kabupaten
Cianjur dengan metode SRI (Silalahi 2009)memiliki tingkat efisiensi tertinggi
yaitu sebesar 2,45, sedangkan menurut nilai R/C atas biaya total kegiatan
usahatani padi di Kabupaten Sukabumi yang menjalin kemitraan memiliki tingkat
efisiensi tertinggi yaitu sebesar 1,54. Pada komoditi ubi jalar, kegiatan usahatani
yang dilakukan di Desa Dramaga Kabupaten Bogor lebih efisien dibandingkan

10
dengan daerah unggulan yaitu Kabupaten Kuningan, dengan perbandingan pada
Kabupaten Bogor sebesar 2,96 dan 1,51 (Nurmala 2011) serta di Kabupaten
Kuningan sebesar 1,67 dan 1,24 (Khotimah 2010). Pengusahaan nenas lebih
efisien dilakukan pada daerah unggulan, yaitu Kecamatan Cijeruk Kabupaten
Bogor dan Kecamatan Punggur Kabupaten Lampung Tengah. Nilai R/C atas biaya
tunai tertinggi dimiliki oleh petani nenas dengan metode SPO di Desa Cipelang
Kecamatan Cijeruk yaitu sebesar 7,79 (Dalimunthe 2008), sedangkan nilai R/C
atas biaya total tertinggi dimiliki oleh petani nenas di Desa Astomulyo Kecamatan
Punggur yaitu sebesar 2,26 (Wardani 2012).

KERANGKA PEMIKIRAN
Kerangka Pemikiran Teoritis
Terdapat tiga alat analisis utama yang digunakan dalam penelitian ini,
yaitu analisis sistem agribisnis nenas bogor, analisis keragaan usahatani usahatani
nenas bogor, serta kontribusi penerimaan tunai usahatani nenas bogor terhadap
penerimaan tunai rumahtangga. Ketiga alat analisis ini akan membantu
menjelaskan tentang prospek usahatani nenas bogor secara keseluruhan, apakah
nantinya nenas bogor akan berkembang karena menguntungkan bagi petani, atau
akan ditinggalkan dan petani beralih untuk menanam komoditas atau melakukan
kegiatan matapencaharian lain diluar pertanian. Prospek usahatani nenas akan
dilihat berdasarkan dua prinsip utama dari kegiatan usahatani, yaitu efektif dan
efisien. Dikatakan efektif bila petani atau produsen dapat mengalokasikan
sumberdaya yang dimilikinya (yang dikuasai) sebaik-baiknya untuk mencapai
tujuan tertentu; dan dikatakan efisien bila pemanfaatan sumberdaya tersebut
menghasilkan keluaran (output) yang melebihi masukan (input) (Soekartawi,
2002).
Sistem Agribisnis Nenas Bogor
Agribisnis merupakan bisnis berbasis pertanian, dimana didalamnya
terdapat subsistem-subsistem yang saling terkait untuk menciptakan suatu nilai
tambah yang keuntungan bagi setiap pelaku usaha didalamnya, salah satunya
adalah petani. Agribisnis nenas bogor terdiri dari empat subsistem, yaitu
subsistem pengadaan input (subsistem hulu, subsistem budidaya (on-farm),
subsistem pasca produksi (subsistem hilir), serta subsistem lembaga pendukung.
Masing-masing subsistem akan dianalisis secara kualitatif berdasarkan performa
masing-masing subsektor serta hubungan timbal balik dari salah satu subsektor ke
subsektor lainnya.
Subsistem hulu merupakan subsistem pengadaan faktor produksi, yang
terdiri dari input lahan, tenaga kerja, bibit atau benih, pupuk, obat-obatan, serta
input lainnya. Maing-masing faktor produksi dianalisis berdasarkan ketersediaan
dan aksesibilitas petani terhadap masing-masing input. Ketersediaan faktor
produksi dilihat dari tingkat kemudahan atau kesulitan dalam memperoleh faktor
produksi, sedangkan aksesibilitas dapat dilihat dari kemampuan petani dalam
memperoleh faktor produksi (membeli atau berasal dari milik sendiri) dan berapa
korbanan yang dilakukan oleh petani untuk memperoleh faktor produksi tersebut,

