Analisa Saluran Pengering Pakan Ternak Dengan Bentuk Balok Pada Sistem Pompa Kalor Dengan Daya 1 Pk
ANALISA SALURAN PENGERING PAKAN TERNAK DENGAN BENTUK BALOK PADA SISTEM POMPA KALOR
DENGAN DAYA 1 PK
SKRIPSI
Skripsi Yang Diajukan Untuk Melengkapi Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Teknik
JUPITER SIRAIT NIM : 110 421 048
PROGRAM PENDIDIKAN SARJANA EKSTENSI DEPARTEMEN TEKNIK MESIN
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN
(2)
(3)
(4)
(5)
(6)
(7)
(8)
(9)
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis ucapakan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan rahmat-NYA yang begitu besar sehinggga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini dari tahap awal sampai akhir berjalan dengan baik.Skripsi ini ditulis sebagai salah satu syarat untuk mendapat gelar Sarjana di Program Pendidikan Sarjana Ekstensi di Departemen Teknik Mesin, Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara. Adapun judul skripsi ini adalah “ANALISA SALURAN PENGERING PAKAN TERNAK DENGAN BENTUK BALOK PADA SISTEM POMPA KALOR DENGAN DAYA 1 PK” .Dalam menyelesaikan skripsi ini penulis banyak mendapat bantuan baik berupa dukungan, perhatian, bimbingan, nasihat, dan juga doa. Penulis juga menyadari bahwa skripsi ini tidak akan selesai tanpa adanya dukungan dari berbagai pihak. Untuk itu penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:
1. Bapak Dr. Ing. Ir. Ikhwansyah Isranuri, sebagai Ketua Departemen Teknik Mesin Falkutas Teknik Universitas Sumatera Utara.
2. Bapak Ir. Tekad Sitepu sebagai dosen pembimbing yang telah meluangkan banyak waktu serta menyumbangkan ilmu dan nasehat kepada penulis sepanjang pengerjaan tugas sarjana ini hingga selesai.
3. Bapak Dr. Eng. Himsar Ambarita, ST, MT, sebagai dosen Membimbing yang telah meluangkan banyak waktu serta menyumbangkan ilmu dan nasehat kepada penulis sepanjang pengerjaan tugas sarjana ini hingga selesai.
4. Bapak/Ibu dosen di Departemen Teknik Mesin Falkutas Teknik Universitas Sumatera Utara yang telah mendidik penulis selama kuliah. 5. Bapak/Ibu staff pegawai yang banyak membantu penulis selama kuliah di
Departemen Teknik Mesin Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara. 6. Teristimewa kepada Ayah dan Ibunda penulis, G.Sirait dan D.Manik yang
telah memberikan kasih sayang yang tak terhingga dalam membesarkan, memelihara, mendukung secara moral dan material, memberikan dorongan serta senantiasa mendoakan penulis dalam setiap aktivitas, terutama
(10)
selama menjalani perkuliahan di Fakultas Teknik USU. Penulis tidak dapat membalas kebaikan mereka dengan apapun. Penulis mengucapkan terima kasih banyak untuk orang tua yang sangat saya hormati dan cintai. Saya sangat bangga memiliki orang tua yang sabar, kuat, dan selalu menyayangi anak-anaknya.
7. Rekan satu team yaitu Dunan Ginting yang saling membantu dan bersolidaritas satu sama lain demi penyelesaian skripsi isni.
8. Valen Ricart, Bg Syalimono Siahaan, dan Para rekan –rekan yang di S2 membantu dalam penyelesaian penulisan Skripsi ini
Akhir kata, penulis menyadari skiripsi ini masih kurang sempurna, Oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran dari pembaca yang sifatnya membangun untuk meyempurnakan isi skripsi ini. Semoga skripsi ini dapat menambah wawasan dan pengetahuan pembaca mengenai mesin pengering sistem pompa kalor.
Medan, Desember 2014
JUPITER SIRAIT NIM: 110 421 048
(11)
ABSTRAK
Analisa ini bertujuan untuk mengatasi masalah yang sering di hadapi para produsen pakan ternak untuk mengeringkan pakan ternak yang sudah dicacah dalam keadaan lembab menjadi kering agar tahan lebih lama.Oleh sebab itu dilakukan perancangan ulang saluran pengering dari yang sebelumnya yaitu suatu saluran pengering bentuk balok dengan ukuran tinggi 100 cm,tinggi kaki 104 cm,luas penampang 40 x 40 cm,ukuran pipa masuk saluran udara 3 inc,dengan kapasitas 1kg. Tujuan agar proses pengeringan lebih efektif. Manfaat penelitian ini adalah untuk memenuhi kebutuhan pengeringan pada sektor perternakan,pertanian atau home industry khususnya bagi wilayah-wilayah yang memiliki tingkat curah hujan yang tinggi di Indonesia. Kesimpulan dari analisa ini Nilai laju perpindahan panas pada saluran pengering pakan ternak berbentuk balok dengan tinggi 100 cm dan luas penampang 40x40 cm adalah 9,286 W, dan Nilai laju pengeringan pakan ternak pada saluran pengering pakan ternak berbentuk balok adalah 0.1554 kg/jam dan penurunan nilai kadar air sebesar 74,1 %.Nilai laju ekstraksi air spesifik (Spesific Moisture Extraction Rate) saat proses pengeringan yang berlangsung selama 1,6 jam adalah 0.108671 kg/kWh.
Konsumsi energi spesifik (Spesific Energi Consumption) untuk mesin pengering pakan ternak sistem pompa kalor dengan daya 1 PK selama 1,6 jam saat proses pengeringan adalah 9,202059 kWh/kg.Biaya yang dibutuhkan untuk proses pengeringan pakan ternak dengan pengering sistem pompa kalor daya 1 PK selama 1,6 jam saat proses pengeringan adalah Rp 10481- per kilogram.
Kata kunci: Saluran pengering, Ratio Humidity Spesific Energi Consumption
(12)
ABSTRACT
This analysis aims to address the problems faced by the producers of fodder for drying forage in a state that has been chopped into dry so moist longer. Therefore, to design that aims to produce a unit of animal feed portable dryer machine using AC house oriented on electrical energy efficiency efforts can diaplikasin on small and large scale . Analysis of energy consumption and costs in a dryer feed system with a heat pump 1 PK power was based on the results of theoretical calculations and the use of heat pumps operate using the vapor compression cycle into a boundary problem . The benefits of this research is to meet the drying requirements of the livestock sector , agriculture , and home industry , especially for areas that have high levels of rainfall in Indonesia. Conclusion This design is obtained that a specific value of the rate of water extraction (Specific Moisture Extraction Rate) to feed the dryer heat pump system was 0.108671 kg / kWh . Smer is directly proportional to the evaporator exit air temperature and proportional to the time . The amount of specific energy consumption (Specific Energy Consumption) to feed the dryer is 9,202059 kWh/ kg SEC inversely proportional to the specific water extraction rate (Specific Moisture Extraction Rate ) and is directly proportional to the cost of production. Cost of Goods Manufactured needed for drying 1 kg of animal feed by using a heat pump system is Rp , 10481- per kilogram.
Keywords : refrigerant , Specific Energy Consumption (SEC) , Specific Moisture Extraction Rate ( SMER) .
(13)
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ... i
DAFTAR ISI ... iii
DAFTAR NOTASI ... v
DAFTAR GAMBAR ... vi
DAFTAR TABEL ... vii
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang ... 1
1.2. Rumusan Masalah ... 1
1.3. Rumusan Masalah ... 1
1.4. Tujuan Penelitian ... 2
1.4.1. Tujuan Umum ... 2
1.4.2. Tujuan Khusus ... 2
1.5. Manfaat penelitian ... 2
1.6. Sistematika Penulisan ... 2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1.Proses Pengeringan ... 4
2.2. Pengeringan Buatan ... 5
2.2.1 .Jenis Jenis Pengeringan Buatan ... 5
2.2.2 Proses Pengeringan ... 6
2.2.3 Faktor Yang Mempengaruhi Pengeringan ... 6
2.3. Psikometrik ... 8
2.3.1. Ratio humiditas ... 8
2.3.2 Humiditas Relatif ( relatif humidity, atau RH) ... 9
2.3.3.Temperatur Bola Kering dan Bola Basah………10
2.3.4.Panas Udara pada tekanan Konstan cp ... 11
2.4. Volume spesifik udara,Moist volume (v) rapat masah Density………..………...11
2.4.1Temperatur Dew Point(temperatur titik embun)…………..12
(14)
2.4.3 Panas sensible dan panas laten ... 12
2.4.4.Grafik Psikometrik ... 13
2.5.Proses perlakuan udara pada psikometrik ... 14
2.5.1 Memanaskan udara ... 14
2.5.2. Pendinginan Udara ... 14
2.5.3 Pencampuran adiabatik ... 15
2.5.4. Menambah Kelembapan (Humidifier) ... 16
2.5.5. Mengurangi Kelembapan (Dehumidifier) ... 17
2.6. Siklus kompresi uap………..18
2.6.1.Siklus utama siklus komprei uap………21
2.6.2. kompresor………..21
2.6.3.Kondensor………..23
2.6.4.Katup expansi……….26
2.6.5.Evaporator………..26
2.6.6.Refrigran……….27
2.6.7.Pengelompokan Refrigran………..27
2.6.8.Persyaratan refrigran………..29
2.7. Pengering Pompa kalor……….31
2.7.1.Kinerja alat pengering………....31
2.7.2.Kadar air……….31
2.8.Tinjauan Perpindahan Panas………..32
2.8.1.Perpindahan Panas Konduksi………..32
2.8.2.Perpindahan Panas Konveksi………..33
2.8.3. Perpindahan Panas Radiasi……….36
2.8.4.Konduktivitas Thermal (daya hantar panas)………37
2.9.Pengertian Laju pengeringan ………..37
2.9.1.Nilai laju air Spesifik (Spesific Moisture Extraction Rate)….38 2.9.2.Konsumsi Energi Spesifik (Specific Energy Consumption)….38 2.9.3.Biaya Pokok Produksi………....39
(15)
3.1. Tempat Dan Waktu Studi dan Pembuatan ... 40
3.1.1. Bahan Dan Alat prancangan saluran pengering ... 40
3.1.2. Alat ... 40
3.1.3. Bahan ... 41
3.2. Alat dan bahan dalam melakukan pengujian ... .42
3.3. Data penelitian ………48
3.3.1.Metode pelaksanaan penelitian ……….…50
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1. Grafik hasil pengujian ... 51
4.2. Perhitungan hasil pengujian………. 53
4.2.1. Perhitungan hasil pengujian pada saluran masuk ... 53
4.2.2. Perhitungan hasil pengujian pada saluran keluar ... 55
4.3. Menghitung laju perpindahan panas pada saluran pengering ... 57
4.4.Laju pengeringan……….61
4.4.1. Nilai laju air Spesifik (Spesific Moisture Extraction Rate)………..62
4.4.2. Konsumsi Energi Spesifik (Specific Energy Consumption)………....64
4.4.3. Biaya pokok produksi………...65
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. Kesimpulan ... .71
5.2. Saran ... . 72
DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN
(16)
DAFTAR NOTASI
w rasio humiditas (humidity ratio) g/kg
Pws tekanan uap saat terjadi satu rasi Pa
h enthalpy kJ/kg
v volume spesifik udara m3/kg
T Temperatur udara K
P Tekanan Pa
RH Ratio hummiditas %
Td Temperatur Dwepoit 0C
h
1 entalpi refrigeran saat masuk kompresor kJ/s
h
