42
BAB 5 HASIL DAN PEMBAHASAN
1. Hasil penelitian Pada bab ini akan diuraikan tentang hasil penelitian melalui pengumpulan
data yang dilakukan sejak 30 Maret 2015 sampai 20 April 2015 di Puskesmas Labuhan Deli. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi pengaruh pendidikan
kesehatan tentang kanker serviks terhadap motivasi WUS dalam melakukan pemeriksaan pap smear. Hasil penelitian ini menggambarkan tentang karakteristik
responden, motivasi wanita usia subur dalam melakukan pemeriksaan pap smear sebelum dan sesudah diberikan pendidikan kesehatan, dan pengaruh pendidikan
kesehatan terhadap motivasi WUS dalam melakukan pemeriksaan pap smear. 1.1. Karakteristik responden
Hasil penelitian menunjukkan bahwa rata-rata responden berusia 29 tahun dengan gambaran umum usia responden yaitu 21-34 tahun 66,6, usia 20 tahun
9,9, dan usia 35 tahun 23,2. Mayoritas responden bersuku Jawa 76,7, dan beragama islam 90. Rata-rata pendidikan terakhir responden yaitu SMA
73,3. Mayoritas responden memiliki 2 anak 63,3, dan menikah pada 22 tahun dengan gambaran usia menikah 21-34 tahun 53,3, dan 20 tahun 46,7.
Penghasilan rata-rata responden yaitu Rp1.625.000,00 atau kurang dari Upah Minimum Regional UMR Kota Medan. Distribusi frekuensi data demografi dapat
dilihat pada tabel berikut ini.
Universitas Sumatera Utara
43
Tabel 5.1. Distribusi frekuensi dan persentase responden berdasarkan data demografi n=30
Karakteristik Responden
Frekuensi Persentase
Umur 20 tahun
21-34 tahun 35 tahun
3 20
7 9,9
66,6 23,2
Suku Batak
Melayu Minang
Jawa Lain-lain
2 2
1
23
2
6,6 6,6
3,3
76,7 6,6
Agama Islam
Protestan 27
3 90
10 Status
pendidikan SD sederajat
SMP sederajat SMA sederajat
D3 1
6 22
1 3,3
20 73,3
3,3 Jumlah anak
2 2
11 19
36,7 63,3
Usia menikah 20 tahun
21-34 tahun 14
16 46,7
53,3
Penghasilan per bulan
Rp1.625.000,00 Rp1.625.000,00
22 8
73,3 26,7
1.2. Motivasi wanita usia subur dalam melakukan pemeriksaan pap smear
sebelum dan sesudah diberikan pendidikan kesehatan
Hasil uji distribusi frekuensi motivasi menunjukkan bahwa mayoritas WUS memiliki motivasi rendah dalam melakukan pemeriksaan pap smear sebelum
diberikan pendidikan kesehatan yaitu sebanyak 21 responden 70. Setelah
Universitas Sumatera Utara
44
diberikan pendidikan kesehatan, motivasi WUS meningkat menjadi tinggi dengan frekuensi 26 responden 86,7. Berikut ini distribusi frekuensi dan persentase
motivasi WUS berdasarkan kategori motivasi. Tabel 5.2. Distribusi frekuensi tingkat motivasi WUS dalam melakukan pemeriksaan
pap smear sebelum dan sesudah pendidikan kesehatan PRE-TEST
POST-TEST N
N Motivasi Tinggi
26 86,7
Motivasi Sedang 9
30 4
13,3 Motivasi Rendah
21 70
Tabel 5.3 menunjukkan hasil tabulasi silang antara usia dengan motivasi WUS dalam melakukan pemeriksaan pap smear. Hasil tabulasi silang menunjukkan
bahwa mayoritas responden berusia 21-34 tahun memiliki motivasi rendah sebanyak 12 responden 40 dan motivasi sedang sebanyak 8 responden 26,6 pada pre-
test. Sedangkan pada post-test, responden berusia 21-34 tahun memiliki motivasi tinggi sebanyak 17 responden 56,6 dan motivasi sedang sebanyak 3 responden
10. Tabel 5.3. Tabulasi silang antara usia dengan motivasi WUS dalam melakukan
pemeriksaan pap smear sebelum dan sesudah pendidikan kesehatan
Usia PRE-TEST
Total POST-TEST
Total Motivasi
Sedang Motivasi
Rendah Motivasi
Tinggi Motivasi
Sedang n
n n
