Keragaman intraspesies pada cendawan entomopatogen umum terlihat pada perbedaan virulensinya Hajek Leger 1994, dan hal-hal yang mempengaruhi
perbedaan intraspesies di antaranya adalah sumber isolat, inang dan faktor daerah geografis asal isolat Beretta et al. 1998. Hal ini akan berakibat pada keragaman
karakter di dalam spesies baik secara fisiologi maupun genetik.
Penularan Cendawan Entomopatogen
M. brunneum antar Individu Rayap Tanah
Coptotermes curvignathus Holmgren Mortalitas
Penularan cendawan entomopatogen antar individu rayap tanah
C. curvignathus terkontaminasi vektor dengan individu rayap sehat di dalam
satuan unit percobaan dapat terjadi. Setelah 15 hari dengan menggunakan 10 vektor diinokulasi M. brunneum, mortalitas rayap sebesar 60 dalam populasi
dapat teramati Gambar 6.6. Jika dibandingkan dengan jenis rayap C. gestroi, dengan proporsi vektor
dan jangka waktu yang sama, terjadi penurunan mortalitas pada C. curvignathus. Diperkirakan hal ini dapat terjadi karena perbedaan spesies inang sasaran yang
digunakan. Di samping itu, kehidupan rayap C. curvignathus dikondisikan hampir sama dengan lingkungan habitat aslinya yang diberi sumber makanan dari kayu
pinus dan berada dalam jumlah populasi yang lebih banyak. Keadaan ini selain disebabkan oleh tingkat kerentanan jenis rayap
C. gestroi yang diperkirakan berbeda dengan tingkat kerentanan C. curvignathus
juga dengan kondisi lingkungan tersebut akan dapat membuat rayap lebih dapat bertahan di dalam menghadapi serangan cendawan M. brunneum. Eaton dan Hale
1993 menyatakan beberapa cendawan entomopatogen yang efektif untuk pengendalian rayap adalah Metarhizium dan Beauveria namun penelitian di
lapangan mengindikasikan bahwa sifat patogenisitasnya tidak selalu stabil. Jumlah populasi yang lebih banyak di dalam satuan percobaan rayap
C. curvignathus dimungkinkan juga membuat aktivitas sosialnya meningkat,
sehingga rayap di dalam koloni lebih dapat mengatasi segala kemungkinan yang mengancam. Hasil penelitian Yanagawa dan Shimizu 2007, menunjukan bahwa
prilaku grooming rayap tanah C. formosanus yang dipelihara dalam bentuk
10 20
30 40
50 60
70
Mortalitas Penurunan berat contoh uji
Variabel pengam atan M
o rt
a li
ta s
da n P
e n
ur una
n
be ra
t c ontoh
uj i
Vektor Kontrol
koloni, sangat effektif memproteksi koloninya dari infeksi M. anisopliae. Dalam hal ini C. formosanus lebih resisten terhadap serangan M. anisopliae bahkan
dalam waktu 3 jam, lebih dari 80 konidia yang ada dipermukaan tubuh C. formosanus
dapat berpindah ke dalam saluran pencernaan. Kramm et al. 1982; Hanel dan Watson 1983 dalam Strack 2003
menjelaskan, secara alami konidia dapat menempel pada kutikula serangga, dan dengan mudah berpindah ke individu lainnya dengan lazimnya melalui interaksi
prilaku koloni. Rayap merupakan serangga sosial yang menarik di dalam berbagai aktivitas yang memerlukan seringnya terjadi kontak fisik langsung dengan
anggota koloni. Trophallaxis pertukaran makanan yang dimuntahkan kembali, proctodeal trophallaxis
mengkonsumsi buangan anal dan grooming secara teratur merupakan hal yang perlu di dalam koloni. Diperkirakan lewat prilaku
grooming propagul cendawan dapat ditransfer dari satu individu vektor ke
individu lainnya. Penelitian lain yang dilakukan Yoshimura et al. 1992 tentang uji penularan
dengan satu ekor rayap pekerja mati terinfeksi C. coronatus ditempatkan di antara 20 atau 50 rayap pekerja sehat, secara berurutan mortalitas 100 dapat dicapai
dalam waktu 4 dan 5 hari. Penggunaan patogen C. coronatus dalam teknik penularan untuk mengendalikan rayap tanah seperti C. formosanus patut
dipertimbangkan
Gambar 6.6 Mortalitas rayap
C. curvignathus dan penurunan berat contoh uji pada perlakuan 10 vektor diinokulasi dengan cendawan