2 entalpi refrigeran saat keluar kompresor kJ/s
�̇ laju aliran refrigeran pada sistem Kg/s
P daya listrik kompresor Watt
V tegangan listrik Volt
I Kuat arus listrik Amper
P tekanan absolute MPa
q Laju perpindahan panas w
K Konduktivitas termal W/(m.k)
A Luas penampang m2
h koefisien konfeksi w/m2k
We Berat pakan sebelum pengeringan kg
Wf Berat pakan setelah pengeringan kg
t
Waktu pengeringan jam
S entropi kJ/(kg . K)
S panjang langkah m
T temperatur absolute K
T
kond temperatur kondensor
x air yang diserap
o
C liter
(17)
W
komp daya kompresor,
v kecepatan udara
Dh Luas penampang
η
kom efisiensi isentropis (efisiensi kompresor), ρ densitas refrigeran,
ρ
suc densitas refrigeran pada sisi hisap (suction) ρ
u densitas udara,
kW
m/s
m % kg/m
3
kg/m 3
kg/m 3
(18)
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Ilustrasi Temperatur bola kering dan bola basah ... 10
Gambar 2.2 Garis – garis dan informasi yang dijumpai pada grafik psikometrik ... 13
Gambar 2.3 Proses pendinginan udara sampai terjadi kondensasi uap air ... 14
Gambar 2.4 Proses pencampuran udara secara adiabatik ... 15
Gambar 2.5 Proses penambahan uap air pada udara ... 16
Gambar 2.6 Siklus Kompresi Uap ... 17
Gambar 2.7 Siklus Refrigerasi Kompresi Uap pada Diagram P-h ... 18
Gambar 2.8 Pembagian Kompresor (Teknik Pendingin & Pengkondisian Udara ... 21
Gambar 2.9 Kondensor pipa ganda ( Tube and Tube Condensor )... 23
Gambar 2.10 Kondensor selubung dan tabung (Shell and Tube condenser) ... 34
Gambar 3.1 saluran pengering bentuk Balok ... 38
Gambar 3.2 Rh Meter ... ….39
Gambar 3.3 Hot Wire Anemometer………...………40
Gambar 3.4 Blower 3 inc………...…41
Gambar 3.5 Leptop TOSIBA (L640)……….…42
Gambar 3.6 Hygrometer……….……43
Gambar 3.7 Timbangan Digital……….….43
(19)
Gambar 3.9 Alat Pengering pakan ternak Pompa kalor 1 Pk………...44
Gambar 3.10 Daun sawit yang sudah dicaca……….……45
Gambar 3.11 Diagram alir proses pelaksanaan penelitian……….47
Gambar :4.1.Grafik Temperatur,Dwe-point vs Waktu pada saluran masuk (in)..51
Gambar :4.2.Grafik Temperatur,Dwe-point vs Waktu pada saluran keluar (out).52
Gambar :4.3.Grafik kelembapan udara(Ratio hummidity)RH (%) vs Waktu……52 Gambar :4.4.Grafik penurunan berat pakan ternak vs Waktu………53
(20)
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 kandungan Gizih pelepah daun kelapa sawit………..5
Tabel 2.2 Perbandingan kondensor berpendingin udara dan air ... …..26
Tabel 2.3 Pembagian Refrigerant berdasarkan keamanan ... ... 30
Tabel 2.4 Nilai ODP beberapa Refrigerant ... …... 32
Tabel 3.1 Jadwal pelaksanaan penelitian ... ... 38
Tabel 3.2 Specificatians dari Hot Wire Anemometer ... ... 41
Tabel 4.1 Data hasil pengujian disaluran pengering pakan ternak ... ... 49
Tabel 4.2 Perhitungan hi untuk dari tablel lampiran 2………...55
Tabel 4.3 Perhitungan h0 untuk Qtotal dari table lampiran 2………..56
Tabel 4.4 Data hasil pengujian pada mesin pengeringan 1 kg pakan ternak…….59
Tabel 4.5 Hasil perhitungan pengujian pengeringan 1kg pakan ternak pada saluran masuk (in)………64
Tabel 4.6 Hasil perhitungan pengujian pengeringan 1kg pakan ternak pada saluran keluar (out)……….……66
Tabel 4.7 Hasil perhitungan laju pengeringan 1kg pakan ternak ……….……..68
(21)
Daftar Grafik
Grafik:4.1. Temperatur,Humidity,Dew poit pada saluran masuk (in)……..…48
Grafik:4.2. Temperatur,Humidity,Dew poit pada saluran keluar (out)……….48
Grafik 4.3 Penurunan kadar air pakan ternak salama waktu pengeringan…....49 Grafik:4.4. PWS (Pa) terhadap Waktu pada saluran masuk (in)…...…………50
Grafik:4.5. PW (Pa) terhadap Waktu pada saluran masuk (in)………..……..50
Grafik:4.6. W (g/kg) terhadap Waktu pada saluran masuk (in)……….……..51
Grafik:4.7. V (m/kg) terhadap Waktu pada saluran masuk (in)………..…….52
Grafik:4.8. P (m3/kg) terhadap Waktu pada saluran masuk (in)………..……52 Grafik:4.9. PWS (Pa) terhadap Waktu pada saluran keluar (out)…..………..53
Grafik:4.10. Pw (Pa) terhadap Waktu pada saluran keluar (out)…...………54
Grafik:4.11. W (g/kg) terhadap Waktu pada saluran keluar (out).…………..55
Grafik:4.12. V (m/kg) terhadap Waktu pada saluran keluar (out).………….55
(22)
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kebutuhan akan pakan ternak di Indonesia sangat tinggi mengingat komoditas peternakan sangat banyak di Indonesia. Banyaknya peternakan sangat berpengaruh terhadap kebutuhan akan pakan yang akan siap untuk di makan oleh ternak, sedangkan pakan ternak yang diproduksi industri masih bersifat basah atau lembab. Untuk itu industri harus mengeringkan hasil produksinya menggunakan sinar matahari ataupun mesin pengering.
Pakan ternak merupakan pengganti makanan ternak dari alam. Pakan ternak di produksi dari industri rumahan (home industry) ataupun di produksi secara masal. Dalam setiap pruduksi, produsen pakan ternak biasanya mengeringkan hasil produksinya menggunakan sinar matahari. Jika menggunakan cahaya matahari saja hasil produksi tidak mencukupi permintaan atas pakan ternak di Indonesia. Untuk itu kebutuhan mesin pengering sangat dibutuhkan guna menunjang hasil produksi pakan ternak.
Mesin yang sering di jumpai di pasaran menggunakan alat pemanas (heater) dan alat ini menggunakan tenaga arus listrik yang sangat besar. Untuk itu penulis mencoba menggunakan alat yang tidak lajim digunakan di mesin pengering yaitu AC. Panas yang didapat untuk mengeringkan didapat dari kondensor, udara kering di keluarkan oleh evaporator AC tersebut. AC yang digunakan adalah jenis AC yang biasa di temukan di pasaran yaitu AC Polytron dengan daya 1 PK.
1. 2 Rumusan Masalah
Dalam penelitian ini analisa saluran pengering hasil rancang bangun saluran pengering pakan ternak dengan bentuk balok dan ditambahnya blower.
1. 3 Batasan Masalah
1. Menganalisa sifat-sifat Thermodinamik udara pada saluran pengering 2. Menganalisa laju perpindahan panas pada saluran pengering
3. Menganalisa nilai laju ekstraksi air spesifik (Spesific Moisture Extraction Reate.)
(23)
4. Menganalisa komsumsi energy spesifik (specific energy comsumption)
1. 4 Tujuan Penelitian 1. 4 .1 Tujuan Umum
Tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk menghasilkan suatu unit mesin pengering pakan ternak portable yang berorientasikan pada upaya efisiensi energi listrik yang dapat diaplikasikan pada skala kecil dan besar.
1. 4. 2 Tujuan Khusus
Tujuan khusus penelitian ini adalah
1. Untuk mengetahui relative humidity (kelembapan udara) di saluran pengering
2. Untuk mengetahui laju perpindahan panas disaluran pengering pada saat proses pengeringan pakan ternak per kilogram.
3. Untuk mengetahui laju pengeringan pakan ternak
4. Untuk mengetahui kebutuhan energi spesifik yang dibutuhkan mesin pengering pakan ternak sistem pompa kalor dengan daya 1 PK.
1. 5 Manfaat Penelitian
Manfaat yang didapat dari hasil penelitian ini adalah
1. Sistem yang sederhana ini secara luas berkontribusi untuk memenuhi kebutuhan pengeringan pada sektor peternakan, pertanian, maupun home industri khususnya bagi wilayah-wilayah yang memiliki tingkat curah hujan yang tinggi di Indonesia.
2. Pemanfaatan energi panas yang terbuang pada kondensor.
3. Sebagai pengembangan dalam bidang energi terbarukan khususnya teknologi refrigerasi dan pengkondisian udara.
1. 6 Sistematika Penulisan
Penulisan skripsi ini terbagi menjadi lima bab dengan sistematika sebagai berikut : BAB I PENDAHULUAN, bab ini membahas uraian tentang latar belakang masalah, rumusan masalah, batasan masalah, tujuan penulisan, manfaat penelitian, serta sistematika penulisan. BAB II TINJAUAN PUSTAKA, membahas teori-teori yang menunjang penyelesaian masalah seperti dalam hubungannya dengan prinsip pengeringan, sistem kompresi uap, komponen sistem kompresi uap,Rasio humiditas (kelembapan udara). Psikometrik. BAB III
(24)
METODA PENELITIAN, membahas tentang pembuatan saluran pengering berbentuk balok, alat yang digunakan, bahan yang dikeringkan serta diagram proses penelitian. BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN, bab ini membahas tentang data yang diperoleh selama pengujian dan analisa perhitungan mengenai kandungan rasio humiditas di saluran pengering, laju perpindahan panas disaluran pengering. BAB V KESIMPULAN DAN SARAN, bab ini membahas tentang kesimpulan berdasarkan data hasil pengujian yang telah dianalisa dan saran-saran yang diberikan untuk menyempurnakan kinerja alat.
(25)
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA 2.1Proses Pengeringan
Pengeringan adalah proses perpindahan panas dan uap air secara simultan yang memerlukan energi panas untuk menguapkan kandungan air yang
dipindahkan dari permukaan bahan yang dikeringkan oleh media pengering yang biasanya berupa panas. Proses pengeringan berlaku apabila bahan yang
dikeringankan kehilangan sebahagian atau keseluruhan air yang dikandungnya. Proses utama yang terjadi pada proses pengeringan adalah penguapan. Penguapan terjadi apabila air yang dikandung oleh suatu bahan teruap, yaitu apabila panas diberikan kepada bahan tersebut.
Prinsip pengeringan biasanya akan melibatkan dua kejadian yaitu panas yang diberikan pada bahan dan air harus dikeluarkan dari bahan. Dua fenomena ini menyangkut pindah panas ke dalam dan pindah massa ke luar. Yang dimaksud dengan pindah panas adalah peristiwa perpindahan energi dari udara ke dalam bahan yang dapat menyebabkan berpindahnya sejumlah massa (kandungan air) karena gaya dorong untuk keluar dari bahan (pindah massa).
Dalam pengeringan umumnya diinginkan kecepatan pengeringan yang maksimum, oleh karena itu diusahakan untuk mempercepat pindah panas dan pindah massa. Perpindahan panas dalam proses pengeringan dapat terjadi melalui dua cara yaitu pengeringan langsung dan pengeringan tidak langsung.
Pengeringan langsung yaitu sumber panas berhubungan dengan bahan yang dikeringkan, sedangkan pengeringan tidak langsung yaitu panas dari sumber panas dilewatkan melalui permukaan benda padat (conventer) dan conventer
tersebut yang berhubungan dengan bahan. Setelah panas sampai ke bahan maka air dari sel-sel bahan akan bergerak ke permukaan bahan kemudian keluar.