11
biasanya dikaitkan dengan harga. Semakin banyak ketersediaan faktor produksi,
semakin rendah biaya yang dikeluarka menyebabkan subsistem ini memiliki
performa yang baik.
Menurut Rifai (1960) yang diacu dalam Tjakrawiralaksana dan
Soeriaatmadja (1983) usahatani didefinisikan sebagai organisasi dari alam, kerja
dan modal yang ditujukan kepada produksi di lapangan pertanian. Ada empat
unsur pokok usahatani yang sering disebut sebagai faktor-faktor produksi, yaitu
lahan, tenaga kerja, modal dan manajemen (Tjakrawiralaksana dan Soeriaatmadja,
1983). Masing-masing faktor produksi ini akan dianalisis berdasarkan jenis
kegiatan yang dilakukan dalam kurun waktu satu tahun, terkait dengan
penggunaan faktor produksi serta hasil yang diterima oleh petani akibat
pengorganisasian faktor-faktor produksi. Kegiatan subsistem budidaya ini sangat
berhubungan erat dengan subsistem hulu, karena penggunaan faktor produksi
sangat berpengaruh pada efektifitas kegiatan usahatani yang dilakukan. Selain itu
faktor modal terutama uang tunai sangat berpengaruh dalam penggunaan faktor
produksi. Faktor subsistem budidaya yang baik adalah apabila petani
mendapatkan nilai produksi yang sesuai atau bahkan lebih besar daripada nilai
biaya yang dikeluarkan, tercermin pada produksi atau produktivitas lahan yang
tinggi.
Subsistem pascapanen atau biasanya disebut sebagai subsistem hilir yang
diteliti terbatas pada kegiatan pengolahan dan pemasaran. Subsistem ini akan
dianalisis terkait kegiatan apa saja yang dilakukan pada subsistem ini serta
peranannya dalam meningkatkan added value sehingga dapat meningkatkan
penerimaan bagi petani terutama dalam peningkatan harga jual. Kegiatan
pengolahan terkait dengan penggunaan faktor produksi tambahan yang digunakan
untuk mengubah nenas segar menjadi produk turunan buah nenas. Kegiatan
pemasaran terkait dengan perubahan peran petani dari produsen menjadi penjual.
Dalam kegiatan pemasaran perlu diperhatikan pembeli nenas serta harga jual yang
diterima oleh masing-masing pelaku pemasaran.
Subsistem penunjang merupakan seluruh jenis kegiatan atau organisasi
yang berfungsi untuk mendukung ketiga subsistem utama, yaitu subsistem hulu,
subsistem budidaya, dan subsistem hilir. Beberapa lembaga yang mendukung
subsistem dalam agribisnis adalah kelompok tani, pemerintah kabupaten atau
kecamatan, dan penyuluh lapangan. Bentuk dukungan yang diberikan oleh
masing-masing lembaga berbeda-beda, sehingga untuk melihat baik atau tidaknya
subsistem ini maka diperlukan cara penilaian yang berbeda pula. Secara umum
masing-masing lembaga akan dinilai berdasarkan seberapa jauh perannya untuk
meningkatkan performa ketiga subsistem, seperti meningkatkan harga jual yang
diterima oleh petani, meningkatkan produktivitas lahan dengan teknik budidaya
yang baik, atau dengan cara meningkatkan akses modal pada petani kecil.
Keragaan Usahatani Nenas Bogor
Ilmu usahatani diartikan sebagai ilmu yang mempelajari bagaimana
seseorang mengalokasikan sumberdaya secara efektif dan efisien untuk tujuan
memperoleh keuntungan yang tinggi pada waktu tertentu. Agar kegiatan usahatani
nenas bogor memiliki prospek yang cerah, maka sangat penting untuk melihat
performa dari usahatani nenas itu sendiri, terutama untuk menghasilkan
penerimaan yang lebih besar dari pada biaya dari faktor produksi. Beberapa