n n
n 20 tahun
- -
3 10
3 10
3 10
- -
3 10
21-34 tahun 8
26,6 12
40 20
66,6 17 56,6
3 10
20 66,6
35 tahun 1
3,3 6
20 7
23,3 6
20 1
3,3 7
23,3
Universitas Sumatera Utara
45
Tabel 5.4 menunjukkan bahwa mayoritas WUS yang berpendidikan SMA memiliki motivasi rendah yaitu sebanyak 14 responden 46,6 dan motivasi sedang
sebanyak 8 responden 26,6 pada pre-test. Sedangkan pada post-test responden berpendidikan SMA memiliki motivasi tinggi sebanyak 18 responden 60 dan
motivasi sedang sebanyak 4 responden 13,3. Tabel 5.4. Tabulasi silang antara pendidikan dengan motivasi WUS dalam
melakukan pemeriksaan pap smear sebelum dan sesudah pendidikan kesehatan
Tabel 5.5 menunjukkan hasil tabulasi silang antara penghasilan dengan motivasi WUS dalam melakukan pemeriksaan pap smear. Hasil tabulasi silang
menunjukkan bahwa mayoritas WUS dengan penghasilan Rp1.625.000,00 memiliki motivasi rendah yaitu sebanyak 16 responden 53,3 dan motivasi sedang
sebanyak 6 responden 20 pada pre-test, sedangkan pada post-test sebanyak 19 responden 63,3 memiliki motivasi tinggi dan sebanyak 3 responden 10
memiliki motivasi sedang. Pendidikan
PRE-TEST Total
POST-TEST Total
Motivasi Sedang
Motivasi Rendah
Motivasi Tinggi
Motivasi Sedang
n n
n n
n n
SD -
- 1
3,3 1
3,3 1
3,3 -
- 1
3,3 SMP
1 3,3
5 16,6
6 20
6 20
- -
6 20
SMA 8
26,6 14
46,6 22
73,3 18
60 4
13,3 22
73,3 D3
- -
1 3,3
1 3,3
1 3,3
- -
1 3,3
Universitas Sumatera Utara
46
Tabel 5.5. Tabulasi silang antara penghasilan dengan motivasi WUS dalam melakukan pemeriksaan pap smear sebelum dan sesudah pendidikan kesehatan
Penghasilan PRE-TEST
Total POST-TEST
Total Motivasi
Sedang Motivasi
Rendah Motivasi
Tinggi Motivasi
Sedang n
n n
n n
n Rp1.625.000
6 20
16 53,3
22 73,3 19 63,3
3 10
22 73,3 Rp1.625.000
3 10
5 16,6
8 26,6
7 23,3
1 3,3
8 26,6
1.3.Pengaruh pendidikan kesehatan tentang kanker serviks terhadap motivasi wanita usia subur dalam melakukan pemeriksaan pap smear
Berdasarkan hasil uji statistik paired t-test yang dilakukan untuk mengukur pengaruh pendidikan kesehatan terhadap motivasi bahwa pendidikan kesehatan
memiliki pengaruh yang signifikan terhadap peningkatan motivasi WUS dalam melakukan pemeriksaan pap smear. Berikut ini hasil uji statistik paired t-test
sebelum dan sesudah diberikan pendidikan kesehatan. Tabel 5.6. Hasil uji statistik paired t-test pada motivasi WUS dalam melakukan
pemeriksaan pap smear sebelum dan sesudah diberikan pendididkan kesehatan Mean
SD CI 95
p-value Motivasi WUS sebelum diberikan
pendidikan kesehatan pre-test 5,63
2,076 9,422 - 11,244
0,000 Motivasi WUS sebelum diberikan
pendidikan kesehatan post-test 15,97
2,266
Tabel diatas menunjukkan bahwa rata-rata skor motivasi WUS dalam melakukan pemeriksaan pap smear sebelum diberikan pendidikan kesehatan pre-
test yaitu 5,63 dengan standar deviasi SD 2,076. Sedangkan pada post-test, rata- rata skor motivasi WUS yaitu 15,97 dengan SD 2,266. Hal tersebut menunjukkan
Universitas Sumatera Utara
47
bahwa adanya peningkatan mean motivasi WUS sebesar 10,34 dalam melakukan pemeriksaan pap smear setelah diberikan pendidikan kesehatan tentang kanker
serviks. Berdasarkan uji paired t-test tersebut juga diperoleh nilai p = 0,000 p 0,05 yang berarti bahwa pendidikan kesehatan memiliki pengaruh yang signifikan
terhadap motivasi WUS dalam melakukan pemeriksaan pap smear sebelum dan sesudah diberikan pendidikan kesehatan.