Teknologi pengelolahan limbah pertanian dan agro industry menjadi pakan lengkap dengan metode processing yang terdiri dari pencacahan (
chopper) untuk merubah parikel dan testur bahan agar komsumsi ternak lebih efisien, perlakuan pengeringan (drying) dengan panas matahari atau alat
(26)
dengan menggunakan alat pencampur (mixer) dan perlakuan penggilingan dengan alat giling (hummer mill) dan terkhir proses pengemasan (Wahyono dan
Hardianto 2004)
Table :2.1 kandungan gizi pelepah daun kelapa sawit
N0 Zat nutrisi Kandungan
1 Bahan kering 26,07a
2 Protein kasar 5,02b
3 Lemak kasar 1,07a
4 BETN 39,82a
5 TDN 45,00a
6 Ca 0,96a
7 P 0,08a
8 Energi (MCal/ME) 56,00c
9 Serat kasar 50,94a
Sumber :
a) Wartat penelitian dan pengembangan pertanian (2003)
b) Laboratorium Ilmu Makanan Ternak Depertemen Perternakan FP USU (2003)
c) Balai Penelitian Bioteknologi tanaman pangan Bogor (2000)
2.2Pengeringan Buatan
Pengeringan dengan menggunakan alat pengering dimana, suhu, kelembapan udara, kecepatan udara dan waktu dapat diatur dan di awasi.
Keuntungan Pengering Buatan:
Tidak tergantung cuaca
(27)
Tidak memerlukan tempat yang luas
Kondisi pengeringan dapat dikontrol
Pekerjaan lebih mudah.
2.2.1 Jenis - Jenis Pengeringan Buatan
Berdasarkan media panasnya,
Pengeringan adiabatis ; pengeringan dimana panas dibawa ke alat pengering oleh udara panas, fungsi udara memberi panas dan membawa air.
Pengeringan isotermik; bahan yang dikeringkan berhubungan langsung dengan alat atau plat logam yang panas.
2.2.2 Proses pengeringan:
Proses pengeringan diperoleh dengan cara penguapan air
Dengan cara menurunkan RH dengan mengalirkan udara panas disekeliling bahan
Proses perpindahan panas; proses pemanasan dan terjadi panas sensible dari medium pemanas ke bahan, dari permukaan bahan kepusat bahan.
Proses perpindahan massa ; proses pengeringan (penguapan), terjadi panas laten, dari permukaan bahan ke udara
Panas sensible ; panas yang dibutuhkan /dilepaskan untuk menaikkan /menurunkan suhu suatu benda
Panas laten ; panas yang diperlukan untuk mengubah wujud zat dari padat kecair, cair ke gas, dan seterusnya, tanpa mengubah suhu benda tersebut.
2.2.3 Faktor faktor yang mempengaruhi pengeringan.
Pada pengeringan selalu di inginkan kecepatan pengeringan yang maksimal. Oleh karena itu perlu dilakukan usaha- usaha untuk memercepat pindah panas dan pindah massa (pindah massa dalam hal ini adalah perpindahan air keluar dari bahan yang dikeringkan dalam proses pengeringan tersebut).
Ada beberapa faktor yang perlu diperhatikan untuk memperoleh kecepatan pengeringan maksimum, yaitu :
(a) Luas permukaan
(b) Suhu
(28)
(d) Kelembaban udara
(e) Waktu.
Dalam proses pengeringan ini faktor yang perlu diperhatikan untuk memperoleh kecepatan pengeringan maksimum adalah :
Suhu
Semakin besar perbedaan suhu (antara medium pemanas dengan bahan bahan) maka akan semakin cepat proses pindah panas berlangsung sehingga mengakibatkan proses penguapan semakin cepat pula. Atau semakin tinggi suhu udara pengeringan maka akan semakin besar anergi panas yang dibawa ke udara yang akan menyebabkan proses pindahan panas semakin cepat sehingga pindah massa akan berlangsung juga dengan cepat.
Kecepatan udara
Umumnya udara yang bergerak akan lebih banyak mengambil uap air dari permukaan bahan yang dikeringkan. Udara yang bergerak adalah udara yang mempunyai kecepatan gerak yang tinggi yang berguna untuk
mengambil uap air dan menghilangkan uapa air dari permukaan bahan yang dikeringkan, sehingga dapat mencegah terjadinya udara jenuh yang dapat memperlambat penghilangan air.
Kelembaban Udara (RH)
Semakin lembab udara di dalam ruang pengering dan sekitarnya maka akan semakin lama proses pengeringan berlangsung kering, begitu juga
sebaliknya. Karena udara kering dapat mengabsorbsi dan menahan uap air. Setiap bahan mempunyai keseimbangan kelembaban (RH keseimbangan) masing- masing, yaitu kelembapan pada suhu tertentu dimana bahan tidak akan kehilangan air (pindah) ke atmosfir atau tidak akan mengambil uap air dari atmosfir.
Jika RH udara < RH keseimbangan maka bahan masih dapat dikeringkan
Jika RH udara > RH keseimbangan maka bahan malahan akan menarik uap air dari udara.
(29)
Waktu
Semakin lama waktu (batas tertentu) pengeringan maka akan semakin cepat proses pengeringan selesai. Dalam pengeringan diterapkan konsep HTST (High Temperature Short Time), short time dapat menekan biaya
pengeringan.
2.3.Pisikometrik
Pisikometrik adalah salah satu sub bidang enginering yang khusus mempelajari sifat-sifat thermofisik campuran udara dan uap air untuk selanjutnya akan disebut “udara”.Pada psikometrik udara “ hanya dibedakan atas udara kering dan uap air. Meskipun udara kering masih dapat dibedakan lagi menjadi komponen gas yang terdiri dari Nitrogen,Oksigen, Karbon dioksida dan yang lainnya, tetapi pada pisikometrik semuanya diperlakukan sebagai satu unit udara kering.
Ada dua cara yang dapat digunakan untuk mendapatkan sifat-sifat thermodinamik udara, yaitu dengan menggunakan persamaan-persamaan dan dengan mengunakan grafik yang menggambarkan sifat-sifat thermodinamik udara, yang biasa disebut pysikometric chart .Dengan menggunakan grafik ini, proses-proses seperti pendinginan udara, dehumidification,dan perlakuan udara kering dapat dijelaskan dengan lebih muda. Parameter-parameter dan istilah yang digunakan untuk menggambarkan sifat-sifat thermodinamik udara antara lain :
Humidity ratio, relatif humidity,dry-bulb dan wet-bulb,termperatur,dwe-point temperatur,sensibel end laten heat,desity,moist volume,dan entalpi.
Sebelum melakukan perhitungan dan penentuan pada grafik psikometrik beberapa parameter atau sifat udara yang harus diketahui. (sumber : Dr.Eng. Himsar Ambarita,Teknik Pendingin dan Pengkondisian Udara hal : 55)
(30)
Karena udara adalah gabungan udara kering dan uap air yang terkandung pada udara, maka humidity ratio adalah perbandingan masah uap air (mw) dan
massa udara (ma) yang dirumuskan:
w = ��
��
……….…….
(2.1)Satuan dari parameter ini adalah kg uap air/kg udara atau gram uap air/kg udara. Dengan menggunakan persamaan gas ideal dan hukum Dalton, yang merumuskan hubungan antara kandungan gas dengan tekanan persial gas, maka rasio humiditas juga dinyatakan dengan :
�= 0,62198 ��
����−��… … … (2.2)
Dimana
p
w adalah tekanan persial uap air danp
atm adalah tekanan atmosfer. Persamaan (2) menunjukan bahwa hanya dengan mengetahui tekanan persial uap air pada temperatur tertentu, kita dapat menentukan kandungan uap air di udara.2.3.2. Humiditas Relatif ( relatif humidity, atau RH)
Parameter ini adalah perbandingan fraksi mol uap air pada udara tersebut mengalami saturasi. Berdasarkan devinisi ini, persamaan yang digunakan untuk menghitung RH adalah:
��= ������
������,���
… … … . . (2.3)
Sebagai catatan, pada saat saturasi fraksi mol uap air yang terkandung didalam udara adalah fraksi mol maksimum. Setelah itu uap air akan mulai mengembun, atau berubah fasa menjadi cair. Berdasarkan fakta ini, pada saat terjadi saturasi, nilai relative hummidity adalah 100% jadi diingat saat terjadi saturasi RH=100%
Dengan mengurangi devenisi fraksi mol dan persamaan gas ideal,RH dapat didefenisikan sebagai berikut :
��= ��
���… … … . . … … … (2.4)
P
wsadalah tekanan uap saat terjadi saturasi dan merupakan fungsi dari temperatur. Persamaan yang disusul ASHER dapat digunakan untuk menghitung(31)
Ln(pws) = C1/T+C2+C3T
+C4T2+C5T3+C6lnT……….……(2.5)
Dimana T adalah temperatur mutlak dalam K. Konstanta C1 sampai dengan C6
adalah sebagai berikut:
C1 = - 5,8002206 x 103 C4 = 4,1764768 x10-5
C2 = 1,3914993 x C5 = -1,4452093 x 10-8
C3 = - 4,8640239 x10-2 C6 = 6,5459673
2.3.3 Temperatur Bola Kering dan Bola Basah (dry bulb and wet bulb temperatures)
Temperatur bola kering (dry bulb temperature) adalah temperatur udara yang ditunjukkan oleh alat ukur atau termometer.
Temperatur bola basah,Twb (wet bulb temperature) adalah suatu parameter
yang sulit untuk didefinisikan.Parameter ini adalah parameter fiktif yang digunakan untuk mendefinisikan sifat udara.Untuk mendefinisikan Twb akan
digunakan ilustrasi pada gambar 1.
(32)
Misalkan pada suatu ruangan yang tertutup rapat atau adiabatik, terdapat air dan udara yang mempunyai temperatur bola kering Tdb.Setelah beberapa lama,
air akan menguap sebagian dan bercampur dengan udara, udara mengalami humidifikasi, dan terjadilah kondisi setimbang atau jenuh. Karena ruangan tersebut bersifat adiabatik, sementara peroses penguapan dari cair menjadi fasa uap pasti menyerap energi berupa panas, maka panas ini pasti berasal dari udara diruangan tersebut.Oleh karena itu, temperatur awal udara akan turun akibat naiknya kandungan uap airnya.Temperatur inilah yang di definisikan menjadi temperatur bola basah. Berdasarkan kesetimbangan energi, Twb dapat dihitung
dengan persamaan :
(sumber : Dr.Eng. Himsar Ambarita,Teknik Pendingin dan Pengkondisian Udara hal : 56)
��� =��� −
(�,− � 0)ℎ��
��� … … … . … … … .2.17
Dimana :
hfg = panas penguapan air pada temperatur bola basah
cpa = panas jenis udara
2.3.4 Panas Jenis Udara Pada Tekanan Konstan ,cp
Panas jenis udara atau gas ada dua yaitu panas jenis pada volume konstan dan panas jenis pada tekanan konstan. Pada psikometrik, hanya panas jenis pada tekanan konstan yang digunakan. Panas jenis udara pada tekanan konstan adalah penjumlahan panas jenis udara kering dan panas jenis uap air yang dikandung udara tersebut.
cp = cda + wcps ...(2.6)
(33)
cda = panas jenis udara kering
cps = panas jenis uap air
2.4 Volume Spesifik Udara, Moist Volume (v) dan Rapat Masa (density)
Volume 1 kg udara akan disebut volume spesifik atau v. Dapat dirumuskan v = V/m(m3/kg).Dengan mengingat definisi bahwa udara adalah campuran udara kering dengan uap air, dan dengan menggunakan persamaan gas ideal, maka v dapat dirumuskan menjadi
�=��(1 + 1,6078�)
� =
287,055 � (1 + 1,6078�)
� … … … (2.7)
Dimana :
T = suhu udara dalam K
P = tekanan dalam Pa
Sementara density adalah kebalikan dari v.