12
kriteria dalam mengukur efektif dan efisiennya kegiatan usahatani dapat dilihat
melalui beberapa alat analisis, yaitu struktur biaya dan penerimaan, arus uang
tunai yang berasal dari kegiatan usahatani, serta analisis balas jasa terhadap faktor
produksi, termasuk analisis rasio penerimaan dan biaya (R/C Ratio).
Dari segi biaya dan penerimaan, kegiatan usahatani dikatakan memiliki
performa yang baik apabila biaya memiliki nilai yang lebih kecil dibandingkan
dengan nilai penerimaan, baik dari sisi tunai dan non tunai (diperhitungkan).
Selain penggunaan input dapat menentukan pola usahatani yang dilakukan oleh
petani. Semakin tinggi biaya tunai yang digunakan oleh petani, maka kegiatan
usahatani yang dilakukan semakin intensif sehingga kegiatan usahatani yang
dilakukan cenderung komersil. Petani bersedia untuk menggunakan biaya tunai
atau usaha lebih besar karena tujuan dari dilakukannya usahatani bergeser dari
memenuhi kebutuhan keluarga menjadi untuk mengejar keuntungan.
Analisis yang dilakukan dapat dipisah berdasarkan tunai dan total
(gabungan antara tunai dan non-tunai). Analisis arus uang tunai dapat dilakukan
berdasarkan komponen biaya dan penerimaan tunai yang dimiliki oleh petani.
Konsep arus uang tunai mengacu pada pemikiran bahwa tujuan utama petani
adalah untuk memenuhi kebutuhan keluarga sehingga dibutuhkan perhitungan
tentang sejauh mana uang dalam bentuk kas yang tersedia untuk memenuhi
kebutuhan keluarga petani (Soekartawi, 2011). Konsep arus uang tunai memiliki
komponen utama, yaitu penerimaan tunai usahatani (farm recepient) dan
pengeluaran tunai (farm payment). Dalam kegiatan usahatani, nilai kelebihan uang
tunai usahatani menjadikan salah satu acuan apakah kegiatan usahatani nenas
bogor memiliki prospek yang baik. Semakin tinggi nilai kelebihan uang tunai
usahatani nenas maka kegiatan usahatani tersebut efektif dan memiliki kontribusi
dalam meningkatkan penerimaan rumahtangga.
Dalam kegiatan usahatani khususnya kegiatan usahatani subsisten, biasa
menggunakan komponen diperhitungkan. Dengan memperhitungkan komponen
biaya dan penerimaan yang diterima tidak dalam bentuk uang, maka dapat
menggambarkan tingkat penampilan usahatani secara keseluruhan. Alat ukut
untuk menggambarkan performa usahatani berdasarkan komponen tunai dan non
tunai adalah analisis balas jasa terhadap faktor produksi. Analisis ini dapat
menunjukkan sejauh mana penggunaan suatu atau gabungan faktor produksi dapat
menghasilkan output dengan nilai yang lebih besar daripada nilai korbanannya
(biaya). Masing-masing analisis balas jasa memiliki nilai ukur yang berbeda,
tetapi semakin besar nilai dihasilkan, baik dalam bentuk rupiah maupun dalam
bentuk persentase, maka faktor produksi digunakan secara efisien sehingga
memiliki performa yang baik.
Komponen awal yang dihitung adalah komponen pendapatan bersih. Nilai
pendapatan bersih mengukur imbalan yang diterima oleh keluarga petani dalam
penggunaan faktor produksi kerja, pengelolaan (manajemen) dan modal petani
yang digunakan dalam kegiatan usahatani (Soekartawi 2011).
Setelah
menghitung nilai pendapatan, maka nilai imbalan terhadap modal petani yang
dihitung berdasarkan penghasilan bersih yang dihasilkan oleh tiap persen modal
yang digunakan oleh petani. Hal ini mencerminkan berapa besar nilai
pengembalian per persen modal yang digunakan. Persentase dengan nilai positif
mengindikasikan penggunaan modal dianggap menghasilkan keuntungan bagi
petani. Selain itu nilai imbalan terhadap terhadap tenaga kerja keluarga juga dapat

13
dihitung. Bila semakin besar nilai tingkat imbalan dibandingkan dengan upah
harian bila petani bekerja di lahan lain, maka kegiatan usahatani yang dilakukan di
lahan sendiri akan menghasilkan keuntungan yang lebih besar dibandingkan
bekerja di lahan orang lain.
Alat analisis lain yang dapat digunakan berdasarkan komponen biaya dan
penerimaan total adalah analisis penerimaan per biaya (R/C Ratio). Analisis R/C
menunjukkan besar penerimaan yang diperoleh sebagai manfaat dari setiap rupiah
yang dikeluarkan. Saat nilai nalisis R/C Rasio dapat mengukur efektifitas
usahatani dengan melihat apakan biaya mampu menghasilkan penerimaan dengan
nilai yang lebih besar. Selain itu nilai R/C dapat menunjukkan tingkat efisiensi
dan produktivitas rupiah biaya dalam menghasilkan penerimaan.
Kontribusi Penerimaan Usahatani Nenas terhadap Penerimaan Tunai
Rumahtangga
Rumahtangga petani pada umunya tidak hanya dibiaya oleh satu jenis
matapencaraharian sehingga kegiatan-kegiatan tersebut menghasilkan penerimaan
yang berbeda dalam sehingga kontribusi dalam penerimaan tunai rumahtangga
berbeda pula. Nilai penerimaan ini akan dibandingkan dengan total penerimaan
dalam bentuk persentase (%). Persentase ini dapat menunjukkan seberapa besar
kegiatan usahatani lain dalam berkontribusi menghasilkan uang tunai bagi
keluarga. Semakin berar nilai kontribusi usahatani dibandingkan dengan
matapencaharain atau komoditas lainnya akan mengindikasikan bahwa kegiatan
usahatani nenas telah menjadi kegiatan utama untuk menghidupi keluarga petani
sehingga petani akan sulit untuk berpindah untuk mengusahakan komoditas atau
matapencaharian lain.