2. Pembahasan Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh, berikut ini akan dijelasakan
pembahasan untuk menjawab pertanyaan penelitian yang terdapat pada Bab 1 tentang pengaruh pendidikan kesehatan tentang kanker serviks terhadap motivasi
WUS dalam melakukan pemeriksaan pap smear. 2.1. Motivasi WUS dalam melakukan pemeriksaan pap smear sebelum diberikan
pendidikan kesehatan pre-test Berdasarkan hasil penelitian diatas, tabel 5.2 menunjukkan bahwa motivasi
WUS dalam melakukan pemeriksaan pap smear masih tergolong rendah yaitu 21 responden 70, dan sisanya 9 responden 30 tergolong dalam motivasi sedang.
Rendahnya pengetahuan WUS tentang kanker serviks dan pemeriksaan pap smear sebagai upaya pencegahan kanker serviks merupakan salah satu faktor yang
menghambat motivasi WUS dalam melakukan pemeriksaan pap smear. Seluruh responden belum pernah mendapatkan informasi tentang kanker
serviks dan pemeriksaan pap smear sebagai upaya pencegahan kanker serviks baik dari tenaga medis maupun media cetak dan elektronik. Tidak adanya informasi
tersebut mengakibatkan WUS tidak mengetahui tentang pemeriksaan pap smear
Universitas Sumatera Utara
48
sehingga tidak termotivasi untuk melakukan pemeriksaan. Nurhasanah 2008 dalam penelitiannya menyatakan bahwa ada hubungan yang signifikan antara pengetahuan
dan perilaku WUS dalam melakukan pemeriksaan pap smear. Fransiska 2012 dalam penelitiannya juga mengatakan bahwa mayoritas WUS di wilayah kerja
puskesmas Kedai Durian tidak melakukan pemeriksaan pap smear adalah karena mereka tidak mengetahui pentingnya pemeriksaan pap smear sebagai upaya untuk
mencegah kanker serviks. Fransisca 2012 juga mengatakan bahwa sumber informasi yang kurang juga merupakan faktor penyebab WUS tidak melakukan
pemeriksaan pap smear. Oleh karena itu dibutuhkan peran serta tenaga kesehatan untuk melakukan pendidikan kesehatan tentang kanker serviks dan pemeriksaan pap
smear agar WUS memiliki pengetahuan yang baik serta motivasi yang tinggi untuk melakukan pemeriksaan pap smear. Bertentangan dengan hasil penelitian yang
diperoleh Ni Ketut Martini 2013 yang mengatakan bahwa pengetahuan tidak berhubungan dengan tindakan WUS dalam melakukan pemeriksaan pap smear.
Pengetahuan yang baik pada responden juga dipengaruhi oleh tingkat pendidikan pasien, pendapatan keluarga, status sosiodemografi dan kultural. Pasien
dengan pendidikan yang tinggi memiliki pemahaman dan pengetahuan yang baik tentang proses penyakit dan penanganannya Sui et al., 2008 dalam Ghisi, 2014.