� =�
� =
1
�… … … . … … … . (2.8) 2.4.1 Temperatur Dew Point (Temperatur titik embun)
Adalah temperatur udara saat terjadi kondensasi.Misalkan udara yang mempunyai temperatur awal T dan rasio kelembaban w diturunkan suhunya secara perlahan-lahan. Temperatur udara saat mulai terbentuk embun disebut temperatur dew poin.Hubungan antara temperatur udara dan temperatur dew point dirumuskan sebagai berikut :
�� =
4030(�+ 235)
4030−(�+ 235) ln(��)−235 … … … (2.9) Semua temperatur dalam Celsius.
2.4.2 Entalpi Udara
Entalpi udara adalah kandungan energi total yang dimiliki oleh udara.Didalam thermodinamika suatu materi harus dihitung menggunakan nilai acuan
(34)
(referensi).Dengan menggunakan acuan saat udara pada 0˚C, entalpi udara dalam (kj/kg) dihitung dengan persamaan:
ha = 1,006T + w(2501 + 1,805T)...(2.10)
Dimana T adalah temperatur dalam celsius.
2.4.3 Panas Sensibel dan Panas Laten
Panas sensibel adalah energi yang diberikan atau diterima suatu materi yang membuat temperaturnya berubah. Sementara panas laten adalah panas yang diberikan atau diterima suatu materi yang membuat fasanya berubah. Contoh ,jika kita memanaskan air pada tekanan atmosfer mulai dari 0 sampai 100˚C ,maka panas yang diterima air itu adalah panas sensibel. Jika setelah 100˚C air tersebut masih kita panasi, maka suhunya tetap 100˚C (tidak naik), tetapi fasanya akan berubah menjadi uap.Panas yang diterima air saat itu disebut panas laten .Untuk materi yang homogen proses pelepasan atau penerimaan panas sensibel dan panas laten dapat dibedakan dengan jelas. Panas sensibel saat suhunya berubah dan fasanya tetap, tetapi panas laten saat fasanya berubah dan suhunya tetap.
Pada udara, bagian udara kering hanya akan memiliki panas sensibel ,karena tidak akan terjadi perubahan fasa. Bagian uap air akan memiliki panas sensibel untuk mengubah temperaturnya dan sekaligus panas laten karena perubahan fasa.Persamaan entalpi pada persamaan 2.11 dapat diubah bentuknya menjadi:
ha= (1,006T + 1,805w)T +2501w)...(.2.11)
Dua bagian pertama persamaan ini adalah panas sensibel dan bagian akhir adalah panas laten.
2.4.4 Grafik Psikometrik
Untuk memudahkan analisis ,maka sebagian besar parameter-parameter yang disebutkan tadi akan ditampilkan dalam bentuk gerafik sifat termodinamik udara yang selanjutnya disebut grafik Psikometrik.
(35)
Ada tujuh sifat ( atau kelompok sifat) thermodinamik atau thermofisik udara yang ditampilkan pada grafik psikometrik, yaitu :(1) entalpi, (2) RH, (3) Twb , (4) tekanan atmosfer, (5) tekanan dan temperatur saturasi,(6) densitiy dan
volume spesifik dan (7) humidity rasio,pw dan Td. Sebagai catatan garis entalpi
dan garis Tw pada grafik psikometri mempunyai kemiringan yang hampir sama
dan sangat sulit dibedakan .Oleh karena itu, kedua garis ini akan kelihatan berhimpit.Posisi ketujuh sifat ini ditampilkan pada gambar dibawah.
(sumber : Dr.Eng. Himsar Ambarita,Teknik Pendingin dan Pengkondisian Udara hal : 57)
Gambar 2.2 : Garis – garis dan informasi yang dijumpai pada grafik psikometrik
Kondisi udara pada suatu ruangan dapat ditempatkan pada grafik ini.Jika kita memperlakukan (mengkondisikan) udara tersebut, misalnya memanaskannya, mendinginkannya,mengurangi kelembabannya ,dapat juga dijelaskan
menggunakan grafik psikometri ini.
2.5. Proses Perlakuan Udara Pada Psikometrik 2.5.1.Memanaskan udara
(36)
Memenaskan udara adalah menambah temperatur udara.Secara alami, proses pemanasan ini tidak mengakibatkan perubahan kandungan uap air didalam udara.Proses pengeringan hannya memanfaatkan panas sensibel kerena tidak ada perubahan fasa
2.5.2 Pendinginan Udara
Secara alami proses pendinginan udara dapat mengurangi kandungan uap air yang yang terdapat diudara. Tetapi ada temperatur batas mulai terjadinya pengembunan uap air. Temperatur ini dikenal dengan temperatur saturasi. Jika udara didinginkan sampai temperaturnya dibawah temperatur saturasinya,maka akan terjadi perubahan fasa dari uap menjadi cairan.Proses ini ditampilkan pada gambar dibawah.
Gambar : 2.3 Proses pendinginan udara sampai terjadi kondensasi uap air
Dengan bantuan blower udara dilewatkan melalui permukaan koil pendingin.Didalam koil pendingin mengalir refrigan/ medium pendingin yang berasal dari evaporator.Evaporator disini adalah salah satu komponen dari suatu unit pendingin, siklus kompresi uap. Karena temperatur udara setelah didinginkan berada dibawah temperatur saturasi, maka selama pendinginan akan terbentuk cairan.
(sumber : Dr.Eng. Himsar Ambarita,Teknik Pendingin dan Pengkondisian Udara hal : 59)
(37)
Kesetimbangan energi: energi udara yang masuk = energi udar keluar + yang terbawa air + yang diserap evaporator:
mah1= mah2 + mwhw(2) +qe...(2.12)
Kesetimbangan masa air ;
maw1 = maw2 + mw
Dimana ma adalah masa aliran udara ,mw masa air yang terbentuk, entalpinya
dihitung pada temperatur T2.
2.5.3.Pencampuran Adiabatik
Pada sistem pengkondisian udara (dengan pendinginan), ruangan yang dikondisikan biasanya tertutup atau sebisa mungkin tidak terbuka terhadap udara luar. Dan untuk kebutuhan udara segar, udara luar biasanya sengaja ditambahkan kedalam ruangan .Udara yang sengaja ditambahkan ini disebut dengan istilah ventilasi udara. Besarnya laju aliran udara ventilasi ini disesuaikan dengan kebutuhan penghuni ruangan.
Sebelum udara ventilasi dialirkan kedalam evaporator (untuk didinginkan) biasanya udara ini dicampur dahulu dengan udara didalam ruangan. Karena pencampuran ini tidak melibatkan aliran energi masuk/keluar, maka istilahnya disebut pencampuran adiabatik. Proses pencampuran adiabatik ditampilkan pada gambar dibawah.
(sumber : Dr.Eng. Himsar Ambarita,Teknik Pendingin dan Pengkondisian Udara hal : 60)
(38)
Gambar 2.4 Proses pencampuran udara secara adiabatik
Persamaan –persamaan yang dapat digunakan pada analisis pencampuran udara
secara adiabatik ini adalah penjabaran hukum kekekalan masa dan hukum kekekalan energi.
m0h0 + mbhb =
mchc...(2.13)
kekekalan masa udara
m0 + mb = mc...(2.14)
kekekalan masa uap air
m0w0 +mbwb = mcwc...(2.15)
(39)
Pada suatu ruangan yang dikondisikan, adakalanya kandungan uap airnya terlalu rendah dan perlu menambahkan uap air.Proses penambahan uap air pada udara diilustrasikan pada gambar dibawah.
Gambar 2.5 Proses penambahan uap air pada udara
Persamaan persamaan yang dapat digunakan untuk analisis adalah penerapan hukum kekekalan masa dan hukum kekekalan energi.
Kekekalan energi:
mah1 + mwhw = mah2
kekekalan masa air :
maw1 +mw = mww2
dimana ma adalah aliran massa udara ,mw massa air/uap yang dimasukkan
2.5.5.Mengurangi Kelembapan (Dehumidifier)
Arti dari mengurangi kelembaban adalah mengurangi kelembaban adalah mengurangi kadar uap air yang ada di udara. Ada dua cara yang dapat digunakan untuk mengurangi kadar uap air ini .Pertama adalah dengan mendinginkan udara
(40)
sampai temperatur dibawah temperatur saturasi sehingga sebagian uap air akan mengembun.
Kedua dengan menggunakan desiccant, yaitu suatu zat hisgroskopik yang dapat menyerap sabagian uap air dari udara secara adiabatik.Contoh desiccant yang umum digunakan adalah silica gel. Zat ini sering dijumpai dalam jumlah kecil didalam plastik kecil dalam suatu bungkusan kue kering, yang tujuannya untuk menjaga makanan tetap dalam kondisi kering agar tidak cepat busuk.Contoh lain dari dessicant ini adalah ;desiscant padat seperti calcium sulfate, calcium clorida, karbon aktif, dan zeolit. Desiscant cair antara lain larutan garam seperti LiCl dalam air. Setelah suatu dessicant menyerap uap air dari udara ,desicant ini dapat dipaksa melepaskan uap yang diserapnya dengan memanaskannya.Setelah uap air tersebut lepas dessicant dapat digunakan kembali (sumber : Dr.Eng. Himsar Ambarita,Teknik Pendingin dan Pengkondisian Udara hal : 61)
2.6.Siklus Kompresi Uap
Sistem kompresi uap merupakan dasar sistem refrigerasi yang terbanyak di gunakan, dengan komponen utamanya adalah kompresor, evaporator, alat ekspansi, dan kondensor. Keempat komponen tersebut melakukan proses yang saling berhubungan dan membentuk siklus refrigerasi kompresi uap.
Gambar 2.6. Siklus Kompresi Uap
Pada diagram P-h, siklus kompresi uap dapat digambarkan pada gambar 2.7 sebagai berikut:
(41)
(P = kPa)
(h = kJ/kg)
1
2 3
4
Gambar 2.7. Siklus Refrigerasi Kompresi Uap pada Diagram P-h
Proses yang terjadi pada Siklus Refrigerasi Kompresi Uap adalah sebagai berikut:
1. Proses Kompresi (1 – 2)
Proses ini berlangsung di kompresor secara isentropik adiabatik. Kondisi awal refrigeran pada saat masuk di kompresor adalah uap jenuh bertekanan rendah, setelah di kompresi refrigeran menjadi uap bertekanan tinggi. Oleh karena proses ini di anggap isentropik, maka temperatur keluar kompresor pun meningkat. Besarnya kerja kompresi per satuan massa refrigeran bisa di hitung dengan rumus
Wk = �( ̇ ℎ2 − ℎ1)
(sumber : Dr.Eng. Himsar Ambarita,Perpindahan Panas hal : 11) Dimana :
Wk = besarnya kerja kompresi yang di lakukan (kJ/s)
ℎ1 = entalpi refrigeran saat masuk kompresor (kJ/s)
ℎ2 = entalpi refrigeran saat keluar kompresor (kJ/s)
�̇ = laju aliran refrigeran pada sistem (kg/s)
h1diperoleh dari tekanan pada evaporator, h2 diperoleh dari tekanan pada kondensor.
Dalam pengujian besarnya daya kompresor untuk melakukan kerja dapat juga ditentukan dengan rumus:
(42)
� =������...(2.16) Dimana :
� = daya listrik kompresor (Watt)
� = tegangan listrik (Volt)
� = kuat arus listrik (Ampere)
���� = 0,6 – 0,8 (faktor daya)
2. Proses Kondensasi (2 – 3)
Proses ini berlangsung di kondensor, refrigeran yang bertekanan dan temperatur tinggi keluar dari kompresor membuang kalor sehingga fasanya berubah menjadi cair. Hal ini berarti bahwa di kondensor terjadi penukaran kalor antara refrigeran dengan udara, sehingga panas berpindah dari refrigeran ke udara pendingin dan akhirnya refrigeran mengembun menjadi cair.