Kerangka Pemikiran Operasional
Nenas bogor merupakan salah satu komoditas khas Kabupaten Bogor
yang sudah diusahakan sejak dulu, tetapi kini menghilang dari pasar-pasar di
Kabupaten Bogor dan suplai nenas lain seperti nenas subang dan nenas palembang
terus membanjiri pasar-pasar di Kabupaten Bogor. Salah satu alasan mengapa
suplai nenas dari daerah lain sangat mudah ditemukan di pasar di Kabupaten
Bogor adalah karena berdasarkan data pada tabel 1 dan tabel 2 menunjukkan
bahwa jumlah tanaman nenas di Kabupaten Bogor sangat jauh lebih rendah
dibandingkan di daerah lain, contohnya adalah Kabupaten Subang, sehingga
mempengaruhi jumlah produksi nenas yang dihasilkan di Kabupaten Bogor.
Selain itu komoditas nenas yang ditanam di Kabupetan Bogor tidak hanya jenis
nenas bogor seperti nenas gati, nenas mahkota, atau nenas kapas, sehingga nenas
bogor makin sulit ditemukan di pasaran.
Untuk melihat alasan mengapa nenas bogor tidak berkembang dengan baik
dapat dilihat dengan beberapa aspek, salah satunya adalah melihat susbsistem
agribisnis, prospek usahatani dilihat dari keragaan usahatani, serta melihat
kontribusi usahatani nenas untuk meningkatkan penerimaan rumahtangga. Sistem
agribisnis nenas bogor dapat dilihat dengan cara menganalisis masing-masing
subsistem dari hulu hingga penunjang, lalu memperhatikan posisi petani dalam
masing-masing subsistem. Hasil akhir penelitian berupa penjabaran tentang

14
performa usahatani serta kontribusi kegiatan usahatani untuk rumahtangga petani ,
kesimpulan akhir tentang apakah kegiatan usahatani nenas dapat bertahan atau
akan menghilang karena tidak menarik untuk diusahakan, serta saran untuk
meningkatkan performa usahatani. Untuk memudahkan dalam memahami uraian
diatas, maka alur kerangka pemikiran operasional dapat dilihat di bawah ini:
Analisis Pendapatan Petani Nenas Bogor di Desa Tamansari dan Desa
Sukaluyu Kecamatan Tamansari Kabupaten Bogor
 Kabupaten Bogor dikenal sebagai salah satu kabupaten penghasil nenas di Jawa Barat
sehingga muncul komoditas unggulan bernama “Nenas Bogor”
 Komoditas nenas bogor tidak berkembang dengan baik dan sulit ditemukan di pasar
Kabupaten Bogor
 Penting untuk mempelajari isu ini dilihat dari sudut pandang petani sebagai produsen.
Rumusan Masalah:
1. Bagaimana sistem agribisnis nenas bogor?
2. Bagaimana prospek agribisnis nenas bogor dilihat dari keragaan usahatani nenas
bogor?
3. Berapa peranan atau kontribusi penerimaan tunai usahatani terhadap penerimaan tunai
petani nenas?

Sistem Agribisnis
Nenas Bogor

Keragaan Usahatani
Nenas Bogor

 Subsistem Hulu
 Subsistem
Budidaya
 Subsistem Hilir
 Subsistem
Penunjang

 Struktur Biaya dan
Penerimaan
 Analisis Arus Uang
Tunai
 Analisis Pendapatan dan
Keuntungan