Pada penelitian ini, mayoritas responden berpendidikan SMA. Semakin tinggi pendidikan seseorang maka akan cenderung untuk mendapatkan informasi dari orang
lain maupun dari media massa Budiman Riyanto, 2013. Menurut Notoadmodjo 2003 pendidikan dapat mempengaruhi seseorang termasuk juga perilaku seseorang
akan pilihan hidup terutama motivasi. Sebaliknya pendidikan yang kurang akan menghambat perkembangan sikap seseorang terhadap nilai-nilai yang baru
Universitas Sumatera Utara
49
diperkenalkan. Syafa’ah 2012 dalam penelitiannya menyatakan bahwa ada
hubungan yang signifikan antara pendidikan dan motivasi WUS dalam melakukan pemeriksaan pap smear. Bertentangan juga dengan hasil penelitian yang dilakukan
oleh Ni Ketut Martini 2013 yang mengatakan bahwa pendidikan tidak berhubungan dengan tindakan WUS dalam melakukan pemeriksaan pap smear.
Faktor pengetahuan dan status pendidikan juga menjadi faktor penghambat WUS tidak melakukan pemeriksaan pap smear di negara-negara berkembang di
Amerika Latin dan Caribbean. Begitu juga dengan masalah sosial ekonomi juga menjadi salah satu penghambat WUS tidak melakukan pemeriksaan pap smear di
negara tersebut Bessler dkk, 2007. Sosial ekonomi dapat mempengaruhi seseorang untuk melakukan pemeriksaan pap smear. Pada penelitian ini, mayoritas responden
masih berpenghasilan dibawah Upah Minimum Regional Kota Medan yaitu kurang dari Rp1.625.000,00. Nurhasanah 2008 menyatakan dalam penelitiannya bahwa
ada hubungan yang signifikan antara sosial ekonomi dan perilaku WUS dalam melakukan pemeriksaan pap smear. Sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh
Fransisca 2012 yang juga menyatakan bahwa faktor ekonomi merupakan salah satu penghambat WUS tidak melakukan pemeriksaan pap smear.
2.2. Motivasi WUS dalam melakukan pemeriksaan pap smear setelah diberikan pendidikan kesehatan post-test
Berdasarkan hasil penelitian diatas, tabel 5.2 menunjukkan bahwa motivasi WUS dalam melakukan pemeriksaan pap smear setelah diberikan pendidikan
kesehatan tergolong tinggi yaitu 26 responden 86,7, dan sisanya 4 responden 13,3 tergolong dalam motivasi sedang. Adapun perbedaan mean motivasi
sebelum dan sesudah pendidikan kesehatan yaitu sebesar 10,34 yang berarti bahwa
Universitas Sumatera Utara
50
adanya peningkatan motivasi WUS setelah diberikan pendidikan kesehatan tentang kanker serviks.
Pada penelitian ini mayoritas responden berusia antara 21-34 tahun. Usia juga mempengaruhi daya tangkap dan pola pikir seseorang. Semakin bertambahnya
usia, daya tangkap dan pola pikir akan makin berkembang karena banyaknya informasi yang ditemui sehingga akan meningkatkan pengetahuan seseorang
Budiman Riyanto, 2013. Mayoritas responden pada penelitian ini berpendidikan SMA. Semakin tinggi pendidikan seseorang maka akan cenderung untuk
mendapatkan informasi dari orang lain maupun dari media massa Budiman Riyanto, 2013.
Pendidikan kesehatan yang diberikan dapat meningkatkan motivasi WUS dalam melakukan pemeriksaan pap smear. Ini berarti bahwa responden telah
mengetahui tentang kanker serviks dan pemeriksaan pap smear dengan baik sehingga motivasi mereka untuk melakukan pemeriksaan pap smear meningkat. Notoadmodjo
2010 menjelaskan bahwa informasi yang diperoleh dari pendidikan formal maupun non formal dapat memberi pengaruh jangka pendek immediate impact sehingga
menghasilkan perubahan atau peningkatan pengetahuan. Faktor ini berperan penting dalam membentuk persepsi dan menginterpretasikan sesuatu sehingga dapat
mempengaruhi pengetahuan Ghisi, et al., 2013. Adanya informasi baru mengenai sesuatu hal memberikan landasan kognitif baru bagi terbentuknya pengetahuan
terhadap hal tersebut. Sebelum tahun 1930, kanker serviks merupakan penyebab utama kematian
wanita di Indonesia. Setelah pemeriksaan pap smear diperkenalkan di Indonesia, angka kejadian kanker serviks menurun drastis. Namun, sampai saat ini pemeriksaan
Universitas Sumatera Utara
51
pap smear masih belum banyak di sosialisasikan kepada masyarakat sehingga angka kejadian kanker serviks masih tetap tinggi Rasjidi dan Sulistiyanto, 2007.