Besarnya kalor per satuan massa refrigerant yang di lepaskan di kondensor dinyatakan sebagai:
�� =� (̇ℎ2− ℎ3)
( Sumber : Dr.Eng.Himsar Ambarita,Perpindahan Panas hal : 14) Dimana :
Qk = besarnya kalor dilepas di kondensor (kJ/s)
ℎ2 = entalpi refrigeran saat masuk kondensor (kJ/s) ℎ3 = entalpi refrigeran saat keluar kondensor (kJ/s)
3. Proses Ekspansi (3 – 4)
Proses ini berlangsung secara isentropi, hal ini berarti tidak terjadi penambahan entalpi tetapi terjadi drop tekanan dan penurunan temperatur. Proses penurunan tekanan terjadi pada katup ekspansi yang berbentuk pipa kapiler atau orifice yang berfungsi mengatur laju aliran refrigerant dan menurunkan tekanan. Dimana: h3 = entalpi refrigeran saat keluar kondensor (kJ/s)
(43)
h4 = harga entalpi masuk ke evaporator (kJ/s)
( Sumber : Dr.Eng.Himsar Ambarita,Perpindahan Panas hal : 6)
4. Proses Evaporasi (4 – 1)
Proses ini berlangsung di evaporator secara isobar isotermal. Refrigerant
dalam wujud cair bertekanan rendah menyerap kalor dari lingkungan / media yang di dinginkan sehingga wujudnya berubah menjadi gas bertekanan rendah.
Besarnya kalor yang diserap evaporator adalah:
�� = � (̇ℎ1− ℎ4)
Dimana :
�� = kalor yang di serap di evaporator ( kW )
ℎ1 = harga entalpi ke luar evaporator (kJ/kg)
ℎ4= harga entalpi masuk ke evaporator (kJ/kg)
Selanjutnya refrigeran kembali masuk ke kompresor dan bersirkulasi kembali, begitu seterusnya sampai kondisi yang diinginkan tercapai.
2.6.1 Komponen Utama Siklus Kompresi Uap
Siklus refrigerasi kompresi uap merupakan silkus yang paling umum digunakan untuk mesin pendingin dan pompa kalor. Komponen utama dari sebuah siklus kompresi uap adalah :
2.6.1.1. Kompresor
Pada sistem mesin refrigerasi, kompresor berfungsi seperti jantung. Kompresor berfungsi untuk mensirkulasikan refrigeran dan menaikan tekanan refrigerant agar dapat mengembun di kondensor pada temperatur di atas temperatur udara sekeliling.(www:Google/Komponen Utama Siklus Kompresi Uap). Berdasarkan cara kerjanya, kompresor yang biasa dipakai pada sistem
(44)
KOMPRESOR
RECIPROCATING
ROTARY EJEKTOR TURBO
VANE SCROLL ROLLING
PISTON SCREW CENTRIFUGAL AXIAL
Gambar 2. 8. Pembagian Kompresor
Kompresor yang merangkap refrigeran dalam suatu ruangan yang terpisah dari saluran masuk dan keluarnya, kemudian dimampatkan. Kompresor ini dapat dibagi lagi menjadi:
a. Bolak-balik (reciprocating) kompresor torak. b. Putar (rotary)
c. Kompresor sudu luncur (rotary vane atau sliding vane) d. Kompresor ulir (screw)
e. Kompresor gulung (Scroll) 2.6.1.2 Kondensor
Kondensor berfungsi sebagai untuk membuang kalor ke lingkungan, sehingga uap refrigeran akan mengembun dan berubah fasa dari uap ke cair. Sebelum masuk ke kondenser refrigeran berupa uap yang bertemperatur dan bertekanan tinggi, sedangkan setelah keluar dari kondenser refrigeran berupa cairan jenuh yang bertemperatur lebih rendah dan bertekanan sama (tinggi) seperti sebelum masuk ke kondensor.
Dilihat dari proses perpindahan panasnya kondensor terdiri dari dua jenis, jenis kondensor yaitu kondensor kontak langsung dan kondensor permukaan.
(45)
1. Kondensor Jet
Kondensor jet adalah kondensor kontak langsung yang banyak digunakan.
Kondensor jet digunakan pada pembangkit listrik tenaga panas bumi (PLTP) yang siklus kerjanya terbuka. Perpindahan panas pada kondensor jet dilakukan dengan menyemprotkan air pendingin ke aliran uap secara langsung. Air kondensat yang terkumpul di kondensor sebagian digunakan sebagai air pendingin kondensor dan selebihnya dibuang.
2. Kondensor Permukaan
Pada kondensor permukaan, uap terpisah dari air pendingin, uap berada diluar pipa-pipa sedangkan air pendingin berada didalam pipa. Perpindahan panas dari uap ke air terjadi melalui perantaraan pipa-pipa. Pada kondensor jenis ini kemurnian air pendingin tidak menjadi masalah karena terpisah dari air kondensat. Jenis- jenis kondensor yang kebanyakan dipakai adalah sebagai berikut:
1) Kondensor pipa ganda (Tube and Tube)
Jenis kondensor ini terdiri dari susunan dua pipa koaksial, dimana refrigeran mengalir melalui saluran yang berbentuk antara pipa dalam dan pipa luar, dari atas ke bawah. Sedangkan air pendingin mengalir di dalam pipa dalam dengan arah yang berlawanan dengan arah aliran refrigeran.
(46)
Keterangan :
a. Uap refrigeran masuk e. Tabung luar
b. Air pendingin keluar f. Sirip bentuk bunga c. Air pendingin masuk g. Tabung dalam d. Cairan refrigeran keluar
2) Kondensor tabung dan koil ( Shell and Coil )
Kondensor tabung dan koil adalah kondensor yang terdapat koil pipa air
pendingin di dalam tabung yang di pasang pada posisi vertikal. Tipe kondensor ini air mengalir dalam koil, endapan dan kerak yang terbantuk dalam pipa harus di bersihkan dangan bahan kimia atau detergen.
3) Kondensor pendingin udara
Kondensor pendingin udara adalah jenis kondensor yang terdiri dari koil pipa pendingin yang bersirip pelat (tembaga atau aluminium). Udara mengalir dengan arah tegak lurus pada bidang pendingin, gas refrigeran yang bertemperatur tinggi masuk ke bagian atas dari koil dan secara berangsur mencair dalam alirannya ke bawah.
4) Kondensor tabung dan pipa horizontal (Shell and Tube)
Kondensor tabung dan pipa horizontal adalah kondensor tabung yang di dalamnya banyak terdapat pipa – pipa pendingin, dimana air pendingin mengalir dalam pipa – pipa tersebut. Ujung dan pangkal pipa terikat pada pelat pipa, sedangkan
diantara pelat pipa dan tutup tabung dipasang sekat untuk membagi aliran air yang melewati pipa – pipa
(47)
Gambar 2.8. Kondensor selubung dan tabung (Shell and Tube condenser)
Keterangan :
1. Saluran air pendingin keluar 6. Pengukur muka cairan 2. Saluran air pendingin masuk 7. Saluran masuk refrigeran 3. Pelat pipa 8. Tabung keluar refrigeran 4. Pelat distribusi 9. Tabung
5. Pipa bersirip
Pembagian kondensor berdasarkan medium yang digunakan dapat dibagi atas 3 bagian, yaitu: (1) Kondensor berpendingin udara, (2) Kondensor berpendingin air, dan (3) Kondensor berpendingin gabungan (Evaporative Condenser).
Tabel 2.2. Perbandingan kondensor berpendingin udara dan air
Parameter Pendingin
Udara
Pendingin Air
Perbedaan temperatur,Tc-Tpendingin
6 s/d 22 oC 6 s/d 12 oC
Laju aliran pendingin per TR 12 s/d 20 m3/mnt
0,007 s/d 0,02 m3/mnt
Luas perpindahan panas per TR 10 s/d 15 m2 0,5 s/d 1 m2
Kecepatan fluida pendingin 2,5 s/d 6 m/s 2 s/d 3 m/s
Daya pompa/blower per TR 75 s/d 100W Kecil TR = Ton of Refrigerasi ( Beban di evaporator) 1TR = 3,5 KW
(48)
Sumber, ASHRAE Inc., (2008). ASHRAE Handbook – HVAC Systems and Equipment. SI Edition. Atlanta.
2.6.1.3. Katup Ekspansi,
Komponen utama yang lain untuk mesin refrigerasi adalah katup ekspansi. Katup ekspansi ini dipergunakan untuk menurunkan tekanan dan untuk mengekspansikan secara adiabatik cairan yang bertekan dan bertemperatur tinggi sampai mencapai tingkat tekanan dan temperatur rendah, atau mengekspansikan refrigeran cair dari tekanan kondensasi ke tekanan evaporasi, refrigeran cair diinjeksikan keluar melalui oriffice, refrigeran segera berubah menjadi kabut yang tekanan dan temperaturnya rendah.
Selain itu, katup ekspansi juga sebagai alat kontrol refrigerasi yang berfungsi :
1. Mengatur jumlah refrigeran yang mengalir dari pipa cair menuju evaporator sesuai dengan laju penguapan pada evaporator.
2. Mempertahankan perbedaan tekanan antara kondensor dan evaporator agar penguapan pada evaporator berlangsung pada tekanan kerjanya.
2.6.1.4. Evaporator,
Evaporator berfungsi melakukan perpindahan kalor dari ruangan yang didinginkan ke refrigeran yang mengalir di dalamnya melalui permukaan
dindingnya. Pada diagaram P – h dari siklus kompresi uap sederhana, evaporator mempunyai tugas merealisasikan garis 1–4. Setelah refrigeran turun dari
kondensor melalui katup ekspansi masuk ke evaporator dan di uapkan, kemudian dikrim ke kompresor. Pada prinsipnya evaporator hampir sama dengan kondensor, yaitu sama – sama APK yang fungsinya mengubah fasa refrigeran. Bedanya, jika pada kondensor refrigeran berubah dari uap menjadi cair, maka pada evaporator berubah dari cair menjadi uap.
Berdasarkan model perpindahan panasnya, evaporator dapat dibagi menjadi dua jenis yaitu :
(49)
Pada evaporator natural convention, fluida pendingin dibiarkan mengalir sendiri karena adanya perbedaan massa jenis, umumnya evaporator ditempatkan di tempat yang lebih tinggi. Fluida yang bersentuhan dengan evaporator akan turn suhunya dan massa jenisnya akan naik, sebagai akibatnya fluida ini akan turun dan mendesak fluida dibawahnya untuk bersirkulasi. Sistem ini hanya mampu pada refrigerasi dengan kapasitas – kapasitas kecil seperti kulkas.
2. Forced convention
Evaporator ini menggunakan blower untuk memaksa terjadinya aliran udara sehingga terjadi konveksi dengan laju perpindahan panas yang lebih baik.
2.6.1.5. Refrigran
Refrigerant adalah fluida kerja utama pada suatu siklus refrigerasi yang bertugas menyerap panas pada temperatur dan tekanan rendah dan membuang panas pada temperatur dan tekanan tinggi. Umumnya refrigerant mengalami perubahan fasa dalam satu siklus.
2.6.1.6 Pengelompokan Refrigran
Refrigeran dirancang untuk ditempatkan didalam siklus tertutup atau tidak bercampur dengan udara luar. Tetapi, jika ada kebocoran karena sesuatu hal yang tidak diinginkan, maka refrigerant akan keluar dari system dan bisa saja terhirup manusia. Untuk menghindari hal-hal yang tidak diinginkan maka refrigerant harus dikategorikan aman atau tidak aman. Ada dua faktor yang digunakan untuk mengklassifikasikan refrigerant berdasarkan keamanan, yaitu bersifat racun (toxicity) dan bersifat mudah terbakar (flammability).
Berdasarkan toxicity, refrigerants dapat dibagi dua kelas, yaitu kelas A bersifat tidak beracun pada konsentrasi yang ditetapkan dan kelas B jika bersifat racun. Batas yang digunakan untuk mendefinisikan sifat racun atau tidak adalah sebagai berikut. Refrigerant dikategorikan tipe A jika pekerja tidak mengalami gejala keracunan meskipun bekerja lebih dari 8 jam/hari (40 jam/minggu) di lingkungan yang mengandung konsentrasi refrigerant sama atau kurang dari 400 ppm (part per million by mass). Sementara kategori B adalah sebaliknya.
(50)
Berdasarkan flammability, refrigerant dibagi atas 3 kelas, kelas 1, kelas 2, dan kelas 3. Yang disebut kelas 1 jika tidak terbakar jika diuji pada tekanan 1 atm (101 kPa) temperature 18,3°C. Kelas 2 jika menunjukkan keterbakaran yang rendah saat konsentrasinya lebih dari 0,1 kg/m3 pada 1 atm 21.1°C atau kalor pembakarannya kurang dari 19 MJ/kg. Kelas 3 sangat mudah terbakar.
Refrigeran ini akan terbakar jika konsentrasinya kurang dari 0,1 kg kg/m3 atau kalor pembakarannya lebih dari 19 MJ/kg. Berdasarkan defenisi ini, sesuai standard 34-1997, refrigerants diklasifikasikan menjadi 6 kategori, yaitu:
(sumber :Refrigerasi dan Pengkondisian Udara, Edisi II, W.F. Stoecker ).
1. A1: Sifat racun rendah dan tidak terbakar 2. A2: Sifat racun rendah dan sifat terbakar rendah 3. A3: Sifat racun rendah dan mudah terbakar 4. B1: Sifat racun lebih tinggi dan tidak terbakar 5. B2: Sifat racun lebih tinggi dan sifat terbakar rendah 6. B3: Sifat racun lebih tinggi dan mudah terbakar
Tabel 2. 3. Pembagian Refrigeran berdasarkan keamanan
Refrigerant number
Chemical Formula Safety group
Old New
10 CCl4 2 B1
11 CCl3F 1 A1
12 CCl2F2 1 A1
13 CClF3 1 A1
13B1 CBrF3 1 A1
14 CF4 1 A1
21 CHCl2F 2 B1
(51)
23 CHF3 A1
30 CH2CL2 2 B2
32 CH2F2 A2
40 CH3Cl 2 B2
50 CH4 3a A3
113 CCl2FCClF2 1 A1
114 CClF2CClF2 1 A1
115 CClF2CF3 1 A1
116 CF3CF3 A1
123 CHCl2CF3 B1
124 CHClFCF3 A1
125 CHF2CF3 A1
134a CF3CH2F A1
142b CClF2CH3 3b A2
143a CF3CH3 A2
152a CHF2CH3 3b A2
170 CH3CH3 3a A3
218 CF3CF2CF3 A1
Sumber, ASHRAE Inc., (2008). ASHRAE Handbook – HVAC Systems and Equipment. SI Edition. Atlanta.
2.6.1.7 Persyaratan Refrigeran
Beberapa persyaratan dari penggunaan refrigerant adalah sebagai berikut:
a. Tekanan Evaporasi dan Tekanan Kondensasi
Tekanan evaporasi refrigerant sebaiknya lebih tinggi dari atmosfer. Hal ini menjaga agar udara luar tidak masuk ke siklus jika terjadi kebocoran minor. Tekanan kondensasi refrigerant sebaiknya tidak terlalu tinggi. Tekanan yang
(52)
tinggi pada kondensor akan membuat kerja kompressor lebih tinggi dan kondensor harus dirancang untuk tahan pada tekanan tinggi, hal ini akan menambah biaya.
b. Sifat ketercampuran dengan pelumas (oil miscibility)
Refrigerant yang baik jika dapat bercampur dengan oli dan membantu melumasi kompressor. Oli sebaiknya kembali ke compressor dari kondensor, evaporator, dan part lainnya. Refrigerant yang tidak baik justru melemahkan sifat pelumas dan membentuk semacam lapisan kerak yang melemahkan laju
perpindahan panas. Sifat seperti ini harus dihindari.
c. Tidak mudah bereaksi (Inertness)
Refrigerant yang bersifat inert tidak bereaksi dengan material lainnya untuk menghindari korosi, erosi, dan kerusakan lainnya.
d. Mudah dideteksi kebocorannya (Leakage Detection)
Kebocoran refrigerant sebaiknya mudah di deteksi, jika tidak akan
mengurangi performansinya. Umumnya refrigerant tidak berwarna (colorless) dan tidak berbau (odorless). Metode deteksi kebocoran refrigerant:
a. Halide torch, jika udara mengalir di atas permukaan tembaga yang dipanasi dengan api methyl alcohol, uap dari refrigerant akan berdekomposisi dan mangubah warna api. Lidah api menjadi hijau pada kebocoran kecil, dan mengecil dan kemerahan pada kebocoran besar.
b. Electronic detector, caranya dengan melepaskan arus pada inonisasi refrigerant yang telah terdekomposisi. Tetapi tidak dapat digunakan untuk jika udara mengandung zat yang mudah terbakar.
c. Bubble method, campuran sabun yang mudah menggelembung dioleskan pada bagian yang diduga bocor. Jika terjadi gelembung, berarti terjadi kebocoran.
(53)
d. ODP, singkatan dari Ozone Depletion Potential, potensi penipisan lapisan ozon. Faktor yang dijadikan pembanding adalah kemampuan CFC-11 (R-11) merusak lapisan ozon. Jika suatu refrigerant X mempunyai 6 ODP, artinya refrigerant itu mempunyai kemampuan 6 kali R-11 dalam merusak ozon.
e. GWP adalah global warming potential, ada dua jenis angka (indeks) yang biasa digunakan untuk menyatakan potensi peningkatan suhu bumi. Pertama HGWP (halocarbon global warming potential) yaitu perbandingan potensi pemanasan global suatu refrigerant dibandingkan dengan R-11. GWP yang menggunakan CO2 sebagai acuan. Sebagai contoh perhitungan 1 lb R-22 mempunyai efek pemanasan global yang sama dengan 4100 lb gas CO2 pada 20 tahun pertama dilepas ke atmosfer. Dan turun menjadi 1500 lb CO2 setelah 100 tahun.
2.7. Pengering Pompa Kalor
Prinsip kerja dari mesin pengering pakan ternak adalah Melalui skema siklus refrigrasi kompresi uap, panas yang dikeluarkan oleh kondensor beserta udara keluaran evaporator yang mempunyai RH rendah dialirkan ke saluran pengeringan dan dimanfaatkan untuk mengeringkan pakan ternak. Udara panas dari kondensor dialirkan ke saluran pengeringan. Proses pengeringan terjadi pada saat pakan ternak dimasukkan kedalam saluran pengering berbentuk balok lalu dilakukan pengujian selama 5 menit sekali dalam sekali percobaan, lalu pakan ternak diambil dan ditimbang dalam setiap kali percobaan sampai pakan ternak dalam keadaan cukup kering.
2.7.1.Kinerja Alat Pengering
Kinerja alat pengering salah satunya dapat ditentukan dari efisiensi
pengeringan. Efisiensi pengeringan merupakan perbandingan antara energi yang digunakan untuk menguapkan kandungan air bahan dengan energi untuk
memanaskan udara pengering. Efisiensi pengeringan biasanya dinyatakan dalam persen. Semakin tinggi nilai efisiensi pengeringan maka alat pengering tersebut semakin baik.
2.7.2. Kadar Air
Kadar air merupakan salah satu sifat fisik dari bahan yang menunjukan banyaknya air yang terkandung di dalam bahan. Kadar air biasanya dinyatakan
(54)
dengan persentase berat air terhadap bahan basah atau dalam gram air untuk setiap 100 gram bahan yang disebut dengan kadar air basis basah (bb). Berat bahan kering atau padatan adalah berat bahan setelah mengalami pemanasan beberapa waktu tertentu sehingga beratnya tetap atau konstan (Safrizal, 2010).
Kadar air bahan menunjukkan banyaknya kandungan air persatuan bobot bahan. Dalam hal ini terdapat dua metode untuk menentukan kadar air bahan tersebut yaitu berdasarkan bobot kering (dry basis) dan berdasarkan bobot basah (wet basis) (Safrizal, 2010).
2.8 Tinjauan Perpindahan Panas
Definisi dari perpindahan kalor adalah berpindahnya energi dari suatu daerah ke daerah lainnya sebagai akibat perbedaan suhu antara daerah-daerah tersebut. Secara umum terdapat tiga cara proses perpindahan panas yaitu : konduksi, konveksi, dan radiasi.
2.8.1. Perpindahan panas konduksi
Perpindahan panas konduksi merupakan perpindahan energi yang terjadi pada media padat atau fluida yang diam akibat dari perbedaan temperatur. Hal ini merupakan perpindahan dari energi yang lebih tinggi ke partikel energi yang lebih rendah pada suatu benda akibat interaksi antar partikel-partikel. Energi ini dapat dihubungkan dengan cara tranlasi, sembarang, rotasi dan getaran dari molekul- molekul. Apabila temperatur lebih tinggi berarti molekul dengan energi yang lebih tinggi memindahkan energi ke molekul yang memiliki energi yang lebih rendah (kurang energi). untuk perpindahan panas secara konduksi, persamaan yang digunakan adalah Hukum Fourier.
Jika kondisi pada dinding datar dengan perpindahan panas pada satu dimensi, maka persamaannya dapat ditulis sebagai berikut :
Dasar: hokum fourier
qk = kA �−����� atau ��� = � �−����� ………..(2.17)
Dimana :
(55)
K = Konduktivitas termal (W/(m.k)
A = Luas penampang yang terletak pada aliran panas (m2) dT/dx = Gradien temperature dalam arah aliran panas
(sumber: http://memetmulyadi.blogspot.com/2013/03/perpindahan-kalor-konduksi-konveksi-radiasi.html)
Gambar 2.10 Perpindahan panas konduksi pada sebuah batang tembaga dingin
2.8.2. Perpindahan panas konveksi
Perpindahan panas secara konveksi merupakan suatu perpindahan panas yang terjadi antara suatu permukaan padat dan fluida yang bergerak atau mengalir yang diakibatkan oleh adanya perbedaan temperatur. Pada proses perpindahan panas konveksi dapat terjadi dengan beberapa metode, antara lain :
a. Konveksi bebas ( free convection )
Merupakan suatu proses perpindahan penas konveksi dimana aliran fluida terjadi bukan karena dipaksa oleh suatu peralatan akan tetapi disebabkan oleh adanya gaya apung.
b. Konveksi paksa ( force convection )
Pada system konveksi paksa proses perpindahan panas konveksi terjadi dimana aliran fluida disebabkan oleh adanya peralatan bantu. Adapun peralatan yang biasa digunakan adalah fan, blower, dan pompa.
Dimana Vvol [m3/s] adalah laju aliran volume fluida dan ∆� [�/�2] adalah
kehilangan tekanan pada sisi masuk dan keluar pipa. Sementara koefisien konveksi,h dihitung dengan bilangan Nusselt :
(56)
h = ����
�ℎ ……….….( 2.18 )
dan kehilangan tekanan (pressure drop) dihitung dengan menggunakan factor gesekan f (fruction factor) :
∆�
=
�
� �ℎ X���2
2 ………....(2.19 )
Dimana Um adalah kecepatan nilai tengah fluida didalam pipa dan Dh
adalah diameter hidrolik, yang tergantung pada bentuk penampang pipa tempat fluida mengalir . Secara umum diameter hidrolik didefinisikan sebagai :
Dh =
4�����
��������
=
4�
�
K adalah keliling atau kadang diistilahkan dengan perimeter,p. Peramaan diameter hidrolik untuk beberapa penampang aliran yang paling umum digunakan adalah sebagai berikut . Untuk penampang berbentuk lingkaran dengan diameter D perhitungannya adalah sebagai berikut :
A= 1
4 �D
2
dan K = �D, maka Dh = D………..(2.20)
Penampang berbentuk persegi dengan ukuran masing-masing sisi a dan b perhitungannya adalah :
A = axb dan K = 2(a+b), maka Dh = 2ab/(a+b)………..……..(2)
( Sumber : Dr.Eng.Himsar Ambarita,Perpindahan Panas hal : 55) c. Konveksi dengan perubahan fase, yaitu proses perindahan panas
konveksi yang disertai berubahnya fase fluida seperti pada proses pendidihan (boiling) dan pengembunan (kondensasi).