Pendidikan kesehatan sebagai suatu kegiatan atau usaha menyampaikan pesan kesehatan diharapkan dapat menambah pengetahuan dan mengubah perilaku
individu, kelompok atau masyarakat Notoatmodjo, 2003. Selain itu pendidikan kesehatan juga penting dilakukan untuk menggali motivasi seseorang agar dapat
menerima proses perubahan perilaku melalui tindakan persuasif secara langsung terhadap sistem nilai, kepercayaan dan perilaku Whitehead, 2004.
Motivasi mempunyai 3 tiga fungsi utama. Pertama, mendorong manusia untuk berbuat, sebagai penggerak atau motor yang melepaskan energi. Motivasi
dalam hal ini merupakan motor penggerak dari setiap kegiatan yang akan dikerjakan. Kedua, menentukan arah perbuatan yakni ke arah dan tujuan yang hendak dicapai.
Dengan demikian motivasi dapat memberikan arah dan kegiatan yang harus dikerjakan sesuai dengan rumusan tujuan yang sudah direncanakan sebelumnya.
Ketiga, menyeleksi perbuatan yaitu menentukan perbuatan-perbuatan apa yang harus dikerjakan yang serasi guna mencapai tujuan, dengan menyisihkan perbuatan-
perbuatan yang tidak bermanfaat bagi tujuan tersebut Notoadmodjo, 2007. Pada penelitian ini fungsi motivasi yang diharapkan adalah adanya gerak hati
dan kesadaran WUS untuk melakukan pemeriksaan pap smear sebagai upaya mencegah penyakit kanker serviks. Dengan adanya motivasi tersebut diharapkan
WUS akan melakukan pemeriksaan pap smear secara rutin serta menghindari faktor- faktor penyebab dan pemicu terjadinya penyakit kanker serviks. Oleh karena itu
perlu dilakukan itu pendidikan kesehatan untuk menggali motivasi WUS dalam melakukan pemerikaan pap smear.
Universitas Sumatera Utara
52
Pendidikan kesehatan dapat meningkatkan pengetahuan seseorang lebih baik tentang kesehatan. Penerapan program pendidikan kesehatan yang dilakukan secara
rutin oleh tenaga kesehatan di Jamaica dapat mempengaruhi keputusan wanita secara positif untuk melakukan deteksi dini kanker serviks Bessler dkk, 2007. Oleh karena
itu peran tenaga kesehatan sangat penting untuk memberikan informasi kepada masyarakat khususnya WUS agar mereka memiliki pengetahuan yang baik tentang
kanker serviks dan pemeriksaan pap smear. Pengetahuan erat hubungannya dengan motivasi. Widyasari 2012 dalam
penelitiannya mengenai hubungan antara pengetahuan dan motivasi WUS dalam melakukanpemeriksaan pap smear mengatakan bahwa ada hubungan yang signifikan
antara pengetahuan dan motivasi WUS dalam melakukan pemeriksaan pap smear. Penelitian lain yang dilakukan oleh Nurhasanah 2008 juga menyatakan bahwa ada
hubungan yang signifikan antara pengetahuan dan perilaku WUS dalam melakukan pemeriksaan pap smear. Demirtas 2013 juga mengatakan bahwa semakin tinggi
pengetahuan tentang kanker serviks maka semakin tinggi motivasi untuk melakukan pemeriksaan pap smear.
2.3. Pengaruh pendidikan kesehatan tentang kanker serviks terhadap motivasi
wanita usia subur dalam melakukan pemeriksaan pap smear
Berdasarkan uji statistik paired t-test pada tabel 5.6 diatas menunjukkan bahwa adanya pengaruh yang signifikan antara pendidikan kesehatan terhadap
motivasi WUS dalam melakukan pemeriksaan pap smear. Pada hasil uji paired t-test tersebut diperoleh nilai p = 0,000 p 0,05 yang berarti bahwa pendidikan
kesehatan berpengaruh terhadap peningkatan motivasi WUS dalam melakukan pemeriksaan pap smear.
Universitas Sumatera Utara
53
Pada penelitian ini, responden telah mendapatkan pengetahuan tentang kanker serviks dan pemeriksaan pap smear sehingga hasil penelitian menunjukkan
adanya peningkatan motivasi WUS setelah diberikan pendidikan kesehatan. Hasil penelitian ini sesuai dengan hipotesa penelitian yang menyatakan bahwa ada
pengaruh pendidikan kesehatan terhadap motivasi WUS dalam melakukan pemeriksaan pap smear. Sejalan dengan penelitian Demirtas 2013 yang
menyatakan bahwa pendidikan kesehatan dapat meningkatkan motivasi dalam melakukan pemeriksaan pap smear serta meningkatkan pengetahuan tentang
pentingnya pemeriksaan pap smear sebagai upaya mencegah kanker serviks. Chania dkk 2013 dalam penelitiannya juga mengatakan bahwa pendidikan kesehatan
efektif untuk memodifikasi keyakinan dan perilaku mereka terhadap penyakit kanker serviks dan pemeriksaan pap smear.
Pendidikan kesehatan pada hakikatnya dapat meningkatkan pengetahuan seseorangmenjadi lebih baik mengenai kesehatan. Diharapkan dari pengetahuan
tersebut akhirnya
diharapkan dapat
mengubah perilaku
Notoatmodjo, 2003.Pendidikan kesehatan juga dapat menggali motivasi seseorang untuk
menerima proses perubahan perilaku menjadi lebih baik melalui tindakan persuasif. Whitehead, 2004.
Salah satu unsur pendidikan kesehatan yaitu hasil output. Output yang diharapkan dari sebuah proses pendidikan kesehatan yaitu perilaku kesehatan atau
perilaku untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan yang kondusif. Perubahan perilaku yang belum atau tidak kondusif ke perilaku yang kondusif mengandung
beberapa dimensi yaitu perubahan perilaku, pembinaan perilaku, dan pengembangan perilaku Notoatmodjo, 2003.
Universitas Sumatera Utara
54
Adapun ruang lingkup pendidikan kesehatan berdasarkan aspek kesehatan yang dilakukan oleh peneliti yaitu aspek preventif berupa pencegahan primer dengan
sasaran masyarakat yang berisiko terpapar berbagai penyakit atau terganggu akan kesehatannya. Pada penelitian ini, responden yang diteliti adalah seluruh wanita usia
subur yang berisiko mengalami kanker serviks yang belum pernah mendapatkan pendidikan kesehatan tentang kanker serviks sebelumnya. Rendahnya pengetahuan
dan kesadaran masyarakat tentang kesehatan dan penyakit khususnya kanker serviks mengakibatkan sulitnya mendeteksi penyakit-penyakit yang terjadi dalam
masyarakat. Oleh sebab itu perlu diberikan pendidikan kesehatan pada tahap deteksi dini kanker serviks dengan melakukan pemeriksaan pap smear.
Di Turki, penerapan standar deteksi dini kanker serviks di rumah sakit tanpa strategi khusus hanya berkontribusi sedikit dalam meningkatkan kegiatan
pemeriksaan pap smear. Butuh strategi yang berbeda untuk mengubah perilaku, dan meningkatkan motivasi wanita dalam melakukan pemeriksaan pap smear. Program
pendidikan kesehatan dimaksudkan dapat meningkatkan persepsi wanita terhadap kanker serviks, motivasi, dan pengetahuan tentang pemeriksaan pap smear
Demirtas, 2013. Pengetahuan yang rendah merupakan faktor utama yang mengakibatkan
WUS di wilayah kerja Puskesmas Labuhan Deli memiliki motivasi yang rendah untuk melakukan pemeriksaan pap smear. Seluruh responden tidak mengetahui
tentang pemeriksaan pap smear sebelumnya dan juga belum pernah mendapatkan pendidikan kesehatan tentang kanker serviks dan pemeriksaan pap smear. Sehingga
pada penelitian ini faktor yang menyebabkan WUS memiliki motivasi yang rendah adalah karena pengetahuan yang kurang tentang kanker serviks dan pemeriksaan pap
Universitas Sumatera Utara
55
smear. Sehingga setelah diberikan pendidikan kesehatan, motivasi WUS pun meningkat dengan signifikan dalam melakukan pemeriksaan pap smear.