(57)
dengan Hukum newton pendinginan ( Newton’s Law of Cooling ), yaitu :
Dasar: Hukum Newton
qkonv = hA( Ts - T∞ ) ………....(2.22) Dimana :qkonv = Besarnya laju perpindahan panas knveksi ( W )
h = Koefisien konveksi ( W/m2 K )
A = Luas permukaan perpindahan panas konveksi ( m2 )
(sumber: http://sekolahmandiri.blogspot.com/2012/06/mengetahui-perpindahan-energi-panas.html)
Gambar 2.11 contoh peristiwa perpindahan panas secara konveksi
2.8.3. Perpindahan Panas Radiasi
Radiasi adalah energi yang diemisikan oleh benda yang berada pada temperatur tinggi, dimana merupakan perubahan dalam konfigurasi electron dari atom. Energi dari mean radiasi ditransfortasikan oleh
gelombang elektromagnetik atau lainnya. Pada perpindahan panas konduksi dan konveksi proses perpindahan panasnya membutuhkan media.
Sedangkan pada perpindahan panas radiasi tidak diperlukan media.
Perpindahan panas secara radiasi lebih efektif terjadi pada ruang hampa.Laju perpindahan panas radiasi dirumuskan sebagai berikut :
(58)
qrad = εσ A (Ts4 – Tsur4 ) ………(2.23) Dimana: Q rad = Laju perpindahan panas radiasi ( W )
ε = Emisivitas permukaan material
σ = Konstanta Stefan Bolztman ( 5.669 x 10-8 W/m2k4 ) Ts = Temperature permukaan benda ( K )
Tsur = Temperature surrounding ( K )
(sumber:http://www.gomuda.com/2013/04/perpindahan-kalor-konduksikonveksi-dan.htm)
Gambar 2.12 perpindahan panas secara radiasi
2.8.4.Konduktivitas Thermal (Daya Hantar Panas)
Adalah sifat bahan yang menunjukkan seberapa cepat bahan itu dapat menghantarkan panas konduksi, Pada umumnya nilai k dianggap tetap, namun sebenarnya nilai k dipengaruhi oleh suhu (T).
2.9. Kadar Air
Kadar air merupakan salah satu sifat fisik dari bahan yang menunjukan banyaknya air yang terkandung di dalam bahan. Kadar air biasanya dinyatakan dengan persentase berat air terhadap bahan basah atau dalam gram air untuk setiap 100 gram bahan yang disebut dengan kadar air basis basah (bb). Berat bahan
(59)
kering atau padatan adalah berat bahan setelah mengalami pemanasan beberapa waktu tertentu sehingga beratnya tetap atau konstan (Safrizal, 2010).
Kadar air bahan menunjukkan banyaknya kandungan air persatuan bobot bahan. Dalam hal ini terdapat dua metode untuk menentukan kadar air bahan tersebut yaitu berdasarkan bobot kering (dry basis) dan berdasarkan bobot basah (wet basis) (Safrizal, 2010).
Kadar air basis basah dapat ditentukan dengan persamaan berikut:
Kabb= Wa
Wt x 100%= Wt-Wk
Wt x 100% ………...…………. (2.24)
Dimana:
Kabb = Kadar air basis basah (%)
Wa = Berat air dalam bahan (g) Wk = Berat kering mutlak bahan (g) Wt = Berat total (g) = Wa + Wk
Kadar air basis kering adalah perbandingan antara berat air yang ada dalam bahan dengan berat padatan yang ada dalam bahan. Kadar air berat kering dapat ditentukan dengan persamaan berikut:
Kabk= Wa
Wk x 100%= Wt-Wk
Wt-Wa x 100%...(2.25)
Dimana:
Kabk = Kadar air basis kering (%)
Wa = Berat air dalam bahan (g) Wk = Berat kering mutlak bahan (g) Wt = Berat total (g) = Wa + Wk
Kadar air basis kering adalah berat bahan setelah mengalami pengeringan dalam waktu tertentu sehingga beratnya konstan. Pada proses pengeringan, air yang terkandung dalam bahan tidak dapat seluruhnya diuapkan meskipun demikian yang diperoleh disebut juga sebagai berat bahan kering (Ramadhani, 2011).
(60)
Laju pengeringan (drying rate; kg/jam) adalah banyaknya air yang diuapkan tiap satuan waktu atau penurunan kadar air bahan dalam satuan waktu. Penurunan kadar air produk selama proses pengeringan dihitung dengan menggunakan persamaan 2.11(Suntivarakorn, Satmarong, Benjapiyaporn, & Theerakulpisut, 2010). [Ref. International Journal of Aerospace & Mechanical Engineering; Oct2010, Vol. 4 Issue 4, hal. 220]
�̇� = �� − �� �… … … . . … … … . . … … … . . . (2.26)
Dimana :
We = Berat pakan sebelum pengeringan (kg)
Wf = Berat pakan setelah pengeringan (kg) t = Waktu pengeringan (jam)
Laju pengeringan biasanya meningkat di awal pengeringan kemudian
konstan dan selanjutnya semakin menurun seiring berjalannya waktu dan
berkurangnya kandungan air pada bahan yang dikeringkan.Laju pengeringan
merupakan jumlah kandungan air bahan yang diuapkan tiap satuan berat kering
bahan dan tiap satuan waktu (Earle 1983; Mujumdar 2006).
2.9.2.Nilai Laju Ekstraksi Air Spesifik (Spesific Moisture Extraction Rate) Nilai laju ekstraksi air spesifik atau specific moisture extraction rate
(SMER) merupakan perbandingan jumlah air yang dapat diuapkan dari bahan
dengan energi listrik yang digunakan tiap jam atau energi yang dibutuhkan untuk
menghilangkan 1 kg air . Dinyatakan dalam kg/kWh.
Perhitungan SMER menggunakan persamaan (Mahlia, Hor and Masjuki 2010)
SMER = ṁ�
(61)
Dimana :
ṁd = Laju pengeringan (kg/jam)
Wc = Daya kompressor (kW)
Wb = Daya blower (kW)
2.9.3. Konsumsi Energi Spesifik (Specific Energy Consumption)
Energi yang dikonsumsi spesifik atau specific energy consumption (SEC) adalah perbandingan energi yang dikonsumsi dengan kandungan air yang hilang,
dinyatakan dalam kWh/kg dan dihitung dengan menggunakan persamaan
(Mahlia, Hor and Masjuki 2010):
SEC =
1
����...(2.28)
2.9.4.Biaya Pokok Produksi
Biaya pokok produksi merupakan biaya yang dibutuhkan dalam menguapkan 1 kg air dalam satuan rupiah/kWh. Dalam hal ini biaya pokok produksi merupakan perkalian antara spesific energy consumption (kWh/kg) dengan tarif dasar listik (Rupiah/kW)
(62)
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Tempat dan Waktu Studi dan Pembuatan
Penelitian dilakukan di laboratorium Motor Bakar Departemen Teknik Mesin Universitas Sumatera Utara dan dilaksanakan selama +4 bulan.
3.2 Alat dan Bahan Perancangan Saluran Pengering 3.2.1 Alat.
Alat yang digunakan untuk merancang saluran pengering pakan ternak sistem pompa kalor adalah :
a) Rivet f) Gunting plat
b) Martil g) Tang
c) Bor besi h) Gergaji besih
d) Grinda i) Meter
3.2.2 Bahan
Bahan yang di gunakan untuk merancang saluran pengering pakan ternak sistem pompa kalor adalah:
a) Plat seng f) Lem goat, dextone
b) Besi siku h) Cat
c) Kawat i) Besi rang-rang
d) Glass woll j) Elbow
(63)
Gambar 3.1: saluran pengering bentuk Balok
Saluran Pengering pakan ternak dengan Bentuk balok
Spesifikasi:
- Tinggi 100 cm
- Tinggi kaki 104 cm
- luas Penampang 40 x 40 cm
- Ukuran pipa aluran masuk udara (in) 3 inc
- Ukuran Saluran keluar udara (out) 1 inc
(64)
- Panjang pipa Saluran Keluar (out) 10 cm
- Kapasitas 1 kg
- Bahan yang dikeringkan Daun sawit yang sudah dicaca
3.2.3 Alat dan Bahan Dalam Melakukan Pengujian a) Alat
Peralatan yang digunakan untuk mengukur variabel-variabel penelitian, antara lain:
1. Rh (Relative Humidity) Meter
Merupakan alat ukur suhu dan kelembaban udara. Jenis Rh meter yang digunakan adalah EL-USB-2-LCD (High Accuracy Humidity,
Temperature and Dew Point Data Logger with LCD).
Gambar 3.2 Rh Meter Spesifikasi:
Relative Humidity:
- Measurement range (%) : 0 – 100 - Repeatability (short term) (%RH) : ±0.1 - Accuracy (overall error) (%RH) : ±2.0* ±4 - Internal resolution (%RH) : 0.5 - Long term stability (%RH/yr) : 0.5
Temperature
(65)
- Repeatability (°C/°F) : ±0.1/±0.2
- Accuracy (overall error) (°C /°F) : ±0.3/±0.6 - ±1.5/±3 - Internal resolution (°C /°F) : 0.5/1
Dew Point
- Accuracy (overall error) (°C /°F) : ±1.1 /±2**
Logging rate : every 10s every 12hr
Operating temperature range*** (°C/°F) : -35/-31 - +80/+176) 2. Hot Wire Anemometer
Digunakan untuk mengukur kecepatan udara yang keluar dari mesin
pengering system pompa kalor. Jenis Annemometer yang digunakan
adalah Hot Wire Annemometer.
Gambar 3.3 Hot Wire Anemometer
Tabel 3.2 Specificatians dari Hot Wire Anemometer
Air Velocity Range Resolution Accuracy
(66)
km/h 0.3 to 90.0 km/h 0.1 km/h ±5% ± 0.1 km/h
ft/min 20 to 4925 fit/min 1 ft/min ±5% ± 0.1
fit/min
MPH 0.2 to 55.8 MPH 0.1 MPH ±5% ± 0.1
MPH
Knots 0.2 to 48.5 knots 0.1 knots ±5% ± 0.1
knots
Air termperatur
0 0C to 50 0C
32 0F to 122 0F
0.1 0C / 0.1 0F 0.1 0C / 1.8 0F
3. Blower
Blower digunakan untuk mentransfer udara panas dari kondensor kesaluran pengering sehingga proses pengeringan akan lebih cepat dan efektif
Gambar 3.4 Blower 3 inc Blower merek TOSITA
- Arus = 2 amper - Ukuran = 3inc - Frekuensi = 50/60 Hz - Pase = 1
(67)
- Daya = 370 wat
4. Laptop
Laptop digunakan untuk memindahkan data dari Rh (Relative Humidity) Meter dan mengelolah data
Gambar: 3.5 Leptop TOSIBA (L640) 6 .Hygrometer
Higrometer merupakan alat ukur untuk kelembapan udara Rh (Relative Humidity) sekitar dengan sistem manual
Gambar: 3.6 Hygrometer
(68)
Timbangan digital disini berfungsi sebagai alat pengukur massa berat dalam satuan gram(gr) yaitu menimbang pakan ternak yang belum dilakukan pengeringan dan setelah dilakukan pengeringan
(69)
Gambar 3.8 Alat Pengering pakan ternak Pompa kalor 1 Pk
Spespikasi alat pengering: Spespikasi saluran pengering ;
-Panjang = 202 cm -Tinggi = 100 cm
-Lebar = 63 cm -Tinggi Kaki = 110 cm
-Tinggi = 87 cm -luas penampang = 40x40cm
-Tinggi kaki = 24 cm -Diameter saluran masuk udara = 3 inc
-Daya 1 Pk -Diameter saluran keluar udara = 2 inc
b) Bahan
1. PakanTernak
Bahan yang menjadi objek pengeringan pada penelitian ini adalah pakan ternak.Pakan ternak yang akan dikeringkan merupakan pakan yang dibuat dari daun kelapa sawit yang sudah di cacah sampai halus
Gambar: 3.10. Daun sawit yang sudah dicaca
3.3. Data Penelitian
Adapun data yang direncakan akan dikumpulkan dan selanjutnya dilakukan analisis dalam penelitian ini antara lain adalah sebagai berikut :
(70)
Massa dari pakan di ukur pada saat keadaan basah (Mb) dan pada saat
keadaan kering (Mk).
2. Waktu pengeringan (t)
Waktu pengeringan yang dibutuhkan untuk mengeringkan pakan yaitu lima menit sekali pada sekali percobaan pada saat basah sampai pada saat keadaan kering (berat basah sampai berat kering).
3. Temperatur (T)
Temperatur yang di ukur adalah temperatur udara pada saat masuk ke
evaporator (Tin), keluar evaporator (Tout), saluran masuk pengering (Tin) dan
saluran keluar pengering (Tout).
4. Kelembaban udara (Rh)
Kelembaban udara yang diukur pada titik saat masuk ke evaporator (Rh1), keluar
evaporator (Rh2), saluran masuk pengering(Rh3) dan saluran luar pengering
(Rh4).
5. Kecepatan aliran udara (v)
Udara yang keluar dari mesin pengering dan diukur kecepatannya. 6. Kuat arus ( I )
7. Tegangan ( V )
3.3.1. Metode Pelaksanaan Penelitian
Dalam pelaksanaan penelitian ini dilakukan kegiatan yang meliputi beberapa tahapan yang digambarkan dalam bentuk diagram berikut:
(71)
`Gambar 3.10 Diagram alir proses pelaksanaan penelitian Mulai
Studi Literatur
Usulan Penelitian
Tahap Persiapan:
1.Persiapan Saluran Pengering Pakan ternak Bentuk balok 2.Pengujian Mesin Pengering
Pengumpulan data:
- Massa Pakan tenak (kg) - Temperatur (oC)
- Kelembaban udara (%) - Kecepatan aliran udara (m/s) - Waktu (menit)
Kesimpulan/Laporan
Selesai
Tidak
Ya
Pengolahan dan Analisis Data
Ya
(72)
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1. Grafik Hasil Pengujian
Dari pengujian didapat grafik suhu masuk, suhu keluar , rasio humiditas masuk dan rasio humiditas keluar dan dwe-point masuk dan dew-point keluar pada saluran pengering .Adapun grafik tersebut seperti dibawah ini :
Gambar :4.1.Grafik Temperatur vs Waktu pada saluran masuk
Gambar 4.1 dapat dilihat temperatur maksimum pada saluran masuk adalah 60 °C pada waktu 13:15,sedangkan temperatur minimum adalah 48,5 °C pada waktu 14:10 dan pada waktu 14:30..
y = 19560x3- 33794x2+
19446x - 37215 R² = 0,129
0 10 20 30 40 50 60 70
12:57 13:26 13:55 14:24 14:52
Tem
per
a
tur
(
C
)
Waktu
Temperatur Masuk (°C)
Celsius Poly. (Celsius )
(73)
Gambar :4.2.Grafik Temperatur vs Waktu pada saluran keluar
Gambar 4.2 dapat dilihat temperatur maksimum pada saluran keluar adalah 51 °C pada waktu 14:40, sedangkan temperatur minimum adalah 38,5 °C pada waktu 13:05
Gambar :4.3.Grafik kelembapan udara(Ratio hummidity)RH (%) vs Waktu Gambar 4.3. dapat dilihat % kelembapan udara(ratio hummidity) maksimum pada saluran masuk adalah 32 % pada waktu 13:45 dan 14:05,Sedangkan kelembapan udara minimum adalah 18 % pada waktu 13:15 .
y = 23880x3 - 41599x2 + 24142x - 46637
R² = 0,396
0 10 20 30 40 50 60
12:57 13:26 13:55 14:24 14:52
Tem
per
a
tur
(
C
)
Waktu
Temperatur Saluran Keluar (°C )
Celsius Poly. (Celsius )
y = -12938x3+ 22164x2
- 12643x + 24040 R² = 0,089
0 5 10 15 20 25 30 35
12:57 13:26 13:55 14:24 14:52
R
as
io
h
u
m
m
id
it
as
(
%
)
Waktu
Rasio hummiditas (%rh) saluran masuk
Humidity(%rh) Poly. (Humidity(%rh))
(1)
4.3.2. Penurunan Kadar Air Pakan Ternak Selama Pengeringan
Penurunan kadar air pakan ternak selama proses pengeringan berlangsung dihitung berdasarkan komponen massa berikut:
Kadar air (%) = Massa pakan ternak setelah pengeringan
���������� ������ ������� ����������� � 100%
= 741
1000 x 100 %
= 74,1 %
4.3.3. Nilai Laju Ekstraksi Air Spesifikc (Spesific Moisture Extraction Rate)
Nilai laju ekstraksi air spesifik atau specific moisture extraction rate (SMER) merupakan perbandingan jumlah air yang dapat diuapkan dari bahan, dengan energi listrik yang digunakan tiap jam atau energi yang dibutuhkan untuk menghilangkan kadar air pada 1 kg pakan ternak . Dinyatakan dalam kg/kWh. Untuk menghitung nilai laju ekstraksi air spesifik (SMER) .
pengeringan diperoleh dengan rumus :
SMER = ṁ�
��+ �� Dimana :
ṁ = laju pengeringan (kg/jam) Wc = Daya kompresor (kW) Wb = Daya blower (kW)
Pada 5 menit pertama :
�̇
�=
��−�� �
=
1�� −0,962�� 0,083 ��� = 0,456 kg/jam(2)
Wc = Vc x Ic
= 220 x 4,5
= 990 watt = 0,99 kW
Wb = Vb x Ib = 220 x 2
= 440 watt = 0,44 kW SMER = ṁ�
��+ ��
= 0,456
0,99+0,44
= 0,31888 kg/kWh
Pada 5 menit kedua :
�̇
�=
��−�� �
=
1�� −0,929��0,166 ���
= 0,228 kg/jam Wc = Vc x Ic
= 220 x 4,5
= 990 watt = 0,99 kW Wb = Vb x Ib
= 220 x 2
= 440 watt = 0,44 kW SMER = ṁ�
��+ ��
= 0,228
0,99+0,44
= 0,159441 kg/kWh
(3)
4.3.4. Konsumsi Energi Spesifik (Specific Energy Consumption)
Energi yang dikonsumsi spesifik atau specific energy consumption (SEC) adalah perbandingan energi yang dikonsumsi dengan kandungan air yang hilang dinyatakan dalam kWh/kg.
Untuk menghitung konsumsi energi spesifik (SEC) menggunakan rumus sebagai berikut :
Pada 5 menit pertama: SEC = 1
����
SEC = 1
0,31888
= 3.135965 kWh/kg
Pada 5 menit kedua : SEC = 1
����
SEC = 1
0,159441
(4)
4.4.2 Biaya Pokok Produksi
Dalam menentukan biaya produksi diperoleh dengan menggunakan persamaan energi yang dikonsumsi spesifik atau specific energy consumption (SEC) yang dinyatakan dalam kWh/kg dikali dengan tarif dasar listrik. Untuk harga tarif dasar listrik dibebankan sebesar Rp 1139 per kWh. Sumber :
[http://bisnis.liputan6.com/read/2100185/ini-daftar-tarif-listrik-terbaru-usai-naik-per-1-september]
Pada 5 menit pertama:
Biaya Pokok Produksi = SEC x Tarif dasar listrik = 3.135965 kWh/kg x Rp 1139,- = Rp 3571
Pada 5 menit ke dua :
Biaya Pokok Produksi = 6,27193 SEC x Tarif dasar listrik = kWh/kg x Rp 1139,-
= Rp 7143
(5)
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan
Berdasarkan analisa data dan pembahasan dapat diambil kesimpulan sebagai berikut:
1. Nilai laju perpindahan panas pada saluran pengering pakan ternak berbentuk balok dengan tinggi 100 cm dan luas penampang 40x40 cm adalah 9,286 W 2. Nilai laju pengeringan pakan ternak pada saluran pengering pakan ternak
berbentuk balok adalah 0.1554 kg/jam dan nilai penurunan kadar air sebesar 74,1 %.
3. Nilai laju ekstraksi air spesifik (Spesific Moisture Extraction Rate) saat proses pengeringan yang berlangsung selama 1,6 jam adalah 0.108671 kg/kWh. 4. Konsumsi energi spesifik (Spesific Energi Consumption) untuk mesin
pengering pakan ternak sistem pompa kalor dengan daya 1 PK selama 1,6 jam saat proses pengeringan adalah 9,202059 kWh/kg.
5. Biaya yang dibutuhkan untuk proses pengeringan pakan ternak dengan pengering sistem pompa kalor daya 1 PK selama 1,6 jam saat proses pengeringan adalah Rp 10481- per kilogram.
5.2 Saran
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, penulis menyarankan beberapa hal berikut:
1. Perlu adanya penambahan sejenis alat pengaduk di saluran pengering agar proses pengeringan merata sehingga pengeringan akan menjadi lebih maksimal dan efektif.
2. Perlu adanya penelitian lebih lanjut mengenai standart kadar air yang harus terdapat dalam pakan ternak dari daun sawit sehingga proses pengeringan
(6)
DAFTAR PUSTAKA
Ambarita, Himsar, Dr.Eng, “Teknik Pendingin Dan Pengkondisian Udara”, Medan: 2012.
Ambarita, Himsar, Dr.Eng, “Perpindahan Panas”, Medan: 2012. Cengel,A, Yunus, “Heat Transfer”, Second Edition, 2003.
Cengel, A., Yunus, Boles, A., Michael, “Thermodynamics An engineering Approach”, Third Edition, WCB/ McGraw-Hill, United States of America, 1989.
Cengel, A, Yunus, “Thermodynamics”, Fith Edition, University Of Nevada, Reno, 2006.
Daryanto, Drs, “Teknik Pendingin”, Penerbit Yrama Widya,Bandung, 2005. Holman, J.P, “Perpinpindahan Kalor”, Sixth Edition, Penerbit Erlangga, 1986.
Koesteor, Raldi Artono,Dr, Ir, ”Perpindahan Kalor”, Penerbit Salemba Teknika, 2002.
Mahlia, T.I. “Clothes Drying from Room Air Conditioning Waste Heat”,Mechanical
Engineering University of Malaya. Kuala Lumpur, 2010.
Mujumdar, Arun.S. “Handbook of Industrial Drying, Third Edition”,Taylor &
Fracis Group LLC. Singapore, 2006.
Supratman, Jones, Wilbert.F, Stoecker, Jerold W, “Refrigrasi Dan Pengkondisian Udara”, Penerbit Erlangga, 1989.
Holman, J.P, Jasjfi.E. “Metode Pengukuran Teknik”, Edisi keempat, Penerbit Erlangga, 1985.