Ini berarti bahwa pengetahuan berhubungan dengan motivasi WUS dalam melakukan pemeriksaan pap smear. Demirtas 2013 mengatakan bahwa semakin
tinggi pengetahuan tentang kanker serviks maka semakin tinggi motivasi untuk melakukan pemeriksaan pap smear. Widyasari 2012 dalam penelitiannya mengenai
hubungan antara pengetahuan dan motivasi WUS dalam melakukan pemeriksaan pap smear juga mengatakan bahwa ada hubungan yang signifikan antara pengetahuan
dan motivasi WUS dalam melakukan pemeriksaan pap smear. Oleh karena itu peran tenaga kesehatan sangat penting untuk memberikan informasi kepada masyarakat
khususnya WUS agar mereka memiliki pengetahuan yang baik tentang kanker serviks dan pemeriksaan pap smear.
Skor motivasi tidak berbeda berdasarkan tingkat pendidikan, usia menikah, jumlah anak, dan penghasilan. Dengan karakteristik WUS yang berbeda-beda
tersebut, skor motivasi WUS tetap meningkat setelah diberikan pendidikan kesehatan. Dalam penelitian ini tingkat pendidikan, usia menikah, jumlah anak, dan
penghasilan tidak berhubungan secara signifikan terhadap peningkatan motivasi WUS dalam melakukan pemeriksaan pap smear. Sejalan dengan penelitian yang
dilakukan oleh Ni Ketut Martini 2013 yang mengatakan bahwa tingkat pendidikan, usia menikah, jumlah anak, dan penghasilan tidak berhubungan dengan tindakan
WUS dalam melakukan pemeriksaan pap smear.
Universitas Sumatera Utara
56
3. Keterbatasan dalam penelitian Pada penelitian ini, sampel penelitian belum mewakili seluruh populasi
karena keterbatasan peneliti dalam melakukan pendidikan kesehatan dengan jumlah sampel yang banyak. Pendidikan kesehatan yang dilakukan juga seharusnya bertahap
untuk mengevaluasi perilaku dan motivasi responden secara terus-menerus. Selang waktu antara pre-test dan post-test juga seharusnya lebih lama. Pada penelitian ini
selang waktu pemberian pre-test dan post-test berlangsung selama 2 hari. Ini memungkinkan para responden masih memiliki ingatan yang kuat mengenai
pendidikan kesehatan yang telah diberikan sebelumnya. Oleh karena itu, selang waktu pemberian pre-test dan post-test perlu dipertimbangkan terlebih dahulu.
Selanjutnya kuesioner pada penelitian ini tidak cukup layak untuk mengukur motivasi. Walaupun hasil uji validitas dan reliabilitasnya normal, kuesioner ini hanya
mengandung pernyataan positif, tidak ada pernyataan negatif. Ini mengakibatkan para responden dengan mudah mengisi kuesioner tanpa berpikir lama untuk
mencerna pernyataan-pernyataan dalam kuesioner. Skala penelitian menggunakan skala guttman. Menurut peneliti, skala
tersebut juga kurang efektif untuk mengukur motivasi. Disarankan penelitian selanjutnya untuk menggunakan skala likert, agar hasil yang diperoleh lebih
bervariasi. Penelitian ini tidak membahas jenis motivasi apa yang dipakai oleh
responden, hanya motivasi secara umum. Diharapkan penelitian selanjutnya membahas jenis motivasi apa yang dipakai oleh responden.
Universitas Sumatera Utara
57
Selanjutnya hubungan antara data demografi dan hasil penelitian tidak dijelaskan secara lengkap. Diharapkan penelitian selanjutnya agar menghubungkan
antara data demografi dengan hasil penelitian yang diperoleh.
Universitas Sumatera Utara
58
BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN